Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH MANAJEMEN PELATIHAN PENYULUHAN

Tahapan Atau Langkah Penyusunan Kurikulum Pelatihan

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Manajamen Pelatihan Penyuluhan

Dosen Pengampu:

Bilqis Naufi, S.I.Kom, M. Si

Disusun Oleh :

KELOMPOK 5

Adilah Ghassani (11190520000096)


Andi Bangun Prakoso (11190520000076)
Noni Nabillah (11190520000093)
Wulandari Rizka Meylinda (11190520000098)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum adalah Kumpulan pengalaman dan gagasan yang ditata dalam bentuk
kegiatan sebagai proses pelatihan sedemikian rupa sehingga pengalaman dan gagasan itu
terjalin, disajikan dengan menggunakan metode dan media yang disesuaikan dengan
kebutuhan, dengan memperhatikan nilai-nilai yang ada, serta memberikan acuan dan
kesamaan pelaksanaan dalam penyusunan kurikulum pelatihan, agar dapat tercapai
efesiensi dan efektifitas dalam penyelenggaraan pelatihan serta lulusan sesuai dengan
kebutuhan lapangan.
Tujuan utama kegiatan yaitu, untuk meningkatkan serta mengembangkan
kompetensi yang produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan
dan keahlian di bidang pendidikan sesuai dengan jenjang dan kualifikasi seseorang
pelajar. Maka dari itu Kebutuhan penyusunan kurikulum pelatihan sangat berkaitan erat
dengan kebutuhan belajar, Menyangkut kemampuan pengetahuan, sikap, nilai, dan
tingkah laku sesuai dengan aspek yang menjadi konteks perhatian
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kurikulum pelatihan?
2. Apa fungsi kurikulum pelatihan?
3. Apa saja model-model Pelatihan?
4. Bagaimana tahapan dalam penyusunan kurikulum pelatihan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Menjelaskan kurikulum pelatihan
2. Untuk Menjelaskan fungsi kurikulum pelatihan
3. Untuk Menjelaskan model-model pelatihan
4. Untuk Menjelaskan tahapan dalam penyusunan kurikulum pelatihan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum Pelatihan


Istilah Kurikulum mulai dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1920, ditinjau dari asal
katanya kurikulum berasal dari bahasa latin dari kata curere yang artinya lari. Dengan
demikian maka kurikulum pada awalnya mempunyai pengertian course of race (arena
pacuan). Secara tradisional kurikulum mempunyai pengertian yaitu mata pelajaran atau
arena pelatihan untuk suatu produksi pendidikan. Beberapa pengertian kurikulum
menurut para ahli yaitu:
1. Menurut (Willes Bundy), kurikulum adalah Kumpulan pengalaman dan gagasan yang
ditata dalam bentuk kegiatan sebagai proses pelatihan sedemikian rupa sehingga
pengalaman dan gagasan itu terjalin, disajikan dengan menggunakan metode dan
media yang disesuaikan dengan kebutuhan, dengan memperhatikan nilai-nilai yang
ada.
2. Menurut (Pengembangan Kurikulum, Pusdiklat Kesehatan), Kurikulum adalah
kumpulan materi yang harus disampaikan pelatih atau yang harus dipelajari oleh
peserta untuk menjadi terampil.
3. Menurut (Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan, Oemar Hamalik), Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.1

Sedangkan pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk
memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan, serta untuk
melaksanakan pekerjaanya sekarang. Adapun beberapa pengertian pelatihan yaitu sebagai
berikut:

1. Menurut (Adrew E. Sikula) Pelatihan (Training) adalah suatu proses pendidikan


jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, pegawai

1
Supartini Hanafi, Pedoman Menyusun Kurikulum & Modul Pelatihan Berorientasi
Pembelajaran, (Jakarta: Pusdiklat Kesehatan Depkes RI, 2003), Hal. 13-14

2
non menajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang
terbatas.2
2. Menurut (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional) Pelatihan adalah satuan pendidikan nonformal. Pada pasal 26 ayat (5)
disebutkan bahwa “Kursus dan Pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang
memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup dan sikap untuk
mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, atau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi”

Dari beberapa pendapat tentang kurikulum dan pelatihan maka dapat disimpulkan bahwa
kurikulum pelatihan dapat dipahami sebagai sebuah rancangan yang telah direncanakan
dan diorganisir yang mencakup tujuan, materi dan cara yang digunakan sesuai dengan
kebutuhkan lembaga yang kemudian dijadikan sebagai pedoman dalam proses pelatihan
pembelajaran untuk mencakup tujuan pelatihan tertentu.3

B. Fungsi Kurikulum Pelatihan


Berkaitan dengan fungsi kurikulum, Alexander Inglis dalam Hamalik, mengemukakan
enam fungsi kurikulum yaitu:
1. Fungsi Penyesuaian (the adjustive or adaptive function) artinya; kurikulum itu
mampu menyesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan yang terjadi, sehingga
kurikulum tersebut dapat menyesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan saat ini.
2. Fungsi Integrasi (the integrating function) artinya kurikulum tersebut
menggambarkan suatu keutuhan yang teritegrasi dalam satu kesatuan secara
menyeluruh atau konprehensif, artinya kurikulum terintegrasi dalam satu kesatuan
secara konprehensif dan holistic.
3. Fungsi Diferensiasi (the differentiating function) fungsi yang ke tiga adalah the
differentiating function artinya bahwa kurikulum tersebut harus mampu menyediakan

2
Muhammad Ainun Zia, “Pengaruh Kurikulum, Pelatihan, Dan Pengembangan Terhadap
Kompetensi (Studi Pada Mahasiswa Konsentrasi Perbankan Syariah FSH Angkatan 2012-2013”,
(Skripsi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), Hal.
22.
3
Bahrissalim, Fauzan,“Evaluasi Kurikulum Pelatihan Dalam Meningkatkan Kompetensi
Pedagogik Guru PAI Di Balai Diklat Keagamaan Jakarta”, Jurnal Penelitian Pendidikan Islam (Vol. 13,
No. 1, 2018), Hal. 32.

3
bahan atau materi yang beragam sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan
peserta didik.
4. Fungsi Persiapan (the propaedeutic funtction) artinya kurikulum mampu
mengarahkan setiap peserta didik untuk memilih keahlian yang ditekuni sesuai
dengan potensi yang dimilikinya
5. Fungsi Pemilihan (the selectivefunction) artinya bahwa kurikulum tersebut
menyediakan pilihan-pilihan bagi peserta didik yang sesuai dengan kondisi yang
diperlukan. Kurikulum mampu menyediakan pilihan-pilihan kepada peserta didik
untuk diseleksi sesuai dengan minatnya.
6. Fungsi Diagnostik (the diagnostic function) artinya kurikulum tersebut disusun dan
dikembangkan dengan mempertimbangkan hasil telaah atas kebutuhan, maksudnya
kurikulum yang dirumuskan tersebut berangkat dari hasil kebutuhan yang diperoleh
melalui survai atau observasi lapangan.4
C. Model-Model Pelatihan
Kebutuhan pelatihan sangat berkaitan erat dengan kebutuhan belajar, kebutuhan
belajar diartikan dengan kesenjangan kemampuan di antara kemampuan yang telah
dimiliki dengan kemampuan yang dituntut, atau dipersyaratkan dalam kehidupan sasaran
didik (peserta pelatihan). Kemampuan tersebut menyangkut kemampuan pengetahuan,
sikap, nilai, dan tingkah laku sesuai dengan aspek yang menjadi konteks perhatian.
Apabila kita sedang berbicara dalam kaitannya dengan peserta pelatihan (sasaran), maka
kebutuhan peserta pelatihan (sasaran) tersebut sangat berkaitan dengan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang berlaku pada kehidupannya atau pada dunia kerjanya.
Salah satu konsep mengapa model pelatihan dibangun adalah sangat bergantung
pada kondisi warga belajar, sasaran didik dan pelatih/tutor. Hal tersebut sangat beralasan
karena kebutuhan dan tujuan pelatihan dapat tercapai apabila warga belajar dan tutor
saling memahami, menghargai, pengertian dan saling membelajarkan satu dengan
lainnya. Menurut Djudju Sudjana. Ada beberapa model dalam melakukan identifikasi
kebutuhan belajar yaitu seperti: Model induktif, Model deduktif, dan Model klasik.

4
Masykur, Teori dan Telaah Pengembangan Kurikulum, (Lampung: Aura CV. Anugrah Utama
Raharja, 2019), Hal. 43-44

4
1. Model Induktif
Pendekatan yang digunakan dalam model Induktif menekankan pada usaha yang
dilakukan dari pihak yang terdekat, langsung, dan bagian-bagian ke arah pihak yang
luas, dan menyeluruh. Oleh karena itu, melalui pendekatan ini diusahakan secara
langsung pada kemampuan yang telah dimiliki setiap sasaran didik (pelatihan),
kemudian membandingkannya dengan kemampuan yang diharapkan atau harus
dimiliki sesuai dengan tuntutan yang datang kepada dirinya. Model ini digunakan
untuk mengidentifikasi jenis kebutuhan belajar yang bersifat kebutuhan terasa (felt
needs) atau kebutuhan belajar dalam pelatihan yang dirasakan langsung oleh peserta
pelatihan. Pelaksanaan identifikasinya pun harus dilakukan secara langsung kepada
peserta pelatihan itu sendiri. Untuk itu, model pendekatan ini digunakan bagi peserta
pelatihan yang sudah ada (hadir menjadi peserta pelatihan).
2. Model Deduktif
Pendekatan pada model ini dilakukan secara deduktif, dalam, pengertian bahwa
identifikasi kebutuhan pelatihan dilakukan secara umum, dengan sasaran yang luas.
Apabila akan menetapkan kebutuhan pelatihan (belajar) untuk peserta pelatihan yang
memiliki karakteristik yang sama, maka pelaksanaan identifikasinya dilakukan
pengajuan pertimbangan kepada semua peserta pelatihan (sasaran). Hasil identifikasi
diduga dibutuhkan untuk keseluruhan peserta pelatihan (sasaran) yang mempunyai
ciri-ciri yang sama. Hasil identifikasi macam ini digunakan dalam menyusun materi
pelatihan (belajar) yang bersifat massal dan menyeluruh. Hal ini sebagaimana telah
dilakukan dalam menetapkan kebutuhan pelatihan minimal untuk peserta pelatihan
dengan sasaran tertentu seperti melihat latar belakang pendidikan, usia, atau jabatan
dll. Kemudian dikembangkan ke proses pembelajaran dalam pelatihan yang lebih
khusus.
3. Model Klasik
Model klasik ini ditujukan untuk menyesuaikan bahan belajar yang telah ditetapkan
dalam kurikulum atau program belajar dengan kebutuhan belajar yang dirasakan
peserta pelatihan (sasaran). Berbeda dengan model yang pertama, pada model ini
pelatih (tutor) telah memiliki pedoman yang berupa kurikulum, umpamanya
Kurikulum pelatihan prajabatan, kurikulum pelatihan kepemimpinan, satuan pelajaran

5
dalam pelatihan, modul, hand-out dll. Identifikasi kebutuhan belajar pelatihan
dilakukan secara terbuka dan langsung kepada peserta pelatihan (sasaran) yang sudah
ada di kelas. Pelatih (tutor) mengidentifikasi kesenjangan di antara kemampuan yang
telah dimiliki peserta pelatihan (sasaran) dengan bahan belajar yang akan dipelajari.
Tujuan dari model klasik ini adalah untuk mendekatkan kemampuan yang telah
dimiliki dengan kemampuan yang akan dipelajari, sehingga peserta pelatihan
(sasaran) tidak akan memperoleh kesenjangan dan kesulitan dalam mempelajari
bahan belajar yang baru.5
D. Tahapan Penyusunan Kurikulum Pelatihan
Adapun beberapa Tahapan-Tahapan dalam Penyusunan Kurikulum Pelatihan yaitu:
1. Analisis Kebutuhan Pelatihan (Training Need Asessment)
Analisis Kebutuhan Pelatihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengidentifikasi
masalah-masalah yang timbul di suatu tempat kerja (organisasi) untuk menentukan
apakah diperlukan suatu kegiatan pelatihan untuk mengatasi masalah. Analisis
Kebutuhan Pelatihan merupakan "proses yang sistematis dalam mengidentifikasi
kesenjangan antara sasaran dengan keadaan nyata atau diskrepansi antara kinerja
standar dan kinerja nyata yang penyelesaiannya melalui pelatihan." Atau "Suatu
proses kegiatan yang bertujuan untuk menemukan adanya suatu kesenjangan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat ditingkatkan melalui pelatihan."
a. Tujuan Analisis Kebutuhan Pelatihan
1. Sebagai dasar untuk menyusun program pelatihan
2. Sebagai Petunjuk Teknis bagi organisasi dalam melakukan rancangan
program pelatihan
3. Menjaga dan meningkatkan produktivitas kerja/usaha
4. Menghadapi tugas-tugas/usaha baru
b. Proses Analisis Kebutuhan Pelatihan
1. Menentukan standar kinerja
2. Mengidentifikasi kinerja SDM
3. Merumuskan masalah

5
Djudju Sudjana, Strategi Pembelajaran Dalam Pendidikan Luar Sekolah, (Bandung : Nusantara
Press,1993) hal.12

6
4. Merumuskan penyebab masalah
5. Menentukan alternative pemecahan masalah
6. Menetapkan solusi, berupa perlunya suatu jenis pelatihan.
2. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan
Dari hasil Analisis Kebutuhan Pelatihan, maka akan teridentifikasi jenis pelatihan
yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan di daerah tersebut. Adapun proses
identifikasi kebutuhan pelatihan adalah sebagai berikut:
a. Menyusun uraian tugas, yaitu mendeskripsikani kegiatan yang harus dilakukan
seseorang dalam melaksanakan tugas pekerjaan/usahanya
b. Dari hasil analisa kebutuhan pelatihan didapat jenis pelatihan, selanjutnya jenis
pelatihan tersebut diidentifikasi lebih jauh kompetensi apa saja yang diperlukan
untuk untuk melaksanakan tugas/usaha, yang dikenal dengan Kompetensi Kerja
Standar (KKS)
c. Melakukan wawancara kepada responden calon peserta pelatihan, untuk
mendapatkan data kompetensi apa saja yang telah dikuasai dari sejumlah
kompetensi kerja standar (KKS) tersebut, kompetensi yang sudah dikuasai calon
peserta disebut Kompetensi Kerja Nyata (KKN)
d. kompetensi yang belum dikuasai disebut Deskrepansi Kompetensi Kerja (DKK)
dan inilah merupakan materi pelatihan yang diperlukan oleh peserta latih. (KKS -
KKN = DKK)
e. Pelaksanaan Konvensi Kurikulum, Konvensi Kurikulum merupakan pernyataan
berbagai pihak berkepentingan (perwakilan lembaga pelatihan, instansi teknis
terkait, perwakilan masyarakat, akademisi) untuk menyepakati, menyetujui, dan
menggunakan Petunjuk. Pelaksanaan Konvensi Kurikulum dilakukan pada saat
pembahasan akhir sebelum disyahkan/ditetapkan oleh Kepala Pusat Pelatihan.
3. Penyusunan Program Pelatihan
Adapun Proses penyusunan program pelatihan:
a. Dari hasil analisa kebutuhan pelatihan didapat jenis pelatihan yang diperlukan,
dan dari identifikasi kebutuhan pelatihan didapat kompetensi-kompetensi yang
belum dikuasai calon peserta

7
b. Melaksanakan rancang bangun program pelatihan yang menghasilkan kurikulum
pelatihan
c. Kurikulum mencakup: standar kompetensi, deskripsi unit kompetensi, kompetensi
dasar, kriteria unjuk kerja, materi pelatihan, indikator unjuk kerja, penilaian,
alokasi waktu dan sumber informasi untuk mencapai kualifikasi profesional atau
kompetensi tertentu
d. Menyusun silabus pelatihan.
4. Penyusunan Kurikulum Pelatihan Berbasis Kompetensi Kerja.
a. Menyusun Standar Kompetensi kerja/ Diskrepansi Kompetensi Kerja
Standar Kompetensi kerja dapat terdiri dari satu atau beberapa Unit Kompetensi.
Unit kompetensi ini mengambil dari Standar Kompetensi Kerja yang sudah
disepakati. Apabila belum ada standar kompetensi kerja maka dapat dibuat
standar kompetensi berdasarkan kesepakatan lembaga pelatihan, pembina teknis,
serta pengguna hasil pelatihan.
b. Menyusun Program Pembelajaran
Program Pembelajaran disusun mengacu pada standar kompetensi kerja atau
diskrepansi kompetensi kerja
c. Menyusun Struktur Kurikulum
Struktur Kurikulum Pelatihan terdiri dari kompetensi umum, kompetensi inti dan
kompetensi penunjang.
d. Menyusun Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada satu atau kelompok mata pelatihan
tertentu mencakup standar kompetensi, deskripsi mata pelatihan, kompetensi
dasar, kriteria unjuk kerja, indikator unjuk kerja, materi pelatihan, penilaian,
metode, alokasi waktu dan sumber informasi.6

6
Balok Budiyanto, Penyusunan Kurikulum Pelatihan Teknis Kelautan dan Perikanan, (Jakarta:
Kementerian Kelautan dan Perikanan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan
Perikanan, 2012), Hal. 6-11.

8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Analisis Kebutuhan Pelatihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengidentifikasi
masalah-masalah yang timbul di suatu tempat kerja (Organisasi) untuk menentukan
apakah diperlukan suatu kegiatan pelatihan untuk mengatasi masalah. Dari hasil analisis
kebutuhan pelatihan didapat jenis pelatihan yang diperlukan, dan dari identifikasi
kebutuhan pelatihan didapat kompetensi-kompetensi yang belum dikuasai oleh calon
peserta. Agar bertujuan untuk memenuhi standar kompetensi di sektor program yang
diadakan. Untuk tercapainya kegiatan tersebut perlu adanya dukungan langkah
penyusunan kurikulum pelatihan yang efisien dan efektif serta berkualitas sehingga target
peserta pelatihan yang berasal dari pelaku utama dan pelaku pelatihan yang dilatih dapat
tercapai. Dengan ditetapkannya petunjuk teknis penyusunan kurikulum pelatihan dan
teknis serangakian kegiatan, maka pelaksanaan penyusunan kurikulum pelatihan
pendidikan diharapkan dapat dilaksanakan secara terstandar berdasarkan acuan petunjuk
teknis yang ada.

9
DAFTAR PUSTAKA
Bahrissalim, Fauzan. 2018. “Evaluasi Kurikulum Pelatihan Dalam Meningkatkan Kompetensi
Pedagogik Guru PAI Di Balai Diklat Keagamaan Jakarta”. Jurnal Penelitian Pendidikan
Islam. 13(1).
Budiyanto Balok. 2012. Penyusunan Kurikulum Pelatihan Teknis Kelautan dan Perikanan.
Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kelautan dan Perikanan.
Hanafi Supartini. 2003. Pedoman Menyusun Kurikulum & Modul Pelatihan Berorientasi
Pembelajaran. Jakarta: Pusdiklat Kesehatan Depkes RI.
Masykur. 2019. Teori dan Telaah Pengembangan Kurikulum. Lampung: Aura CV. Anugrah
Utama Raharja
Sudjana Djudju. 1993. Strategi Pembelajaran Dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung:
Nusantara Press.
Zia Muhammad Ainun. 2016. “Pengaruh Kurikulum, Pelatihan, Dan Pengembangan Terhadap
Kompetensi (Studi Pada Mahasiswa Konsentrasi Perbankan Syariah FSH Angkatan
2012-2013”. Skripsi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai