Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Biaya produksi merupakan factor penting mempengaruhi tinggi rendahnya harga
jual dari produk yang dihasilkan. Oleh karena itu perusahaan perlu memerlukan
pengendalian produksi yang efektif sehingga kegiatan operasionalnya dapat berjalan
dengan baikdan efisien (Edison dan Sapta, 2010). Suatu pengendalian biaya produksi yang
efektif dapat terlaksana dengan adanya perencanaan biaya produksi yang baik. Salah satu
bentuk perencanaan tersebut adalah denga menyusun anggaran biaya produksi.
Pengendalian dilakukan dengan membandingkan anggaran biaya produksi yang
telah dihitung dimuka dengan biaya produksi yang sesungguhnya (biaya realisasi). Jika
biaya realisasinya lebih besar dari pada yang telah dianggarkan sebelumnya maka dianggap
tidak menguntungkan (unfavorable), sebaliknya jika biaya realisasinya lebih rendah dari
anggaran dianggap menguntungkan (favorable)(Hongren, Datar, dan Rajan, 2012).
Pengendalian biaya dimulai dengan melakukan pencatatan-pencatatn semua transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan. Pengendalian dilakukan untuk memastikan bahwa pelaksanaan
yang dicapai sesuai dengan tujuan dan rencana yang ditetapkan maka perlu dilakukan
analisa terhadap ketidaksesuaian tersebut dan tindakan perbaikan yang tepat. Tindakan
perbaikan ini disebut pengendalian (control).
Pengendalian adalah proses dinamis. Penekanan selalu pada membuat cara
konstruktif untuk mengembalikan prestasi kerj ke standar, bukan hanya sekedar
mengetahui kegagalan pada masa lalu. Dengan demikian proses pengendalian harus
memulai dengan perencanaan yang realistis dan juga adanya tanggung jawab dari manajer.
Dalam pengendalian yang baik harus diketahui siapa yang bertanggung jawab atas
terjadinya biaya.
Dalam pengendalian biaya produksi terdapat beberapa elemen yang perlu
diperhatikan adalah pengendalian biaya bahan baku, pengendalia tenaga kerja langsung dan
pengendalian biaya overhead pabrik.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian BBB,BTKL,BOP
2. Pengendalian BBB, BTKL, BOP
3. Bagaimana Perhitungan BBB, BTK dan BOP

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian dari BBB,BTK, BOP
2. Mengetahui pengendalian dari BBB, BTKL, BOP
3. Mengetahui Perhitungan BBB, BTKL, BOP

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Biaya Bahan Baku


Bahan baku adalah bahan yng membentuk bagian menyeluruh produk terrjadi.
Bahan baku yang diolah perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian local,
impor, atau dari pengelolaan sendiri. Di dalam memperoleh bahan baku, perusahan tidak
hanya mengeluarkan biaya sejumlah harga beli bahan baku saja, tetapi juga mengeluarkan
biaya-biaya pembeliaan, pergudangan, dan biaya-biaya perolehan lain. Timbul masalah
mengenai unsur biaya apa saja yang diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku yang
dibeli.
Biaya bahan baku merupakan kompenen biaya yang terbesar dalam pembuatan
produk jadi. Dalam perusahaan manufaktur, bahan baku diolah menjadi produk jadi dengan
mengelurkan biaya konversi. Bahan yang digunkan untuk produksi
diklasifikasikanmenjadi bahan baku (bahan langsung) dan bahan pembantu (bahan tidak
langsung). Bahan langsung yaitu bahan yang digunakan untuk produksi yang dapat
diidentifikasikan ke produk. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung merupakan
biaya utama (prime cost) yang dibebankan kepada persediaan produk dalam proses. Bahan
tidak langsung meliputi semua bahan yang bukan merupakan bahan baku. Bahan tidak
langsung dibebankan pada biaya overhead pabrik saat bahan tersebut digunakan untuk
produksi.

2.1.1 Perolehan dan Pengunaan Bahan Baku


Proses produksi dan kebutuhan bahan baku bervariasi sesuai dengan ukuran dan jenis
industry dari perusahaan, pembelian dan pengguna bahan baku biasanya meliputi
langkah-langkah :
1. Untuk setiap produk atau variasi produk, insinyur menentukan rute (routing) untuk
setiap produk, yang merupakan urutan operasi yang akan dilakukan, dan sekaligus
menetapkan daftar bahan baku yang diperlukan (bill of materials) yang merupakan
daftar kebutuhan bahan baku untuk setiap langkah dalam urutan operasi tersebut.
2. Anggaran produksi (Production budget) menyediakan rencana utama, dari mana
rincian mengenai bahan baku dikembangkan.
3. Bukti permitaan pembelian (purchase requisition) menginformasikan agen
pembelian mengenai jumlah dan jenis bahan baku yang dibutuhkan.
3
4. Pesan pembelian (purchase order) merupakan kontrak atas jumlah yang harus
dikirimkan.
5. Laporan penerimaan (receiving report) mengeseahkan jumlah yamg diterima, dan
mungkin juga melaporkan hasil pemeriksaan dan pengujian mutu.
6. Bukti penerimaan bahan baku (material requisition) memberikan wewenang bagi
gudang untuk mengirimkan jenis dan jumlah tertentu dari bahan baku ke department
tertentu pada waktu tertentu.
7. Kartu catatan bahan baku (material record card) mencatat setiap penerimaan dan
pengeluaran dari setiap jenis bahan baku dan berguna sebagai catatan persediaan
perpetual.

2.1.2 Pemebelian Bahan Baku

Dalam organisasi besar, pemeblian bahan baku biasanya dilakukan oleh departemen
pembelian, yang dikepalai oleh agen pembelian. Adapun tugas dari departemen
pembelian adalah :

1. Menerima bukti permintaan pembelian atas bahan baku, perlengkapan dan peralatan.
2. Menyimpan informasi mengenai sumber pasokan harga dan jadwal pengepalan serta
penghantaran,
3. Membuat dan menempatkan pesanan pembelian
4. Mengatur pelaporan diantara departemen pembelian, penerimaan dan akuntansi

Dibeberapa perusahaan, departemen pembelian memiliki fungsi tambahan yaitu


menyetujui pembayaran atas setiap faktur yang diterima dari pemasok.

2.1.3 Pengendalian Bahan Baku

Kelancaran proses produksi sangat ditentukan oleh tersedianya bahan baku dalam
jumlah dan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Hal ini disebabkan karena
bahan baku merupakan faktor utama dalam pelaksanaan proses produksi pada suatu
perusahaan.
Menurut Hanggana (2006:11) pengertian bahan baku adalah sesuatu yang
digunakan untuk membuat barang jadi, bahan pasti menempel menjadi satu dengan
barang jadi. Dalam sebuah perusahaan bahan baku dan bahan penolong memiliki arti

4
yang sangat penting, karena menjadi modal terjadinya proses produksi sampai hasil
produksi.

Pengelompokan bahan baku dan bahan penolong bertujuan untuk pengendalian


bahan dan pembebanan biaya ke harga pokok produksi. Pengendalian bahan
diprioritaskan pada bahan yang nilainya relatif tinggi yaitu bahan baku.

Baroto (2002:52) mengemukakan bahwa arti bahan baku adalah barang–barang


yang terwujud seperti :
1. Tembakau
2. Kertas
3. Plastic ataupun bahan lainnya yang diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari
pemasok, atau diolah sendiri oleh perusahaan untuk digunakan perusahaan dalam
proses produksinya sendiri.
Tujuan dasar dari pengendalian persediaan bahan baku adalah kemampuan untuk
mengirimkan pesanan pada saat yang tepat pada pemasok terbaik untuk memperoleh
kuatitas yang tepat pada harga dan kualitas yang tepat. Pada umumnya persediaan bahan
baku akan digunakan untuk menunjang pelaksanaan proses produksi yang bersangkutan
tersebut.

Menurut Rangkuti (2004:19) ada 5 macam teknik yang biasa digunakan perusahaan
untuk menghitung pengendalian persediaan, yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Metode Analisis ABC
Metode ini sangat berguna dalam memfokuskan perhatian manajemen terhadap
penentuan jenis barang yang paling penting dalam sistem inventori yang bersifat
multisistem.
2. Metode Pengendalian/ Pengawasan Persediaan (EOQ)
Pengendalian persediaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dapat
dipecahkan dengan menerapkan metode kuantitatif. Konsep ini dapat diterapkan baik
untuk industri skala kecil maupun industri skala besar.

5
3. Pengendalian Persediaan dalam Kondisi Tidak Tentu dan Ada Pemesanan
Kembali
Model ini dapat sesuai apabila permintaan diketahui berasal dari sejumlah besar
sumber yang independen. Secara spesifik, hal ini sering terjadi dalam persediaan
berupa barang – barang yang telah jadi (finished goods), tetapi jarang ditemukan pada
bahan mentah atau bahan setengah jadi yang memerlukan proses pengolahan lebih
lanjut.
4. Pengendalian Persediaan dalam Kondisi Tidak Tentu dan Tidak Ada
Pemesanan Kembali
Bagian ini akan membahas pemecahan masalah persedian yang kondisinya tidak
memungkinkan untuk pemesanan kembali. Produk tersebut secara ekonomi tidak
dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama.
5. Sistem Persediaan Just In Time
Sistem Just In Time mengacu kepada kartu yang mengizinkan satu departemen dari
satu organisasi untuk menghasilkan jumlah minimum dari suatu jenis barang dalam
menjawab reaksi dari persyaratan departemen lain. Idenya adalah dengan
menggunakan relatif sangat kecil order (atau produksi), dengan relatif Low Order
Points, sehingga pemenuhan persediaan dapat datang just in time.

2.2 Pengertian Biaya Tenaga Kerja Langsung

Tenaga Kerja langsung adalah tenaga manusia yang secara langsung berperan dalam
proses produksi, dengan ciri-ciri :
1. Besar kecilnya biaya berhubungan secara langsung dengan kegiatan produksi
2. Biaya yang di keluarkan merupakan biaya variable
3. Kegitan tenaga kerja langsung dihubungkan dengan produksi untuk penentuanharga
pokok.
Tenaga kerja langsung adalah tenaga manusia yang bekerja langsung mengolah produk.
Untuk perusahaan yang memproduksi kursi rotan,yang disebut tenaga kerja langsung
antara lain tukang potong rotan, tukang ketam (pelicin) kursi rotan, dan tukang warna kursi
rotan.

6
Anggaran biaya tenaga kerja langsung merupakan anggaran yang merencanakan secara
lebih terperinci tentang upah yang akan dibayarkan kepada para tenaga kerja langsung
selama periode yang akan datang, yang di dalamnya meliputi rencana tentang jumlah waktu
yang diperlukan oleh para tenaga kerja langsung untuk menyelesaikan unit yang akan
diproduksi, tarif upah yang akan dibayarkan kepada para tenaga kerja langsung dan waktu
(kapan) para tenaga kerja langsung tersebut menjalankan kegiatan proses produksi, yang
masing-masing dikaitkan dengan jenis barang jadi (produk) yang akan dihasilkan, serta
tempat (departemen) di mana para tenaga kerja langsung tersebut akan bekerja.
Pendekatan yang digunakan untuk membuat anggaran tenaga kerja langsung:
1. Memperkirakan standar jam tenaga kerja langsung yang dibutuhkan untuk setiap unit
dari setiap produk, kemudian memperkirakan tingkat upah rata-rata menurut
departemen, pusat biaya, atau operasi dikalikan waktu standar per unit dari produk
dengan rata-rata tingkat upah per jam, menghasilkan biaya tenaga kerjalangsung per
unit keluaran untuk setiap departemen,pusat biaya, atau operasimenurut tingkat biaya
tenaga kerja langsung per unit untuk memperoleh total biaya tenaga kerja langsung
menurut produk.
2. Memperkirakan rasio dari biaya tenaga kerja langsung untuk beberapapengukuran dari
keluaran yang dapat direncanakan secara realisti. 88 Dr. Enni Savitri, SE, MM.Ak
3. Membuat data personel menurut kebutuhan jumlah personel(termasuk biaya)untuk
tenaga kerja langsung setiap pusat tanggung jawab.

2.2.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyusunan Tenaga kerja Langsung

Suatu rencana yang menggambarkan berapa besarnya biaya tenaga kerja langsung yang
harus dibayarkan pada setiap departemen produksi maupun secara keseluruhan selama
satu periode dalam pelaksanaan proses produksi guna menghasilkan produk sesuai
dengan rencana produksinya.

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penyusunan biaya tenaga kerja


langsung:
1. Budget unit yang akan diproduksi (susunan tenaga kerja,kualitas dan kuantitas barang
yang akan diproduksi
2. Standar waktu (time standar)
3. System pembayaran upah yang dipakai perusahaan
Pada dasarnya ada 3 sistem pembayaran upah :

7
1. Menurut jam kerja
2. Menurut kuantitas hasil kerja
3. Menurut jam kerja, kuantitas hasil kerja, dan insentif yang didasarkan pada prestasi
kerja.

2.2.2 Struktur Anggaran Biaya Tenaga Kerja Langsung

Harus selaras dengan struktur rencana laba tahunan. Oleh karena itu, harus
memperlihatkan biaya dan jam tenaga kerja langsung yang direncanakan menurut pusat
tanggung jawab, waktu (bulanan atau kwartalan), dan menurut produk.

2.2.3 Perencanaan dan Pengendalian Biaya Tenaga Kerja Langsung

Tolak ukur pengendalian biaya tenaga kerja langsung bagi seorang controller adalah
sebagai berikut :
1. Menetapkan prosedur-prosedur untuk membatasi banyaknya pegawai yang
dimasukkan kedalam daftar upah sampai jumlah yang diperlukan untuk rencana.
2. Menyediakan pra rencana yang akan dipergunakan dalam menetapkan regu kerj
dengan perhitungan standar jam yang diperlukan untuk program produski.
3. Melaporkan per jam, per hari, atau per minggu prestasi kerja dari tenaga kerja yang
sebenarnya dibandingkan dengan standarnya.
4. Menetapkan prosedur-prosedur untuk pendistribusian biaya tenaga kerja yang
sebenarnya termasuk mengklasifikasikan biaya tenaga kerja untuk menyediakan
analisis selisih tenaga kerja yang informative.

Hal hal yang perlu di perhatikan dalam pengendalian dan perencanaan tenaga kerja
langsung:

1. Kebutuhan personel
2. Penerimaan tenaga kerja
3. Pelatihan
4. Pengukuran kinerja
5. Urutan tugas dan penilaian
6. Negosiasi dengan serikat pekerja
7. Administrasi upah dan gaji

8
Fungsi perencanaan dan pengendalian anggaran tenaga kerja

1. Pemakaian tenaga kerja bisa lebih efesien karena perencanaan dan standar telah di
tentukan dengan matang
2. Pengeluaran(biaya)tenaga kerja dapat di rencanakan dan di atur secara efesien
3. Harga pokok barang dapat di hitung

2.3 Pengertian Biaya Overhead Pabrik

Overhead pabrik adalah bahan baku tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung
serta biaya tidak langsung lainnya yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke produk

selesai atau tujuan akhir biaya. Istilah lain yang dapat digunakan untuk overhead pabrik

adalah biaya produksi, atau biaya tidak langsung.

Banyaknya kendala dalam menentukan BOP ini menjadi permasalahan tersendiri dalam
pencatatan akuntansi. Biaya-biaya overhead pabrik ini bisa terjadi secara teratur, bisa juga
terjadi secara tidak menentu dalam waktu satu periode serta banyak macamnya sehingga
kadang perusahaan kesulitan dalam menentukan apakah biaya overhead pabrik yang
dikeluarkan telah sesuai dengan anggaran atau malah terjadi ketidak efisienan. Hal inilah
yang membuat perusahaan kesulitan melacak ke mana biaya-biaya yang dikeluarkan
sehingga berakibat pada meruginya perusahaan.

Hal ini sebenarnya bisa diatasi dengan di buatnya anggaran untuk setiap periode
akuntansi, namun belum bisa memecahkan masalah pertanggungjawaban atas biaya
produksi yang dikeluarkan. Namun permasalahan biaya overhead pabrik ini dapat
dipecahkan dengan melakukan pembagian pabrik menjadi beberapa departemen atau
bagian sehingga biaya overhead yang dikeluarkan juga bisa dipilah berdasarkan tiap bagian
pabrik. Adapun tujuan dari pembagian pabrik menjadi beberapa departemen ini adalah
untuk lebih meningkatkan ketepatan dalam memperhitungkan biaya produksi serta
meningkatkan pengendalian mengenai siapa yang bertanggungjawab terhadap biaya
overhead pabrik.

Dengan penetapan tarif yang berbeda di setiap departemen, perhitungan biaya overhead
menjadi lebih akurat. Dengan adanya pembagian departemen ini maka perhitungan biaya
overhead pabrik bisa dilakukan dengan lebih tepat. Jadi diperlukan rencana anggaran pada
tiap-tiap departemen sehingga akan dapat diketahui jika terdapat selisih biaya yang

9
signifikan. Dengan pembagian pabrik menjadi beberapa departemen, perhitungan biaya
produksi akan lebih baik dan efisien. Pembagian departemen ini membuat tiap departemen
bertanggung jawab pada biaya overhead yang dikeluarkan di departemen tersebut.

2.3.1 Karakteristik Biaya Overhead Pabrik


Dua karakteristik yang perlu dipertimbangkan tersebut adalah :
1. Hubungan overhead pabrik dengan produk atau volume produksi.
Pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk perlu diperhitungkan karena
overhead pabrik adalah bagian dari biaya produk, tetapi pembebanan overhead pabrik
sulit diperhitungkan karena biaya tersebut tidak dapat ditelusuri secara langsung
kepada produk selesai seperti pembebanan biaya bahan baku langsung dan tenaga
kerja langsung. Oleh karena itu, untuk membebankan overhead pabrik yang
sewajarnya dibebankan kepada produk perlu mempertimbangkan hubungan overhead
pabrik tersebut dengan produk atau volume produksi.
2. Overhead pabrik berurusan dengan elemen-elemen biaya yang berhubungan dengan
perubahan biaya overhead pabrik terhadap perubahan volume produksi. Apabila
overhead pabrik tersebut dihubungkan dengan perubahan valume produksi maka
biaya overhead pabrik dapat dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variable.

2.3.2 Faktor-faktor Yang Dipertimbangkan Dalam Penentuan Tarif Overhead Pabrik


a. Dasar yang digunakan
Penetuan tarif yang digunakan merupakan hal yang penting untuk menentukan
overhead pabrik yang sewajarnya dibebenkan kepada produk. Penetuan dasar tarif ini
biasanya dihubungkan dengan fungsi yang diwakili oleh overhead pabrik yang akan
dibebankan.
b. Pemilihan tingkat aktivitas
Tujuan tingkat aktivitas :
1. Penetapan biaya standar
2. Pembebanan biaya ke persediaan
3. Penyusunan anggaran fleksibel untuk departemen dan penentuan tariff BOP
4. Perhitungan titik impas
5. Penjadwalan produksi
6. Pengukuran pengaruh

10
c. Memasukan atau tidak memasukan overhead pabrik tetap
Memasukan atau tanpa memasukan overhead pabrik dalam penentuan tarif biaya
overhead pabrik. Pabrik berhubungan dengan menetode penentuan harga pokok yang
digunakan. Metode penentuan harga pokok yang digunakan yaitu metode variable
costing dan full costing.
d. Metode tarif tunggal atau beberapa tarif berbeda atau untuk aktivitas jasa
1. Membuat anggaran biaya overhead pabrik untuk masing-masing departemen
produksi dan departemen jasa, yang kemudian dipisahkan menjadi biaya tetap dan
biaya variable
2. Membuat penelitiann pabrik pada awal periode
3. Mendistribusikan setiap elemen biaya overhead pabrik yang dianggarkan kesetiap
departemen menjadi biaya langsung dan tidak langsung departemen.
4. Perhutungan tarif biaya overhead pabrik untuk setiap departemen
5. Alokasi biaya overhead pabrik yang dianggarkan dari departemen jasa
kedepartemen produk

11
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Masalah-masalah Khusus Yang Berhubungan Dengan Bahan Baku


1. Sisa Bahan (Scrap Materials)
Sisa bahan merupakan bahan baku yang rusak dalam proses produksi, sehingga tidak
dapat menjadi bagian produk jadi. Jika sisa bahan tidak mempunyai nilai jual, akibat
yang ditimbulkan adalah harga pokok persatuan produk jadi lebih tinggi.
Jika bahan masih mempunyai nilai jual, masalah yang timbul adalah bagaimana
memperlakukan hasil penjualan sisa bahan tersebut. Hasil penjualan sisa bahan dapat
diperlakukan sebagai pengurang biaya bahan baku pesanan yang menghasilkan sisa
bahan tersebut, sebagai pengurangan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi,
atau sebagai penghasil di luar usaha.

Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurang Biaya Bahan Baku
yang Dipakai Dalam Pesanan Yang Menghasilkan Sisa Bahan Tersebut.
Jika sisa bahan terjadi karena karakteristik proses pengolahan pesanan tertentu, maka
hasil penjualan sisa bahan dapat diidentifikasikan dengan pesanan tersebut.
Jurnal saat penjualan sisa bahan :
Kas / Piutang dagang XX
Barang Dlm Proses-Biaya Bahan Baku XX
Hasil penjualan sisa bahan ini juga dicatat dlm kartu hargapokok pesanan yang
bersangkutan dalam kolom “biaya bahan baku” sebagai pengurang biaya bahan baku
pesanan tersebut

Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Pengurangan Terhadap Biaya


Overhead Pabrik yang Sesungguhnya Terjadi.
Jika sisa bahan tidak dapat diidentifikasikan dengan pesanan tertentu, dan sisa bahan
merupakan hal yang biasa terjadi dalam roses pengerjaan produk, maka hasil
penjualannya dapat diperlakukan sebagai pengurangan biaya Overhead pabrik
sesungguhnnya.
Jurnal pada saat penjualan sisa bahan baku adalah :
Kas/ Piutang Dagang XX
Biaya Overhead pabrik sesungguhnnya XX
12
Hasil Penjualan Sisa Bahan Diperlakukan Sebagai Penghasilan Di Luar Usaha.
Hasil penjualan sisa bahan dapat pula diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha
dan tidak sebagai pengurang biaya produksi .
Jurnal saat penjualan sisa bahan adalah :
Kas / Piutang dagang XX
Hasil Penjualan Sisa Bahan XX

Contoh :
Bagian Produksi menyerahkan 2.000 kg sisa bahan baku ke Bagian Gudang. Sisa bahan
tersebut ditaksir laku dijual Rp5000 per kg . Sampai dg akhir periode akuntansi sisa
bahan tersebut telah laku dijual sebanyak 1.250 kg dgn harga jual Rp6000 per kg.
Jurnal penyerahan sisa bahan :
Persediaan Sisa Bahan (2000xRp5000) Rp 10.000.000
Hasil Penjualan Rp 10.000.000
Jurnal penjualan sisa bahan :
Kas / Piutang Dagang (1.250xRp6000 ) Rp 7.500.000
Persd. Sisa bahan Rp 7.500.000
Jurnal Penyesuaian pada akhir periode:
Hasil Penjualan (750xRp5000) Rp 3.750.000
Penghasilan yg blm direalisasikan Rp 3.750.000
Jurnal penyesuaian karena adanya selisih harga jual : (Rp6000-Rp5000=Rp1000)
Persd. Bahan baku (1.250xRp1000) Rp 1.250.000
Hasil penjualan Rp 1.250.000

2. Produk Rusak ( Spoiled Goods)


Produk rusak merupakan produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang telah
ditetapkan. Produk rusak merupakan produk yang telah menyerap biaya produksi dan
secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk baik.
Perlakuan terhadap produk rusak sangat tergantung dari sifat dan penyebab terjadinya
produk rusak, yaitu:
Apabila penyebab terjadinya produk rusak adalah hal yang bersifat luar biasa, misalnya
sulitnya proses produksi, maka harga pokok produk rusak akan dibebankan
sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang bersangkutan.

13
Apabila produk rusak laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak akan diperlakukan
sebagai pengurang biaya produksi pesanan yang bersangkutan.
Contoh :
PT Prakarsa Husada memproduksi atas dasar pesanan. Dalam bulan Januari 20X7
perusahaan menerima pesanan pembuatan 1.000 satuan produk A .Untuk memenuhi
pesanan tersebut perusahaan memproduksi 1.100 satuan produk A dengan biaya
produksi sbb :
BBB 75.000 , BTKL 175.000 , BOP dibebankan atas dasar tarif sebesar 150% dari
BTKL .Pada saat pesanan selesai dikerjakan 100 satuan produk rusak, yg secara
ekonomis tidak dapat diperbaiki. Produk rusak tersebut diperkirakan laku dijual 350
per satuan.
Jurnal untuk mencatat biaya produksi untuk mengolah 1.100 satuan produk A :
Barang Dlm Proses-BBB Rp 75.000
Barang Dlm Proses-BTKL Rp 175.000
Barang Dlm Proses-BOP Rp 262.000
Persediaan Bahan Baku Rp 75.000
Gaji dan Upah Rp 175.000
Biaya Overhead yg dibebankan Rp 262.000
Apabila tidak terdapat produk rusak, maka harga pokok per unit adalah :
Rp512.500/1.100 = Rp 466
Dengan adanya produk rusak 100 unit akan mengakibatkan harga pokok perunitnya
menjadi lebih besar karena harga pokok produk rusak dibebankan pada produk yang
baik.
Harga produk A yang baik :
Rp512.500/1000 = Rp 513
Jika produk rusak masih laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak dikurangkan
dari biaya produksi yang seluruhnya telah dibebankan kepada produk yang baik.
Pembagian nilai Jual produk sebagai pengurang terhadap tiap-tiap rekening Barang
Daam Proses tersebut, didasarkan pada perbandingan tiap-tiap elemen biaya tersebut
dalam harga pokok rusak disajikan sebagai berikut :

14
Pembagian nilai jual produk rusak adalah sbb :
Barang Dlm Proses-BBB 75% x 6.800 = 5.100
Barang Dlm Proses-BTKL 75% x 15.900 = 11.925
Barang Dlm Proses-BOP 75% x 23.900 = 17.925 +
Jumlah 34.950*
*Jumlah sesungguhnya 35.000, selisih 50 karena ada pembulatan dlm perhitungan.
Jurnal untuk mencatat nilai jual produk rusak dan pengurangan biaya produksi
pesanan yang bersangkutan :
Persediaan Produk Rusak (100x350) Rp 35.000
Barang Dlm Proses-BBB Rp 5.100
Barang Dlm Proses-BTKL Rp 11.925
Barang Dlm Proses-BOP Rp 17.925
Jurnal pencatatan harga pokok produk jadi adalah sbb :
Persediaan Produk jadi Rp 477.500
BDP-BBB Rp 69.900
BDP-BTKL Rp 163.075
BDP-BOP Rp 244.575
Karena produk rusak masih laku dijual seharga Rp 35.000 maka biaya produksi
berkurang menjadi : Rp 477.500 yaitu (Rp 512.500 - Rp 35.000), sehingga harga pokok
persatuan produk A yang baik adalah Rp 477,5 atau Rp 478 dari (Rp 477.500 - 1000).

3. Produk Cacat (Defective Goods)


Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan,
tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk
tersebut secara ekonomis dapat disemurnakan lagi menjadi produk jadi yang baik.
Masalah yang timbul dalam produk cacat adalah bagaimana memperlakukan biaya
tambahan untuk pengerjaan kembali (rework cost) produk cacat tersebut. Perlakuan
terhadap biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah mirip dengan produk rusak
(spoiled goods).

15
Pencatatan Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Jika Biaya Tersebut
Dibeankan kepada Pesanan Tertentu .
Contoh :
PT Rimendi menerima pesanan 100 satuan produk X. Biaya produksi yang dikeluarkan
untuk mengolah produk tersebut adalah :
BBB Rp 40.000, BTKL Rp 25.000 , BOP 200% dari BTKL .
Setelah pengolahan 100 satuan produk X tersebut selesai, ternyata terdapat 10 satuan
produk cacat tersebut terdiri dari biaya BTKL Rp 5.000 dan BOP pada tarif yang biasa
dipakai .Jurnal pencatatan produksi pesanan tersebut dan biaya pengerjaan kembali
produk cacat tersebut adalah sbb :
Jurnal pencatatan biaya produksi 100 satuan produk X :
BDP-BBB Rp 40.000
BDP-BTKL Rp 25.000
BDP-BOP Rp 50.000
Persediaan Bahan Baku Rp 40.000
Gaji dan Upah Rp 25.000
BOP yg diebankan Rp 50.000
Jurnal pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat jika biaya tersebut
dibebankan sebagai tamahan biaya produksi pesanan yang bersangkutan :
BDP-Biaya Tenaga Kerja Rp 5.000
BDP-Biaya Overhead pabrik Rp 10.000
Gaji dan Upah Rp 5.000
BOP yang Dibebankan Rp 10.000
Jurnal pencatatan harga pokok produk selesai :
Persediaan Produk Jadi Rp 130.000
BDP-BBB Rp 40.000
BDP-BTKL Rp 30.000
BDP-BOP Rp 60.000

16
Pencatatan Biaya Pengerjaan Kembali Produk Cacat Jika Biaya Tersebut
Dibeankan kepada Produksi Secara Keseluruhan.
Contoh :
Di dalam proses produksi PT Prakarsa selalu terjadi produk cacat, yang secara
ekonomis masih dapat diperbaiki dengan cara mengeluarkan biaya pengerjaan kembali.
Oleh karena itu, pada waktu menentukan tarif BOP, di dalam anggaran BOP
diperhitungkan ditaksiran biaya pengerjaan kembali produk cacat yang akan
dikeluarkan selama periode anggaran. Tarif BOP ditentukan sebesar 150% dari BTKL,
PT Prakarsa dalam periode anggaran tersebut menerima pesanan pembuatan 500 satuan
produk Y. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk mengolah produk tersebut adalah:
BBB Rp 100.000 , BTKL Rp 124.000 . Setelah pengolahan 500 satuan produk Y
tersebut selesai, ternyata terdapat 50 satuan produk cacat. Biaya pengerjaan kembali 50
satuan produk cacat tersebut terdiri dari : BTKL Rp 10.000 , dan BOP pada tarif yang
dipakai. Jurnal pencatatan biaya produksi pesanan tersebut dan biaya pengerjaan
kembali produk cacat adalah sbb :
Jurnal pencatatan biaya produksi 500 satuan produk :
BDP-BBB Rp 100.000
BDP-BTKL Rp 125.000
BDP-BOP Rp 187.000
Persediaan Bahan Baku Rp 100.000
Gaji dan Upah Rp 125.000
BOP yg diebankan Rp 187.000
Jurnal pencatatan biaya pengerjaan kembali produk cacat jika biaya tersebut
dibebankan kepada produk secara keseluruhan :
BOP Sesungguhnya Rp 25.000
Gaji dan Upah Rp 10.000
BOP yang Dibebankan Rp 15.000
Jurnal pencatatan harga pokok produk selesai :
Persediaan Produk Jadi Rp 412.000
BDP-BBB Rp 100.000
BDP-BTKL Rp 125.000
BDP-BOP Rp 187.000

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Konsep penentuan harga pokok suatu produk dimulai dari perhitungan biaya dan
akuntansi biaya dimana pada prosesnya bertujuan sebagai penentu harga pokok produk,
pengendalian biaya, dan pengambilan keputusan khusus.
Sementara Harga pokok produksi (cost of good manufactured) adalah semua biaya yang
untuk membuat satu unit barang jadi yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, biaya overhead pabrik (Hanggana, 2008). Menurut Mulyadi (2000: 10) harga
pokok merupakan pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva, selain itu harga
pokok juga digunakan untuk menunjukkan pengorbanan sumber ekonomi dalam
pengolahan bahan baku menjadi produk. Namun karena pembuatan produk tersebut
bertujuan mengubah aktiva (berupa persediaan bahan baku) menjadi aktiva lain (persediaan
produk jadi), maka pengorbanan bahan baku tersebut, yang berupa biaya bahan baku, akan
membentuk harga pokok produksi

18
DAFTAR PUSTAKA

http://dwiyulianto65.blogspot.com/2019/01/perencanaan-dan-pengendalian-
biaya.html#.XSVMJZNKjIU

https://www.kompasiana.com/adityarafadhila/565bb8bacf7e61f204533ec3/efektivitas-
pengendalian-biaya-produksi?page=all

http://j4l4luh.blogspot.com/2016/04/makalah-penetapan-harga-pokok-produksi.html

https://www.jurnal.id/id/blog/2018-mengenal-biaya-produksi-cost-of-production-dalam-pelaporan-
keuangan-perusahaan/
http://litaenyta.blogspot.com/2017/01/makalah-akuntansi-biaya-standar.html

19

Anda mungkin juga menyukai