Atp WTP
Atp WTP
Ofyar Z. TAMIN2
Harmein RAHMAN3
Aine KUSUMAWATI3
Ari Sarif MUNANDAR4
Bagus Hario SETIADJI4
Sub Jurusan Rekayasa Transportasi
Jurusan Teknik SipilITB
Jalan Ganesha 10, Bandung 40132
Telp/Fax: (022)-2502350 (hunting)
Abstrak: Permasalahan tarif angkutan umum telah lama menjadi bahan perdebatan diantara
pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu antara masyarakat sebagai pengguna, pengusaha dan
supir sebagai operator, dan pemerintah sebagai regulator. Masalah ini semakin membesar dengan
adanya krisis moneter yang mengakibatkan kenaikan harga-harga di berbagai sektor yang dialami
pula oleh sektor transportasi, dalam hal ini sektor angkutan umum, dimana kenaikan harga suku
cadang yang sangat tinggi, kenaikan harga bahan bakar serta barang-barang pendukung operasi
kendaraan lainnya mengakibatkan kenaikan pada biaya operasi kendaraan. Di lain pihak
kemampuan masyarakat sebagai pengguna angkutan umum menurun sebagai akibat krisis ini,
karena itu kenaikan tarif angkutan umum harus didasarkan pula pada kemampuan masyarakat.
Makalah ini memaparkan hasil penelitian tarif angkutan umum di DKI Jakarta dengan
memperhatikan kemampuan membayar (ability to pay/ATP) dan kesediaan membayar (willingnes
to pay/WTP) dari masyarakat. Penelitian ini memberikan besar tarif yang dibutuhkan oleh operator
dan tarif berdasarkan ATP dan WTP dari masyarakat, yang kemudian akan digabungkan sehingga
dapat diperoleh rekomendasi sejauh mana tarif angkutan umum dapat dinaikkan.
Kata-kata kunci: Tarif, angkutan umum, Ability to Pay (ATP), Willingness to Pay (WTP)
1
dipublikasikan di Jurnal Transportasi, Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT), Vol 1, No
2, Tahun I, Desember 1999, hal 121−139, ISSN: 1411−2442.
2
Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITB, Wakil Ketua Program Magister Transportasi ITB, dan Ketua Forum
Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT).
3
Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITB.
4
Peneliti Muda, SubJurusan Rekayasa Transportasi, Jurusan Teknik Sipil ITB.
diberlakukan telah memperhatikan baik fares). Dan dalam menetapkan tarif ini
kepentingan operator (kelangsungan harus melibatkan tiga pihak, yaitu :
perusahaan angkutan umum) maupun Penyedia jasa transportasi (operator),
kepentingan masyarakat pengguna (dalam tarif adalah harga dari jasa yang
hal ini daya beli masyarakat). diberikan;
Pengguna jasa angkutan (user), tarif
2. KAJIAN OPERASIONAL adalah biaya yang harus dikeluarkan
ANGKUTAN UMUM setiap kali menggunakan angkutan
umum;
Pengoperasian angkutan umum biasanya
Pemerintah (regulator), sebagai pihak
saling terintegrasi dan disesuaikan dengan
yang menentukan tarif resmi. Besarnya
fungsi jalan, jarak layan, dan jenis
tarif berpengaruh terhadap besarnya
kendaraan. Pembagian daerah operasinya
pendapatan daerah pada sektor
pun biasanya berjenjang. Untuk jalan
transportasi.
arteri/kolektor primer biasanya lebih
diutamakan jenis bus besar. Untuk jalan
2.1 Sistem Operasi Angkutan Umum
kolektor sekunder, bus besar mulai dibatasi
di DKI Jakarta
aksesnya dan lebih mengutamakan bus
sedang. Pada fungsi jalan yang lebih
Sistem angkutan umum di DKI Jakarta
rendah, sistem angkutan umum lebih
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
banyak dilayani oleh jenis mikrolet dan
• peranannya cukup penting dalam
kendaraan paratransit lainnya. Penerapan
mendukung sektor perekonomian dan
penjenjangan sistem angkutan umum
sektor lainnya di DKI Jakarta. Angkutan
seperti ini sangat tergantung dari
umum menjadi pilihan bagi sebagian
kerapihan jaringan jalan di suatu kota, dan
besar penduduk Jakarta terutama
struktur geometrik jalan di kota yang
karena jarak suatu tempat ke tempat
bersangkutan. Di beberapa kota yang
lain di Jakarta relatif jauh.
penerapan fungsi jalannya tidak jelas
• penerapan trayek dengan sistem
maupun geometrik jalannya kurang sesuai
terminal ke terminal, hal ini memberikan
(atau dalam konteks ini lebar jalannya
keuntungan tersendiri terutama di
kurang), penerapan sistem angkutan
daerah yang mempunyai terminal lebih
umum seperti di atas tidak bisa dilakukan.
dari satu dan luas wilayah yang cukup
besar seperti di DKI Jakarta.
Selain itu, topik penting lain dalam sistem
• berusaha menyediakan jasa transportasi
operasi angkutan umum adalah
untuk semua golongan, hal ini dilakukan
permasalahan trayek dan tarif. Trayek
dengan cara membagi jenis angkutan
angkutan umum biasanya disesuaikan
umum menjadi beberapa kelas dengan
dengan jenis kendaraannya. Bus besar
kriteria masing-masing. Tetapi pada
biasanya mempunyai trayek yang paling
kondisi saat ini, kriteria-kriteria tersebut
jauh, disusul bus sedang dan terakhir
sering tidak terpenuhi lagi. Seperti bus
mikrolet. Selain itu, trayek juga tidak boleh
patas (cepat terbatas) tetapi tetap
saling tumpang tindih antar jenis angkutan
membolehkan penumpang naik
umum, karena hal ini akan menyebabkan
walaupun sudah tidak ada tempat duduk
terjadinya pengurangan kinerja jalan
kosong lagi, sehingga kondisinya sudah
(seperti kemacetan) dan efek negatif lain,
sama dengan bus reguler. Fenomena
seperti pengurangan pendapatan supir
menarik lainnya, yaitu pengadaan bus
angkutan umum akibat kompetisi antar
patas AC yang ternyata di beberapa
jenis angkutan umum.
trayek demandnya tinggi sehingga
akhirnya memaksakan penumpang
Sedangkan tarif angkutan umum bisa
berdiri (menjadi tidak terbatas lagi).
berupa tarif seragam (flat fares) ataupun
• daerah operasi angkutan umum cukup
tarif berdasarkan jarak (distance base
luas, dalam arti berusaha mencakup
(covering) dan menghubungkan tempat akan ditempuh oleh angkutan umum yang
asal dan tujuan dengan menerapkan bersangkutan. Pembagian tersebut adalah
sistem transportasi terpadu (KRL, transit sebagai berikut, yaitu bus besar patas
dan paratransit) (patas AC RMB, patas AC dan patas nonAC)
• menerapkan sistem tarif seragam dan akan melayani trayek berjarak kurang
tarif berdasarkan jarak secara tidak lebih 20 km sampai lebih dari 40 km.
murni. Sistem tarif ini diberlakukan baik Sedangkan bus besar nonpatas melayani
dengan tarif biasa (normal fares), tarif trayek berjarak kurang lebih 10 km sampai
yang dikurangi (reduced fares, terlihat dengan 30 km. Kedua jenis bus besar
pada tarif khusus pelajar/mahasiswa) tersebut umumnya sebagian besar melalui
dan tarif yang mengalami tambahan jalan arteri atau kolektor primer. Bus
(supplementary fares) misalnya sedang melayani trayek berjarak 5–30 km
menambah tarif karena trayek angkutan dengan sebagian besar melalui jalan
umum itu melalui tol. Terdapatnya kolektor sekunder dan mikrolet melayani
kompetisi antar perusahaan pengelola trayek berjarak kurang lebih 5 km sampai
angkutan umum di DKI Jakarta yang dengan 25 km dengan sebagian besar
disebabkan banyaknya perusahaan melalui jalan kolektor sekunder atau yang
pengelola angkutan umum. Selain lebih rendah.
perusahaan milik pemerintah daerah,
yaitu Perusahaan Pengangkutan Ada dua jenis trayek berdasarkan banyak
Djakarta (PPD), ada beberapa atau sedikitnya demand, dan biasa disebut
perusahaan swasta lain, seperti PT. sebagai trayek yang ‘gemuk’ dan yang
Mayasari Bhakti, PT. Steady Safe, PT. ‘kurus’. Penentuan kriteria gemuk-kurus ini
Metromini, PT. Himpurna, PT. Bianglala berdasarkan load factor dari angkutan
Metropolitan, maupun yang berbentuk umum yang melayani trayek tersebut. Pada
koperasi seperti Koperasi Angkutan beberapa trayek gemuk seringkali
Jakarta (Kopaja), Koperasi Mikrolet dioperasikan angkutan umum dari
Jakarta Raya (Komilet Jaya) dan perusahaan pengelolaan angkutan umum
sebagainya. yang berbeda. Jenis angkutan umum yang
dioperasikannya bisa dari jenis yang sama
Kompetisi ini menjadi tidak seimbang atau yang berbeda (patas AC dengan patas
akibat imbas kondisi ekonomi pada saat AC, atau patas AC dengan reguler).
ini, di mana untuk perusahaan-
perusahaan beraset besar, seperti PT. Meskipun demikian, tetap diberlakukan
Steady Safe atau PT. Mayasari Bhakti, pembedaan terutama pada rute yang
operasional perusahaan masih bisa dijalani, walaupun itu tidak menutup
dipertahankan pada tingkat menengah. kemungkinan terjadinya overlap rute di
Perusahaan pengelola angkutan umum beberapa ruas jalan. Untuk trayek gemuk,
berskala kecil, apalagi yang berbentuk umumnya load factor angkutan umum
koperasi seperti Kopaja atau koperasi yang menjalani trayek tersebut tetap
pengelola mikrolet, banyak yang sulit tinggi, walaupun pada trayek tersebut telah
beroperasi akibat mahalnya suku cadang dilayani oleh beberapa angkutan umum.
dan terpaksa menerapkan sistem Sedangkan trayek kurus umumnya terjadi
‘kanibal’ (menjual sebagian kendaraan pada tempat yang demandnya kecil sampai
serta ijin trayeknya) untuk bisa tetap sedang, atau dari trayek dari terminal
bertahan hidup. kecil/terminal bayangan ke terminal besar.
perjalanan kendaraan dari terminal asal ke Data jumlah penumpang dan karakteristik
terminal tujuan dan balik lagi ke terminal trayek angkutan umum diperoleh dari
alsal. survei primer terhadap 44 trayek angkutan
umum di DKI Jakarta yang telah dipilih
berdasarkan kategori jarak trayek dan
3. PENGUMPULAN DATA faktor muatan. Pengumpulan data
dilakukan pada hari Sabtu, Minggu, dan
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini Senin dari pukul 06.00–21.00. Satu trayek
terdiri dari tiga macam, yaitu: angkutan umum diwakili oleh dua
kendaraan. Rekapitulasi hasil dari survei
• data jumlah penumpang dan jumlah penumpang ini, dan karakteristik
karakteristik trayek angkutan umum trayek dalam bentuk jumlah rit rata-rata
• data karakteristik penumpang angkutan dalam satu hari diperlihatkan pada tabel
umum 1−5.
• data biaya operasi kendaraan
Data karakteristik penumpang angkutan ATP dan WTP pengguna angkutan umum,
umum, yang berguna untuk penentuan didapatkan dengan melakukan survei
Asumsi-asumsi yang digunakan untuk angkutan bus Patas AC. Biaya asuransi
perhitungan tarif ditampilkan pada tabel 7. kendaraan walaupun dimasukkan sebagai
Biaya operasi kendaraan pada metoda salah satu komponen biaya pada
Dephub dapat dilihat pada tabel 8. kenyataannya tidak dibebankan untuk
Sebagai catatan, Metoda Dephub tidak perhitungan tarif.
memberikan perhitungan tarif untuk jenis
Tabel 7: Asumsi Perhitungan Tarif Metoda Departemen Perhubungan
Karakteristik Trayek Patas Regular Bus Sedang Mikrolet
Km tempuh per rit (km) 50 40 30 28
Frekuensi rit per hari 6 5 6 4.5
Hari operasi per bulan 25 25 25 25
Kapasitas angkut (tempat) 50 50 30 12
Load Factor 90% 140% 90% 100%
Penumpang per rit 2x45 2x70 2x27 2x12
Catatan: satu rit adalah satu kali perjalanan pulang pergi
penumpang dengan tarif maksimum yang sehingga didapat satu tarif untuk masing-
berlaku). masing jenis angkutan umum tersebut.
Perbedaan lainnya adalah pada asumsi
Terdapat perbedaan dalam cara jumlah penumpang. Jika pada kedua
menentukan tarif angkutan umum dengan metoda lainnya, jumlah penumpang yang
metoda-metoda lainnya. Tidak seperti dipakai dalam perhitungan tarif
metoda-metoda lainnya, metoda FSTPT diasumsikan menurut ‘faktor muatan’
tidak mengambil suatu karakteristik trayek tertentu, pada metoda FSTPT jumlah
tertentu dalam menghitung tarif, dalam arti penumpang disesuaikan dengan jumlah
terdapat beberapa trayek yang dianalisis. penumpang hasil survei primer. Hal ini
sangatlah penting, karena terdapat
Tarif untuk setiap trayek dihitung perbedaan jumlah penumpang yang cukup
berdasarkan karakteristiknya masing- signifikan antara metoda FSTPT dan kedua
masing dan kemudian tarif tersebut dirata- metoda lainnya. Hasil perhitungan tarif
ratakan untuk setiap jenis angkutan umum, dengan metoda FSTPT dapat dilihat pada
tabel-tabel berikut.
Tabel 14: Tarif (Rp/pnp) Bus Patas AC/RMB
No Biaya Operasi Tarif
No Nama Trayek
Trayek Kendaraan (Rp/pnp)
1 PAC 01 Lebak Bulus – Kota 259,767,308 1.995
2 PAC 16 Rawamangun – Lebak Bulus 284,705,976 2.152
3 PAC 12 Pulogadung – Lebak Bulus 274,730,508 3.563
4 PAC 15 BNI46 – Depok 296,898,213 2.877
5 PAC 04 Kampung Rambutan – Kota 250,346,033 1.982
6 PAC 03 Pulogadung – Kalideres 255,222,928 1.432
7 PAC 05 Blok M – Bekasi 284,705,976 1.611
8 PAC 50 Kampung Melayu – Kalideres 256,996,345 2.011
9 PAC 23 Kampung Rambutan – Kota 287,476,939 2.372
10 PAC 30 Kampung Rambutan – Blok M 333,474,926 2.988
11 PAC 79 Kampung Rambutan BNI 46 – Kota 296,898,213 2.711
12 PAC 34 Blok M – Tangerang 326,270,422 2.614
Tarif Rata2 2.359
Tarif Min. 1.432
Tarif Maks. 3.563
Beberapa faktor yang mempengaruhi ATP • ATP lebih besar dari WTP
diantaranya: Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan
• Besar Penghasilan membayar lebih besar dari pada keinginan
• Kebutuhan transportasi membayar jasa tersebut. Ini terjadi bila
• Total biaya transportasi pengguna mempunyai penghasilan yang
• Intensitas perjalanan relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa
• Pengeluaran total per bulan tersebut relatif rendah, pengguna pada
kondisi ini disebut choiced riders.
• Jenis kegiatan
• Prosentase penghasilan yang
• ATP lebih kecil dari WTP
digunakan untuk biaya transportasi
Kondisi ini merupakan kebalikan dari
kondisi diatas dimana keinginan pengguna
Sedangkan Willingness To Pay (WTP)
untuk membayar jasa tersebut lebih besar
adalah kesediaan pengguna untuk
dari pada kemampuan membayarnya. Hal
mengeluarkan imbalan atas jasa yang
ini memungkinkan terjadi bagi pengguna
diperolehnya. Pendekatan yang digunakan
yang mempunyai penghasilan yang relatif
dalam analisis WTP didasarkan pada
rendah tetapi utilitas terhadap jasa
persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa
tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan
pelayanan angkutan umum tersebut.
pengguna untuk membayar jasa tersebut
Dalam permasalahan transportasi.
cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas,
pada kondisi ini pengguna disebut captive
WTP dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah:
riders.
• Produksi jasa angkutan yang disediakan
• ATP sama dengan WTP
oleh pengusaha
Kondisi ini menunjukan bahwa antara
• Kualitas dan kuantitas pelayanan yang
kemampuan dan keingginan membayar
diberikan pengusaha
jasa yang dikonsumsi pengguna tersebut
• Utilitas pengguna terhadap angkutan
sama, pada kondisi ini terjadi
umum tersebut
keseimbangan utilitas pengguna dengan
• Penghasilan pengguna
biaya yang dikeluarkan untuk membayar
jasa tersebut.
Dalam pelaksanaan untuk menentukan tarif
sering terjadi benturan antara besarnya
5.1 Penentuan Tarif Berdasarkan ATP
WTP dan ATP, kondisi tersebut selanjutnya
dan WTP
disajikan secara ilustratif sebagai berikut:
Pada prinsipnya penentuan tarif dapat
ditinjau dari beberapa aspek utama dalam
100.0%
90.0%
80.0%
70.0%
Persentase (%
Tarif rata-rata
60.0% = Rp 1222,00 D ata A T P per kelas tarif
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Persentase
Persentase
Persentase
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tarif (Rp x 100)
Tarif (Rp x 100) Tarif (Rp x 100)
jum lah responden perkelas tarif persentase kum ulatifresponden yang tidak m au bayar
persentase kum ulatifresponden yang m au bayar jum lah responden perkelas tarif persentase kum ulatifresponden yang tidak m au bayar jum lah responden perkelas tarif persentase kum ulatifresponden yang tidak m au bayar
Gambar 4: Proporsi WTP untuk Kategori Kendaraan Gambar 5: Proporsi WTP untuk Kategori Kendaraan
persentase kum ulatifresponden yang m au bayar
Gambar 6: Proporsi WTP untuk Kategori Kendaraan
persentase kum ulatifresponden yang m au bayar
Bus Patas AC Bus Patas NonAC vs Tarif Resmi Bus Reguler vs Tarif Resmi
100% 100%
90% 90%
Median WTP Rp 430,00
80% 80%
Persentase
Persentase
30% 30%
20% 20%
10% 10%
0% 0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
jum lah responden perkelas tarif persentase kum ulatifresponden yang tidak m au bayar jum lah responden perkelas tarif persentase kum ulatifresponden yang tidak m au bayar
persentase kum ulatifresponden yang m au bayar
persentase kum ulatifresponden yang m au bayar
Gambar 7: Proporsi WTP untuk Kategori Kendaraan Gambar 8: Proporsi WTP untuk Kategori Kendaraan
Bus Sedang vs Tarif Resmi Mikrolet VS Tarif Resmi
DAFTAR RUJUKAN