Anda di halaman 1dari 34

MODUL 2

BAHAN BAKU DAN TENAGA KERJA

PENDAHULUAN

Perusahaan pemanufakturan adalah perusahaan yang dalam salah satu aktivitas utamanya
adalah memproses dan mengkonversi bahan mentah1 (raw materials) menjadi produk
jadi. Berdasarkan hal tersebut maka bahan mentah hal yang penting dan karenanya
merupakan elemen kos produksi yang signifikan. Setelah bahan mentah dibeli dan
disimpan sementara di gudang bahan mentah, pabrik akan memproses menjadi produk
jadi menggunakan pengeluaran yang berwujud kos konversi , yaitu tenaga kerja langsung
dan overhead pabrik. Jika perusahaan berkarakteristik padat karya (labor-intensive) maka
elemen kos tenaga kerja akan memiliki jumlah yang signifikan. Ini berbeda dengan
perusahaan yang berkarakteristik pada modal (capital-intensive). Modul ini akan
mengeksplorasi perlakuan, akuntansi, dan pengendalian untuk bahan mentah yang
nantinya akan dipisahkan menjadi dua, yaitu bahan baku dan bahan penolong.
Selain bahan baku, tenaga kerja memiliki peran penting dalam perusahaan
pemanufakturan yang berkarakteristik padat karya (labor-intensive). Perusahaan-
perusahaan ini umumnya memperkerjakan tenaga kerja (karyawan/pegawai) dalam
jumlah yang relatif besar. Sehingga, produktivitas karyawan menjadi penting karena
mempengaruhi produktivitas produksi dan pada akhirnya ikut mempengaruhi besaran
laba yang diperoleh perusahaan. Dengan melihat implikasi penting tenaga kerja pada
produktivitas dan kelangsungan hidup perusahaan maka perlakuan, pengendalian dan
akuntansi atasnya menjadi penting.
Setelah mempelajari modul ini diharapkan anda mampu:
1. Membedakan bahan baku dan penolong.
2. Menjelaskan sistem pengadaan dan penggunaan bahan baku.
3. Mengidentifikasi komponen-komponen kos pemerolehan (acquiring) bahan.
4. Membedakan akuntansi untuk bahan baku dan penolong.

1
Dalam modul ini disebut juga hanya bahan.
5. Menjelaskan lima prosedur pengendalian umum yang digunakan untuk membantu
managemen menjaga kos sediaan pada tingkat minimum.
6. Menggunakan berbagai teknik analisis untuk menentukan dan menghitung jumlah
sediaan yang optimal.
7. Membedakan tenaga kerja langsung dan tenaga kerja taklangsung.
8. Mengukur produktivitas karyawan.
9. Menjelaskan berbagai sistem yang penggajian dan pengupahan serta implikasinya
pada motivasi.
10. Akuntansi tenaga kerja.
Kegiatan Belajar 1
PENGENDALIAN DAN PERENCANAAN BAHAN BAKU

Klasifikasi Bahan

Bahan merupakan unsur dasar yang akan ditransformasi menjadi produk jadi melalui
penggunaan tenaga kerja langsung dan overhead pabrik dalam proses produksi. Bahan
sendiri dapat diklasifikasi menjadi dua jenis, yaitu bahan baku (direct materials) dan
bahan penolong (indirect materials). Bagaimana membedakan antara bahan baku dan
bahan penolong? untuk membedakan bahan menjadi bahan baku atau bahan penolong
maka beberapa karakteristik dari bahan tersebut harus diamati dan diketahui terlebih
dahulu.

Bahan baku
Bahan agar dapat dikategori sebagai bahan baku maka setidaknya harus memiliki
karakteristik sebagai berikit:
1. Dapat diidentifikasi secara jelas pada produk jadi;
2. Dapat secara mudah dilacak pada produk;
3. Memiliki jumlah proporsi kos yang signifikan pada kos produksi.
Sebagai contoh pada perusahaan furniture, kayu dapat dikategorikan sebagai bahan baku
karena ketiga karakteristik di atas terpenuhi. Terlebih, kayu tetap terlihat pada produk
jadi meskipun sudah diproses. Akan tetapi, terdapat beberapa jenis perusahaan yang
bahan bakunya tidak teridentifikasi secara jelas pada produk jadi akibat perubahan wujud
dari bahan baku tersebut. Sebagai contoh pada perusahaan pastry (pembuatan roti),
tepung terigu, telor, dan mentega merupakan bahan baku meskipun tidak dapat
diidentifikasi secara jelas pada produk jadi. Sehingga, ketiga karakteristik ini tidak harus
seluruhnya terpenuhi agar dapat dikategori sebagai bahan baku. Karakteristik utama yang
mem44bedakan bahan baku dan penolong adalah pada proporsi kosnya terhadap kos
produksi.
Bahan penolong
Bahan akan dikategori sebagai bahan penolong jika bahan tersebut tidak memenuhi
karakteristik yang bahan baku, yaitu:
1. tidak dapat diidentifikasi secara jelas pada produk jadi;
2. tidak dapat secara mudah dilacak pada produk;
3. dan memiliki jumlah proporsi kos yang tidak signifikan pada kos produksi.
Contoh bahan penolong perusahaan pastry adalah ragi yang digunakan sebagai
pengembang roti. Ragi diklasifikasi sebagai bahan penolong karena proporsi kos dari ragi
ini pada kos produksi adalah tidak signifikan.
Secara akuntansi, akun yang digunakan untuk mencatat penggunaan bahan baku
dan bahan penolong akan berbeda. Sedangkan untuk mencatat sediaan bahan baku pada
umumnya perusahaan menggunakan satu akun kendali bahan dengan nama sediaan bahan
dan beberapa akun pembantu untuk mencatat rincian dari bahan tersebut. Sebagai catatan,
tentu saja istilah akun bahan baku dan akun bahan penolong tidak akan Anda temukan
dalam dunia nyata. Pengistilahan ini hanya merupakan penyederhanaan saja dalam
rangka mempermudah dalam mempelajari penanganan, akuntansi, dan pengendalian bah.
Dalam praktek akun-akun ini akan diberi nama sesuai dengan nama bahannya, seperti
akun sediaan tepung terigu, sediaan mentega, sediaan gula, sediaan ragi, dan lain
sebagainya. Akuntan perusahaan manufakturlah yang harus paham mana yang
merupakan bahan baku dan mana yang merupakan bahan penolong sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam penanganan, akuntansi, dan pengendaliannya.

Pengendalian Pengadaan dan Penggunaan Bahan

Agar sediaan bahan yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan dapat optimal dan
ekonomis maka perusahaan harus menerapkan prosedur pengendalian yang memadai.
Sebagaimana yang telah kita bahas sebelumnya, bahan merupakan elemen penting bagi
produk, baik fungsinya secara fisik maupun kos yang melekat padanya. Penerapan proses
pengendalian yang memadai akan menjamin kos sediaan pada tingkat minimum dan
proses produksi yang lancar tanpa adanya hambatan. Konsep berikut dapat diterapkan
dalam prosedur pengendalian:
1. Sediaan merupakan hasil pembelian bahan baku, bahan penolong, dan bahan habis
pakai.
2. Pengurangan sediaan merupakan hasil dari penggunaan normal dan bukan karena
kerusakan atau penggunaan yang tidak semestinya.
3. Investasi sediaan yang optimum didasarkan pada teknik-teknik kuantitatif yang
khusus dirancang untuk meminimalkan kos pengelolaan bahan (carrying costs) dan
kos pembelian kembali sediaan.
4. Pembelian, managemen, dan investasi bahan yang efisien tergantung pada akurasi
peramalan penjualan dan skedul produksi.
5. Prediksi akan membantu menentukan kapan bahan akan dibeli.
6. Pengendalian sediaan lebih dari sekedar menjaga catatan sediaan. Pengendalian
dilakukan oleh individu yang membuat keputusan berdasarkan pengalaman mereka
dan keputusan itu selalu dijaga dalam rerangka kebijakan dan tujuan perusahaan.
7. Metoda pengendalian sediaan bervariasi tergantung seberapa mahal kos bahan dan
seberapa penting bahan tersebut dalam produksi. Semakin mahal dan penting bahan
maka semakin canggih atau kompleks juga pengendalian yang diterapkan.

Pengendalian pengadaan bahan


Sebelum bahan, baik bahan baku dan bahan penolong dapat digunakan dalam proses
produksi maka terlebih dahulu harus dilakukan pengadaan, pemerolehan, atau pembelian
atas bahan tersebut. Dalam organisasi yang relatif besar, pembelian bahan dilakukan oleh
Departemen Pembelian, yang dikepalai oleh seorang manager. Departemen ini memiliki
empat tugas, yaitu (1) menerima pemintaan pembelian dari seluruh departemen yang ada
dalam perusahaan, termasuk departemen produksi; (2) memelihara data terkait dengan
pemasok, harga, dan skedul pengiriman; (3) menyiapkan dan mengirim surat order
pembelian kepada pemasok; (4) mengirimkan tembusan surat order pembelian pada
bagian penerimaan dan departemen akuntansi. Tugas-tugas ini dapat ditambahkan dengan
tugas-tugas lainnya. Meskipun proses produksi dan pengadaan bahan bervariasi
tergantung pada ukuran, jenis, dan karakteristik industri perusahaan akan tetapi prosedur
pengadaan bahan umumnya melalui tahapan berikut ini:

1. Formulir kebutuhan bahan (bill of materials).


Untuk setiap produk, insinyur pabrik akan menentukan urutan-urutan (tahap-tahap)
proses produksi setiap produk yang akan dilakukan dan mengisi formulir kebutuhan
bahan yang berisi daftar kebutuhan bahan untuk setiap tahap proses produksi.

2. Anggaran produksi (production budget).


Anggaran ini merupakan rencana utama (master plan) yang berisi perincian terkait
kebutuhan bahan yang akan digunakan untuk menghasilkan produk. Jika dalam
formulir kebutuhan bahan hanya berisi informasi nama bahan dan kuantitas yang
dibutuhkan maka dalam anggaran produksi akan disertai dengan harga atau kos dari
bahan tersebut.

3. Permintaan pembelian (purchase requisition).


Formulir ini dibuat dengan tujuan untuk memberi tahu pada departemen pembelian
untuk membeli bahan sesuai jenis dan kuantitas yang dibutuhkan serta kapan bahan
tersebut akan digunakan. Pembuatan formulir atau dokumen ini dilakukan bagian
gudang karena jumlah sediaan bahan yang telah mencapai titik order ulang atau oleh
manager departemen lain yang membutuhkan bahan atau barang dengan spesifikasi
dan kebutuhan khusus. Dua rangkap formulir ini dibuat oleh bagian administrasi
gudang yang mana satu akan diberikan ke departemen pembelian dan satu lagi
disimpan di gudang sebagai arsip. Gambar 2.1 menunjukkan formulir permintaan
pembelian yang umum digunakan. Informasi yang terkandung dalam formulir ini
antara lain adalah:
a. Nomor permintaan pembelian.
b. Tanggal formulir dibuat.
c. Tanggal bahan dibutuhkan atau digunakan.
d. Nomor pekerjaan atau departemen yang membutuhkan.
e. Akun yang akan dibebani.
f. Otorisasi formulir.
g. Pejabat yang berwenang menyetujui formulir.
h. Pembuat formulir; dan lain sebagainya.

Gambar 2.1 Permintaan Pembelian

PERMINTAAN PEMBELIAN

No: 231
Tanggal: 20 Jan 20XX
Tanggal dibutuhkan: 28 Jan 20XX
Departemen yang meminta: Dep Pencampuran
Pekerjaan No: 564
Untuk
Akun No: 1482

Nomor otorisasi: 3313

Kuantitas Deskripsi

350 Kg Tepung terigu - kualitas nomor 1.1

Disetujui oleh: Ben i Dibuat oleh: Wildan

No Order Pembelian: 1993 Tanggal order: 22 Jan 20XX


Diorder pada: PT Suka Maju

4. Order pembelian (purchase order).


Jika formulir atau surat permintan bahan telah dibuat dengan lengkap maka
Departemen Pembelian akan menerbitkan order pembelian. Order pembelian adalah
permintaan secara tertulis pada pemasok untuk mengirimkan bahan sesuai dengan
kuantitas, kualitas, harga, dan termin dan cara pembayaran yang disepakati.
Pemilihan pemasok oleh Departemen Pembelian harus melalui prosedur seleksi yang
layak sehingga akan diperoleh pemasok yang memang benar-benar dapat diandalkan.
Pemasok yang dapat diandalkan adalah pemasok yang menawarkan bahan dengan
kualitas tinggi tetapi dengan harga yang kompetitif. Pemilihan ini bisa dilakukan
melalui proses tender atau melalui rekam jejak pemasok yang data selalu terbaharui
(updated) dan tersimpan di Departemen Pembelian. Gambar 2.2 menunjukkan
gambar order pembelian. Semua pembelian harus menggunakan order pembelian
yang secara sistem pengendalian harus diberi nomor urut tercetak sehingga tidak
dapat disalahgunakan. Informasi yang terkandung dalam order pembelian adalah:
a. Nama dan alamat pemasok.
b. Nomor surat order pembelian;
c. Tanggal order pembelian.
d. Estimasi tanggal pengiriman.
e. Termin pembayaran.
f. Kuantitas, deskripsi, dan harga bahan.
g. Otorisasi pejabat yang berwenang.
Surat order pembelian umumnya dibuat lima rangkap dengan rangkap pertama
dikirimkan ke pemasok, rangkap kedua untuk bagian akuntansi, rangkap ketiga untuk
bagian hutang dagang, rangkap keempat untuk bagian penerimaan bahan, dan
rangkap kelima arsip di Departemen Pembelian.
Gambar 2.2 Order Pembelian

ORDER PEMBELIAN
No: 432

Kepada: PT Saudagar Jaya Tanggal: 21 Jan 20XX


Jl. Budi Luhur No. 42 Termin Pembayaran: 2/10; n/30
Pamulang Moda Pengiriman: Darat
Tanggal Sampai: 24 Jan 20XX

Kuantitas Deskripsi Harga

350 Kg Tepung terigu - kualitas nomor 1.1 Rp2.450.000

Dibuat oleh: An i Disetujui oleh: Budi

5. Laporan penerimaan (receiving report).


Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, rangkap dari order pembelian akan
ditembuskan pada bagian penerimaan bahan. Tembusan ini ditujukan untuk
memberitahukan adanya bahan yang akan dikirim oleh pemasok. Ketika bahan datang
maka bagian penerimaan harus menerimanya secara langsung, membuka, menghitung
atau menimbangnya, dan mengujinya untuk melihat kesesuaian dengan informasi
yang ada dalam order pembelian. Jika bahan yang diterima terlalu teknis atau
membutuhkan pengetahuan khusus maka teknisi dari bagian produksi akan diundang
untuk menginspeksi bahan tersebut.
Pegawai bagian penerimaan akan menghitung dan mengidentifikasi bahan yang
diterima dan membuat laporan penerimaan bahan yang berisi informasi mengenai
nama pemasok, tanggal diterima, jenis, jumlah, dan kondisi bahan yang diterima.
Gambar 2.3 menunjukkan laporan penerimaan bahan. Laporan ini dibuat tiga
rangkap. Satu rangkap dikirim ke Departemen Pembelian untuk memberitahukan
bahwa bahan yang dipesan telah diterima, rangkap kedua ke gudang disertai
bahannya, ketiga menjadi arsip di bagian penerimaan bahan.

Gambar 2.3 Laporan Penerimaan

LAPORAN PENERIMAAN
No: 534

Diterima dari: PT Saudagar Jaya Tanggal: 24 Jan 20XX


Jl. Budi Luhur No. 42 No. Order Pem: 432
Pamulang

Kuantitas Deskripsi Selisih

350 Kg Tepung terigu - kualitas nomor 1.1 Tidak ada

Dihitung oleh: Wawan Diinspeksi oleh: Johan

Dengan mendasarkan pada uraian di atas maka dapat kita ringkas prosedur pengadaan
bahan adalah sebagai berikut:
1. Bagian gudang membuat dokumen atau formulir permintaan pembelian yang
ditujukan pada Departemen Pembelian.
2. Departemen Pembelian akan menerbitkan order pembelian untuk mengadakan bahan
sesuai permintaan gudang dan ditembuskan ke pemasok yang dipilih, bagian
akuntansi, bagian hutang dagang, dan bagian penerimaan bahan/barang.
3. Bagian penerimaan bahan menerima dan menginspeksi bahan atau barang yang
diterima dan kemudian melaporkannya dengan cara menerbitkan laporan penerimaan
bahan yang ditembuskan ke Departemen pembelian, gudang, dan bagian hutang
dagang.
Gambar 2.4 meringkas prosedur pengendalian pengadaan bahan yang telah kita bahas.
Pahamilah ringkasan tersebut dengan membaca pembahasan di atas secara perlahan.
Gambar 2.4 Ringkasan Pengendalian Pengadaan Bahan

Permintaan Order Laporan Invoice


Pembelian Pembelian Penerimaan Pemasok

Bagian Departemen Pemasok Departemen Dep Gudang Hutang


Gudang Pembelian Akuntansi Penerima Dagang
-an

Pengendalian penggunaan bahan


Bagian gudang merupakan bagian yang bertanggungjawab atas bahan. Mulai dari teknik
penyimpanan dan penanganan bahan secara tepat sehingga meminimalkan kemungkinan
bahan rusak, perlindungan atas bahan dari risiko-risiko yang mungkin dapat merusak
bahan, dan pengeluaran atau penggunaan bahan secara tepat. seorang pegawai akan
diangkat sebagai pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tanggungjawab-
tanggungjawab tersebut di atas. Pengeluaran bahan dari gudang harus menggunakan
dokumen permintaan bahan yang diotorisasi manager departemen produksi atau
supervisor. Selain itu, secara kontinus bagian gudang akan mencatat aliran fisik bahan
dengan menggunakan kartu sediaan yang menunjukkan aliran masuk dan keluar bahan
dari dan ke gudang. Berikut ini merupakan penjelasan atas masing-masing dokumen
tersebut:

1. Permintaan bahan (materials requisition).


Formulir atau dokumen ini merupakan dokumen yang digunakan oleh pabrik atau
departemen produksi untuk meminta bahan yang dibutuhkan. Formulir ini harus
diautorisasi oleh kepala gudang dan merupakan perintah untuk mengantar bahan
dengan jenis dan kuantitas spesifik kepada departemen tertentu dalam waktu tertentu.
Gambar 2.5 menunjukkan permintaan bahan. Informasi yang terkandung dalam
dokumen ini antara lain adalah departemen yang meminta, pembebanan penggunaan
bahan tersebut (apakah pada departemen atau pekerjaan tertentu), jenis bahan, kos per
unit, dan kos total bahan.

Gambar 2.5 Permintaan Bahan

PERMINTAAN BAHAN

No: 632
Tanggal: 18 Jan 20XX
Tanggal dibutuhkan: 28 Jan 20XX
Departemen yang meminta: Dep Pencampuran

Kuantitas Deskripsi Kos Unit Total

350 Kg Tepung terigu - kualitas nomor 1.1 Rp7.200 Rp2.520.000

Subtotal Rp2.520.000
(-) Retur 0
Total Rp2.520.000

Disetujui oleh: Ben i Dibuat oleh: Wildan


Diterima oleh: Gun ardo

Dibebankan pada Pekerjaan/Dep: Overhead pabrik:

2. Kartu bahan (materials record cards) atau sering disebut kartu sediaan, mencatat
setiap penerimaan dan pengeluaran bahan dan berfungsi sebagai catatan sediaan
perpetual. Informasi yang ada dalam kartu ini harus selalu diperbaharui (up-date) oleh
pegawai gudang. Gambar 2.6 menunjukkan contoh dari kartu sediaan bahan.
Gambar 2.6 Kartu Sediaan Bahan

Deskripsi: No Rak Penyimpanan:


Jumlah Maksimum: Jumlah Minimum: Kode Bahan:
Kode Akun Pembantu:
Dalam Pemesanan Diterima Dikeluarkan Saldo
Tanggal No Order Kuantitas No Laporan Kuantitas Kos Jumlah No Permintaan Kuantitas Kos Jumlah Kuantitas kos Jumlah
Pembelian Penerimaan Unit Bahan Unit Unit
Perencanaan Bahan

Perencanaan merupakan salah satu langkah yang diharuskan agar ketersediaan bahan terjaga dan
kos bahan dapat minimal. Implikasi dari dua hal tersebut adalah kelancaran produksi dan kos
produksi yang kompetitif. Metoda kuantitatif digunakan dalam pembuatan perencanaan. Berikut
ini beberapa metoda yang dapat digunakan:

Economic order quantity (EOQ)


Economic order quantity (EOQ) adalah jumlah sediaan yang dipesan (diorder) pada satu waktu
yang dapat meminimalkan kos sediaan tahunan. Jika perusahaan membeli bahan sekaligus dalam
jumlah besar, kos untuk pemesanan dapat minimal, akan tetapi kos pengelolaan bahan menjadi
besar. Sebaliknya, jika perusahaan membeli bahan dalam jumlah kecil akan membawa dampak
pada kos pengelolaan bahan yang kecil tetapi kos pemesanan bahan yang besar. Sehingga,
tingkat sediaan yang optimum harus dapat mencapai diantara dua hal ini yaitu kos pengelolaan
bahan dan kos pengadaan bahan. Berikut ini rumus EOQ:

EOQ =
√ 2×Kebutuhan unit bahan per tahun×Kos per pesan
Kos per unit bahan×Persentase kos pengelolaan

Kos per pesanan meliputi beberapa hal, yaitu:

1. Upah dan gaji karyawan yang menangani pemesanan (pembelian, penerimaan, dan inspeksi
bahan).
2. Kos pengkomunikasian terkait pemesanan, seperti telepon, pos, formulir, dan sebaginya.
3. perlengkapan akuntansi dan berbagai catatan.

Kos pengelolaan bahan terdiri atas berbagai faktor berikut ini:

1. Penyimpanan dan penanganan atas bahan.


2. Bunga, asuransi, dan pajak bangunan gudang.
3. Rugi akibat pencurian, kerusakan dan keusangan bahan.
4. Catatan dan bahan habis pakai terkait pengelolaan sediaan.

Sebagai contoh: diasumsikan kebutuhan bahan per unit per tahun sebanyak 2.400 unit. Kos per
unit adalah Rp750, kos per pesan adalah Rp20.000 dan kos pengelolaan bahan adalah 20%.
Besarnya EOQ adalah:

EOQ=
√ 2×2 . 400×Rp20. 000
Rp750×20%
=800 unit

Rumus EOQ dan Jumlah Produksi Optimal

Rumus EOQ di atas dapat juga dimodifikasi untuk menghitung berapa banyak unit harus
diproduksi sekali berjalannya proses produksi yang optimal sehingga menjadi:

EOQ =
√ 2×Kebutuhan unit bahan per tahun×Kos setup
Kos produksi var iabel per unit×Persentase kos pengelolaan

Contoh: Direncakan produk A akan diproduksi sebanyak 6.000 unit selama setahun. Kos setup
sebesar Rp62.000, kos produksi variabel sebesar Rp2.000 per unit dan kos pengelolaan produk
sebesar 20%. Maka tingkat produksi optimal sekali produksi adalah:

EOQ=
√ 2×6 .000×Rp 62. 000
Rp 2. 000×20 %
=1 .364 unit

Order point
EOQ meskipun berdayaguna dalam merencanakan jumlah pemesanan bahan akan tetapi belum
menjawab kapan akan memesan. Order point menjawab pertanyaan ini, yaitu kapan pesanan
akan dilakukan. Pertanyaan ini dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: (1) waktu pengiriman yang
dibutuhkan sejak pemesanan sampai bahan diterima perusahaan (lead time); (2) tingkat sediaan
digunakan (usage); (3) sediaan aman (safety stock), yaitu tingkat minimum sediaan agar tidak
terjadi kekurangan bahan. Berbeda dengan EOQ, tidak ada rumus berterima umum dalam
perhitungan order point. Beberapa rumus dapat digunakan yaitu:

Order point = usage × lead time, atau


Order point = (usage × lead time) + safety stock
Safety stock = (Maximum usage – average usage) × lead time

Sebagai contoh: penggunaan normal selama seminggu adalah 200 unit. Lead time selama 4
minggu. Safety stock sebesar 1.200 unit. Maka order point adalah:

Order point = (200 × 4) + 1.200 = 2.000 unit

Ringkasan

Karakteristik utama dari perusahaan manufaktur adalah adanya proses produksi yang ditujukan
untuk mentrasformasi bahan baku dengan menggunakan tenaga kerja langsung dan overhead
pabrik. Dengan demikian maka bahan merupakan elemen penting dalam perusahaan manufaktur.
Selain penting dalam proses produksi, bahan juga seringkali memiliki nilai yang material
sehingga pengadaan dan penggunaannya perlu kecermatan. Karena pentingnya bahan dalam
proses produksi dan nilainya yang seringkali material maka pengendalian yang memadai atas
bahan, baik bahan baku dan penolong, wajib untuk diterapkan. Berbagai jenis dokumen atau
formulir digunakan dalam rangka pengendalian yang memadai atas pengadaan dan penggunaan
bahan. Dokumen seperti permintaan pembelian, order pembelian, dan laporan penerimaan
digunakan. Sedangkan dalam penggunaan bahan maka dokumen permintaan bahan dan kartu
sediaan digunakan.
Hal lain yang tidak kalah penting terkait bahan adalah pengelolaan jumlah atau kuantitas
bahan yang dimiliki oleh perusahaan. kuantitas bahan yang dimiliki oleh perusahaan tidak boleh
terlalu sedikit dan juga tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit dikhawatirkan dapat
menganggu jalannya proses produksi karena saat dibutuhkan bahan tidak tersedia atau habis.
Disisi lain, kuantitasnya pun tidak boleh terlalu banyak karena ini berarti adanya tidak produktif
bagi perusahaan dan juga meningkatkan kos bahan, biaya simpan dan risiko terjadinya kerusakan
atas bahan. Beberapa metoda dapat digunakan untuk mengelola kuantitas dan kapan pesanan atas
bahan harus dilakukan. salah satu metoda adalah dengan menggunakan economic order quantity.
Kegiatan Belajar 2
AKUNTANSI BAHAN

Kos Pemerolehan Bahan

Berapa kos sediaan bahan harus diakui oleh perusahaan? kos sediaan bahan harus Anda bedakan
dengan kos bahan. kos sediaan bahan adalah kos yang digunakan oleh perusahaan untuk
mengadakan bahan dan menyimpannya di gudang. Sedangkan kos bahan adalah kos yang
dibebankan ke produk saat bahan digunakan dalam proses produksi. Jadi meskipun unit fisiknya
sama akan tetapi pengertiannya berbeda. Secara prinsip, kos sediaan bahan akan dicatat sebesar
semua pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk memperoleh bahan tersebut sampai bahan
siap untuk digunakan dalam produksi. Ini disebut sebagai kos pemerolehan2. Kos sediaan bahan
dapat terdiri atas harga beli ditambah biaya angkut pembelian bahan dikurangi potongan dan
retur pembelian bahan. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini: CV “ANEKA”
membeli tepung terigu sebanyak 200 kilogram (Kg). Harga per Kg tepung terigu adalah Rp5.500
rupiah. Karena pembelian dalam jumlah besar, CV “ANEKA” mendapatkan potongan sebesar
3%. Selain itu, CV “ANEKA” dibebani biaya angkut sebesar Rp50.000. Berapakah kos
pemerolehan bahan baku tersebut? Kos pemerolehan bahan baku berupa tepung terigu tersebut
dapat dihitung sebagai berikut:

Kos tepung terigu = Harga beli + Biaya angkut – Potongan pembelian

Kos tepung terigu = (200 Kg × Rp5.500) + Rp50.000 – ((200 Kg ×Rp5.500) × 3%)


= Rp1.100.000 + 50.000 – 33.000
= Rp1.117.000

Ketika bahan digunakan dalam proses produksi maka kos bahan akan dicatat sebesar kos
pemerolehan bahan tersebut. Terlihat sederhana tetapi dalam praktiknya tidak sesederhana ini.
Mengapa? Perusahaan seringkali membeli bahan berkali-kali dengan kos pemerolehan yang

2
Buku-buku teks akuntansi sebagian menggunakan istilah harga perolehan.
berbeda-beda. Perbedaan kos pemerolehan ini dapat terjadi karena kenaikan atau inflasi dari
harga bahan tersebut atau terjadi penurunan dari harga bahan. Kemudian, jika dalam gudang
terdapat bahan yang sama tetapi dengan kos pemerolehan yang berbeda-beda maka manakah
yang akan digunakan atau dibebankan sebagai kos bahan ketika bahan digunakan atau
dikeluarkan untuk diproses di Departemen Produksi?
Secara akuntansi, penentuan kos bahan dapat menggunakan dua macam metoda. Pertama
adalah metoda periodik. Kedua adalah metoda perpetual.

Metoda periodik
Dalam metoda sediaan sistem periodik, pembelian bahan dicatat pada akun pembelian bahan.
Jika akun ini berisi saldo pada awal perioda, maka saldo ini akan dicatat pada akun terpisah
dengan nama sediaan bahan – awal. Pembelian ditambah sediaan awal akan menjadi sediaan
bahan tersedia digunakan untuk perioda tersebut. Untuk menentukan berapa kos bahan (yang
digunakan dalam proses produksi) di akhir perioda maka perhitungan atas jumlah atau kuantitas
unit secara fisik harus dilakukan. Setelah jumlah sediaan bahan pada akhir perioda telah dihitung
maka kos bahan (yang digunakan dalam proses produksi) dapat ditentukan sebagai berikut:

Sediaan bahan – awal XXX


+ Pembelian XXX
= Bahan tersedia digunakan XXX
- Sediaan bahan – akhir XXX
= Kos bahan digunakan dalam produksi XXX

Metoda ini memiliki kelebihan dalam hal kesederhanaan dan kemudahan dalam menentukan kos
bahan yang digunakan dalam proses produksi. Akan tetapi kurang handal untuk diterapkan
dalam perusahaan manufaktur, terlebih perusahaan manufaktur yang menerapkan sistem kos
pekerjaan – order3.

Metoda perpetual
Berbeda dengan metoda periodik maka dalam metoda perpetual penentuan kos bahan dapat
ditentukan kapan saja dan tidak harus pada akhir periodik. Agar kos bahan dapat ditentukan
3
Sistem kos pekerjaan – order akan dibahas di modul 5.
kapan saja maka aliran masuk dan keluar bahan dari gudang harus betul-betul dicatat cermat
dengan menggunakan kartu catatan sediaan sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Kartu Catatan Sediaan

Kartu Catatan Sediaan Bahan

Deskripsi: No Rak Penyimpanan:


Jumlah Maksimum: Kode Bahan:
Jumlah Minimum: Kode Akun Pembantu:

Tanggal Diterima Dikeluarkan Saldo


Kuantitas Kos Jumlah Kuantitas Kos Jumlah Kuantitas kos Jumlah
Unit Unit Unit
01-Apr 1.000 Rp20.000 Rp20.000.000
10-Apr 500 Rp20.000 Rp10.000.000 500 Rp20.000 Rp10.000.000

Ketika terjadi pembelian bahan maka pembelian tersebut akan dicatat (didebit) pada akun
sediaan bahan. Jika terdapat sediaan bahan – awal maka saldo ini akan dicatat (didebit) di akun
yang sama yaitu akun sediaan bahan. Saat bahan dikeluarkan dan digunakan dalam proses
produksi maka akun sediaan bahan akan dikredit.
Metoda ini lebih baik daripada metoda periodik karena memberikan pengendalian dan
informasi yang lebih baik. Tetapi metoda ini lebih kompleks terutama jika bahan dibeli dengan
kos pemerolehan yang berbeda-beda. Muncul masalah, kos manakah yang digunakan? Masalah
ini muncul karena aliran fisik bahan tidak harus sama dengan aliran kos. Aliran bahan adalah
urutan bahan dikeluarkan dari gudang untuk digunakan dalam proses produksi. sedangkan aliran
kos terkait dengan urutan kos yang dibebankan pada bahan ketika digunakan untuk proses
produksi. Pembahasan kita ini lebih terkait dengan aliran kos daripada aliran bahan secara fisik.
Untuk menentukan besaran kos yang akan dibebankan digunakan tiga cara (metoda) yaitu
dengan cara masuk pertama keluar pertama (MPKP), masuk terakhir keluar pertama (MTKP),
atau rata-rata berbobot. Untuk lebih memperjelas konsep yang kita bahas ini, perhatikan
informasi ini:
Berikut ini informasi pembelian dan penggunaan bahan pada PT Berkibar Jaya pada bulan April
20XX:

April 1 Saldo, 1.000 unit @Rp20.000.


10 Digunakan 500 unit.
15 Dibeli 1.000 unit @Rp24.000.
20 Digunakan 250 unit.
26 Digunakan 500 unit.
28 Dibeli 500 unit @Rp26.000.
29 Digunakan 500 unit.
30 Saldo, 750 unit.

Masuk pertama keluar pertama (MPKP) atau first-in-first-out (FIFO)


Metoda MPKP mengasumsikan bahwa bahan yang digunakan akan dikeluarkan dari pembelian
yang paling lama terlebih dahulu. Sehingga kos bahan yang dibebankan berasal dari pembelian
yang paling lama. Pada banyak perusahaan manufaktur, aliran kos dengan metoda MPKP ini
hampir mendekati atau bahkan indentik dengan aliran bahan secara fisik. Ketika bahan
digunakan dalam proses produksi maka pada umumnya bahan yang digunakan dan dikeluarkan
adalah bahan yang paling lama dibeli. Tujuannya tentu saja mengurangi risiko bahan usang dan
kadaluarsa. Sehingga, jika metoda MPKP diterapkan maka pembebanan kos bahan di PT
Berkibar Jaya adalah sebagai berikut (Gambar 2.8):

Gambar 2.8 Penentuan Kos Produksi - MPKP


Tanggal Diterima Dikeluarkan Saldo
Kuantitas Kos Jumlah Kuantitas Kos Jumlah Kuantitas kos Jumlah
Unit Unit Unit
01-Apr 1.000 Rp20.000 Rp20.000.000
10-Apr 500 Rp20.000 Rp10.000.000 500 Rp20.000 Rp10.000.000
15-Apr 1.000 Rp24.000 Rp24.000.000 500 Rp20.000 Rp10.000.000
1.000 Rp24.000 Rp24.000.000
1.500 Rp34.000.000
20-Apr 250 Rp20.000 Rp5.000.000 250 Rp20.000 Rp5.000.000
1.000 Rp24.000 Rp24.000.000
1.250 Rp29.000.000
26-Apr 250 Rp20.000 Rp5.000.000 750 Rp24.000 Rp18.000.000
250 Rp24.000 Rp6.000.000
500 Rp11.000.000
28-Apr 500 Rp26.000 Rp13.000.000 750 Rp24.000 Rp18.000.000
500 Rp26.000 Rp13.000.000
1.250 Rp31.000.000
29-Jan 500 Rp24.000 Rp12.000.000 250 Rp24.000 Rp6.000.000
500 Rp26.000 Rp13.000.000
30-Apr 750 Rp19.000.000

Anda perhatikan, ketika terjadi pengeluaran bahan tanggal 20 April maka yang dikeluarkan lebih
dahulu adalah sediaan paling lama (awal) yaitu pengeluaran dengan kos unit Rp20.000.
kemudian perhatikan kembali pengeluaran bahan tanggal 26 April sebanyak 500 unit. 250 unit
dibebankan dengan kos unit Rp20.000 dan baru sisanya 250 unit dibebankan dengan kos unit
Rp24.000.

Masuk terakhir keluar pertama (MTKP) atau last-in-first-our (LIFO)


Metoda ini mengasumsikan bahwa kos yang dibebankan pada bahan yang dikeluarkan dari
gudang dan digunakan dalam proses produksi dimulai dari bahan yang paling baru (akhir) dibeli.
Beberapa industri memiliki karakteristik aliran fisik yang mendekati metoda ini. Sebagai contoh
adalah industri baja. Sediaan biji besi yang dimiliki perusahaan pada umumnya disimpan dalam
bentuk timbunan. Akibatnya, timbunan teratas adalah bahan yang dibeli paling baru. Ketika
digunakan maka bahan biji besi akan diambil dari atas terlebih dahulu. Jika metoda MTKP
diterapkan pada PT Berkibar Jaya maka pembebanan kos bahan adalah sebagai berikut (Gambar
2.9):

Gambar 2.9 Pembebanan Kos Bahan – MTKP


Tanggal Diterima Dikeluarkan Saldo
Kuantitas Kos Jumlah Kuantitas Kos Jumlah Kuantitas kos Jumlah
Unit Unit Unit
01-Apr 1.000 Rp20.000 Rp20.000.000
10-Apr 500 Rp20.000 Rp10.000.000 500 Rp20.000 Rp10.000.000
15-Apr 1.000 Rp24.000 Rp24.000.000 500 Rp20.000 Rp10.000.000
1.000 Rp24.000 Rp24.000.000
1.500 Rp34.000.000
20-Apr 250 Rp24.000 Rp6.000.000 500 Rp20.000 Rp10.000.000
750 Rp24.000 Rp18.000.000
1.250 Rp18.000.000
26-Apr 500 Rp24.000 Rp12.000.000 500 Rp10.000 Rp10.000.000
250 Rp24.000 Rp6.000.000
750 Rp16.000.000
28-Apr 500 Rp26.000 Rp13.000.000 500 Rp10.000 Rp10.000.000
250 Rp24.000 Rp6.000.000
500 Rp26.000 Rp13.000.000
1.250 Rp29.000.000
29-Jan 500 Rp26.000 Rp13.000.000 500 Rp10.000 Rp10.000.000
250 Rp24.000 Rp6.000.000
30-Apr 750 Rp16.000.000

Pada Gambar 2.9 dapat Anda lihat bahwa pembebanan kos bahan tanggal 20, 26, dan 29 berbeda
dengan kos yang dibebankan dengan metoda MPKP.

Metoda rata-rata berbobot


Metoda ini menggunakan perhitungan rata-rata untuk kos bahan yang dibebankan ketika sediaan
bahan terdiri atas lebih dari satu kos sediaan bahan. Dengan metoda ini maka penentuan kos
bahan yang dibebankan pada PT Berkibar Jaya adalah sebagai berikut (Gambar 2.10):

Gambar 2.10 Pembebanan Kos Bahan – Rata-rata Berbobot

Tanggal Diterima Dikeluarkan Saldo


Kuantitas Kos Jumlah Kuantitas Kos Jumlah Kuantitas kos Jumlah
Unit Unit Unit
01-Apr 1.000 Rp20.000 Rp20.000.000
10-Apr 500 Rp20.000 Rp10.000.000 500 Rp20.000 Rp10.000.000
15-Apr 1.000 Rp24.000 Rp24.000.000 500 Rp20.000 Rp10.000.000
1.000 Rp24.000 Rp24.000.000
1.500 Rp22.666 Rp34.000.000
20-Apr 250 Rp22.666 Rp5.666.500 1.250 Rp22.666 Rp28.333.500
26-Apr 500 Rp22.666 Rp11.333.000 750 Rp22.666 Rp17.000.500
28-Apr 500 Rp26.000 Rp13.000.000 750 Rp22.666 Rp17.000.500
500 Rp26.000 Rp13.000.000
1.250 Rp24.000 Rp30.000.500
29-Jan 500 Rp24.000 Rp12.000.000 750 Rp24.000 Rp18.000.500

Dengan metoda rata-rata berbobot maka asal sediaan apakah dari baru atau lama tidak lagi
diperhatikan. Anda perhatikan pembelian bahan tanggal 15 April sebesar 1.000 unit. Pembelian
ini mengakibatkan kos unit menjadi berubah menjadi:
(500×Rp 20 .000 )+(1 . 000×Rp 24 . 000 )
Kos unit = = Rp 22 .666 per unit
500+1 .000

Sehingga pada saat bahan digunakan tanggal 20 April kos bahan yang digunakan adalah sebesar
Rp22.666 per unit.

Penjurnalan Bahan

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahan dapat dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu bahan
baku dan bahan penolong. Secara akuntansi, bahan dapat memiliki satu akun kendali yaitu akun
sediaan bahan dan kemudian masing-masing jenis bahan dapat dibuatkan akun sebagai akun
pembantu dari akun kendali. Akun yang didebit saat bahan baku digunakan adalah akun produk
dalam proses. Sedangkan penggunaan bahan penolong akun yang didebit adalah overhead
pabrik. Berikut ini merupakan ilustrasi penjurnalan saat pembelian bahan dan saat penggunaan
bahan dengan menggunakan metoda periodik dalam mencatat sediaan.

Penjurnalan saat bahan dibeli:

Sediaan bahan xxx


Kas (piutang dagang) xxx

Penjurnalan saat penggunaan bahan baku:

Produk dalam proses xxx


Sediaan bahan xxx

Penjurnalan saat penggunaan bahan penolong:

Overhead pabrik kendali xxx


Sediaan bahan xxx
Ringkasan

Penentuan kos pemerolehan merupakan bagian penting dalam akuntansi kos. Mengapa? Karena
kos pemerolehan inilah yang akan dibebankan pada produk yang diproduksi atau disebut sebagai
kos bahan. Kesalahan dalam membebankan kos bahan menyebabkan kos produksi menjadi tidak
akurat. Secara umum kos pemerolehan ditentukan dengan cara menjumlahkan seluruh
pengeluaran yang dibutuhkan untuk memperoleh bahan tersebut dan sampai dengan bahan
tersebut siap untuk digunakan. Hal berikut yang perlu diperhatikan adalah jika kos pemerolehan
bahan terdiri dari beberapa pembelian dengan kos yang beragam maka manakah yang akan
digunakan untuk dibebankan sebagai kos bahan ketika bahan digunakan dalam proses produksi.
Terdapat tiga metoda untuk menentukan pembebanan kos bahan, yaitu: 1) masuk pertama keluar
pertama (MPKP); 2) masuk terakhir keluar pertama (MTKP); dan 3) rata-rata berbobot.

Kegiatan Belajar 3
PENGENDALIAN DAN AKUNTANSI TENAGA KERJA

Klasifikasi Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah usaha fisik atau mental yang diberikan dalam proses produksi suatu produk.
Kos tenaga kerja adalah harga yang dibayarkan atas penggunaan sumberdaya manusia ini.
Kompensasi yang dibayar pada pekerja4 yang terlibat dalam aktivitas terkait produksi
merepresentasi kos tenaga kerja.
Tenaga kerja dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu tenaga kerja langsung (direct labor)
dan tenaga kerja taklangsung (indirect labor). Tenaga kerja langsung adalah:
1. Semua tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam produksi produk jadi;
2. Dapat secara mudah dilacak atau diidentifikasi pada produk;
3. Merepresentasi elemen kos tenaga kerja yang signifikan pada produk jadi.
Sebagai contoh, tenaga penjahit pada perusahaan konveksi merupakan tenaga kerja langsung.
Mengapa? Karena tenaga penjahit terlibat secara langsung dalam proses produksi, mudah dilihat
dan dilacak pada produk, dan merepresentasi elemen kos tenaga kerja yang signifikan pada
produk jadi.
Tenaga kerja taklangsung adalah semua tenaga kerja yang tidak dapat diklasifikasi
sebagai tenaga kerja langsung. Semua tenaga kerja yang tidak dapat dilacak secara langsung
pada produk dan jumlahnya tidak signifikan diklasifikasi atau dikategori sebagai tenaga kerja
taklangsung dan akan diakumulasi dalam kos overhead pabrik. Contoh tenaga kerja taklangsung
adalah pengawas atau supervisor dalam pabrik.

Pengendalian Tenaga Kerja

Pengendalian dan akuntansi untuk tenaga kerja pada umumnya terdiri atas tiga prosedur sebagai
berikut:
1. Pencatatan jam kerja atau kuantitas output yang dihasilkan oleh pekerjaan baik secara total,
berdasarkan pekerjaan, proses, atau departemen.

4
Modul ini menggunakan istilah pekerja, karyawan, dan tenaga kerja dengan pengertian yang sama.
2. Penganalisisan jam kerja yang dilakukan karyawan untuk menentukan jumlah gaji dan upah
yang harus dibayarkan. Kemudian perhitungan gaji dan upah bersih setelah dikurangi
potongan-potongan.
3. Pembebanan kos tenaga kerja pada pekerjaan, proses, departemen, atau overhead pabrik.

Pencatatan jam kerja


Perusahaan dengan ukuran besar pada umumnya memisahkan fungsi pencatatan jam kerja dalam
departemen personalia (atau departemen sumberdaya manusia) yang fungsinya mencatat atau
mengumpulkan jam kerja yang diberikan oleh karyawan. Terdapat dua dokumen terkait dengan
pencatatan jam kerja yaitu kartu jam kerja (clock card atau time card) dan kartu jam pekerjaan
(labor job ticket). Gambar 2.11 menunjukkan sistem akuntansi kos tenaga kerja.

Gambar 2.11 Sistem Akuntansi Kos Tenaga Kerja

Karyawan

Melengkapi kartu jam kerja


dan kartu jam pekerjaan

Kartu Jam Kerja Kartu Jam Pekerjaan

Departemen Penggajian
Menghitung gaji dan upah.
Mengirim data kos ke dep kos

Departemen Kos
Mengalokasi kos tenaga kerja.
Menyusun laporan kos

Kartu jam kerja adalah dokumen yang digunakan untuk mencatat lamanya karyawan atau
pegawai berada di perusahaan. Kartu ini sering disebut sebagai kartu presensi dan umumnya
pada saat karyawan datang, istirahat, dan pulang, kartu tersebut diisi dengan dengan cara
dimasukkan ke dalam mesin pewaktu (clocking mechine). Kartu jam kerja ini akan memuat jam
kerja total setiap karyawan dan dapat digunakan untuk menentukan gaji dan upah total dan juga
sebagai alat untuk memverifikasi keabsahan dokumen berikutnya yaitu kartu jam pekerjaan.
Gambar 2.12 menunjukkan contoh kartu jam kerja. Penggunaan kartu jam kerja ini masih sangat
umum digunakan di perusahaan-perusahaan manufaktur saat ini meskipun sebenarnya sudah ada
teknologi lain yang lebih canggih seperti bar codes, sidik jari, kartu magnetik, dan lain
sebagainya.
Kartu jam pekerjaan adalah dokumen yang digunakan untuk mencatat lamanya pekerjaan
mencurahkan waktu untuk melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan tertentu. Kartu ini
digunakan terutama agar pembebanan kos tenaga kerja dapat dilakukan secara akurat pada proses
atau pekerjaan yang memang menikmatinya. Kartu ini berisi informasi mengenai nomor
pekerjaan (job), identitas pekerja, lama waktu mengerjakan, tanggal mengerjakan, dan tarif per
jam kerja. Gambar 2.13 menunjukkan kartu jam pekerjaan.

Gambar 2.12 Kartu Jam kerja

Kartu Jam Kerja


Kartu No: 311

Nama: Joni Departemen: Produksi A


Nomor Induk Karyawan: 2-116 Perioda: Minggu ke 2 April

Diotorisasi oleh: Gun ardi

Hari Masuk Keluar Masuk Keluar Total Diisi bagian


Penggajian
Senin 7:56 12:01 12:59 5:03 8 120.000
Selasa 8:28 12:03 12:58 5:07 7,5 112.500
Rabu 7:54 12:01 12:57 5:00 8 120.000
Kamis 7:58 12:05 1:00 5:05 8 120.000
Jumat 7:55 12:00 12:55 5:02 8 120.000
Sabtu
Minggu
Jam kerja Tarif Jumlah
per jam
Total 39.5 15.000 592.500
Reguler 39,5
Lembur 0
Total Rp592.500

Gambar 2.13 Kartu Jam Pekerjaan


Kartu Jam Pekerjaan
Kartu No: 234

Nama:Joni Tanggal: 10 April 20XX


Nomor Induk Karyawan: 2-116 Dibebankan ke
departemen: Produksi

Nomor Mulai Selesai Lama Diisi oleh bagian penggajian


Pekerjaan Jam Kerja Tarif Per Jam Jumlah Total
Reguler Lembur Reguler Lembur Reguler Lembur
402 8:00 12:00 4 Rp15.000 60.000 60.000
456 1:00 4:00 3 Rp15.000 45.000 45.000
467 4:00 5:00 1 Rp15.000 15.000 15.000

Total 120.000

Karyawan: Jon i
Disetujui oleh: Burhan

Perhitungan gaji dan upah total


Departemen penggajian memiliki fungsi utama menghitung gaji dan upah total, termasuk
didalamnya adalah jumlah bruto yang diterima dan jumlah bersih yang diterima oleh karyawan
setelah dikurangi pajak dan berbagai potongan. Departemen penggajian kemudian mendistribusi
atau membayarkan gaji dan upah kepada karyawan bersangkutan.

Alokasi kos gaji dan upah


Departemen akuntansi bertanggungjawab untuk mengalokasi atau membebankan kos tenaga
kerja pada pekerjaan, produk, atau departemen yang menggunakan tenaga kerja tersebut. Kos
total selama satu perioda harus sama dengan seluruh kos atau kos total yang dibebankan ke
pekerjaan, departemen, atau produk.

Penjurnalan Tenaga Kerja

Penjurnalan tenaga kerja sangat tergantung pada kategori tenaga kerja. Secara prinsip, tenaga
kerja langsung dijurnal dan dibebankan pada akun produk dalam proses, sedangkan tenaga kerja
langsung akan dijurnal dan dibebankan pada akun overhead pabrik kendali. Jika perusahaan
memberikan beberapa tunjangan seperti tunjangan pensiun, asuransi, pajak, dan lain sebagainya
dibebankan pada akun overhead pabrik kendali.

1. Untuk mencatat kos tenaga kerja langsung:

Produk dalam proses XXX


Utang gaji dan upah XXX

2. Untuk mencatat kos tenaga kerja taklangsung:

Overhead pabrik kendali XXX


Utang gaji dan upah XXX

3. Untuk mencatat pembayaran beserta potongan:

Utang gaji dan upah XXX


Pajak penghasilan karyawan XXX
Kas XXX

4. Untuk mencatat pemberian tunjangan:

Overhead pabrik kendali XXX


Utang tunjangan XXX

Masalah Khusus Terkait Gaji dan Upah

Upah premium
Umum dalam praktik beberapa waktu kerja memiliki upah yang lebih besar (upah premium) dari
upah reguler. Sebagai contoh, waktu kerja di pabrik dapat dibagi menjadi 3 kelompok waktu
kerja, yaitu 1) jam 7:00 – 3:00; 2) jam 3:00 – 11.00; 3) jam 11:00 – 7:00. Untuk memotivasi
karyawan agar mau bekerja pada kelompok waktu 2 dan 3 umumnya ditawarkan upah premium.
Selisih antara upah premium dan reguler ini dibebankan pada overhead pabrik kendali dan bukan
pada produk dalam proses. Sebagai contoh, PT Ampel memiliki tarif upah reguler Rp7.000 per
jam dan tarif upah premium sebesar Rp8.000 per jam upah karyawan yang bekerja pada
kelompok jam 3:00 – 11:00. Asumsikan jam tenaga kerja sebanyak 40 jam bekerja pada
kelompok waktu upah premium. Maka terlebih dahulu dihitung selisih antara upah premium dan
reguler sebagai berikut:

Upah premium Rp8.000 × 40 = 320.000


Upah reguler Rp7.000 × 40 = 280.000
Selisih 40.000

Jurnal untuk mencatat adalah:

Produk dalam proses 280.000


Overhead pabrik kendali 40.000
Utang gaji dan upah 320.000

Upah lembur
Karyawan memiliki hak untuk mendapatkan upah lembur jika jam kerjanya dalam satu perioda
waktu (hari, minggu, atau bulan) melebihi jam kerja yang seharusnya ia berikan. Terdapat tiga
metoda perlakuan atas upah lembur ini, yaitu:

1. Dibebankan pada akun overhead pabrik kendali.


Jika lembur ini disebabkan penjadualan yang sifatnya random tidak disebabkan hal-hal
khusus maka upah lembur dibebankan pada akun overhead pabrik kendali. Sebagai contoh,
Agus Hadi bekerja selama 45 jam pada minggu kedua bulan Juni. Jam kerja normal selama
seminggu adalah 36 jam. Upah reguler ditetapkan Rp7.000 per jam dan upah lembur Rp8.500
per jam. Upah total yang diterima oleh Agus Hadi sebesar:

Upah reguler Rp7.000 × 40 = 280.000


Upah lembur Rp8.500 × 9 = 76.500
Total upah 356.600

Jurnal untuk mencatat adalah:

Produk dalam proses 280.000


Overhead pabrik kendali 40.000
Utang gaji dan upah 320.000
2. Dibebankan pada pekerjaan tertentu.
Seringkali lembur dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan – order atau pesanan khusus
dari pelanggan yang meminta pesanan segera diselesaikan. Jika penyebab lembur adalah
demikian maka lembur akan dibebankan pada akun produk dalam proses pekerjaan terkait.
Sebagai contoh, Agus Hadi bekerja selama 45 jam pada minggu kedua bulan Juni. Jam kerja
normal selama seminggu adalah 36 jam. Upah reguler ditetapkan Rp7.000 per jam dan upah
lembur Rp8.500 per jam. Lembur ini terjadi karena pekerjaan nomor 225 harus segera
diselesaikan. Upah total yang diterima oleh Agus Hadi sebesar:

Upah reguler Rp7.000 × 40 = 280.000


Upah lembur Rp8.500 × 9 = 76.500
Total upah 356.600

Jurnal untuk mencatat adalah:

Produk dalam proses – pekerjaan nomor 225 320.000


Utang gaji dan upah 320.000

3. Diakui sebagai rugi.


Jika lembur akibat karyawan harus melakukan ulang pekerjaannya akibat salah maka lembur
yang terjadi akan dibebankan pada rugi dari upah lembur. Dengan menggunakan contoh yang
sama dengan nomor 1, maka jurnal yang digunakan untuk mencatat adalah:

Produk dalam proses 280.000


Rugi dari Upah Lembur 40.000
Utang gaji dan upah 320.000

Waktu menganggur
Waktu menganggur adalah kondisi ketika karyawan tidak melakukan apapun tetapi tetap dibayar
atas waktu mereka di perusahaan. Seringkali waktu menganggur ini tidak dapat dihindarkan
akibat diperlukannya setup mesin dan sebagainya. Jika waktu menganggur tersebut normal maka
upah yang dibayarkan saat waktu menganggur akan dibebankan pada akun overhead pabrik
kendali. Akan tetapi, jika waktu menganggur akibat tidak normal atau akibat inefisiensi maka
harus dibebankan pada akun rugi dari waktu menganggur.

Upah minimum dan insentif


Ketika gaji dan upah didasarkan pada jumlah unit yang dihasilkan oleh karyawan maka sistem
upah disebut tarif berbasis unit produk. Sehingga, karyawan hanya akan mendapat upah sebesar
jumlah unit yang dapat dihasilkan olehnya. Akan tetapi, peraturan ketenagakerjaan mewajibkan
adanya upah minimum, baik upah minimum kabupaten/kota dan upah minimum propinsi. Upah
minimum ini ditetapkan sebesar biaya kebutuhan hidup minimum di daerah tersebut. Harapannya
agar karyawan tetap dapat hidup secara layak (meski dalam tingkat minimum).
Sistem berbasis unit yang dihasilkan dan upah minimum ini akan memberi insentif bagi
karyawan yang mampu menghasilkan unit produk lebih dari standar yang ditetapkan. Sebagai
contoh, jika jumlah unit produk per hari adalah 8 unit dan seorang karyawan dapat menghasilkan
10 unit maka ia akan mendapat insentif karena menghasilkan 2 unit lebih banyak dari standar.
Dengan adanya upah minimum ini paling tidak membantu karyawan baru yang belum memiliki
keahlian memadai untuk menghasilkan jumlah unit tertentu karena sedang dalam tahap belajar.
Disisi lain, sistem ini mampu memotivasi karyawan untuk berkerja lebih efisien. Semakin
banyak unit yang mampu mereka hasilkan maka semakin banyak upah yang mereka terima.
Sebagai contoh Anda amati tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Sistem Upah Minimum dan Insentif


Nama Unit Tarif per Jumlah upah Selisih* Upah
Karyawan diproduksi unit diterima
Idit 64 Rp8.000 Rp512.000 Rp128.000 Rp640.000
Karyo 75 Rp8.000 Rp600.000 Rp40.000 Rp640.000
Junaidi 80 Rp8.000 Rp640.000 - Rp640.000
Bokir 83 Rp8.000 Rp664.000 - Rp664.000
Total 302 Rp2.416.000 Rp168.000 Rp2.584.000
*Perusahaan menetapkan tarif upah minimum sebesar Rp640.000.
Jurnal yang digunakan untuk mencatat pengupahan di atas adalah sebagai berikut:

Produk dalam proses 2.416.000


Overhead pabrik kendali – upah minimum 168.000
Hutang gaji dan upah 2.584.000

Ringkasan

Tenaga kerja merupakan bagian takterpisah dari sebuah perusahaan manufaktur. Tenaga kerja
digunakan untuk mengkonversi bahan mentah menjadi produk. Pada perusahaan dengan
karakteristik labor-intensive maka proposi kos tenaga kerja terhadap kos produksi menjadi besar.
Akan tetapi, pada perusahaan dengan karakteristik technology-intensive maka umumnya proporsi
tenaga kerja terhadap kos produksi relatif kecil karena pekerjaan tenaga kerja digantikan oleh
mesin atau teknologi.
Tenaga kerja dikategori menjadi dua yaitu tenaga kerja langsung dan tenaga kerja
taklangsung. Tenaga kerja langsung memiliki karakteristik memiliki keterkaitan langsung dalam
pemrosesan produk dan memiliki proporsi kos yang relatif besar. Tenaga kerja yang tidak
memenuhi karakteristik tersebut dikategori sebagai tenaga kerja taklangsung. Perbedaan kategori
ini berdampak pada pencatatan secara akuntansi yang berbeda. Tenaga kerja langsung akan
dibebankan pada akun produk dalam proses sedangkan tenaga kerja taklangsung dibebankan
pada akun overhead pabrik kendali.
Terdapat dua buah dokumen yang terkait dengan pengendalian tenaga kerja yaitu kartu
jam kerja dan kartu jam pekerjaan. Kartu jam kerja adalah dokumen yang mencatat berapa lama
waktu karyawan berada di perusahaan. Sedangkan kartu jam pekerjaan adalah dokumen yang
mencatat berapa lama waktu yang dicurahkan oleh karyawan pada pekerjaan, departemen, atau
produk tertentu.

Anda mungkin juga menyukai