Bab 2
Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini akan membahas tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini,
Abbasi, dkk. 2021). Model TPB berasal dari TRA dan dianggap sebagai prediktor
(Wang & Wong, 2020), perbedaan utama TRA-TBP adalah bahwa TPB tidak
2020). Teori ini menjelaskan tentang kontrol kehendak dan kontrol non-kehendak
Zailani dkk., 2016). Oleh karena itu, kontrol non-kehendak dimasukkan ke dalam
TPB sebagai prediktor kontrol perilaku yang dirasakan (PBC) penting yang
Menurut teori ini, niat atau niat berulang individu adalah pendorong perilaku
manusia (Abbasi dkk.,2020). Teori ini telah digunakan di sektor pariwisata untuk
wisata (Lam & Hsu, 2006), selain itu untuk mengetahui dampak diferensial dari
12
risiko dan ketidak pastina pada pengambilan keputusan tentang perjalanan (Quintal,
dkk., 2010), atau pengaruh fasilitas lingkungan publik terhadap perilaku wisatawan
bepergian dalam jangka pendek, yang menyiratkan asumsi risiko Covid-19 dalam
terbentuknya suatu perilaku akibat dari niat (Behavioural Intention), dimana niat
2.1.1. Attitude
(Bianchi, dkk. 2017). Menurut Abbasi (2020), Sikap dapat diukur melalui fungsi
dari keyakinan yang menonjol yang mana dapat dibentuk dari informasi sekunder,
individu dapat merasakan sikap positif ataupun negatif dari konsekuensi sebuah
perilaku. Sikap dapat mempengaruhi niat untuk melakukan suatu perilaku, dalam
yang signifikan antara Sikap (attitudes) dalam niatan untuk mengunjungi suatu
destinasi wisata (Abbasi, dkk., 2020). Sikap merupakan faktor penting yang
13
untuk melakukan perjalanan di masa krisis atau pandemi (Sujood, dkk 2021).
niat manusia untuk melakukan sesuatu, studi sebelumnya menyetujui bahwa sikap
Intention. Menurut Belanche, dkk. (2019), Norma subjektif merujuk pada persepsi
individu atas tekanan sosial dari orang lain yang penting bagi mereka dalam
melakukan suatu perilaku. Menurut Hanum & Worokinasih (2019) Norma subjektif
atau keyakinan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan
tindakan atau tidak atas suatu perilaku yang berasal dari pihak eksternal individu
pendapat dari kelompok maupun individu lain yang dianggap penting pada saat
hubungan positif antara subjective norms dan intention to visit adalah Mohammad
Amin (2020), Jehane, dkk. (2019). Sedangkan pada penelitian Abbasi (2020)
14
menyatakan bahwa subjective norms tidak terdapat hubungan pada variabel revisit
social yang mendorong atau mencegah seseorang atau individu untuk melakukan
perilaku tertentu. Norma subjektif ialah prediktor niat berperilaku dalam Theory of
atau yang terkait dan ketersedian orang lain untuk mengikuti pilihan kelompok baik
keyakinan dan sikap dalam perjalanan yang mengacu pada harapan orang lain
normatif individu mengenai apapun yang dilakukan dipengaruhi oleh sekitar dan
referensi atau pemikiran orang lain yang dianggapnya penting. Menurut Sujood,
dkk., (2021), Subjective norms dapat diukur melalui indikator yang digunakan
sebagai berikut:
a. Kerabat saya yang penting bagi saya berpikir bahwa saya harus bepergian.
b. Teman-teman saya yang penting bagi saya berpikir bahwa saya harus
bepergian.
c. Senior saya yang penting bagi saya berpikir bahwa saya harus bepergian.
d. Rekan-rekan saya yang penting bagi saya berpikir bahwa saya harus
bepergian.
menampilkan perilaku tertentu (Ajzen, 2015). Hal ini dapat diartikan sebagai
15
perilaku (Hanum & Worokinasih, 2019). Menurut Sarwono dan Meinarno (2009)
Behavioral control merupakan cerminan dari pengalaman masa lalu dan antisipasi
tindakan.
suatu perilaku yang mana hal tersebut adalah elemen penting dalam perumusan niat
dan kegiatan, kontrol perilaku tersebut lah yang memiliki peran penting dalam
Control menjelaskan bahwa semakin kuat sikap dan norma subjektif dalam konteks
perilaku, Perceived Control yang lebih memegang kendali. Menurut Sujood, dkk.,
16
2.2 Perceived Risk
Istilah 'risiko yang dirasakan' mengacu pada kesadaran individu dan penilaian
ketidakpastian dan hasil negatif yang mungkin timbul dari pengambilan keputusan
mereka (Dowling & Staelin, 1994). Alih-alih kemungkinan aktual dari konsekuensi
(Quintal, dkk., 2010). Perceived risk dapat diukur oleh individu dalam situasi
tertentu (Haddock, 1993) dalam Sujood dkk, (2021) yang mengacu pada keyakinan
seseorang bahwa terdapat ketidakpastian dan efek buruk dalam membeli suatu
produk atau melakukan perilaku tertentu. Risiko yang dirasakan menjadi salah satu
penentu dalam niat perilaku wisatawan terlebih apabila berisiko tinggi sehingga
stabilnya politik di daerah tertentu, ataupun risiko kesehatan (Sönmez & Graefe,
1998).
bahaya yang terkait dengan perjalanan; persepsi ini dapat mengubah keputusan
untuk bepergian dalam kasus di mana risikonya mungkin melebihi tingkat yang
dapat diterima untuk individu tersebut. Terdapat analisis yang sangat beragam dari
potensi risiko yang mencakup semua industri yang terkait dengan sektor pariwisata
(transportasi, akomodasi, perhotelan, dan lain sebagainya.). Dalam hal ini, dapat
disebutkan studi yang dilakukan oleh Bruwer & Cohen (2019), yang membahas
persepsi risiko dalam bisnis restoran, atau Yeung & Yee (2020), yang berfokus pada
17
keamanan pangan. Studi lain mengamati dampaknya pada pembatalan perjalanan
setelah 9/11, ketakutan akan penyakit atau kurangnya perawatan kesehatan (Chen
bagi para wisatawan (Kozak, dkk., 2007), selain itu risiko dapat mengubah
keputusan rasional tentang perjalanan atau pilihan tujuan (Sönmez & Graefe, 1998).
dirasakan oleh wisatawan yang berasal dari hasil perjalanan yang merugikan karena
Perceived Risk dapat diukur melalui indikator yang digunakan sebagai berikut:
a. Saya pikir bepergian akan memberikan nilai untuk uang yang dikeluarkan.
wisata kepada orang lain (Chen & Tsai, 2007). Behavioral Intention menurut
Mowen & Minor, (2002) merupakan keinginan dari pengunjung dalam berperilaku
untuk memiliki, meninggalkan, hingga mengguakan suatu barang maupun jasa. Hal
ini dapat diartikan bahwa pengunjung yang akan membuat sebuah keinginan untuk
18
mencari informasi kemudian memberikan informasi tersebut ke orang lain terkait
pelanggan memberikap sikap yang loyal kepada suatu merek, produk maupun
perusahaan, kemudian secara sadar menceritakan kepada orang lain terkait hal
tersebut.
suatu barang atau menggunakan suatu jasa. Beberapa peneliti mengatakan bahwa
perilaku wisatawan dalam mengunjungi kembali destinasi yang sama dan kemauan
dan loyalitas wisatawan. Maxham III (2001) menjelaskan bahwa kemauan atau
kepada teman ataupun orang lain. Menurut Sujood, dkk., (2021), Behavioural
19
2.4. Pengaruh Attitude Terhadap Behavioral Intention
manusia tersebut untuk melakukan suatu tindakan maupun sebaliknya. Sikap bukan
dapat memunculkan niat seseorang untuk melakukan tindakan yang pada akhirnya
seseorang untuk berperilaku ataupun tidak (Khanifah, dkk., 2017). Seseorang akan
Penelitian yang dilakukan oleh Hays (2013) menemukan bahwa sikap terhadap
perilaku memiliki pengaruh kuat pada niat akuntan manajemen untuk melaporkan
ditentukan berdasarkan sikap. Jika sikap konsumen berperilaku aktif atau positif
maka akan berniat untuk melakukan suatu perilaku, namun jika negatif maka tidak
signifikan terhadap kesediaan mereka untuk membeli oleh-oleh. Ryu dan Jang
(2006) menemukan bahwa sikap merupakan prediktor signifikan dari niat perilaku
wisatawan. Lam dan Hsu (2006) juga telah menunjukkan bahwa sikap ditemukan
terkait dengan niat perilaku memilih tujuan perjalanan. Sikap juga dapat menjadi
mempengaruhi Niat Perilaku dari sudut hubungan antara sikap dan variabel lainnya.
Hal ini juga ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Zhou dan Peng
(2006) dalam Li (2014) yang menemukan bahwa kemauan beli konsumen di bidang
20
keamanan pangan, dan hasilnya menunjukkan bahwa sikap konsumen terhadap
pembelian mereka. Oleh karena itu, meskipun dampaknya terhadap niat bepergian
tidak jelas, menurut berbagai peneliti, kita dapat mengetahui bahwa sikap
suatu kondisi yang memberikan 'dorongan' pada individu terhadap jenis tindakan
Norma Subyektif menunjuk pada tekanan sosial yang diberikan pada individu
untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Sebagian besar penelitian
Behavior (TPB), yang menyatakan bahwa niat perilaku adalah konsekuensi dari
sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan. Wang dan Ritchie
(2010) telah melakukan studi empiris tentang hubungan antara norma subjektif dan
tersebut saling terkait. Banyak studi empiris menemukan bahwa norma subjektif
21
mempengaruhi sikap secara signifikan dan langsung (Titah dan Barki, 2009).
yang tidak konsisten dengan TPB. Hal ini mungkin karena sebagian pengaruh
norma subjektif disampaikan oleh sikap sebagai variabel mediasi. Ada hubungan
yang disorot antara norma subjektif dan niat berkunjung lagi (Intention to Revisit)
(Muala, 2011). Berdasarkan literatur, kita dapat membuat kesimpulan bahwa norma
Behaviour (TPB) berbeda dari teori tindakan beralasan karena kontrol perilaku
yang dirasakan (Ajzen dan Madden, 1986). Kontrol perilaku yang dirasakan
mengacu pada seberapa mudah atau sulit seseorang berpikir untuk berperilaku
dengan cara tertentu. Teori ini diasumsikan bahwa kontrol perilaku yang dirasakan
ditentukan oleh keyakinan kontrol yang dapat diakses, yaitu keyakinan tentang
ditimbang oleh kekuatan yang dirasakan dari faktor kontrol, dan produk
dikumpulkan.
Wu, dkk., (2003) telah melakukan penelitian terkait niat mahasiswa untuk
22
wisatawan bersama-sama dengan sikap dan norma subjektif memiliki pengaruh
aktif yang signifikan terhadap niat perilaku, dan pengaruhnya lebih besar daripada
norma subjektif. Selain itu Shen (2013), dan Lam & Hsu (2006) telah menemukan
yang valid terhadap Behavioral Intention to Revisit. Hal serupa juga telah
atas, maka dapat disimpulkan bahwa Perceived Behavioral Control yang dirasakan
Intention.
wisatawan (Verhage dkk., 1990; Moutinho, 1987; Lepp dan Gibson, 2003;
Tavitiyaman dan Qu, 2013). Realisasi risiko tinggi yang tidak tepat dapat
menimbulkan gagasan negatif tentang keselamatan (Brug dkk., 2009). Sonmez dan
dan perusahaan saat bepergian, risiko keuangan – risiko tidak memberikan nilai
untuk uang yang dikeluarkan, risiko sosial- termasuk preferensi yang dibuat
wisatawan yang memengaruhi pendapat orang lain, risiko waktu- risiko waktu
23
yang dihabiskan wisatawan dalam perjalanan, risiko terorisme- kemungkinan
dirasakan dieksplorasi dalam beberapa penelitian (Hales dan Shams, 1991; Roehl
dan Fesenmaier, 1992; Reisinger dan Mavondo, 2005; Moutinho, 1987; Yavas,
1987).
perjalanan (Sonmez dan Graefe, 1998; Khan, dkk., 2017). Studi sebelumnya
1998; Fuchs dan Reichel, 2006; Rittichainuwat dan Chakraborty, 2009; Chew dan
Jahari, 2014; Khan dkk., 2017). Risiko yang dirasakan dicirikan sebagai
kerentanan yang dirasakan wisatawan dan efek buruk perjalanan selama pandemi
atau kekacauan (Dowling dan Staelin, 1994; Khan dkk., 2017). Risiko kesehatan
berpartisipasi dalam kegiatan perjalanan (Olya dan Al-ansi, 2018) dan risiko
terinfeksi virus Covid-19 sangat tinggi pada periode ini. Risiko yang dirasakan
24
2.8. Model Penelitian
Model penelitian ini mengacu dan mereplika penelitian yang telah dilakukan
oleh Sujood, dkk., (2021) dengan judul Niat Perilaku Bepergian Pada Masa
Attitude
H1
Subjective Norm H2
Behavioral Intention
H3
Perceived Behavioral
Control H4
Perceived Risk
25
2.9. Bagan Alur
FAKTA
Malang merupakan salah satu kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah
Surabaya (Lararenjana, 2020). Sebagai salah satu kota terbesar di Jawa Timur,
Kota Malang memiliki berbagai daya tarik dan ciri khas yang disajikan. Malang
memiliki banyak tempat wisata yang dapat dikunjungi, terutama Pantai yang
berada di daerah Selatan. Pantai ini terbentang dari jalur lintas selatan di
Kabupaten Malang. Selain itu, Kota Malang menjadi destinasi wisata favorit di
sebagainya.
Gap pada penelitian ini terlihat di hasil penelian yang dilakukan oleh
Abbasi, dkk., (2020) dan Sujood, dkk (2021). Pada penelitian yang dilakukan
oleh Abbasi, dkk. menemukan bahwa Subjective Norm dan Attitude tidak
26
RUMUSAN MASALAH
Covid-19?
TINJAUAN PUSTAKA
3. Behavioral Intention
HIPOTESIS
27
HIPOTESIS
HASIL PENELITIAN
28