Anda di halaman 1dari 10

Aplikasi Transport Demand Management

A. Permasalahan Transportasi

Dengan perkembangan perkotaan dan proyeksi pertumbuhan ekonomi di Indonesia


seperti saat ini, permasalahan transportasi perlu segera diantisipasi praktis di setiap kawasan
perkotaan, terutama kota-kota dengan populasi yang cukup besar. Peningkatan jumlah
pergerakan yang terjadi akibat berkembangnya aktivitas masyarakat perkotaan menuntut
penambahan prasarana transport perkotaan. Disamping itu, dengan meningkatkan taraf hidup
masyarakat, tuntutan akan kualitas prasarana yang lebih baik juga meningkat. Sementara itu
keterbatasan sumber daya menyebabkan penambahan prasarana transportasi perkotaan
tertinggal dibanding peningkatan kebutuhan. Fenomena ini terjadi praktis di semua kota besar
di Indonesia. Implikasinya adalah terjadinyakemacetan lalu-lintas yang makin hari makin
ekstensif sehingga aktivitas masyarakat terhambat, pemanfaatan prasarana dan sarana menjadi
tidak efisien, tingkat keselamatan lalu-lintas menurun dan pencemaran yang ditimbulkan lalu-
lintas bertambah. Fillianti (2005) menyebutkan bahwa isu-isu utama perkembangan perkotaan
yang signifikan dengan permasalahan transportasi adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi

2. Perkembangan Bentuk Perkotaan

3. Perkembangan Jenis Aktivitas/Tata Guna Lahan

4. Perluasan Kawasan Perkotaan

5. Kebijaksanaan Dekonsentrasi

6. Pertumbuhan Ekonomi
Kerugian akibat kemacetan lalulintas di perkotaan terutama terkait dengan:

1. Meningkatnya Biaya Operasi Kendaraan (BOK) akibat menurunnya kecepatan


perjalanan rata-rata.
2. Kerugian nilai waktu akibat hilangnya kesempatan berproduksi akibat tundaan waktu
perjalanan.
3. Kerugian psikis akibat stress serta perilaku yang tidak produktif.

B. Konsep Transport Demand Management

Kebijakan dan strategi penanganan masalah kemacetan lalulintas di perkotaan perlu


dilakukan secara multi-facet dengan mengedepankan keterpaduan dalam berbagai jenjang dan
aspek sekaligus. Jenjang tersebut meliputi penanganan di tingkat makro, meso maupun mikro.
Sedangkan aspek yang dilakukan mencakup 3E, yaitu: aspek teknis (Engineering),aspek
penegakan hukum (Enforcement), dan aspek pendidikan (Education). Salah satu alternatif
penanganan adalah dengan menggunakan Konsep Transport Demand Management (TDM).
Martha Maulidia (2010) menyebutkan bahwa Konsep pengelolaan
kebutuhan transportasi (TDM) adalah penerapan strategi dan kebijakan untuk mengurangi
kebutuhan perjalanan, khususnya untuk kendaraan bermotor pribadi atau untuk mengatur
beban transportasi di tempat dan waktu tertentu. Penerapan TDM adalah alternatif yang sangat
cost-effective dibandingkan penambahan kapasitas, perluasan jalan dan penerapan teknologi
lain yang relatif lebih mahal. Kemudian pada penjelasan berikut ini, dapat diketahui dimana
peranan penerapan Transport Demand Management dalam usaha penanganan lalulintas secara
menyeluruh.

Pada level makro, penataan ruang perkotaan perlu dikembangkan ke arah model-
model perencanaan kota yang bersifat:

1. Compact city, pengembangan kawasan-kawasan terpadu yang kompak dan memadukan


fungsi-fungsi hunian, perkantoran dan komersial seperti super-block.
2. Transit Oriented Development, dengan mengarahkan pengembangan kawasan pada
simpul-simpul jalur angkutan umum masal yang memiliki aksesibilitas tinggi, terutama
untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
3. Kawasan Hunian Kepadatan Tinggi, dengan orientasi bangunan dikembangkan ke arah
vertikal dan membatasi hunian-hunian kepadatan rendah.

Pada level meso, perlu dikembangkan angkutan umum masal dan dilakukan
keterpaduan transportasi antar moda yang mengarah pada seamless transport, sehingga
pengguna angkutan umum dapat berpindah-pindah moda tanpa halangan yang berarti. Selain
itu perlu diterapkan pula skema-skema Transport Demand Management seperti:

1. Park-and-ride, yaitu fasilitas untuk dapat berpindah moda secara nyaman dari kendaraan
pribadi ke angkutan umum (KA atau Busway).
2. High Occupancy Vehicle, yaitu pemberian prioritas bagi kendaraan dengan muatan
penumpang tinggi seperti bus, mikrobus dll.
3. Ride-sharing, yaitu mengembangkan upaya-upaya penyediaan angkutan antar-jemput
atau berkendaraan bersama dalam satu tempat kerja.
4. Car-pooling yaitu pengembangan sistem angkutan shuttle dari lokasi-lokasi hunian yang
disediakan secara swadaya oleh penghuni atau pengembang.

Kebijakan pada level mikro atau street level akan diarahkan pada keterpaduan
penanganan prasarana dan sarana serta penerapan skema-skema traffic management.
Komponen prasarana dan sarana yang perlu ditangani antara lain menyangkut:

· Penanganan/peningkatan kapasitas persimpangan melalui pelebaran lengan-lengan


simpang.
· Pemasangan alat pengatur instrumen lalulintas (APIL) yang terkoordinasi.
· Pembangunan fly-over atau underpass pada persimpangan yang padat maupun
perlintasan jalan dengan rel KA.
· Perbaikan kerusakan kondisi jaringan jalan dan pelebaran bagian-bagian yang
mengalami penyempitan.
· Peningkatan bahu jalan, rambu-rambu, lampu penerangan dan fasilitas pejalan kaki di
perkotaan.
Gambar 1. Strategi Penanganan Kemacetan Multi-facet

Melihat pengalaman di negara-negara maju, metoda-metoda TDM potensial untuk


diterapkan di Indonesia, namun kondisi masyarakat dan sistem yang berbeda tentu menuntut
penyesuaian tertentu sebelum metoda yang terbukti efektif di negara maju juga bisa diterapkan
di Indonesia. Pengalaman di negara-negara maju menunjukkan bahwa membangun terus
prasarana yang dibutuhkan, tidak selalu menjadi solusi yang terbaik. Setiap pembangunan
prasarana transportasi membawa dampak lingkungan dan oleh karena itu ada kapasitas tertentu
dari suatu wilayah yang menjadi ambang lingkungan untuk menerima dampak yang
ditimbulkan setiap aktivitas pembangunan kota yang perlu dipertahankan untuk tidak
dilampaui. Disamping itu pembangunan jaringan jalan, khususnya yang hanya mengikuti
tuntutan kebutuhan cenderung mendorong peningkatan penggunaan kenderaan pribadi yang
notabene tidak efisien pemanfaatannya dipandang dari sudut sistem transportasi secara
kese1uruhan.

Pada akhirnya dalam mengembangkan konsepp TDM, langkah paling jitu adalah
membawa masyarakat perkotaan untuk menggunakan moda transportasi umum. Namun,
masalahnya pada saat ini penggunaan kendaraan pribadi menjadi hal yang sangat disenangi
masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari ketidakmampuan angkutan umum melayani kebutuhan
mobilitas mereka dengan cepat, mudah, dan murah tentunya. Namun, seperti yang telah
disebutkan di awal bahwa pengunaan angkutan pribadi yang berlebihan justru akan
menimbulkan masalah masalah lalulintas. Untuk itulah konsep TDM ini perlu diterapkan.
Adapun secara garis besar penerapan konsep TDM ini dapat dikelompokkan dalam dua
alternatif yaitu:

1. Memperbaiki kualitas layan transportasi umum dalam rangka menarik minat


masyarakat.
2. “Mempersulit” masyarakat dalam menggunakan kendaraan pribadi.

Tabel 1 menyajikan strategi, metoda, dan teknik TDM yang sudah dikenal cukup luas
dan umumnya sudah diterapkan di berbagai kota di dunia. Dilihat dari stategi-strategi yang bisa
diadopsi, strategi tertentu berfokus pada sisi penyediaan, strategi tertentu lainya berfokus pada
sisi demand.

Tabel 1. Strategi, Metoda, Dan Teknik Transport Demand Management

Strategi Metode Teknik

Peningkatan Penyebaran lalu lintas Pentahapan jam kerja


pemanfaatan aset puncak Jam kerja fleksible
Perubahan hari kerja
Pembedaan biaya parkir
Pembedaan ketersediaan tempat parkir

Okupansi kenderaan Kenderaan bersama


(kepemilikan) Pool kenderaan (kelompok / gabungan)
Jalur khusus kendaraan berpenumpang
banyak
Prioritas parkir
Park and ride
Batasan fisik Pembatasan Area Pemilihan area lalu lintas
Ijin area (Area licences)
Pembatasan Ruas Batasan akses
Pengaturan lampu lalu lintas
Pengurangan kapasitas
Prioritas angkutan umum

Pembatasan Parkir Batasan ruang parkir


Control akses parker
Pengenaan biaya Biaya jalan (Road Toll
Pricing) Biaya masuk area
Biaya kemacetan

Pembatasan Ruas Prioritas jangka pendek


Biaya masuk tinggi

Pembatasan Parkir Penerapan pajak bahan bakar


Penerapan pajak parker
Perubahan sosial Bentuk perkotaan Kota yang lebih kompak
dan aspek Pengembangan kota yang efisien

Sikap sosial Kesadaran dan informasi masyarakat


Pendidikan masyrakat

Perubahan teknis Subsitusi komunikasi


Pengembangan system transportasi

Sumber : Luk (1992)


C. Penerapan Transport Demand Management di Kota Besar

1. DKI Jakarta

DKI Jakarta merupakan kota dengan tingkat kesibukan paling tinggi di Indonesia.
Salah satu hal yang dapat membuktikan pernyataan di atas adalah dengan terlihatnya volume
kendaraan yang ada di Jakarta. Di Jakarta sendiri terdapat sekitar 5,5 juta kendaraan. Dari segi
komposisi kendaraan, saat ini lalulintas di perkotaan didominasi oleh kendaraan roda dua
(61%), sedangkan kendaraan roda empat atau lebih berkisar 39%. Pertumbuhan kendaraan roda
dua ini di beberapa kota mencapai hampir 20% per tahun, sementara kendaraan lainnya
umumnya hanya tumbuh sekitar 5-10%.

Imbas dari volume kendaraan yang besar tersebut, terjadi kemacetan di kota ini. Secara
tipikal kemacetan lalulintas di perkotaan diakibatkan oleh 3 hal pokok yaitu:

· Volume lalulintas kendaraan yang melebihi kapasitas ruas jalan


· Bottle-neck akibat adanya penyempitan ruas jalan.
· Konflik yang terjadi di persimpangan maupun di titik-titik tertentu pada ruas jalan.

Gambar 2. Komposisi kendaraan DKI Jakarta

Berdasarkan hasil studi yang ada, mengindikasikan kerugian akibat kemacetan


lalulintas di perkotaan seperti DKI Jakarta rata-rata mencapai Rp. 1,25 juta/kapita/tahun, atau
mencapai lebih dari Rp. 10.4 triliun/tahun.
Maka, pemerintah melakukan berbagai macam cara untuk mengatasi masalah
transportasi tersebut, diantaranya adalah :

a) Pembuatan angkutan umum terintegrasi transjakarta.

Salah satu penyebab masalah transportasi Jakarta adalah kenyataan bahwa masyarakat
lebih cenderung memilih angkutan umum dengan segala keuntungan dan kemudahannya.
Transjakarta merupakan angkutan umum yang terintegrasi di Jakarta. Angkutan ini mampu
melayani kebutuhan perjalanan masyarakat di kawasan Jakarta. Dengan tarif Rp 3500,00
diharapkan masyarakat mampu menggunakan fasilitas transportasi ini. Selain itu yang menjadi
kekhasan transjakarta adalah bahwa angkutan ini memiliki jalur khusus sehingga waktu
perjalanan akan menjadi semakin pendek.

b) Penerapan system 3in1 di beberapa ruas jalan

Upaya ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemakain kendaraan pribadi. Dengan


adanya peraturan ini maka masyarakat sebenarnya dipaksa untuk menggunakan kendaraan
secara kolektif. Dengan demikian diharapkan penggunaan angkutan pribadi dapat ditekan.
Namun, seperti yang telah dijelaskan di atas, penerapan konsep TDM harus memperhatikan
kondisi social mayarakatnya. Hal ini terbukti dengan tidak efektifnya 3in1 karena justru akan
memunculkan masalah baru, yaitu adanya joki joki 3in1.

c) Penerapan Electronic Road Pricing (ERP)

Kebijakan ini ditujukan untuk menggantikan kebijakan three in one yang dinilai tidak
efektif dalam mengendalikan laju penggunaan mobil pribadi sebagai penyebab kemacetan lalu
lintas dan polusi udara di Jakarta. Pada prinsipnya, ERP adalah upaya mengatur aliran
kendaraan dan kemacetan melalui mekanisme penarifan. ERP dibedakan sesuai dengan waktu,
zona berkendaraan, dan jenis kendaraan. Dana yang diperoleh dari penerapan sistem ERP
tersebut digunakan untuk mengembangkan transportasi publik (Infrastructure Watch, 2005).
Karena ERP ini belum sepenuhnya diterapkan, maka perlu dilakukan analisis lalulintas untuk
menentukan lokasi yang benar benar layak untuk diberi ERP.
2. Semarang

Seperti halnya Jakarta dan kota kota besar lainnya, masalah transportasi juga ada di
Semarang. Ada beberapa titik rawan kemacetan di Semarang diantaranya ada di Jatingaleh,
Kaligawe dan bahkan simpang lima. Sementara itu, kinerja angkutan umum di Semarang bisa
dikatakan belum optimal. Dalam penelitian oleh Balitbang yang dilakukan di Kedungsepur
komposisi kendarannya adalah 90% merupakan angkutan pribadi, 10% angkutan umum.
Sedangkan komposisi moda transportasinya adalah 54% Mobil, 37%sepeda motor, 6% Bus,
dan 3% untuk bus kecil. Sementara itu untuk transportasi dalam kota Semarang, kendaraan
jenis sepeda motor mendominasi setiap ruas ruas jalan dengan proporsi rata rata 45% dari ruas
jalan yang ditinjau, angkutan bus memiliki kontribusi sekitar 4% dan angkutan kota 13%.
Sedangkan untuk kendaraan pribadi jenis mobil memiliki proporsi 28% dan sisa lainnya adalah
kendaraan tak bermotor.Berdasarkan hasil analisis serta hasil survey pada beberapa responden,
maka dirumuskan suatu alternatif skenario pengaturan moda transportasi sebagai berikut:

1. Angkutan kereta api dapat di kembangkan untuk melayani perjalanan antar kota (
Pantura)
2. Bus Antarkota (AKDP/AKAP) hanya dibatasi sampai Terminal Bawen, dengan
demikian Terminal Bawen akan berkembang menjadi terminal terpadu.
3. Jalur Ungaran-Semarang dilayani dengan menggunakan bus sedang yang direncanakan
akan dapat berkembang menjadi angkutan umum terpadu seperti transjakarta
4. Angkutan kota dapat dioperasikan sebagai feeder dari perumahan atau daerah bangkitan
yang tidak dilewati jalur utama bus.
5. Adanya penerapan road pricing bagi kendaraan yang masuk kota, pemberian tarif parker
yang cukup mahal,dan cara lainnya untuk mengurangi minat masyarakat menggunakan
kendaraan pribadi.
Gambar 3. Skema pengaturan transportasi Semarang

Anda mungkin juga menyukai