Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi Negara-negara dengan pendapatan rendah hingga sedang seperti
Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), yang menyebabkan tingginya
laju kematian. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian
bawah. ISPA disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri dan ISPA akan menyerang
tubuh apabila system imun menurun. ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan
di Indonesia. Pada tahun 2007Kementerian Kesehatan RI mencatat kasus ISPA
berjumlah 7,2 juta, lalu meningkat sampai18,7 juta di tahun 2011. ISPA juga
merupakan salah satu penyebab kunjungan pasien kesarana kesehatan. Didapatkan
bahwa 40% - 70% anak yang berobat ke Rumah Sakit adalah penderita ISPA.
Pengobatan ISPA umumnya dilakukan dengan terapi antibiotik. Salah satu
antibiotik yang digunakan adalah antibiotik golongan penisilin. Penisilin digunakan
sebagai terapi ISPA karena golongan penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan
menggangu sintesis dinding sel bakter. Golongan penisilin yang paling banyak
digunakan adalah amoxicillin (Hapsari, et all, 2007).
Amoxicillin adalah antibiotic dengan spectrum luas, digunakan untuk
pengobatan infeksi saluran pernapasan, saluran empedu, dan saluran kencing
(Hapsari, et all,2007). Harga amoxicillin di pasaran berbeda-beda, penyebab
perbedaannya multifaktorial. adanya perbedaan amoxicillin di pasaran menyebabkan
masyarakat dengan mudah mendapatkan tablet amoxicillin dengan mudah yang
berakibat resistensi pada pasien dengan penggunaan antibiotik amoxicillin (Susanto E,
2011).
Berdasarkan latar belakang diatas maka kelompok kami tertarik untuk menulis
tentang “Pengaruh Efektivitas Amoxicillin Sebagai Terapi Antibiotika Terhadap
Penderita ISPA”.

B. Tujuan Penulisan
Bagaimana efektivitas terapi amoxicillin pada penderita gangguan saluran pernafasan
akut?
C. Rumusan Masalah
Mengetahui apa efektivitas terapi amoxicillin pada penderita gangguan saluran
pernafasan akut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Farmasi-Farmakologi Amoxicillin
1. Fisiko-kimia dan rumus kimia Amoxicillin
Amoxicillin merupakan antibiotik semisintetik, analog dari ampisilin,
dengan spektrum aktivitas bakterisidal yang luas terhadap mikroorganisme
gram positif dan gram negatif. Secara kimiawi, itu adalah (2S, 5R, 6R) -6 -
[(R) - (-) - 2-amino-2 (phydroxyphenyl) acetamido] -3,3-dimethyl-7-oxo-4-
thia-1- azabicyclo [3.2.0] heptane-2-carboxylic acid trihydrate.

Ini dapat direpresentasikan secara rumus molekul amoxicillin adalah


C16H19N3O5S • 3H2O, dan berat molekulnya adalah 419.45.
Degradasi amoksisilin (Garam natrium) lebih tinggi pada konsetrasi yang
tinggiatau adanya karbohidrat (dextrose, dextran dan sorbitol) dan alcohol
yang dapat dikatakan lain seperti yang dimaksud oleh Stani forth et al,
mengendalikan bahwa ada peningkatan kelarutan amoxicillin pada Ph yang
lebih tinggi. Sehingga stabilitas dari amoxicillin sngat berpengaruh denga
kadar PH. Amoksisilin dilaporkan memiliki nilai pKa 2,67, 7,11 dan 9,55 di
37 derajat cecius dan memiliki kelarutan terendah dikisaran pH 4-6
(Sutherland, et., al, 1972).

2. Farmasi umum : Dosis preparat cara penggunaan dll


Menurut buku farmakologi UI amoksisilin memiliki sediaan untuk oralyang
tersedia dalam bentuk tablet maupun kapsul 125 mg, 250 mg dan 500mg,
sedangkan dalam bentuk sirup dengan kandungan dosis 125mg/5ml.
Dosis pemakaian untuk dewasa yaitu 500mg/x, sedangkan anak
50-100mg/kgBB/hari.
Preparat yang tersedia :
a. Kapsul: Setiap kapsul amoxycillin dengan tutup biru buram royal dan
badan buram berwarna merah muda, mengandung 500 mg amoxicillin
sebagai trihydrate.
b. Tablet: Setiap tablet mengandung 500 mg atau 875 mg amoksisilin sebagai
trihidrasi. Setiap tablet yang dilapisi film, berbentuk kapsul, berwarna
merah muda
c. Setiap tablet kunyah 200 mg mengandung 0,0005 mEq (0,0107 mg)
sodium; tablet kunyah 400 mg mengandung 0,0009 mEq (0,0215 mg)
sodium. Tablet pucat merah muda 200 mg dan 400 mg.
d. Serbuk untuk Suspensi Oral: Setiap 5 mL suspensi dilarutkan mengandung
200 mg, 250 mg, atau 400 mg amoksisilin sebagai trihidrat.

3. Farmakologi umum :
a. Khasiat : Amoksisilin mirip dengan ampisilin dalam fungsi sebagai
bakterisida terhadap organisme yang sedang mengalami masa
penggandaan yang aktif. Mekanisme kerjanya yaitu dengan menghambat
biosintesis dinding sel mukopeptida.
b. Indikasi :
1) Infeksi pada telinga, hidung, dan tenggorokan - karena
Streptococcus spp. (strain α- dan β-hemolytic saja), S. pneumoniae,
Staphylococcus spp., atau H. influenzae.
2) Infeksi saluran genitourinari - karena E. coli, P. mirabilis, atau E.
faecalis.
3) Infeksi pada kulit dan struktur kulit - karena Streptococcus spp. (α-
dan β-hemolyticstrain saja), Staphylococcus spp., atau E. coli.
4) Infeksi saluran pernapasan bagian bawah - karena Streptococcus
spp. (α- dan β-hemolyticstrain saja), S. pneumoniae,
Staphylococcus spp., atau H. influenzae.
5) Gonore, akut tanpa komplikasi (ano-genital dan infeksi uretra)
c. Kontraindikasi
Riwayat reaksi alergi terhadap penisilin apa pun (Swanson-
BiearmanB.1997)
BAB III
FARMAKODINAMIK

A. Mekanisme kerja Amoxicillin


Amoxicillin (alpha-amino-p-hydoxy-benzyl-penicillin) adalah derivat dari 6
aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas yang
mempunyai daya kerja bakterisida. Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram
positif maupun bakteri gram negatif.

1. Menghambat sintesis dinding sel bakteri


Menyebabkan tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi dari pada di
luar sel maka kerusakan dinding sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis
yang merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman yang peka.
2. Menghambat Sintesis Protein
Sel bakteri perlu mensintesis berbagai protein untuk kelangsungan
hidupnya. Sintesis protein berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA dan
tRNA. Pada bakteri ribosom terdiri 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada
sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA
menjadi ribosom 70S. Penghambatan sintesis protein akan menyebabkan
kematian sel bakteri.
3. Menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
Antibiotik akan berikatan dengan enzim polymerase RNA sehingga
menghambat sintesis RNA dan DNA yang menyebabkan mikroba mati.
4. Menghambat metabolisme sel mikroba Mikroba
Membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Apabila antibiotik
menang bersaing dengan PABA untuk diikut sertakan dalam pembentukan
asam folat, maka akan terbentuk 10 asam folat yang non fungsional.
Akibatnya kehidupan mikroba akan terganggu.
5. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba
Antibiotik akan berikatan dengan suatu gugus yang akan mempengaruhi
permeabilitas dan dapat menyebabkan kerusakan membran sel.

B. Indikasi
Amoxicillin efektif terhadap penyakit:
1. Infeksi saluran pernafasan kronik dan akut: pneumonia, faringitis (tidak
untuk faringitis gonore), bronkitis, langritis.
2. Infeksi sluran cerna: disentri basiler.
3. Infeksi saluran kemih: gonore tidak terkomplikasi, uretritis, sistitis,
pielonefritis.
4. Infeksi lain: septikemia, endocarditis

C. Efek samping
1. Reaksi alergi, seperti rasa gatal, peradangan atau ruam, yang menyebabkan
adanya pembengkakan.
2. Gangguan pencernaan seperti diare, muntah, dan sakit perut.
3. Efek samping terbesar terjadi pada organ hati dan ginjal. Bahaya
Amoxicillin akan sangat tampak, ketika obat dikonsumsi dengan dosis
tinggi oleh pasien yang menderita penyakit seperti pielonefritis,
glomerulonefritis dan hepatitis.
BAB IV
FARMAKOKINETIK

A. Pola ADME
1. Absorpsi
Amoxicillin hampir lengkap diabsorbsi sehingga konsekuensinya
Amoxicillin tidak cocok untuk pengobatan shigella atau enteritis karena
salmonella, karena kadar efektif secara terapetik tidak mencapai organisme
dalam celah intestinal. Amoxicillin stabil pada asam lambung dan
terabsorpsi 74-92% di saluran pencernaan pada penggunaan dosis tunggal
secara oral. Nilai puncak konsentrasi serum dan AUC meningkat sebanding
dengan meningkatnya dosis. Amoxicillin terserap 0.26–0.31 L/kg. Adanya
makanan di saluran pencernaan dilaporkan dapat menurunkan dan
menunda tercapainya nilai puncak konsentrasi serum Amoxicillin, namun
hal tersebut tidak berpengaruh pada jumlah total obat yang diabsorpsi.
Efek terapi Amoxicillin akan tercapai setelah 1-2 jam setelah pemberian per
oral.
2. Distribusi
Amoxicilli terdistribusi secara bebas ke seluruh tubuh ke banyak jaringan
termasuk hati, paru–paru, otot, prostat. Amoxicillin dapat melewati sawar
plasenta, tetapi tidak satupun menimbulkan efek teratogenik. Namun
demikian, penetrasinya ke tempat tertentu seperti tulang atau cairan
serebrospinalis tidak cukup untuk terapi kecuali di daerah tersebut terjadi
inflamasi. Selama fase akut (hari pertama), meningen terinflamasi lebih
permeable terhadap Amoxicillin, yang menyebabkan peningkatan rasio
sejumlah obat dalam susunan saraf pusat dibandingkan rasionya dalam
serum. Bila infefksi mereda, inflamasi menurun maka permeabilitas sawar
terbentuk kembali.
3. Metabolisme
Bio transformasi Amoxicillin terjadi di hepar.
4. Ekskresi
Jalan utama ekskresi melalui system sekresi asam organik (tubulus) di
ginjal, sama seperti melalui filtrate glomerulus. Penderita dengan gangguan
fungsi ginjal, dosis obat yang diberikan harus disesuaikan.
B. Waktu paruh
Waktu paruh amoxicillin kurang lebih 1 jam pada orang dewasa. Waktu
paruh pada anak bisa lebih singkat. Pada neonatus, waktu paruh berkisar 3-4
jam untuk neonatus cukup bulan. Pada infant dan anak-anak, berkisar antara
1-2 jam. Waktu paruh akan memanjang pada penderita dengan gagal ginjal,
sehingga interval pemberian 250 mg setiap 6 jam.
C. Ikatan protein
Amoxicillin berikatan dengan protein plasma sebesar 20%
D. Bioavailability
Bioavailabilitas Amaxicillin bisa mencapai 80% per oral.
BAB V
EFEK SAMPING DAN TOKSISITAS

A. Efek Samping
Amoxicilin merupakan memiliki efek samping dalam pemberian derivat
ini, antara lain :
1. Rasa gatal pada badan biasa disertai sakit kepala.
2. Peradangan atau ruam.
3. Pembengkakan juga biasa terjadi di daerah leher, mulut, dan hidung
sehingga biasa menyebabkan gangguan dalam proses bernapas.
4. Gangguan pencernaan seperti sakit perut, muntah, sampai dengan diare.
5. Radang usus.
B. Toksisitas
1. Gejala Toksisitas
Pada pemberian dosis tinggi amoxicillin tidak dianjurkan diberikan
dengan pasien penderita gangguan ginjal dan hati, dikarenakan proses
sekresi dan eksresinya yang dapat menyebabkan gangguan pada kedua
organ tersebut yang ditandai dengan badan menguning, demam, dan
perubahan warna pada feses dan urin yang lebih gelap.
2. Penangganan
Penghentian pengobatan amoxicillin serta lakukan stabilisasi untuk
menganani gejala toksistas. Apabila terjadi overdosis perlu dilakukan
bilas lambung atau pasien di rangsang untuk muntah ( Wade, A, Weller
and Paul J, 1994).
3. Interaksi Amoxicillin
Amoksisilin merupakan antibiotic golongan penisilin. Antibiotik
penisilinmempunyai beberapa interaksi bila digunakan bersamaan
dengan
a. Kloramfenikol : interaksinya berupa efek penisilin berkurang-
b. Eritromisin : interaksinya berupa efek masing-masing antibiotic baik
penisilinmaupun eritromisin dapat meningk atataupun berkurang-
c. Pil KB : interaksinya berupa efek pil KB berkurang-
d. Estrogen : interaksinya berupa efek estrogen dapat berkurang-
e. Tetrasiklin : interaksinya berupa efek penisilin yang berkurang
(Ningrum, 2011)
BAB VI
PENYELIDIKAN PENELITIAN

Olyvia (2015) melakukan sebuah penelitian deskriptif analitik,menggunak
an uji beda Mann-Whitney dan penentuan Kadar Hambat Minimal
(KHM)antibiotika menggunakan regresi logaritmik. Sampel penelitian
didapatkan dari spesimen pasien ISPA yang berkunjung ke UPT Pelayanan
Kesehatan Universitas Jember. Lima daridua puluh dua spesimen berhasil
dikultur dalam media Agar Darah Manusia (ADM). Hasil dari penelitian di
rumah sakit perbedaan sensitivitas amoksisilin dan eritromisin Pada
kelompok bakteri basil dan coccus, masing-masing dilakukan uji senstivitas.
Hasil uji sensitivitas pada bakteri basil ditemukan tidak ada perbedaan
sensitivita santara amoksisilin dan eritromisin. Amoksisilin merupakan
antibiotika berspektrum luas, sehingga wajar jika pertumbuhan dari bakteri
basil Gram negative pada penelitian ini juga mampu di hambat.Pada
kelompok bakteri coccus, hasil uji sensitivitas menunjukkan perbedaan
yang bermakna antara amoksisilin dan eritromisin. Secara kualitatif, tampak 
semua bakteri coccus resisten terhadap amoksisilin. Sebaliknya pada eritromi
sin, hanya 2 bakteri yang tampak resisten. Eritromisin banyak menjadi obat
lini ke-2 pada kasus ISPA, dimana lini pertamanya adalah amoksisilin. Hal
ini mungkin yang menyebabkan resisitensi pada amoksisilin lebih tinggi
dalam penelitian ini olyvia (2015) .
Penelitian berikutnya yaitu dilakukan oleh faisal, dkk yang dalam
penelitiannya yang menguji kepekaan bakteri yang diisolasi dan di
identifikasi dari sputum penderita bronchitis di rsup prof dr.r.d. kandou
manado mengalami resistensi terhadap antibiotik golongan sefalosporin
(sefiksim), penisilin (amoksisilin) dan tetrasiklin (tetrasiklin).
Berdasarkan zona hambat yang dihasilkan oleh antibiotik terhadap kedelap
an isolat bakteri, dimana pada isolat 
1. IsolatO1(Bacillus sp) resisten terhadap antibiotik sefiksim
dan amoksisilin, serta intermediate terhadap antibiotik tetrasiklin.
2. IsolatO2 (Bacillussp) resisten terhadap antibiotik amoksisilin serta s
ensitif terhadap antibiotik sefiksim dan tetrasiklin, 
3. Isolat O3 (Bacteriodes Gracilis).
Dapat terjadi resisten terhadap antibiotik sefiksim dan amoksisilin
serta intermediate terhadap antibiotik tetrasiklin.
4. Isolat W1 (KlabsiellaPneumonia) 
Dapat terjadi resisten terhadap antibiotik sefiksim dan amoksisilin
serta intermedia terhadap antibiotik tetrasiklin.
5. Isolat W2 (Bacillus sp) resisten terhadap antibiotik
Hasil pengujian kepekaan bakteri dari isolasi sputum penderita bronchitis
terhadap antibiotik sefiksim, amoksisilin dan tetrasiklin pada tabel
diatas, menunjukan bahwa antibiotic sefiksim memiliki tingkat sensiti
fitassebesar 13 % serta resistensisebesar 87 %.
Antibiotik tetrasiklin memiliki tingkat sensitivitas 50%, intermediate
50% namun tidak memiliki tingkat resistensi. Dengan tingkat
kepekaan intermediate 50% serta sensitivitas 50% pada antibiotik ini 
dapat dikatakan bisa membunuh atau menghambat pertumbuhan
bakteri yang di dalam isolasi dari sample sputum yang telah
diperoleh penderita bronkhitis. Antibiotik amoksisilin tidak memiliki 
tingkat reaksi sensitifitas namun memiliki tingkat resistensi 100 %.
 Resistensi terhadap antibiotik ini disebabkan
karena antibiotika ini merupakan antibiotik lini pertama. Antibiotik li
ni pertamamerupakan antibiotik yang pertama kali dipakai untuk men
gobati suatu infeksi.Pemakaian antibiotik yang irasional juga menyeb
abkan tingginya tingkat resistensiterhadap antibiotik ini (Depkes RI, 2
005). Beberapa bakteri secara intrinsik resistenterhadap golongan anti
biotik tertentu. Bakteri dikatakan resisten apabila pertumbuhannya
tidak dapat dihambat oleh antibiotika pada kadar maksimum yang dap
at ditolerir oleh penjamu. Namun demikian, spesies bakteri yang seca
ra normal memberikan respon terhadap antibiotik tertentu mungkin
dapat menyebabkan berkembangnya strain yang biasanya ke resisten.
Munculnya strain resisten tersebut disebabkan oleh penggunaan antibi
otik yang tidakrasional.Resistensi antibiotik dapat terjadi melalui beb
erapa mekanisme sepertimutasi, transduksi, transformasi dan konjuga
si (Setiabudi, 2009).
 Dimana bakteri yang di dapatkan didalam sputum yaitu Dilihat dari
spectrum yang begitu luas, amoksisilin ini tidak efektif terhadap
bakteri beta lactamase karena bakteri tersebut mampu mengidrolisis cincin b
eta lactam yangmerupakan bahan yang berkhasiat untuk membunuh bakteri,
sehingga agar tetap dapat digunakan dan menjaga efektifitas obatnya
terhadap kuman beta lactam maka amoksisilin ini dapat di berikan bersama
dengan asam klavulanat yang merupakan inhibitor beta lactamase sehingga
cincin beta lactam yang terdapat didalam struktur kimia amoksisilin tetap
terjaga tanpa harus mengalami degradasi oleh beta lactamase yang dihasil
kan oleh bakteri tersebut (Alburyhi, 2013). Diantara senyawa beta lactam
amoksisilin merupakan senyawa yang paling aktif terhadap S.pneumonia
yang peka maupun resisten terhadap penisilin dengan cara meningkatkan
amoksisilin oral yaitu mulai dari 40 –  45 mg/kg hingga 80 –  90
mg/kg per hari untuk pengobatan otitis media akut pada anak (Ningrum, 201
1). 
 
BAB VII
PEMBAHASAN

A. Amoxiclin
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu masalah
kesehatan diIndonesia yang banyak disebabkan oleh virus. Amoksisilin dan
eritromisin banyak dipilih sebagai obat lini pertama dan kedua pada pasien
ISPA yang biasanya dapat menyebabkan tingginya resistensi pada keduanya.
Antibiotika semi sintetik ini paling sering diresepkan dalam pemberian
obat peroralkarena absorbsinya lebih baik dibandingkan ampicillin dan juga
amoksisilin inimemiliki spectrum yang luas sehingga dapat di gunakan untuk
infeksi yang disebabkanoleh bakteri gram positif maupun negative dan
berbagai strain seperti Eschersia Coli,Haemofilus Influenza,S. Pyogenes,
Salmonela dan berbagai spesies S. Pneumoniae sehingga amoksisilin dapat
menjadi pilihan dalam terapi lini pertama dalam infeksi pada anak maupun
dewasa (Frynkewicz, 2013).
Diantara senyawa beta lactam amoksisilin merupakan senyawa yang
paling aktifterhadap S.pneumonia yang peka maupun resisten terhadap
penisilin dengan carameningkatkan amoksisilin oral yaitu mulai dari 40– 45
mg/kg hingga 80 – 90mg/kg per hari untuk pengobatan otitis media akut pada
anak (Ningrung,2011).
Dengan melihat hasil uji penelitian yang dilakukan oleh Olyvia (2015)
yaitu pemberian amoksisilin terhadap bakteri basil tidak ada mengalami
perubahan dalam sensitivitas,tetapi pada bakteri coccus mengalami resistensi
terhadap amoksisilin melihat penelitian sensitivitas beberapa antibiotika yang
telah dilakukan oleh Faisal, dkk (2015) maka untuk menterapi pederita yang
mengalami infeksi saluran nafas akut perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu
dalam memberikan suatu terapi mengingat ada beberapa dari sekian bakteri
sudah mengalami resistensi terhadap amoksisilin, lebih baik sebelum memberi
terapi harus di lakukan kultur terlebih dahulu untuk mengetahui jenis
dari bakteri agar dapat memberikan terapi obat yang tepat kepada pasien.
Setelah pemberian obat yang tepat harus mengedukasi kepada pasien agar
meminum obat sesuai dengan ketentuan agar tidak menimbulkan resistensi
terhadap Amoxicillin.
BAB VIII
KESIMPULAN

Amoxicillin merupakan antibiotik spektrum luas turunan dari penicillin


namun amoxicillin lebih tahan terhadap asam dan dapat diberikan pada
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Amoxicilline banyak digunakan untuk
mengobati beberapa penyakit seperti Infeksi telinga eksterna dan media,
Infeksi saluran kemih, dan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut).
Dalam Terapi Gangguan Saluran Pernapasan Amokisilin banyak
mengalami resistesi, hal itu disebabkan karena bakteri dapat membentuk
sebuah enzim betalaktamse yang mengdegradasi obat dan menyebabkan
kadar obat yang seharusnya dapat menghambat sistensis dinding sel bakteri
berkurang, sehingga efek hambatan antibiotik terhadap bakteri pun
berkurang.
Maka untuk menterapi pederita yang mengalami infeksi saluran nafas
akut perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu dalam memberikan suatu
terapi.Sekian bakteri sudah mengalami resistensi terhadap amoxsisilin, lebih 
baik sebelum memberi terapi harus di lakukan kultur terlebih dahulu untuk
mengetahui jenis dari bakteri agar dapat memberikan terapi obat yang tepat
kepada pasien. Setelah pemberian obat yang tepat harus mengedukasi kepada
pasien agar meminum obat sesuai dengan ketentuan agar tidak menimbulkan
resistensi terhadap obat.

Anda mungkin juga menyukai