Satu hal lagi yang dapat menjadikan pendekatan didaktif eksperiental efektif dalam
pelaksanaan kurikulum bimbingan adalah nuansa dalam pendekatan ini bersifat FUN,
karena dengan mengalami secara langsung peserta didik lebih bisa merasakan kesenangan,
sehingga konsentrasi dalam proses tetap terjaga, dan hal ini membantu dalam pencapaian
target kurikulum bimbingan, yaitu diperolehnya keterampilan-keterampilan yang menunjang
kesuksesan peserta didik dalam belajar dan menjalani kehidupan sehari-hari.
2. Aspek-Aspek Metode Sokratik
Brooks-Harris (1997) mengemukan aspek-aspek dalam pendekatan didaktik eksperiental
yang merujuk pada teori yang dikembangkan oleh David Kolb, adapun aspek-aspek tersebut
adalah : Reflecting on Experience, Assimilating and Conceptualizing, Experimenting and
Practicing, Planning for Application. Aspek pertama refleksi terhadap pengalaman,
maksudnya adalah sebelum melakukan aktivitas yang baru, peserta didik merefleksikan
aktivitas dan pengalaman yang pernah mereka alami yang terkait dengan aktivitas yang akan
dilakukan. Hal ini dapat meningkatkan perhatian dan motivasi peserta didik dalam
melakukan proses. Yalom (Brook-Harris, 1997) menyatakan bahwa Reflecting on
experience is expected to result in recognition of universality and instillation of hope.
Aspek kedua adalah asimilasi dan konseptualisasi, proses ini memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mendapatkan informasi baru mengenai teori atau konsep yang
dapat mendorong peserta didik menerapkan pengetahuannya dalam pelaksanaan kegiatan
sehari-hari. Tahap kedua ini dapat menjembatani antara pemahan konsep dan teori dengan
pengalaman dan praktek.
Aspek ketiga yaitu praktek dan eksperimentasi, dalam tahap ini peserta didik dimungkinkan
untuk memperoleh perilaku baru melalui proses eksperimentasi, selain itu tahap ini juga bisa
menjembatani pemahaman yang masih bersifat konsep dan ide yang abstrak menjadi bentuk
perilaku yang spesifik.
Aspek keempat yaitu perencanaan tindakan, aspek ini merupakan proses identifikasi
relevansi personal yang dapat mendorong peserta didik mempersiapkan diri dalam transisi
dari proses pembelajaran menuju pada kehidupan nyata. Proses ini menjebatani pengalaman
nyata dalam proses pembelajaran (bimbingan) menuju pada pelaksanaan di dalam kehidupan
nyata.
Model yang dikembangkan oleh Brook-Harris (1997) sejalan dengan paparan Nandang
Rusmana (2009:162-163) yang menjabarkan skema pengorganisasian konseling kelompok
dalam setting metode sokratik yang terdiri dari : eksperientasi, identifikasi, analisis, dan
generalisasi.
Tahap pertama eksperientasi merupakan tahap pelaksanaan dimana konselor melibatkan
konseli dalam pelaksanaan konseling, proses ini diarahkan untuk memfasilitasi konseli
mengekspresikan perasaan-perasaan sesuai dengan skenario yang telah ditetapkan
sebelumnya. Tahap kedua identifikasi merupakan tahap dimana konselor melakukan
identifikasi dan refleski atas pengalaman konseli yang dilakukan pada tahap eksperimentasi.
Pada tahap ini, konseli diajak untuk bercermin dan melihat lebih dalam mengenai apa
yang sudah dilakukan dalam tahap sebelumnya untuk melihat hubungan antara proses yang
dilakukan dengan keadaan dirinya, konseli diminta untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaan yang terkait dengan proses eksperientasi. Tahap ketiga analisis, dalam tahap ini
konseli diajak untuk merefleksikan dan memikirkan hubungan antara proses yang sudah
dilakukan dengan keadaan dirinya, dari proses berfikir reflektif ini, konseli diharapkan
memperoleh gambaran mengenai apa yang akan dilakukan dalam proses perbaikan diri.
Tahap keempat generalisasi, yaitu tahap dimana konseli diajak untuk merencakan tindakan
untuk proses perbaikan terhadap kelemahan yang dimiliki oleh konseli.
C. Pelaksanaan Metode Sokratik Dalam Pelaksanaan BK Mempertinggi Hasil
Pembelajaran
Penggunaan pendekatan metode sokratik merujuk pada pendapat Nandang Rusmana
(2009:162-163) pada dasarnya dapat mempertinggi hasil pembelajaran, karena secara
mendasar tujuan dari metode ini adalah diperolehnya suatu keterampilan, pemahaman dan
paradigma baru oleh peserta didik yang dapat menunjang keberhasilan dalam pendidikan
dan kehidupan sehari-hari.
Metode sokratik terdiri dari : eksperientasi, identifikasi, analisis, dan generalisasi (Nandang
Rusmana , 2009:162-163) tahapan ini sangat berhubungan dengan aspek kognitif, afektif,
konatif, dan psikomotor. Berikut gambaran hubungan antara metode sokratik dengan empat
domain perkembangan peserta didik.
METODE SOKRATIK
DOMAIN PERKEMBANGAN
Tahap Eksperientasi : Tahap eksperientasi melibatkan domain afektif, konatif dan
orientasi tindakan dan psikomotor, dimana konseli merasakan dan mengekspresikan
ekpresi diri peserta didik
perasaan diri, berinteraksi dan beraktivitas.
Tahap identifikasi melibatkan domain kognitif dan afektif, dimana
konseli melihat hubungan apa yang dilakukan dalam konseling
Tahap Identifikasi :
dengan keadaan dirinya
orientasi ke dalam diri
konseli
Tahap analisis melibatkan domain kognitif, dan konatif, dimana
konseli melakukan refleksi dan berfikir mengenai apa yang
Tahap Analisis : orietasi
ditemukan dalam proses konseling dengan realitas tentang
berfikir reflektif
dirinya, dan konseli merancang tindakan (konatif)
Generalisasi melibatkan keseluruhan domain, namun fokusnya
lebih kepada domain konatif dan psikomotorik, dimana konseli
Tahap Generalisasi :
orientasi rencana tindakan merencanakan tindakan perbaikan dan melakukan rencana
tersebut.
Jika Metode Sokratik ini dilakukan secara tepat dan menyeluruh, maka keempat domain
perkembangan akan terus terasah, sehingga konseli yang juga merupakan peserta didik
memiliki keterampilan dan kesiapan yang lebih dalam melakukan proses pembelajaran
dengan modal kompetensi yang diperoleh melalui layanan bimbingan yang diberikan dengan
menggunakan metode sokratik.
D. Model Evaluasi CHANGES Untuk Mengukur Efektivitas Pelaksanaan BK
1. Model evaluasi CHANGES digagas oleh Gass & Gillis (Nandang Rusmana, 2009:161),
CHANGES itu sendiri merupakan akronim dari : Context, Hypotheses, Action, Novelty,
Generating, Evaluation, dan Solution.
Context (ruang lingkup) yaitu ruang lingkup pelaksanaan bimbingan konseling kelompok
diantaranya : informasi mengenai konseli, alasan atau latar belakang masalah dalam
keterlibatan konseling dalam proses konseling, berapa lama proses yang akan dilakukan,
tujuan yang ingin dicapai melalui konseling kelompok baik secara individual maupun
kelompok.
Hypotheses, tahap ini merupakan tahap dimana konselor menyusun hipotesis mengenai
perilaku-perilaku yang diharapkan muncul setelah proses konseling. Lalu hipotesis ini diuji
melalui keterlibatan konseli dalam proses konseling.
Action, proses pelaksanaan konseling dimana konseli melakukan aktivitas dalam kelompok,
dimana dalam proses ini terjadi proses proyeksi dari pola perilaku, kepribadian, struktur dan
interpretasi anggota kelompok.
Novelty, proses konseling memungkinkan munculnya tindakan-tindakan atau hal-hal baru
yang harus direspon oleh konseli, hal ini memunculkan spontanitas tindakan selama proses
konseling, spontanitas ini bisa merupakan bentuk perilaku sebenarnya dari konseli.
Generating, dari proses konseling yang dilakukan konselor mengobservasi secara cermat
tindakan dan perilaku yang dimunculkan oleh konseli, dari hasil observasi ini konselor bisa
mengidentifikasi pola-pola perilaku jangka panjang dari konseli, data ini kemudian dicatat
dan diarikulasikan dengan jelas oleh konselor dan bisa dijadikan dasar dalam melakukan
proses tindak lanjut dalam konseling.
Evaluation, evaluasi dilakukan terhadap informasi yang diperoleh selama proses konseling,
lalu informasi ini dicocokan dengan hipotesis, apakah perilaku yang muncul sesuai dengan
hipotesis atau sebaliknya, informasi apa saja yang diperoleh dari tindakan yang ditinjau
ulang, lalu apa penemuan-penemuan baru dan aktivitas kelompok selanjutnya.
Solution, tahap ini merupakan tahap yang vital dimana konselor telah memperoleh
gambaran jelas mengenai isu-isu dalam kelompok dari berbagai informasi selama proses
konseling. Dari informasu ini konselor mengintegrasikan dan menginterpretasikan informasi
tersebut untuk mengembangkan proses bantuan kepada konseli dalam mengambil keputusan
tentang bagaimana mendapatkan solusi yang tepat dan potensian mengenai permasalan yang
dihadapi oleh konseli.
Model CHANGES ini merupakan model evaluasi yang memfokuskan pada tahapan
konseling kelompok, tujuannya adalah untuk memperoleh informasi secara menyeluruh dari
proses konseling mengenai perkembangan dan perubahan konseli dalam proses konseling.
Letak pemikiran evaluasianya berada dalam kerangka setiap tahapan dalam model
CHANGES, setiap tahap memiliki tujuan evaluasi yang spesifik, sehingga dapat membantu
konselor secara lebih rinci mengamati perubahan yang dilakukan oleh konseli dalam
menjalani konseling kelompok.
E. Tindak Lanjut Layanan Bimbingan Kelompok
Setelah memberikan layanan bimbingan kelompok, konselor tidak langsung menutup
kegiatan, konselor memberikan waktu kepada para peserta didik untuk menuliskan dan
merefleksikan apa yang sudah dialami, dirasakan dan diperoleh selama proses bimbingan
dalam sebuah jurnal.
Dari jurnal ini, konselor dapat melakukan refleksi atas apa yang sudah dilakukan dalam
proses bimbingan, sehingga konselor dapat memperoleh gambaran tentang kelemahan diri
pada saat pelaksanaan, dan memberikan motivasi untuk melakukan hal yang lebih baik
dalam kesempatan berikutnya.
a. Jurnal kegiatan Bimbingan dan konseling kelompok yang dimaksud adalah bentuk
evaluasi yang dirancang oleh konselor untuk memantau dan memfasilitasi perkembangan
konseli dalam menjalani proses konseling. Jurnal ini berisi sejumlah pertanyaan yang harus
diisi setelah satu sesi konseling selesai.
Adapun isi jurnal tersebut adalah sebagaimana dipaparkan oleh Gladding yang di adaptasi
oleh Nandang Rusmana adalah sebagai berikut :
1. Apa yang saya ingin capai dalam sesi konseling kali ini?
_________________________________________________________________
_________________________________________________________________