Anda di halaman 1dari 4

TERM OF REFERENCE

WORKSHOP INTEGRASI ANTARMODA: BRT DAN KENDARAAN BERMOTOR PRIBADI


PELATIHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS BRT
PROGRAM SUTRI NAMA & INDOBUS

Trainer
Dr.Eng Puspita Dirgahayani
Dr. I Gusti Ayu Andani

1. Pendahuluan

Program SUTRI NAMA memiliki tujuan untuk memberikan solusi permasalahan di kota besar,
terutama dalam kaitannya dengan kemacetan lalu lintas dan tingginya emisi gas rumah kaca.
Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) di perkotaan dinilai sebagai cara utama yang untuk
menggapai tujuan di atas. Untuk itu, kapasitas sumber daya manusia perlu disiapkan guna
memastikan penerapan BRT yang efektif. Oleh karena itu dilaksanakan Pelatihan
Pengembangan Kapasitas untuk pemangku kepentingan di lima kota yang
mengimplementasikan BRT, yakni Bandung Raya, Semarang, Pekanbaru, Makassar, dan
Batam.

Struktur program pengembangan kapasitas disusun berdasarkan hasil penilaian kebutuhan


kapasitas yang telah dilakukan pada tahun 2021. Terdapat tujuh modul dalam pelatihan
pengembangan kapasitas ini:
1) Perencanaan Transportasi Perkotaan dengan Fokus pada Sistem BRT Terintegrasi;
2) Pengembangan dan Implementasi Transportasi Tidak Bermotor dan Proyek Perparkiran;
3) Simulasi dan Pemodelan Dampak Infrastruktur Transportasi Perkotaan;
4) Investasi dan Pembiayaan Infrastruktur;
5) Pengadaan dan Lelang untuk proyek transportasi perkotaan berkelanjutan;
6) Manajemen dan Operasional BRT; dan
7) Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Gas Rumah Kaca.

Dengan adanya program pengembangan kapasitas ini, peserta pelatihan diharapkan memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan dasar mengenai konsep, prinsip dasar, preseden, dan
peraturan atau kebijakan berlaku terkait setiap topik yang dibahas pada masing-masing modul.
Supaya manfaat dari program pengembangan kapasitas ini tetap berkelanjutan dan dapat
menjadi inisiasi pengembangan kebijakan di daerah, pesert diharapkan mampu untuk mengenali
isu di Indonesia terutama di kota masing-masing dengan menerapkan pengetahuan dasar yang
diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung, serta mendiskusikan solusinya. Untuk
mencapai capaian pembelajaran tersebut tersebut, maka salah satu metode pembelajaran yang
digunakan dalam Modul-1 adalah melalui penyelenggaraan workshop.

Modul-1 membahas kebijakan-kebijakan transportasi perkotaan yang mendukung berjalannya


sistem BRT yang terintegrasi, baik terintegrasi dengan pengembangan perkotaan, kendaraan
pribadi, maupun angkutan umum. Pada intinya, kebijakan-kebijakan pendukung tersebut
berperan sebagai faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor) agar masyarakat
tertarik menggunakan angkutan umum, khususnya BRT. Dalam kaitannya dengan hal itu,
workshop pada Modul-1 membahas mengenai integrasi antarmoda, yakni antara (1) BRT dan
angkutan umum dan (2) BRT dan kendaraan bermotor pribadi. Pelaksanaan workshop yang
kedua (Workshop Integrasi Antarmoda: BRT dan Kendaraan Bermotor Pribadi) dari Modul-1 akan
dibahas pada ToR ini.

Tujuan dari dilaksanakan Workshop Integrasi Antarmoda: BRT dan Kendaraan Bermotor
Pribadi adalah:
• Memahami tahapan integrasi BRT dan kendaraan bermotor.
• Mengidentifikasi isu atau hambatan dalam proses integrasi BRT dan kendaraan bermotor.
• Mengidentifikasi kebijakan eksisting daerah yang mendukung proses integrasi BRT dan
kendaraan bermotor.

2. Tinjauan Materi

Tujuan integrasi antarmoda menurut ITDP1 adalah (1) lebih cepat, dengan memangkas waktu
tunggu dan waktu transfer, (2) lebih mudah, dengan memperpendek jarak kaki, memperjelas
informasi, dan rasa nyaman dalam satu sistem, serta (3) lebih terjangkau, dengan menghemat
biaya dengan tarif dan pembayaran yang terintegrasi.

Untuk dapat mencapai tujuan integrasi antarmoda di atas, penting untuk melakukan integrasi fisik
dan integrasi tarif serta pembayaran.
1) Integrasi fisik
a) Koneksi langsung
Penempatan lokasi halte atau stasiun moda angkutan umum eksisting dengan yang
baru seringkali berada dalam jarak yang relatif dekat. Saat tahap perencanaan perlu
dipastikan tipikal kasus seperti ini disepakati penyediaan koneksi langsung antara
kedua moda. Integrasi infrastruktur ini sangat bermanfaat terutama untuk penumpang
yang akan transfer sehingga bisa mengurangi waktu tunggu, waktu transfer, dan jarak
berjalan kaki.
b) Penyeberangan langsung
Penyeberangan langsung sebidang sebagai akses yang lebih universal dan
penumpang dapat lebih cepat mengakses halte.
c) Aksesibilitas kawasan
Perbaikan aksesibilitas pejalan kaki dalam radius 500 meter, tidak hanya pada jalan
utama. Penambahan kenyamanan untuk pejalan kaki berupa koridor yang terlindung
dari cuaca, penghijauan, aktivasi trotoar, dan muka bangunan.

2) Integrasi tarif dan pembayaran


Integrasi antarmoda juga sebagai satu kesatuan layanan akan memberikan kemudahan
akses berpindah moda dengan fitur yang memungkinkan untuk menggunakan moda yang
berbeda dalam satu kali pembayaran dan tarif yang terintegrasi. Prinsip integrasi
pembayaran tarif antarmoda, yaitu:
• Stored value
o Fleksibilitas tinggi untuk pengguna tergantung saldo yang ada
o Fleksibilitas promosi atau penyesuaian tarif bagi operator
• Berbasis waktu
o Fleksibilitas jumlah perjalanan dalam satu satuan waktu tertentu bagi
penumpang

1
ITDP (2019). Pedoman Integrasi Antarmoda Tahun 2019. Jakarta Pusat: Institute for Transportation and
Development Policy (ITDP)
o Pendapatan tambahan bagi operator apabila mampu meminimalisasi
waktu perjalanan
• Berbasis perjalanan
o Pembelian tiket di depan berdasarkan kebutuhan jumlah perjalanan
o Pendapatan tambahan bagi operator untuk perjalanan yang tidak
digunakan

Integrasi antar BRT dan kendaraan bermotor pribadi, mencangkup penyediaan fasilitas park and
ride serta titik drop-off atau kiss-and-ride. Terdapat berbagai jenis fasilitas park-and-ride
berdasarkan fungsi, lokasi, dan karakteristik jalan akses.
• Jenis layanan dan konteks lokasi: (1) pinggiran kota; (2) pusat transit; (3) penggunaan
bersama (joint use) ; (4) park-and-pool; (5) informal; dan (6) fasilitas satelit park-and-ride
(Spillar 1997).
• Jarak ke destinasi: (1) jauh jarak jauh, 50 sampai 100 mil; (2) fasilitas pinggiran kota, 10
sampai 50 mil; (3) fasilitas perkotaan lokal, 1 sampai 10 mil; dan (4) fasilitas periferal yang
terletak di tepi destinasi utama (AASHTO 2004).
• Lokasi dan karakteristik jalan akses: (1) koridor perkotaan, (2) koridor HOV, (3) periferal,
(4) pinggiran kota, dan (5) terpencil (Florida Department of Transportation 1996).
• Kapasitas Parkir: (1) fasilitas periferal terletak di tepi kawasan pusat kota atau pusat
kegiatan utama lainnya, (2) fasilitas pinggiran kota terletak lebih dekat dengan titik asal
dan menyediakan akses layanan transit ke tujuan di CBD atau pusat aktivitas utama, dan
(3) kavling terpencil berfungsi dalam kapasitas yang sama dengan fasilitas pinggiran kota
tetapi dengan jarak tempuh yang lebih lama (Turnbull et al. 2004).

Fasilitas park-and-ride bisa dimiliki oleh (1) instansi pengelola angkutan, (2) badan publik, atau
(3) privat. Dalam merencanakan fasilitas park-and-ride untuk jangka panjang diperlukan (1)
kerjasama antara instansi penyedia jasa layanan angkutan umum dan perencanaan wilayah; (2)
estimasi permintaan untuk parkir; (3) jangkauan fasilitas park-and-ride; dan (4) right-sizing
facilities.

Integrasi moda di stasiun BRT dicapai dengan mempertimbangkan ruang tunggu sepeda motor
dan mobil. Yang terpenting, area ini terletak dekat dengan stasiun BRT, sekitar 50m dari peron
terdekat. Selain itu, pembenahan fisik diberikan dalam bentuk ruang tunggu tertutup, yang akan
mencakup tempat duduk atau, jika ruang tidak mencukupi, palang miring, serupa dengan fasilitas
yang umumnya disediakan di halte dan pangkalan taksi.

Integrasi BRT dan kendaraan bermotor juga mencakup penyediaan jalur pejalan kaki tertutup di
titik akses stasiun, dengan jalur pejalan kaki tertutup yang menghubungkan titik integrasi – titik
penurunan mobil, dan sepeda motor – ke titik penyeberangan pejalan kaki akses stasiun. Hal ini
memungkinkan akses dari stasiun ke titik integrasi dengan satu-satunya bagian yang terbuka
adalah penyeberangan pejalan kaki.

3. Lingkup Bahasan

Dalam sesi diskusi, poin-poin pembahasan antara lain:


• Peserta workshop mengidentifikasi fasilitas-fasilitas integrasi yang bisa diterapkan antara
BRT dan kendaraan bermotor.
• Peserta workshop mengidentifikasi lokasi fasilitas integrasi berdasarkan pertimbangan
tingkat layanan angkutan umum, ketersediaan lahan, harga lahan, dan jarak ke lokasi
permukiman.
• Peserta workshop mengidentifikasi kepemilikan dan pengelolaan fasilitas integrasi.
• Peserta workshop mengidentifikasi bentuk integrasi fisik di stasiun BRT dengan titik
drop-off atau parkir kendaraan bermotor pribadi.
• Peserta workshop mengidentifikasi kebijakan daerah yang mendukung integrasi BRT
dan kendaraan bermotor pribadi di kota masing-masing.

4. Kebutuhan Data

• Feasibility study dari pembangunan BRT di kota masing-masing.


• Desire lines atau matriks asal tujuan (MAT) secara umum.
• Jenis transportasi umum yang tersedia di masing-masing kota.
• Kebijakan transportasi daerah eksisting.
• Kebijakan tata ruang.

5. Deskripsi dan Agenda Kegiatan

Hari, Durasi
Waktu (WIB) Kegiatan Teknis Kegiatan
Tanggal (menit)
16.10 – 16.20 10 Penjelasan Trainer menjelaskan
kembali tujuan, lingkup
pembahasan, dan teknis
workshop.
16.20 – 17.20 60 Diskusi internal tim Tim masing-masing
kabupaten/kota berdiskusi
isu, hambatan, dan
kebijakan eksisting yang
Rabu, 13
mendukung integrasi BRT
Juli 2022
dengan angkutan umum.
Trainer mendampingi
diskusi internal tim.
17.20 – 18.10 50 Presentasi dan Setiap tim diminta untuk
diskusi mempresentasikan hasil
diskusi internalnya @ 5
menit. Dilanjutkan dengan
diskusi antar tim.

6. Luaran yang Diharapkan

Peserta workshop diharapkan dapat secara mandiri:


• Menggali data/informasi yang relevan dan menstrukturkan persoalan integrasi BRT dan
kendaraan bermotor pribadi di kota masing-masing sesuai dengan tupoksi yang dimiliki.
• Membagi ilmu dan berdiskusi dengan rekan kerja dalam mengaplikasikan pengetahuan
yang telah diperoleh untuk mempersiapkan implementasi dan integrasi BRT dengan
kendaraan bermotor pribadi di kota masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai