Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUTORIAL

FARMAKOLOGI

“ Skenario 4”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

Tutor:

dr. Meidyta Sinantryana Widyaswari,Sp.KK

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan tutorial yang berjudul “Farmakologi Skenario 1” telah melalui


konsultasi dan disetujui oleh Tutor Pembimbing

Surabaya, 2017

Pembimbing

dr. Meidyta Sinantryana Widyaswari,Sp.KK


KELOMPOK PENYUSUN

KETUA KELOMPOK : AUFAR RAHMAN 6130015004

SEKRETARIS I : AUFAR ZIMAMUZZAMAN A. 6130015005

SEKRETARIS II : ANISA WIDIA SUDARMAN 6130015003

ANGGOTA KELOMPOK : CICI DITA VIRLLIANA 6130015001

DAVID SAJID MUHAMMAD 6130015002

FERNANDO PRASETYA E. H. 6130015006

RAFIQA ERLISIA JULKIFLI 6130015007

HABIL YOGA LESMANA 6130015008

ILFIA HAJAR MAFRURROH 6130015009

RUSDIANA SILABAN 6130015010

DENY FEBRIWIJAYA R. 6130015011


SKENARIO :

Seorang wanita usia 27 tahun dan sedang hamil 6 bulan datang berobat ke praktek
dokter umum dengan keluhan batuk dan nyeri tenggorokan sejak 3 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan vital sign, terlihat peradangan pada tonsil dan pharyng. Dokter
memberikan resep obat bromhexine tablet 3x 8 mg dan amoxicillin kapsul 3x 500
mg sesudah makan.

Bagaimanakah farmakologi dari bromhexine dan amoxicillin, interaksi yang


mungkin terjadi dan keamanan penggunaan obat pada ibu hamil?

STEP 1

Identifikasi Kata Sulit

1. Bromhexine : obat mukolitik untuk mengurangi dahak di saluran


pernapasan.
2. Amoxycillin : antibiotik penisilin. Untuk mengatasi berbagai jenis
bakteri.
3. Vital sign : pemeriksaan tanda vital untuk mengetahui kondisi
seseorang yang meliputi pemeriksaan tekanan darah, pengukuran suhu
tubuh, pernapasan, dan lain-lain.

Kata kunci:

1. Wanita 27 tahun

2. Sedang hamil 6 bulan

3. Batuk

4. Nyeri tenggorokan

5. Pemeriksaan vital sign normal

6. Peradangan pada tonsil

7. Bromhexine tablet 3x 8 mg
8. Amoxycillin kapsul 3x 500 mg

9. Interaksi obat pada ibu hamil

10. Keamanan obat pada ibu hamil

STEP 2

Identifikasi Masalah / Pertanyaan

1. Bagaimana keamanan obat bagi ibu hamil?

2. Apakah obat tersebut tepat untuk ibu hamil?

3. Apa hubungan konsumsi obat setelah makan?

4. Bagaimana interaksi obat bromhexine dengan amoxycillin terhadap pasien


tersebut?

5. Bagaimana farmakologi dari bromhexine dan amoxycillin?

STEP 3

Hipotesa

1.
2. M
3. Sebelum makan, lambung akan menghasilkan asam lambung. Jika obat
diminum sebelum makan, lambung akan semakin asam dan akan membuat
lambung menjadi iritasi. Namun ada obat yang dapat diserap dalam keadaan
asam ada pula yang dapat diserap dalam keadaan normal.
4. Pemberian bersamaan dengan antibiotika (amoksisilin, sefuroksim,
doksisiklin) akan meningkatkan konsentrasi antibiotika pada jaringan paru.
5. Farmakologi amoxycillin
Amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli,
Proteus mirabilis, Salmonella. Amoksisilin juga dapat digunakan untuk
mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif seperti :
Streptococcus pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing
staphylococci, Listeria. Tetapi walaupun demikian, amoksisilin secara
umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk pengobatan yang
disebabkan oleh infeksi streprtococcus dan staphilococcal. Amoksisilin
diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih,
infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi
rongga mulut lainnya (Siswandono, 2000).
Farmakodinamik Amoksisilin adalah bakterisidal yang rentan terhadap
organisme melalui penghambatan biosintesis dinding sel mukopeptida
selama tahap penggandaan bakteri (Imoisili, 2008). Amoksisilin lebih
efektif melawan mikroorganisme gram positif dibanding gram negatif, dan
mendemonstrasikan efikasi lebih baik dibanding penisillin, penisillin V dan
dibanding antibiotik lain dalam pengobatan penyakit atau infeksi yang
beragam (Kaur et al., 2011). Amoksisilin bekerja dengan mengikat pada
ikatan penisilin protein 1A (PBP-1A) yang berlokasi didalam dinding sel
bakteri. Penisillin (amoksisilin) mengasilasi penisilin-mensensitifkan
transpeptidase C-terminal domain dengan membuka cincin laktam
menyebabkan inaktivasi enzim, dan mencegah pembentukan hubungan
silang dari dua untai peptidoglikan linier, menghambat fase tiga dan terakhir
dari sintesis dinding sel bakteri, yang berguna untuk divisi sel dan bentuk
sel dan proses esensial lain dan lebih mematikan dari penisillin untuk bakteri
yang melibatkan mekanisme keduanya litik dan non litik (Kaur et al., 2011).
Farmakokinetik Absorpsi dari amoksisilin tidak terganggu oleh makanan.
Amoksisilin berikatan dengan protein dalam plasma sekitar 20% dan
diekskresi dalam bentuk aktif didalam urin (Brunton et al., 2008; Harvey et
al., 2009). Amoksisilin memiliki kegunaan klinik yang luas tidak hanya
karena sebagai antibakteri spektrum luas tetapi juga karena bioavailability
yang tinggi (70-90%) dengan kadar puncak pada plasma terjadi dengan
waktu 1–2 jam dan dosisnya tergantung, umumnya 1,5–3 kali lebih besar
dibanding ampisillin setelah dosis oral. Amoksisilin terdistribusi pada
banyak jaringan termasuk hati, paru, prostat, otot, empedu, asites, cairan
pleura dan sinovial dan cairan okular, terakumulasi dalam cairan amnion
dan melewati plasenta tapi buruk melewati sistem saraf pusat (Kaur et al.,
2011).
Amoksisilin memiliki oral availability 93%. Amoksisilin berikatan dengan
protein didalam plasma 18%. Amoksisilin diekskresikan pada urine sekitar
86% dan pembersihannya 10,8 L/h/70kg. Amoksisilin memiliki volume
distribusi 19 L/70kg dan waktu paruh 1,7 jam (Katzung, 2006). Amoksisilin
dapat melewati plasenta, sedikit diekskresikan pada air susu ibu (ASI) dan
sedikit melewati cerebrospinal fluid (CSF) (Adesanoye et al., 2014).
Amoksisilin generik memiliki waktu paruh absorbsi 2,25 jam, laju absorbsi
(Ka) 0,308/jam, waktu paruh eliminasi 3,25 jam, laju eliminasi (K)
0,185/jam, intersep 580 mg/jam, bioavailabilitas per oral 93%, dan laju
ekskresi 0,498/jam. Amoksisilin generik bermerek memiliki waktu paruh
absorbs 1,75 jam, laju absorbsi (Ka) 0,396/jam, waktu paruh eliminasi 5
jam, laju eliminasi (K) 0,139/jam, intersep 320 mg/jam, bioavalabilitas
amoksisilin per oral 93% dan laju ekskresi amoksisilin 0,477/jam.
Perbedaan dalam farmokinetik antara obat generik dan generik bermerek
dapat mempengaruhi efikasi dan keamanan pada resipien obat (Wahyudin
et al., 2010)

STEP 4

Mind Mapping
STEP 5

Learning Objektif

1. Mengetahui dan menjelaskan farmakokinetik dari bromhexine.


2. Mengetahui dan menjelaskan farmakokinetik dari amoxycillin.
3. Mengetahui dan menjelaskan klasifikasi obat untuk ibu hamil.
4. Mengetahui dan menjelaskan interaksi obat bromhexine dan amoxycillin.
5. Mengetahui dan menjelaskan farmakodinamik bromhexine.
6. Mengetahui dan menjelaskan farmakodinamik amoxycillin.
7. Mengetahui dan menjelaskan hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberisan obat kepada ibu hamil.
8. Mengetahui dan menjelaskan golongan obat bromhexine dan amoxycillin.

STEP 6

Jawaban Learning Objective (Hasil Belajar Mandiri)

1. Mengetahui dan menjelaskan farmakokinetik dari bromhexine

2. Mengetahui dan menjelaskan farmakokinetik dari amoxycillin


•Absorpsi
Amoxicillin hampir lengkap diabsorbsi sehingga konsekuensinya
Amoxicillin tidak cocok untuk pengobatan shigella atau enteritis karena
salmonella, karena kadar efektif secara terapetik tidak mencapai
organisme dalam celah intestinal (McEvoy, 2002).
Absorpsi dari amoksisilin tidak terganggu oleh makanan. Amoxicillin
stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92% di saluran pencernaan
pada penggunaan dosis tunggal secara oral. Nilai puncak konsentrasi
serum dan AUC meningkat sebanding dengan meningkatnya dosis. Efek
terapi Amoxicillin akan tercapai setelah 1-2 jam setelah pemberian per
oral. Meskipun adanya makanan di saluran pencernaan dilaporkan dapat
menurunkan dan menunda tercapainya nilai puncak konsentrasi serum
Amoxicillin, namun hal tersebut tidak berpengaruh pada jumlah total obat
yang diabsorpsi (McEvoy, 2002).

•Distribusi
Distribusi obat bebas ke seluruh tubuh baik. Amoxicillin dapat
melewati sawar plasenta, tetapi tidak satupun menimbulkan efek
teratogenik. Namun demikian, penetrasinya ke tempat tertentu seperti
tulang atau cairan serebrospinalis tidak cukup untuk terapi kecuali di
daerah tersebut terjadi inflamasi. Selama fase akut (hari pertama),
meningen terinflamasi lebih permeable terhadap Amoxicillin, yang
menyebabkan peningkatan rasio sejumlah obat dalam susunan saraf pusat
dibandingkan rasionya dalam serum. Bila infefksi mereda, inflamasi
menurun maka permeabilitas sawar terbentuk kembali (Mycek,
et.al.,2001).
Amoksisilin terdistribusi pada banyak jaringan termasuk hati, paru,
prostat, otot, empedu, asites, cairan pleura dan sinovial dan cairan okular,
terakumulasi dalam cairan amnion dan melewati plasenta tapi buruk
melewati sistem saraf pusat (Kaur et al., 2011).
•Eliminasi
Amoksisilin memiliki oral availability 93%. Amoksisilin berikatan
dengan protein didalam plasma 18%. Amoksisilin diekskresikan pada
urine sekitar 86%. Jalan utama ekskresi melalui system sekresi asam
organik (tubulus) di ginjal, sama seperti melalui filtrate glomerulus.
Penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis obat yang diberikan harus
disesuaikan (Mycek, et.al.,2001).
Perbedaan amoksisilin generik bermerk dengan amoksisilin generik
berlogo terlihat dari farmakokinetiknya yaitu waktu paruh, laju absorpsi,
dan laju ekskresi. Amoksisilin generik berlogo memiliki waktu paruh
absorpsi 2,25 jam, laju absorpsi 0,308 jam, laju eliminasi 0,185 jam,
bioavailabilitas 93% dan laju ekskresi 0,498 jam. Sedangkan amoksisilin
generik bermerk memiliki waktu paru absorpsi 1,75 jam, 12 laju absorpsi
0,396 jam, laju eliminasi 0,139 jam, bioavailabilitas 93%, dan laju ekskresi
0,447 jam (Kaur et al., 2011).

3. Mengetahui dan menjelaskan klasifikasi obat untuk ibu hamil


Farmakokinetik Obat pada Kehamilan Menurut Katzung (2004), berikut
hal-hal yang mempengaruhi penyerapan obat pada kehamilan: (Katzung,
2004)
a) Kelarutan Lipid Seperti juga membran biologik lainnya, obat yang
melintasi plasenta bergantung pada kelarutan lipid dan derajat ionisasi
obat, obat lipofilik cenderung berdifusi dengan mudah melintasi plasenta
dan masuk sirkulasi janin.
b) Ukuran Molekul Berat molekul obat juga mempengaruhi kecepatan
transfer dan jumlah obat yang ditransfer melalui plasenta. Obat-obat
dengan molekul 250-500 dapat melintasi plasenta dengan mudah,
bergantung pada kelarutan lipidnya dan derajat ionisasi. Obat dengan
berat molekul 500-1000 lebih sulit melintasi plasenta, dan obat dengan
berat molekul lebih dari 1000 sangat sulit melintasi plasenta.
c) Ikatan Protein Derajat ikatan obat dengan protein plasma (albumin)
dapat pula mempengaruhi laju transfer dan jumlah obat yang
dipindahkan. Namun, jika obat sangat mudah larut lipid, tidak akan
banyak dipengaruhi oleh ikatan protein.
d) Metabolisme obat plasenta dan janin Terdapat dua mekanisme yang
memberikan perlindungan janin dari obat dalam sirkulasi darah maternal:
1. Plasenta sendiri berperan baik sebagai sawar semipermeabel dan
sebagai tempat metabolisme beberapa obat yang melaluinya.
2. Obat yang telah melewati plasenta masuk dalam sirkulasi janin
melalui vena umbilikus.
Sistem penggolongan kategori resiko pada masa kehamilan dapat mengacu
pada sistem penggolongan FDA (Food and Drug Administration) atau
ADEC (Australian Drug Evaluation Committee). Untuk sediaan farmasi
yang mengandung lebih dari satu bahan obat, penggolongan resiko sesuai
dengan komponen obat yang mempunyai penggolongan paling ketat.
Penggolongan ini berlaku hanya untuk dosis terapetik anjuran bagi wanita
usia produktif. (Yunika, 2009)
Kategori kehamilan menurut FDA, adalah sebagai berikut:
• Kategori A Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya
resiko pada janin pada kehamilan trimester pertama (dan tidak ada bukti
mengenai resiko terhadap trimester berikutnya), dan sangat kecil
kemungkinan obat ini untuk membahayakan janin.
• Kategori B Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak
memperlihatkan adanya resiko terhadap janin tetapi belum ada studi
terkontrol yang diperoleh pada ibu hamil. Studi terhadap reproduksi
binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping (selain
penurunan fertilitas) yang tidak didapati pada studi terkontrol pada wanita
hamil trimester pertama (dan ditemukan bukti adanya pada kehamilan
trimester berikutmya).
• Kategori C Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek
samping terhadap janin (teratogenik), dan studi terkontrol pada wanita dan
binatang percobaan tidak tersedia atau tidak dilakukan. Obat yang masuk
kategori ini hanya boleh diberikan jika besarnya manfaat terapeutik
melebihi besarnya resiko yang terjadi pada janin.
• Kategori D Terdapat bukti adanya resiko pada janin, tetapi manfaat
terapeutik yang diharapkan mungkin melebihi besarnya resiko (misalnya
jika obat perlu digunakan untuk mengatasi kondisi yang mengancam j/iwa
atau penyakit serius bilamana obat yang lebih aman tidak digunakan atau
tidak efektif.
• Kategori X Studi pada manusia atau binatang percobaan memperlihatkan
adanya abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti adanya resiko pada
janin. Besar resiko jika obat ini digunakan pada ibu hamil jelas-jelas
melebihi manfaat terapeutiknya. Obat yang masuk dalam kategori ini
dikontraindikasikan pada wanita yang sedang atau memiliki kemungkinan
hamil.
Anjuran Penggunaan Obat Pada Masa Kehamilan Menurut Manuaba
(1998), anjuran penggunaan obat pada masa kehamilan adalah sebagai
berikut:
1. Obat hanya diresepkan pada ibu hamil bila manfaat yang diperoleh ibu
diharapkan lebih besar dibandingkan resiko pada janin.
2. Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama
trimester pertama kehamilan.
3. Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara
luasa pada kehamilan dan biasanya tampak aman diberikan daripada obat
baru atau obat yang belum pernah dicoba secara klinis.
4. Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu
sesingkat mungkin.
5. Penggunaan banyak obat tidak boleh diberikan sekaligus (polifarmasi).
6. Perlu adanya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan. Pemakaian
obat-obat bebas dan resep perlu diperhatikan sepanjang kehamilan
sampai nifas. Perubahan fisiologik pada ibu yang terjadi selama masa
kehamilan mempengaruhi kerja obat dan pemakaiannya.
4. Mengetahui dan menjelaskan interaksi obat bromhexine dan
amoxycillin
Interaksi bromhexine dengan amoxycillin dapat menyebabkan peningkatan
konsentrasi antibiotik di jaringan paru.

5. Mengetahui dan menjelaskan farmakodinamik bromhexine


Bromheksin adalah derivat sintetik vasicine yang merupakan zat
aktif Adhatoda vasica. Obat ini berperan sebagai mukolitik dan digunakan
secara lokal di bronkus guna membantu pengeluaran dahak, dapat
digunakan oral. Bromheksin adalah agen mukolitik yang meningkatkan
volume sputum dan menurunkan viskositas sputum menjadi lebih serosa.
Obat ini diketahui menginduksi depolimerisasi serat-serat mukoprotein dan
menstimulasi kerja silia epitel saluran pernapasan sehingga memudahkan
pengeluaran dahak (Estuningtyas, 2009).
Obat-obat yang termasuk kelompok mukolitik adalah
asetilkarbosistein, mesna, bromheksin, danambroxol. Mukolitik ialah obat
yang dapat mengencerkan sekret saluran pernapasan dengan jalan memecah
benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Mukolitik
memiliki gugus sulfhydryl bebas dan berdaya mengurangi kekentalan dahak
dan mengeluarkannya. Mukolitik digunakan dengan efektif pada batuk
dengan dahak yang kental sekali. Zat-zat ini mempermudah pengeluaran
dahak yang telah menjadi lebih encer melalui proses batuk atau dengan
bantuan gerakan cilia dari epitel. Tetapi pada umumnya zat ini tidak berguna
bila gerakan silia terganggu, misalnya pada perokok atau akibat infeksi.
Pemberian bersamaan dengan antibiotika (amoksisilin, sefuroksim,
doksisiklin) akan meningkatkan konsentrasi antibiotika pada jaringan paru
(Estuningtyas, 2009)
Adapun efek samping yang relatif ringan yaitu gangguan pada
saluran pencernaan misalnya mual, muntah, diare, rasa penuh di perut, dan
nyeri pada ulu hati. Efek samping lain bisa berupa sakit kepala, vertigo,
keringat berlebihan, dan kenaikan enzim transaminase. Efek samping yang
lebih serius tetapi kejadiannya jarang misalnya reaksi alergi seperti kulit
kemerahan, bengkak pada wajah, sesak nafas dan kadang-kadang demam.
Pada inhalasi dapat terjadi bronchokontriksi ringan (Katzung, 1989).

6. Mengetahui dan menjelaskan farmakodinamik amoxycillin.


Amoksisilin merupakan obat semisintetis yang termasuk dalam
antibiotik kelas penisilin (antibiotik beta-laktam). Obat ini diketahui
memiliki spektrum antibiotik yang luas terhadap bakteri gram positif dan
gram negatif pada manusia maupun hewan (Kaur et al., 2011). Amoksisilin
tersedia dalam sediaan kapsul (125, 250, dan 500 mg), tablet dispersible (3
g), suspensi oral (5 ml mengandung 125 atau 250 mg), dan vial sodium
amoksisilin (250 mg, 500 mg, dan 1 g) untuk administrasi parenteral. Dosis
umum amoksisilin adalah 50-100 mg/kg berat badan per hari, dibagi dalam
3 atau 4 dosis. Dosis dewasa adalah 250-500 mg, diberikan tiap 6 sampai 8
jam (Grayson, 2010).
Obat golongan penisilin, menghambat pertumbuhan bakteri dengan
mengganggu reaksi transpeptidasi sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel
adalah lapisan luar yang rigid yang unik pada setiap spesies bakteri. Dengan
terhambatnya reaksi ini makan akan menghentikan sintesis peptidoglikan
dan mematikan bakteri (Katzung, 2010). Secara spesifik, amoksisilin
memiliki efek antimikroba yang baik terhadap mikroorganisme seperti
Haemophilus influenzae, Eschericia coli, dan Proteus mirabilis. Biasanya
obat ini diberikan bersamaan dengan senyawa inhibitor beta-laktamase
seperti klavulanat atau salbaktam untuk mencegah hidrolisis oleh beta-
laktamase spektrum luas yang ditemukan pada bakteri gram negatif
(Brunton et al., 2006).
Amoksisilin memiliki sifat farmakokinetik dan farmakodinamik
yang mirip dengan ampisilin (Grayson, 2010). Amoksisilin diserap dengan
baik dari traktus gastrointestinal, dengan atau tanpa adanya makanan,
berbeda dengan obat golongan penisilin lainnya yang lebih baik diberikan
setidaknya 1-2 jam sebelum atau sesudah makan (Katzung, 2010). Obat ini
banyak digunakan karena memiliki spektrum antibakteri yang luas dan
memiliki bioavailabilitas oral yang tinggi, dengan puncak konsentrasi
plasma dalam waktu 1-2 jam (Kaur et al., 2011).
Konsentrasi puncak amoksisilin 2-2,5 kali lebih besar dibandingkan
dengan ampisilin setelah administrasi oral pada dosis yang sama.
Amoksisilin mencapai konsentrasi 4μg/ml dalam waktu 2 jam setelah
pemberian dosis 250g. makanan tidak mengganggu absorpsi (Brunton et al.,
2006). Kadar serum akan turun dan mencapai nol setelah 6-8 jam (Grayson,
2010). Setelah administrasi secara parenteral, absorpsi sebagian besar obat
golongan penisilin berlangsung cepat. Administrasi intravena lebih sering
dipilih dibandingkan intramuskular karena dapat menyebabkan iritasi dan
nyeri lokal pada dosis yang besar. Volume distribusi amoksisilin kurang
lebih 0.26 – 0.31 L/kg dan secara luas terdistribusi ke banyak jaringan,
termasuk hati, paru-paru, prostat, otot, empedu, cairan peritoneum, cairan
pleura, cairan pleura, cairan mata, dapat berakumulasi di cairan amnion dan
melewati plasenta, namun memiliki penetrasi yang buruk ke sistem saraf
pusat kecuali ada inflamasi (Kaur et al., 2011).
Ekskresi amoksisilin sebagian besar melalui ginjal dan juga
amoksisilin disekresikan melalui air susu ibu. Sekitar 58-68% amoksisilin
yang diberikan secara oral akan diekskresikan melalui urin dalam bentuk
aktif setelah 6 jam. Obat ini diekskresikan oleh ginjal melalui 2 cara yaitu
filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Sekresi tubulus amoksisilin dapat
dikurangi dengan administrasi probenesid (Grayson, 2010). Sekitar 10-25%
dari obat yang beredar akan dimetabolisme menjadi asam penisiloat.
Amoksisilin memiliki waktu paruh (t ½) selama 1-1,5 jam (Kaur et al.,
2011).
Perbedaan amoksisilin generik bermerk dengan amoksisilin generik
berlogo terlihat dari farmakokinetiknya yaitu waktu paruh, laju absorpsi,
dan laju ekskresi. Amoksisilin generik berlogo memiliki waktu paruh
absorpsi 2,25 jam, laju absorpsi 0,308 jam, laju eliminasi 0,185 jam,
bioavailabilitas 93% dan laju ekskresi 0,498 jam. Sedangkan amoksisilin
generik bermerk memiliki waktu paru absorpsi 1,75 jam, laju absorpsi 0,396
jam, laju eliminasi 0,139 jam, bioavailabilitas 93%, dan laju ekskresi 0,447
jam. (Kaur et al., 2011)

7. Mengetahui dan menjelaskan hal yang perlu diperhatikan dalam


pemberian obat kepada ibu hamil.
7.1. Pengkajian / Penilaian Peresepan (Pedoman Telaah Ulang Regimen
Obat [Drug Regimen Review] )
Tujuan :
Memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi
kliniknya, mencegah atau meminimalkan efek yang merugikan akibat
penggunaan obat dan mengevaluasi kepatuhan pasien dalam
mengikuti rejimen pengobatan (Depkes R.I, 2006).
Kriteria ibu hamil/menyusui yang mendapat prioritas untuk
dilakukan telaah ulang rejimen obat :
- Mendapat 5 macam obat atau lebih, atau 12 dosis atau lebih dalam
sehari
- Mendapat obat dengan rejimen yang kompleks, dan atau obat yang
berisiko tinggi untuk mengalami efek samping yang serius
- Menderita tiga penyakit atau lebih
- Mengalami gangguan kognitif, atau tinggal sendiri
- Tidak patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan
- Akan pulang dari perawatan di rumah sakit
- Berobat pada banyak dokter
- Mengalami efek samping yang serius, alergi (Depkes R.I, 2006).

Tatalaksana telaah ulang rejimen obat :


a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan
tentang prinsip-prinsip farmakoterapi ibu hamil dan menyusui dan
ketrampilan yang memadai
b. Melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat ibu hamil /
menyusui:
- Meminta ibu hamil/menyusui untuk memperlihatkan semua obat
yang sedang digunakannya
- Menanyakan mengenai semua obat yang sedang digunakan ibu
hamil/menyusui, meliputi: obat resep, obat bebas, obat
tradisional/jamu, obat suplemen
- Aspek-aspek yang ditanyakan meliputi: nama obat, frekuensi, cara
penggunaan dan alasan penggunaan
- Melakukan cek silang antara informasi yang diberikan ibu
hamil/menyusui dengan data yang ada di catatan medis, catatan
pemberian obat dan hasil pemeriksaan terhadap obat yang
diperlihatkan
- Memisahkan obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi oleh
ibu hamil / menyusui
- Menanyakan mengenai efek yang dirasakan oleh ibu hamil /
menyusui, baik efek terapi maupun efek samping
- Mencatat semua informasi di atas pada formulir pengambilan
riwayat penggunaan obat ibu hamil/ menyusui
c. Meneliti obat-obat yang baru diresepkan dokter
d. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
e. Melakukan tindakan yang sesuai untuk masalah yang teridentifikasi
(Depkes R.I, 2006).

7.2.Pedoman Pemantauan Penggunaan Obat


Tujuan :
Mengoptimalkan efek terapi obat dan mencegah atau meminimalkan
efek merugikan akibat penggunaan obat (Depkes R.I, 2006).
Tatalaksana pemantauan penggunaan obat :
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan
tentang patofisiologi, terutama pada ibu hamil dan menyusui,
prinsip-prinsip farmakoterapi, cara menafsirkan hasil pemeriksaan
fisik, uji laboratorium dan diagnostik yang berkaitan dengan
penggunaan obat, dan ketrampilan berkomunikasi yang memadai.
b. Mengumpulkan data ibu hamil/menyusui, yang meliputi :
- Deskripsi (nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan,
nama ruang rawat/poliklinik, nomor registrasi)
- Riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat penggunaan obat (termasuk riwayat alergi, penggunaan
obat non resep)
- Data hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik
- Masalah medis yang diderita
- Data obat-obat yang sedang digunakan
Data /informasi dapat diperoleh melalui :
- wawancara dengan ibu hamil / menyusui atau
- catatan medis
- kartu indeks (kardeks)
- komunikasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, perawat)
c. Berdasarkan data/informasi pada (b), selanjutnya mengidentifikasi
adanya masalah-masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
d. Memberikan masukan/saran kepada tenaga kesehatan lain mengenai
penyelesaian masalah yang teridentifikasi.
e. Mendokumentasikan kegiatan pemantauan penggunaan obat pada
formulir yang dibuat khusus (Depkes R.I, 2006).

Obat Yang Digunakan Pada Masa Kehamilan:


• Pertimbangkan perawatan pada masa kehamilan
• Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang
diperolah ibu diharapkan lebih besar dibandingkan risiko pada janin
• Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama
trimester pertama kehamilan
• Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara
luas pada kehamilan dan biasanya tampak aman diberikan daripada
obat baru atau obat yang belum pernah dicoba secara klinis
• Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu
sesingkat mungkin
• Hindari polifarmasi
• Pertimbangkan perlunya penyesuaian dosis dan pemantauan
pengobatan pada beberapa obat (misalnya fenitoin, litium) (Depkes
R.I, 2006).

7.3.Pemberian Informasi dan Edukasi


Informasi perlu diberikan kepada semua wanita yang merencanakan
kehamilan, peran farmasis selain memberikan informasi tentang obat,
juga memberikan penyuluhan tentang kesuburan dan perencanaan
kehamilan. Informasi yang diberikan secara umum adalah untuk
menghindari segala jenis obat, alkohol, rokok, dan obat penenang
(Depkes R.I, 2006).
Yang harus ditekankan dalam pemberian penyuluhan tentang
penggunaan obat pada wanita hamil adalah manfat pengobatan pada
wanita hamil harus lebih besar daripada risiko jika tidak diberikan
pengobatan. Contohnya adalah pada wanita hamil yang menderita
epilepsi, lebih berbahaya apabila tidak diberikan pengobatan karena
risiko terjadi kejang pada ibu dan janin lebih berbahaya dibandingkan
dengan potensi kelainan janin sebagai akibat pemberian obat. Oleh
karena itu, nasehat tentang pengobatan secara berkesinambungan pada
wanita hamil yang menderita penyakit kronis sangat diperlukan.
Apabila pemberian obat tidak dapat dihentikan selama kehamilan,
maka pengobatan harus berada dalam pengawasan dan pemantauan
dokter (Depkes R.I, 2006).
Selain itu, juga harus diberikan informasi mengenai bahaya
penggunaan beberapa obat selama menyusui. Beberapa obat dapat
tepenetrasi ke dalam ASI melalui proses difusi pasif, dosis yang masuk
biasanya 1-2 % dosis yang digunakan ibu. Dengan ini maka bayi akan
terpengaruhi, sehingga penyuluhan penting dilakukan. Metode
penyuluhan dapat diberikan dengan penyuluhan langsung (tatap muka)
ataupun dengan penyebaran pamflet ke masyarakat (melalui RS
ataupun puskesmas) agar informasi tersebar dengan luas dan
menghindari efek-efek yang merusak janin ataupun bayi (Depkes R.I,
2006).

8. Mengetahui dan menjelaskan golongan obat bromhexine dan


amoxycillin

DAFTAR PUSTAKA
Brunton et al., 2006. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis Of
Therapeutics 11th Ed. California: McGraw-Hill.

Departemen Farmakologi dan Terupatik, 2007, Universitas Indonesia: Jakarta.

Depkes R.I. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil dan Menyusui.
Jakarta: Departemen Kesehatan R.I: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik.

Estuningtyas A, Arif A. 2009. Obat Lokal. Di dalam: Gan S, Setiabudy R,


Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Grayson ML, 2010. Kucers’ The Use of Antibiotics 6th ed. London: Edward
Arnold Ltd.

Katzung. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. Jakarta: EGC.

Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerjemah : Agoes, H.A
Edisi ke VI: Jakarta.

Katzung, Bertram G., 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta:
EGC.

Kaur SP, Rao R dan Nanda S, 2011. Amoxicillin : A Broad Spectrum Antibiotic.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3(3): 30-37.

McEvoy, G.K (Ed). 2002. “ American Hospital Formulary Service Drug


Information, American Society of Health-System Pharmacist,inc. Bethesda, 499-
505.

Mycek M.J., Harvey, R.A., dan Champe, C.C. (2001). “Farmakologi Ulasan
Bergambar. Lippincottt’s Illustrated Reviews: Pharmacology. Penerjemah. Azwar
Agoes”. Edisi kedua. Jakarta: Widya Medika. Halaman 259.

Anda mungkin juga menyukai