Anda di halaman 1dari 6

MODUL PROGRAM RECOVERY

REHABILITASI PSIKOSOSIAL
“Gangguan Depresi”

disusun oleh:
Christyowati Dwi Ariesta
42200448

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. SOEROJO MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA
MAGELANG
2021
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang
kesehatan jiwa menyatakan suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, bekerja produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Setelah
dilakukan upaya pengobatan, agar dapat mencapai suatu kesehatan jiwa dilakukan proses
pemulihan. Pemulihan adalah suatu proses interaksi yang terus-menerus berubah dan
berkelanjutan antara kelemahan, kekuatan diri, lingkungan, dan lain-lain. Hal ini berkaitan dengan
tujuan agar kemampuan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dapat mengatasi tantangan setiap
hari supaya dapat lebih mandiri dan mulai memberikan kontribusi dalam kehidupan bermasyarakat
serta munculnya keyakinan akan dirinya sendiri dalam menentukan rencana selanjutnya.
Rehabilitasi psikososial merupakan upaya dari pemulihan kesehatan jiwa dan memfasilitasi
peningkatan keterampilan atau kemandirian hidup sehingga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)
dapat kembali beraktivitas menjalani peran dan fungsi sosial yang aktif.
Tahapan kegiatan yang dijalani dalam rehabilitasi psikososial dilaksanakan sebanayk 3
tahap, yaitu tahap persiapan, tahap penyaluran atau penempatan, dan tahap pengawasan. Tahap
persiapan meliputi seleksi, terapi kerja, dan latihan kerja. Pada tahap penyaluran/penempatan,
pasien akan dikembalikan ke keluarga, masyarakat, panti, atau ke bengkel kerja terlindung miliki
rumah sakit jiwa untuk melakukan peran fungsi global kembali. Tahap pengawasan dalam
rehabilitasi psikosisal berupa pengawasan internal dan eksternal untuk menilai kemajuan
rehabilitasi, seperti home visit, job visit, dan one day care.
1. Tahap Persiapan
a. Seleksi
Pada awal seleksi dalam tahap ini, tim seleksi harus menentukan bisa atau tidak
calon rehabilitant diberi aktivitas yang bersifat psikologis, sosial, edukasional, dan
vokasional untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tahap selanjutnya, tim harus
menilai apakah rehabilitant siap untuk disalurkan kepada keluarga dan masyarakat
dengan pertimbangan penyesuaian psikososial rehabilitant dan kesiapan keluarga atau
masyarakat yang menerima.
b. Terapi Kerja
Terapi kerja merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk mengisi waktu
luang bagi pasien yang mengalami penurunan peran fungsi global. Jenis aktivitas dari
terapi kerja yang biasa dilakukan adalah aktivitas latihan fisik untuk meningkatkan
kesehatan jiwa, aktivitas dengan pendekatan kognitif, aktivitas yang memacu
kreativitas, latihan keterampilan, dan terapi bermain. Contoh kegiatan yang diberikan
berupa kerajinan tangan, permainan musik, tari, drama, relaksasi, dan ADL (activities
of daily living) dimana kegiatan tersebut bersifat terapeutik supaya pasien siap untuk
dikembalikan ke keluarga.
c. Latihan Kerja
Latihan kerja menjadi suatu kegiatan yang diberikan secara berjenjang sebagai
persiapan pulang dan kembali ke masyarakat.

2. Tahap Penyaluran
Setelah pasien menyelesaikan tahap persiapan, maka pasien akan dikembalikan
ke keluarga, masyarakat, maupun instansi lainnya seperti bengkel kerja terlindung.
Pada bengkel kerja terlindung, pasien diperkerjakan secara khusus apabila masih perlu
dilindungi dari persaingan di tempat kerja luar.

3. Tahap Pengawasan
Tujuan dari tahap pengawasan ini adalah untuk mengadakan evaluasi sosial dan
lingkungan hidup pasien yang kemungkinan besar akan berpengaruh jangka panjang
terhadap kesembuhan pasien, serta membantu dalam membimbing keluarga dalam
merawat pasien di rumah.

Pada gangguan depresi, terdapat banyak cara rehabilitasi psikososial khususnya pada terapi
kerja seperti pelatihan manajemen emosi, hipnoterapi, pelatihan berpikir positif, terapi keluarga
dan cognitive behaiour therapy (CBT). CBT berfokus untuk membantu individu mengembangkan
diri untuk dapat menjelaskan gejala yang dirasakan dan mengurangi dampak gejala tersebut
terhadap perilaku. CBT didasarkan pada bukti akan proses emosional, defisit pemrosesan
informasi, dan penalaran maupun penilain yang berkontribusi dalam pembentukan dan pertahanan
delusi dan halusinasi dapat diubah melalui intervensi kognitif. Oleh karena pada orang dengan
depresi merujuk pada kecenderungan munculnya distorsi kognitif dan rendahnya penilaian
terhadap diri sendiri mauapun kurangnya keyakinan akan masa depannya. Proses kognitif tersebut
yang dapat menjembatani proses belajar manusia terkait pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang
saling berhubungan. Dengan demikian, pendekatan yang cukup dapat mengurangi kecenderungan
tersebut adalah menggunakan pendekatan kognitif dan perilaku seperti CBT. CBT membantu
pasien dapat mengarahkan pandangan diri dan masa depan tanpa pikiran negatif yang irasional,
sehingga memunculkan kekuatan dan keyakinan dalam diri bahwa dirinya mampu untuk
mengatasi setiap masalah yang dihadapi.
Tahap-tahap yang dilakukan dalam rehabilitasi cognitive behaiour therapy (CBT) antara
lain:
1. Penemuan isi pikiran yang negatif
Pasien dapat diberkan pertanyaan secara langsung untuk menemukan pikiran
negatif dan menyadarkan adanya jeratan pikiran tersebut yang dapat memperburuk dirinya.
Pertama-tama, terapis bekerja untuk memahami sepenuhnya perspektif pasien tentang
keyakinan, halusinasi, maupun perasaan yang dimilikinya. Kemudian dilanjutkan dengan
mengajukan pertanyaan tentang sumber dari masalah, misalnya “Apakah anda tahu bahwa
saat seseorang putus hubungan, mereka berada di bawah tekanan yang besar?”. Akhirnya,
hal tersebut dapat membantu pasien untuk melakukan tindakan atau perilaku untuk
menanyakan keluarga terpercaya mengenai kepastian hal yang dirasakan selama ini.
Proses ini perlahan-lahan akan membuat pasien dapat mengevaluasi cara menjelaskan
masalah yang dialami supaya dapat lebih terbuka dan dapat dimengerti oleh orang lain.
Adapula kegiatan dimana pasien belajar untuk menuliskan kejadian yang
mengganggu secepat mungkin setelah terjadi tanpa adanya penundaan. Penundaan akan
membuat sulit untuk mengingat pikiran dan perasaan kuat yang dirasakan. Pencatatan
dapat dikerjakan dengan tabel pikiran otomatis seperti di bawah ini.
Rekam Jejak Pikiran
Situasi Emosi Perilaku Reaksi Gambaran/pikiran
(tulis setiap (skala 0-100%) secara otomatis
detail situasi fisik (identifikasi pikiran
yang terjadi) yang paling penting)
Tabel 1.1 Rekam Jejak Pikiran CBT
2. Konstruksi pikiran otomatis
3. Relaksasi
4. Keterampilan memecahkan masalah
Masalah yang dihadapi oleh pasien diidentifikasi dan diikuti dengan terapis yang
membantu dalam mengidentifikasi sumber-sumber yang dialami pasien.
5. Menetapkan tujuan
6. Latihan kognitif dengan menggunakan imajinasi untuk membayangkan secara detail
mengenai tahap-tahap yang akan dilakukan diselesaikan dan konsekuensi yang akan
dihadapi oleh pasien
7. Latihan mengubah perilaku terhadap objek
Contoh struktural sesi CBT bagi penderita dengan gangguan depresi:
No. Komponen Waktu (menit)
1 Sesi awal:
- Pengecekan mood
- Pengaturan pertemuan 5-10
- Meninjau ulang tugas rumah
2 Diskusi poin atau masalah dalam pertemuan:
- Deskripsi terjadinya masalah secara khusus
- Konfirmasi elemen dari kognitif
- Diskusi kolaboratif pasien-terapis mengenai 35-40
cara pendekatan masalah
- Dasar pemikiran untuk pengenalan intervensi
- Penilaian kemanjuran dari intervensi
- Ringkasan
- Rencana aksi kolaboratif secara tertulis
- Merencanakan dan mendiskusikan tugas
rumah dan pendekatannya
3 Umpan balik untuk terapis 1-2
Daftar Pustaka

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.


Gautam, M., Tripathi, A., Deshmukh, D., dan Gaur, M. 2020. Cognitive Behaviour Therapy for
Depression. Indian Journal of Psychiatry 62(2):223-229.
Kuncorowati, N.B. 2018. Hubungan Terapi Rehabilitasi dengan Tingkat Kemandirian Activity of
Daily Living Pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Radiani, W.A. 2016. Cognitive Behaviour Therapy untuk Penurunan Depresi Pada Orang dengan
Kehilangan Penglihatan. InSight 1:66-82.
Velligan, D.I., dan Gonzales, J.M. 2007. Rehabilitation and Recovery in Schizophrenia.
Psychiatric Clinics of North America 30(3):535-548.

Anda mungkin juga menyukai