Anda di halaman 1dari 11

KARYA TULIS ILMIAH

EMERGENCY PADA PSIKIATRI


“Bunuh Diri Pada Depresi Berat”

disusun oleh:
Christyowati Dwi Ariesta
42200448

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA PROF. DR. SOEROJO MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA
MAGELANG
2021
I. PENDAHULUAN

Bunuh diri merupakan masalah kesehatan global yang bersifat darurat


dan perlu dilakukan tindakan pencegahan. Berdasarkan WHO, setiap tahun
diperkirakan sekitar 800.000 orang yang meninggal akibat bunuh diri.
Setiap kasus bunuh diri akan menjadi tragedi bagi keluarga, teman, dan
masyarakat dan berakibat jangka panjang bagi orang-orang yang
ditinggalkan. Penyebab kematian akibat bunuh diri sebesar 23,2% terjadi
pada orang dengan penyakit jiwa.

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia,


masyarakat selama pandemik COVID-19 cenderung mengalami gangguan
jiwa yang meningkat hingga 57,5% akibat banyak yang mengalami
kehilangan pekerjaan maupun melewatkan rencana yang dimiliki,
khususnya kasus depresi. Motivasi atau pemicu tindakan bunuh diri salah
satunya dapat berasal dari depresi.

Depresi merupakan gangguan jiwa yang paling umum terjadi pada


masyarakat umum dan 3-4% penderita depresi meninggal karena bunuh diri.
Depresi seringkali dinyatakan sebagai manifestasi klinis dengan keluhan
somatic yang tidak dapat dijelaskan. Depresi memiliki morbiditas dan
mortalitas yang cukup besar. Bukti terkait manajemen pengobatan dan
pencegahan depresi serta keinginan bunuh diri di instalasi gawat darurat
(IGD) terbatas akibat kualitas perawatan yang diberikan kurang panduan
standar yang dapat membantu dokter IGD. Oleh karena itu, pendekatan
yang sistematis dan skrinning diperlukan dalam kondisi IGD agar dapat
mengidentifikasi pasien dengan atau berisiko mengalami depresi sehingga
dapat mengatasi kejadian bunuh diri berkelanjutan.
II. METODE

Karya tulis ilmiah dengan judul “Bunuh Diri Pada Depresi Berat”
disusun melalui studi literatur dengan sumber yang diambil dari berbagai
artikel, jurnal, serta text book.

III. PEMBAHASAN
A. Bunuh Diri

Keinginan bunuh diri merupakan keluhan utama yang umum di IGD.


Bunuh diri merupakan penyebab utama kematian, sedangkan percobaan
bunuh diri menjadi penyebab utama kecacatan diri dan ekonomi. Bunuh
diri dikaitkan dengan beberapa faktor risiko dan satu-satunya prediktor
paling kuat adalah adanya riwayat bunuh diri sebelumnya. Tingkat bunuh
diri paling tinggi terjadi pada pasien dewasa tua, sedangkan pasien dewasa
muda cenderung lebih sering mencoba bunuh diri. Di antara kondisi
gangguan jiwa yang dialami oleh pasien, risiko bunuh diri yang paling
umum adalah depresi berat, diikuti oleh skizofrenia, gangguan kepribadian,
gangguan bipolar, dan gangguan stress pasca trauma (PTSD). Para ahli
membedakan bunuh diri menjadi 5 kategori, antara lain bunuh diri tuntas,
percobaan bunuh diri, gerakan bunuh diri, judi bunuh diri, dan ide bunuh
diri.

B. Depresi

Pasien dengan depresi memiliki kecenderungan menunjukkan gangguan


suasana hati, perubahan aktivitas psikomotor, dan proses berpikir serta
gangguan vegetatif seperti tidur, nafsu makan, dan fungsi seksual). Kriteria
diagnostik dari episode depresif berdasarkan PPDGJ-III dan DSM-5 terdiri
dari gejala utama dan gejala lainnya. Gejala utama antara lain:

- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya rasa mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.

Gejala lainnya dari episode depresif antara lain:

- Konsentrasi dan perhatian yang berkurang


- Harga diri dan kepercayaan diri yang berkurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
- Tidur terganggu
- Nafsu makan berkurang

Selama episode depresif, minimal 2 minggu berturut-turut dan


mewakili perubahan fungsi sebelumnya sudah dapat menegakkan diagnosis
gangguan depresi. Namun, apabila waktu periode lebih pendek dengan
gejala yang sangat berat dan berlangsung cepat juga sudah dapat
menegakkan diagnosis.

Hal yang perlu diperhatikan adalah gejala-gejala tersebut harus


menyebabkan gangguan yang signifikan secara klinis dari segi fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Episode depresif juga tidak
disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi medis serta tidak
seharusnya menunjukkan episode manik atau episode hipomanik agar dapat
membedakan dari gangguan bipolar. Ada berbagai subtipe depresi mayor
antara lain depresi berat dengan gejala psikotik, depresi berat kepribadian
melankolis, dan gangguan skizoafektif tipe depresif. Depresi mayor dengan
kepribadian melankolis sangat terkait hubungannya dengan peningkatan
angka bunuh diri.
C. Peran Dokter Instalasi Gawat Darurat dalam Mengevaluasi Pasien
dengan Depresi Berat

Spektrum manifestasi klinis yang luas pada pasien depresi menunjukkan


keluhan somatoform yang tidak jelas atau muncul setelah mencoba bunuh
diri. Dokter IGD berperan dengan mengawali penilaian awal untuk
stabilisasi pasien melalui survey primer disertai dengan tindakan menjaga
keselamatan pasien. Keselamatan pasien dapat berupa menyingkirkan
sarana yang berpotensi menyakiti diri pasien, mengisolasi pasien,
melakukan pemeriksaan fisik secara detail, dan pemberian obat-obatan
untuk mengendalikan agitasi maupun perilaku agresif. Pemeriksaan fisik
yang dilakukan dimulai dengan meninjau tanda-tanda vital, tanda demam,
hipoksia, hipotensi, atau hipoglikemia. Apabila terdapat suatu riwayat yang
menimbulkan kecurigaan trauma, perlu dilakukan evaluasi kompregensif
dengan membuat pasien bebas pakaian untuk mengidentifikasi cedera.
Pemeriksaan neurologis terfokus pada saraf kranial II, III, IV, dan VI untuk
mengidentifikasi adanya defisit neurologis fokal yang dapat mengarah pada
massa intracranial. Temuan dari pemeriksaan head to toe terutama pada
kelainan tiroid dapat membantu dokter mengenai potensi penyebab depresi
yang dapat dikendalikan. Pemeriksaan kulit dilakukan untuk mencari bukti
penggunaan obat, tanda cedera diri, dan lesi jaringan lunak. Selain itu,
evaluasi status mental pasien menjadi bagian penting dari pemeriksaan fisik.
Penampilan umum sangat penting untuk melihat afek depresi. Perhatikan
kontak mata, ucapan, dan aktivitas motorik pasien secara keseluruhan.
Pasien depresi akan cenderung menghindari kontak mata, memiliki afek
tumpul, dan hipoaktif.

Secara rutin seringkali dokter IGD akan mengajukan tes laboratorium


darah lengkap, profil lipid, kadar alkohol dalam darah, urinalisis, tes
kehamilan, dan skrining obat pada urin. Selain itu, penilaian untuk risiko
bunuh diri adalah salah satu penentuan terpenting yang dibuat dalam IGD,
termasuk bagi mereka yang tidak pernah memiliki pikiran untuk bunuh diri.
D. Wawancara Pasien Depresi Berat dalam Instalasi Gawat Darurat

Penanganan pasien depresi di IGD harus menciptakan lingkungan yang


aman dan stabil agar dapat mendiskusikan kekhawatiran pasien. Dokter
harus dapat menanggapi dengan cara yang penuh perhatian dan empati
sehingga terbangun suatu hubungan kepercayaan dengan pasien. Hindari
pertanyaan yang menyudutkan, melainkan dekati pasien dengan pertanyaan
terbuka seperti:

“Saya lihat anda tampak sedang stress, apakah ada yang ingin anda
ceritakan?”

“Hal-hal apa yang anda sukai? Apakah sampai saat ini anda masih
melakukannya?”

“Apakah anda merasa sedih belakangan ini?”

“Pernahkah ada perasaan putus asa sehingga membuat anda berpikir


untuk mengakhiri hidup anda sendiri? Sudahkah ada rencana mengenai hal
tersebut?”

E. Alat Skrining dan Alur Klinis Penilaian Depresi

Penilaian awal yang paling mudah untuk mengingat gejala depresi


adalah dengan SIG-ESCAPE (Sleep, Interest, Guilt, Energy, Suicidality,
Concentration, Appetite, Psychomotor, Emotion). Pasien dengan gejala
yang menonjol kemungkinan besar harus dievaluasi lebih lanjut dengan alat
skrining. Alat skrining yang dapat membantu antara lain Beck Depression
Inventory, Geriatric Depression Inventory, Patient Health Questionnaire-9
(PHQ-9) yang terdiri dari 9 pertanyaan yang menilai gejala depresi pasien
sesuai DSM-5 dan Patient Health Questionnaire-2 (PHQ-2) yang
menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas serupa untuk mendeteksi depresi
sementara hanya berpatokan pada 2 gejala utama, yaitu penurunan minat
dalam kegiatan sehari-hari dan suasana hati yang tertekan. Alat skrining lain
yang berguna untuk membantu dokter IGD menyusun wawancara pasien
dengan gejala depresi adalah dengan menggunakan skala SAD PERSONS
yang telah dimodifikasi dan divalidasi dalam penilaian risiko depresi dan
bunuh diri.

Gambar 1.1 Alur Klinis Penilaian Depresi


Gambar 1.2 Skala SAD PERSONS

Gambar 1.3 PHQ-9


Gambar 1.4 PHQ-2

F. Faktor Risiko dan Penilian Bunuh Diri


Pasien dengan keadaan depresi sering merasa dirinya sangat tidak
berharga dan putus asa, sehingga mereka cenderung berpikir untuk
bunuh diri. Penilaian bunuh diri wajib dilakukan pada semua pasien
dengan depresi.

Gambar 1.5 Faktor Risiko Bunuh Diri


Tujuan penilaian bunuh diri adalah untuk mengidentifikasi risiko
dan faktor pelindung/pencegahan. Prediktor terbaik dari bunuh diri
dengan risiko sangat tinggi adalah riwayat upaya bunuh diri sebelumnya
seperti pasien depresif dengan psikosis yang mencoba bunuh diri dengan
cara digantung, tenggelam, ditembak, atau melompat. Perilaku berisiko
rendah termasuk diantaranya adalah tindakan memotong pergelangan
tangan, overdosis obat-obatan, dan berjalan di lalu lintas jalan dengan
tingkat keramaian rendah. Pengetahuan mengenai pengambilan
keputusan dan orientasi masa depan yang buruk juga termasuk dalam
situasi berisiko rendah. Walaupun demikian, spektrum risiko bunuh diri
berdasarkan waktu masih belum terstandarisasi antara lain risiko yang
akan datang, jangka pendek, dan jangka panjang.

G. Tindak Lanjut
Pasien yang membahayakan dirinya atau orang lain harus dirawat di
rumah sakit. Penerimaan akan dirinya memiliki depresi berat tanpa
keinginan bunuh diri aktif dan berpotensi membunuh secara tidak
sengaja juga harus dipertimbangkan. Pasien dapat dipulangkan apabila
sudah dianggap berisiko rendah untuk melukai diri sendiri. Pasien
dinyatakan berisiko rendah dan berpotensi dapat dipulangkan adalah
saat memiliki dukungan keluarga yang kuat. Saat pemulangan pasien,
perawat rumah atau keluarga disediakan daftar periksa yang mencakup
kepatuhan minum obat-obatan, aktivitas sehari-hari, tindak lanjut
perawatan kesehatan psikiatri, dan pendidikan maupun keuangan secara
khusus.
Daftar Pustaka

Chang, B., Gitlin, D., dan Patel, R. 2011. The Depressed Patient and Suicidal
Patient in The Emergency Departement: Evidence-Based Management
and Treatment Strategies.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Info Datin Situasi dan Pencegahan
Bunuh Diri. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kuo, D.C., Tran, M., Shah, A.A., dan Matorin, A. 2015. Depression and the
Suicidal Patient. Emergency Medical Clinical 33:765-778.

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5207238/depresi-meningkat-selama-
pandemi-dokter-jiwa-ungkap-penyebabnya diakses pada tanggal 6
Januari 2020.

World Health Organization, 2018. National suicide prevention strategies: progress,


examples and indicators.

Anda mungkin juga menyukai