Anda di halaman 1dari 24

Program Studi Ilmu Penyakit Pam

, FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar


Workshop On Pnemonia

nva kepada semua DAFTAR lSI


-oga mendapatkan

• ata Pengantar iii


Daftar lsi v

Pneumonia Overview 1
ca Bagus Ngurah Rai

?ATOGENESIS PNEUMONIA 9
etut Suryana

:latofisiologi Pneumonia 2S
:l,Jtu andrika

DIAGNOSIS PNEUMONIA 28
Gede Ketut Sajinadiyasa

"atalaksana Pneumonia pad a Dokter Layanan Primer 38


ca Bagus Nguran Rai.

Penatalaksanaan Pneumonia Komunitas 45


ca Bagus Suta

-ealthcare-associated Pneumonia (HCAP) 64


- Bagus Artana

-.QSPITAl ACQUIRED PNEUMONIA 77


lade Bagiada

v
Workshop On Pnemonia

Ventilator associated pneumonia (VAP) 94


Putu Andrika

Pneumonia Aspirasi 104


Ida Ayu Jasminarti D.K.

Pneumonia Virus 110


I Ketut Agus Somia

Diagnosis dan Penatalaksanaan Mikosis Paru 123


Ida Sagus Suta

Methicillin-Resistant Staphylococcus au reus (MRSA)


Pneumonia 154
IGN Sagus Artana

ACINETO BACTER PNEUMONIA 170


Ni Wayan Candrawati

PNEUMONIA ATIPIKAL 180


Ni Wayan Candrawati

PNEUMONIA PADA IMMUNOCOMPROMISE 189


I Ketut Agus Somia

Pneumonia pad a Usia Lanjut 208


IGP Suka Aryana

Pneumonia pad a Penggunaan NAPZA 237


da Ayu Jasminarti D.K.
KATAlOG DALAM TERBITAN

WORKSHOP ON PNEMONIA
DEAL THE CHALLENGE -IMPROVE THE OUTCOME
Denpasar, PT. Pereetakan Bali

vii + 265 him; 15 x 20,5 em

ISBN: 978-602-1672-54-9

WORKSHOP ON PNEMONIA
DEAL THE CHALLENGE -IMPROVE THE OUTCOME

Editor:
Ida 8agus Ngurah Rai
I Gusti Ngurah 8agus

Dicetak di

PT. Percetakan Bali, JI. Gajah Mada 1/1 Denpasar 80112,


Telp. (0361) 234723, 235211

NPWP : 01.126.360.5-904.0000, Tanggal Pengukuhan DKP : 01 Juli 2006.


TEKS

PNEUMONIA PADA IMMUNOCOMPROMISE

I Ketut Agus Somia

Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar

PENDAHULUAN

Immunokompromise merupakan keadaan abnormalitas dari sistim


imunitas yang di dapat atau congenital. Pasien mmunokompromise berisiko
tinggi mengalami infeksi yang berat dan mengancam jiwa. Pada beberapa
dekade terakhir terjadi peningkatan populasi immunokompromise akibat
peningkatan pemakaian obat-obat imunosupresif pada keganasan, penyakit
autoimun, penyakit kronis dan juga akibat peningkatan kasus HIV/AIDS.
Paru-paru merupakan salah satu organ yang sering mengalami infeksi pada
pasien dengan imunokompromise baik karena infeksi virus, bakteri, jamur
dan parasit. Manifestasi klinis pneumonia pada pasien immunokompromise
sangat bervariasi, cendrung berat dan fatal. Oleh karena itu diagnosis dini
yang akurat, penatalaksanaan yang cepat dan tepat sangat penting dalam
menekan morbiditas dan mortalitas pneumonia yang sangat tinggi pada
pasien immunokompromise.

1
TEKS

ETIOLOGI

Penyebab pneumonia yan paling sering pada pasien


immunokompromise berkaitan dengan penyakit imunokompromise yang
1,2
mendasari.

Immunocompr

Defek Fagosit Defek Defek Sel-T

Anemia aplastik Agammaglobulinemi AIDS


Neutropenia post a Multiple Solid organ

S. Aureus S. pneumoniae P. carinii M.


P. aeruiginosa H. influenza Tuberculosis
C. Neoformans

Gambar 1. Etiologi Pneumonia pada immunocompromised

PATOGENESIS

Kondisi imunokompromise terjadi oleh karena tiga faktor yaitu:


1,2
defek fagosit, defek immunoglobulin dan defek imunitas seluler.

2
Teks

Defek fagosit

Sel sel mononuclear terdiri dari monosit, makrofag dan neutrofil


merupakan fagosit yang berperan melindungi tubuh dari bakteri dan jamur.
Sel-sel ini akan bermigrasi ke tempat infeksi, membunuh mikroorganisme,
dan mengeleminasi debris selular. Disamping itu fagosit mononuclear
memproduksi regulator-regulator dan menyajikan antigen pada limfosit dan
membantu menginisiasi dan mengkoordinasi respon imun. Defek kuantitas
fagosit yang paling sering dijumpai adalah neutropenia, yang sering dijumpai
pada leukemia akut, kegagalan sumsum tulang, atau pada pasien yang
mendapat kemoterapi keganasan. Defek kualitatif fagosit menyebabkan
masalah yang sama seperti neutropenia yaitu infeksi bakteri yang berulang,
1,2
berat dan fatal.

Defek antibodi

1,2
Terdapat 3 cara antibodi melindungi tubuh dari mikroorganisme yaitu:

1. Neutralisasi: dimana ikatan antara antibody dengan virus sebelum


masuk dan bereplikasi dalam sel. Neutralisasi juga dapat terjadi
pada bakteri yang bereproduksi dalam sel.
2. Opsonisasi: antibody meliputi permukaan bakteri menstimulasi sel-
sel fagosit untuk mencerna dan membunuh bakteri. Opsonisasi
TEKS

merupakan cara yang efektif terhadap bakteri extraseluler- dan


bakteri yang bermultiplikasi diluar sel sel host.
3. Aktivasi komplemen: meningkatkan opsonisasi dan dapat secara
langsung membunuh bakteri.

Pada pasien dengan antibodi yang terganggu berisiko menderita


pneumonia yang disebabkan oleh bakteri berkapsul, yang diselubungi oleh
kapsul polisakarida yang menghambat fagositosis oleh makrofag dan
neutrofil. Opsonisasi bakteri tersebut dengan antibodi atau komplemen
sangat diperlukan sebelum fagosit secara efisien mencerna dan membunuh
bakteri tersebut.

Defek pada imunitas yang diperantai oleh sel (sel-T)

1,2
Sel T dapat dibagi menjadi 3 klas fungsional:

- Sel TC (CD8) yang membunuh sel yang terinfeksi oleh pathogen


(terutama virus) yang bereplikasi dalam sitoplasma sel host.
- Sel TH1 (CD4) yang mengaktivasi makrofag dan kemudian
menghancurkan pathogen seperti M tuberculosis dan P carinii,
yang berada dalam vesikel makrofag
- Sel TH2 (CD4) yang mengaktifkan sel-sel B untuk memproduksi
antibodies.
Teks

Dengan demikian sel limfosit T berperan penting dalam imunitas


yang diperantari seluler dan humoral. Meskipun pasien dengan cell-
mediated immunodeficiency sangat rentan terhadap infeksi yang
disebabkan oleh bacteria, fungi, viruses, dan protozoa, namun yang
predominan adalah pathogen pathogen intracellular (cytoplasmic atau
vesicular) seperti mycobacteria, Nocardia asteroides, Legionella species, C
neoformans, H capsulatum, C immitis, varicella zoster virus, herpes simplex
virus, cytomegalovirus, Epstein-Barr virus, P carinii, dan T gondii.

Imunodefisiensi Cell-mediated dapat terjadi primer - inherited—


atau acquired— sebagai akibat dari gangguan lain atau efek samping terapi .
Acquired cell-mediated immunodeficiency (AIDS) karena Infeksi human
immunodeficiency virus (HIV) merupakan jenis imunodefisiensi yang paling
sering ditemukan. Sel CD4 merupakan target infeksi HIV, deplesi sel-sel
jumlah CD4 berkaitan dengan derajat immunosupresi dan berhubungan
langsung dengan jenis infeksi paru yang terjadi.

Berikut akan dibahas secara ringkas manifestasi klinis, diagnosis


dan terapi pneumonia pada pasien imunokompromise, khususnya pada
pasien dengan HIV/AIDS.

PNEUMOCYSTIS JIROVECII (FORMERLY PNEUMOCYSTIS CARINII)


TEKS

Pada infeksi HIV gambaran manifestasi PCP meliputi dispneu


progresif subakut, demam, batuk non produktif dan nyeri dada yang
memburuk dalam beberapa hari sampai minggu. Pada PCP ringan,
pemeriksaan paru dalam keadaan istirahat biasanya normal. Dengan
exercise, akan terjadi tachypnea, tachycardia, dan terdengar ronki kering
yang difus. Demam merupakan tanda yang sering dijumpai. PCP sering
4
disertai dengan koinfeksi candidiasis oral.

Pada pemeriksaan laboratorium sering dijumpai hypoxemia dari


ringan ( tekanan oksigen arterial [pO2] ≥70 mm Hg atau alveolar-arterial O2
difference, [A-a] DO2 <35 mm Hg), hipoksemia sedang ([A-a] DO2 ≥35 adan
<45 mm Hg) dan hipoksemia berat ([A-a] DO2 ≥45 mm Hg). Peningkatan
4
kadar lactate dehydrogenase >500 mg/dL tetapi tidak spesifik.

Pada foto polos dada tampak infiltrate interstitial yang simetris,


diffuse, bilateral yang memancar dari hilar membentuk gambaran kupu-
kupu. Walaupun demikian gambaran foto polos dada dapat normal pada
awal penyakit. Gambaran yang atipikal dapat berupa nodules, blebs dan
cysts, asymmetric, yang berlokasi di lobus atas, dan pneumothorak.
Pneumothorax spontan pada pasien HIV harus dicurigai karena PCP. Cavitas,
adenopaty intrathoracic dan efusi pleural jarang dijumpai, akan tetapi jika
tidak ditemukan pathogen lain dan keganasan, maka diagnosis alternative
PCP perlu dipkirkan. Hampir sekitar 13% sampai 18% PCP juga disertai
12,4
dengan tuberculosis (TB), sarcoma Kaposi atau pneumonia bacterial.
Teks

Diagnosis pasti ditegakkan dengan deteksi PCP dari specimen cairan


BAL atau sputum yang diinduksi. PCP dapat terdeteksi dengan pengecatan
giemsa, diff-quik, dan wright (dapat mendeteksi bentuk cystic dan trophic,
tapi tidak mengecat dinding cyst), pengecatan gomori methenamine silver,
gram-weigert, cresyl violet, dan toluidine blue ( dapat mengecat dinding
cyst). Polymerase chain reaction (PCR) specimen BAL memiliki senstifitas
yang tinggi dalam mendiagnosis PCP, namun kemampuan membedakan
4
dengan kolonisasi PCP masih belum jelas.

4
Profilaksis primer, terapi dan profilaksis sekunder PCP

Profilaksis Primer

Indikasi: pasien HIV remaja, dewasa termasuk hamil dan yang mendapat
ARV dengan kadar CD4 <200 cells/mm3, Pasien HIV dengan riwayat
kandidiasis oropharyngeal, Kadar CD4 cell <14% atau Riwayat dengan AIDS-
defining illness

Pilihan : Alternatif:

Trimethoprim-sulfamethoxazole  TMP-SMX 1 DS PO 3 kali seminggu


(TMP-SMX) 960 mg PO single atau Dapsone 100 mg PO perhari atau
dose setiap hari 50 mg PO BID atau
 Dapsone 50 mg PO per hari +
(pyrimethamine 50 mg + leucovorin 25
mg) PO perminggu atau
 (Dapsone 200 mg + pyrimethamine 75
mg + leucovorin 25 mg) PO per minggu
atau
 Aerosolized pentamidine 300 mg via
Respigard II™ nebulizer setiap bulan
atau
 Atovaquone 1500 mg PO per hari
dengan makanan atau
 (Atovaquone 1500 mg +
pyrimethamine 25 mg + leucovorin 10
mg) PO per minggu dengan makanan.

Profilaksis primer dihentikan bila terjadi peningkatan CD4 dari <200


cells/mm3 menjadi ≥200 cells/mm3 selama 3 bulan

PCP sedang atau berat ( lama terapi 21 hari)

Pilihan: Alternative :

TMP-SMX (TMP 15–20 mg and  Pentamidine 4 mg/kg IV sekali sehari


SMX 75–100 mg)/kg/day IV perinfus paling sedikit 60 menit,dosis
setiap 6 jam atau 8 jam, diganti kemudian diturunkan menjadi 3 mg/kg
PO setelah perbaikan klinis IV sekali sehari atau
 Primaquine 30 mg (base) PO sekali
sehari + (Clindamycin [IV 600 q6h atau
900 mg setiap 8 jam] atau
 [PO 450 mg setiap 6 jam atau 600 mg
setiap 8 jam])

Pada PCP sedang atau berat diberikan kortikosteroid sesegera mungkin
setelah 72 jam mendapat terapi spesifik PCP

Dosis prednison
Hari 1–5 : 40 mg PO BID

Hari 6–10 : 40 mg PO daily

Hari 11–21 : 20 mg PO daily

PCP Ringan sampai sedang ( lama terapi 21 hari

Terapi pilhan Terapi Alternatif:

 TMP-SMX: (TMP 15–20  Dapsone 100 mg PO perhari + TMP 15


mg/kg/hari dan SMX 75–100 mg/kg/perhari PO (3 dosis terbagi )
mg/kg/hari), diberikan PO atau
dalam 3 dosis terbagi atau  Primaquine 30 mg (base) PO per hari +
 TMP-SMX DS - 2 tablets TID Clindamycin PO (450 mg setiap 6 jam
atau 600 mg setiap 8 jam) atau
 Atovaquone 750 mg PO BID dengan
makanan
Profilaksis sekunder

Indikasi: pernah terinfeksi PCP

Pilihan: Terapi alternative

 TMP-SMX, 1 DS PO perhari  TMP-SMX 1 DS PO 3 kali seminggu,


atau atau
 TMP-SMX, 1 SS PO perhari  Dapsonec 100 mg PO per hari atau 50
mg PO BID atau
 Dapsoneb 50 mg PO perhari +
(pyrimethamine 50 mg + leucovorin 25
mg) PO perminggu atau
 (Dapsoneb 200 mg + pyrimethamine
75 mg + leucovorin 25 mg) PO
perminggu atau
 Aerosolized pentamidine 300
mg via
Respigard II™ nebulizer per bulan atau
 Atovaquone 1500 mg PO perhari
dengan makanan atau
 (Atovaquone 1500 mg +
pyrimethamine 25 mg + leucovorin 10
mg) PO per hari dengan makanan
Indikasi menghentikan profilaksis sekunder:
3 3
 CD4 meningkat dari <200 cells/mm menjadi 200 cells/mm selama >3
bulan sebagai akibat pemberian ART atau
3
 Jika PCP didiagnosis pada saat CD4 ≥ 200 cells/mm , profilaksis
diteruskan seumur hidup tidak tergantung dari peningkatan CD4 akibat
pemberian ART
Indikasi memulai lagi profilaksis sekunder:

 CD4 turun kembali <200 cells/mm3 atau


 Jika PCP rekuren pada CD4 ≥ 200 cells/mm3,maka profilaksis diberikan
seumur hidup
TUBERKULOSIS

HIV merupakan factor risiko terbesar terjadinya TB. Pada pasien


HIV, TB lebih mudah menjadi aktif dan risiko mortalitas yang lebih besar.
HIV juga merupakan faktor risiko progresi TB laten menjadi aktif.
Manifestasi klinis TB pada HIV tergantung dari derajat berat
immunodefisiensi. Semakin berat imunodefisiensi, gambaran TB yang tipikal
dan adanya lesi kavitas akan semakin jarang dijumpai. Pada kondisi tersebut
TB lebih sering dijumpai pada lobus bawah. Inisiasi ARV pada pasien HIV juga
berisiko terjadi rekonstitusi imun unmasking (subclinical) TB dan TB IRIS
paradoksikal pada pasien HIV- TB yang sudah menunjukkan perbaikan
1,2,4
dengan OAT.
Pada pasien TB-HIV, perlu dicurigai terjadinya resistensi OAT bila:
pernah terpapar dengan obat TB yang resisten, tinggal di daerah prevalensi
TB resisten yang tinggi atau kejadian kasus baru resisten yang tinggi, BTA
sputum atau kultur sputum tetap positif setelah 4 bulan terapi, dan riwayat
4
sebelumnya putus OAT atau memakai OAT tidak dipantau secara langsung.

PNEUMONIA BAKTERIAL

Pathogen bacterial yang menyebabkan pneumonia pada orang


dengan dan tanpa HIV adalah sama. Penyebab pneumonia komunitas yang
paling sering adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, dan
Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus. Sedangkan penyebab
pneumonia nosocomial adalah Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter
species, Klebsiella species, Escherichia coli dan Acinetobacter species. Pada
pasien HIV yang terinfeksi S pneumoniae, memiliki risiko mengalami
pneumonia 10-100 kali lebih tinggi dibandingkan tanpa HIV. Manifestasi
klinis dan radiologis pneumonia bacterial pada HIV adalah sama pada
dengan dan tanpa HIV. Pedoman diagnosis dan terapi pneumonia bacterial
4
pada individu tanpa HIV bisa diaplikasikan pada pasien HIV.

PNEUMONIA HISTOPLASMA CAPSULATUM

Hampir semua kasus histoplasmosis primer terjadi melalui inhalasi


microconidia yang terbentuk pada fase miselium. Sering terjadi diseminasi
infeksi asimtomatik di luar paru-paru, dan imunitas seluler sangat penting
dalam mengendalikan infeksi. Ketika imunitas seluler terganggu, maka bisa
terjadi reaktivasi fokus laten infeksi yang sudah didapat beberapa tahun
sebelumnya.

Manifestasi klinis progressive disseminated histoplasmosis pada


pasien HIV meliputi demam, fatigue, penurunan berat badan dan
hepatomegali. Sekitar 50% pasien menunjukkan keluhan batuk, nyeri dada
dan sesak nafas. Pada pasien dengan kadar CD4 > 300 cells/mm3,
histoplasmosis sering terbatas pada saluran nafas yang umumnya ditandai
dengan batuk, nyeri dada dan demam.

Diagnosis ditegakkan dengan deteksi antigen Histoplasma dalam


darah atau urine dengan metode rapid yang sensitif untuk diagnosis
disseminated histoplasmosis dan acute pulmonary histoplasmosis, namun
kurang sensitive pada infeksi kronis paru-paru. Spesimen kultur H.
capsulatum dapat berasal dari darah, sumsum tulang, sekresi respirasi atau
4
dari tempat-tempat yang terinfeksi.
Profilaksis primer, terapi dan profilaksis sekunder pada pneumonia
4
Histoplasma capsulatum

Profilaksis primer diindikasikan pada pasien dengan CD4 < 150 sel/uL yang
berisiko tinggi karena paparan pekerjaan atau yang tinggal di daerah
hiperendemik (>10 kasus/100 pasien- tahun)
Pada kasus Acute pulmonary histoplasmosis pada pasien HIV dengan CD4
>300 cells/mm3 ditatalaksana seperti pasien non HIV

Pada kasus sedang sampai berat

Terapi Induksi

selama paling sedikit 2 minggu atau sampai terjadi perbaikan klinis

Terapi pilihan: Liposomal Terapi alternatif: Amphotericin B


amphotericin B at 3 mg/kg IV perhari lipid complex atau amphotericin B
cholesteryl sulfate complex 3 mg/kg
IV per hari

Terapi pemeliharan paling sedikit selama 12 bulan

Itraconazole 200 mg PO TID selama 3 hari, kemudian BID

Pada kasus Penyakit disseminasi yang kurang berat

Terapi induksi dan pemeliharaan

Terapi pilihan: Itraconazole 200 mg Alternatif : Posaconazole 400 mg PO


PO TID selama 3 hari, dilanjutkan BID atau Voriconazole 400 mg PO
200 mg PO BID selama 12 bulan BID selama 1 hari, kemudian 200 mg
PO BID atau Fluconazole 800 mg PO
sehari
Terapi supresi jangka panjang ( profilaksis sekunder)

Indikasi :pasien severe disseminated atau infeksi CNS setelah terapi lengkap
12 bulan, relaps dengan terapi yang sesuai.

Terapi pilihan : Itraconazole 200 mg Terapi alternatif: Fluconazole 400


PO setiap hari mg PO setiap hari

Kriteria menghentikan terapi supresi jangka panjang: mendapat terapi azole


>1 tahun, dan kultur darah negative dan antigen Histoplasma serum <2
ng/mL, dan hitung CD4 >150 cells/mm3 selama 6 bulan pada respon dengan
ART

Indikasi memberikan lagi profilaksis sekunder: CD4 count <150 cells/mm3

PNEUMONIA CRYPTOCOCCUS NEOFORMANS

Sebagian besar infeksi cryptococcal pada pasien HIV disebabkan


karena Cryptococcus neoformans, tetapi kadang-kadang juga oleh
Cryptococcus gattii. Pneumonia cryptococcus sering menyebabkan infeksi
yang luas, berat dan disseminate, yang kebanyakan terjadi akibat reaktivasi
infeksi laten.

Infeksi Cryptococcus isolated pada paru ditandai dengan batuk dan


dispneu. Pneumonia Cryptococcus dapat juga tampak seperti acute
respiratory distress syndrome dan menyerupai PCP. Diagnosis ditegakkan
dengan mikroskopis, deteksi antigen (CrAg) dan kultur. Terapi meliputi 3
4
fase yaitu induksi, konsolidasi dan pemeliharaan.
Terapi Pneumonia cryptococcus
Terapi Pneumonia cryptococcus
Terapi induksi (paling sedikit 2 minggu, dilanjutkan dengan terapi konsolidasi
Terapi pilihan Terapi alternatif
 Liposomal amphotericin B  Amphotericin B lipid complex 5 mg/kg
3–4 mg/kg IV per hari plus IV per hari plus flucytosine 25 mg/kg
flucytosine 25 mg/kg PO PO QID atau
QID atau  Liposomal amphotericin B 3–4 mg/kg
 Amphotericin B IV per hari plus fluconazole 800 mg
deoxycholate 0.7–1.0 PO/IV atau
mg/kg IV per hari plus  Amphotericin B (deoxycholate 0.7-1.0
flucytosine 25 mg/kg PO mg/kg IV per hari) plus fluconazole
QID 800 mg PO/IV per hari, atau
 Liposomal amphotericin B 3–4 mg/kg
IV per hari atau
 Amphotericin B deoxycholate 0.7–1.0
mg/kg IV per hari atau
 Fluconazole 400 mg PO / IV per hari
plus flucytosine 25 mg/kg PO QID atau
 Fluconazole 800 mg PO /IV per hari
plus flucytosine 25 mg/kg PO QID atau
 Fluconazole 1200 mg PO / IV per hari

Terapi konsolidasi minimal 8 minggu


Pilihan: Alternative

Fluconazole 400 mg PO or IV Itraconazole 200 mg PO BID


sekali sehari

Terapi pemeliharaan

Fluconazole 200 mg PO selama


paling sedikit 1 tahun
Terapi induksi berhasil bila terjadi perbaikan klinis dan kultur negative.

Terapi pemeliharaan dihentikan bila minimal 1 tahun dan infeksi


cryptokokkus asimtomatik dan kadar CD4 ≥100 cells/μL selama ≥3 bulan
dan HIV RNA tersupresi dengan ART.

Terapi pemeliharaan dimulai lagi bila CD4 ≤100 cells/μL

Terapi cryptococcis non CNS, Focal Pulmonary Disease dan Isolated


Cryptococcal Antigenemia:

Fluconazole 400 mg PO setiap hari selama 12 bulan

PNEUMONIA CYTOMEGALOVIRUS

Cytomegalovirus (CMV) merupakan virus DNA double-stranded


yang termasuk family virus herpes yang dapat menyebabkan penyakit pada
end-organ yang terlokalisir atau disseminata pada pasien HIV dengan
immunosupresi lanjut. Sebagian besar manifestasi klinis terjadi pada
individu yang sebelumnya terinfeksi dengan CMV (seropositive) kemudian
mengalami re-activasi dari infeksi laten atau re-infeksi dengan strain
terbaru. Individu yang terinfeksi terutama dengan jumlah CD4 <50
3
cells/mm , yang tidak mendapat atau gagal berespon dengan ART, kadar
CMV viremia yang tinggi dan kadar HIV RNA plasma yang tinggi (>100,000
4
copies/mL). CMV merupakan pathogen yang paling sering (> 50 %)
berhubungan dengan pneumonia viral pada pasien dengan
immunokompromise. Gambaran radiologis yang sering dijumpai adalah

16
infiltrate interstitial unilateral atau bilateral, konsolidasi alveolar, ground-
glass opacities dan nodular opacities. Beberapa tanda sering tumpang tindih
dengan PCP, walaupun efusi pleural lebih sering dijumpai pada pneumonia
1
CMV.

Terapi pneumonia CMV dianjurkan memakai ganciclovir dan


foscarnet, namun lama terapi optimal belum jelas. Dianjurkan mengikuti
dosis seperti pada terapi retinitis CMV yaitu Ganciclovir 5 mg/kg IV setiap
12 jam selama 14–21 hari kemudian 5 mg/kg IV setiap hari atau Foscarnet
60 mg/kg IV setiap 8 jam atau 90 mg/kg IV setiap 12 jam selama 14–21 hari,
4
kemudian 90–120 mg/kg IV setiap 24 jam.

PNEUMONIA VARICELLA

Penyebaran visceral virus varicella zoster biasanya terjadi pada


3
pasien HIV dengan jumlah CD4 < 200 sel/mm serta dapat menyebabkan
pneumonitis VZV. Gejala respirasi mungkin mendahului, bersamaan dengan
atau terjadi setelah timbulnya rash. Periode dari onset rash dan timbulnya
gejala respirasi adalah antara 0 – 6 hari. Terdapat korelasi antara gejala
respirasi yang baru muncul dengan pneumonia. Demam yang menetap dan
mulai timbulnya batuk pada saat erupsi lesi masih berlangsung, merupakan
indikator varicella pneumonia. Gambaran radiologis yang khas adalah
tampak infiltrate nodular yang diffuse yang cendrung diskret pada daerah

17
perifer dan bergabung di hilar dan basal paru-paru. Diagnosis pneumonia
3,4
varicella- zoster umumnya ditegakkan secara klinis.

4
Terapi Pneumonia varicella-zoster

Varicella berat dan komplikata

Acyclovir 10–15 mg/kg IV setiap 8 jam selama 7–10 hari

switch ke terapi oral famciclovir, valacyclovir,atau acyclovir setelah


defervescence jika tidak ada bukti keterlibatan visceral

Zoster dengan lesi kulit yang luas atau keterlibatan visceral

Acyclovir 10–15 mg/kg IV setiap 8 jam sampai terjadi perbaikan klinis

Switch ke terapi oral (valacyclovir 1 g TID, famciclovir 500 mg TID, atau


acyclovir 800 mg PO 5 kali sehari )— selama 10–14 hari bila pembentukan
lesi baru berkurang dan gejala serta tanda infeksi visceral VZV sudah
membaik

Kepustakaan

1. Zeng X, Zhang G. 2014. Imaging pulmonary infectious disease in


immunocompromised patients. Radiology of Infectious Disease;1:37-41
2. Oh YW, Effmann EL, Godwin JD. 2000. Pulmonary Infections in
Immunocompromised Hosts: The Importance of Correlating the
Conventional Radiologic Appearance with the Clinical Setting.
Radiology; 217:647–656.
3. Abba AA. 2005. Varicella Pneumonia in Adult. JK Practitioner;12:2:73-
77.
4. NIH. 2015. Guidelines for Prevention and Treatment of Opportunistic
Infections in HIV-Infected Adults and Adolescents. Available at
http://aidsinfo.nih.gov/guidelines

18

Anda mungkin juga menyukai