Anda di halaman 1dari 3

PENGARUH METODE BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI

DENGAN CARA MENGAJAR SECARA VERBAL TERHADAP PRESTASI


MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI

Metode (method), menurut Fred Percival dan Henry Ellington( 1984) adalah Cara yang
umum untuk menyampaikan pelajaran kepada peserta didik atau mempraktikkan teori yang
telah dipelajari dalam rangka mencapai tujuan belajar. Batasan ini hampir sama dengan
pendapat Tardif dalam Muhibbin Syah (1995) bahwa metode diartikan sebagai cara yang
berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan penyajian materi pelajaran kepada peserta
didik.

Selanjutnya Reigeluth( 1983) mengartikan bahwa metode mencakup rumusan tentang


pengorganisasian bahan ajar, strategi penyampaian dan pengelolaan kegiatan dengan
memperhatikan tujuan, hambatan, dan karakteristik peserta didik sehingga diperoleh hasil
yang efektif, efisien, dan menimbulkan daya tarik pembelajaran.

Pendapat Reigeluth tersebut didukung oleh Jerome Brunner (dalam Conny Semiawan, 1997)
dengan menyebut metode pembelajaran induktif atau berpikir induktif Kemudian J.E.Kemp(
1994) menggunakannya untuk mengelompokan pola mengajar dan belajar, yaitu klasikal,
mandiri, dan interaksi guru-peserta didik atau pengajaran kelompok.

Berbagai pendapat di atas, menunjukkan bahwa metode berhubungan dengan cara yang
memungkinkan peserta didik memperoleh kemudahan dalam rangka Mempelajari bahan ajar
yang disampaikan oleh guru.

Ketepatgunaan dalam memilih metode sangat berpeluang bagi terciptanya kondisi


pembelajaran yang kondusif, menyenangkan, sehingga kegiatan pembelajaran (instructional
activities) dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik
untuk dapat meraih hasil belajar sesuai yang diharapkan.Dengan demikian metode
merupakan suatu komponen yang sangat menentukan terciptanya kondisi selama ber
langsungnya kegiatan pembelajaran. (Fred Percival Henry Ellington 19984. Teknologi
Pendidikan, alih bahasa Sudjarwo S. Jakarta: Erlangga.)

1. GAYA BELAJAR MAHASISWA

Menurut De Porter dan Hernacki, gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur,
dan mengolahinformasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang
digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality).

a. Visual (Visual Learners), menitik beratkan pada ketajaman penglihatan.

b. Auditori (Auditory Learners), mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan
mengingatnya.
c. Kinestetik (Kinesthetic Learners), mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh
sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya.

2. GAYA MENGAJAR DOSEN

Gaya mengajar adalah bentuk penampilan dosen saat proses belajar mengajar baik yang
bersifat kurikuler maupun psikologis. Ada empat Gaya pembelajaran Dosen yang muncul di
saat mengajar yaitu:

a. Dosen elementary, lebih memberikan understanding, comprehension dan memorizing pada


mahasiswa.

b. Dosen intermediate, menekankan pada critical thinking and doing.

c. Dosen advanced, dengan ciri ini menekankan pada problem solving, why, analysis,
synthesis and idea.

d. Dosen creative, mengajak mahasiswa untuk thinking out of the box. Mengevaluasi,
innovation, kasus, diskusi, penelitian, proyek, karya ilmiah, jurnal dan seminar.

3. HASIL BELAJAR

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil”
dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya
suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional Belajar
merupakan faktor yang luas dibentuk oleh pertumbuhan, perkembangan tingkahlaku.
Menurut Skinner, belajar adalah perilaku pada saat orang belajar dengan memberikan respon
lebih baik yaitu kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pembelajar,
response pembelajar, dan konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Jadi, hasil
belajar adalah perubahan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. (Nurkhalisah
Latuconsina,Baharuddin”PENGARUH GAYA BELAJAR MENGAJAR MAHASISWA
DAN DOSEN TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN ALAUDDIN
MAKASSAR” Volume 5, Nomor 1, Juni 2017)

Belajar sebagai mana yang dikemukana oleh Sardiman (2003: 20), bahwa “belajar merupakan
perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya”. Belajar juga akan lebih
baik kalau subjek belajar mengalami atau melakukannya. Belajar suatu proses interaksi antara
diri manusia (id-ego-super ego) dengan lingkungan yang berwujud pribadi, fakta, konsep atau
teori. Dalam hal ini terkandung suatu maksud bahwa proses interaksi itu adalah:

(1) proses internalisasi ke dalam diri yang belajar,

(2) dilakukan secara aktif, dengan segenap panca indera ikut berperan.

Slameto (2003:2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Baharuddin
(2010:12) belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan
perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.

Sudjana (2009: 28), memandang belajar suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan
dari seseorang, perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai
bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,
percakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar.
“Belajar dipandang sebagai suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yaitu mengalami. Belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang tidak dapat dilihat namun dapat
ditentukan, apakah seseorang telah belajar atau belum dengan membandingkan kondisi
sebelum dan setelah proses pembelajaran berlangsung. Hamalik (2006: 27). (Muhamad
Afandi, Evi Chamalah, Oktarina Puspita Wardani, 2013, “MODEL DAN METODE
PEMBELAJARAN DI SEKOLAH” Universitas Islam Sultan Agung Semarang: Sultan Agung
Press)

Berbagai laporan mengungkapkan bahwa prestasi belajar (academic achievement) peserta


didik Indonesia kurang optimal. Laporan-laporan tersebut antara lain oleh The International
Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) Tahun 2011. IEA
merupakan salah satu lembaga Internasional independen, melakukan penelitian dan studi
dalam skala besar mengukur perbandingan prestasi dan aspek-aspek lain pendidikan di 64
negara di dunia sebagai peserta. Dari hasil pengukuran kemampuan bidang IPA dan
matematika Internasional, pelajar SMP Indonesia berada pada urutan 38 dari 39 negara yang
disurvei (IEA, 2011), sedangkan hasil pengukuran Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) Tahun 2011, kemampuan matematika pelajar SMP Indonesia juga
berada pada urutan 34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan pelajar Indonesia pada bidang
IPA berada di urutan ke 32 dari 38 negara yang disurvei (TIMSS, 2011).

Kualitas pendidikan Indonesia seperti yang dilaporkan oleh The International Association for
the Evaluation of Educational Achievement (IEA) dan Trends in International Mathematics
and Science Study (TIMSS), perlu dicermati dan ditindaklanjuti. Berdasarkan pralapangan
diketahui bahwa SMA Negeri 1 Lawang Kabupaten Malang: skor rata-rata nilai Ujian
Nasional (UN) lima mata pelajaran perolehan nilai dengan rentang skor 8.6 sampai dengan 10
hanya diperoleh oleh 26 dari 412 peserta didik yang ikut dan dinyatkan lulus UN 2012. Hal
ini berarti bahwa hanya 6.28% lulus dengan prestasi belajar yang baik, sementara 274 peserta
didik (66.52%) berada pada posisi sedang dan 112 peserta didik (27.20%) berada pada posisi
rendah. Lebih lanjut, penelusuran literatur, cukup banyak penelitian yang mencoba
mengungkapkan kasus menyontek. Penelitian Rittman (1996); Bogle (2000); dan Turrens,
dkk., (2002) mencoba mengungkap perilaku menyontek dengan angket sebagai alat
instrumenasinya. Penelitian Thorpe, dkk., (1999) perilaku menyontek terjadi karena nilai
pelajar rendah karena kemampuannya memang rendah, ia memiliki hasrat untuk
mendapatkan nilai belajar yang lebih tinggi. (Yuzarion “FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK” ILMU PENDIDIKAN, VOLUME 2 NOMOR 1, JUNI 2017: 107-117)

Anda mungkin juga menyukai