Anda di halaman 1dari 27

OVERVIEW:

PENDEKATAN
KOGNITIF-
PERILAKUAN
Nadya Anjani Rismarini, M.Psi., Psikolog
Universitas Mercu Buana Yogyakarta
2018
Kaitan Antara Perilaku, Pikiran, dan Emosi
I.
Di dalam teori kognitif-perilakuan, kesehatan psikologis berkaitan erat
dengan fungsi dan adaptabilitas perilaku, pola berpikir, dan juga regulasi
KONSEP emosi seseorang. Manusia tidak hanya merespon stimulus, akan tetapi
DASAR manusia juga membangun pandangannya sendiri tentang dunia di
sekitar mereka. Hal inilah yang memediasi respon mereka terhadap
stimulus.
Memahami pendekatan kognitif-perilakuan tidak lepas dari
mengembangkan pemahaman menyeluruh mengenai proses
perkembangan perilaku maladaptif dan kognisi klien; bagaimana hal
tersebut saling mempemgaruhi, termanifestasikan, dan dipertahankan.
Berikutnya, klien diajak untuk meningkatkan perilaku yang adaptif, serta
berpikir secara lebih fleksibel, objektif, penuh harapan, dan
mengembangkan keterampilan koping yang lebih baik.
(Newman, 2013)

2
Pola-pola Kognisi yang Salah

I. Di dalam paradigma kognitif-perilakuan, gangguan dan distres


psikologis merupakan fungsi dari gangguan proses kognitif. Maksudnya

KONSEP adalah pola-pola kognisi yang salah (faulty cognitions/cognitive


distortions) akan membuat seseorang mengembangkan perilaku yang
DASAR maladaptif. Distorsi tersebut melibatkan interpretasi terhadap
pengalaman atau peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
Interpretasi tersebut akan mempengaruhi fungsi emosional dan perilaku
seseorang.
Mengapa pola kognisi yang salah bisa terjadi? Ada beberapa faktor
yang berperan, yakni: peristiwa kehidupan (termasuk pengalaman
masa kanak-kanak), faktor sosial (termasuk aturan-aturan dan
norma), dan strategi yang buruk dalam mengatasi masalah.

(Palmer, 2011)
3
1. Berpikir Ekstrem (All or None, Black & White Thinking)
Mengevaluasi pengalaman menggunakan kutub ekstrem seperti “istimewa” atau
“sangat buruk”, “semua” atau “tidak sama sekali”
Contoh: “Jika aku tidak bisa bersama dirinya, maka aku tidak mau menikah
Jenis-jenis 2.
seumur hidup.”
Membaca Pikiran (Mind-reading/ Jumping to Conclusions)
Distorsi Mengasumsikan respon negatif tanpa informasi yang relevan.
Contoh: ‘Hari ini ia tidak mengirimiku pesan, pasti dia sedang marah padaku.”
Kognitif 3. Personalisasi
Menyalahkan diri sendiri untuk sebuah peristiwa.
Contoh: “Tim kita tidak menang lomba kemarin, itu semua salahku.”
4. Overgeneralisasi
Membuat kesimpulan negatif hanya berdasar satu atau lebih peristiwa
Contoh: “Memang, semua laki-laki itu sama saja!”
5. Meramal
Berasumsi bahwa diri tahu apa yang terjadi di masa depan.
Contoh: “Saya dapat nilai C kemarin, saya pasti tidak bisa lulus cumlaude”
6. Memberi label
Menggunakan label yang tidak bermanfaat untuk diri dan orang lain.
Contoh: “Saya memang bodoh,” “Dia memang orang tidak berguna”
7. Magnifikasi yang Negatif (Catastrophizing) dan Minimalisasi yang Positif
(Minimizing the Good)
Contoh: “Meskipun teman-teman memberikan kado dan kejutan ulang tahun yang
meriah, hari ini hari terburuk dalam hidup saya karena dia tidak mengucapkan
selamat ke saya.”
8. Rasionalisasi Emosi -> “Saya merasa bosan di kantor hari ini, pasti saya tidak
akan betah lama-lama bekerja di sini.” 4
Asumsi Cognitive-Behavioral Therapy (CBT)

I. Berdasarkan konsep dasar paradigma kognitif-perilakuan, maka ada


beberapa asumsi di dalam praktik CBT yang harus dipahami oleh terapis,

KONSEP yaitu:
Pikiran memediasi perilaku
DASAR
1.

2. Kognisi berinteraksi dengan respon emosi, fisik, dan perilaku


3. Adanya distorsi kognitif yang menimbulkan distres atau gangguan
psikologis
4. Di dalam melakukan analisis fungsional permasalahan, terapis perlu
memperhatikan konten dari proses kognitif yang meliputi 3 level
(berurutan dari yang paling disadari sampai yang paling tidak
disadari dan tidak mudah diubah) yaitu: pikiran otomatis (automatic
thoughts), asumsi (intermediate beliefs), dan keyakinan/skema
maladaptif (core belief)

5
The CBT Model
(Wilding & Milne, 2008)
EVENT
KETERANGAN:
Thoughts 1. EVENT  Peristiwa

2. THOUGHTS  Pikiran/ penilaian yang muncul

3. BEHAVIOR  Perilaku yang muncul

Affect your Affect your


4. FEELINGS  Perasaan/ emosi yang muncul

Behavior Feelings
Affects the

OUTCOME
6
The CBT Model
(Palmer, 2011)

Kognisi KETERANGAN:

1. KOGNISI  Pikiran

2. FISIOLOGI  Reaksi fisik


Fisiologi Emosi
3. EMOSI  Perasaan

4. PERILAKU  Perilaku yang terlihat

Perilaku

7
Level-level Kognisi

I.  Pikiran otomatis (automatic thoughts)


adalah ‘komentar’ yang kerap muncul di pikiran seseorang dalam
kondisi atau peristiwa apapun. Komentar ini muncul tanpa effort,
KONSEP bersifat spontan dan segera, bisa datang dan pergi begitu cepat, serta
DASAR mempengaruhi emopsi seseorang pada saat itu juga. Misalnya ketika
dihadapkan pada sebuah soal yang sulit, muncul kata-kata “Aduh
susah banget,” atau “Aku kok bodoh banget sih,” dll.
 Asumsi (intermediate beliefs)
adalah penilaian kondisional terkait diri, orang lain, dunia sekitar, dan
masa depan. Asumsi tidak muncul secara spontan (bukan monolog
dalam pikiran seperti automatic thoughts) namun merekalah yang
mendasari pikiran otomatis apa yang mungkin muncul. Biasanya
berbentuk “if-then” (“jika-maka”). Contoh: “Jika saya membuat
kesalahan, maka orang-orang akan membenci saya”, “Saya hanya
akan dicintai oleh orang lain jika saya sempurna”, dll.
8
Level-level Kognisi

I.  Keyakinan/skema maladaptif (core belief)


adalah level kognisi yang paling dalam. Ia tidak berbentuk penilaian
kondisional, melainkan penilaian absolut dan diterima sebagai sebuah
KONSEP kebenaran. Jadi, ia bukan lagi berbentuk, “Jika orang lain tidak
DASAR menyukai saya, maka saya tidak berharga” tetapi sudah disimpulkan
menjadi “Saya tidak berharga.” Bukan lagi berbentuk “Saya akan
dicintai jika saya sempurna” tetapi sudah menjadi sebuah kesimpulan
bahwa “Saya tidak pantas dicintai.” Keyakinan inilah yang
mendorong terbentuknya asumsi-asumsi yang negatif dan berujung
pada pikiran-pikiran otomatis yang maladaptif.

9
Tipe-tipe
Core Belief

10
Tujuan Asesmen dalam CBT

II.  Bagi terapis


1. Mendapatkan rincian masalah klien (hubungan antara pikiran,
perasaan, perilaku, dan fisiologis)
ASESMEN
2. Mendapatkan rincian latar belakang kien yang berperan terhadap
perkembangan masalah klien
3. Mendapatkan rincian faktor-faktor yang memelihara masalah klien
4. Memberi ganbaran kekuatan hubungan terapuetik
5. Menentukan kekuatan klien
6. Menentukan dan menggunakan pengukuran yang dapat memberikan
indikasi berat-ringannya masalah klien
7. Memberikan gambaran bagaimana terapi akan berlansung
berdasarkan formulai yang didapatkan

11
Tujuan Asesmen dalam CBT

II.  Bagi klien


1. Memahami dan mampu menghubungkan formulai dengan
munculnya masalah
ASESMEN
2. Memahami dan mampu menghubungkan antara reaksi pikiran,
perilaku, emosi, dan fisiologis yang ‘memelihara’ masalah
3. Melakukan kontribusi dan memahami rencana tritmen
4. Memahami keberadaan pengukuran dlam proses tritmen
5. Memahami perlunya kerjasama dalam proses tritmen dan harapan
yang dibangun di dalamnya

12
Apa saja yang diases?

II. 1. Presenting problem  dianalisis melalui analisis fungsional (untuk


menjelaskan hubungan fungsional antara perilaku target dengan
kondisi-kondisi yang mengendalikan)
ASESMEN 2. Faktor-faktor kognitif, meliputi distorsi kognitif, persepsi, atribusi,
harapan, asumsi, dan keyakinan/ belief.
3. Faktor keluarga
4. Faktor hubungan sosial di luar keluarga
5. Faktor performance di sekolah/tempat kerja
6. Gaya koping yang digunakan (dulu dan sekarang)

13
Metode Asesmen?

II. 1. Kuesioner self-report


2. Observasi langsung

ASESMEN 3. Self-monitoring atau diary


4. Monitoring dari orang terdekat
5. Catatan tritmen dri rumah sakit/rujukan
6. Wawancara terstruktur (autonanamnesa & alloanamnesa)
7. Wawancara klinis
8. Pengukuran fisiologis

14
▪ Model ABC (O’Leary & Wilson, 1975)
Di dalam model ABC, ada 3 poin yang perlu dijelaskan, yaitu:
III. 1. Antecedent  Peristiwa yang mendahului
2. Belief  Penilaian atau keyakinan yang dimiliki
ANALISIS 3. Consequence  Dampak/ perilaku yang terbentuk
FUNGSIONAL/ Core Belief

FORMULASI “Saya tidak berharga”

KASUS
Intermediate Belief

“Saya hanya akan diterima


bila saya berhasil”

Antecedent Consequence
Automatic Thought
Peristiwa: Perasaan: Sedih
“Aduh kok saya gagal
Tidak lulus seleksi kerja Fisik: Sakit kepala
terus”
Perilaku: Menarik diri 15
 Sesi Pertama
IV.

STRUKTUR
TERAPI

16
 Sesi Kedua (dan seterusnya)
IV.

STRUKTUR
TERAPI

17
Secara umum, teknik-teknik kognitif dan perilaku di bawah ini
kerap digunakan dalam sesi-sesi CBT:
V.  Pertanyaan Sokratik
 Identifikasi Pikiran Otomatis (Automatic Thoughts)
TEKNIK-  Identifikasi Asumsi dan Skema (Intermediate & Core Belief)

TEKNIK  Distraksi

TERAPI  Metode Standar Ganda


 Keuntungan dan Kerugian
 Menguji Validitas Pikiran Otomatis (Reality testing/ Behavioral
experiment)
 Modifikasi Asumsi dan Skema (Intermediate & Core Belief)
 Relaksasi
 Pemaparan Bertahap
 Penjadwalan Aktivitas (Behavioral Activation)

18
 Pertanyaan Sokratik
V. Pertanyaan ini digunakan untuk membantu klien menyadari pikiran
negatifnya dan memodifikasi keyakinan yang tidak bermanfaat.
Mengidentifikasi pikiran negatif melalui pertanyaan sokratik bisa
TEKNIK- dilakukan dengan cara:
TEKNIK Klien diminta memikirkan situasi di mana ia mengalami emosi negatif
TERAPI yang kuat, kemudian bertanya kepada dirinya sendiri apa yang
sedang berlangsung di pikirannya saat itu. Contoh-contoh pertanyaan
yang bisa disampiakan antara lain:
1. Dari mana Anda mendapatkan cara berpikir seperti itu?
2. Adakah buktinya?
3. Apakah ada cara lain untuk melihat situasi ini?
4. Apa efek berpikir seperti itu terhadap diri Anda sendiri?
5. Apa keuntungan dan kerugian berpikir seperti itu?

19
 Identifikasi Pikiran Otomatis (Automatic Thoughts)
V. Bisa dillakukan dengan cara memberi tugas rumah (homework) di
mana klien belajar untuk menuliskan pikiran negatifnya terkait situasi
sehari-hari yang ia hadapi, atau langsung berdialog dengan
TEKNIK- menyampaikan pertanyaan sokratik.
TEKNIK  Identifikasi Asumsi dan Skema (Intermediate & Core Belief)
TERAPI Menurut Beck, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk
mengidentifikasi asumsi/ skema, yakni:

20
 Distraksi
V. Latihan distraksi dapat membantu klien berhenti berpikir negatif.
Contohnya adalah membaca buku yang menarik, melakukan aktivitas
yang menyenangkan, dan mengingat peristiwa yang menyenangkan
TEKNIK- secara rinci.
TEKNIK  Metode Standar Ganda
TERAPI Seringkali orang lebih keras kepada dirinya sendiri daripada ke orang
lain ketika menghadapi masalah yang sama. Di sini, klien diminta
memperlakukan dirinya seperti ia memperlakukan temannya/ orang
lain dalam situasi yang sama.
 Keuntungan dan Kerugian
Klien diminta membuat daftar keuntungan dan kerugian akan pikiran/
asumsi/ keyakinan negatifnya.

21
 Menguji Validitas Pikiran Otomatis (Reality testing/ behavioral
experiment)
V. Setelah memeriksa pikiran otomatis yang sering muncul, klien diminta
untuk mengembangkan pikiran yang lebih positif disertai dengan
eksperimen untuk menguji pikiran tersebut. Misalnya: Klien pada
TEKNIK- awalnya berpikir bahwa naik kendaraan umum itu berbahaya. Maka
TEKNIK klien bereksperimen dengan mencoba satu kali naik kendaraan umum
ke tempat yang dekat.
TERAPI  Modifikasi Asumsi dan Skema (Intermediate & Core Belief)
Untuk memodifikasi asumsi dan skema, terapis dapat menggunakan
teknik-teknik di bawah ini (beberapa teknik sudah dijelaskan pada
bagian sebelumnya):

22
 Cognitive Continuum
Klien diminta untuk merevisi standar kognitif yang ia gunakan dalam
V. menilai dirinya supaya lebih oibjektif. Misalnya ketika klien
menganggap dirinya gagal saat mendapat nilai 70, klien diminta
membuat kontinum “murid gagal-berhasil” seperti ini:
TEKNIK-
TEKNIK
TERAPI Nilai 0 Nilai 30 Nilai 50 Nilai 70 Nilai 100
GAGAL
BERHASIL

 Intellectual-Emotional Roleplay
Teknik ini membutuhkan diskusi antara terapis dan klien dan
digunakan ketika bagian rasional/intelektual klien sudah bisa
menerima keyakinan baru, akan tetapi secara emosional masih ada
emosi negatif yang mebghambat untuk memeprcayai keyakinan
tersebut. Terapis akan memerankan sisi intelektual klien dan klien
memerankan sisi emosionalnya. Terapis akan berusaha mematahkan
argumen-argumen klien yang muncul dari sisi emosional.
23
 Using Others as Reference Point
Klien diminta untuk mengadopsi gaya berpikir seseorang yang
V. menurutnya lebih adaptif daripada dirinya kemudian merasakan
perbedaan yang ada setelah ia mencoba mengadopsi gaya berpikir
orang yang bersangkutan.
TEKNIK-  Acting “As if”
TEKNIK Klien diminta untuk bersikap seakan-akan dirinya memiliki asumsi dan
TERAPI keyakinan yang positif. Hal ini dilakukan melalui diskusi, di mana
terlebih dahulu terapis bertanya apa yang akan klien lakukan jika ia
memiliki asumsi/keyakinan negatif kemudian setelah itu meminta klien
untuk merespon dengan asumsi/keyakinan yang lebih positif. Klien
diminta merasakan/melihat perbedaan responnya dan menilai mana
yang lebih menguntungkan.
 Self-disclosure
Terapis melakukan self-disclose ketika ia pernah memiliki pengalaman
yang sama dengan klien.

24
 Modifikasi Skema (Core Belief)
Secara umum, tekniknya sama dengan teknik untuk memodifikasi asumsi, namun
V. ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan, yakni:

TEKNIK-
TEKNIK
TERAPI

25
 Relaksasi

VI. Ada beberapa teknik relaksasi berbeda yang bisa digunakan klien
untuk mengontrol reaksi fisiologis yang tidak menyenangkan.
Relaksasi dapat membantu klien untuk merilekskan tubuh dan
TEKNIK- pikirannya.

TEKNIK  Pemaparan Bertahap


Klien diminta menghadapi ketakutannya secara bertahap dan
TERAPI dalam pengawasan terapis, dimulai dari tahap paling kecil (yang
paling sedikit menimbulkan reaksi emosi negatif, misalnya
kecemasan) sampai ke tahap paling besar yang paling
menimbulkan kecemasan.
 Penjadwalan Aktivitas (Behavioral Activation)
Salah satu teknik perilaku yang efektif bagi klien yang mengalami
depresi. Di sini, klien diminta untuk merencanakan kegiatannya
setiap jam setiap hari agar mood-nya membanik dan depresinya
berkurang.
26
TERIMA KASIH

27

Anda mungkin juga menyukai