Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluan

Dalam sepuluh tahun terakhir ini pasar modal dan pasar uang dunia diguncang
oleh manipulasi pelaporan keuangan yang dalam istilah International Standards on Auditing
/ISA bersifat massive besar) dan pervasive (meluas). Wall Street bertanya dimanakah peran
auditor dalam berbagai skandal pelaporan keuangan. Indonesia tidak imun terhadap praktik
manipulasi laporan keuangan. Kita sedikit lebih beruntung karena sejauh ini ukuran
kerugian belum meluas, dan masih terisolasi dalam pembahasan di kalangan terbatas.
Dengan latar belakang yang tertulis di atas maka ISA dan standar lain yang dikeluarkan IFAC
(International Federation of Accountants) dimaksudkan untuk mencapai pelaporan keuangan
yang berkualitas pada tatanan global. Indonesia sendiri, sebagai bagian dari G20 dan IFAC,
berkomitmen untuk sepenuhnya mengadopsi ISA pada 1 Januari 2013. (Gray, 2011)

Tinjauan Teoritis
Mengapa ISA?
Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dirumuskan dengan cara berbeda, yakni apa
insentif bagi profesi akuntan publik untuk mengadopsi ISA. Kita bisa mendekatinya dari
sisi kekuatan pasar dan nilai tambah. Kekuatan pasar sebagai penentu disebabkan oleh
KAP yang melayani klien global dan internasional mau tidak mau sudah mulai
menggunakan audit berbasis ISA karena menurut mereka ISA bukanlah pilihan. Atau lebih
tepatnya, pilih ISA atau pilih keluar dari jaringan kerja sama global atau jaringan
kerjasama internasional. Selain itu untuk nilai tambah, yang dimaksud disini adalah
nilai tambah tidak berwujud (intangible) berupa peningkatan mutu audit. (Tuanakotta,
2013).
Perbedaan Standar Audit Berbasis ISA dan Standar Audit Sebelum ISA
a. Audit berbasis risiko
Ciri yang paling menonjol dari audit berbasis ISA adalah penekanan terhadap aspek
risiko. ISA memberikan penekanan yang sangat besar terhadap factor risiko, sejak auditor
pertimbangkan untuk menerima atau menolak suatu entitas dalam penugasan
auditnya sampai sesudah laporan yang berisi opininya diterbitkan. ISA berulang-
ulang menegaskan kewajiban auditor (dengan istilah the auditor shall) dalam menilai
risiko (to assess risk), dalam menanggapi risiko yang dinilai (to respond to assessed
risk), dalam mengevaluasi risiko yang ditemukan (detected risk), baik yang akan
dikoreksi maupun yang tidak dikoreksi entitas. Penegasan ini bermakna, jika
auditor tidak menjalankan kewajibannya, ia teledor (negligent).ISA merajut konsep
risiko dalam setiap tahap audit.
b. Berbasis aturan (rule-based) ke berbasis prinsip (principles-based standards)
ISA dan IFRS (Itnternational Financial Reporting Standards) adalah standar-standar
berbasis prinsip (principles-based standards), yang merupakan perubahan besar dari
standar-standar sebelumnya yang berbasis aturan (rule-based standards).
c. Berpaling dari model matematis
Ciri dari semua buku teks auditing Amerika, maupun buku-buku pedoman
(manuals) dari KAP besar seperti the Big Four di era Assurance Model ialah
membantu auditornya dengan memberikan model-model matematis dalam sampling,
statistical sampling maupun non-statistical sampling. Pendekatan matematis ini
mempunyai kelemahan yang serius, yakni membuat auditor menjadi robot. Sedangkan
ISA menekankan penggunaan professional judgement.
d. Kearifan profesional dan konsekuensinya
Setiap auditor akan mengklaim bahwa ia telah menggunakan kearifan
profesional. ISA mendefinisikan dan menjelaskan makna kearifan profesional
dengan contoh-contoh. Apa konsekuensi dari ISA mewajibkan kearifan profesional?
Konsekuensinya adalah keterlibatan partner yang mempunyai pengalaman (jam
terbang dan kepakaran dalam industri tertentu atau jenis audit tertentu), pendidikan,
dan pelatihan dengan ciri-ciri kepribadian tertentu seperti sikap skeptis (professional
skepticism). Jika keputusan audit masih dibuat oleh asisten yang belum mempunyai
pengalaman yang memadai, ISA menegaskan bahwa auditnya tidak sesuai dengan
ISA. Untuk Indonesia, ciri penerapan ISA yang paling jelas ialah seberapa besar
keterlibatan partner yang pakar dalam penugasan audit tersebut.
e. Pengendalian internal
Pengendalian internal (internal control) bukanlah hal baru dalam auditing. Akan
tetapi yang ditekankan ISA ialah kewajiban entitas (dalam membangun, memelihara, dan
mengimplementasikan pengendalian internal) dan kewajiban auditor (dalam
menilai pengendalian internal dan menggunakan hasil penilaiannya) serta komunikasi
dengan manajemen dalam hal auditor menemukan defisiensi dalam pengendalian
internal. Pengendalian internal merupakan perubahan mendasar dalam standar audit dan
bagian yang tidak terpisahkan dari audit berbasis risiko. Contoh dari cara berpikir
lama dapat dilihat dalam banyak praktik di Indonesia. Akuntan publik mereviu
sistem pengendalian internal, dan produk yang dihasilkannya ialah rekomendasi
perbaikan sistem (dalam surat manajemen atau management letter). Hal yang
terpenting justru tidak dilakukan auditor, yakni tidak mengaitkan prosedur audit
selanjutnya dengan hasil reviu atas pengendalian internal. Seolah-olah keduanya
(prosedur audit selanjutnya dan reviu atas pengendalian internal) berdiri sendiri,
independen satu dari yang lain. Inilah perubahan mendasar (perubahan pola pikir yang
ditekankan ISA).
f. Those Charged with Governance
Istilah ini dapat ditemukan dalam banyak ISA. Mengapa? ISA menekankan
berbagai kewajiban entitas dan manajemen. Namun perkembangan dalam tata kelola
pada dua dekade terakhir menekankan perlunya orang atau lembaga dengan
wewenang yang cukup dalam mengawasi entitas. Mereka inilah yang disebut
TCWG. Konsekuensinya adalah bahwa jika orang atau lembaga TCWG itu eksis
dalam entitas tersebut (misalnya di pasar-pasar modal di dunia, ini sudah menjadi
best practice), auditor wajib berkomunikasi dengan mereka.

Penjelasan ISA yang digunakan:


1. ISA 220 Pengendalian Mutu untuk Audit Atas Laporan Keuangan
2. ISA 240 Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit
Atas Laporan Keuangan
3. ISA 250 Pertimbangan Atas Peraturan Perundang-undangan dalam Audit atas
Laporan Keuangan.
4. ISA 315 Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko Kesalahan Penyajian Material
Melalui Pemahaman atas Entitas dan Lingkungannya.
5. ISA 330 Respon Auditor Terhadap Risiko yang Telah Dinilai
Audit Berbasis Risiko
(Menurut Arrens, 2009), ciri penting dari audit berbasis ISA ialah bahwa audit ini berbasis
risiko (risk-based audit). Makna dari audit berbasis risiko dapat dipahami melalui beberapa
konsep dasar berikut
a. Asurans yang layak (Reasonable assurance)
b. Kendala bawaan (Inherent limitations)
c. Lingkup audit (Audit scope)
d. Salah saji yang material (Material misstatement)
e. Asersi (Asersi)
Proses audit adalah suatu metodologi yang tersusun rapi untuk mengorganisasikan suatu
audit, untuk memastikan bahwa bukti-bukti audit yang terkumpul telah memadai dan
kompeten untuk semua tujuan audit. Menurut Theodorus M. Tuanakotta dalam bukunya
Audit Berbasis ISA, proses audit terbagi menjadi 3 bagian besar, yaitu:
1. Menilai Risiko (Risk Assessment)
Auditor melaksanakan prosedur penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan menilai
risiko salah
saji yang material dalam laporan keuangan. Prosedur yang dilakukan antara lain:
Memperoleh pemahaman strategi bisnis klien dan memproses serta menilai risiko.
Memahami pengendalian internal dan menilai risiko pengendalian.
Melakukan prosedur analitis awal.
2. Menanggapi Risiko
Pada tahap ini auditor merancang dan melaksanakan prosedur audit selanjutnya yang
menanggapi risiko salah saji yang material yang telah diidentifikasi dan dinilai, pada
tingkat laporan keuangan dan asersi.
Prosedur yang dilakukan sebagai berikut :
a. Melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi
b. Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo
3. Pelaporan
Tahap pelaporan meliputi :
a. Merumuskan pendapat berdasarkan bukti audit yang diperoleh.
b. Membuat dan menerbitkan laporan yang tepat, sesuai kesimpulan yang ditarik.
DAFTAR PUSTAKA

Institut Akuntan Publik Indonesia. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba
Empat, 2013.
Arens, Alvin A., Mark S. Beasley, Randal J. Elder dan Amir Abadi Jusuf. Auditing and
Assurance Service an Indonesian Adaptation. Edisi Keduabelas. Jakarta: Salemba 4, 2009.
Gray, Iain dan Stuart Manson. The Audit Process: Principles, Practice and Cases. Edisi
Kelima. Cengage, 2011.
Tuanakotta, Theodorus M. Audit Berbasis ISA (International Standards on Auditing).
Jakarta: Salemba 4, 2013.

Anda mungkin juga menyukai