Anda di halaman 1dari 11

PROPERTI INVESTASI

AKUNTANSI PERPAJAKAN
Dosen pengampu : Nur Wachidah Yulianti, SE, M.S.Ak

Kelas : 5C

Kelompok 12 :

Resti Herawati (11200820000083)

Syarah Waliah (11200820000140)

Yuchana Zakiyyatunnisa (11200820000029)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

AKUNTANSI

2022
Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 66-67), properti investasi adalah
properti dalam bentuk aset berwujud tanah/bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau
keduanya yang dikuasai oleh pemilik untuk menghasilkan sewa atau untuk kenaikan nilai
atau keduanya tetapi tidak untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang/jasa atau
untuk tujuan administratif, atau untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.
Properti investasi yang diperoleh dengan pembelian dicatat sejumlah harga pembelian
ditambah dengan setiap pengeluaran biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung
seperti biaya legal dan broker, biaya pajak pengalihan dan biaya transaksi lainnya. Seluruh
properti investasi untuk bangunan harus diukur pada biaya perolehan dikurangi akumulasi
penyusutan dan kerugian penurunan nilai, seperti dalam Bab Aset Tetap Entitas harus
mencatat suatu aset berwujud tanah dan/atau bangunan ke dalam akun properti investasi
apabila aset berwujud tanah dan/atau bangunan tersebut memenuhi definisi properti investasi.
Tetapi, entitas harus mengeluarkan dari akun properti invest apabila aset berwujud tanah
dan/atau bangunan tersebut tidak memenuhi definisi properti investasi.
A. PENDAHULUAN
Pada tahun 1974 kegiatan sewa diperkenalkan di Indonesia, yaitu dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan,
dan Menteri Perindustrian Keputusan No. 122/MK/2/1974, No. 32/MSK/2/1974, dan
No. 30/ KPB/1/1974 Tanggal 7 Februari 1974. Sewa merupakan istilah dalam bahasa
Indonesia yang menggantikan istilah leasing. Apabila ditinjau secara umum,
sebenarnya sewa ini diartikan sebagai equipment funding, dalam hal ini diartikan
pembiayaan peralatan atau barang modal untuk digunakan secara langsung atau secara
tidak langsung pada proses produksi Terdapat banyak pendapat yang mendefinisikan
batasan SGU itu, seperti yang dimuat dalam keputusan bersama 3 (tiga) menteri yang
menyatakan sebagai berikut.
"Sewa adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan dalam suatu
jangka waktu secara berkala, disertai dengan hak pilih (option) bagi perusahaan
tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang
jangka waktu sewa berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama."
Memperhatikan batasan dimaksud tampak hanya menampung satu jenis SGU
yang lazim disebut dengan sewa pembiayaan (finance lease). Selanjutnya terdapat
Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988
jenis kegiatan 8013 telah diperluas, sehingga batasannya menjadi berikut ini.
"Perusahaan sewa (leasing company/lessor) adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara
financial lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa selama jangka
waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala."
Dari batasan dimaksud telah mulai menunjukkan perluasan batasan bila
dibandingkan sebelumnya, yang selanjutnya diikuti pula batasan untuk finance lease.
operating lease, dan lessee (penyewa) sebagai berikut.
1. Sewa pembiayaan (finance lease) adalah kegiatan sewa di mana penyewa pada
akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa
berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama.
2. Sewa operasi (operating lease) adalah kegiatan sewa di mana penyewa tidak
mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa.
3. Penyewa (lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang
modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan sewa (lessor).
Seperti telah dijelaskan bahwa dengan Keputusan Menteri Keuangan yang
baru tersebut tidak mengubah pengertian dasar SGU karena hanya membuka peluang
bagi perusahaan SGU untuk melakukan kegiatan usahanya dalam sewa operasi yang
hakikatnya sebagai persetujuan sewa-menyewa.
Pada hakikatnya semua jenis aset, hanya pada umumnya aset berupa
bangunan, mesin, komputer, alat pengangkutan, lahan dan bangunan.
Tujuan, pernyataan sewa dalam PSAK ini adalah untuk mengatur kebijakan
akuntansi dan pengungkapan yang sesuai, baik bagi lessee maupun lessor dalam
hubungannya dengan sewa (lease). Penggunaan istilah diubah menjadi Penyewa dan
pihak lainnya disebut sebagai Pesewa.
Dalam ruang lingkup, PSAK No. 73 tentang Sewa terdapat unsur pengecualian
atau tidak wajib diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material, sehingga menjadi
jelas bahwa pernyataan PSAK No. 73 dimaksud diterapkan dalam akuntansi untuk
seluruh sewa termasuk aset hak guna dalam subsewa, kecuali untuk:
1. Sewa dalam rangka eksplorasi atau penambangan mineral, minyak, gas alam,
dan sumber daya serupa yang tidak dapat diperbarui;
2. Sewa aset biologis dalam ruang lingkup PSAK 69: Agrikultur yang dimiliki
oleh penyewa;
3. Perjanjian konsesi jasa dalam ruang lingkup ISAK 16: Perjanjian Konsesi;
4. Lisensi kekayaan intelektual yang diberikan oleh pesewa dalam ruang lingkup
PSAK 72: Pendapatan dari kontrak dengan pelanggan; dan
5. Hak yang dimiliki oleh penyewa dalam Perjanjian Lisensi dalam ruang lingkup
PSAK 19: Aset takberwujud untuk item seperti film, rekaman video, karya
panggung. manuskrip (karya tulis), hak paten, dan hak cipta.
Pihak penyewa dapat, namun tidak disyaratkan untuk menerapkan pernyataan
dimaksud untuk sewa atas aset takberwujud selain dari yang dideskripsikan dalam
ruang lingkup butir 5 di atas.
B. ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PSAK 73
Dengan diberlakukannya PSAK 73 sejak 1 Januari 2020 tentang Sewa. Perlu
memahami istilah yang digunakannya, sehingga lebih mudah dalam
mengimplementasikannya. dimaksud, yaitu:
1. Penyewa (Lessee), yaitu entitas yang memperoleh hak untuk menggunakan aset
pendasar selama suatu jangka waktu untuk dipertukarkan dengan imbalan.
2. Pesewa (Lessor), yaitu entitas yang memberikan hak untuk menggunakan aset
pendasar selama suatu jangka waktu untuk dipertukarkan dengan imbalan
3. Aset Pendasar (Underlying Assets), yaitu aset yang terkait pada suatu sewa, di
mana hak untuk menggunakan aset tersebut telah diberikan oleh Pesewa kepada
Penyewa.
Memperhatikan sejarah dan perkembangannya, kegiatan sewa sebagai
alternatif pembiayaan di Indonesia berkembang pesat, karena sewa memberikan
keuntungan bagi pengusaha. Di Indonesia pembiayaan melalui sewa meliputi
pengadaan barang modal untuk sektor-sektor transportasi, industri, pertanian,
konstruksi, pertambangan, perkantoran, dan kesehatan. Dengan perkembangannya
perlu Standar Akuntansi Keuangan yang digunakan sebagai pedoman untuk mencatat
dan melaporkan transaksi-transaksi sewa sesuai karakteristik dan ruang lingkup yang
telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan. Termasuk dalam hal ini,
kebutuhan aturan mengenai pengenaan pajaknya baik Pajak Penghasilan maupun
Pajak Pertambahan Nilai.
C. KLASIFIKASI SEWA
Dalam PSAK No. 73 dikaji dari Pihak Pesewa (Lessor), yaitu entitas yang
memberikan hak untuk menggunakan Aset Pendasar selama suatu jangka waktu untuk
dipertukarkan dengan imbalan, mengklasifikasikan masing-masing sewanya baik
sebagai:
1. Sewa operasi atau
2. Sewa pembiayaan
Dalan klasifikasi sewa, apakah sewa pembiayaan atau sewa operasi sangat
tergantung pada substansi transaksi dibanding dengan bentuk kontraknya. Sebagai
contoh, situasi yang secara individual atau gabungan yang pada umumnya dapat
menyebabkan sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan, yaitu:
1. sewa mengalihkan kepemilikan aset pendasar kepada penyewa pada akhir masa
sewa
2. penyewa memiliki opsi untuk membeli aset pendasar pada harga yang
diperkirakan cukup rendah dari nilai wajar pada tanggal opsi tersebut mulai
dapat dieksekusi sehingga menjadi cukup pasti, pada tanggal insepsi, bahwa
opsi tersebut akan dieksekusi
3. masa sewa adalah sebagian besar umur ekonomik dari aset pendasar meski hak
kepemilikan tidak dialihkan;
4. pada tanggal insepsi, nilai kini dari pembayaran sewa setidaknya mencakup
seluruh nilai wajar aset pendasar; dan
5. aset pendasar bersifat khusus sehingga hanya penyewa yang dapat digunakan
tanpa modifikasi signifikan.
Seperti telah dicontohkan, situasi yang secara individual atau gabungan juga
dapat menyebabkan klasifikasi sebagai sewa pembiayaan, yaitu:
1. Jika penyewa dapat menemukan sewa, maka kerugian pesewa yang terkait
dengan dengue ditanggung oleh penyewa
2. keuntungan atau kerugian dari fluktuasi nilai wajar residual terutang pada
penyewa (sebagai contoh, dalam bentuk potongan harga restal yang sama
dengan sebagian besar hasil penjualan pada akhir sewa), dan
3. penyewa memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua
pada harga rental yang secara substansial lebih rendah daripada rental pasar
Beberapa contoh dan indikator yang telah disebutkan (Paragraf 63-64 PSAK
73) tidak selalu konklusif, Bela terdapat kejelasan dari fitur lain bahwa tidak
mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan
kepemilikan aset pendasar, sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi.
Dari Segi Lessor
Sewa pembiayaan yang terdiri atas:
a. sewa penjualan (sales type lease);
Sewa ini merupakan transaksi sewa pembiayaan secara langsung (direct
financing inase) di mana dalam jumlah transaksi termasuk laba yang
diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan
sewa. Dalam hal ini properti sewaan pada permulaan sewa mempunyai nilai
yang berbeda dengan biaya perolehan yang ditanggung lessor (beda nilai pasar
dengan nilai buku) pengaruhnya juga berada pada laba dan rugi. Sebagai
contoh, lessor sebagai produsen atau dealer menggunakan sewa sebagai
pemasarannya. Selain biaya dan laba terdapat pula unsur yang hakikat yaitu
pendapatan pabrikan/dealer/laba penjualan sebagai hasil transaksi penjualan
aset.
b. sewa pembiayaan langsung (direct financing lease);
Hal ini juga salah satu bentuk sewa pembiayaan yang dibiayai langsung
oleh lessor, Setiap pembayaran sewa terdiri atas bagian yang merupakan
pembayaran pengembalian investasi lessor dalam properti sewaan ditambah
unsur laba yang diperkirakan. Pada direct financing lease nilai wajar (fair value)
harta yang disewakan pada permulaan sewa sama dengan biaya untuk
memperolehnya (metode full payout leaving). Lessor membiayai sepenuhnya
properti sewaan
c. leveraged lease
Transaksi sewa jenis ini melibatkan pihak penyewa (lesser), perusahaan
sewa (lesser), dan kreditor jangka panjang (credit provider) yang membiayai
bagian terbesar dari transaksi sewa. Oleh karena credit provider/debt
participant/equity participant menyediakan dana yang besar dan dana yang
merupakan bagian lessor, sehingga seperti suatu pinjaman kepada lesser.
Kemungkinan lessor tidak bertanggung jawab atas dana dari pihak equity
participant dan terjadi kelalaian atau kemacetan yang dilakukan lessee, maka
equity participant harus berupaya sendiri terhadap lesser atau aset yang
disewakan sendiri untuk melunasi pinjaman.
Dari Segi Lessee
Sewa operasi yang terdiri atas :
a. sewa pembiayaan (financial lease)
b. operating lease (true lease).
Sesuai SAK tahun 2007 klasifikasi yang dikeluarkan tidak berlaku lagi.
D. PELAKSANAAN TRANSAKSI SEWA
Mengacu pada PSAK No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa, teknis pelaksanaan
transaksi sewa mencakup:
1. sewa usaha langsung (direct lease),
Dalam transaksi sewa usaha langsung penyewa guna usaha (lesser)
belum pernah memiliki barang modal yang menjadi objek sewa, sehingga atas
permintaan perusahaan sewa untuk membeli barang modal dimaksud.
2. jual dan sewa-balik (sale and lease-back).
Dalam transaksi jual dan sewa-balik, pihak penyewa terlebih dahulu
menjual barang modal yang telah diberikan kepada lessor dan barang modal
yang sama kemudian dilakukan kontrak sewa antara lessee sebagai pemilik
semula dengan lessor.
Transaksi sewa dapat dilakukan secara bersama-sama oleh bebepa perusahaan
sewa (lessor) dengan hanya satu penyewa (lessee). Sewa demikian disebut sewa
sindikat (syndicated lease). Hal tersebut dilakukan karena nilai transaksi terlalu besar
atau adanya faktor lain. Untuk memudahkan komunikasi, diperlukan penunjukan
koordinator dan pelaksanaannya dapat melalui sewa langsung maupun jual dan
sewa-balik.
E. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN SEWA
Ketentuan yang telah disepakati oleh pihak lessor dengan lessee dapat
bervariasi. Ketentuan yang terdapat dalam kontrak meliputi jangka waktu kontrak,
pembayaran sewa, beban pajak, beban asuransi, dan pemeliharaan, pembatasan
akuntansi lease dalam hal pembayaran dividen, alternatif pada saat masa kontrak
berakhir sebagai contoh adanya pembaruan kontrak atau pilihan membeli, dan
sebagainya. Didasarkan pada hal itulah dapat pula menimbulkan keuntungan atau
kerugian leasing ini ditinjau dari segi lessee atau lessor. Keuntungan bagi lessee
adalah sebagai berikut.
1. Lessee dapat menghindarkan diri dari kebutuhan dana besar dengan bunga yang
tinggi.
2. Risiko keusangan dapat dihindari atau dikurangi karena lener dapat menukarkan
kepada lessor setelah pemakaian.
3. Perjanjian kontrak leasing lebih luwes.
4. Biaya perusahaan lebih rendah/murah.
5. Utang di laporan keuangan tidak berubah sehingga rasio leverage tidak
terpengaruh.
Kerugian bagi lesser adalah sebagai berikut
1. Pihak lesser harus memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan lessor untuk
melindungi barang dalam bentuk pembatasan pengoperasian asuransi, dan
sebagainya.
2. Kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan pada saat akhir sewa.
3. Barang yang diterima tidak dapat dijadikan jaminan kredit karena tidak dicatat
sebagai aset.
4. Hak penggunaan atas barang sewa merupakan aset tak berwujud yang tidak
disajikan sebagai aset tetap.
5. Dalam hal menggunakan khususnya sewa pembiayaan akan menjadi kurang
tepat apabila lessee hanya membutuhkan aset jangka pendek. Hal ini dapat
menjadi biaya besar, apabila terjadi pembatasan sebelum perjanjian selesai.
Keuntungan bagi lessor adalah sebagai berikut:
1. Secara hukum lessor berhak menjual barang yang disewa.
2. Secara akuntansi lesser masih mempunyai hak untuk menyusutkan aset tetap
yang disewa, karena hak kepemilikannya masih berada pada lemor.
Kerugian bagi lessor adalah sebagai berikut.
1. Memiliki risiko yang besar, apabila barang yang disewa diminta pihak ketiga.
2. Tidak dapat melakukan tuntutan (complaint lessor) kepada pabrik atau langsung
kepada pemasok (seharusnya lessee sebagai pengguna barang).
F. PRAKTIK AKUNTANSI SEWA
Sebelum melanjutkan praktik akuntansi sewa, terlebih dahulu diperlukan
pengujian untuk menetapkan apakah sewa ini termasuk dalam kategori sewa
pembiayaan atau sewa operasi.
Kriteria yang harus dipenuhi lessee agar dianggap sebagai sewa pembiayaan
menurut FASB Statement 13.
1. Lessor akan memudahkan hak pemilikan aset pada lessee yaitu pada akhir
periode sewa berakhir.
2. Dalam kontrak sewa mempunyai alternatif membeli atau tidak membeli.
3. Jangka waktu sewa 75% atau lebih dan pada taksiran umur ekonomi dari aset
yang disewakan dan permulaan masa sewa tidak jatuh pada sisa 25% dari umur
ekonomi aset yang disewakan.
4. Nilai sekarang dari pembayaran sewa pada permulaan sewa minimum harus
sama atau lebih besar dari 90% atau lebih dari nilai pasar wajar bagi lessor
setelah dikurangi kredit investasi (executory cost, yaitu biaya pemeliharaan,
asuransi, dan pajak) yang ditahan lessor. Pembayaran dimaksud tidak dapat
digunakan apabila sewa dinilai pada sisa 25% umur ekonomis dari aset yang
disewakan.
Apabila persyaratan di atas tidak terpenuhi maka dianggap sebagai sewa
operasi.
Bagi lessor, apabila salah satu dari ke-4 kriteria tersebut terpenuhi dan juga
memenuhi kriteria:
1. Kemungkinan pembayaran sewa minimum tertagih dapat diramalkan secara
wajar (reasonable).
2. Tidak adanya kepastian yang memadai (reasonable certainty) mengenai jumlah
biaya yang tidak dapat diminta kembali yang dikeluarkan oleh lessor untuk aset
yang disewakan.
Apabila kriteria di atas terpenuhi, maka sewa harus digolongkan sebagai
sales-type lease, direct financing lease, atau leveraged lease. Demikian sebaliknya.
G. AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA
Pada saat perjanjian sewa diadakan maka saat itu juga ditentukan cara
pembayarannya, yaitu:
1. Payment in advance, yaitu pembayaran sewa dilakukan di depan.
2. Payment in arrears, yaitu pembayaran sewa dilakukan di belakang.
Rumusan yang digunakan untuk penghitungan tersebut sebagai berikut.
Dalam Perlakuan PPh atas Sewa, masalah kegiatan sewa adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa dengan hak
opsi maupun sewa tanpa hak opsi untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 memberikan
kriteria sewa, baik dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi. Kriteria tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Sewa dengan Hak Opsi
a. Jumlah pembayaran sewa selama masa sewa pertama ditambah dengan
nilai sisa barang modal, harus dapat menutup biaya perolehan barang
modal dan keuntungan lessor.
b. Masa sewa sekurang-kurangnya:
1) 2 tahun untuk barang modal golongan I;
2) 3 tahun untuk barang modal golongan II dan III;
3) 7 tahun untuk golongan bangunan.
c. Perjanjian sewa memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
2. Sewa Tanpa Hak Opsi
a. jumlah pembayaran sewa selama masa sewa pertama tidak dapat menutupi
biaya perolehan barang modal yang disewakan ditambah keuntungan yang
diperhitungkan oleh lessor;
b. Perjanjian sewa tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Dengan Keputusan Menteri Keuangan di atas juga menetapkan bahwa sewa
dengan hak opsi sebagai kegiatan lembaga keuangan lainnya, maka lessor
diperlakukan sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).
Ketentuan masalah perpajakan yang berkaitan dengan pajak penghasilan untuk
lessor dan lessee adalah sebagai berikut.
Sewa dengan hak opsi (financial lease).
1. Bagi lessor.
a. Penghasilan yang dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran sewa,
yaitu seluruh pembayaran sewa dikurangi angsuran pokok.
b. Lessor tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang
disewakan.
c. Lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu
setinggi tingginya 2,5% dan rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang
sewa, yaitu jumlah seluruh pembayaran sewa yang meliputi angsuran
pokok (principle) dan bunga.
d. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan adalah jumlah PPh
sebagai hasil penerapan undang-undang Pajak Penghasilan terhadap
Penghasilan Kena Pajak berdasarkan laporan triwulanan terakhir yang
disetahunkan dibagi 12 (dua belas) bulan.
2. Bagi lessee.
a. Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa,
sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal
tersebut penyusutan dilakukan mulai tahun pajak digunakannya hak opsi.
b. Dasar penyusutan yang dipakai setelah lessee menggunakan hak opsi
untuk membeli barang modal tersebut adalah nilai sisa barang modal yang
bersangkutan.
c. Pembayaran sewa yang dibayarkan atau terutang, kecuali pembebanan
atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto sepanjang transaksi sewa tersebut dapat digolongkan sebagai sewa
dengan hak opsi
3. Atas pembayaran sewa yang dibayar atau terutang oleh lessee tidak dilakukan
pemotongan PPh Pasal 23.
Perlakuan PPh tersebut pada butir a, b, dan c mulai berlaku terhadap
sewa yang kontraknya ditandatangani setelah berlakunya Keputusan Menteri
Keuangan tersebut.
Sewa tanpa hak opsi.
1. Bagi lessor.
a. Seluruh pembayaran sewa yang diterima atau diperoleh merupakan objek
PPh.
b. Pembebanan biaya penyusutan atas barang modal yang disewakan dimulai
pada tahun pajak barang modal yang bersangkutan.
c. Lessor tidak diperkenankan membentuk cadangan penghapusan piutang
ragu-ragu.
2. Bagi lessee.
a. Lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang
disewakan.
b. Pembayaran sewa yang dibayarkan atau yang terutang adalah biaya yang
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
3. Atas pembayaran sewa yang dibayarkan atau terutang oleh lessee wajib
dipotong PPh Pasal 23.
Dasar perhitungan pemotongan PPh Pasal 23 adalah penerimaan sewa bruto,
dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Perusahaan sewa yang semata-mata bergerak di bidang usaha sewa tanpa hak
opsi atau semata-mata operating lease maka penghitungan PPh Pasal 25
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1169 Keputusan Menteri Keuangan No.
19/KMK.04/1991 tidak berlaku.
b. Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi dalam hal masa sewa lebih pendek
dari jangka waktu minimum. Dalam hal perjanjian financial lease menyatakan
jangka waktu yang lebih pendek atau pada pelaksanaannya berakhir dalam
jangka waktu yang lebih pendek dari jangka waktu minimum yang diisyaratkan.
perlakuan perpajakannya disamakan dengan operating lease.
c. Mulai tahun pajak 1991, perlakuan akuntansi terhadap transaksi sewa adalah
sesuai dengan standar akuntansi di bidang sewa di Indonesia. Dalam hal ini
terdapat finance lease yang kontraknya ditandatangani sesudah 19 Januari 1991
dan termasuk dalam tahun pajak 1991, misalnya kontrak ditandatangani tanggal
20 Januari 1991 dan tahun buku perusahaan 1 Februari 1990 sampai dengan 31
Januari 1991 maka perlakuan pajaknya sesuai dengan ketentuan Keputusan
Menteri Keuangan No. 1169/KMK.04/1991 sedangkan untuk perlakuan
akuntansinya sesuai dengan standar akuntansi di bidang sewa.
d. Atas barang modal yang disewakan, lessor maupun lessee wajib melakukan
pencatatan yang terpisah dan aset yang tidak disewakan.
e. Lessee dilarang menyewakan kembali barang modal yang disewakan kepada
pihak lain.
f. Lessor wajib menyampaikan laporan triwulan kepada DirJen Pajak paling
lambat 15 hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.
Pengaturan selanjutnya tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
No. SE-10/ P/42/1994 Tanggal 22 Maret 1994 yang memberi penegasan atas
pelaksanaan sebagaimana yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
1169/KMK.01/1991 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-29/PJ.42/1992
Tanggal 19 Desember 1992.
H. PENYERAHAN JASA DALAM KATEGORI SEWA
Sebagai objek PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf "c",
bahwa pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi
baik pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun
pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum
dikukuhkan, penyerahan dimaksud sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai.
Selanjutnya Pasal 4A ayat (3) huruf "d" bahwa kelompok jasa keuangan
dikategorikan sebagai jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Salah
satu jasa keuangan dimaksud, yaitu jasa pembiayaan sewa dengan hak opsi.
Sebagai contoh ayat jurnal yang diperlukan perlu memperhatikan apakah sewa
guna usaha tersebut tidak memiliki atau memiliki hak opsi.
DAFTAR PUSTAKA

Waluyo. 2020. AKUNTANSI PAJAK EDISI 7. Jakarta: Salemba Empat


Sukrisno Agoes dan Estralita Trsinawati. 2016. AKUNTANSI PERPAJAKAN EDISI 3.
Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai