Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PSIKOLOGI PELATIHAN

PENGANTAR: PENGERTIAN DAN PENDEKATAN


SISTEM

Dosen Pengampu :

Dr. Rahma Widyana, M.Si., Psikolog

Nama: Nathalia Nindi Kristyaningrum

Nim: 17511027

Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi


Universitas Mercu Buana
Yogyakarta
2018
1. Jelaskan pengertian pelatihan (psikologi) menurut beberapa ahli. Tunjukkan sumber atau
referensinya!
2. Jelaskan penegertian dan prinsip-prinsip experiental learning dan aplikasinya dalam
pelatihan, tuliskan menurut siapa dan referensinya!

Jawaban:
1. Pengertian pelatihan (psikologi), menurut beberapa ahli, yaitu:
a. Menurut yang tertuang dalam Kode Etik Hipmsi Juni 2010, pasal 37 ayat 3,
pelatihan dalam Psikologi adalah kegiatan yang bertujuan membawa kearah yang
lebih baik yang dapat penting atau dibutuhkan, selama peserta pendidikan dan/atau
pelatihan diberitahukan akan adanya perubahan dalam rangka memung-kinkan
mereka untuk memenuhi persyaratan pendidikan dan/atau pelatihan.
b. Menurut Anastasi (1989, dalam thesis Retno Ristiasih Utami) Pelatihan adalah salah
satu bentuk belajar yang efektif di mana individu dapat meningkatkan pengetahuan
dan penguasaan ketrampilan yang baik. Kenyataan bahwa psikologi mempunyai
banyak hal yang dapat disumbangkan dalam program-program pelatihan nampak
jelas pada psikologi belajar terapan. Secara tradisional pelatihan dibedakan dari
pendidikan berdasarkan keluasan tujuan. Tujuan utama pelatihan adalah penguasaan
ketrampilan dan informasi tertentu. Istilah latihan sendiri lebih dipakai dalam arti
yang lebih luas, mencakup pula pengembangan. Peranan program pelatihan kini
lebih banyak diarahkan ntuk pengembangan sikap yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal, misalnya pelatihan asertif, ketrampilan sosial atau pelatihan relaksasi.
c. Menurut Truelave (1996, dalam thesis Retno Ristiasih Utami) pelatihan adalah salah
satu usaha untuk mengajarkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk
melaksanakan suatu pekerjaan yang berhubungan dengan tugas tertentu. Pelatihan
adalah pemindahan pengetahuan dan ketrampilan yang terukur dan telah ditentukan
sebelumnya oleh karena itu pelatihan harus memiliki tujuan dan metode yang jelas
untuk menguji apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diberikan sudah dikuasai.
d. Menurut Jan Bella dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia karangan
Hasibuan (2003, dalam skripsi Graha Rizki Dani) yaitu “Pendidikan dan Pelatihan
sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan keterampilan
kerja baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan
dalam kelas, berlangsung lama, dan biasanya menjawab why. Pelatihan berorientasi
pada praktek, dilakukan di lapangan, berlangsung singkat, dan biasanya menjawab
how.”
e. Menurut Pangabean (2004, dalam skripsi Graha Rizki Dani) “Pelatihan dapat
didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau
meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan
sekarang. Sedangkan pendidikan lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih
menekankan pada peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan
menginterpretasikan pengetahuan”.

2. Penegertian dan prinsip-prinsip experiental learning dan aplikasinya dalam pelatihan:


Supraktinya (dalam buku Psikoedukasi) mendasarkan pada Pembelajaran Life Skills.
Dalam buku Psikoedukasi, Supraktinya menjelaskan bahwa psikoedukasi dengan model
skills-deficit adalah pemberian pelatihan kepada individu pada setiap unsur life skills
yang masih merupakan defisit atau kekurangan atau kelemahan secara progresif dimulai
dari yang sederhana ke yang semakin kompleks sesuai tahapan perkembangan dan
urutan tugas perkembangannya.
Penerapan model life-skills training dalam psikoedukasi untuk tujuan preventif-
developmental didasarkan pada sejumlah asusmsi sebagai berikut (Gazda, 1989;h.44):
a. kemampuan untuk berfungsi secara efektif sebagai seorang pribadi ditentukan oleh
dikuasainya sampai taraf tertentu sejumlah bidang perkembagan manusia. Sebagai
contoh: bidang pribadi sosial, belajar dan karir.
b. Individu yang mampu berfungsi secara efektif akan mengalami kemajuan atau
perkembangan pribadi lewat sejumlah tahap tertentu.
c. Coping skills akan dipelajari secara optimal selama rentang usia tertentu. Contoh:
mengatasi problem tertentu dengan skills yang dimiliki.
d. Kendati kapasitas untuk belajar bersifat bawaan, taraf pencapaian belajar seseorang
terkait erat dengan lingkungan atau pengalaman hidupnya.
e. Life skills paling efektif dan palig efisiensi dipelajari dalam kelomok kecil dan ketika
pembelajaran sedang berada pada puncak kesiapannya untuk belajar.
f. Life skills akan diserap dan ditransfer ke situasi lain di luar situasi belajar dalam
kelompok manakala keseluruhan kurikulum life skills diajarkan secara serentak pada
taraf usia sesuai dengan kesiapan belaja pembelajar. Dengan kata lain, seperti halnya
pelajaran membaca, menulis dan berhitung; life skills perlu diorganisasikan
sedemikian rupa sehingga bisa diajarkan pada semua tingkatan usia mulai dari kanak-
kanak, remaja, dewasa, bahkan sampai usia lanjut.
Model pembelajaran yang lazim diterapkan dalam pembelajaran eksperensial adalah
structured groups (Drum & Knott, dalam Gazda, 1989) atau structures experiences
(Pfeiffer & Jones, 1977). Drum mendefinisikan structured groups sebagai berikut,
kelompok terstruktur merupakan situasi pembelajaran spesifik dilengkapi dengan tujuan
yang ditetapkan sebelumnya, serta sebuah program yang ditujukan untuk menjadikan
setiap anggota kelompok mencapai tujuan belajar masing-masing dengan tingkat
kekecewaan minimum serta degan kemampuan maksimum untuk mentransfer hasil
pembelajaran baru yang diperoleh ke dalam cakupan persitiwa kehidupan yang cukup
luas.
Pfeiffer & Jones (1979) mendiskripsikan structured experiences sebagai berikut,
pengalaman terstruktur merupakan situasi pembelajaran yang didasarkan pada model
pembelajaran eksperiensial, yang lebih bersifat induktif daripada deduktif, memberikan
pengalaman belajar langsung daripada lewat pengalaman orang lain, dan para partisipan
diberi kesempatan menemukan sendiri makna hasil belajarnya serta menguji sendiri
kesahihan pengalamannya itu.
Berikut Siklus Pembelajaran Eksperiensial:

Experiencing

(The Activity Phase)

Publishing
Applying (Sharing Reactions and
Observation)
(Planning How to Use
the Learning)

Processing
Generalizing
(Discussing Patterns and
(Developing Principles) Dynamic)
Keterangan:
 Mengalami (Experiencing). Peserta terlibat dalam kegiatan tertentu, seperti melakukan,
mengamati, mengungkapkan sesuatu entah sendiri atau bersama satu atau lebih peserta
atau anggota kelopok lain. Intinya, peserta menciptakan data.
 Membagikan pengalaman (Publishing). Peserta membagikan reaksi pribadi dan hasil
pengamatannya atas kegiatan yang telah dilakukan kepada peserta lain. Jadi peserta
melaporkan data.
 Memproses pengalaman (Processing). Peserta mendiskusikan pola dan dinamika yang
muncul dari pengalaman dan hasil sharing-nya bersama peserta lain. Artinya peserta
menafsirkan data.
 Merumuskan kesimpulan (Generalizing). Peserta menyimpulkan prinsip-prinsip,
merumuskan makna, hikmah atau manfaat berdasarkan hasil penafsirannya atas data.
Jadi, peserta membuat kesimpulan.
 Menerapkan (Applying). Peserta membentuk tekad dan merencanakan cara menerapkan
hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari.

Aktivitas dalam Pembelajaran Eksperensial, yaitu:


Experential learning atau pembelajaran berbasis pengalaman, pada dasarnya merupakan
student centered learning atau pembelajaran berpusat pada siswa atau pembelajar. Oleh
karena itu, ada beberapa jenis aktivitas yang lazim dipraktikan pada tahap proses belajar
dalam siklus pembelajaran eksperiensial, yaitu refleksi dan sharing.
Refleksi berasal dari bahasa Latin, yaitu Reflectere yang artinya memantulkan kembali.
Hakikat dari refleksi adalah memantulkan atau lebih tepatnya menghadirkan kembali dalam
batin kita aneka pengalaman yang sudah terjadi, untuk menemukan makna dan nilainya yang
lebih dalam. Refleksi selalu bertujuan mendidik, dalam arti berperan sebagai sejenis jembatan
yang menghubungkan pengalaman pribadi dan belajar. Refleksi yang benar akan membantu
kita mencapai insight atau pencerahan, yaitu menangkap pengertian dan nilai-nilai hidup
yang semakin mendalam serta mendorong munculnya ketetapan hati untuk bertindak
mewujudkan pengertian dan nilai hidup yang semakin mendalam itu dalam kehidupan kita
sehari-hari.
Sharing adalah membagikan pikiran dan ata perasaan yang muncul sebagai hasil refleksi,
kepada orang lain dalam kegiatan belajar bersama. Dalam sharing bersama, atau saling
berbagi hasil refleksi, masing-masing peserta saling mendengarkan, saling membantu
menangkap makna dan nilai yang semaki mendalam dari berbagai pengalaman hidupnya,
serta saling meneguhkan.
Terdapat beberapa Metode khas Pembelajaran Eksperiensial menurut Kay Tytler Abella
(1986, dalam buku Psikoedukasi), yaitu sebagai berikut:
a. Metode Latihan Gugus Tugas
Metode ini dilakukan dengan membentuk peserta ke dalam kelompok-kelompok
yang terdiri dari 3-8 orang. Peserta diminta mengerjakan tugas tertentu, dan
mempersentasikan hasilnya kepada seluruh kelas. Metode ini bertujuan untuk memberi
kesempatan kepada peserta untuk mengerjakan isi pembelajaran dalam kelompok yang
cukup kecil agar masing-masing bisa melibatkan diri dan berkontribusi secara aktif.
b. Metode Diskusi Kasus
Studi kasus adalah deskripsi tentang suatu situasi yang disajikan etah secara tertulis,
lewat rekam audio, atau lewat rekaman video. Tugas peserta adalah mempelajari dan
mendiskusikannya dengan panduan pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan oleh
fasilitator. Pada umumnya, diskusi difokuskan pada isu-isu yang terdapat di dalam
situasi yang didiskripsikan: tindakan apa yag perlu dilakukan atau pelajaran=pelajaran
apa yang bisa dipetik, serta cara mengatasi atau mencegah agar situasi sejenis tidak
terjadi di masa mendatang. Tujuan latihan ini adalah melatih peserta merumuskan sendiri
pelajaran-pelajaran dari situasi itu, tidak sekedar menerima dari fasilitator. Peserta dilatih
menerpakan proses berpikir yang diperlukan untuk menganalisis sebuah situasi nyata
serta mengidentifikasikan berbagai alternatif tindakan. Metode ini, tindak bertujuan
mengajarkan solusi yang benar untuk menghadapi situasi problematika tertentu,
melainkan peserta menganalisis dan menemukan solusi atas suatu situasi yang
bermasalah.
c. Simulasi dan Games
Games atau permainan adalah aktivitas bermain yang diformalkan, pada umumnya
tidak terkait langsung dengan lingkungan kehidupan nyata. Peserta diharapkan mencapai
tujuan tertentu dalam batas-batas yang ditetapkan lewat serangkaian aturan main. Aturan
main ini menentukan jenis aktivitas yang harus dilakukan dan kapan permainan harus
diakhiri. Permainan bertujuan menciptakan atau menghadirkan kembali proses, kejadian,
atau serangkaian situasi, biasanya bersifat kompleks, sehingga peserta bisa menghayati
dan memanipulasikan situasi itu tanpa perlu menanggung risiko yang biasanya timbul,
dan selanjutnya bisa menganalisis apa yang terjadi.
d. Latihan Bermain Peran
Dalam latihan bermain peran, peserta mensimulasikan sebuah situasi interaktif nyata
atau hipotesis. Biasanya diikuti diskusi dan analisis, untuk mengetahui bagaimana
interkasi itu dirasakan atau dihayati, apa yang terjadi, dan mengapa demikian. Peserta
bisa memperoleh umpan balik tentang tingkah lakunya selama bermain peran. Permainan
peran bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta untuk menghayati sebuah
interaksi, dengan menggunakan cara yang sudah biasa dilakukannya atau dengan cara
baru. Jika memang menggunakan cara baru, maka metode ini juga mmeberi kesempatan
kepada peserta untuk mempraktikan cara baru itu dan memberinya umpan balik tentang
tingkah lakunya dalam interaksi ini.
e. Diskusi Kelompok
Dalam diskusi kelompok peserta diberi kesempatan untuk secara bebas bertukar
gagasan atau pendapat, bisa dalam kelas besar atau dalam subkelompok. Aturan main
dalam berdiskusi kelompok disampaikan kepada peserta. Fasilitator bertanggungjawab
membuat hidup diskusi yang berlangsung lewat pertanyaan-pertanyaan, menyatukan
berbagai gagasan dan pendapat yang muncul, dan akhirnya membantu membuat
kesimpulan. Diskusi kelompok bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta untuk
saling mengungkap dan saling bertukar gagasan tentang pokok persoalan yang sedang
dibahas. Metode ini bisa dipakai sebagai pemanasan sebelum memulai aktivitas tertentu,
sebagai penutup kegiatan, atau sebagai kegiatan mandiri.
f. Latihan Individual
Dalam latihan individual setiap peserta diminta bekerja sendiri-sendiri, pada
umumnya berupa tugas mentransfer atau menerapakan isi atau hasil pelajaran dari
program kegiatan yang baru diikutinya ke dalam situasi kehidupan masing-masing.
Tujuan latihan individual adalah memberi kesempatan kepada peserta untuk menerapkan
hasil-hasil pelajaran (learning points) yang diperoleh dari program pendidikan psikologis
yang baru dijalani ke dalam situasi kehidupan masing-masing untuk menguji
pemahamannya atau memeriksa sejauh mana hasil pembelajaran itu bisa diterapkan
dalam situasi kehidupannya.
g. Presentasi atau Lekturet
Presentasi atau lekturet adalah bentuk komunikasi atau penyampaian terstruktur atau
yang disiapkan dan bersifat satu arah dari pihak penyaji atau penceramah kepada
khalayak peserta. Khalayak memang bisa mengajukan pertanyaan, namun partisipasi
interaktif dari pihak khalayak pada dasarnya dibatasi. Seringkali, alat-alat bantu visual
digunakan untuk mendukung presentasi. Metode ini bertujuan untuk menyampaikan
informasi, pada umumnya berupa pengetahuan, pandangan, atau pendekatan baru yang
penting, kepada peserta dalam situasi dimana interaksi atau diskusi dipandang kurang
sesuai.
h. Modelling Perilaku
Dalam modelling perilaku peserta diberi contoh cara bertingkah laku dalam
menghadapi interaksi tertentu langkah demi langkah. Contoh langkah-langkah tersebut
biasanya didemonstrasikan dengan menggunakan rekaman video. Kemudian peserta
diminta berlatih menerapkan langkah-langkah yang diajarkan. Sesudah itu, sebagai
umpan balik kepada peserta ditunjukkan dalam hal apa saja mereka sudah berhasil
menerapkan contoh langkah-langkah secara efektif, dan dalam hal lain apa saja mereka
masih perlu meningkatkan diri. Modeling perilaku bertujuan mengajarkan kepada peserta
cara spesifik tertentu dalam menghadapi sebuah situasi interaksi serta memberi
kesempatan untuk melatih bentuk-bentuk tingkah laku baru, sehingga mereka percaya
diri mampu menghadapi sebuah situasi.

DAFTAR PUSTAKA
Graha, Riazki Dani. (2012). Pengaruh Pelatihan dan Komunikasi Terhadap Kinerja
Karyawan Call Center di Bandung. Skripsi. Faklutas Psikologi Unversitas
Widyatama. https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/handle/123456789/3259
Supratiknya, A. (2008). Psikoedukasi: Merancang Program dn Modul. Universitas Sanata
Dharma.
Utami, Retno Ristiasih Utami. (2004). Efektivitas Pelatihan Untuk Meningkatkan
Keterampilan Sosial Pada Anak Sekolah Dasar Kelas 5. Thesis. Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tidak diterbitkan.

Anda mungkin juga menyukai