Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bagian ini akan membahas tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini,

diantaranya adalah Theory of Planned Behaviour, Attitude, Subjective Norms,

Perceived Behavioral Control, Perceived Risk, Behavioral Intention, pengaruh

antarvariabel, model penelitian dan bagan alur penelitian.

2.1. Theory of Planned Behaviour

Theory of Planned Behaviour atau TPB adalah teori psikologis yang

menjelaskan fenomena psikologis niat perilaku manusia (Ajzen, 1991 dalam

Abbasi, dkk. 2021). Model TPB berasal dari TRA dan dianggap sebagai prediktor

populer dari proses pengambilan keputusan konsumen (Wang, dkk., 2019).

Meskipun kedua teori mengusulkan perilaku pengambilan keputusan yang rasional

(Wang & Wong, 2020), perbedaan utama TRA-TBP adalah bahwa TPB tidak

menganggap perilaku konsumen murni berdasarkan faktor kehendak (Wang, dkk.,

2020). Teori ini menjelaskan tentang kontrol kehendak dan kontrol non-kehendak

dipikirkan dengan matang untuk menjelaskan perilaku individu (Soliman, 2019;

Zailani dkk., 2016). Oleh karena itu, kontrol non-kehendak dimasukkan ke dalam

TPB sebagai prediktor kontrol perilaku yang dirasakan (PBC) penting yang

memperluas batas TRA (Wang, dkk., 2019).

Menurut teori ini, niat atau niat berulang individu adalah pendorong perilaku

manusia (Abbasi dkk.,2020). Teori ini telah digunakan di sektor pariwisata untuk

menjelaskan proses pengambilan keputusan yang mengarah ke pilihan tujuan

wisata (Lam & Hsu, 2006), selain itu untuk mengetahui dampak diferensial dari

12
risiko dan ketidak pastina pada pengambilan keputusan tentang perjalanan (Quintal,

dkk., 2010), atau pengaruh fasilitas lingkungan publik terhadap perilaku wisatawan

yang bertanggung jawab terhadap lingkungan (Wang, dkk., 2020).

Pada penelitian ini, niat didefinisikan sebagai kecenderungan individu untuk

bepergian dalam jangka pendek, yang menyiratkan asumsi risiko Covid-19 dalam

mobilitas ini. Niat berkunjung kembali didefinisikan sebagai kesiapan atau

kesediaan individu untuk melakukan kunjungan ulang ke destinasi yang sama

(Tosun, dkk., 2015). Theory of Planned Behaviour merupakan penjelasan dari

terbentuknya suatu perilaku akibat dari niat (Behavioural Intention), dimana niat

tersebut dipengaruhi oleh sikap (Attitudes), norma subyektif (Subjective Norm)

serta kontrol perilaku yang dipersepsikan (Perceived Behaviour Control).

2.1.1. Attitude

Attitudes atau sikap didefinisikan sebagai perasaan menyenangkan atau tidak

menyenangkan yang berhubungan dengan konsekuensi dari sebuah perilaku

(Bianchi, dkk. 2017). Menurut Abbasi (2020), Sikap dapat diukur melalui fungsi

dari keyakinan yang menonjol yang mana dapat dibentuk dari informasi sekunder,

proses inferensial atau melalui observasi. Berdasarkan pernyataan tersebut,

individu dapat merasakan sikap positif ataupun negatif dari konsekuensi sebuah

perilaku. Sikap dapat mempengaruhi niat untuk melakukan suatu perilaku, dalam

konteks wisata beberapa penelitian menemukan bahwa adanya hubungan positif

yang signifikan antara Sikap (attitudes) dalam niatan untuk mengunjungi suatu

destinasi wisata (Abbasi, dkk., 2020). Sikap merupakan faktor penting yang

memprediksi, menjelaskan dan mempengaruhi niat perilaku seorang wisatawan

13
untuk melakukan perjalanan di masa krisis atau pandemi (Sujood, dkk 2021).

Theory of Planned Behavior mengklaim bahwa sikap terhadap perilaku mendorong

niat manusia untuk melakukan sesuatu, studi sebelumnya menyetujui bahwa sikap

secara positif dapat mempengaruhi seseorang. Menurut Sujood, dkk., (2021),

Attitude dapat diukur melalui indikator yang digunakan sebagai berikut:

a. Saya pikir bepergian akan menguntungkan.

b. Saya pikir bepergian akan menyenangkan.

c. Saya pikir bepergian akan positif.

2.1.2. Subjective Norms

Norma subjektif merupakan faktor lain yang mempengaruhi Behavioral

Intention. Menurut Belanche, dkk. (2019), Norma subjektif merujuk pada persepsi

individu atas tekanan sosial dari orang lain yang penting bagi mereka dalam

melakukan suatu perilaku. Menurut Hanum & Worokinasih (2019) Norma subjektif

merupakan suatu persepsi atau pandangan individu terhadap suatu kepercayaan

atau keyakinan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan

tindakan atau tidak atas suatu perilaku yang berasal dari pihak eksternal individu

yang dapat mempengaruhi individu untuk berperilaku.

Ajzen (1991) menjelaskan bahwa normative belief merupakan aspek dari

normal subjektif yang mana menjelaskan mengenai persepsi seseorang tentang

pendapat dari kelompok maupun individu lain yang dianggap penting pada saat

melakukan suatu perilaku. Beberapa penelitian yang menunjukan adanya

hubungan positif antara subjective norms dan intention to visit adalah Mohammad

Amin (2020), Jehane, dkk. (2019). Sedangkan pada penelitian Abbasi (2020)

14
menyatakan bahwa subjective norms tidak terdapat hubungan pada variabel revisit

intention. Menurut Sujood, dkk (2021), norma subjektif menunjukkan pengaruh

social yang mendorong atau mencegah seseorang atau individu untuk melakukan

perilaku tertentu. Norma subjektif ialah prediktor niat berperilaku dalam Theory of

Planned Behavior. Hal tersebut mengevaluasi seberapa penting orang di sekitar

atau yang terkait dan ketersedian orang lain untuk mengikuti pilihan kelompok baik

keyakinan dan sikap dalam perjalanan yang mengacu pada harapan orang lain

mengenai perjalanan para wisatawan. Norma subjektif diukur dengan keyakinan

normatif individu mengenai apapun yang dilakukan dipengaruhi oleh sekitar dan

referensi atau pemikiran orang lain yang dianggapnya penting. Menurut Sujood,

dkk., (2021), Subjective norms dapat diukur melalui indikator yang digunakan

sebagai berikut:

a. Kerabat saya yang penting bagi saya berpikir bahwa saya harus bepergian.

b. Teman-teman saya yang penting bagi saya berpikir bahwa saya harus

bepergian.

c. Senior saya yang penting bagi saya berpikir bahwa saya harus bepergian.

d. Rekan-rekan saya yang penting bagi saya berpikir bahwa saya harus

bepergian.

2.1.3. Perceived Behavioral Control

Perceived Behavioral control merupakan kontrol tingkah laku yang

dirasakan merujuk pada persepsi individu mengenai kemampuannya untuk

menampilkan perilaku tertentu (Ajzen, 2015). Hal ini dapat diartikan sebagai

kemudahan ataupun kesulitan yang dapat dirasakan dalam melakukan suatu

15
perilaku (Hanum & Worokinasih, 2019). Menurut Sarwono dan Meinarno (2009)

dalam bukunya yang berjudul Psikologi Sosial menjelaskan bahwa Perceived

Behavioral control merupakan cerminan dari pengalaman masa lalu dan antisipasi

terhadap hambatan yang mungkin terjadi di masa depan. Perceived behavioral

control membantu dalam meramalkan tujuan individualistis yang mengarahkan

pengaruh perilaku. Terdapat dua segmen Perceived Behavioral Control yaitu

kemudahan aksesibilitas sumber daya dan kemampuan untuk melaksanakan

tindakan.

Kontrol perilaku merujuk pada kepercayaan individu dalam melakukan

suatu perilaku yang mana hal tersebut adalah elemen penting dalam perumusan niat

(Sujood dkk, 2021). Selama pandemi berlangsung, terjadi pembatasan perjalanan

dan kegiatan, kontrol perilaku tersebut lah yang memiliki peran penting dalam

perkembangan niat perilaku bepergian selama pandemi. Perceived Behavior

Control menjelaskan bahwa semakin kuat sikap dan norma subjektif dalam konteks

perilaku, Perceived Control yang lebih memegang kendali. Menurut Sujood, dkk.,

(2021), Perceived Behavioral Control dapat diukur melalui indikator yang

digunakan sebagai berikut:

a. Saya yakin jika saya mau, saya bisa bepergian

b. Saya dapat melakukan perjalanan selama periode.

c. Saya memiliki sumber daya untuk bepergian.

d. Saya memiliki kemampuan untuk bepergian.

e. Saya memiliki pengetahuan untuk bepergian.

f. Bepergian sepenuhnya dalam kendali saya.

16
2.2 Perceived Risk

Istilah 'risiko yang dirasakan' mengacu pada kesadaran individu dan penilaian

ketidakpastian dan hasil negatif yang mungkin timbul dari pengambilan keputusan

mereka (Dowling & Staelin, 1994). Alih-alih kemungkinan aktual dari konsekuensi

negatif, ini mewakili ekspektasi subjektif individu tentang potensi kerugian

(Quintal, dkk., 2010). Perceived risk dapat diukur oleh individu dalam situasi

tertentu (Haddock, 1993) dalam Sujood dkk, (2021) yang mengacu pada keyakinan

seseorang bahwa terdapat ketidakpastian dan efek buruk dalam membeli suatu

produk atau melakukan perilaku tertentu. Risiko yang dirasakan menjadi salah satu

penentu dalam niat perilaku wisatawan terlebih apabila berisiko tinggi sehingga

dapat membahayakan keselamatan. Pada pariwisata, risiko yang dirasakan

mencirikan situasi dimana wisatawan secara jelas memprediksi keputusan untuk

menghindari bepergian ke tujuan tertentu, misalnya karena adanya terorisme, tidak

stabilnya politik di daerah tertentu, ataupun risiko kesehatan (Sönmez & Graefe,

1998).

Fuchs & Reichel (2006) mendefinisikan persepsi risiko sebagai potensi

bahaya yang terkait dengan perjalanan; persepsi ini dapat mengubah keputusan

untuk bepergian dalam kasus di mana risikonya mungkin melebihi tingkat yang

dapat diterima untuk individu tersebut. Terdapat analisis yang sangat beragam dari

potensi risiko yang mencakup semua industri yang terkait dengan sektor pariwisata

(transportasi, akomodasi, perhotelan, dan lain sebagainya.). Dalam hal ini, dapat

disebutkan studi yang dilakukan oleh Bruwer & Cohen (2019), yang membahas

persepsi risiko dalam bisnis restoran, atau Yeung & Yee (2020), yang berfokus pada

17
keamanan pangan. Studi lain mengamati dampaknya pada pembatalan perjalanan

setelah 9/11, ketakutan akan penyakit atau kurangnya perawatan kesehatan (Chen

& Noriega, 2004).

Berdasarkan penjelasan pada paragraph sebelumnya, tampak jelas bahwa

persepsi risiko merupakan elemen sentral dalam proses pengambilan keputusan

bagi para wisatawan (Kozak, dkk., 2007), selain itu risiko dapat mengubah

keputusan rasional tentang perjalanan atau pilihan tujuan (Sönmez & Graefe, 1998).

Risiko di penelitian ini didefinisikan sebagai tingkat potensi kerugian yang

dirasakan oleh wisatawan yang berasal dari hasil perjalanan yang merugikan karena

situasi pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Menurut Sujood, dkk., (2021),

Perceived Risk dapat diukur melalui indikator yang digunakan sebagai berikut:

a. Saya pikir bepergian akan memberikan nilai untuk uang yang dikeluarkan.

b. Saya pikir bepergian akan memberikan kepuasan pribadi.

c. Saya pikir bepergian akan membuang-buang waktu.

2.3. Behavioral Intention

Behavioral intention atau niatan perilaku masa depan ataupun perilaku

setelah mengunjungi destinasi wisata adalah penilaian dari pengunjung atau

wisatawan terhadap probabilitas untuk mengunjungi kembali destinasi yang sama

atau dapat diartikan kemauan pengunjung untuk merekomendasikan destinasi

wisata kepada orang lain (Chen & Tsai, 2007). Behavioral Intention menurut

Mowen & Minor, (2002) merupakan keinginan dari pengunjung dalam berperilaku

untuk memiliki, meninggalkan, hingga mengguakan suatu barang maupun jasa. Hal

ini dapat diartikan bahwa pengunjung yang akan membuat sebuah keinginan untuk

18
mencari informasi kemudian memberikan informasi tersebut ke orang lain terkait

pengalaman dalam membeli barang maupun menggunakan jasa tersentu, atau

bahkan tidak membagikan informasi tersebut sama sekali. Kotler (2014)

menjelaskan bahwa behavioral intention merupakan suatu kondisi ketika

pelanggan memberikap sikap yang loyal kepada suatu merek, produk maupun

perusahaan, kemudian secara sadar menceritakan kepada orang lain terkait hal

tersebut.

Berdasarkan penjelasan pada paragraf di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

behavioral intention merupakan sikap dari konsumen untuk membagikan atau

menceritakan informasi positif maupun negatif terkait pengalaman setelah membeli

suatu barang atau menggunakan suatu jasa. Beberapa peneliti mengatakan bahwa

perilaku wisatawan dalam mengunjungi kembali destinasi yang sama dan kemauan

pengunjung untuk merekomendasi merupakan cerminan dari behavioural intention

dan loyalitas wisatawan. Maxham III (2001) menjelaskan bahwa kemauan atau

kesediaan untuk merekomendasikan (willingness to recommend) kepada orang lain

mengacu pada niatan konsumen untuk berbagi mengenai pengalaman mereka

kepada teman ataupun orang lain. Menurut Sujood, dkk., (2021), Behavioural

intention dapat diukur melalui indikator yang digunakan sebagai berikut:

a. Saya berniat untuk melakukan perjalanan dalam waktu dekat.

b. Saya memperkirakan saya akan bepergian dalam waktu dekat.

c. Saya berencana untuk melakukan perjalanan dalam waktu dekat.

d. Saya berniat untuk sering bepergian dalam waktu dekat.

19
2.4. Pengaruh Attitude Terhadap Behavioral Intention

Sikap merupakan keadaan dalam diri manusia yang bisa menggerakkan

manusia tersebut untuk melakukan suatu tindakan maupun sebaliknya. Sikap bukan

perilaku, namun sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku. Suatu sikap

dapat memunculkan niat seseorang untuk melakukan tindakan yang pada akhirnya

seseorang untuk berperilaku ataupun tidak (Khanifah, dkk., 2017). Seseorang akan

berniat untuk berperilaku sesuai dengan sikapnya terhadap perilaku tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Hays (2013) menemukan bahwa sikap terhadap

perilaku memiliki pengaruh kuat pada niat akuntan manajemen untuk melaporkan

aktivitas kecurangan yang terjadi.

Perilaku konsumen seperti merekomendasikan atau membeli kembali

ditentukan berdasarkan sikap. Jika sikap konsumen berperilaku aktif atau positif

maka akan berniat untuk melakukan suatu perilaku, namun jika negatif maka tidak

akan melakukannya. Penelitian Kim dkk. (2004) membuktikan bahwa sikap

wisatawan terhadap budaya pariwisata destinasi mereka akan berpengaruh

signifikan terhadap kesediaan mereka untuk membeli oleh-oleh. Ryu dan Jang

(2006) menemukan bahwa sikap merupakan prediktor signifikan dari niat perilaku

wisatawan. Lam dan Hsu (2006) juga telah menunjukkan bahwa sikap ditemukan

terkait dengan niat perilaku memilih tujuan perjalanan. Sikap juga dapat menjadi

variabel mediasi bahwa Perceived Behavioral Control dan Subjective Norm

mempengaruhi Niat Perilaku dari sudut hubungan antara sikap dan variabel lainnya.

Hal ini juga ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Zhou dan Peng

(2006) dalam Li (2014) yang menemukan bahwa kemauan beli konsumen di bidang

20
keamanan pangan, dan hasilnya menunjukkan bahwa sikap konsumen terhadap

keamanan pangan mempengaruhi penerimaan mereka dan selanjutnya kemauan

pembelian mereka. Oleh karena itu, meskipun dampaknya terhadap niat bepergian

tidak jelas, menurut berbagai peneliti, kita dapat mengetahui bahwa sikap

merupakan variabel yang dapat dibedakan yang mempengaruhi niat bepergian.

H1 : Attitude memiliki pengaruh positif terhadap Behavior Intention.

2.5. Pengaruh Subjective Norms Terhadap Behavioral Intention

Ajzen dalam Caroline Howard (2012) menemukan bahwa niat perilaku

merupakan indikasi seberapa ingin seseorang untuk mencoba, seberapa banyak

upaya yang mereka rencanakan untuk dilakukan, untuk melakukan perilaku.

Moutinho (2000) menemukan bahwa motivasi mengacu pada keadaan kebutuhan,

suatu kondisi yang memberikan 'dorongan' pada individu terhadap jenis tindakan

tertentu yang dipandang mungkin membawa kepuasan.

Norma Subyektif menunjuk pada tekanan sosial yang diberikan pada individu

untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Sebagian besar penelitian

tentang niat perilaku wisatawan didasarkan pada model Theory of Planned

Behavior (TPB), yang menyatakan bahwa niat perilaku adalah konsekuensi dari

sikap, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan. Wang dan Ritchie

(2010) telah melakukan studi empiris tentang hubungan antara norma subjektif dan

niat perilaku. Theory of Reasoned Action, norma subjektif awalnya parataktik

dengan sikap, dan keduanya mempengaruhi niat perilaku sebagai variabel

dependen. Tetapi penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa kedua variabel

tersebut saling terkait. Banyak studi empiris menemukan bahwa norma subjektif

21
mempengaruhi sikap secara signifikan dan langsung (Titah dan Barki, 2009).

Sedangkan norma subjektif tidak berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku

yang tidak konsisten dengan TPB. Hal ini mungkin karena sebagian pengaruh

norma subjektif disampaikan oleh sikap sebagai variabel mediasi. Ada hubungan

yang disorot antara norma subjektif dan niat berkunjung lagi (Intention to Revisit)

(Muala, 2011). Berdasarkan literatur, kita dapat membuat kesimpulan bahwa norma

subjektif berpengaruh signifikan terhadap sikap dan niat mengunjungi kembali

apakah pengaruhnya langsung atau tidak langsung.

H2 : Subjective Norms memiliki pengaruh positif terhadap Behavioral Intention.

2.6. Pengaruh Perceived Behavioral Control Terhadap Behavioral Intention

Kontrol perilaku atau Perceived Behavioral Control yang dirasakan peran

penting dalam teori perilaku terencana (Behavioral Intention). Theory of Planned

Behaviour (TPB) berbeda dari teori tindakan beralasan karena kontrol perilaku

yang dirasakan (Ajzen dan Madden, 1986). Kontrol perilaku yang dirasakan

mengacu pada seberapa mudah atau sulit seseorang berpikir untuk berperilaku

dengan cara tertentu. Teori ini diasumsikan bahwa kontrol perilaku yang dirasakan

ditentukan oleh keyakinan kontrol yang dapat diakses, yaitu keyakinan tentang

adanya faktor-faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku.

Secara khusus, kekuatan setiap keyakinan kontrol (Perceived Behavioral Control)

ditimbang oleh kekuatan yang dirasakan dari faktor kontrol, dan produk

dikumpulkan.

Wu, dkk., (2003) telah melakukan penelitian terkait niat mahasiswa untuk

datang ke sebuah ekowisata menemukan bahwa Perceived Behavioral Control

22
wisatawan bersama-sama dengan sikap dan norma subjektif memiliki pengaruh

aktif yang signifikan terhadap niat perilaku, dan pengaruhnya lebih besar daripada

norma subjektif. Selain itu Shen (2013), dan Lam & Hsu (2006) telah menemukan

bahwa Perceived Behavioral Control yang dirasakan adalah konstruk prediktor

yang valid terhadap Behavioral Intention to Revisit. Hal serupa juga telah

ditemukan oleh Lai, dkk., (2010) dalam penelitiannya. Berdasarkan penjelasan di

atas, maka dapat disimpulkan bahwa Perceived Behavioral Control yang dirasakan

oleh wisatawan menjadi faktor terpenting dan dapat mempengaruhi Behavioral

Intention dalam dalam berwisata.

H3 : Perceived Behavioral Control memiliki pengaruh positif terhadap Behavioral

Intention.

2.7. Pengaruh Perceived Risk Terhadap Behavioral Intention

Risiko yang dirasakan merupakan penentu penting dalam niat perilaku

wisatawan (Verhage dkk., 1990; Moutinho, 1987; Lepp dan Gibson, 2003;

Tavitiyaman dan Qu, 2013). Realisasi risiko tinggi yang tidak tepat dapat

menimbulkan gagasan negatif tentang keselamatan (Brug dkk., 2009). Sonmez dan

Graefe (1998) mendefinisikan jenis-jenis risiko perjalanan internasional dalam 10

kategori, yaitu risiko kesehatan-kemungkinan terinfeksi atau merasa sakit selama

perjalanan, risiko psikologis – risiko terhadap manusia, risiko fisik – ancaman

bahaya atau kerusakan, risiko peralatan – kemungkinan masalah dengan peralatan

dan perusahaan saat bepergian, risiko keuangan – risiko tidak memberikan nilai

untuk uang yang dikeluarkan, risiko sosial- termasuk preferensi yang dibuat

wisatawan yang memengaruhi pendapat orang lain, risiko waktu- risiko waktu

23
yang dihabiskan wisatawan dalam perjalanan, risiko terorisme- kemungkinan

terlibat dalam aksi teroris, ketidakstabilan politik- kemungkinan kekacauan politik

di negara yang berkunjung, risiko kepuasan- kepuasan pribadi mungkin tidak

tersampaikan saat mengalami perjalanan. Dalam pariwisata, gagasan risiko yang

dirasakan dieksplorasi dalam beberapa penelitian (Hales dan Shams, 1991; Roehl

dan Fesenmaier, 1992; Reisinger dan Mavondo, 2005; Moutinho, 1987; Yavas,

1987).

Risiko yang dirasakan dalam perjalanan memiliki nilai utama dalam

pengambilan keputusan perjalanan karena potensinya untuk mempengaruhi niat

perjalanan (Sonmez dan Graefe, 1998; Khan, dkk., 2017). Studi sebelumnya

menunjukkan bahwa insiden kekerasan, wabah virus, bencana mempengaruhi niat

perilaku wisatawan untuk bepergian dan meningkatkan persepsi risiko (Carter,

1998; Fuchs dan Reichel, 2006; Rittichainuwat dan Chakraborty, 2009; Chew dan

Jahari, 2014; Khan dkk., 2017). Risiko yang dirasakan dicirikan sebagai

kerentanan yang dirasakan wisatawan dan efek buruk perjalanan selama pandemi

atau kekacauan (Dowling dan Staelin, 1994; Khan dkk., 2017). Risiko kesehatan

yang dipersepsikan mengacu pada bahaya terhadap kesehatan pelancong saat

berpartisipasi dalam kegiatan perjalanan (Olya dan Al-ansi, 2018) dan risiko

terinfeksi virus Covid-19 sangat tinggi pada periode ini. Risiko yang dirasakan

merupakan faktor penting, yang mempengaruhi niat bepergian wisatawan (Law,

2006; Sonmez dan Graefe, 1998; Seow dkk., 2017).

H4: Perceived Risk memiliki pengaruh negatif terhadap Behavioral Intention.

24
2.8. Model Penelitian

Model penelitian ini mengacu dan mereplika penelitian yang telah dilakukan

oleh Sujood, dkk., (2021) dengan judul Niat Perilaku Bepergian Pada Masa

COVID-19: Penerapan Theory of Planned Behaviour (TPB) dan Risiko yang

dirasakan. Berikut merupakan model penelitian ini:

Attitude

H1

Subjective Norm H2
Behavioral Intention
H3
Perceived Behavioral
Control H4

Perceived Risk

Sumber: (Sujood, Hamid, & Bano, 2021)


Gambar 2.7
Model Penelitian

25
2.9. Bagan Alur

FAKTA

Malang merupakan salah satu kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah

Surabaya (Lararenjana, 2020). Sebagai salah satu kota terbesar di Jawa Timur,

Kota Malang memiliki berbagai daya tarik dan ciri khas yang disajikan. Malang

memiliki banyak tempat wisata yang dapat dikunjungi, terutama Pantai yang

berada di daerah Selatan. Pantai ini terbentang dari jalur lintas selatan di

Kabupaten Malang. Selain itu, Kota Malang menjadi destinasi wisata favorit di

Jawa Timur karena berdekatan dengan destinasi nasional yang terkenal di

Indonesia, seperti: Gunung Semeru, Taman Nasional Bromo dan lain

sebagainya.

Gap pada penelitian ini terlihat di hasil penelian yang dilakukan oleh

Abbasi, dkk., (2020) dan Sujood, dkk (2021). Pada penelitian yang dilakukan

oleh Abbasi, dkk. menemukan bahwa Subjective Norm dan Attitude tidak

berpengaruh terhadap Behavioral Intention, namun hanyalah Perceived

Behavioral Control yang berpengaruh terhadap Behavioral Intention.

Sedangkan penelitian yang dilakukan Sujood, dkk (2021) menemukan bahwa

Subjective Norm dan Perceived Risk tidak berpengaruh terhadap Behavioral

Intention, namun Attitude dan Perceived Behavioral Control berpengauh

terhadap Behavioral Intention

26
RUMUSAN MASALAH

1. Apakah Attitude berpengaruh positif terhadap Behavioral Intention untuk

Bepergian ke Pantai Malang Selatan pada Masa Covid-19?

2. Apakah Subjective Norms berpengaruh positif terhadap Behavioral

Intention untuk Bepergian ke Pantai Malang Selatan pada Masa Covid-19?

3. Apakah Perceived Behavioral Control berpengaruh positif terhadap

Behavioral Intention untuk Bepergian ke Pantai Malang Selatan pada Masa

Covid-19?

4. Apakah Perceived Risk berpengaruh negatif terhadap Behavioral Control

untuk Bepergian ke Pantai Malang Selatan pada Masa Covid-19?

TINJAUAN PUSTAKA

2. Theory of Planned Behavior

3. Behavioral Intention

4. Pengaruh Attitude Terhadap Behavioral Intention

5. Pengaruh Subjective Norms Terhadap Behavioral Intention

6. Pengaruh Perceived Behavioral Control Terhadap Behavioral Intention

7. Pengaruh Perceived Risk Terhadap Behavioral Intention

HIPOTESIS

1. Attitude berpengaruh positif terhadap Behavioral Intention untuk Bepergian

ke Pantai Malang Selatan pada Masa Covid-19.

27
HIPOTESIS

2. Subjective Norms berpengaruh positif terhadap Behavioral Intention untuk

Bepergian ke Pantai Malang Selatan pada Masa Covid-19.

3. Perceived Behavioral Control berpengaruh positif terhadap Behavioral

Intention untuk Bepergian ke Pantai Malang Selatan pada Masa Covid-19.

4. Perceived Risk berpengaruh negatif terhadap Behavioral Control untuk

Bepergian ke Pantai Malang Selatan pada Masa Covid-19.

HASIL PENELITIAN

28

Anda mungkin juga menyukai