Anda di halaman 1dari 33

AKUNTANSI BIAYA

VARIABLE COSTING

Kelompok 3 :
Dani Maulana C1B021001
Anisa Ramadani C1B021013
Muhamad Rafli Aprilianto C1B021037
Faradilla Yasmine Az Zakia C1B021053
Winola Farhani C1B021069
Deden Supena C1B02116
Kevin Oktavian Prasetya C1B021118

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas membuat makalah tentang
materi Variable Costing dengan tepat waktu.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi
Biaya. Selain itu, pembahasan materi Variable Costing pada makalah ini bertujuan untuk
menambah pemahaman bagi penulis dan juga pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini sehingga dapat tersusun dengan baik. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih belum sepenuhnya sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki oleh
penulis. Oleh karenanya, kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima dengan
senang hati. Terima kasih.

Purwokerto, 20 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusah Masalah...........................................................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5
A. Perbandingan Metode Full Costing dengan Metode Variabel Costing............................................5
B. Perhitungan rugi laba menurut metode variable costing................................................................8
C. Pengumpulan Biaya Dalam Metode Variabel Costing....................................................................13
D. Penyajian Laporan Laba/Rugi Kepada Pihak Luar Perusahaan.......................................................24
E. Manfaat Informasi yang Dihasilkan oleh Metode Variabel Costing...............................................28
F. Kelemahan Metode Variable Costing............................................................................................32

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan dunia usaha pada umumnya


perusahaan mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh laba optimal. Laba
mempunyai peran yang sangat penting karena menyangkut kelangsungan hidup
perusahaan. Hal - hal yang berpengaruh terhadap laba perlu mendapat perhatian yang
lebih besar, salah satunya faktor yang ikut mempengaruhi besar laba adalah harga pokok
produk.
Dalam menentukan harga pokok produk perusahaan harus dapat mengambil keputusan
yang tepat agar laba yang dihasilkan dapat optimal. Pengambilan keputusan ini
menyangkut masalah penentuan metode harga pokok produk yang tepat, salah satu
metode untuk menentukan harga pokok antara lain yaitu harga pokok proses. Harga
pokok proses ada dua metode yaitu variable costing dan full costing. Variable costing
yaitu Biaya Overhead pabrik (BOP) yang dibeban kan hanya (BOP) variable, sedangkan
full costing (BOP) yang dibebenkan adalah (BOP) variable dan BOP tetap

B. Rumusah Masalah

1. Bagaimana perbandingan metode full costing dengan metode variabel costing


2. Bagimana perhitungan laba rugi menurut metode variabel costing
3. Bagaimana pengumpulan biaya dalam metode variabel costing
4. Bagaimana penyajian laporan laba rugi kepada pihak luar perusahaan
5. Bagaimana manfaat informasi yang dihasilkan oleh metode variabel costing
6. Bagaimana kelemahan metode variabel costing

C. Tujuan

1. Mengetahui perbandingan metode full costing dengan metode variabel costing


2. Mengetahui perhitungan laba rugi menurut metode variabel costing
3. Mengetahui pengumpulan biaya dalam metode variabel costing
4. Mengetahui penyajian laporan laba rugi kepada pihak luar perusahaan
5. Mengetahui manfaat informasi yang dihasilkan oleh metode variabel costing
6. Mengetahui kelemahan metode variabel costing

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perbandingan Metode Full Costing dengan Metode Variabel Costing

Adanya perbedaan perlakuan terhadap biaya produksi tetap ini akan mempunyai akibat
pada:
 perhitungan harga pokok produksi
 penyajian laporan laba-rugi.

1. Perbedaan Metode Full Costing dengan Metode Variabel Costing Ditinjau dari Sudut
Penentuan Harga Pokok Produksi

Full costing atau sering pula disebut absorption atau conventional costing adalah metode
penentuan harga pokok produksi, yang membebankan seluruh biaya produksi, baik yang
berperilaku tetap maupun variabel kepada produk. Harga pokok produksi menurut
metode full costing terdiri dari:

Biaya bahan baku Rpxx


Biaya tenaga kerja langsung Xx
Biaya Overhead pabrik tetap xx
Biaya Overhead pabrik variable Xx
Harga pokok produk Rpxx

Dalam metode full costing, biaya overbead pabrik, baik yang berperilaku tetap maupun
variabel, dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar tarif yangcditentukan di
muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya.

Karena biaya overbead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan
di muka pada kapasitas normal, maka jika dalam suatu periode biaya overhead pabrik
sesungguhnya berbeda dengan yang dibebankan tersebut, akan terjadi pembebanan
overhead lebih (overapplied factory overbead) atau pembebanan biaya overhead pabrik
kurang (underapplied fadory overhead).

Variable costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya
membebankan biaya-biaya produksi variabel saja ke dalam harga pokok produk. Harga
pokok produk menurut metode variable costing terdiri dari:

5
Biaya bahan baku Rpxx
Biaya tenaga kerja variable Xx
Biaya Overhead pabrik variabel xx
Harga pokok produk Rpxx

Dalam metode variable costing, biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period
cost dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap
dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya.

Metode full costing menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya
sampai sat produk yang bersangkutan dijual. Jadi biaya overhead pabrik yang terjadi,
baik yang berperilaku tetap maupun yang variabel, masih dianggap sebagai aktiva
(karena melekat pada persediaan) sebelum persediaan tersebut terjual. Sebaliknya metode
variable costing tidak menyetujui penundaan pembebanan biaya overhead pabrik tetap
tersebut (atau dengan kata lain tidak menyetujui pembebanan biaya overbead tetap
kepada produk).

Menurut metode variable costing, penundaan pembebanan suatu biaya hanya bermanfaat
jika dengan penundaan tersebut diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya yang sama
dalam periode yang akan datang. Sebagai contoh pada akhir tahun 20X1 perusahaan
memiliki 100 kg produk dalam proses yang telah menelan biaya produksi sebagai berikut:

Biaya bahan baku Rp 5.000


Biaya tenaga kerja langsung 25.000
Biaya Overhead pabrik tetap 50.000
Biaya Overhead pabrik variable 30.000
Harga pokok produk Rp110.000

Biaya bahan baku sebesar Rp5.000 tersebur dibebankan schagai harga pokok produk
dalam proses dan melekat pada harga pokok: persediaan yang dicantumkan dalam nereca
per 31 Desember 20XT. Biaya bahan baku tersebut tidak dibebankan sebagai biaya dalam
tahun 20X1, tetapi ditunda pembebanannya dan pada tanggal 31 Desember 20X1,
dianggap sebagai aktiva. Dalam tahun 20X2 perusahaan tidak akan mengeluarkan biaya
bahan baku untuk 100 kg persedian yang pada tanggal 31 Desember 20X1 masih dalam
proses tersebut. Penundaan pembebanan biaya bahan baku tersebut memang bermanfaat,
karena penundaan biaya tersebut dapat menghindarkan dikeluarkannya biaya bahan baku
untuk 100 kg produk dalam proses tersebur dalam tahun 20X2. Begitu pula biaya tenaga
kerja dan biaya overhead pabrik variabel.

6
Pengertian period cost di dalam metode full costing dengan variable costing adalah
berbeda. Full costing mengadakan pemisahan antara biaya produksi dengan period cost.
Biaya produksi adalah biaya yang dapat didentifikasikan dengan produk yang dihasilkan,
sedangkan period cost adalah biaya-biaya yang tidak ada hubungannya: dengan produksi
dan dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Biaya yang termasuk dalam
period cost menurut full costing adalah biaya pemasaran dan biaya administrasi dan
umum (baik yang berperilaku tetap maupun variabel).

Pengertian period cost dalam metode variable costing berbeda dengan metode full
costing. Menurut metode variable costing, period cost adalah biaya untuk
mempertahankan tingkat kapasitas tertentu gun memproduksi dan menjual produk.
Dalam metode variable costing, period costs meliputi seluruh biaya tetap atau selural
biaya kapasitas (capacity cost),. Dengan derikian period cost menurut pengertian variat
costing adalah biaya yang dalam jangka pendek tidak berubah dalam hubungannya
dengal perubahan volume kegiatan, yang meliputi: biaya overhead pabrik tetap, biaya
permasara! tetap, biaya administrasi dan umum tetap.

2. Perbedaan Metode Full Costing dengan Metode Variabel Costing Ditinjau dari Sudut
Penyajian Laporan Laba Rugi

Perbedaan pokok antara metode variable costing dengan full costing adalah terletak pada
klasifikasi pos-pos yang disajikan dalam laporan laba rugi tersebut. Laporan laba rugi
yang disusun dengan metode full costing menitikberatkan pada penyajian unsur-unsur

biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi- fungi pokok yang ada dalam perusahaan
(functional-cost classification).laporan laba rugi di atas menyajikan biaya menurut

7
hubungan biaya dengan fungsi pokok dalam perusahaan manufaktur, yaitu fungsi
produksi, pemasaran, dan fungsi administrasi dan umum.

Laporan laba rugi metode variable costing lebih menitikberatkan pada penyajian biaya
sesuai dengan perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
Laporan laba rugi di atas, biaya tetap disajikan dalam satu kelompok tersendiri yang
harus ditutup dari laba.

B. Perhitungan rugi laba menurut metode variable costing


Contoh 1
PT El Sari memproduksi satu jenis produk. Data produksi dan biaya bulan Januan Februari, dan
Mart 19X1 disajikan dalam Gambar 5.3. Biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas
dasar unit produk yang dihasilkan. Tarif biaya overhead pabrik dihitung alas dasar kapasitas
produksi normal per bulan sebanyak 200 kg. dengan taksiran biaya overhead pabrik variabel
sebesar Rp800 dan biaya overhead pabrik tetap sebesar Rp1.600 sebulan. Tarif standar biaya
overhead pabrik tersebut berasal dari perhitungan berikut ini:
Tarif biaya overhead pabrik variabel: Rp800 : 200 =Rp4 per kg.
Tarit biaya overhead pabrik tetap: Rp1.600 : 200 = Rp8 per kg.

8
Penjelasan Perbedaan

9
Perhitungan Rugl-Laba Melode Full Coating dengan Metode Variable Costing
Untuk memahami lebih mendalam metode variable costing, berikut in diuraikan berbagai unsur
perbedaan perhitungan rugi-laba kedua melode tersebut dengan mendasarkan pada data yang
lercantum dalam Gambar 5.3 dan Gambar 5.5.
1. Perbedaan pokok antra metode full costing dengan direct costing adalah terletak pada
perlakuan terhadap biaya overhead pabrik tetap. Jika misalnya:
a = volume penjualan dalam satuan kuantitas
b = volume produksi dalam satuan kuantitas
c = biaya overhead pabrik tetap per periode
Jumlah biaya overhead pabrik tetap per satuan yang dibebankan kepada produk adalah
sebesar c/b. Dalam metode full costing, biaya overhead pabrik tetap yang dibebankan
kepada produk per period adalah sebesar hasil kali biaya overhead pabrik tetap per satuan
produk (c/b) dengan jumlah produk yang dijual dalam periode tersebut (a). Metode
variable costing membebankan seluruh biaya overhead pabrik tetap (c) ke dalam periode
terjadinya dan dipertemukan dengan pendapatan (revenues) yang diperoleh dalam
periode tersebut. Dengan demikian selisih laba rug yang dihitung menurut metode full
costing dan variable costing dihitung dengan rumus berikut ini:
Beban biaya overhead pabrik tetap menurut full costing:
Beban biaya overhead pabrik tetap menurut variable costing:
Selisih laba rugi menurut full costing dengan variable costing

a. Jika volume penjualan sama dengan volume produksi (a .= b) maka c/b (a-b) hasilnya
sama dengan O. Dengan demikian laba atau rugi yang dihitung dengan full costing sama
dengan laba atau rugi yang dihitung dengan metode variable costing. Dalam Gambar 5.5
laporan rugi-laba full costing bulan Mart 19X1 menghasilkan laba sebesar Rp5.645, yang
sama jumlahnya dengan laba yang dilaporkan oleh metode variable costing. Biaya
overhead pabrik tetap yang dibebankan kepada persediaan awal dan persediaan akhir
dalam metode full costing mempunyai akibat terhadap perhitungan rugi- laba bulan Mart
sebagai berikut:

10
Biaya overhead pabrik tetap yang melekat pada persediaan awal (mengurangi laba bersih)
= 15 x Rp8 Rp120
Biaya overhead pabrik tetap yang melekat pada persediaan akhir.
(menambah laba bersih) = 15 x Rp8 120
Selisih laba bersih metode full costing dengan metode variable costing Rog
Jadi lika persediaan akhir sama dengan persediaan awal maka laba bers. menurut metode
full costing akan sama dengan laba bersih menurut meis, variable costing, karena
sebagian period costs (biaya overhead pab..telap) yang melekat pada persediaan awal
yang dibebankan sebagai bia, : dalam periode sekarang sama dengan sebagian period
costs yang ditungan pembebanannya dalam periode sekarang.
b. Jika volume penjualan lebih besar dari volume produksi (a > b), maka rumus c/b(a- b)
hasilnya positif, yang berarti metode full costin membebankan biaya overhead pabrik
tetap lebih besar jika dibandingkan dengan yang dibebankan dengan metode variable
costing, yang mengakibatkan laba full costing-lebih- rendah, dibandingkan dengan laba
variable costing. Dengan demikian jika volume penjualan lebih bear dari volume produks
metode full costing akan menghasilkan perhitungan laba lebih rendah jika dibandingkan
dengan jika dihitung dengan metode variable costing. Dalam Gambar 5.5, dalam bulan
Februari 19X1 metode full costing menghasilkan laba sebesar Rp6.770, yang lebih
rendah Rp200 dibandingkan dengan laba yang dihasilkan oleh metode variable costing
(Rp6.970). Hal ini disebabkan karena adanya biaya overhead pabrik tetap yang oleh
metode full costin; diperhitungkan ke dalam persediaan awal dan persediaan akhir bulan
Februari. Perbedaan jumlah biaya overhead pabrik tetap yang dibebankan kepada
persediaan awal dan persediaan akhir dalam metode full cost mempunyai akibat terhadap
perhitungan rugi-laba bulan Februari sebagai berikut :
Biaya overhead pabrik tetap yang melekat pada persediaan awal
(mengurangi laba bersih) = 40 x Rp8 Rp320
Biaya overhead pabrik tetap yang melekat pada persediaan akhir
(menambah laba bersih) = 15 x Rp8 120
Selisih (lebih rendah) laba bersih metode full costing dari metode
variable costing Rp200
Jadi jika persediaan akhir lebih kecil dari persediaan awal maka laba bersih menurut
metode full costing akan lebin kecil dibanding dengan laba bersih menurul metode
variable costing, karena sebagian period cosis yang melekat pada persediaan awal yang
dibebankan sebagai biaya dalam periode sekarang lebih bear bila dibandingkan dengan
sebagian period costs yang melekat pada persediaan akhir yang ditunda pembebanannya
dalam periode sekarang.

c. Jika volume penjualan lebih kecil dari volume produksi (a < b), maka rumus c/b (a - b)
hasilnya negatif, yang berarti metode full costing membebankan biaya overhead pabrik

11
tetap lebih kecil jika dibandingkan dengan yang dibebankan dengan metode variable
costing yang mengakibatkan laba full costing lebih tinggi dibanding dengan laba variable
costing. Dengan demikian jika volume penjualan lebih bear dari volume produksi,
metode full costing akan menghasilkan perhitungan laba lebih tinggi jika dibandingkan
dengan jika dihitung dengan metode variable costing. Dalam Gambar 5.5, dalam bulan
Januari 19X1 metode full costing menghasilkan labaRp7.050, yang lebih bear Rp80
dibandingkan dengan laba variable costing (Rp6.970). Hal ini disebabkan karena full
costing menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap dengan car memperhitungkan
biaya tersebut
ke dalam persediaan akhir. Full costing membebankan biaya overhead pabrik tetap
sebagai biaya. Perbedaan jumlah biaya overhead pabrik tetap yang dibebankan sebagai
biaya bulan Januari dalam masing-masing metode tersebut adalah sebagai berikut:
Biaya overhead pabrik tetap yang melekat pada persediaan awal
(mengurangi laba bersih) = 30 x Rp8 Rp240
melekat pada persediaan awal yang dibebankan sebagai biaya dalam periode sekarang
lebih bear bila dibandingkan dengan sebagian period costs yang melekat pada persediaan
akhir yang ditunda pembebanannya dalam periode sekarang.

Oleh karena full costing menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya
dalam bulan Januari, maka akibatnya adalah laba bersih bulan Januari menurut full
costing lebih tinggi Rp80 (Rp7.050 - Rp6.970). Jadi jika persediaan akhir lebih besar dari
persediaan awal maka laba bersih menurut metode full costing akan lebih bear
dibandingkan dengan laba bersih menurut metode variable costing, karena sebagian
period costs yang melekat pada persediaan awalyang dibebankan sebagai biaya dalam
periode sekarang lebih kecil bila dibandingkan dengan sebagian period costs yang
melekat pada persediaan akhir yang ditunda pembebanannya daliam peresediaan
sekarang

12
3. Bila volume penjualan konslan dan volume produksi berubah, maka laporan rugi-laba
variable costing menunjukkan laba tau rug yang konsian karena laba alau rugi tidak
dipengaruhi oleh perubahan persediaan, sedangkan laporan rugi-laba full costing akan
menunjukkan laba alau rugi yang beruban, karena (sipengaruhi oleh perubahan
persediaan. Dalam Gambar 5.5 laporan Fugi-laba variable costing bulan Januari dan
Februari 19X1 menyajikan laba yang konstan "Ap6.970). Di. lain pihak, laporan rugi-
laba melode full costing bulan Januari dan Februari 19X1 menyajikan laba yang berubah
(bulan Januari' sebesar Rp 7.050 dan bulan Februari sebesar Rp6.770), meskipun tidak
terjadi perubahan volume penjualan dan biaya per unit.

4. Bila volume produksi konstan, kedua metode tersebut akan menunjukkan laba yang
berubah sesuai dengan penjualannya, yaitu bila volume perjualan naik. maka laba akan
naik dan sebaliknya apabila volume penjualan turn, maka laba akan turn. Tetapi
perubahan laba dalam kedua metode tersebut tidak samakarena di dalam full costing,
perubahannya dipengaruhi ole perubahan perse diaan. Pada Gambar 5.5, produksi bulan
Februari dan Mart tidak mengalami perubahan (165 unit per bulan). Karena dalam bulan
Mart terjadi penurunan volume penjualan, maka baik metode full costing maupun metode
variable costing menyajikan laba yang menurun dalam dua bulan tersebut, namun
penurunan laba tersebut tidak sama antara kedua metode tersebut.

13
C. Pengumpulan Biaya Dalam Metode Variabel Costing

Pengumpulan biaya dalam metode variable costing menurut perilaku dalam hubungannya
dengan perubahan kegiatan, Biaya dapat dibagi menjadi tiga golonagan : Biaya tetap,
Biaya variable, dan Biaya semivariable. Biaya tetap adalah biaya yang dalam kisar
perubahan kegiatan tertentu tidak berubah dengan adanya perubahan volume kegiatan,
sedangkan Biaya variable adalah biaya biaya yang berubah sebanding dengan perubahan
volume kegiatan. Biaya semivariable adalah biaya yang mengandung unsur tetap dan
unsur variable, yang berubah tidak sebanding denganperubahan volume kegiatan. Jika
perusahaan menggunakan variable costing di dalam akuntansi biaya produksinya, biaya
produksi dan biaya nonproduksi perlu dipisah menurut perilakunya dalam hubungannya
dengan perubahan volume kegiatan. Oleh karena itu metode variable costing diterapakan
dalam akuntasi biaya, di dalam buku besar perlu disediakan rekening-rekening control
berikut ini:
 Biaya overhead Pabrik variable yang dibebankan
 Biaya overhead pabrik sesungguhnya
 Biaya overhead Pabrik sesungguhnya variable
 Biaya overhead Pabrik sesungguhnya tetap
 biaya administrasi & umum
 biaya administrasi & umum variable
 biaya administrasi & umum tetap
 biaya pemasaran
 biaya pemasaran variable
 biaya pemasaran tetap
Rekening biaya overhead pabrik variabel yang dibebankan untuk mencatat biaya
overhead pabrik variabel yang dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang
ditentukan dimuka. Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik yang dibebankan
kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan dimuka adalah sebaga berikut:
Barang Dalam Proses -Biaya Overhead Pabrik Rpxx
Biaya Overhead Pabrik Variabel yang Dibebankan Rpxx
Biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dicatat pertama kali dalam
rekening Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya. Jurnal untuk mencatat biaya
overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi adalah sebagai berikut:
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rpxx
Berbagai Rekening yang Dikredit Rpxx
Pada akhir periode akuntansi, biaya overhead pabrik dianalisis perilakunya (dengan
menggunakan metode regresi misalnya) untuk dipisahkan ke dalam biaya overhead pabrik tetap
dan biaya overhead pabrik variabel. Berdasarkan analisis tersebut, biaya orerhead pabrik
sesungguhnya kemudian dipindahkan dari rekening Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya ke

14
dalam rekening Biaya Overhead Pabrik Variabel Sesungguhnya dan Biaya Overhead Pabrik
Tetap Sesungguhnya. Jumal untuk mencatat biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi
adalah sebagai berikut:
Biaya Overhead Pabrik Variabel Sesungguhnya Rpxx
Biaya Overhead Pabrik Tetap Sesungguhnya Rpxx
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhny Rpxx
Pencatatan biaya pemasaran dan biaya administrasi & umum serupa dengan pencatatan biaya
overhead pabrik sesungguhnya. Biaya pemasaran dan administrasi & umum yang terjadi dicatat
dengan jumal sebagai berikut:
Biaya Pemasaran Rpxx
Biaya administrasi & umum Rpxx
Berbagai Rekening yang Dikredit Rpxx
Pada akhir periode akuntansi, biaya pemasaran dan administrasi & umum dianalisis perilakunya
untuk dipisahkan ke dalam biaya yang berperilaku tetap dan biaya yang berperilaku variabel.
Berdasarkan analisis tersebut, biaya pemasaran kemudian dipindahkan dari rekening Biaya
Pemasaran ke dalam rekening Biaya Pemasaran Variabel dan Biaya Pemasaran Tetap. Begitu
pula dengan biaya administrasi dan umum. Jurnal untuk mencatat biaya pemasaran dan biaya
administrasi & umum menurut perilakunya adalah sebagai berikut:
Biaya Pemasaran Variabel Rpxx
Biaya Pemasaran Tetap Rpxx
Biaya Administrasi & Umum Variabel Rpxx
Biaya Administrasi & Umum Tetap Rpxx
Biaya Pemasaran Rpxx
Biaya Administrasi & Umum Rpxx
Gambar 5.6 berikut ini melukiskan pencatatan biaya overhead pabrik yang dibe bankan dan
biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dalam metode variable costing.

15
Berikut ini diberikan contoh pengumpulan dan penyajian biaya dalam perusahaan yang
menggunakan metode variable costing dan yang menggunakan metode harga pokok pesanan
dalam pengumpulan biaya produksinya.

Contoh 2

PT Rimendi berproduksi berdasarkan pesanan. Akuntansi biaya produksinya menggunakan


metode harga pokok pesanan dan penentuan harga pokok produknya menggunakan metode
variable costing. Persediaan awal produk dalam proses disajikan daa Gambar 5.7.
Unsur biaya Pesanan Pesana Total
#102 n #106
Biaya bahan baku 1.500 1.300 2.800
Biaya tenaga kerja 800 900 1.700
Biaya overhead pabrik 1.600 1.800 3.400
Total harga pokok persediaan produk dalam proses 3.900 4.000 7.900
awal

16
Gambar 5.7 Harga Pokok Persediaan Produk dalam Proses Awal

Transaksi biaya dalam bulan Januari 19X1 adalah sebagai berikut:


1. Pemakaian bahan baku selama bulan Januari 19X1 adalah sebagai berikut:
Pesanan #132 Rp. 2.000
Pesanan #133 Rp. 4.000
Pesanan #134 Rp. 6.000
Total Rp. 12.000

Jurnal untuk mencatat pemakaian bahan baku tersebut adalah sebagai berikut:
Jurnal #1
Barang dalam Proses-Biaya Bahan Rp. 12.000
Baku Persediaan Bahan Baku Rp. 12.000
2. Biaya tenaga kerja yang terjadi dalam bulan Januari 19X1 adalah sebagai berikut :
Blaya tenaga kerja varlabel:
Biaya tenaga kerja langsung produksi:
Pesanan #102 Rp. 1.400
Pesanan #106 Rp. 2.000
Pesanan #132 Rp. 10.000
Pesanan #133 Rp. 5.000
Pesanan #134 Rp. 6.600
TOTAL BIAYA TENAGA KERJA PRODUKSI RP. 25.000
VARIABEL

Biaya tenaga kerja tidak langsung produksi Rp. 15.000


variabel
Biaya tenaga kerja tetap:
Biaya tenaga kerja produksi tetap Rp. 20.000
Biaya tenaga kerja pemasaran tetap Rp. 15.000
Biaya tenaga kerja administrasi & umum tetap Rp. 10.000
Total biaya tenaga kerja Rp. 85.000
Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja tersebut adalah sebagai berikut:
Jurnal #2
Barang dalam Proses-Biaya Tenaga Rp. 25.000
Kerja
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. 35.000

17
Biaya Pemasaran Rp. 15.000
Biaya Administrasi & Umum Rp. 10.000
Gaji dan Upah Rp. 85.000

3. Biaya overhead pabrik variabel dibebankan kepada produk dengan tarif yang dihitung
sebagai berikut:
Taksiran biaya overhead pabrik variabel setahun Rp. 500.000
Taksiran biaya tenaga kerja langsung setahun Rp. 250.000
Tarif biaya overhead pabrik variabel = 500.000/250.000 = 200% dari biaya Tenaga kerja
langsung.
Biaya overhead pabrik variabel yang dibebankan kepada produksi bulan Januari 19X1 disajikan
dalam 5.8.
Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk tersebut adalah
sebagai berikut:

Barang dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Rp. 50.000


Biaya Overhead Pabrik Variabel yang Dibebankan Rp. 50.000

4. Biaya overhead pabrik sesungguhnya selain biaya tenaga kerja tidak langsu yang terjadi
dalam bulan Januari 19X1 disajikan dalam Gambar 5.9.

18
Biaya komersial tetap yang terjadi dalam bulan Januari 19X1 terdiri dari:
Biaya bahan habis pakai kantor (office supplies) Rp. 10.000
Biaya iklan (dibayar tunai) Rp. 16.000
Total biaya komersial tetap Rp. 26.000

Jurnal untuk mencatat unsur biaya overhead pabrik selain biaya tenaga kerja tidak langsung yang
sesungguhnya terjadi dalam bulan Januari 19X1 adalah sebagai berikut:
Jurnal #4
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. 60.000
Biaya Administrasi dan Umum Rp. 10.000
Biaya Pemasaran Rp. 16.000
Persediaan Bahan Penolong Rp. 18.000
Persediaan Bahan Habis pakai kantor Rp. 10.000
Akumulasi Depresiasi Rp. 15.000
Persekot Asuransi Rp. 14.000
Kas Rp. 29.000

5. Kartu harga pokok tiap pesanan yang diproses dalam bulan Januari 19X1 yang diisi
berdasarkan data yang telah diuraikan di atas disajikan dalam Gambar 5.10 sampai dengan
Gambar 5.14.

19
20
Jumal untuk mencatat produk yang selesai diproduksi dalam bulan Januari 19 adalah sebagai
berikut:
Jurnal #5
Persediaan Produk Jadi Rp. 69.100
Barang dalam Proses-Biaya Bahan Baku Rp. 8.800
Barang calam Proses-Baya Tenaga Kerja Rp. 20.100
Barang dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Rp. 40.200

Jurnal untuk mencatat penyerahan produk kepada pemesan adalah sebagai berikut:
Jurnal #6
Piutang Dagang Rp. 200. 400
Hasil Penjualan Rp. 200.400

Harga Pokok Penjualan Rp. 50.100


Persediaan Produk Jadi Rp. 50.100

Hasil penjualan bulan Januari 19X1 dihitung sebagai berikut:


Pesanan #102 Rp. 32.400
Pesanan #106 Rp. 40.000
Pesanan #132 Rp. 128.000
Total hasil penjualan Rp. 200. 400
Harga pokok produk yang dijual dihitung sebagai berikut:
Pesanan #102 Rp. 8.100

21
Pesanan #106 Rp. 10.000
Pesanan #132 Rp. 32.000
Total harga pokok produk yang dijual Rp. 50.100

Jurnal untuk mencatat produk dalam proses pada akhir bulan Januari 19X1 adalah sebagai
berikut:
Jurnal #7

Persediaan Produk Dalam Proses Rp. 25.800


Barang dalam Proses-Baya Bahan Baku Rp. 6.000
Barang dalam Proses-Baya Tenaga Kerja Rp. 6.600
Barang dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Rp. 18.200
6. Jurnal untuk memisahkan unsur blaya variabel dan biaya tetap dalam overhead pabrik yang
sesungguhnya terjadi, biaya pemasaran, dan biaya administrasi dan umum adalah sebagai
berikut:

Catatan: Biaya pemasaran tetap tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja Rp15.000 dan Rp16.000.

22
Catatan: Biaya administrasi & umum tetap tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja Rp10.000 dan
biaya bahan habis pakai kantor Rp10,000.
7. Jurnal untuk menutup rekening Biaya Overhead Pabrik Variabel yang Dibebankan ke
rekening Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Variabel adalah sebagai berikut :
Jurnal #11
Blaya Overhead Pabrik Variabel yang Dibebankan Rp. 50.000
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Variabel Rp.50.000

8. Jurnal untuk mencatat pembebanan lebih atau kurang biaya overhead pab bulan Januari 19X1
adalah sebagai berikut:
Jurnal # 12
Pembebanan Kurang/Lebih Biaya Overhead Pabrik Rp. 4.000
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Variabel Rp.4. 000
9. Laporan rugi-laba PT Rimendi bulan Januari 19X1 yang disusun berdasarka data dalam
contoh 1 tersebut di atas disajikan dalam Gambar 5.15.

23
D. Penyajian Laporan Laba/Rugi Kepada Pihak Luar Perusahaan
Jika perusahaan menggunakan metode Variable Costing dalam akuntansi biayanya, untuk
menyajikan laporan laba rugi bagi kepentingan pihak luar perlu dilakukan perubahan unsur biaya
yang diperhitungkan kedalam harga pokok persediaan produk dalam proses, persediaan produk
jadi, dan harga pokok penjualan. Perubahan ini tidak perlu dicatat dalam catatan akuntansi,
namun hanya dilakukan untuk mengubah laporan laba rugi yang disusun menurut metode
Variable costing kedalam laporan laba/rugi menurut metode full costing.
Untuk mengubah laporan laba/rugi metode Variable costing ke dalam laporan laba rugi Full
costing, diperlukan tiga langkah sebagai berikut:
Pertama. Persediaan awal produk dalam proses dan persediaan awal produk jadi ditambah harga
pokoknya dengan biaya Overhead Pabrik tetap. Untuk itu, perlu diketahui jumlah biaya
Overhead pabrik sesungguhnya yang terjadi dalam periode akuntansi sebelumnya. Jumlah ini
dibagi dengan dasar pembebanan akan diperoleh biaya overhead pabrik tetap per unit dasar
pembebanan. Biaya Overhead pabrik tetap per unit ini dikalikan dengan kuantitas dasar
pembebanan yang terdapat dalam persediaan awal akan diperoleh tambahan harga pokok
persediaan awal. Misalkan dalam contoh 1 di bawah, Total biaya overhead tetap sesungguhnya
PT Rimendi dalam tahun 20X1 berjumlah

Rp 599.850 dan dibebankan kepada produk atas dasar biaya tenaga kerja langsung tersebar
Rp322.500, maka biaya overhead paabrik tetap sesungguhnya adalah 186%(599.850: 322.500)

24
dari biaya tenaga kerja langsung. Dengan demikian harga pokok persediaan produk dalam proses
awal dihitung harga pokoknya menurut full costing sebagai berikut:

…..
Kedua. Biaya produksi menurut metode variable yang semula hanya membebankan biaya
produksi variabel saja perlu di-adjust dengan menambahkan biaya overhead pabrik tetap
sesungguhnya sebesar Rp 49.000
Ketiga. persediaan akhir produk dalam proses dan persediaan akhir produk jadi ditambah harga
pokoknya dengan biaya overhead pabrik tetap. Untuk itu biaya overhead pabrik tetap
sesungguhnya yang terjadi dalam periode akuntansi sekarang dibagi dengan dasar pembebanan
untuk menghitung biaya overhead pabrik tetap per unit dasar pembebanan. Biaya Overhead
pabrik tetap per unit ini dikalikan dengan kuantitas dasar pembebanan yang terdapat dalam
persediaan akhir akan diperoleh tambahan harga pokok persediaan akhir. Dalam contoh 1 diatas,
total biaya overhead tetap sesungguhnya PT Rimendi dalam bulan januari 20X1 berjumlah Rp
49.000 dan dibebankan kepada produk atas dasar biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp 25.000,
maka biaya overhead [abrik tetap sesungguhnya adalah 196%(49.000:25.000) dari biayatenaga
kerja langsung. Dengan demikian harga pokok persediaan produk dalam proses akhir dan
persediaan produk akhir dihitung harga pokoknya menurut Fullcosting yang disajikan pada
gambar berikut:

Laporan laba rugi metode Fullcosting yang disusun dari modifikasi informasi yang disajikan
dalam laporan laba rugi variable costing disajikan dalam gambar .17

25
26
E. Manfaat Informasi yang Dihasilkan oleh Metode Variabel Costing
1. Manfaat Informasi Variable Costing dalam Perencanaan Laba Jangka Pendek
Untuk kepentingan perencanaan laba jangka pendek, manajemen perusahaan memerlukan
informasi biaya yang dipisahkan. Pemisahan biaya tersebut menurut perilaku biaya dalam
hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dalam jangka pendek, biaya tetap tidak
berubah dengan adanya perubahan volume aktivita. Sehingga hanya biaya variabel yang
perlu dipertimbangkan oleh manajemen dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu,
metode variabel costing adalah menghasilkan laporan laba rugi yang menyajikan informasi
biaya variabel yang terpisah dari informasi biaya tetap, dapat memenuhi kebutuhan
manajemen untuk perencanaan laba jangka pendek. Laporan Laba Rugi variabel costing
menyajikan dua ukuran penting : (1) laba kontribusi dan (2) operating leverage. Cara untuk
menghitung dua ukuran tersebut adalah dengan menghitung Rasio Laba Kontribusi dan
Operating Leverage seperti berikut ini:

Perencanaan laba jangka pendek dilakukan oleh manajemen pada saat penyusunan
anggaran. Dalam proses penyusunan anggaran tersebut, manajemen berkepentingan untuk
menguji pengaruh setiap alternatif yang akan dipilih terhadap laba perusahaan. Karena
dalam jangka pendek biaya tetap tidak berubah. Maka informasi yang relevan dengan
perencanaan laba jangka pendek adalah informasi yang berdampak terhadap hasil penjualan

27
dan biaya variabel. Yang keduanya merupakan komponen untuk menghitung laba kontribusi
dan rasio laba kontribusi.
Misalnya dalam penyusunan anggaran, manajemen puncak mempertimbangkan rencana
untuk menaikkan harga jual produk sebesar 10%. Rencana kenaikan itu diperkirakan tidak
akan mengurangi kuantitas produk yang akan dijual. Jika biaya variabel dan biaya tetap
tidak mengalami perubahan, maka pengaruh kenaikan harga jual tersebut terhadap laba
jangka pendek dapat dengan mudah dihitung. Untuk menghitungnya adalah dengan cara
mengalikan rasio laba kontribusi dengan persentase kenaikan harga jual tersebut. Jika rasio
laba kontribusi sebesar 40%, maka laba bersih akan naik 4% (40% x 10%) karena adanya
rencana kenaikan harga jual sebesar 10% tersebut.
Dengan rasio laba kontribusi, manajemen dapat dengan mudah mempertimbangkan
alternatif yang menyangkut biaya tetap. Misalnya rasio laba kontribusi sebesar 40%. Dan
manajemen puncak memperkirakan dengan menaikkan anggaran biaya iklan sebesar Rp
11.000.000 akan menaikkan hasil penjualan sebesar Rp 35.000.000.

Dengan adanya pemisahan biaya tetap dan biaya variabel dalam laporan laba rugi metode
variabel costing. Hal ini memungkinkan manajemen melakukan analisis hubungan antara
biaya, volume, dan laba.
2. Manfaat Informasi Variable Costing dalam Pengendalian Biaya
Variabel costing adalah menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengendalikan
period costs dibandingkan informasi yang dihasilkan oleh full costing. Dalam metode full
costing, biaya overhead pabrik tetap diperhitungkan dalam tarif biaya overhead pabrik dan
dibebankan sebagai unsur biaya produksi. Oleh karena itu, manajemen kehilangan perhatian
terhadap period costs (biaya overhead pabrik tetap) tertentu yang dapat dikendalikan. Di
dalam variabel costing, period costs yang terdiri dari biaya yang berperilaku tetap yang
dikumpulkan. Dan disajikan secara terpisah dalam laporan laba rugi sebagai pengurang
terhadap laba kontribusi. Biaya tetap ini dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) golongan :
Discretionary fixed costs dan Committed fixed costs. Discretionary fixed costs adalah biaya
yang berperilaku tetap karena kebijakan manajemen. Biaya ini dalam jangka pendek dapat
dikendalikan oleh manajemen. Sebagai contoh, biaya iklan instagram yang ditetapkan
sebesar Rp 3.000.000 per bulan. Committed fixed costs adalah biaya yang timbul dari
pemilikan pabrik, peralatan, dan organisasi pokok. Perilaku Committed fixed costs ini dapat
ditentukan secara jelas dengan cara mengamati biaya yang tetap terjadi jika aktivitas
perusahaan dihentikan sama sekali. Committed fixed costs adalah semua biaya yang tetap
dikeluarkan, yang tidak dapat dikurangi guna mempertahankan kemampuan perusahaan

28
dalam memenuhi tujuan jangka panjang perusahaan. Contoh Committed fixed costs dalam
biaya depresiasi, sewa, asuransi, dan gaji karyawan inti. Dalam jangka pendek Committed
fixed costs tidak dapat dikendalikan oleh manajemen perusahaan. Dengan dipisahkannya
biaya tetap dalam kelompok tersendiri dalam laporan laba rugi variabel costing. Maka
manajemen dapat memperoleh informasi dicretionary fixed costs terpisah dari committed
fixed costs. Sehingga pengendalian biaya tetap dalam jangka pendek dapat dilakukan oleh
manajemen.
3. Manfaat Informasi Variable Costing dalam Pengambilan Keputusan
Variabel costing adalah menyajikan data yang bermanfaat untuk pembuatan keputusan
jangka pendek. Dalam pembuatan keputusan jangka pendek yang menyangkut mengenai
perubahan volume kegiatan. Period costs tidak relevan karena tidak berubah dengan adanya
perubahan volume kegiatan. Variabel costing khususnya bermanfaat untuk penentuan harga
jual jangka pendek.
PT Ellona memproduksi dan menjual produk A. Biaya per satuan produk A adalah
sebagai berikut:
a) Biaya bahan baku = Rp 100
b) Biaya tenaga kerja variabel = Rp 200
c) Biaya overhead pabrik variabel = Rp 300
d) Biaya pemasaran & administrasi variabel = Rp 250

Jumlah biaya variabel = (a) + (b) + (c) + (d) = Rp 850

Biaya tetap = Rp 150

Harga pokok produk A per satuan = Rp 850 + Rp 150 = Rp 1.000


PT Ellona menerima pesanan sebanyak 1.000 satuan produk A di luar penjualan rutin.
Harga yang diminta oleh pemesan adalah Rp 900 per satuan. Menurut metode full costing,
harga jual yang diminta oleh pemesan tersebut akan menghasilkan rugi bruto sebesar Rp 100
per satuan (Rp 900 – Rp 1000). Sehingga menurut metode full costing, pesanan khusu
tersebut akan ditolak. Namun jika pabrik masih mempunyai kapasitas yang belum dipakai,
menurut metode variabel costing , pesanan tersebut akan diterima. Karena pesanan khusus
tersebut masih dapat menghasilkan laba kontribusi sebesar Rp 50 per satuan (Rp 900 – Rp
850).
Jika pesanan sebanyak 1.000 satuan produk A tersebut diterima, menurut metode variabel
costing perusahaan akan memperoleh tambahan laba konstribusi sebesar 1.000 X (Rp 900 –
Rp 850) = Rp 50.000. Jika biaya tetap diharapkan konstan, berarti tambahan laba kontribusi
tersebut akan menaikkan laba bersih sebesar Rp 50.000.
Ditinjau dari sudut penerimaan harga, perbedaan pokok antara full costing dan variabel
costing adalah terletak pada konsep penutupan biaya (concept of cost recovery). Menurut
metode full costing, harga jual harus dapat menutup total biaya, termasuk biaya tetap. Dalam

29
metode variabel costing, bila harga jual tersebut telah tidak menghasilkan laba kontribusi
guna menutup biaya tetap adalah lebih baik. Daripada harga jual yang tidak menghasilkan
laba kontribusi sama sekali.
Berikut ini contoh penggunaan informasi variabel costing untuk pengambilan keputusan
membeli atau membuat sendiri.
Dalam contoh ini uraian lebih ditekankan pada peranan pemisahan biaya produksi ke
dalam biaya tetap dan biaya variabel (metode variabel costing) dalam pengambilan
keputusan membeli atau membuat sendiri.
PT Milenial Jaya selama ini memproduksi suku cadang nomor 4965 yang merupakan
salah satu suku cadang produk rakitannya.
Biaya bahan baku = Rp 320
Biaya tenaga kerja langsung = Rp 240
Biaya overhead pabrik variabel = Rp 110
Biaya overhead pabrik tetap = Rp 140
Jumlah = Rp 810
Rata-rata pemakaian suku cadang tersebut per bulan adalah sebanyak 60.000 satuan.
Dalam suatu rapat penyusunan anggaran, Bagian Pembelian mengajukan usul agar
perusahaan membeli saja suku cadang tersebut, dari pemasok untuk kepentingan
penghematan biaya. Bagian Pembelian menyatakan pada jumlah pembelian sebanyak rata-
rata kebutuhan selama sebulan suku cadang tersebut dapat dibeli dengan harga Rp 700 per
satuan. Jika suku cadang tersebut dibeli dari pemasok luar, tidak diperlukan peralatan
tambahan. Tapi hanya menaikkan biaya administrasi dan umum sebesar Rp 100.000 per
bulan. Dan tambahan biaya pergudangan sebesar Rp 25 per satuan. Fasilitas produksi yang
semula digunakan untuk memproduksi suku cadang tersebut masih dapat digunakan untuk
memproduksi suku cadang yang lain. Kepala Bagian Produksi melaporkan bahwa, jika
produksi suku cadang tersebut dihentikan tidak akan berakibat pada biaya overhead pabrik
tetap.
Secara sepintas tampak seolah-olah dengan membeli suku cadang tersebut dari pemasok
luar akan menimbulkan penghematan biaya sebesar Rp 85 per satuan (Rp 810 – Rp 725).
Atau sebesar 60.000 unit x Rp 85) – Rp 100.000 = Rp 5.000.000 per bulan. Tapi dalam
peristiwa ini sesungguhnya tidak ada penghematan biaya. Sebagian dari biaya standar
sebesar Rp 180 per satuan tersebut adalah biaya overhead pabrik yang berperilaku tetap.
Dengan penghentian produksi suku cadang tersebut, tidak akan mempunyai pengaruh
terhadap biaya overhead pabrik tetap tersebut. Jadi dalam pengambilan keputusan membeli
atau membuat sendiri suku cadang tersebut, biaya overhead pabrik tetap tersebut adalah
biaya tidak relevan. Hanya biaya-biaya variabel saja : biaya bahan baku, tenaga kerja, dan
biaya overhead pabrik variable yang relevan dalam keputusan ini.

30
Sehingga pengambilan keputusan membeli atau membuat sendiri suku cadang nomor
4965 sebaiknya didasarkan pada analisis berikut ini:

Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa alternatif tetap memproduksi sendiri
suku cadang yang seharusnya dipilih. Karena alternatif membeli dari pemasok luar akan
menimbulkan biaya tambahan setelah pajak perseroan per bulan sebesar Rp 2.550.000.
Dalam informasi yang disajikan pada analisis di atas, telah diperhitungkan pajak penghasilan
dikenakan atas laba perusahaan. Jika alternatif membeli dari pemasok luar dipilih, terjadi
penurunan laba sebesar Rp 3.400.000. Sehingga alternatif tersebut akan menimbulkan
penghematan pajak (tax saving) sebesar = 25% x Rp 3.400.000 = Rp 850.000. Dengan
demikian dalam pengambilan keputusan itu, adanya penghematan pajak sebesar Rp 850.000
harus dikurangkan dari biaya tambahan sebesar Rp 3.400.000 per bulan tersebut.

F. Kelemahan Metode Variable Costing


Kelemahan-kelemahan metode variable costing adalah sebagai berikut:

1. Pemisahan biaya-biaya ke dalam variabel dan tetap sebenarnya sulit dilaksanakan, karena
jarang sekali suatu biaya benar-benar variabel atau benar-benar tetap. Suatu biaya
digolongkan sebagai suatu biaya variable jika asumsi ini dipenuhi :
a) Bahwa harga barang atau jasa tidak berubah.
Misalkan konsumsi solar untuk diesel listrik tergantung pada kegiatan pabrik, maka biaya
solar adalah biaya variabel dengan asumsi harga belinya tidak berubah, karena apabila
harganya berubah, maka biaya bahan bakar tersebut tidak lagi berubah sebanding dengan
perubahan kegiatan produksi.
b) Bahwa metode dan prosedur produksi tidak berubahubah.

31
c) Bahwa tingkat efisiensi tidak berfluktuasi.

Sedangkan biaya tetap dapat dibagi menjadi dua kelompok:


a) Biaya tetap yang dalam jangka pendek dapat berubah, misalnya gaji manajer produksi,
pemasaran, keuangan serta gaji manajer akuntansi.
b) Biaya tetap yang dalam jangka panjang konstan, misalnya biaya depresiasi dan sewa
kantor yang dikontrakkan untuk jangka panjang.

2. Metode variable costing dianggap tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim, sehingga
laporan keuangan untuk kepentingan pajak dan masyarakat umum harus dibuat atas dasar
metode full costing, jika biaya overhead pabrik tetap tidak diperhitungkan dalam harga
pokok persediaan dan harga pokok penjualan akan menghasilkan informasi harga pokok
produk yang tidak wajar.

3. Dalam metode variable costing, naik turunnya laba dihubungkan dengan perubahan-
perubahan dalam penjualan. Untuk perusahaan yang kegiatan usahanya bersifat musiman,
variabel costing akan menyajikan kerugian yang berlebih-lebihan dalam periode-periode
tertentu, sedangakan dalam periode lainnya akan menyajikan laba yang tidak normal.
Laporan rugi-laba bulanan yang disajikan berdasarkan metode variable costing diragukan
manfaatnya bila dibandingkan dengan laporan rugi-laba yang disusun atas dasar metode full
costing.

4. Tidak diperhitungkannya biaya overhead pabrik tetap dalam persediaan dan harga pokok
persediaan akan mengakibatkan nilai persediaan lebih rendah, sehingga akan mengurangi
modal kerja yang dilaporkan untuk tujuan-tujuan analisis keuangan.

Dari penjelasan mengenai kelemahan-kelemahan metode Variable Costing dapat


dikemukakan bahwa metode Variable Costing mampu menghasilkan informasi yang bermanfaat
bagi manajemen dalam perencanaan laba jangka pendek, pengendalian biaya tetap yang lebih
baik, dan pengambilan keputusan jangka pendek. Dalam metode Variable Costing, naik turunnya
laba dihubungkan dengan perubahan-perubahan dalam penjualannya.

32
33

Anda mungkin juga menyukai