SKRIPSI
DEDY RAHMAN
NIM. 090421016
DEDY RAHMAN
NIM. 090421016
DEDY RAHMAN
NIM. 090421016
Dedy Rahman
NIM. 090421016
Halaman
ABSTRAK .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
DAFTAR SIMBOL ............................................................................................ xii
1. Perancangan
2. Pembuatan
3. Prototipe
4. Pengendali
5. Otomatis
7. Berbasis
8. Mikrokontroler
9. ATmega 8535
Bab 2. Tinjauan Pustaka. Bab ini berisi landasan teori elevator antara lain
: definisi dan klasifikasi elevator, komponen utama elevator, mikrokontroler
ATmega 8535 dan komponen elektronika yang diambil dari literatur terkait dan
data sheet mikrokontroler ATmega 8535 yang meliputi konsep-konsep yang
relevan dengan permasalahan yang dibahas.
Bab 6. Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian
dan saran-saran yang bermanfaat.
3. Pemakaian pada supermarket (store), yaitu : tipe elevator yang digunakan pada
swalayan atau pusat perbelanjaan.
Metode operasi elevator secara umum dibedakan atas dua cara, yaitu
pengoperasian manual dan pengoperasian otomatis.
1. Pengoperasian Manual
2. Pengoperasian Otomatis
Berdasarkan prinsip kerjanya, metode ini dibedakan lagi atas dua yaitu
Metode Single Automatic Push Button dan Metode Selective-Collective.
Metode single automatic push button pada setiap lantai hanya terdapat satu
buah tombol untuk memanggil sangkar. Di dalam sangkar terdapat tombol tujuan
lantai yang diinginkan. Selama elevator bekerja, elevator tidak melayani
panggilan dari penumpang lain (Otis, 1993). Elevator memberikan tanggapan
setelah elevator selesai melaksanakan tugasnya (Otis, 1993).
b. Metode Selective–Collective
c. Metode Duplex-Collective
Metode ini pada setiap lantai terdapat tombol bersama untuk memanggil
sangkar. Apabila tombol panggilan ditekan maka sangkar dengan posisi paling
dekat dan dengan arah yang sesuai dengan panggilan, akan melayani panggilan
(Otis, 1993). Tombol tujuan lantai terdapat pada setiap sangkar yang berfungsi
untuk mengoperasikan sangkarnya masing-masing.
Ruang peletakan mesin utama elevator terdiri dari dua tipe sistem
peletakannya, yaitu Penthoese Machine Room Type dan Basement Machine Room
Type.
Uraian di atas maka dapat dipilih tipe penthouse machine room untuk
perancangan ini, karena dapat digunakan untuk berbagai macam ketinggian
angkat elevator.
Puli
penggerak Puli penggerak
Komponen utama pada luar atas sangkar tipe phenthouse machine room
diletakkan pada bagian lantai paling atas elevator seperti terlihat pada Gambar
2.2. Elevator menggunakan mesin pengangkat jenis roda puli penggerak dan drum
penggulung (Rudenko, 1994).
Mesin pengangkat jenis roda puli lebih efektif karena gaya traksi roda puli
penggerak akan hilang bila sangkar yang sedang turun terbentur hambatan
Lantai 4
Lantai 3
Lantai 2
Lantai 1
1. Motor AC
Gear box
Puli Rem elektromagnetik
Motor
Dudukan motor
(a) (b)
Gambar 2.4. Jenis Alur Puli : (a) Jenis Alur Round Groove,
(b) Jenis Alur Undercut Groove
1. Sangkar (Car)
Pintu
1994). Bagian dalam sangkar terdapat tombol-tombol pengatur arah tujuan lantai,
buka dan tutup pintu (Lubomir, 1997). Tata letak peralatan dan tombol operasi
(a) (b)
Gambar 2.6. (a) Tombol Pemanggilan Lantai (b) Tombol Tujuan Lantai,
Buka Pintu (Open Door) dan Tutup Pintu (Close Door)
Tali baja (steel wire rope) adalah tali yang dikonstruksikan dari kumpulan
jalinan serat-serat baja (Zainuri, 2006). Mula-mula beberapa serat dipintal
sehingga menjadi suatu jalinan (strand). Kemudian beberapa jalinan dijalin pada
satu inti (core) sehingga membentuk tali (Zainuri, 2006). Tali baja digunakan
sebagai penghubung sangkar dengan beban pengimbang melalui puli mesin
elevator. Tali ini berfungsi sebagai pengangkat, memindahkan gerakan dan daya
pada mesin elevator (Lubomir, 1997). Serat tali baja dapat dilihat pada Gambar
2.7. dan Gambar 2.8.
• Lebih ringan.
• Lebih tahan terhadap sentakan.
• Operasi yang tenang walaupun pada kecepatan tinggi.
• Kerusakan awal lebih mudah diketahui.
m2 Beban pengimbang
Batang besi cor
m1 Sangkar kelabu
(a) (b)
Gambar 2.9. (a) Arah Gerakan Beban Pengimbang, (b) Konstruksi Beban
Pengimbang
4. Rel Penuntun
Rel penuntun terbuat dari batang baja canai profil T seperti terlihat pada
Gambar 2.10. dan diikat pada kedua sisi lorong elevator yang berlawanan
(Rudenko, 1994). Sangkar bergerak di dalam lorong pada rel penuntun.
Tabel 2.1. terlihat bahwa ketika bekerja dengan frekuensi siklus normal
(clock) yang sama, mikrokontroler keluarga AVR bekerja 7 kali lebih cepat
dibandingkan dengan PIC1674, 15 kali lebih cepat daripada 68 HC11, dan 28 kali
lebih cepat dibanding 8051. Ditinjau dari kemampuan dan fasilitas yang dimiliki
mikrokontroler ATmega 8535 keluarga AVR cocok dipilih untuk membangun
Kaki/pin (Input/Output)
Semua referensi register dan bit dalam bagian ini dituliskan dalam bentuk
umum. Huruf kecil “x” mewakili huruf penomoran bagi port, dan huruf kecil “n”
mewakili nomor bit (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Namun sewaktu
menggunakan definisi register atau bit dalam program, bentuk yang tepat harus
digunakan. PORT B 3 bagi bit no. 3 dalam Port B, di sini didokumentasikan
secara umum sebagai PORTxn.
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT
A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 A0
Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W
Write
Initial
0 0 0 0 0 0 0 0
Value
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
DDA7 DDA6 DDA5 DDA4 DDA3 DDA2 DDA1 DDA0
Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W
Write
Initial
0 0 0 0 0 0 0 0
Value
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
PINA7 PINA6 PINA5 PINA4 PINA3 PINA2 PINA1 PINA0
Read/ R R R R R R R R
Write
Initial
N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Value
Register Port B
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT
B7 B6 B5 B4 B3 B2 B1 B0
Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W
Write
Initial
0 0 0 0 0 0 0 0
Value
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
DDB7 DDB6 DDB5 DDB4 DDB3 DDB2 DDB1 DDB0
Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W
Write
Initial
0 0 0 0 0 0 0 0
Value
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
PINB7 PINB6 PINB5 PINB4 PINB3 PINB2 PINB1 PINB0
Read/ R R R R R R R R
Write
Initial
N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Value
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT
C7 C6 C5 C4 C3 C2 C1 C0
Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W
Write
Initial
0 0 0 0 0 0 0 0
Value
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
DDC7 DDC6 DDC5 DDC4 DDC3 DDC2 DDC1 DDC0
Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W
Write
Initial
0 0 0 0 0 0 0 0
Value
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
PINC7 PINC6 PINC5 PINC4 PINC3 PINC2 PINC1 PINC0
Read/ R R R R R R R R
Write
Initial
N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Value
Register Port D
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT PORT
D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1 D0
Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W
Write
Initial
0 0 0 0 0 0 0 0
Value
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
DDD7 DDD6 DDD5 DDD4 DDD3 DDD2 DDD1 DDD0
Read/ R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W
Write
Initial
0 0 0 0 0 0 0 0
Value
Bit 7 6 5 4 3 2 1 0
PIND7 PIND6 PIND5 PIND4 PIND3 PIND2 PIND1 PIND0
Read/ R R R R R R R R
Write
Initial
N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Value
Sensor sentuh (limit switch) adalah sebuah saklar atau pembatas gerakan
yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sangkar di level lantai tertentu
(Otis, 1993). Sensor sentuh akan aktif jika mendapatkan sentuhan dari suatu benda
fisik. Rangkaian sensor sentuh umumnya menggunakan resistor pull-up ataupun
pull-down seperti terlihat pada Gambar 2.17. Rangkaian menggunakan resistor
pull-up bersifat aktif low yang berarti saklar ditekan memberi sinyal logika 0
(tidak ada tegangan), jika saklar tidak ditekan memberi sinyal logika 1 (ada
tegangan). Hal ini berkebalikan dengan rangkaian menggunakan resistor pull-
down yang bersifat aktif high yang berarti saklar ditekan memberi sinyal logika 1
(ada tegangan), jika saklar tidak ditekan memberi sinyal logika 0 (tidak ada
tegangan) (Adi, 2010).
2.10.3. Dioda
+ -
Gambar 2.18. Bentuk Dioda dan Simbol Dioda
a. Jika diberi bias maju, maka akan mengalirkan arus dari arah anoda ke katoda.
Dioda yang sebenarnya adalah silikon yang tidak akan mengalir arus untuk
tegangan bias maju di bawah 0 V. Jika tegangan yang diberikan lebih dari
antara 0 hingga 0,7 volt V maka akan terjadi sedikit pertambahan arus yang
mengalir pada dioda (Adi, 2010).
b. Jika diberi bias mundur dioda tidak mengalirkan arus hingga tegangan
mencapai nilai tertentu yang disebut breakdown voltage (Ubd). Karakteristik
tegangan dan arus dioda dapat dilihat pada Gambar 2.19.
2.10.4. Transistor
(a) (b)
Gambar 2.20. (a) Transistor Sebagai Saklar, (b) Analogi Transistor Sebagai Saklar
2.10.5. Resistor
Resistor adalah sebagai pengatur kuat arus yang mengalir (Adi, 2010).
Nilai resistor dinyatakan dalam satuan Ohm (Ω) (Adi, 2010). Resistor
dilambangkan dengan huruf R, sedangkan dalam skema disimbolkan sebagai
berikut.
Led
angkat 20 kg yang tidak terpakai, ini bisa digunakan untuk barang-barang yang
tidak terduga misalnya : berat tas, dan barang-barang bawaan lainnya. Skematis
dari sebuah elevator yang dirancang sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.1.
(a) (b)
Gambar 3.2. (a) Luas Per Penumpang, (b) Jumlah Penumpang Dalam Sangkar
(Lubomir, 1997)
Dari Gambar 3.2. maka dimensi sangkar adalah sebagai berikut :
p l
Gambar 3.3. Kerangka Sangkar
Perancangan tali baja (steel wire rope) dalam pemilihan dan perhitungan
meliputi :
a. Bahan tali baja
b. Luas penampang tali baja
c. Diameter tali baja
d. Umur tali baja
e. Kekuatan tali baja
Bahan tali baja terbuat dari baja dengan kekuatan σb = (130 s/d 200)
kg/mm2 (Zainuri, 2006). Ada beberapa aktual yang terjadi bahwa kerusakan tali
diakibatkan kelelahan bahan dan setiap tali hanya dapat mengalami kelengkungan
dalam jumlah tertentu. Adapun beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
perancangan tali baja yaitu ukuran puli, konstruksi tali baja dan umur pakai tali
baja.
Gambar 3.4. Sistem Pemasangan Tali Baja pada Puli dan Jumlah Lengkungan
Dmin
Sehingga : = 25 ( Lampiran 1) 3.2
d
Maka dengan mengambil desain tali baja dengan jumlah kawat i = 114,
maka luas tali dapat dihitung dengan formula :
S
A114 = ( Zainuri , 2006 : 10) 3.3
σb d
− x 50.000
K Dmin
Dimana : σb = Kekuatan putus tali baja
= 140 kg/mm2 (Rudenko, 1994 : 30)
= 14000 kg/cm2
K = Faktor keamanan tali baja (untuk elevator penumpang)
= 6 (Rudenko, 1994 : 42)
Sehingga beban tarikan yang diinginkan untuk tali baja baja adalah :
Qt
3.4
S= 3 ( Rudenko, 1994 : 41)
n x η puli x η1
Dimana : Qt = Kapasitas total
Qt = Kapasitas + Berat sangkar
= 500 kg + 330 kg
= 830 kg
n = Jumlah alur puli yang menyangga muatan
= 3 buah (Rudenko, 1994 : 41)
ηpuli = Efisiensi puli
= 0,945 (Rudenko, 1994 : 41)
η1 = Efisiensi akibat pada saat menggulung pada puli penggerak
yang diasumsikan sebesar 0,98 (Rudenko, 1994 : 41)
maka :
830 kg
S= 3
3 x 0,945 x 0,98
S = 99,57 kg
Sehingga luas penampang tali baja adalah :
99,57 kg
A114 =
14000 kg / cm 2 1
− x 50.000
6 25
A114 = 0,29 cm 2
Dalam hal menentukan umur tali baja, tidak terlepas pada faktor keausan
tali baja (m) yang besarnya tergantung pada jumlah tekukan (NB = Number of
Bend)
D
S= d ( Rudenko, 1994 : 43) 3.7
σ x NB x C x C1 x C 2
D
≥ 20 x 0,9
d
D
≥ 18
d
D min
Harga ini masih dibawah = 25, maka untuk perhitungan
d
D
selanjutnya dipakai harga : ≥ 25 ( Syamsir , 1987 : 63)
d
σt = Tegangan tarik sebenarnya pada tali baja (kg/mm2).
S
σ= 3.9
A114
Dimana : S = Beban tarikan untuk satu tali (99,57 kg)
A114 = Luas penampang tali baja (0,29 cm2)
Maka :
99,57 kg
σ=
0,29 cm 2
σ = 343,34 kg/cm2
σ = 3,433 kg/mm2
C = Faktor karakteristik dari konstruksi tali baja dan tegangan tarik
maksimum dari bahan kawat.
C = 0,83 (Lampiran 2)
Sehingga :
25
m=
3,433 x 4 x 0,83 x 0,89 x 1,00
m = 2,41
m = 2,42 ( Lampiran 2)
Dari tabel faktor m pada Lampiran 2, untuk harga m = 2,42 diperoleh
jumlah siklus penggulungan teknik berulang yang terjadi sebelum tali putus (z)
adalah 450000 kali penekukan.
z1
N= (bulan) ( Rudenko, 1994 : 46) 3.11
a x z2 x β
Dimana : z1 = Penggulungan tekuk yang diizinkan
z2 = Jumlah tekukan berulang per-siklus kerja
= 4 buah (Gambar 3.2.)
Maka :
180000
N=
3400 x 4 x 0,4
N = 33,08 bulan
N = 33 bulan
Kekuatan tali baja dihitung terhadap tarikan yang terjadi untuk mengetahui
kondisi aman tidaknya konstruksi elevator yang dirancang. Perancangan aman
jika beban tarikan pada tali yang terjadi lebih kecil dari beban tarikan pada tali
yang diizinkan (S<Smax).
4060 kg
Sb =
6
S b = 676,66 kg
a. Diameter puli
b. Diameter poros puli
c. Tekanan pada alur puli oleh tali baja
d. Putaran puli
Dmin
Diameter puli Dpuli dihitung dari persamaan 25. Dari perhitungan
d
sebelumnya telah diperoleh diameter tali d = 9,5 mm, dengan diameter puli :
Dpuli = 25 x d
Dpuli = 25 x 9,5 mm
Dpuli = 237,5 mm
Maka :
Qt = 830 kg
830 kg
p=
(1,8 x d ) x d
830 kg
d2 =
(1,8 x 60 kg / cm 2 )
d = 7,68 cm
d = 76,8 mm
d = 80 mm (standarisasi)
Tekanan pada alur puli oleh tali diasumsikan terdistribusi secara merata di
seluruh permukaan kontak antara tali baja dengan alur puli. Tekanan tersebut
dapat dihitung dengan formula :
2 x Sb
p= ( Rudenko, 1994 : 75) 3.14
Dxd
Dimana : Sb = Beban tarikan yang diizinkan pada tali baja
= 676,66 kg
D = Diameter puli
= 237,5 mm
d = Diameter tali
= 9,5 mm
Maka :
2 x 676,66 kg
p=
237,5 mm x 9,5 mm
= 0,59 kg / mm 2
Agar perancangan aman, maka tekanan yang terjadi pada alur puli harus
lebih kecil dari tekanan izin. Tekanan izin pada alur puli dapat dihitung dengan
formula :
__ σt
p= 3.15
K
Dimana : σt = Kekuatan tarik bahan puli
= 15 kg/mm2 (besi tuang CH 15) (Rudenko, 1994 : 24)
K = Faktor keamanan (untuk mengoperasikan elevator penumpang
dalam kondisi pengoperasian berat)
= 6 (Rudenko, 1994 : 42)
Maka :
__
15 kg / mm 2
p=
6
__
p = 2,5 kg / mm 2
n puli =
v
(Rudenko, 1994 : 235) 3.16
π x D puli
Dimana : v = Kecepatan angkat elevator = 0,5 m/s = 30 m/menit
Dpuli = Diameter puli
Dpuli = 237,5 mm
Maka :
30 m / menit
n puli =
3,14 x 0,2375 m
n puli = 40,26 rpm
Qt x v
N= ( HP) ( Rudenko, 1994 : 292) 3.17
75 x η tot
Poros motor merupakan salah satu bagian yang terpenting pada konstruksi
mesin. Perancangan ini, bahan poros dipilih dari standar JIS G 3121 S35C-D dan
memiliki kekuatan tarik (σb = 69 kg/mm2). Poros biasanya menerima beban putar
atau torsi. Torsi dapat dihitung dengan formula :
N
T = 9,74 x 10 5 x (Sularso, 1987 : 7) 3.20
n
Dimana : N = Daya motor = 10 HP = 7,35 kW
n = Putaran poros = 1450 rpm
Maka :
7,35
T = 9,74 x 10 5 x
1450
T = 4937,17 kg.mm
Dimana : sf1 = Faktor yang mempengaruhi massa (G) = 6,0 (Sularso, 1987 : 8)
sf2 = Faktor kekerasan permukaan = 1,3-3 (Sularso, 1987 : 8)
sf2 = 2 (dipilih)
σb = Kekuatan tarik bahan poros (σb = 69 kg/mm2)
Maka :
69 kg / mm 2
τpi =
6x2
τpi = 5,75 kg / mm 2
16
Wp = 1570 kg / mm 3
Sehingga :
Mp
τp =
Wp
4937,17 kg.mm
τp =
1570 kg / mm 3
τp = 3,15 kg / mm 2
1. Apabila tombol naik (Up Button) ditekan maka arus akan mengalir ke
kumparan naik (Up Coil). Setelah kumparan dialiri arus listrik, kumparan akan
mengalirkan arus ke pengatur waktu otomatis naik (Up Times) dan semua
saklar elektromagnetik naik (Up Relay) akan menutup sehingga mengalirkan
arus ke motor penggerak. Motor penggerak memutar ke kanan mengangkat
sangkar pada selang waktu oleh pengatur waktu otomatis naik (Up Times).
Apabila pengatur waktu otomatis menyatakan selesai atau waktu untuk
langkah tersebut selesai maka arus akan terhenti dan sangkar berhenti pada
lantai yang diinginkan oleh pengatur waktu otomatis (Otis, 1993).
2. Apabila tombol turun (Down Button) ditekan maka arus akan mengalir pada
kumparan turun (Down Coil). Setelah kumparan dialiri arus, kumparan akan
mengalirkan arus ke pengatur waktu otomatis turun (Down Times) dan semua
saklar elektromagnetik turun (Down Relay) akan menutup sehingga akan
mengalirkan arus ke motor penggerak. Motor penggerak memutar ke kiri dan
menurunkan sangkar pada selang waktu yang ditentukan oleh pengatur waktu
otomatis turun (Down Times) sampai pengatur waktu otomatis menyatakan
selesai dan sangkar berhenti pada lantai yang diinginkan oleh pengatur waktu
otomatis (Otis, 1993). Rangkaian sistem pengendali otomatis elevator
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Tegangan
(Volt)
Waktu (detik)
Menurut Otis (1993) ada dua macam kondisi beban elevator yaitu beban
positip dan beban negatip. Dengan keadaan beban positip alat pengatur otomatis
dapat memberi perintah pada motor elevator untuk menghasilkan kopel dan
mengatur kecepatan otomatis sangkar menjadi sama dengan tegangan. Dalam
kasus beban negatip, arus searah mengalir melalui lilitan motor dan menghasilkan
tenaga pengereman dinamis.
Perlambatan dari elevator dimulai bila sensor sentuh (limit switch) deteksi
yang dipasang diatas sangkar mulai bekerja (Otis, 1993). Sesuai dengan tegangan,
penurunan dari kecepatan sangkar sampai titik yang ditentukan, diperintahkan
oleh alat pengatur supaya rem mesin mulai bekerja.
Ada empat deteksi sensor sentuh (limit switch) yang dipasang diatas
sangkar. Dua diantaranya dipergunakan untuk arah naik dan dua yang lain untuk
arah turun (Otis, 1993). Di ruang luncur (hoistway) vane logam dipasang. Deteksi
sensor sentuh diatas sangkar bekerja bila melalui vane logam tersebut. Jumlah dari
Stopping
floor 2000 mm
Operasi panjang Operasi pendek
Sensor sentuh (turun)
Operasi panjang
Sensor sentuh (turun)
Operasi pendek
Sensor sentuh (naik) Stopping
Floor
Sensor sentuh dan vane logam Sensor sentuh dan vane logam
Arah naik Arah turun
Gambar 3.8. Pemasangan Sensor Sentuh (Limit Switch) dan Vane Logam
Ada dua vane logam yang dipasang di tiap-tiap lantai satu dipergunakan
untuk naik dan yang lain untuk turun. Vane logam dipergunakan untuk operasi
panjang (long run) dan operasi pendek (short run). Jarak berhenti untuk operasi
panjang ditentukan oleh sensor sentuh operasi panjang dan vane logam yang
sama. Akibatnya jarak dari dua sensor sentuh tersebut harus menjadi 2000 – 1175
= 825 mm (Otis, 1993)
Lantai 4
Lantai 3
Lantai 2
Lantai 1
p
l
Gambar 4.2. Kerangka Sangkar
(a) (b)
Gambar 4.3. (a) Pintu Sangkar, (b) Motor DC 6 Volt
Papan PCB (Printed Circuit Board) dibuat dengan sistem minimum untuk
mendukung susunan peletakan komponen elektronika. Langkah-langkah
pembuatan papan PCB adalah sebagai berikut.
• Papan PCB dibor menggunakan mesin bor sesuai besarnya kaki komponen
(0,8 mm s/d 1,5 mm).
• Papan PCB dibersihkan.
4. Penyolderan
• Papan PCB dipasang komponen elektronika.
5. Pelapisan
Tombol Sensor
pemanggilan Mikrokontroler sentuh lantai
ATmega 8535
Bel Tujuh led
Tombol
tujuan lantai
Mikrokontroler Sensor
ATmega 8535 sentuh lantai
Display LCD
Sensor yang digunakan berupa sensor sentuh. Sensor ini digunakan untuk
mendeteksi posisi sangkar pada setiap level lantai. Rangkaian sensor sentuh
seperti terlihat pada Gambar 4.7.
Catu daya yang paling tepat untuk prototipe pengendali otomatis elevator
adalah catu daya dengan bentuk yang kecil tetapi dengan daya yang cukup yaitu
menggunakan baterai kering 12 Volt DC 1,3 AH dan 6 Volt DC 1,3 AH.
Penggunaan baterai kering yaitu dengan menghubungkan kutup positip dan kutup
negatip ke beban seperti terlihat pada Gambar 4.10.
Poros 3
Poros 2
Poros 1
(a) (b)
Gambar 4.11. (a) Motor DC, (b) Sistem Transmisi Di Dalam Motor DC
Untuk mengatur on/off dan juga arah putaran motor digunakan rangkaian
transistor yang dikenal dengan nama jembatan H (H-Bridge) (Adi, 2010). Saat
keempat saklar tidak aktif motor tidak bergerak. Jika dua buah saklar
bersebrangan aktif, misal saklar A dan D, maka motor akan berputar ke satu arah.
Untuk membalik putaran maka saklar B dan C yang diaktifkan seperti terlihat
pada Gambar 4.12.
Daya motor tanpa beban sangkar secara pengukuran adalah V = 11,8 Volt
dan I = 0,7 Ampere.
4.5.5. Tombol
Tombol yang dipasang sebagai masukan adalah jenis tombol tekan yang
dihubungkan ke negatip (ground). Pada saat mikrokontroler dihidupkan pertama
kali akan menuliskan logika 0 (tidak ada tegangan) pada semua port yang
digunakan otomatis terkonfigurasi Low, program akan membaca kaki port logika
0 karena masukan tombol tekan disambung ke ground seperti terlihat pada
Gambar 4.13.
Bel digunakan untuk tanda alarm setiap sangkar berhenti di setiap lantai.
Rangkaian bel dapat dilihat pada Gambar 4.16.
Gerak dasar ini berfungsi sebagai pergerakan elevator dengan satu perintah
program yaitu (satu pemanggilan) atau (satu tujuan) dalam sekali eksekusi
program sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Diagram alir ini juga dirancang berdasarkan prinsip kerja dari elevator
yang didapat dari survey langsung ke lapangan. Untuk menentukan cara kerja
prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535
maka dapat diketahui dari diagram alir. Siklus kerja dari prototipe pengendali
otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535 seperti terlihat pada
Gambar 4. 17.
Saat sangkar sampai tujuan lantai 1, 2, 3 dan 4 maka secara otomatis pintu
membuka. Setelah pintu terbuka penuh selama 5 detik kemudian secara otomatis
pintu menutup kembali.
• Programming
1. Perangkat lunak Code Vision AVR dibuka, tampilan awal dari Code Vision
AVR seperti terlihat pada Gambar 4.18.
• Project Setting
1. Terlihat pada tampilan Code Vision AVR kode yang telah digenerate.
Konfigurasi project dengan memilih menu project -> configure.
2. Memilih tab after build, mengaktifkan program the chip. Terlihat tampilan
seperti pada Gambar 4.25.
1. Untuk mengompilasi diklik project -> Build, atau shift+F9 seperti terlihat
pada Gambar 4.26.
Jika tombol buka-tutup pintu ditekan maka pintu akan bergerak dan
berhenti jika bersentuhan dengan sensor sentuh (limit switch). Pada saat ada
kegagalan sistem pintu tidak menutup kembali, maka sangkar tetap diam.
3. Eksekusi program.
Data hasil demonstrasi yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 5.1.
1. Asumsi pada baris pertama yakni, bila posisi awal sangkar di lantai 1 dan
kondisi 0 tegangan (Low). Sedangkan instruksi berada di lantai 4 dan lantai 1,
2. Asumsi pada baris keempat yakni (Lantai 4 dan lantai 2_Up) atau (Lantai
2_Up dan lantai 4), dijadikan satu kolom karena eksekusi programnya sama.
Saat standby lantai 1 (Low), untuk (Lantai 4 dan lantai 2_Up) maka
(pemanggilan di lantai 4 dan pemanggilan di lantai 2_Up) atau (pemanggilan
di lantai 4 dan tujuan di lantai 2_Up) atau (tujuan di lantai 4 dan pemanggilan
di lantai 2_Up) atau (tujuan di lantai 4 dan tujuan di lantai 2_Up). Sedangkan
untuk (Lantai 2_Up dan lantai 4) maka (pemanggilan di lantai 2_Up dan
pemanggilan di lantai 4) atau (pemanggilan di lantai 2_Up dan tujuan di lantai
4) atau (tujuan di lantai 2_Up dan pemanggilan di lantai 4) atau (tujuan di
lantai 2_Up dan tujuan di lantai 4). Namun untuk eksekusi program tetap sama
yaitu naik ke lantai 2 kemudian naik ke lantai 4.
1. Persiapan
2. Uji Coba
3. Pengambilan Data
Over limit dapat terjadi pada prototipe pengendali otomatis elevator ketika
:
• Sensor sentuh batas atas atau batas bawah tidak tersentuh oleh sangkar.
• Kontak-kontak sensor sentuh rusak sehingga input mikrokontroler
ATmega 8535 tidak aktif pada keadaan sebenarnya.
• Program yang ditanamkan ke mikrokontroler ATmega 8535 error. Hal ini
sangat jarang terjadi.
6.1. Kesimpulan
1. Spesifikasi elevator
2. Beban pengimbang
• Berat = 580 kg
• Bahan = Besi cor kelabu JIS G 5501 FC 20
6.2. Saran
3. Untuk Pengembangan lebih lanjut agar digunakan lebih banyak sensor seperti
sensor beban lebih (overload), sensor inframerah (infrared) dan sensor
kebakaran.
Bambang, D. & Rati, R. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Basri, Sarjoni & Syah, Djalinus. 2001. Kamus Teknik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Gina, Barney. 2003. Elevator Traffic Handbook, Theory and practice. Penerbit
Spon.
Otis. 1993. Over View & Adjusting Elevator. Penerbit Nippon Otis Elevator
Company.
Rudenko, N, alih bahasa oleh Foead Nazar. 1994. Mesin Pengangkat. Jakarta:
Erlangga.
Susilo, Deddy. 2010. 48 Jam Kupas Tuntas Mikrokontroler MCS51 & AVR.
Yogyakarta: Andi.
Dmin
Nilai Sebagai Fungsi Jumlah Lengkungan dan Tegangan Tarik Maksimum
d
Tali Baja Tipe : 6 x 19 + 1 Fibre Core
Dmin
Tabel L.1.1. Nilai Sebagai Fungsi Jumlah Lengkungan
d
Tabel L.1.2. Tegangan Tarik Maksimum pada Berbagai Diameter dan Beban
Patah untuk Tali Baja : Tipe 6 x 19 + 1 Fibre Core
Beban Patah Aktual
Diamter Berat 140/159 160/179 180/199
Tali (mm) Per-meter (kg)
(kg/mm2) (kg/mm2) (kg/mm2)
7,9 0,20 2850 3200 3600
9,5 0,29 4100 4650 5200
10,3 0,35 4800 5450 6100
11,1 0,40 5550 6350 7100
12,6 0,52 7250 8250 9300
14,2 0,66 9200 10500 11700
16,6 0,90 12500 14200 16000
Sumber : Syamsir (1987)
Konstruksi Tali
6 x 7 =42 6 x 19 = 114 dan Satu Poros 6 x 37 = 222
dan Satu Biasa Warrington Seale dan satu
σb Poros Poros
(kg/
Berpotongan
Berpotongan
Berpotongan
Berpotongan
Berpotongan
mm2)
Sejajar
Sejajar
Sejajar
Sejajar
Sejajar
Posisi
Posisi
Posisi
Posisi
Posisi
Posisi
Posisi
Posisi
Posisi
Posisi
130 1.31 1,13 1,08 0,91 0,69 0,61 0,81 0,69 1,12 0,99
160 1,22 1,04 1,00 0,83 0,63 0,54 0,75 0,62 1,06 0,93
180 1,16 0,98 0,95 0,78 0,59 0,50 0,70 0,57 1,02 0,89
ls = 2 in (dalam m)
Digerakkan tangan 8 25 16 400 Suspensi 2 _ 0,7
sederhana
Suspensi
Peralatan
8 25 40 1.000 dengan satu 4 2 0,5
ringan
bebas puli
Digerakkan
Peralatan 1 25 136 3.400 2x2 3 2 0,4
daya
medium 6 2x2 5 3 0,3
Beberapa
Peralatan 2 30 320 9600 2x4 7 4 0,25
Puli dengan
berat dan 4 2x5 9 5 0,2
rasio
sangat
berat
Tali untuk Crane dan Pengangkat, dan JIS G 4051 Baja Kabon untuk
Konstruksi Mesin
Tabel L.4.2. JIS G 4051 Baja Kabon untuk Konstruksi Mesin dan
Sifat-sifat Mekanis Standar
Temperatur
Sifat Mekanis
Transformasi
Lambang Batas Kekuatan
Kekerasan
Ac (0C) Ar (0C) mulur tarik
(HB)
(Kg/mm2) (Kg/mm2)
29 48 137-197
S30C 720-815 780-720
34 55 152-212
31 52 159-207
S35C 720-800 770-710
40 58 167-235
33 55 156-217
S40C 720-790 760-700
45 62 179-255
35 58 167-229
S45C 720-780 750-680
50 70 201-69
37 62 179-235
S50C 720-770 740-680
55 75 212-277
40 66 185-255
S55C 720-765 740-680
60 80 229-25
S15CK 720-880 845-770 35 50 145-235
Sumber : Sularso (1987)
Diameter Poros Puli, Batang Baja Karbon Difinis Dingin untuk Poros,
dan Baja Rol untuk Konstruksi Umum
Tabel L.5.2. JIS G 3121. Batang Baja Karbon Difinis Dingin untuk Poros
Kekuatan
Perlakuan Diameter Kekerasan
Lambang Tarik
Panas (mm)
(Kg/mm2) HRC (HRB) HB
20 atau kurang 58-79 (84)-23 -
Dilunakkan
21-80 53-69 (73)-17 144-216
S35C-D
Tanpa 20 atau kurang 63-82 (87)-25 -
dilunakkan 21-80 58-72 (84)-19 160-225
20 atau kurang 65-86 (89)-27 -
Dilunakkan
21-80 60-76 (85)-22 166-238
S45C-D
Tanpa 20 atau kurang 71-91 12-30 -
dilunakkan 21-80 66-81 (90)-24 183-253
Dilunakkan 20 atau kurang 72-93 14-31 -
Tanpa 21-80 67-83 10-26 188-260
S55C-D
dilunakkan 20 atau kurang 80-101 19-34 -
21-80 75-91 16-30 213-285
Standar JIS G 5501 Besi Cor Kelabu dan JIS G 3521 Kawat Baja Tarik Keras
a. Batang kawat baja karbon tinggi menurut JIS G 3506 seperti tabel di bawah ini.
b.Kawat baja tarik keras digolongkan atas 3 jenis menurut kekuatannya sebagai :
SWA, SWB dan SWC.
Fitur Penjelasan
Arsitektur - Memiliki 32 x 8 register serba guna
RISC - Dapat sepenuhnya beroperasi secara statis
- Memiliki 130 instruksi yang dapat dieksekusi dalam siklus clock
tunggal
- Kecepatan kerja mencapai 16 MIPS pada 16 MHz
- Memiliki multiplier 2-siklus
Fitur Penjelasan
Fitur Khusus - Power-on Reset
- Programmable Brown-out Detection
- Internal Calibrated RC Oscillator
- Sumber interupsi eksternal dan internal
- Enam mode penghematan daya (Sleep Mode) melalui pemilihan
piranti lunak, yaitu Idle, Power-down, Power-save, ADC Noise
Reduction, Standby dan Extended Standby.
Keterangan Tabel :
- RISC (Reduced Instruction Set Computer)
- EEPROM (Electrically Erasable Programmable Read Only Memory)
- PWM (Pulse Width Modulation)
- ADC (Analog to Digital Converter)
- TQFP (Thin Quad Flat Package)
- USART (Universal Siynchronous Asynchronous Transmitter Receiver)
- SPI (Serial Perpheral Interface)
- RC (Resistor-Capacitor)
- PDIP (Plastic Dual Inline Package)
- PLCC (Plastic Leaded Chip Carrier)
- QFN/MLF (Quad Flat No Leads/Micro Lead Frame)
(a) (b)
Gambar L.12.1 (a) Jalur Papan PCB Setelah Diprint Ke Kertas Photo,
(b) Papan PCB
(a) (b)
Gambar L.12.2. (a) Papan PCB Disetrika, (b) Pelarutan Papan PCB
(a) (b)
Gambar L.12.3. (a) Papan PCB Setelah Proses Pelarutan dan Dibor, (b) Papan
PCB Setelah Dipasang Komponen
(a) (b)
Gambar L.12.4. (a) Kaki Komponen Setelah Dibengkokkan ± 45 0
(b) Penyolderan Papan PCB
(a) (b)
Gambar L.13.2. (a) Seven Segment, (b) Driver Motor DC
Listing Program
/*****************************************************
This program was produced by the
CodeWizardAVR V2.03.4 Standard
Automatic Program Generator
© Copyright 1998-2008 Pavel Haiduc, HP InfoTech s.r.l.
http://www.hpinfotech.com
Project : Prototipe elevator
Version :
Date : 03/16/2012
Author :
Company :
Comments :
Chip type : ATmega8535
Program type : Application
Clock frequency : 16.000000 MHz
Memory model : Small
External RAM size : 0
Data Stack size : 128
*****************************************************/
#include <mega8535.h>
#include <delay.h>
#define NAIK 1
#define TURUN 0
#define BUKA 1
#define TUTUP 0
bit setup=1,start;
unsigned char posisi_car;
bit tujuan_lantai_1;
bit tujuan_lantai_2;
bit tujuan_lantai_3;
bit tujuan_lantai_4;
void buka_tutup_pintu();
MOTOR_UTAMA=x;
ARAH_MOTOR_UTAMA=y;
void stop() {
delay_ms(250);
running(0,0);
PORTD.0=0;
PORTD.1=0;
BELL=1;
delay_ms(100);
BELL=0;
}
void setup_lantai() {
bit x=1,a=0,y=0;
if (SAKLAR_PINTU_CAR_TUTUP==1) {
MOTOR_PINTU_CAR = 0;
x=0;
y=1;
else {
MOTOR_PINTU_CAR =1023;
ARAH_MOTOR_PINTU_CAR = TUTUP;
while (y) {
if (!SAKLAR_LT_1) a=1;
else {
stop();
setup=0;
y=0;
start=1;
SEVEN_SEG=1;
while (a) {
running(1023,NAIK);
PORTD.0=1;
if (SAKLAR_LT_2) {
stop();
SEVEN_SEG=2;
a=0;
y=0;
setup=0;
start=1;
}
stop();
SEVEN_SEG=3;
a=0;
y=0;
setup=0;
start=1;
}
if (SAKLAR_LT_4) {
stop();
SEVEN_SEG=4;
a=0;
y=0;
setup=0;
start=1;
}
void cek_lantai() {
if (SAKLAR_LT_1) {
posisi_car=1;
SEVEN_SEG=posisi_car;
}
if (SAKLAR_LT_2) {
posisi_car=2;
SEVEN_SEG=posisi_car;
}
if (SAKLAR_LT_3) {
posisi_car=3;
SEVEN_SEG=posisi_car;
}
if (SAKLAR_LT_4) {
posisi_car=4;
SEVEN_SEG=posisi_car;
void cek_tujuan_lantai() {
if (TOMBOL_DINDING_1||TOMBOL_CAR_1) tujuan_lantai_1=1;
if
(TOMBOL_DINDING_2_UP||TOMBOL_DINDING_2_DOWN||TOMBOL_CA
R_2) tujuan_lantai_2=1;
if
(TOMBOL_DINDING_3_UP||TOMBOL_DINDING_3_DOWN||TOMBOL_CA
R_3) tujuan_lantai_3=1;
if (TOMBOL_DINDING_4||TOMBOL_CAR_4) tujuan_lantai_4=1;
void run_check() {
cek_lantai();
cek_tujuan_lantai();
void diem() {
unsigned int i;
for (i=0;i<5000;i++) {
run_check();
delay_ms(1);
}
void buka_tutup_pintu() {
bit b=1,c=0,d=0;
diem();
while (b) {
c=1;
while (c) {
if (SAKLAR_PINTU_CAR_BUKA==0) {
MOTOR_PINTU_CAR=1023;
ARAH_MOTOR_PINTU_CAR=BUKA;
else {
MOTOR_PINTU_CAR=0;
diem();
c=0;
d=1;
}
if (TOMBOL_CAR_PINTU_TUTUP) {
MOTOR_PINTU_CAR=0;
c=0;
d=1;
while (d) {
run_check();
if (SAKLAR_PINTU_CAR_TUTUP==0) {
MOTOR_PINTU_CAR=1023;
ARAH_MOTOR_PINTU_CAR=TUTUP;
else {
MOTOR_PINTU_CAR=0;
diem();
d=0;
b=0;
MOTOR_PINTU_CAR=0;
d=0;
}
}
}
}
void operation() {
run_check();
while (tujuan_lantai_1) {
if (SAKLAR_LT_1) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_1=0;
buka_tutup_pintu();
else {
run_check();
running(1023,TURUN);
PORTD.1=0;
if (tujuan_lantai_4&&SAKLAR_LT_4) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_4=0;
buka_tutup_pintu();
if (tujuan_lantai_3&&SAKLAR_LT_3) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_3=0;
if (tujuan_lantai_2&&SAKLAR_LT_2) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_2=0;
buka_tutup_pintu();
}
}
while (tujuan_lantai_2) {
if (SAKLAR_LT_2) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_2=0;
buka_tutup_pintu();
else {
run_check();
if (posisi_car>2) {
running(1023,TURUN);
PORTD.1=1;
else {
running(1023,NAIK);
PORTD.0=1;
if (tujuan_lantai_4&&SAKLAR_LT_4) {
if (tujuan_lantai_3&&SAKLAR_LT_3) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_3=0;
buka_tutup_pintu();
if (tujuan_lantai_1&&SAKLAR_LT_1) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_1=0;
buka_tutup_pintu();
while (tujuan_lantai_3) {
if (SAKLAR_LT_3) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_3=0;
buka_tutup_pintu();
else {
run_check();
if (posisi_car<3) {
else {
running(1023,TURUN);
PORTD.1=1;
if (tujuan_lantai_4&&SAKLAR_LT_4) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_4=0;
buka_tutup_pintu();
if (tujuan_lantai_2&&SAKLAR_LT_2) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_2=0;
buka_tutup_pintu();
if (tujuan_lantai_1&&SAKLAR_LT_1) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_1=0;
buka_tutup_pintu();
while (tujuan_lantai_4) {
if (SAKLAR_LT_4) {
else {
run_check();
running(1023,NAIK);
PORTD.0=1;
if (tujuan_lantai_3&&SAKLAR_LT_3) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_3=0;
buka_tutup_pintu();
if (tujuan_lantai_2&&SAKLAR_LT_2) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_2=0;
buka_tutup_pintu();
if (tujuan_lantai_1&&SAKLAR_LT_1) {
stop();
diem();
tujuan_lantai_1=0;
buka_tutup_pintu();
}
}
}
void main(void){
PORTB=0x00;
DDRB=0x80;
PORTC=0x00;
DDRC=0x00;
PORTD=0x00;
DDRD=0xFF;
TCCR0=0x00;
TCNT0=0x00;
OCR0=0x00;
TCCR1A=0xA3;
TCCR1B=0x03;
TCNT1H=0x00;
TCNT1L=0x00;
ICR1H=0x00;
ICR1L=0x00;
OCR1AH=0x00;
OCR1AL=0x00;
OCR1BH=0x00;
OCR1BL=0x00;
ASSR=0x00;
TCCR2=0x00;
TCNT2=0x00;
OCR2=0x00;
MCUCR=0x00;
MCUCSR=0x00;
TIMSK=0x00;
ACSR=0x80;
SFIOR=0x00;
while (1){
if (setup) setup_lantai();
if (start) operation();
};
#include <mega8535.h>
#include <delay.h>
#asm
.equ __lcd_port=0x15 ;PORTC
#endasm
#include <lcd.h>
byte i,a;
a=(char_code<<3)|0x40;
void main(void){
PORTB=0x00;
DDRB=0x00;
PORTC=0x00;
DDRC=0xFF;
PORTD=0x00;
DDRD=0x00;
TCCR0=0x00;
TCNT0=0x00;
OCR0=0x00;
TCCR1A=0x00;
TCCR1B=0x00;
TCNT1H=0x00;
TCNT1L=0x00;
ICR1H=0x00;
ICR1L=0x00;
OCR1AH=0x00;
OCR1AL=0x00;
OCR1BH=0x00;
OCR1BL=0x00;
ASSR=0x00;
TCCR2=0x00;
TCNT2=0x00;
OCR2=0x00;
MCUCR=0x00;
MCUCSR=0x00;
TIMSK=0x00;
ACSR=0x80;
SFIOR=0x00;
lcd_init(16);
while (1) {
lcd_gotoxy(2,0);
lcd_putsf("DEDY RAHMAN");
lcd_gotoxy(2,0);
lcd_putsf("DEDY RAHMAN");
lcd_gotoxy(11,1);
lcd_putsf(" NAIK");
define_char(arrow_up,0);
lcd_gotoxy(0,1);
lcd_putchar(0);
if (PINA.1==1) {
lcd_gotoxy(2,0);
lcd_putsf("DEDY RAHMAN");
lcd_gotoxy(11,1);
lcd_putsf("TURUN");
define_char(arrow_down,0);
lcd_gotoxy(0,1);
lcd_putchar(0);
};