Anda di halaman 1dari 19

PERITONITIS

A. Pengertian

Peritonitis adalah membrane serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.


Peritonitis terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritonitis parietal yang melapisi dinding
rongga abdominal, dan peritonitis visceral yang menyelaputi semua organ yang berada
di dalam rongga itu, yang bisa terdapat di antara dua lapis ini disebut ruang peritoneal
atau kantong peritoneum. (Andriayani, 2015).

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang
kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa (Jitwiyono & Kristiyanasari, 2012).

B. Etiologi

Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer
(peritonitis spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organviseral), atau
penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Secara
umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses
abdomen (lokal).

Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen, namun
biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik. Kira - kira 10-30%
pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan berkembang menjadi peritonitis bakterial.
Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan kelenjar getah
bening ke peritoneum. Jenis jarang peritonitis - kurang dari 1% dari semua kasus peritonitis
primer.

Jenis yang lebih umum dari peritonitis, yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan
infeksi ketika datang ke peritoneum dari gastrointestinal atau saluran bilier. Kedua kasus
peritonitis sangat serius dan dapat mengancam kehidupan jika tidak dirawat dengan cepat.

Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi


gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat
divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi kolon asenden (usus halus).

Penyebab iatrogenik umumnya bersal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk
pankreas, saluran empedu dan kolon juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan
operasi yang bocor (dehisensi) merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis.
Sesudah operasi, abdomen efektif untuk etiologi non infeksi, insiden peritonitis sekunder
(akibat pecahnya jahitan operasi seharunsnya kurang dari 2 %. Operasi untuk penyakit
inflamasi (misalnya apendisitis, diventikulitis, kolesistitis) tanpa perforasi beresiko kurang
dari 10% terjadi peritonitis sekunder dan abses peritoneal. Resiko terjadinya peritonitis
sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya terlibatan duodenum, pancreas perforasi
kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan transfusi yang pasif.

Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit
berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, Nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada
defense musculaire, muka penderita yang mula-mula kemerahan menjadi pucat, mata
cekung, kulit muka dingin.
C. Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat


fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-
pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami


kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka
dapatmenimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin,
dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan
selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami


oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya
kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum
peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat
usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni
dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi,
syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-
lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaituobstruksi usus
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada
ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi
yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan
karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan
mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi
ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi
ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu
yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan,
defansmuskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di


epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh
asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh
perutmenimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria,
kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan
rangsanganperitoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini
akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalamibendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen
dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi
mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren
dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis
baik lokal maupun general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat
mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra
peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga
tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.
Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi
dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah
trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon,
mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu
untukberkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritoneum.
D. Klasifikasi

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Peritonitis Bakterial Primer

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada


cavumperitoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya
bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Spesifik : misalnya Tuberculosis
2. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,


keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi
adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus
sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

b. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi


tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal
tidak akan menyebabkan peritonitis yangfatal. Sinergisme dari multipel organisme
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam
menimbulkan infeksi.
1. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
2. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh
bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
3. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra
abdominal, misalnya appendicitis.

c. Peritonitis Tersier

Peritonitis yang disebabkan oleh jamur. Peritonitis yang sumber kumannya tidak
dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan
langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.

d. Peritonitis. Bentuk lain dari peritonitis:

1. Aseptik/steril peritonitis 
2. Granulomatous peritonitis
3. Hiperlipidemik peritonitis
4. Talkum peritonitis

E. Tanda dan Gejala

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi
hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat
tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme
antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan
atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina
bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-
pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan
imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau
HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati
toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan
penderita geriatric.
Tanda gejala yang lain juga terjadi :

a. Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi


b. Demam menggigil
c. Perut gembung tapi kadang-kadang ada diarrhea
d. Muntah
e. Pasien gelisah, mata cekung
f. Pembengkakan dan nyeri di perut
g. Demam dan menggigil
h. Kehilangan nafsu makan
i. Haus
j. Mual dan muntah
k. Urin terbatas
l. Bisa terdapat pembentukan abses
m. Sebelum mati ada delirium dan coma
   
Peritonitis yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis tanda
dan gejalanya ; demam, Perut bawah nyeri, keadaan umum tetap baik, pada
pelvioperonitis bisa terdapat pertumbuhan abses, nanah yang biasanya terkumpul dalam
kavum douglas harus dikeluarkan, ibu dengan peronitis dapat mengalami gejala akut,
penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemik dengan syok sepsis. Pada
pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul
dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah
keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
      
Diagnosis peritonitis ditegakan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut
abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneun
visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda
peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis
bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi, nyeri abdomen
yang hebat biasanya memiliki punctum maksimum ditempat tertentu sebagai sumber
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekainsme antisipasi penderita secara
tidak sadar utnuk menghindari palpasinya yang meyakinakan/tegang karena iritasi
peritoneum.

Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri


akibat pelvic inflammatory disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif
palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan
steroid, pascatranspalntasi, atau hiv), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya
trauma cranial, enselofati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesik), penderita
dengan paraplegia dan penderita geriatric.

Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan
penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung
dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan,
menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies
hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.

F. Komplikasi

Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut


sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut,
yaitu :
a. Komplikasi dini
1. Septikemia dan syok septic
2.  Syok hipovolemik
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system
4. Abses residual intraperitoneal
5. Portal Pyemia (misal abses hepar)

b. Komplikasi lanjut
1. Adhesi
2. Obstruksi intestinal rekuren

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Test laboratorium
1. Leukositosis
2. Hematokrit meningkat
3. Asidosis metabolic

b. X. Ray

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan: Illeus


merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis. Usus halus dan usus besar
dilatasi.Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

H. Penatalaksanaan

a. Pencegahan

1. Selama kehamilan
·     
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus
diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor
penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan.
·        
 Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan
pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.

2. Selama persalinan

·       Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-


kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut,
menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah
terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus
menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai
dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan
jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi
darah harus diberikan menurut keperluan.

3. Selama nifas

·          Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada
hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-
kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat
bersama dengan wanita-wanita dalam nifas.

b. Penatalaksanaan Medis

Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai


berikut :
1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan
diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

c. Pengobatan

Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi


nifas. Adanya antibiotika sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan
pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha yang terpenting.

Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi


yang berat harus menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman penyebab.
Tapi sambil menunggu hasil test tersebut sebaiknya segera memberi dulu salah satu
antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam keadaan yang begitu gawat.

Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis


(ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat karena peniciline bersifat
baktericide (bukan bakteriostatis) dan bersifat atoxis. Sebaiknya diberikan peniciline
G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam jadi 20 juta S setiap hari. Dapat diberikan sebagai iv
atau infus pendek selama 5-10 menit.
Dapat juga diberikan ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ
yang peniciline resisten, tahan terhadap penicilin karena mengeluarkan penicilinase
ialah oxacilin, dicloxacilin dan melbiciline. Di samping pemberian antibiotic dalam
pengobatannya masih diperlukan tindakan khusus untuk mempercepat
penyembuhan infeksi tersebut. Karena peritonitis berpotensi mengancam kehidupan.
Penderita disarankan mendapat perawatan di rumah sakit.

Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :


1. Mengeliminasi sumber infeksi.
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Infeksi Payudara

A. Pengertian

Infeksi payudara merupakan peradangan yang terjadi di payudara akibat infeksi kuman.
Biasanya infeksi payudara, atau secara medis disebut mastitis, lebih banyak dialami oleh
wanita yang sedang menyusui. Setidaknya 5 dari 100 ibu menyusui pernah mengalami
infeksi payudara.

Saat terjadi mastitis, payudara akan membengkak dan berwarna kemerahan.


Pembengkakan akan menimbulkan rasa nyeri pada payudara, khususnya saat terkena
sentuhan.

B. Penyebab Infeksi Payudara

Sebagian besar penyebab infeksi payudara adalah bakteri Staphylococcus aureus,


penyebab paling umum kedua yang dikenal sebagai infeksi Streptococcus agalactiae.

Bagi ibu menyusui, kelenjar-kelenjar penghasil susu dapat tersumbat sehingga


menyebabkan aliran susu kembali dan terjadi infeksi pada jaringan payudara. Puting
payudara yang pecah juga meningkatkan risiko terjadinya infeksi payudara. 

Penyumbatan kelenjar payudara bisa terjadi antara lain karena:

a. Cara menyusui yang kurang tepat sehingga hanya sedikit ASI yang dikeluarkan saat bayi
menghisap payudara ibu.
b. Ibu jarang mengosongkan payudaranya, misalnya ibu menyusui bekerja tetapi tidak rutin
memompa ASI setiap 3–4 jam.
c. Menyusui hanya pada satu sisi payudara saja.

Bakteri dari mulut bayi juga dapat masuk dan menyebabkan infeksi pada
payudara. Bakteri yang biasanya menyebabkan infeksi juga biasanya ditemukan
pada kulit, bahkan ketika tidak ada infeksi yang terjadi. Jika bakteri masuk ke
jaringan payudara, maka bakteri dapat berkembang biak dengan cepat dan
menyebabkan gejala yang menyakitkan.

Ibu menyusui dapat terus menyusui bahkan ketika mengalami infeksi


mastitis karena bakteri tersebut tidak berbahaya bagi bayi Anda. Kondisi ini
biasanya terjadi pada beberapa minggu pertama menyusui, tetapi juga dapat terjadi
di kemudian hari.

Mastitis non-laktasi atau infeksi yang terjadi pada wanita tidak menyusui
dapat juga terjadi pada wanita dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, termasuk
wanita yang menjalani operasi pengangkatan jaringan payudara dengan terapi
radiasi dan wanita dengan risiko menderita diabetes.

Beberapa gejala mirip infeksi adalah tanda kanker payudara, tetapi hal ini
sangat jarang terjadi. Jika Anda curiga mengalami hal tersebut, segera periksakan
diri Anda ke dokter spesialis.

Subareolar abscesses adalah suatu kondisi di mana kelenjar di bawah puting


menjadi terhambat dan infeksi berkembang di bawah kulit. Hal ini dapat
membentuk benjolan yang keras dan berisi nanah yang mungkin perlu disedot agar
kering. Abses tipe ini biasanya hanya terjadi pada wanita yang tidak menyusui dan
tidak diketahui faktor risiko yang menyebabkan hal ini.
C. Diagnosis

Pada wanita menyusui, dokter biasanya dapat mendiagnosis mastitis berdasarkan


pemeriksaan fisik dan ulasan tentang gejala yang dialami. Dokter juga akan ingin
mengesampingkan apakah infeksi telah membentuk abses yang perlu
dikeringkan melalui pemeriksaan fisik.

Jika infeksi terus kambuh, ASI dapat dikirim ke laboratorium untuk menentukan
bakteri apa yang mungkin menjadi penyebab infeksi payudara.

Tes lain mungkin diperlukan untuk menentukan penyebabnya termasuk


mammogram atau bahkan biopsi jaringan payudara untuk menyingkirkan kanker
payudara. 

Mamogram adalah tes pencitraan yang menggunakan sinar X berenergi rendah


untuk memeriksa payudara. Biopsi payudara melibatkan pengambilan sampel jaringan
kecil dari payudara untuk pengujian laboratorium untuk menentukan apakah ada
perubahan sel kanker atau tidak.

D. Gejala

Gejala infeksi payudara dapat terjadi secara tiba-tiba dan gejalanya dapat meliputi:

a. Pembengkakan yang abnormal, menyebabkan satu payudara menjadi lebih besar


dari yang lain
b. Payudara yang mengeras dan nyeri bila disentuh
c. Sensasi nyeri atau terbakar saat menyusui
d. Terasa gatal pada payudara
e. Payudara terasa hangat
f. Demam
g. Cairan dari puting yang mengandung nanah
h. Kulit pada permukaan payudara yang kemerahan dengan tekstur seperti kulit jeruk
i. Pembesaran kelenjar getah bening di daerah ketiak atau leher
j. Demam lebih dari 38,3 ° C
k. Tubuh menggigil 
l. Mual dan muntah 
m. Merasa tidak enak badan secara keseluruhan

Anda mungkin mengalami gejala seperti flu sebelum adanya perubahan apapun di


payudara Anda. Hubungi dokter Anda jika Anda memiliki kombinasi dari gejala-gejala
di atas.

E. Pengobatan

Pengobatan utama infeksi payudara adalah dengan mengonsumsi antibiotik sesuai


dengan petunjuk dokter. Pemberian antibiotik selama 10-14 hari umumnya adalah
bentuk penanganan yang paling efektif untuk jenis infeksi ini. Sebagian besar wanita
akan merasakan perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Penting untuk mengonsumsi semua
obat sesuai resep untuk memastikan infeksi tidak terjadi lagi. 

Anda dapat terus menyusui saat mengonsumsi antibiotik, tetapi jika merasa tidak
nyaman saat menyusui, Anda dapat menggunakan pompa payudara untuk mengurangi
pembengkakan dan mencegah hilangnya suplai ASI pada bayi.

Jika Anda mengalami abses karena infeksi parah pada payudara, mungkin perlu
dibedah (diinduksi secara klinis) dan dikeringkan. Ini akan membantu infeksi payudara
cepat sembuh. Anda dapat terus menyusui, tetapi Anda perlu berkonsultasi mengenai
laktasi tentang cara merawat abses.
F. Pencegahan

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi payudara adalah:

a. Kosongkan setidaknya satu payudara dengan baik setiap menyusui, begitupun pada


payudara pengganti. Jika Anda tidak ingat payudara mana yang terakhir, gunakan
klip pengingat menyusui pada bra
b. Hindari perubahan jadwal menyusui yang tiba-tiba
c. Hindari penggunaan sabun dan pembersih puting secara intensif. Areola memiliki
kemampuan membersihkan dan melumasi secara alami
d. Tambahkan sedikit lesitin atau lemak jenuh ke dalam diet Anda setiap hari untuk
membantu mengurangi risiko terjadinya penyumbatan dengan mengonsumsi
susu, daging (terutama hati) dan kacang.
e. Pijat payudara secara lembut dan perlahan, terutama jika Anda merasakan terjadinya
penebalan atau benjolan
f. Coba posisi menyusui yang berbeda. Oleskan handuk basah hangat ke payudara
sebelum menyusui untuk meningkatkan aliran ASI
g. Hindari penggunaan bra ketat yang dapat menyebabkan penyumbatan aliran susu
alami
h. Jika Anda merasakan saluran yang tersumbat, cobalah menyusui, memijat payudara,
menerapkan rasa hangat, dan mengubah posisi bayi ketika menyusui

Infeksi payudara sebenarnya bisa dicegah jika Anda memperhatikan segala


aspek kebersihan dalam proses menyusui. Tetapi segala hal dapat terjadi, sehingga
segera periksakan diri Anda ke dokter jika Anda mengalami gejala infeksi payudara di
atas.

Anda mungkin juga menyukai