Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori


2.1.1 Pengertian Pendekatan
Pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian,
laksana pakai kacamata merah-semua tampak kemerah-merahan (Ujang Sukandi, 2003:39).
Sedangkan Wardani (2001:6:4) dalam Ambar Setyowati Sri H (2007) mengemukakan bahwa
pendekatan adalah seperangkat asumsi yang saling berkaitan dengan hakikat bahasa, hakikat
pengajaran bahasa serta hakikat apa yang diajarkan. Pendekatan bersifat aksiomatis artinya
bahwa kebenaran itu tidak dipersoalkan atau tidak perlu dibuktikan lagi.
Setelah melihat pendapat dari beberapa ahli diatas maka kesimpulannya pendekatan
adalah cara untuk melihat masalah-masalah yang ada yang berkaitan dengan bahasa ataupun
cara pengajarannya.
2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran
Muhammad Surya (2001:15) berpendapat bahwa pembelajaran itu ialah suatu proses
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat 20 “Pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar”.
Jadi bisa disimpulkan pembelajaran adalah produk interaksi berkelanjutan antara
pengembangan dan pengalaman hidup.
Lebih lanjut Muhammad Surya mengemukakan ada lima prinsip yang menjadi
landasan pengertian pembelajaran yaitu :
1. Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini
mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu adalah adanya perubahan
perilaku dalam diri individu walaupun tidak semua perubahan perilaku individu merupakan
hasil pembelajaran.
2. Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan,
perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semua aspek perilaku dan

6
7

bukan hanya satu atau dua aspek saja. Perubahan itu meliputi aspek kognitif ,afektif dan
motorik.
3. Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa
pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan didalam aktivitas itu
terjadi adanya tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah.
4. Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya
suatu tujuan yang akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu
terjadi karena adanya kebutuhan yang harus di puaskan dan adanya tujuan yang ingin dicapai.
Belajar tidak akan efektif tanpa adanya dorongan dan tujuan.
5. Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah
kehidupan melalui situasi yang ternyata dengan tujuan tertentu, pembelajaran merupakan
bentuk interaksi individu dengan lingkungannya sehingga banyak memberikan pengalaman
diri situasi nyata.
Kelima prinsip yang menjadi landasan pengertian pembelajaran tersebut sebagai
kondisi pembelajaran yang berkualitas. Sudjana (1991:5) mengatakan bahwa kondisi
pembelajaran yang berkualitas dipengaruhi oleh beberapa faktor tujuan pengajaran yang
jelas, bahan pengajaran yang memadai, metodologi pengajaran yang tepat dan cara penilaian
yang baik. Di dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yaitu
metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar, dimana metode
mengajar dan media pengajaran ini merupakan salah satu lingkungan belajar yang di
kondisikan oleh guru dan dapat memberikan motivasi dalam mengikuti pelajaran.

2.1.1.2 Pengertian Pendekatan Pembelajaran


Pendekatan pembelajaran dapat diartikan, “sebagai proses, perbuatan, atau cara
untuk mendekati sesuatu” (Depdikbud, 1990: 180). Sedangkan menurut Syaifuddin Sagala
(2005:68) bahwa, “Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditcmpuh oleh guru
dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu”.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya,
pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
8

2.1.1.3 Fungsi Pendekatan dalam Pembelajaran

Fungsi pendekatan pembelajaran adalah memberikan suatu pemahaman tentang


sesuatu atau cara pembelajaran yang dianggap efektif dan memberi panduan yang dapat diuji
kecocokannya dengan kondisi nyata.
Mohammad Surya ( 2004 ) memberikan penjelasan secara praktis mengenai fungsi
pendekatan seperti berikut :
1. Memberikan garis – garis rujukan untuk perancangan pembelajaran
2. Menilai hasil – hasil pembelajaran yang telah dicapai
3. Mendiagnosis masalah – masalah belajar yang timbul, dan
4. Menilai hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilaksanakan
2.1.1.4 Macam-macam pendekatan pembelajaran
Menurut Surya (2015), Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yaitu :

1. Pendekatan Kontruktivisme
Pendekatan kontruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa
untuk berpikir dan mengkonstruksi dalam memecahkan suatu permasalahan secara bersama-
sama sehingga didapatkan suatu penyelesaian yang akurat.
2. Pendekatan Deduktif-Induktif
Pendekatan Deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran
induktif. Deduktif adalah cara berfikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik
suatu kesimpulan yang bersifat umum. Pendekatan Induktif adalah pendekatan dimana cara
berfikir ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individual.
3. Pendekatan Konsep dan Proses
Pendekatan Konsep adalah dimana guru memberikan konsep tertentu kepada siswa,
lebih kepada konsepnya saja.Sedangkan pendekatan proses adalah dimana siswa diberikan
keleluasaan untuk mencari konsep itu sendiri.
4. Pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat
Pendekatan Sains, Teknologi dan Mayarakat adalah belajar mengajarkan sains dan
teknologi dalam konteks pengalaman dan kehidupan sehari-hari, dengan fokus isu-
isu/masalah-masalah yang sedang dihadapi masyarakat, baik bersifat lokal,regional, maupun
global yang bersifat memiliki komponen sains dan teknologi.
9

5. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yangg
dimiliknya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dari lima pendekatan diatas dalam penelitian ini akan lebih mendalami pada
pendekatan kontekstual.

2.1.2.Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)


Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan salah satu
yang mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan benda nyata.Metode ini juga
merupakan salah satu metode yang cocok dipakai dalam pembelajaran kelas rendah maupun
kelas tinggi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia terutama dalam pembelajaran menulis.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual bertujuan membekali siswa dengan
pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan ke
permasalahan lain, dari suatu konteks ke konteks lain. Pengalaman awal siswa merupakan
material yang sangat berharga.Pengalaman awal ini dapat tumbuh dan berkembang dari
lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar. Dengan layanan guru yang memadai
melalui berbagai bentuk penugasan, siswa belajar bekerja sama untuk menyelesaikan masalah
(problem-based learning) dan saling menghargai sehingga hubungan antarsiswa akan lebih
harmonis. Siswa yang merasa "kurang" dapat belajar bersama-sama siswa yang pandai
mengerjakan dan mempertanggung jawabkan proyek yang ditugaskan menurut Zaenuri
Mastur, (2004).
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi
yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Wina Sanjaya, 2007: 253).
Pembelajaran kontekstual berhubungan dengan: 1) fenomena kehidupan sosial
masyarakat, bahasa, lingkungan hidup, harapan, dan cita-cita yang tumbuh; 2) fenomena
dunia pengalaman pengetahuan murid; dan 3) kelas sebagai fenomena sosial. Kontekstualitas
merupakan fenomena yang bersifat alamiah, tumbuh dan terus berkembang, serta beragam
karena berkaitan dengan fenomena kehidupan sosial masyarakat. Kaitannya dengan ini,
pembelajaran pada dasarnya merupakan aktivitas mengaktifkan, menyentuhkan,
mempertautkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan membentuk pemahaman melalui
10

penciptaan kegiatan, pembangkitan penghayatan, internalisasi, proses penemuan jawaban


pertanyaan, dan rekontruksi pemahaman melalui refleksi yang berlangsung secara dinamis.
Suatu proses belajar mengajar dikatakan bermakna jika siswa dapat mengaitkan
pelajaran yang didapatnya dengan kehidupan nyata yang mereka alami. Pembelajaran dan
pengajaran kontekstual sebagai sebuah sistem mengajar).Konteks memberikan makna pada
isi.Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks yang luas,
semakin bermaknalah isinya bagi mereka.
Strategi pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran (Wina
Sanjaya, 2007: 253). Siswa didorong untuk mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik
yang akan dipelajarinya. Di sini guru bukan sebagai penyampai bahan belajar melainkan
sebagai pembimbing apabila siswa megalami kesulitan.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menuntut siswa yang belajar untuk
aktif dan kreatif. Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan
mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung (Wina Sanjaya, 2007:
253). Melalui proses berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh,
yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan
psikomotorik.
Pendekatan kontekstual juga menuntut guru untuk aktif dalam mengaitkan antara
materi dengan situasi dunia luar yang dijalani oleh siswa. Pendekatan kontekstual atau
Contextual Teaching and Learning (CTL), merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dilihat dari berbagai pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
strategi atau pendekatan kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang membawa situasi
dunia nyata ke dalam pembelajaran di kelas sehingga belajar akan lebih mudah dan
menyenangkan. Selain itu, belajar akan lebih bermakna.
2.1.2.1 Asas –asas Pembelajaran Kontekstual
Menurut Wina Sanjaya (2007: 262) CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran
memiliki tujuh asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan CTL. Sering kali asas-asas ini disebut juga komponen-komponen
CTL.Selanjutnya ketujuh asas dijelaskan di bawah ini:
1. Konstruktivisme (constructivism)
11

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir CTL. Konstruktivisme adalah proses


membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat
pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar yang membuat siswa sendiri
aktif secara mental membangun pengetahuannya, dengan dilandasi oleh struktur pengetahuan
yang dimilikinya.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan
semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak
mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan
dan mentransformasikan itu menjadi milik mereka sendiri.
2. Menemukan (Inquiry)
Asas inkuiri: observasi dimulai dengan bertanya, mengajukan hipotesis,
mengumpulkan data, dan menarik simpulan. Langkah-langkah inkuiri dengan merumuskan
masalah, melakukan observasi, analisis data, kemudian mengomunikasikan hasilnya.
3. Bertanya (Questioning)
Berguna bagi guru untuk : mendorong, membimbing dan menilai peserta didik,
menggali informasi tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta didik. Berguna
bagi peserta didik sebagai salah satu teknik dan strategi belajar.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif dan belajar dilakukan dalam kelompok-
kelompok kecil sehingga kemampuan sosial dan komunikasi berkembang.
5. Pemodelan (Modelling)
Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat ditiru oleh peserta didik seperti cara
menggali informasi, demonstrasi, dan lain-lain.Pemodelan dilakukan oleh guru (sebagai
teladan), peserta didik, dan tokoh lain.
6. Refleksi (Reflection)
Tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari, Respon terhadap kejadian,
aktivitas/pengetahuan yang baru. Hasil konstruksi pengetahuan yang baru dan bentuknya
dapat berupa kesan, catatan atau hasil karya
7. Penilaian Sebenarnya (Autentic Assesment)
Menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan,Berlangsung selama proses secara
terintegrasi, dilakukan melalui berbagai cara (test dan non-test), dan alternative bentuk:
kinerja, observasi, portofolio, dan/atau jurnal.
12

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan konstektual, jika menerapkan


konsep utama pembelajaran konstektual ini di dalam pembelajarannya.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan
semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak
mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan
dan mentransformasikan itu menjadi milik mereka sendiri.
Sedangkan menurut Soedjono (1999:20) dalam Wina Sandjaya 2011. Asas –asas
pembelajaran kontekstual adalah
1. Konstruktivisme
Konstruksivisme adalah proses pembangunan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman.
2. Inkuiri
Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan
melalui proses berfikir secara sistematis. Proses inkuiri dilakukan dalam beberapa langkah:
a. Merumuskan masalah
b. Mengajukan hipotesis
c. Mengumpulkan data
d. Menguji hipnotis berdasarkan data yang ditemukan
e. Membuat kesimpulan
3. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.Bertanya dapat
dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab
pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Dalam suatu pembelajaran
yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
a. menggali informasi dan kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran
b. membangkitkan motvasi siswa untuk belajar
c. merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu
d. memfokuskan siswa pada suatu yang diinginkan
e. membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Masyarakat Belajar (Learning Community) dalam CTL menyarankan agar
hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, asas ini
dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.
13

5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan merupakan proses pembelajarn dengan memperagakan sesuatu sebagai
contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang
dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran
yang telah dilalui.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian Nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi
tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
Setelah diamati dari dua ahli tersebut maka bisa disimpulkan bahwa asas asas
pendekatan pembelajaran kontekstual itu sama hanya ada sedikit perbedaan dalam
pngertiannya. Ada 7 asas yaitu : Kontruktivisme, Inkuiry, Bertanya, Masyarakat bertanya,
Pemodelan, Refleksi, dan yang terakhir penilaian nyata. Ketujuh asas itu yang melandasi
proses pembelajaran.
2.1.2.2 Karakteristik pembelajaran kontekstual
Nurhadi (dalam Muslich, 2009) mendiskripsikan karakteristik pembelajaran
kontekstual dengan cara menderetkan sepuluh kata kunci, yaitu: Kerja sama, Saling
menunjang, Menyenangkan tidak membosankan, Belajar dengan gairah, Pembelajaran
terintegrasi, Menggunakan berbagai sumber, Siswa aktif, Sharing dengan teman, Siswa kritis,
dan Guru kreatif
Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2005 : 109) ada lima karakteristik pembelajaran
dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL, yaitu :
1. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah
ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan
yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah
pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan
cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,
kemudian memerhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang
diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara
14

meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan
tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)
artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam
kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetehauan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan
penyempurnaan strategi.
Jadi bisa disimpulkan karakteristik CTL yang mendasar adalah pembelajaran harus
selalu melakukan refleksi agar dalam pembelajaran agar pembelajaran bersifat
menyenangkan dan menggairahkan sehingga siswa akan aktif dan bersifat kritis dan guru
akan menjadi lebih kreatif.
2.1.2.3 Tujuan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang
lebih bermakna, secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan ke
permasalahan lain dan dari satu konteks kekonteks lainnya. Transfer dapat juga terjadi di
dalam suatu konteks melalui pemberian tugas yang terkait erat dengan materi pelajaran. Hasil
pembelajaran kontekstual diharapkan dapat lebih bermakna bagi siswa untuk melaksanakan
pengamatan serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya (Depdiknas,
2007:4)
2.1.2.4 Langkah – langkah CTL dalam Pembelajaran
Langkah-langkah pembelajaran CTL menurut Wina Sanjaya (2011:124) :

A. Pendahuluan

1. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses
pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.

1. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL:


a. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa
b. Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi, misalnya kelompok 1
dan 2 melakukan observasi ke pasar tradisional, dan kelompok 3 dan 4
melakukan observasi ke pasar swalayan.
c. Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang
ditemukan di lingkungan sekitar tersebut.
15

d. Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap
siswa.
B. Inti

Di lapangan
1) Siswa melakukan observasi keluar kelas sesuai dengan pembagian tugas
kelompok
2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan sesuai dengan alat observasi
yang telah mereka tentukan sebelumnya.
Di dalam kelas
1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya
masing-masing.
2) Siswa melaporkan hasil diskusi.
3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok
yang lain.

C. Penutup

1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah


lingkungan sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
2) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar
mereka dengan tema “ lingkungan sekitar”.

Sedangkan Rendy Purwanto (2013) mengatakan dalam Langkah-langkah


pembelajaran CTL adalah :

1. Kegiatan Awal
- Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran.
- Apersepsi, sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi yang
akan diajarkan.
- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan
dipelajari
- Penjelasan tentang pembagian kelompok dan cara belajar.
16

2. Kegiatan Inti

- Siswa bekerja dalam kelompok menyelesaikan permasalahan yang diajukan


guru. Guru berkeliling untuk melihat hasil pekerjaan siswa.
- Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian dan alasan atas
jawaban permasalahan yang diajukan guru.
- Siswa dalam kelompok menyelesaikan lembar kerja yang diajukan guru. Guru
berkeliling untuk mengamati, memotivasi, dan memfasilitasi kerja sama,
- Siswa wakil kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok dan kelompok
yang lain menanggapi hasil kerja kelompok yang mendapat tugas,
- Dengan mengacu pada jawaban siswa, melalui tanya jawab, guru dan siswa
membahas cara penyelesaian masalah yang tepat,
- Guru mengadakan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal
yang dirasakan siswa, materi yang belum dipahami dengan baik, kesan dan
pesan selama mengikuti pembelajaran.
3. Kegiatan Akhir
- Guru dan siswa membuat kesimpulan cara menyelesaikan soal cerita,
- Siswa mengerjakan lembar tugas.
- Siswa menukarkan lembar tugas satu dengan yang lain, kemudian guru bersama
siswa membahas penyelesaian lembar tugas dan sekaligus dapat memberi nilai
pada lembar tugas sesuai kesepakatan yang telah diambil (ini dapat dilakukan
apabila waktu masih tersedia.)
Setelah diamati langkah-langkah pembelajaran kontekstual diatas bahwa
persamaannya adalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tidak hanya
itu dalam pembelajaran CTL guru harus membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk
mereka belajar, dan guru bersama siswa melakukan refleksi kegiatan atas pembelajaran yang
dilakukannya.Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan pendapat dari Wina Sanjaya
dalam penelitiannya.

2.2. Hasil Belajar


2.2.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nawawi dalam K.
Brahim (2007:39 (Drs. Ahmad Susanto, M.pd. 2013:5)) mengatakan hasil belajar adalah
tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan
dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.
17

Sedangkan menurut Winkel (Purwanto, 2011:45) hasil belajar adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Menurut Winkel
(Soedjijarto ,2011:46) hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh mahasiswa
dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Sedangkan menurut Purwanto (2011 : 44) Hasil belajar adalah dengan memahami dua kata
yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk pada suatu
aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Begitu pula
dengan kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya
dibanding sebelumnya.
Dengan memperhatikan berbagai teori diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Akibat dari belajar itu mendapatkan hasil
yaitu bisa dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Menurut Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan
enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan
tersimpan dalam ingatan.Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian
kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang
dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk
menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip.
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah
menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal
berdasarkan kriteria tertentu.misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan.
Berdasarkan uraian enam jenis ranah di atas, dalam penelitian ini tekanannya adalah
jenis ranah pengetahuan, dan pemahaman. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan
evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat
kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
18

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas
tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri.Wasliman (2007:
158 (Drs. Ahmad Susanto 2013:12)), menyebutkan faktor–faktor yang mempengaruhi hasil
belajar,sebagai berikut:
a. Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang
mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal meliputi : kecerdasan, minat dan
motivasi belajar, perhatian, ketekunan sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan
kesehatan.
b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar peserta didik. Faktor eksternal
meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Selanjutnya, dikemukakan oleh Wasliman (2007:159) dalam Drs. Ahmad Susanto
2013: 13 bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar
siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran disekolah, maka
semakin tinggi pula hasil belajar siswa.
Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar diatas, peneliti
menggunakan faktor eksternal berupa penggunaan pendekatan pembelajaran CTL
(Kontekstual). Faktor eksternal disini adalah faktor sekolah. Faktor sekolah yang
mempengaruhi hasil belajar adalah : a. Metode mengajar, b. Kurikulum, c. Relasi guru
dengan siswa, d. Disiplin sekolah, e. Alat pelajaran, f. Waktu sekolah, g. Standar pelajaran di
atas ukuran, h. Keadaan gedung, i. Metode belajar, j. Tugas rumah. Pada dasarnya hasil
belajar itu dipengaruhi baik oleh faktor internal dan faktor eksternal, tetapi dalam penelitian
ini tekanannya pada faktor eksternal, khususnya metode belajar, alat pelajaran dan metode
mengajar. Metode mengajar adalah cara yang harus dilalui di dalam mengajar.
Dalam mengajar, cara-cara mengajar dan serta cara belajar haruslah setepat-tepatnya
dan seefisien serta seefektif mungkin. Guru harus berani mencoba metode-metode baru yang
dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan motivasi belajar
siswa. Metode belajar, banyak siswa yang melaksanakan cara belajar yang salah. Oleh karena
itu guru perlu memberikan bimbingan dan pembinaan agar siswa dapat mengatur waktu
dengan baik dan memilih cara belajar yang tepat. Dan alat pelajaran, disini alat pelajaran
sangat berhubungan erat dengan cara belajar siswa. Karena alat pelajaran yang lengkap dan
tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika
siswa mudah menerima dan menguasai pelajaran maka belajarnya akan menjadi lebih giat
dan lebih maju.
19

2.3. Bahasa Indonesia


2.3.1 Pengertian Bahasa Indonesia
Banyak para ahli yang tidak mendefiniskan pengertian bahasa Indonesia. Para ahli
lebih banyak mendefinisikan secara umum pengertian Bahasa. Menurut Harimurti
Kridaklaksana (1997) bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer,
digunakan para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama dan berkomunikasi untuk
mengidentifikasi diri dihadapan orang lain. Sedangkan menurut Wibowo (2001:3), bahasa
adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang
bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok
manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Sedangkan (UUSPN Bab VII pasal 33 ayat
1) mendefinisikan bahwa Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar
dalam pendidikan nasional. Bahasa Indonesia ialah bahasa yang dibuat, dimufakati, dan
diakui serta digunakan oleh masyarakat seluruh Indonesia, sehingga sama sekali bebas dari
unsur-unsur bahasa daerah yang belum umum dalam bahasa kesatuan kita (Amin Singgih
(Budhi Setiawan 2010; 2). Dikatakan pula pada UU RI pasal 36 bahwa bahasa negara adalah
bahasa Indonesia.
Setelah diamati dari beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa Bahasa Indonesia
adalah suatu sistem lambang atau bunyi yang mempunyai makna secara lengkap dan teratur
dan digunakan sebagai alat komunikasi secara resmi diseluruh tanah air indonesia, mulai dari
sabang sampai merauke.
2.3.2 Pentingnya Bahasa Indonesia
Menurut UUD 1945 Pasal 36 Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia. “Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional”. Hal
ini pun telah ditegaskan dalam UUSPN Bab VII Pasal 33 ayat 1. Sedangkan menurut UU RI
no 24 th 2009 bagian kesatu pasal 25 ayat (1) Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai
bahasa resmi negara dalam pasal 36 UU RI th 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan
dalam sumpah pemuda tanggal 28 oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang
dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa. Ayat (2) Bahasa Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggan nasional,
sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta saranakomunikasi antar daerah dam
antarbudaya daerah. Ayat (3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan,
komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi
20

niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan
bahasa media massa.
Pada bagian kedua penggunaan bahasa Indonesia pasal 26 UU RI No 24 th 2009 “
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan”. Dalam pasal 29
ayat (1) “ Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan
nasional. Ayat (2) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing
peserta didik. Dan ayat (3) mengatakan bahwa “ Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat(1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan asing atau satuan pendidikan
khusus yang mendidik warga negara asing.” Di dalam pasal 30 “ Bahasa Indonesia wajib
digunakan dalam pelayanan administrasi publik di Instansi pemerintahan. Sedangkan dalam
pasal 35 ayat (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan karya ilmiah dan
publikasi karya ilmiah di Indonesia.
Setelah membaca dari beberapa pasal diatas , bisa disimpulkan bahwa bahasa
Indonesia mempunyai arti penting dalam Indonesia.
2.3.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
Menurut Budhi Setiawan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia antara lain :
1. Konsep Dasar Kedudukan dan fungsi bahasa
Kedudukan dan fungsi bahasa yang diapakai oleh pemakainya perlu dirumuskan
secara eksplisit, sebab kejelasan „label‟ yang diberikan akan mempengaruhi masa depan
bahasa yang bersangkutan.
2. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. Perjalanan
itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti yang ada.
Misalnya: Sumpah pemuda, karang brahi serta batu nisan di aceh. Bahasa Indonesia sebagai
lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia memancarkan nilai nilai sosial budaya luhur
bangsa Indonesia.
3. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara/resmi
Sebagaimana kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara/resmi pun mengalami perjalanan sejarah yang panjang.
21

2.3.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar


Pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan KTSP tertuju pada pengembangan
aspek fungsional bahasa, yaitu peningkatan kompetensi Berbahasa Indonesia. Ketika
kompetensi berbahasa yang dijadikan sasaran, para guru harus lebih fokus pada empat aspek
ketrampilan berbahasa, yaitu menyimak, membaca, berbicara dan menulis.
Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia dirumuskan karena, diharapkan
mampu menjadikan: (1) siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan
kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya
kesusastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri, (2) guru dapat memusatkan perhatian
kepada pengembangan kompetensi bahasa siswa dengan menyediakan berbagai kegiatan
berbahasa, (3) guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan
sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya, (4) orang tua dan
masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan di sekolah, (5)
sekolah dapat menyusun program pendidikan kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa
dengan sumber belajar yang tersedia, dan (6) daerah dapat menentukan bahan dan sumber
belajar kebahasaan dengan kondisi kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan
kepentingan nasional (BSNP:2006).
2.3.5 Tujuan dan fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
Berdasarkan Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI (2006 :
22) mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut :
1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik
secara lisan maupun tulis.
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
dan bahasa negara.
3. Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk
berbagai tujuan.
4. Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta
kematangan emosional dan sosial.
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperhalus budi pekerti, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Indonesia.
22

Sedangkan fungsi pembelajaran bahasa Indonesia adalah merupakan salah satu alat
penting untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional, antara lain:
1. Menanamkan, memupuk, dan mengembangkan perasaan satu nusa, satu bangsa, dan
satu bahasa,
2. Memupuk dan mengembangkan kecakapan berbahasa Indonesia lisan dan tulisan,
3. Memupuk dan mengembangkan kecakapan berpikir dinamis, rasional, dan praktis,
4. Memupuk dan mengembangkan ketrampilan untuk memahami, mengungkapkan dan
menikmati keindahan bahasa Indonesia secara lisan maupun tulisan
(Depdikbud,1995/1996:2).
2.3.6 Standart Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar Bahasa Indonesia yang hendak dicapai dalam proses
pembelajaran telah tercantum dalam kurikulum yang sekarang digunakan yaitu kurikulum SD
2006, walaupun guru harus menjabarkan lebih dahulu menjadi tujuan-tujuan yang lebih
khusus yang disebut indikator.
Adapun kompetensi dasar Bahasa Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini
sesuai dalam buku kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI oleh Refandi (2006:47)
terlihat pada tabel 2.1 dibawah ini:

Standart Kompetensi Dasar


kompetensi
8.Menulis 8.1. Mendeskripsikan tumbuhan atau
Menulis binatang disekitar secara sederhana dengan
permulaan bahasa tulis
dengan 8.2 Menyalin puisi anak dengan huruf tegak
mendiskripsikan bersambung yang rapi.
benda di sekitar
dan menyalin
puisi anak

Dalam penelitian ini terkait dengan SK-KD 8.1. dengan materi pokok/Pembelajaran
yaitu tentang Mendeskripsikan Ciri-Ciri Tumbuhan.
2.3.7 Menulis
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD itu mencakup aspek mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis. Menulis merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam
seluruh proses belajar yang dialami siswa selama menuntut ilmu di sekolah. Menulis
merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan catatan atau informasi pada suatu media
dengan menggunakan aksara (Wikipedia Indonesia, 2006).Menulis memerlukan keterampilan
23

karena diperlukan latihan-latihan yang berkelanjutan dan terus-menerus menurut Dawson,


dkk, dalam Nurchasanah (1997:68).Secara garis besar, menulis adalah bentuk dari
komunikasi yang membutuhkan keterampilan agar menghasilkan tulisan yang baik.
Menurut Johana Pantow, dkk.(2002) menyebutkan bahwa menulis merupakan salah
satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh orang yang menggunakan bahasa atau
yang mempelajari suatu bahasa.
Puji Arya Yanti, (2007) mengatakan bahwa dengan menulis seorang anak dapat
membenamkan diri ke dalam proses kreatif, yakni anak dapat menciptakan sesuatu yang juga
berarti melontarkan pertanyaan-pertanyaan, mengalami keraguan dan kebingungan, sampai
akhirnya menemukan pemecahan.
Tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran menulis adalah agar siswa mampu
mengungkapkan gagasan, pendapat dan pengetahuan secara tertulis serta memiliki kegemaran
menulis (Depdikbud, 1997).
Puji Arya Yanti (2007) menyebutkan bahwa dengan kegiatan menulis anak dapat
memperoleh manfaat, antara lain:
1. Anak dapat menyatakan perasaannya tentang apa yang dialami dalam bentuk
tulisan.
2. Anak dapat menyatukan pikiran ketika menuangkan ide dengan kata-kata.
3. Anak dapat menunjukkn kasih kepada sesama, misalnya dengan menulis surat
ucapan terimakasih atau ulang tahun kepada orang tua, teman, bahkan guru.
4. Anak dapat meningkatkan daya ingat dengan cara membuat dan menulis
informasi tentang sesuatu.
Berdasarkan jenis tulisannya menulis dibedakan menjadi empat yaitu menulis deskripsi,
narasi, argumentasi, dan eksposisi. Disini lebih dalam akan membahas tentang menulis
deskripsi.
2.3.8 Menulis Deskripsi
Menulis deskripsi menurut Puji Arya Yanti, (2007) dapat dilakukan dengan cara
menuliskan kalimat-kalimat deskripsi dari gambar-gambar yang mereka miliki.Kegiatan
menulis deskripsi ini dapat merangsang anak untuk mengungkapkan suatu bentuk/benda yang
dipahami anak melalui tulisan.
Anak-anak dapat diminta untuk menulis kalimat-kalimat deskripsi dari gambar-
gambar (sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan) yang dipasang di kelas. Untuk
me-review, anak-anak dapat diminta untuk memasangkan kalimat-kalimat itu sesuai dengan
24

gambar-gambar tersebut. Sebagai kreasi dalam pelajaran, anak-anak dapat menulis deskripsi
tentang binatang-binatang dan memasangkannya dengan foto binatang yang tersedia.
2.4.Media Pembelajaran
2.4.1 Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan
pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga
dapat mendorong terjadinya proses belajar. Sedangkan Ali (1992) berpendapat bahwa “Media
adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat memberikan rangsangan
untuk belajar”. Heinich, Molenida, dan Russel (1993) juga memberikan pendapatnya bahwa
“teknologi atau media pembelajaran sebagai penerapan ilmiah tentang proses belajar pada
manusia dalam tugas praktis belajar mengajar”.
Jadi dari beberapa pendapat di atas bisa disimpulkan bahwa media adalah sebuah
alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan pembelajaran.
2.4.2 Jenis-jenis Media Pembelajaran
Menurut Heinich and Molenda (2009) ada enam jenis dasar dari media
pembelajaran, yaitu :
1) Teks
Teks merupakan elemen dasar dalam menyampaikan suatu informasi yang
mempunyai berbagai jenis dan bentuk tulisan yang berupaya memberi daya tarik dalam
penyampaian informasi.
2) Media audio
Membantu menyampaikan maklumat dengan lebih berkesan dan membantu
meningkatkan daya tarikan terhadap sesuatu persembahan. Jenis audio termasuk suara latar,
musik, atau rekaman suara, dan lainnya.
3) Media Visual
Media yang dapat memberikan rangsangan-rangsangan visual seperti gambar/photo,
sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, papan buletin, dan lainnya.
4) Media proyeksi gerak
Termasuk di dalamnya film gerak, fil gelang, program, TV, video kaset (CD, VCD,
atau DVD).
5) Benda-benda tiruan/miniatur
Termasuk di dalamnya benda-benda tiga dimensi yang dapat disentuh dan diraba
oleh siswa. Media ini dibuat untuk mengatasi keterbatasan baik obyek maupun situasi
sehingga proses pembelajaran tetap berjalan dengan baik.
25

6) Manusia
Termasuk di dalamnya guru, siswa, atau pakar/ahli di bidang/ materi tertentu. Dalam
penelitian ini media gambar termasuk dalam media visual.
2.4.3 Fungsi Media Pembelajaran
Levie dan Lentz (2012), media pembelajaran memiliki 4 fungsi yaitu :
1. Fungsi atensi
Dalam fungsi atensi, media visual dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa
untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang
ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.
2. Fungsi afektif
Media visual dapat diamati dari tingkat “kenikmatan” siswa ketika belajar
(membaca) teks bergambar. Dalam hal ini gambar atau simbol visual dapat menggugah emosi
dan sikap siswa.
3. Fungsi kognitif
Media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa
gambar atau lambang visual dapat mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran untuk
memahami dan mengingat pesan/informasi yang terkandung dalam gambar atau lambang
visual tersebut.
4. Fungsi kompensatoris
Media pembelajaran adalah memberikan konteks kepada siswa yang kemampuannya
lemah dalam mengorganisasikan dan mengingat kembali informasi dalam teks.
Jadi media pembelajaran mempunyai fungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah
dan lambat dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dalam bentuk
teks.
2.4.4 Media gambar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 329) Gambar adalah tiruan barang,
binatang, tumbuhan, dan sebagainya. Hamalik (dalam Subhan:2003) dalam media pendidikan
yang menyatakan bahwa media gambar juga dapat digunakan baik oleh perseorangan
maupun kelompok.
Maka dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa media gambar
mempunyai beberapa keunggulan yaitu : bersifat konkrit, dapat mengatasi keterbatasan
pengamatan, murah dan dapat digunakan untuk perseorangan atau kelompok.
Media gambar sangat berhubungan dengan pendekatan kontekstual karena media
gambar dapat digunakan sebagai salah satu media untuk meningkatkan ketrampilan. Di dalam
26

pendekatan kontekstual model ada beberapa komponen salah satunya modeling (pemodelan)
yaitu dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa
ditiru. Model itu bisa berupa gambar yang dimanfaatkan sebagai media pembelajaran.
2.5.Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Adapun Pembelajaran dengan model CTL ini juga pernah diteliti oleh Ery Retnaning
Wilujeng (2010). Hasil penelitiannya yaitu sebagai berikut: Penilitian ini dilatar belakangi
oleh (1). guru hanya ceramah, sedangkan siswa hanya mendengar dan mencatat apa yang
dikatakan guru, (2). proses pembelajaran menjadi membosankan dan siswa menjadi kurang
aktif, (3). hasil belajar siswa kelas II yang masih dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimal). Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) di kelas II
SDN Klampis Ngasem IV No. 560 Surabaya. Upaya yang dilakukan peneliti untuk
memecahkan masalah tersebut yaitu dengan cara Penerapan Pendekatan CTL (Contextual
Teaching and Learning) Dalam Pembelajaran Tematik Tema Lingkungan Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas II SDN Klampis Ngasem IV No. 560 Surabaya”.
Dalam kegiatan pembelajaran CTL penulis memadukan mata pelajaran Bahasa Indonesia
dengan IPA. Dalam penelitian diperoleh hasil bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa
sebesar 11,25% dari 64,29% pada siklus I naik menjadi 85,71% pada siklus II. Selain itu,
hasil penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam kegiatan
pembelajaran. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik tema lingkungan.
2.6 Kerangka Berfikir
Masalah rendahnya prestasi belajar siswa Kelas 2 SDN 01 Dukuh 1 Salatiga dalam
mendeskripsikan pekerjaan di lingkungan sekitar dengan bahasa tulis pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia ditindaklanjuti oleh guru dengan mengadakan penelitian tindakan kelas
(PTK). Dalam hal ini, siswa diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran dalam
mendeskripsikan tumbuhan dengan bahasa tulis menggunakan media gambar
tumbuhan.Penelitian tindakan kelas (PTK) tersebut dilakukan dalam dua siklus.Setiap siklus
terdiri dari perencaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Dalam penelitian tindakan kelas (PTK) tersebut, dilakukan dengan suatu
pembelajaran yang inovatif dan diyakini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas 2
SDN Dukuh 01 Salatiga.Pembelajaran inovatif dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
Kontekstual, dengan media berupa gambar sebagai media dalam pembelajaran individu siklus
I dan siklus II. Media yang digunakan dalam penelitian PTK ini dilakukan untuk merangsang
keaktifan siswa dalam bertanya jawab tentang hal-hal yang berkaitan dengan gambar, serta
27

untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam menulis puisi deskripsi. Selain itu juga sebagai
alat bantudalam meningkatkan kemampuan siswa dalam medeskripsikan tumbuhan dalam
bentuk tulisan. Dengan penelitian tindakan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa dengan nilai rata-rata kelas dalampencapaian tujuan tersebut di atas 75 dan
dalam pembelajaran menulis setiap siswa diharapkan dapat memperoleh nilai di atas Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) bahasa Indonesia aspek menulis Kelas 2 semester II yang telah
dibuat dan ditentukan oleh SDN Dukuh 01 Salatiga, yakni 75.
Rendahnya hasil berlajar
Bahasa Indonesia
Pendekatan
pembelajaranKontekstual

Guru menjelaskan kompetensi Tercapainya perubahan


dasar perilaku pada siswa setelah
mengikuti KBM

Siswa dibagi dalam kelompok Melatih kerjasama siswa

Tiap kelompok melakukan Mengamati lingkungan sekitar


observasi dengan bekerja sama

Siswa melakukan observasi keluar Memperoleh data secara


kelas sesuai pembagian kelompok konkret

Siswa mencatat hal-hal yang Memperoleh informasi secara


mereka temukan konkret

Siswa mendiskusikan hasil temuan Bertukar pendapat dengan


mereka teman

Siswa melaporkan hasil diskusi Keberanian dan kesiapan


anggota kelompok

Siswa menyimpulkan hasil komunikasi


observasi

Guru menugaskan siswa untuk Menuangkan hasil pemikiran


membuat deskripsi siswa

Hasil belajar siswa tinggi


KKM 75

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir Penelitian
28

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, diduga melalui pendekatan
Kontekstual dengan menggunakan media gambar yang dilaksanakan dapat meningkatkan
hasil belajar keterampilan menulis siswa Kelas 2 SDN Dukuh 01 Salatiga.
2.7. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan paparan diatas,penulis mengajukan hipotesis tindakan sebagai berikut:
Melalui pendekatan Kontekstual dengan menggunakan media gambar diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar keterampilan menulis siswa Kelas 2 SDN Dukuh 01 Salatiga
Semester II tahun pelajaran 2014/2015.

Anda mungkin juga menyukai