Anda di halaman 1dari 14

A.

Pengertian Terapi Kognitif


Terapi kognitif menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa yang menyebabkan
kecemasan dan tanggapan maladaptif melainkan harapan masyarakat, penilaian, dan
interpretasi dari setiap peristiwa ini. Sugesti bahwa perilaku maladaptif dapat diubah
oleh berhubungan langsung dengan pikiran dan keyakinan orang (Stuart, 2009).
Secara khusus, terapis kognitif percaya bahwa respon maladaptif muncul dari
distorsi kognitif. Distorsi kognitif merupakan kesalahan logika, kesalahan dalam
penalaran, atau pandangan individual dunia yang tidak mencerminkan realitas.
distorsi dapat berupa positif atau negatif. Misalnya, seseorang yang secara konsisten
dapat melihat kehidupan dengan cara yang realistis positif dan dengan demikian
mengambil peluang berbahaya, seperti menyangkal masalah kesehatan dan mengaku
sebagai "terlalu muda dan sehat untuk serangan jantung". distorsi kognitif mungkin
juga negatif, seperti yang diungkapkan oleh orang yang menafsirkan semua situasi
kehidupan disayangkan sebagai bukti kurang lengkap diri. Distorsi kognitif umum
tercantum dalam tabel di bawah ini (Stuart, 2009)

Tabel Bentuk Distorsi Kongnisi (Stuart, 2009)


N Kelainan Kongnisi Pengertian Contoh
o
1 Overgeneralization Mengartikan Seseorang mahasiswa
kesimpulan secara yang gagal dalam satu
menyeluruh segala ujian mengatakan :
sesuatu berdasarkan “kayaknya saya enggak
kejadian tunggal. akan lulus dalam setiap
ujian”.
2 Personalization Menghubungkan “ atasan saya
kejadian diluar mengatakan
terhadap dirinya produktivitas perusahaan
meskipun hal tersebut sedang menurun tahun
tidak beralasan. ini, saya yakin kalau
pernyataan ini ditujukan
pada diri saya”.
3 Dichotomus Berfikir ekstrim, “ Bila suami saya
thinking menganggap segala meninggalkan saya, saya
sesuatunya selalu pikir saya lebih baik
sangat bagus atau mati”.
buruk.
4 Mind reading Percaya bahwa Mereka pasti berfikir
seseorang mengetahui bahwa dirinya terlalu
pemikiran orang lain kurus atau terlalu
tanpa mengecek gemuk.
kebenarannya.
Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek terstruktur berorientasi terhadap
masalah saat ini dan bersifat individu. Terapi kognitif adalah terapi yang
mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif dan berjangkan waktu
singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas
atau depresi (Singgih, 2007).
B.            Tujuan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa mekanisme koping dengan menggunakan
terapi kognitif adalah sebagai berikut:
1.    Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan menentang keakuratan
kognisi negative klien. Selain itu, juga untuk memperkuat persepsi yang lebih akurat
dan mendorong perilaku yang dirancang untuk mengatasi gejala depresi. Dalam
beberapa penelitian, terapi ini sama efektifnya dengan terapi depresan.
2.    Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas.
3.    Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah cara
berpikir atau mengembangkan pola piker yang rasional.
4.    Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang
maladaptive, pikiran yang mengannggu secara otomatis, serta proses pikir tidak
logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada pikiran individu yang menentukan sifat
fungsionalnya.
5.    Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan. Tanda dan gejala
depresi dihilangkan melalui usaha yang sistematis yaitu mengubah cara berpikir
maladaptive dan otomatis. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa
kepercayaan-kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan
masa depan yang dapat menyebabkan depresi. Klien menyadari kesalahan cara
berpikirnya. Kemudian klien harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan
cara yang lebih adaptif. Dengan perspektif kognitif, klien dilatih untuk mengenal
dan menghilangkan pikiran-pikiran dan harapan-harapan negative. Cara lain adalah
dengan membantun klien mengidentifikasi kondisi negative, mencari alternative,
membuat skema yang sudah ada menjadi lebih fleksibel, dan mencari kognisi
perilaku baru yang lebih adaptif.
6.    Membantu menargetkan proses berpikir serta perilaku yang menyebabkan dan
mempertahankan panik atau kecemasan. Dilakukan dengan cara penyuluhan klien,
restrukrisasi jognitif, pernapasan rileksasi terkendali, umpan balik biologis,
mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, danreframing.
7.    Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku gangguan
obsesif kompulsif dan selanjutnya mencegah responsnya. Misalnya dengan cara
pelimpahan atau pencegahan respons, mengidentifikasi, dan merestrukturisasi
distorsi kognitif melalui psikoedukasi.
8.    Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk hirarki situasi
fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap
mempertahankan respons rileksasi misalnya dengan cara desensitisasi sistematis.
Restrukturisasi kognitif bertujuan untuk mengubah persepsi klien terhadap situasi
yang ditakutinya.
9.    Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil bertahan
hidup dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukturisasi kognitif.
10.     Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system keyakinan yang
salah.
11.     Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan praktik untuk
meningkatkan aktivitas sosialnnya.
12.     Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal.

C.           Indikasi Terapi Kognitif


Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi
psikiatri yang lazim, terutama:
1.    Depresi (ringan sampai sedang).8
2.    Gangguan panic dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan.
3.    Indiividu yang mengalami stress emosional.
4.    Gangguan obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder) yang sering terjadi
pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan antidepresan –
jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering
terjadi.
5.    Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik).
6.    Gangguan stress pascatrauma (post traumatic stress disorder).
7.    Gangguan makan (anoreksia nervosa).
8.    Gangguan mood.
9.    Gangguan psikoseksual
10.     Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.
D.           Teknik Terapi Kognitif
Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik kognitif terapi yang harus diketahui
oleh perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran
perawat jiwa bisa berfungsi secar optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini
harus dipadukan dengan kemampuan lain seperti teknik komter, milieu
therapy dan counseling. Beberapa teknik tersebut antara lain: 
1.    Teknik Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive)
Perawat berupaya untuk memfasilitasi klien dalam melakukan pengamatan terhadap
pemikiran dan perasaan yang muncul. Teknik restrukturasasi dimulai dengan cara
memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran yang mungkin
muncul. Biasanya dengan menggunakan pendekatan 5 kolom. Masing-masing
kolom terdiri atas perasaan dan pikiran yang muncul saat menghadapi masalah
terutama yang dianggap menimbulkan kecemasan saat ini.

Tanggal Situasi emosi Pikiran otomatis Respon rasional hasil


Tanggal 1.      kejadian nyata
1.      Pikiran otomatis1.      Tulis respon
1.      Tulis kembali tingkat
saat yang menyebabkan yang muncul rasional terhadap kepercayaan terhadap
masalah ketidaknyamanan khususnya sedih, pemikiran otomatis persentase pikiran
dirasakan emosi. cemas, marah. yang muncul otomatis 1-100%
2.      Pokok pikiran,
2.      Skala emosi dalam2.      Tuliskan
khayalan yang rentang 0% - 100 % persentase
menyebabkan kepercayaannya
ketidaknyamanan dalam rentang 0-
emosi. 100%
Perawat jiwa dapat memberikan blanko restructuring cognitive, untuk kemudian
diisi oleh klien. Setelah mendapat penjelasan seperlunya, maka hasil analisa klien
dan blanko yang sudah terisi dibahas secara bersama.
2.    Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence)
Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien agar membiasakan menuangkan
pikiran-pikiran abtraknya secara konkrit dalam bentuk tulisan untuk memudahkan
menganalisanya. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan perawat saat memfasilitasi
kognitif terapi adalah mencari fakta untuk mendukung keyakinan dan
kepercayaannya. Klien yang mengalami distorsi dalam pemikirannya seringkali
memberikan bobot yang sama terhadap semua sumber data atau data-data yang tidak
disadarinya, seringkali klien menganggap data-data itu mendukung pemikiran
buruknya. Data bisa diperoleh dari staf, keluarga atau anggota lain dalam
masyarakat sebagai support dalam lingkungan sosialnya. Lingkungan tersebut dapat
memberikan masukan yang lebih realistik kepada klien dibanding dengan
pemikiran-pemikiran buruknya. Dalam hal ini penemuan fakta dapat berfungsi
sebagai penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya. Berdasarkan data-
data yang bisa dipercaya klien bisa mengambil kesimpulan yang tepat tentang
perasaanya selama ini.
3.    Teknik penemuan alternatif ( examing alternatives)
Bayak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak
adanyaalternative pemecahan lagi. Khususnya pada pasien depresi dan percobaan
bunuh diri. Latihan menemukan dan mencari alternatif-alternatif pemecahan
masalah klien bisa dilakukan antara klien dengan bantuan perawat. Klien dianjurkan
untuk menuliskan masalahnya. Mengurutkan masalah-masalah paling ringan dulu.
Kemudian mencari dan menemukan alternatifnya. Klien depresi atau klien klien
gangguan jiwa lain menganggap masalahnya rumit karena akumulasi berbagai
masalah seperti: listrik belum dibayar, suami selingkuh, anak sakit, genteng bocor
dan lain-lain. Bila diurutkan dari yang paling ringan biasanya klien bisa menemukan
alternatif – alternatif yang bisa dilakukan. Sebagai contoh alternatif  listrik belum
dibayar klien boleh memikirkan tentang : mungkin perlu surat keterangan tidak
mampu, menerima pemutusan sementara, mengganti dengan alat penerangan lain,
gabung dengan tetangga, bermusyawarah dengan keluarga yang lebih mampu dan
sebagainya. Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien agar
berani berfikir “lain dari yang biasany “ atau berani “berpikir beda”.
4.    Dekatastropik (decatastrophizing)
Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik bila dan apa  ( the what-if then ).
Hal ini meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi
dimana klien mencoba memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi
alamiah untuk melatih beradaptasi dengan hal terburuk debngan apa-apa yang
mungkin terjadi.
Pertanyaan – pernyataan yang dapat diajukan perawat adalah:
“ apa hal terburuk yang akan terjadi bila…”
 “ apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul terjadi…?”
“ tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi…?”
Tujuannya adalah untuk menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan.
Dimana tidak selamanya sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Sebagai contoh klien
yang tinggal dipantai harus berani berfikir : “ apa yang akan saya lakukan bila
tsunami tiba-tiba datang?; gempa tiba-tiba melanda?; suami tiba-tiba tenggelam?;
dan sebagainya.
5.    Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau
perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari
masalah atau mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saja.
Perawat jiwa penting untuk memperluas kesadaran tentang keuntungan-keuntungan
dan kerugian-kerugian dari masalah. Hal ini dapat menolong klien melihat masalah
secara seimbang dan melihat dalam prespektif yang baru. Dengan memahami aspek
positif dan negatif dari masalah yang dihadapi klien dapat memperluas kesadaran
dirinya. Strategi ini juga dapat memicu kesempatan pada klien untuk merubah dan
menemukan makna baru, sebab begitu makna berubah maka akan berubah perilaku
klien. Sebagai contoh, PHK dapat dipandang sebagai stressor tetapi setelah klien
merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK merupakan kesempatan untuk
belajar bisnis, menemukan pengalaman baru, banyaknya waktu bersama keluarga,
saatnya belajar home industry  dan meraih peluang kerja yang lainnya.
6.    Thought Stopping
Kesalahan berpikir sering kali menimbulkan dampak seperti bola salju bagi klien.
Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan.
Teknik berhenti memikirkannya ( thought stoping ) sangat baik digunakan pada saat
klien mulai memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat menggambarkan
bahwa masalahnya sudah selesai. Menghayalkan bahwa bel berhenti berbunyi.
Menghayalkan sebuah bata di dinding yang digunakan untuk menghentikan
berpikir dysfunctional. Untuk memulainya, klien diminta untuk menceritakan
masalahnya dan mengatakan rangkuman masalahnya dalam khayalan. Perawat
menyela khayalan klien dengan cara mengatakan keras-keras “berhenti”. Setelah itu
klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari perawat.
Selanjutnya klien mencoba menerapkannya dalam situasi keseharian.
7.    Learning New Behavior With Modeling
Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan
kemampuan dan mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima. Sasaran
perilakunya adalah memecahkan masalah-masalah yang disusun dalam beberapa
urutan kesulitannya. Kemudian klien melakukan observasi pada seseorang yang
berhasil memecahkan masalah yang serupa dengan klien dengan cara modifikasi dan
mengontrol lingkungannya. Setelah itu klien meniru perilaku orang yang dijadikan
model. Awalnya klien melakukan pemecahan secara bersama dengan fasilitator.
Selanjutnya klien mencoba memecahkannya sendiri sesuai dengan pengalaman yang
diperolehnya bersama fasilitator. Sebagai contoh pada klien yang memiliki stressor
kesulitan ekonomi, klien bisa ikut magang dulu sambil belajar bisnis atau berdagang
dengan orang lain, setelah mendapat pengalaman klien bisa melakukannya sendiri.
8.    Membentuk Pola ( shaping )
Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement.
Misalnya anak yang bandel dan tidak akur bdengan orang lain berniat untuk damai
dan hangat dengan orang lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien
diberi pujian.
9.    Token Economy
Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering digunakan pada
kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Hal ini
dilakukan secara konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk atau
melakukan hal yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi klien mendapat
permen, setiap bangun kesiangan mendapat tanda silang atau gambar bunga
berwarna hitam. Kegiatan berlangsung terus menerus sampai suatu saat jumlahnya
diakumulasikan.

10.     Role Play
Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya
melalui kegiatan sandiwara yang bisa dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan
alur cerita dan perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil
keputusan berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang ada dalam cerita. Klien biasa
melihat akibat-akibat yang akan terjadi melalui cerita yang disuguhkan. Misalnya
klien melihat role play tentang seorang pasien yang tidak mau makan obat, tidak
mau mandi dan sering merokok
11.     Social skill Training.
Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa keterampilan apapun diperoleh
sebagai hasil belajar. Beberapa prinsip untuk memperoleh keterampilan baru bagi
klien adalah:
a.    Feedback
Sebagai contoh bagi klien pemalas ( abulia ), dapat diajarkan keterampilan
membersihkan lantai, perawat mendemonstrasikan cara membersihkan lantai yang
baik, selanjutnya perawat mengupayakan agar klien mempraktikkan sendiri. Perawat
melakukan feedback dengan cara menilai dan memperbaiki kegiatan yang masih
belum selesai harapan.
12.     Anversion Theraphy
Anversion theraphy bertujuan untuk menghentikan kebiasan-kebiasan buruk klien
dengan cara mengaversikan kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak
disukai. Misalnya kebiasaan menggigit penghapus saat boring dengan cara
membayangkan bahwa penghapus itu dianggap sebagai cacing atau ulat yang
menjijikan. Setiap klien kegemukan melakukan kebiasaan ngemilmakanan, maka ia
dianjurkan untuk membayangkan kotoran kambing yang dimakan terus.
13.     Contingency Contracting
Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat antara therapist
dalam hal ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian dibuat
denganpunishment dan reward. Misalnya bila klien berhasil mandi tepat waktu atau
meninggalkan kebiasaan merokok maka pada saat bertemu dengan perawat hal
tersebut akan diberikan reward. Konsekuensi yang berat telah disepakati antara klien
dengan perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan buruk yang sudah
disepakati untuk ditinggalkan.
Menurut Setyoadi, dkk (2011) teknik yang digunakan dalam melakukan terapi
kkognitif adalah sebagai berikut:
1.    Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir dan keyakinan
yang menyebabkan khawatir.
2. Menggunakan teknik pertanyaan Socratic   yaitu meminta klien untuk
menggambarkan, menjelaskan dan menegaskan pikiran negative yang merendahkan
dirinya sendiri. Dengan demikian, klien mulai melihat bahwa asumsi tersebut tidak
logis dan tidak rasional.
3.    Mengidentifikasi interpretasi yang lebih realities mengenai diri sendiri, nilai diri
dan dunia. Dengan demikian, klien membentuk nilai dan keyakinan baru, dan
distress enmosional menjadi hilang.
E.            Langkah-Langkah Melakukan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif dipraktikan diluar sesi terapi dan
menjadi modal utama dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-
16 sesi yang terdiri atas:
1.    Fase awal (sesi 1-4)
a.    Membentuk hubungan terapeutik dengan klien.
b.    Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnyan terhadap
emosi dan fisik.
c.    Menentukan tujuan terapi.
d.   Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikirn yang otomatis.
2.    Fase pertegahan (sesi 5-12)
a.    Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah.
b.    Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta mempraktikan
keterampilann berespons terhadap hal-hal yang menimbulkan depresi dan
memodifikasinya.
3.    Fase akhir (13-16)
a.    Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang
relevan untuk terjadinya kekambuhan.
b.    Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri.
F.            Strategi Pendekatan
Menurut Setyoadi, dkk (2011) strategi pendekatan terapi kognitif antara lain:
1.    Menghilangkan pikiran otomatis.
2.    Menguji pikiran otomatis.
3.    Mengidentifikasi asumsi maladaptive.
4.    Menguji validitas asumsi maladaptive.
B.TERAPI PERILAKU

Suatu terapi yang berfokus untuk memodifikasi atau mengubah perilaku.


Seperangkat perilaku atau respon yang dilakukan dalam suatu lingkungan dan
menghasilkan konsekuensi-konsekuensi tertentu. Terapi perilaku berusaha
menghilangkan masalah perilaku khusus secepat-cepatnya dengan mengawasi
perilaku belajar si pasien. Operan conditioning adalah modifikasi perilaku yang
dipertajam atau ditingkatkan frekuensi terjadinya melalui pemberian reinforcement.
Lingkungan sosial digunakan untuk membantu seseorang dalam meningkatkan
kontrol terhadap perilaku yg berlebihan atau berkurang (Murray & Wilson). 1,2,3

DEFINISI

Terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang lebih menangani
gambaran terkini berbagai gangguan ketimbangan, mengurusi perkembangan
sebelumnya. Terapi ini didasarkan pada teori pembelajaran perilaku, yang
selanjutnya didasarkan pada classical dan operant conditioning. Penilaian objektif
berkelanjutan mengenai kemajuan pasien dibuat. 4

GAMBARAN PERILAKU

Perilaku adalah respon yang timbul secara eksternal, dipengaruhi oleh stimulus
lingkungan dan dapat dikontrol secara primer oleh konsekuensinya Perilaku dapat
diamati, diukur, dan dicatat oleh diri sendiri maupun orang lain. Observasi yang
bersifat subyektif dilakukan diri sendiri dan observasi yang bersifat obyektif
dilakukan orang lain. 2

INDIKASI TERAPI PERILAKU

Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi sexual
(misalnya impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (misalnya exhibisionisme).
Dapat dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan atau pengawasan
impuls (misalnya gagap, enuresis, dan berjudio secara kompulsif), gangguan nafsu
makan (obesitas dan anorexia) dan reaksi konversi. Terapi perilaku tidak berguna
pada skizofrenia akut, depresi yang hebat dan (hipo) mania. 1

PRINSIP-PRINSIP TERAPI PERILAKU

1. Meningkatkan atau mempertahankan perilaku 2

Perilaku mungkin akan meningkat baik frekuensi, kompleksitas/lamanya dengan


pemberian reinforcement. Reinforcement adalah suatu proses, dimana kejadian atau
kondisi lingkungan yang menyertai perilaku dapat mempengaruhi perilaku yang
timbul kemudian.

1. Positif reinforcement

Meningkatnya frekuensi sebuah respon, dan respon tersebut diikuti oleh stimulus yg
menyenangkan. Contohnya perilaku mengucapkan salam yang disambut dengan
senyuman oleh orang yg dituju.

1. Negative reinforcement

Meningkatnya frekuensi suatu respon, karena respon tersebut memindahkan


beberapa stimulus yang negatif atau menyakitkan dan tidak menyenangkan.
Stimulus yang tidak menyenangkan (konflik) akan meningkatkan respons
menyibukkan diri.

1. Menurunnya perilaku 2

Upaya meningkatkan perilaku dilakukan dengan pemberian punishment dan


extinction

1. Punishment : Konsekuensi-konsekuensi yang menghasilkan


penekanan/penurunan frekuensi tingkah laku yang akan muncul :

-          Positive punishment : Menghadirkan stimulus bertentangan yang mengikuti


suatu perilaku dengan tujuan menurunkan perilaku tersebut.

-          Negative punishment : Kejadian yang menggantikan/menurunkan suatu


perilaku, ada 2 bentuk yaitu Respon Cost adalah kerugian yg mengikuti perilaku dan
Time out adalah prosedur punishment dalam periode waktu tertentu dimana selama
waktu tersebut pemberian reinforcement tidak sesuai.

1. Extinction

Prosedur yang biasa digunakan oleh pemberi reinforcement untuk menghilangkan


perilaku. Extinction berjalan lebih lambat dari pada reinforcement

1. Desensitisasi Sistemik 3,4

Desensitisasi sistemik yang dikembangkan oleh Joseph Wolpe, didasarkn pada


prinsip perilaku counterconditioning, disini seseorang menghadapi ansietas
maladaptive yang dicetuskan oleh situasi atau suatu objek dengan mendekati situasi
yang ditakuti secara bertahap dan didalam keadaan psikofisiologis yang
menghambat ansietas. Didalam desensitisasi sistemik, pasien mendapatkan keadaan
relaksasi seutuhnya dan kemudian dipajankan pada stimulus yang mencetuskan
respon ansietas. Reaksi negative ansietas dihambat oleh keadaan relaksasi, suatu
proses yang disebut inhibisi resiprokal. Bukannya menggunakan situasi atau objek
sebenarnya yang mencetuskan rasa takut, pasien dan terapis menyiapkan daftar
bertingkat suasana mencetuskan ansietas dan terkait dengan rasa takut pasien.
Keadaan relaksasi yang dipelajari dan situasi pencetus ansietas secara sistematis
dipasangkan didalam terapi. Dengan demikian, desensitisasi sitematik terdiri atas
tiga langkah: pelatihan relaksasi, pembangunan hirarki dan desensitisasi stimulus.

1. Pelatihan Relaksasi

Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan efek fisiologis


ansietas: denyut jantung lambat, meningkatnya aliran darah keperifer, dan
sensibilitas neuromuskular. Beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen, telah
dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Sebagian besar metode menggunakan
relaksasi progresi yang dikembangkan oleh psikiater Edmund Jacobson. Pasien
merelaksasi kelompok otot utama dalam rangkaian tetap, dimulai dari kelompok otot
kecil kaki terus kearah kepala atau sebaliknya. Beberapa klinisi memakai hipnosis
untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan latihan dengan menggunakan
kaset untuk memungkinkan pasien berlatih relaksasi sendiri.  Mental imagery
merupakan metode relaksasi dengan pasien diinstruksikan untuk membayangkan
dirinya disuatu tempat yang terkait dengan kenangan yang menyenangkan dan
membuat santai. Bayangan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau
pengalaman relaksasi, seperti yang dinamakan oleh Herbert Benson, respon
relaksasi.

Perubahan fisiologis yang berlangsung saat relaksasi adalah kebalikan dari


perubahan yang dicetuskan oleh respon stress adrenergic yang merupakan bagian
dari banyak emosi. Tegangan otot, frekuensi pernapasan, denyut jantung, tekanan
darah, dan konduktansi kulit menurun. Suhu jari dan aliran darah ke jari biasanya
meningkat. Relaksasi meningkatkan variabilitas denyut jantung respirasi, suatu
indeks tonus parasimpatis.

1. Pembangunan Hirarki

Ketika membangun hirarki, klinisi mennetukan semua keadaan yang mencetuskan


ansietas, kemudian pasien menciptakan daftar hirarki 10 hingga 12 situasi dalam
urutan meningkatnya ansietas. Contohnya, hirarki akrofobik dapat dimulai dengan
pasien membayangkan berdiri didekat jendela dilantai kedua dan diakhiri dengan
berada di atap gedung 20 tingkat, bersandar dipembatas dan melihat ke bawah.

1. Desensitisasi Stimulus

Pada langkah terakhir, yang disebut desensitisasi, pasien melanjutkan daftar secara
sistematik dari situasi yang kurang mencetuskan ansietas hingga yang paling
mencetuskan ansietas saat berada dalam keadaan relaksasi dalam. Kecepatan
perkembangan pasien melalui daftar tersebut ditentukan oleh respons mereka
terhadap stimulus. Ketika pasien dapat membayangkan dengan jelas situasi pada
hirarki yang paling mencetuskan ansietas dengan tenang, mereka akan mengalami
sedikit ansietas di dalam situasi kehidupan sebenarnya yang sama.

1. Pemajanan Bertingkat Terapeutik 3

Pemajanan bertingkat terapeutik serupa dengan desensitisasi sistematik kecuali


bahwa pelatihan relaksasi tidak dilibatkan dan terapi biasa dilakukan didalam
konteks kehidupan sebenarnya. Hal ini berarti bahwa individu tersebut harus
berkontak dengan stimulus peringatan untuk pertama kali belajar bahwa tidak ada
akibat berbahaya yang akan terjadi. Pajanan ditingkatkan sesuai hirarki. Contohnya,
pasien yang takut pada kucing, dapat meningkat dari melihat gambar kucing hingga
menggendong kucing.

1. Flooding 3

Flooding serupa dengan pemajanan bertingkat yaitu bahwa flooding memajankan


pasien pada objek yang ditakuti in vivo; meski demikian, tidak ada hirarki. Flooding
didasarkan pada dasar pemikiran bahwa melarikan diri dari pengalaman yang
mencetuskan ansietas mendorong ansietas melalui pembelajaran. Dengan demikian,
klinisi dapat mengakhiri ansietas dan mencegah perilaku menghindar yang dipelajari
dengan tidak memungkinkan pasien lari dari situasi tersebut. Keberhasilan prosedur
ini bergantung pada pertahanan pasien didalam situasi yang menimbulkan takut
sampai mereka menjadi tenang dan merasakan sensasi penguasaan. Menarik diri
secara dini dari situasi atau secara dini mengakhiri situasi yang dibayangkan adalah
sebanding dengan pelarian diri, yang kemungkinan mendorong ansietas yang
dipelajari serta perilaku menghindar dan menghasilkan efek berlawanan yang
diinginkan. Di dalam suatu varian, yang disebut imaginal flooding, objek atau situasi
yang ditakuti dihadapkan hanya didalam imajinasi bukannnya dikehiupan nyata.

1. Assertivenes Training 3

Untuk menjadi asertif seseorang perlu memiliki kepercayaan diri di dalam


penilaiannya dan harga diri yang cukup untuk mengekspresikan pendapat mereka.
Pelatihan dan keterampilan social dan keasertifan mengajari seseorang cara
merespons dengan sesuai dilingkungan social, mengekspresikan pendapat mereka 
dengan cara yang dapat diterima, dan memperoleh tujuan mereka. Berbagai teknik,
termasuk role model, desensitisasi, dan dorongan positif, digunakan untuk
meningkatkan keasertifan.

1. Terapi Aversi 3,4

Ketika stimulus berbahaya (hukuman) muncul segera setelah suatu respons perilaku
tertentu, secara teoritis, respon ini akhirnya dihambat dan diakhiri. Banyak stimulus
berbahaya yang digunakan: kejutan listrik, zat yang mencetuskan muntah, hukuman
fisik, dan ketidaksetujuan sosial. Stimulus negatif dipasangkan dengan perilaku,
yang kemudian disupresi. Perilaku tidak diinginkan dapat menghilang setelah
rangkaian tersebut. Terapi aversi telah digunakan untuk penyalahgunaan alcohol,
parafilia, dan perilaku lain dengan cirri impulsif dan kompulsif.

1. Desensitisasi dan Pemrosesan Ulang Gerakan Mata (Eye Movement


Desensitization and Reprocessing; EMDR) 3

Gerakan mata sakadik adalah osilasi cepat mata yang terjadi ketika seseorang
mengikuti objek yang bergerak maju-mundur di dalam garis penglihatan. Jika
gerakan ini dicetuskan ketika seseorang sedang membayangkan atau berpikir
mengenai peristiwa yang ditimbulkan ansietas, beberapa studi menunjukkan bahwa
pikiran atau bayangan positif dapat dicetuskan dan menyebabkan penurunan
ansietas. EMDR telah digunakan pada gangguan stress, pascatrauma dan fobia.

1. Dialectical Behavior Therapy (DBT) 3

DBT telah berhasil digunakan pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang
dan perilaku parasuicidal. Terapi ini bersifat selektif, dan mengambil metode dari
terapi suportif, kognitif dan perilaku. Fungsi DBT adalah :

1. Meningkatkan dan memperluas daftar pola perilaku terlatih pasien


2. Meningkatkan matovasi pasien untuk berubah dengan mengurangi dorongan
pada perilaku maladaptif, termasuk disfungsi (kognisi dan emosi)
3. Meyakinkan bahwa pola perilaku baru dikembangkan dari lingkungan
terapeutik ke lingkungan alami
4. Membuat struktur lingkungan sedemikian rupa sehinggaperilaku efektif
bukannya perilaku disfungsi yang didorong
5. Meningkatkan motivasi dan kemampuan terapis sehingga diperoleh terapi
efektif.

10.  Terapi Kognitif-Perilaku (Cognitive Behavioural Therapy) 4,5,6

Terapi kognitif-perilaku (sering disingkat CBT) menampilkan usaha yang relatif


baru untuk mengawinkan aspek terapi perilaku yang berguna dengan terapi kognitif
dan memiliki tujuan utama membantu pasien mendapatkan perubahan yang mereka
harapkan dalam kehidupannya. Asumsi dasar yang melatarbelakangi terapi-kognitif
perilaku meliputi:

1. Respons pasien lebih berdasarkan kepada interpretasi ketimbang pada


realitasnya.
2. Pikiran, perilaku, dan emosi saling terkait
3. Tindakan terapeutik perlu diklarifikasi dan diubah menurut pikiran pasien
4. Manfaat perubahan proses kognitif dan perilaku pasien lebih besar daripada
manfaat perubahan salah satunya saja.

APLIKASI TEORITIS 2

1. Penerapan Modifikasi Perilaku

Modifikasi perilaku dapat diterapkan untuk mengatasi beberapa masalah,


diantaranya :

1. Menurunkan tingkah laku merusak diri


2. Merubah tingkah laku yang tidk diharapkan
3. Melatih orang tua, guru, sukarelawan dan perawat agar lebih efisien dalam
menjalankan perannya
4. Mengurangi tingkah laku maladaptif yag khusus seperti kurangnya
kebersihan diri dll
5. Kontrol perilaku

1. Strategi Modifikasi Perilaku


Sebelum memulai program, perawat harus melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Pengkajian, mengumpulkan dan menetapkan masalah :  Data tentang


perilaku klien (adaptif/maladaptif), mengerti tentang arti dan maksud dari
perilaku yang klien tampilkan
2. Rencana intervensi :

- Menetapkan tujuan/tingkah laku yang diinginkan dan gambaran hasil-hasil


perilaku/kriteria

- Menentukan langkah awal untuk mencapai tujuan

3. Menganalisa faktor pendukung yang ada dan orang-orang yg terlibat dalam terapi
tersebut.

4. Menetapkan konsekuensi sebagai reward/punishment yang disetujui bersama


klien. Jenis konsekuensi diantaranya :

a. Reward materi : uang, makanan

b. Reward pengganti/surogate reward  : puji-pujian

c. Reward sosial  : dukungan di dalam group

d. Reward tingkah laku : kesempatan melakukan aktifitas

Burus F. Skinner merupakan seorang yang terkenal dalam bidang ini. Ada tiga cara
utama untuk mengawasi atau mengubah perilaku manusia, yaitu : 1,6

1. Perilaku dapat diubah dengan mengubah peristiwa-peristiwa yang


mendahuluinya, yang membangkitkan bentuk perilaku khusus itu. Misalnya
seorang anak yang tidak berprestasi disekolah dan nakal dikelas, hanya
dengan seorang guru tertentu dapat menjadi efektif dan rajin bila ia
dipindahkan ke kelas lain oleh seorang guru yang lain.
2. Suatu jenis perilaku yang timbul dalam suatu keadaan tertentu dapat diubah
atau dimodifikasi. Misalnya seorang anak dapat diajar untuk melihat dirinya
sendiri dalam suatu kegiatan kompromi yang konstruktif dan tidak
menunjukkan ledakan amarah bila ia menghadapi frustasi.
3. Akibatnya suatu  perilaku tertentu dapat diubah dan dengan demikian
perilaku tersebut dapat dimodifikasi. Misalnya ia dihukum bila ia
mengganggu orang lain, dengan demikian rasa bermusuhan mungkin dapat
diganti dengan sikap yang lebih kooperatif.

Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.


Setyoadi, dkk. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika.
Stuart, G.W. (2009). Principle and Practice of Psychiatric Nursing. St Louis:
Mosby.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditamam.

Anda mungkin juga menyukai