Anda di halaman 1dari 15

SMF & Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak

TUTORIAL
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

EFEK KEBERHASILAN OKSKARBAZEPIN PADA EPILEPSI


Disusun sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Siti Aminah
1810029034

Pembimbing:
dr. Anissa Muhyi, Sp.A, M.Biomed

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA, JANUARI 2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

TUTORIAL KLINIK

EFEK KEBERHASILAN OKSKARBAZEPIN PADA EPILEPSI

Diajukan dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan
Anak

Oleh:

Siti Aminah
1810029034

Pembimbing:

dr. Anissa Muhyi, Sp.A, M.Biomed

SMF/LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “ Efek Keberhasilan Oxcarbazepine
Pada Epilepsi”. Tutorial ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Hendra, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Anissa Muhyi , Sp. A, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak, terutama di divisi Neurologi.
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga penyusun
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini. Akhir kata,
semoga tutorial klinik ini berguna bagti penyusun sendiri dan para pembaca.

Samarinda, Februari 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... 4
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………….. 5
BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................... 7
BAB 3 KESIMPULAN ...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..15

4
BAB I
PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai, terdapat
pada semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita.
Insiden tertinggi terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan
usia dewasa muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International
Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu
kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat
mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan
adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan
sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.
Prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5% - 2%. Diperkirakan bahwa 50 juta
pasien diseluruh dunia menderita epilepsy. Di Indonesia penelitian epidemiologi
tentang epilepsy belum pernah di lakukan, namun bila dipakai angka prevalensi yang
dikemukakan, maka dapat diperkirakan bahwa bila penduduk Indonesia saat ini sekitar
220juta akan ditemukan 1,1 sampai 4,4 juta penderita penyandang epilepsi dan 40%
masih dalam usia reproduksi.
Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka mendasar
pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium, penggunaan potensi efek
inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi eksitatorik glutamat. Sekarang ini
dikenal dengan pemberian kelompok inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antie-
pilepsi yang dikenal sampai sekarang ini antara lain karbamazepin (Tegretol),
klobazam (Frisium), klonazepam (Klonopin), felbamate (Felbatol), gabapentin
(Neurontin), lamotrigin (Lamiktal), levetirasetam (Keppra), okskarbazepin (Trileptal),
fenobarbital (Luminal), fenitoin (Dilantin), pregabalin (Lyrica), tiagabine (Gabitril),
topiramat (Topamax), dan asam valproat (Depakene, Convulex).
Meskipun kejang dikendalikan secara efektif oleh obat antiepilepsi (OAE) pada
sebagian besar anak-anak, lebih dari 25% pasien anak yang dirawat dengan OAE masih

5
mengalami kejang yang tidak tertahankan atau efek samping yang menyusahkan.
Dalam decade terakhir, OAE baru telah diperkenalkan, dan telah terbukti efektif san
ditoleransi dengan baik pada pasien epilepsy.
Okskarbazepine (OXC) merupakan Obat Anti Epilepsi (OAE) generasi kedua
yang telah digunakan di lebih dari 50 negara diseluruh dunia sebagai pengobatan lini
pertama untuk anak-anak maupun dewasa dengan kejang parsial sederhana, kejang
parsial komplek, dan kejang parsial sederhana yang berkembang menjadi kejang umum
sekunder. OXC secara kimiawi terkait dengan karbamazepine (CBZ), tetapi dengan
profil farmakokinetik yang lebih baik dan profil tolerabilitas yang ditingkatkan. OXC
tidak memiliki metabolism oksidatif yang luas, memiliki potensi lebih rendah untuk
induksi enzim hati dari pada OAE lainnya. Selain itu, OXC memiliki ikatan protein
yang rendah (40%), menginduksi interaksi farmakokinetik dan efek samping obat lebih
sedikit disbanding OAE standar.
Efek dan keamanan OXC telah dievaluasi dalam beberapa uji klinis. Namun,
hasilnya tetap kontroversial. Untuk mengelola dan meningkatkan prognosis epilepsi
dengan lebih baik, penulis merasa perlu untuk menilai efek keberhasilan
okskarbazepin pada pasien epilepsi dengan meninjau dari beberapa penelitian yang
ada.

6
BAB 2
PEMBAHASAN
Okskarbazepine (OXC) merupakan Obat Anti Epilepsi (OAE) generasi kedua
yang telah digunakan di lebih dari 50 negara diseluruh dunia sebagai pengobatan lini
pertama untuk anak-anak maupun dewasa dengan kejang parsial sederhana, kejang
parsial komplek, dan kejang parsial sederhana yang berkembang menjadi kejang umum
sekunder. Berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan di China (2017), ditemukan 11
penelitian yang membandingkan efektivitas dan keamanan okskarbazepin dibanding
obat antiepilepsi lain seperti asam valproat, levetiracetam, fenitoin, dan placebo dalam
pengobatan anak-anak dengan epilepsy.

Diantara 11 penelitian yang diterbitkan dari tahun 1997 hingga 2016 ini, satu
dilakukan di Brazil, satu di Amerika Serikat, satu di Italia, dan delapan di Cina. 6
penelitian membandingkan OXC dengan levitiracetam, 3 studi dengan asam valproat,
dan masing-masing 1 studi membandingkan dengan fenitoin dan placebo. Dosis yang
diberikan sangat bervariasi, dimulai dengan dosis 5-20 mg/kg/hari dan ditingkatkan
sampai dosis maksimum 35 mg/kg/hari.
Berdasarkan hasil penelitian, semua uji coba melaporkan data angka bebas
kejang. Tingkat bebas kejang pada kelompok OXC dan kelompok OAE lainnya adalah

7
39,0% dan 37,7% (Tabel 1). Hal ini menyimpulkan bahwa pasien yang diobati dengan
OXC memiliki tingkat bebas kejang yang sebanding dengan mereka yang diobati
dengan OAE lain. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa OXC memiliki efek yang
sama dengan fenitoin, levetiracetam, asam valproate, dan placebo pada angka bebas
kejang (Gambar 1).
Tabel 1. Profil hasil studi

Sembilan studi melaporkan data penurunan frekuensi kejang. Dibandingkan


pasien yang diobati dengan OAE lainnya, pasien yang diobati dengan OXC memiliki
presentasi penurunan frekuensi kejang yang sebanding. Hasil analisis juga menemukan
bahwa OXC memiliki efek menurunkan ≥75% frekuensi kejang yang sama dengan
asam valproat dan levetiracetam (Gambar 2). OXC memiliki efek menurunkan 50%-
75% frekuensi kejang yang sama dengan asam valproate dan levetiracetam, namun
lebih baik dibanding placebo (Gambar 3). Sedangkan dalam menurunkan <50%
frekuensi pada awal kejang, OXC memiliki efek yang sama dengan levitiracetam
namun lebih rendah jika dibandingkan dengan asam valproate (Gambar 4). Hasil
analisis keseluruhan menunjukkan bahwa jumlah sampel tidak mempengaruhi hasil
penurunan frekuensi kejang.

8
Gambar 1. Efek okskarbazepin pada angka bebas kejang

Gambar 2. Efek okskarbazepin dalam menurunkan ≥75% frekuensi kejang

9
Gambar 3. Efek okskarbazepin dalam menurunkan 50%-75% frekuensi kejang

Gambar 4. Efek okskarbazepin dalam menurunkan <50% frekuensi kejang

10
Sepuluh studi juga menganalisis efek samping OAE, dan menunjukkan insiden
timbulnya efek samping pada kelompok OXC dan OAE lain adalah 49,2% dan 47,1%
(Tabel 1). Diperkirakan pasien yang diterapi dengan OXC pernah mengalami efek
samping yang serupa dengan efek sampin yang timbul pada kelompok yang diterapi
dengan OAE lain.
Beberapa studi diatas bertujuan untuk membandingkan efek keberhasilan
okskarbazepin dibandingkan OAE lain pada pasien epilepsy. Dari 11 studi yang ada
disimpulkan bahwa OXC memiliki efek keberhasilan yang sama dengan efek OAE
lainnya dalam menangani anak dengan epilepsy. Tidak ada perbedaan yang signifikan
antara OXC dan OAE lain dalam memberikan efek bebas kejang, menurunkan
frekuensi kejang, dan lebih jauh lagi dalam hal efek samping.
Dalam studi lain ada 2 meta-analisis yang membahas tentang efek OXC
dibandingkan dengan fenitoin pada pasien epilepsy. Studi yang dibawakan oleh Muller
dkk, menemukan bahwa OXC memiliki efek yang lebih baik saat penghentian obat
dibandingkan dengan fenitoin. Namun OXC dan fenitoin memiliki efek yang serupa
dalam waktu 12 bulan remisi dan saat kejang pertama. Sedangkan analisis lainya yang
dilakukan oleh Koch dkk, memiliki hasil yang berbeda. Koch dkk, membandingkan
OXC dengan karbamazepin pada pasien kejang parsial, dan diamati bahwa OXC
memiliki efek penghentian obat yang sama dengan karbamazepin. Kesimpulannya,
tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal efek samping yang dapat terjadi saat
penghentian obat pada kedua kelompok tersebut.
Meta-analisis terbaru yang dilakukan Geng dkk, menggunakan 11 studi diatas
dan berfokus menganalisis efek OXC dibanding OAE lain (asam valproate,
levetiracetam, fenitoin, dan placebo) pada pasien epilepsy anak-anak. Dari hasil meta-
analisis ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara OXC dengan
OAE lain dalam memberikan efek bebas kejang.
Dalam suatu percobaan yang dilakukan Coppola dkk, anak-anak yang baru
didiagnosis epilepsy jinak dengan centrotemporal spike secara acak diberikan OXC
dan levetiracetam. Setelah diikuti selama 18,5 bulan, 13 dari 18 anak yang menerima
OXC dan 19 dari 21 anak yang menerima levetiracetam tidak memiliki kejang lebih

11
lanjut. Meskipun angka bebas kejang pada kelompok levetiracetam tampaknya lebih
tinggi daripada kelompok OXC perbedaan secara statistic antar keduanya tidaklah
signifikan. Demikian pula pada uji coba acak lain yang membandingkan antara OXC
dan fenitoin. Dalam uji tersebut, 193 anak dengan kejang umum sekunder tanpa onset
parsial diikutsertakan. Selama masa pemeliharaan, 61% anak dalam grup OXC dan
60% anak dalam grup fenitoin bebas kejang, dimana diindikasi bahwa OXC memiliki
efek yang serupa dengan fenitoin dalam hal membuat pasien bebas kejang.
Penurunan angka frekuensi kejang juga ditemukan serupa antara OXC dan
OAE lain (asam valproate, levetiracetam, dan placebo). Tujuh belas persen pasien yang
diobati dengan OXC mengalami penurunan frekuensi kejang ≥75% dibandingkan
dengan 16% pasien yang diobati dengan levetiracetam. Demikian pula dibandingkan
dengan asam valproate, OXC juga menghasilkan efek sebanding. Presentasi penurunan
frekuensi kejang ≥75% pada kelompok OXC dan asam valproate masing-masing
adalah 34,5% dan 29,8%. Namun, OXC menunjukkan peningkatan yang signifikan
secara statistik dalam pengurangan awal frekuensi kejang dibandingkan placebo.
Dalam percobaan Glauser dkk, 41% pasien kelompok OXC menurunkan frekuensi
kejang 50% per 28 hari dibandingkan kelompok placebo hanya 22%. Hasil ini
menunjukkan bahwa OXC tidak memiliki efek lebih daripada asam valproate atau
levetiracetam dalam mengurangi frekuensi kejang.
Penelitian lain tentang okskarbazepin juga dilakukan oleh Zou (2015) di Cina.
Zou dkk. meneliti efikasi OXC pada pasien dewasa yang baru didiagnosis epilepsy.
Okskarbazepin diberikan dengan dosis rendah sampai sedang dan ditemukan 62,7%
(64) dari total 102 pasien dapat bebas kejang dalam waktu sedikitnya 12 bulan. 49 dari
64 pasien yang bebas kejang mendapat monoterapi. Hal ini mengkonfirmasi bahwa
OXC efektif digunakan sebagai terapi pertama untuk pasien dewasa yang baru
didiagnosis dan sebelumnya tidak mendapat terapi epilepsy parsial.
Berdasarkan penelitian diatas, okskarbazepin memiliki efek yang sama
dibanding OAE lain namun memiliki efek yang lebih baik jika diberikan sebagai
monoterapi diberikan pada orang dewasa. Penelitian lain yang dilakukan Beydoun dkk
(2003) di New Jersey juga menemukan bahwa 42 pasien (55%) epilepsy partial

12
refrakter yang diobati dengan monoterapi OXC memiliki efek penurunan frekuensi
kejang lebih baik dibandingkan dengan 34 pasien OXC dengan kombinasi OAE lain.
Bahkan angka bebas kejang pasien yang diterapi dengan OXC memiliki presentasi
lebih tinggi yaitu 9,5% sedangkan kelompok terapi OXC kombinasi hanya 2,9% (Tabel
2). Hal ini lebih menguatkan pendapat bahwa okskarbazepin memiliki efek yang baik
jika digunakan sebagai monoterapi.

13
BAB 3
KESIMPULAN

Okskarbazepine (OXC) merupakan Obat Anti Epilepsi (OAE) generasi kedua


yang telah digunakan di lebih dari 50 negara diseluruh dunia sebagai pengobatan lini
pertama untuk anak-anak maupun dewasa dengan kejang parsial sederhana, kejang
parsial komplek, dan kejang parsial sederhana yang berkembang menjadi kejang umum
sekunder.
Berdasarkan beberapa penelitian yang ada dapat disimpulkan bahwa pada anak
dengan epilepsy tidak ada perbedaan yang signifikan antara pemberian OXC dengan
OAE lain dalam memberikan efek bebas kejang dan menurunkan frekuensi kejang.
Namun, dalam penelitian yang dilakukan pada dewasa dengan epilepsy parsial, OXC
memiliki efek yang baik jika diberikan secara monoterapi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Beydoun, A., Sachdeo, R., Kutluay, E., McCague, K., & D’Souza , J. (2003). Sustained
Efficacy and Long-term Safety of Oxcarbazepine: One-year Open-label
Extension of a Study in Refractory Partial Epilepsy. Epilepsia, 1160–1165.
Geng, H., & Wang , C. (2017). Efficacy and safety of oxcarbazepine in the treatment
of children with epilepsy: a metaanalysis of randomized controlled trials.
Neuropsychiatric Disease and Treatment , 685-695.
Kim, D., Gu, N., Jang, I.-J., Chu, K., Yu, K.-S., Cho, J.-Y., . . . Lee, S.-K. (2012).
Efficacy, tolerability, and pharmacokinetics of oxcarbazepine oral loading in
patients with epilepsy . Epilepsia, e9–e12.
Perdossi. (2016). Panduan Praktik Klinis Neurology. Jakarta: Penerbit Perdossi.
WHO. (2018, December 8). WHO. Retrieved from WHO:
http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf
Zou, X.-M., Chen, J.-N., An, D.-M., Hao, N.-Y., Hong, Z., Hao, X.-T., . . . Zhou, D.
(2015). Efficacy of low to moderate doses of oxcarbazepine in adult patients
with newly diagnosed partial epilepsy. Elsevier, 81-85.

15

Anda mungkin juga menyukai