Anda di halaman 1dari 152

Persiapan, Pelaksanaan dan Tindak Lanjut Konferensi Habitat II

Cetakan Pertama, 2012

Penulis : Ir. H. Suyono, MSc.

Pengantar : Ir. H. Suyono, MSc.

Diterbitkan oleh : Humaira Aktif

Design Cover : Ir. Hadi Sucahyono, MPP, MSc, Ph.D.

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Persiapan, Pelaksanaan dan Tindak Lanjut Konferensi Habitat II

147 halaman + iii: 17 cm x 23 cm

ISBN :
978-602-18919-0-2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta


Lingkup Hak Cipta
Pasal 2 :
1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku

Ketentuan Pidana
Pasal 72 :
(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal
49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana pencara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

i
Daftar Isi

Daftar Isi .................................................................................. ii


Kata Pengantar ................................................................................ iv

Pendahuluan .................................................................................. 1
A. Pengertian Habitat ........................................................ 1
B. Pembentukan Habitat.................................................... 2
C. Habitat Paska Habitat I ................................................. 5
D. Latar Belakang Habitat II ............................................. 12

Bagian 1: Persiapan Konferensi Habitat II ................................ 17


A. Sidang I Komite Persiapan Habitat II ........................... 17
B. Sidang II Komite Persiapan Habitat II ......................... 27
C. Pertemuan Intersessional Informal Drafting
Group ............................................................................ 43
D. Sidang III Komite Persiapan Habitat II ........................ 48
E. Pertemuan International Advisory Group Of Eminent
Persons ......................................................................... 65
F. Persiapan Konferensi Habitat II Di Indonesia .............. 70

Bagian 2 : Pelaksanaan Konferensi Habitat II ........................... 83

ii
A. Gambaran Umum ........................................................ 83
B. Kegiatan Konferensi ..................................................... 88
C. Kegiatan Paralel............................................................ 100
D. Hasil Konferensi Habitat II .......................................... 113
E. Kesimpulan dan Saran Tindak...................................... 133

Bagian 3: Tindak Lanjut Konferensi Habitat II ........................ 139

Daftar Pustaka ................................................................................. 143


Tentang Penulis ............................................................................... 146

iii
Kata Pengantar

Buku ini disusun berdasarkan pengalaman penulis mengikuti


Konferensi Habitat II tahun 1996, sejak awal persiapannya sampai
selesainya konferensi, laporan yang diterbitkan Sekretariat
Konferensi, serta Delegasi Republik Indonesia menghadiri Konferensi
Habitat II.
Buku ini dibagi dalam tiga bagian; Bagian 1 tentang persiapan
Konferensi Habitat II; Bagian 2 tentang Konferensi Habitat II; Bagian
3 tentang saran tindak lanjut Konferensi Habitat II. Isi bagian 2
diantaranya bersumber dari laporan delegasi Republik Indonesia
menghadiri Konferensi Habitat II.
Untuk persiapan konferensi Habitat II, yang dilakukan oleh
Panitia Persiapan (Prepatory Committee) dalam tiga kali sidang dan
untuk penyelenggaraan Konferensi diuraikan antara lain: tempat
penyelenggaraan sidang Komite dan Konferensi, para pesertanya,
Delegasi Republik Indonesia, organisasi sidang Komite dan
Konferensi, jalannya sidang Komite dan Konferensi, serta hasil sidang
Komite dan Konferensi, termasuk acara paralel dengan Konferensi
yang terdiri dari berbagai forum, dialog tematik dan pameran.
Diharapkan para pembaca, khususnya para generasi muda dapat
memperoleh informasi yang berkaitan dengan Konferensi Habitat II,
agar jika terlibat dalam persiapan penyelenggaraan Konferensi Habitat
di masa mendatang dapat mempersiapkan diri dengan baik, sehingga
dapat memberikan dan memperoleh manfaat yang optimal.
Jakarta, Oktober 2012

Ir. H. Suyono, MSc.

iv
Pendahuluan

A. Pengertian Habitat

Kata “Habitat” digunakan untuk tiga pengertian yang berbeda


tetapi berkaitan erat satu sama lain. Pertama, Habitat digunakan untuk
nama konferensi permukiman yang diselenggarakan oleh perserikatan
bangsa-bangsa (PBB), yang disebut United Nations Conference on
Human Settlements (UNCHS). Sampai saat ini konferensi Habitat baru
diselenggarakan dua kali dengan selang waktu 20 tahun. Konferensi
pertama disebut Habitat I diselenggarakan di Vancouver, Canada pada
tahun 1976, sedangkan konferensi kedua, yang disebut Habitat II,
diselenggarakan di Istanbul, Turki pada Tahun 1996. Kedua, Habitat
digunakan untuk nama Komisi dalam Sistem PBB, yang disebut United
Nations Commission on Human Settlements (UNCHS) yang selanjutnya
akan disebut Commission. Dalam bahasa Indonesia dapat disebut Komisi
Permukiman Perserikatan Bangsa Bangsa (KPPBB), yang selanjutnya
akan disebut Komisi. Ketiga, Habitat digunakan untuk nama Sekretariat
Komisi, yang disebut United Nations Centre for Human Settlements
(UNCHS) yang selanjutnya akan disebut Centre, yang berkedudukan di
Nairobi – Kenya. Dalam Pembicaraan atau tulisan, arti yang mana yang
dimaksud oleh kata Habitat dapat ditentukan dari kalimatnya secara
keseluruhan. Kata “Habitat” yang digunakan pada buku ini mengacu
pada pengertian yang digunakan untuk nama konferensi permukiman

1
yang diselenggarakan oleh PBB, khususnya berfokus pada Konferensi
Habitat II.

B. Pembentukan Habitat

Pembentukan Habitat punya akar dalam upaya PBB melakukan


rekonstruksi dan rehabilitasi paska perang dengan pendekatan
operasional dan pragmatis untuk menangani kebutuhan mendesak orang-
orang yang berlanjut mewarisi misi Habitat berikutnya. Sebagai akibat
Perang Dunia II, dipahami dengan jelas bahwa pembangunan kedamaian
memerlukan sebagai langkah pertama yang esensial pembangunan
kembali permukiman dan rumah-rumah yang hancur untuk merumahkan
orang-orang dan membangun kembali kehidupan politik, ekonomi, sosial
dan budaya.

Gelombang dekolonisasi yang melanda Asia dan Afrika pada


akhir lima puluhan dan Proklamasi Dekade Pembangunan Pertama dari
PBB membawa Dewan Ekonomi dan Sosial Kepada Pembentukan
Komite Perumahan, Bangunan dan Perencanaan pada Tahun 1962, dan
Pusat Perumahan, Bangunan dan Perencanaan pada Tahun 1965. Pusat
tersebut berkedudukan di New York dengan tanggung jawab utamanya
membantu upaya pembangunan sosial ekonomi negara-negara anggota
baru dalam kegiatan yang berkaitan dengan permukiman.

Sepanjangan tahun enam puluhan, pertumbuhan perkotaan dan


penduduk yang tidak diantisipasi dan tidak pernah terjadi sebelumnya

2
mulai mengubah secara radikal struktur kependudukan dan penyebaran
permukiman di negara-negara berkembang, suatu proses yang terus
berlanjut. Akibat sosial, ekonomi dan lingkungan dari perubahan tersebut
untuk pertama kalinya diangkat pada konferensi Lingkungan Manusia
(Human Environment) PBB tahun 1972 di Stockholm. Konferensi
merekomendasikan agar PBB menyelenggarakan konferensi untuk
memusatkan perhatian masyarakat dunia pada penurunan yang tajam
kondisi kehidupan, khususnya di negara-negara berkembang.

Menindak lanjuti konferensi Stockholm dan Resolusi Sidang


Umum PBB yang mengikutinya, PBB menyelenggarakan Habitat
(United Nations Conference on Human Settlements), konferensi PBB
tentang Permukiman di Vancouver pada tahun 1976. Hasil yang
signifikan dari Konferensi tersebut adalah pengakuan bahwa permukiman
adalah crosscutting issue pembangunan sosial dan ekonomi yang baru
dan penting. Hal tersebut terlihat dalam rekomendasi konferensi untuk
tindak nasional dan internasional dan pada ajakan untuk kerjasama yang
intens, dan untuk pengaturan kelembagaan yang lebih efektif di bidang
permukiman.

Sebagai salah satu hasil Konferensi PBB pertama tentang


Permukiman di Vancouver tahun 1976 dibentuk Komisi Permukiman
PBB dengan nama United Nations Commission on Human Settlements
(UNCHS) sebagai badan antara pemerintah yang baru, dan Pusat
Permukiman PBB dengan nama United Nations Centre for Human

3
Settlements (UNCHS) dibentuk sebagai Sekretariat untuk melayani
Komisi.

Komisi dan Pusat keduanya diberi mandat untuk membantu


negara–negara anggota dalam manajemen dan pembangunan
permukiman. Habitat ditugasi untuk melaksanakan mandat tersebut
melalui Program-Program pemberian nasehat, kebijakan, penelitian
terapan, kerjasama teknik dan diseminasi informasi yang terintegrasi.
Habitat menyatukan kegiatan berbagai unit permukiman dalam sistem
PBB termasuk diantaranya Pusat Perumahan, Bangunan dan
Perencanaan, Vision Habitat, United Nations Habitat dan Human
Settlements Foundation.

Komisi Permukiman PBB adalah penguasa Habitat. Komisi


menyediakan petunjuk kebijakan menyeluruh, menetapkan prioritas dan
arahan program permukiman PBB. Komisi beranggotakan 58 Negara,
yang dipilih untuk jangka waktu 4 tahun oleh Dewan Ekonomi dan
Sosial. Pada awalnya komisi menyelenggarakan sidangnya setiap tahun
sekali. Mulai tahun 1989 sidang Komisi diselenggarakan setiap dua tahun
sekali.

Pusat Permukiman (Habitat) dikepalai oleh seorang Executive


Director yang ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal PBB. Struktur organisasi
Pusat Permukiman mencakup tiga divisi substantif yaitu: Kerjasama
Teknik, Penelitian dan Pengembangan, serta Informasi. Habitat

4
bertanggung jawab untuk memberikan secara efektif pelayanan dan
bantuan kepada pemerintah-pemerintah.

Habitat dan Human Settlements Foundation digabungkan dengan


Pusat Permukiman pada tahun 1977, dan yayasan memberikan kontribusi
voluntir dan membiayai proyek – proyek spesifik dan kegiatan lainnya.
Executive Director Habitat bertindak sebagai administrator yayasan.

C. Habitat Paska Habitat I

Habitat berfungsi sebagai laboratorium atau lembaga penelitian


inter disiplin dalam PBB untuk menyelenggarakan Program-Program
penelitian dan analisis teknisnya secara reguler. Dari hasil penelitian dan
analisis tersebut UNCHS menyediakan informasi yang diperlukan
pemerintah-pemerintah nasional untuk membantu mereka memperkuat
proses-proses perencanaan, untuk memperbaiki pembangunan dan
manajemen permukiman. Dalam mendukung asesmen kebutuhan
permukiman ditingkat nasional, UNCHS dapat memanfaatkan
pengetahuan yang diperoleh dari penelitian dan analisis teknis tentang
trend global dan implikasinya untuk pembangunan, sebagai dasar untuk
penyiapan yang baik program-program kerjasama teknik dan proyek-
proyek permukiman.

Simbiose antara program regulernya dan keterlibatan


langsungnya dalam penyiapan dan pendukungan pelaksanaan program-
program kerjasama teknik memungkinkan Habitat menguasai

5
pengetahuan tentang kondisi dan kecenderungan global, dan teknik-
teknik perbaikan permukiman yang spesifik yang selalu up to date.
Pengetahuan tersebut kemudian ditransfer ke lapangan melalui kegiatan
Habitat.

Habitat menyediakan kerjasama teknik di bidang permukiman


bagi negara-negara berkembang dalam mendukung tindakan-tindakan
lokal, nasional, regional, antar regional dan global yang dilakukannya.
Dalam melaksanakan mandat tersebut, Divisi Technical Cooperation
Habitat bertanggung jawab untuk perencanaan, appraisal dan
pelaksanaan proyek-proyek dan program-program yang dibiayai UNDP,
pemerintah nasional, badan-badan bilateral dan multilateral, funding
trust, UN Habitat and Human Settlement Foundation (UNHHSF).

Kegiatan operasi Habitat difokuskan pada membantu pemerintah-


pemerintah dalam perumusan kebijakan dan strategi untuk menciptakan
dan memperkuat kapasitas manajemen permukiman pada tingkat nasional
dan lokal. Pembinaan difokuskan pada keahlian dalam asesmen
hambatan dan kesempatan pembangunan permukiman, identifikasi dan
analisis pilihan kebijakan, desain dan manajemen intervensi pada
pembangunan permukiman, mobilisasi sumber-sumber Nasional, maupun
bantuan dari luar untuk meningkatkan dampak investasi pada upgrading
kondisi permukiman. Proses peningkatan kapasitas tersebut mencakup
inisiatif publik, sektor dan organisasi organisasi lain, seperti organisasi
berbasis masyarakat dan organisasi organisasi non pemerintah, maupun
universitas universitas dan lembaga lembaga penelitian. Penekanan pun

6
ditingkatkan pada penggunaan yang lebih besar teknologi informasi
dalam memperkuat manajemen data pemerintah dan kapasitas analisis
pada manajemen permukiman.

Komisi permukiman menyiapkan substantive guidance pada isu


isu permukiman pada tingkat nasional, regional, interregional dan global
untuk dimanfaatkan pada program program kerjasama teknik yang
dilakukannya. Habitat merupakan badan antar pemerintah yang berfungsi
sebagai focal point untuk pertukaran secara global informasi permukiman
untuk mempromosikan kerjasama dengan komunitas scientific yang
peduli terhadap permukiman dan menyerasikan dan mengkoordinasikan
seluruh kegiatan permukiman dalam sistem PBB. Karena itu program
kerjasama teknik Habitat merupakan pula alat untuk diseminasi pilihan
kebijakan, alat analisis strategi yang dikembangkan dalam rangka forum
antar pemerintah tersebut. Jadi keterkaitan antara tujuan dan strategi yang
diterima secara internasional dan program pembangunan permukiman
nasional, intergional dan regional diperkuat dan menjadi dasar untuk
konsolidasi kapasitas teknis pada tingkat nasional dan lokal dan
mobilisasi yang lebih efektif dari sumber sumber domestik dan sumber
sumber dari luar.

Habitat melaksanakan pekerjaannya melalui suatu program


terintegrasi dari pemberian nasehat kebijakan, penelitian dan
pengembangan, pelatihan dan penyebaran informasi dan kegiatan
operasi, yang difokuskan pada bidang - bidang prioritas yang ditentukan
oleh Komisi dan tercantum dalam program kerja Pusat Permukiman.

7
Bidang-bidang tersebut mencakup isu dan strategi global, kebijakan dan
instrumen nasional, mengelola pembangunan permukiman, termasuk
sumber keuangan dan tanah, memperbaiki prasarana dan lingkungan
hidup, mitigasi bencana, rekonstruksi dan pembangunan, perumahan
untuk semua, penguatan komunitas lokal dan mengurangi kemiskinan
serta mendorong keadilan.

Dalam pelaksanaan program-program dan proyek-proyeknya,


UNCHS dibimbing oleh pengakuan sejumlah hubungan-hubungan kunci
antar sektor yang kesemuanya menggambarkan bagaimana objektif
pembangunan primer dapat dicapai melalui perbaikan permukiman.
Hubungan-hubungan tersebut adalah hubungan antara :

a. Pembangunan papan, kesempatan kerja yang dihasilkan dan


pengurangan kemiskinan.
b. Perbaikan papan, prasarana, lingkungan dan kesehatan publik,
c. Pembangunan perdesaan dan perkotaan dan pertumbuhan ekonomi.
d. Manajemen perkotaan partisipatif dan reformasi demokrasi
kepemerintahan yang lebih efektif dan akuntabilitas publik yang lebih
besar.

Inisiatif strategis yang utama yang dilakukan Habitat untuk mencapai


sasaran pembangunan permukiman adalah:

a. The Global Strategy for Shelter to the Year 2000 yang diluncurkan
PBB tahun 1988

8
Berdasarkan pengalaman Habitat sebagai badan pelaksana dari
International Year of Shelter for the Homeless, yang diperingati pada
tahun 1987, sasaran utama strategi adalah memperbaiki kondisi
permukiman global dengan menciptakan lingkungan legal,
institusional dan pengaturan yang dapat memfasilitasi pembangunan
dan perbaikan perumahan oleh seluruh kelompok sosial, tetapi
terutama oleh dan untuk orang orang miskin. Strategi tersebut merintis
pendekatan pemampuan (enabling approach), yang lebih
mengutamakan pemberian insentif legal dan lainnya dibanding
mengutamakan intervensi langsung Pemerintah untuk mendorong
stakeholder sektor swasta untuk terlibat dalam pembangunan
perumahan dan perkotaan.

b. Agenda 21
Habitat adalah task manajer PBB untuk Bab 7 dan 21 dari Agenda 21
mendorong pembangunan perumahan permukiman berkelanjutan dan
pengolahan sampah padat dan isu isu yang berkaitan dengan air kotor.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, Habitat bekerja erat dengan
pemerintah nasional, penguasa lokal, sektor swasta, organisasi non
pemerintah, United Nations Commission on Sustainable Development
dan United Nations Environment Programme.

c. Reconstruction, Rehabilitation and Development:


Selama beberapa tahun terakhir, konflik regional dan perselisihan
masyarakat meningkatkan beban PBB untuk menyediakan bantuan

9
pertolongan dan rekonstruksi. Habitat makin banyak diminta
berkontribusi awal terhadap kegiatan pertolongan berlanjut,
rehabilitasi dan pembangunan PBB. Habitat memainkan peran
memimpin dalam upaya rekonstruksi dan pembangunan di berbagai
negara.

d. Transition Countries
Sejak tahun 1991 Habitat terlibat aktif di negara-negara dalam transisi
di Eropa Timur dan Tengah, dalam membantu Pemerintah Pusat dan
lokal dalam merumuskan kebijakan perumahan dan permukiman baru
yang sesuai dengan ekonomi pasar dalam memperkuat kapasitas
manajemen pemerintah lokal, dan akhirnya dalam membangun
kapasitas manajemen penguasa nasional dan lokal menghadapi
pekerjaan masif untuk membersihkan lingkungan.

e. The Challenge of an Urbanizing World


Dalam sistem PBB pusat telah mengambil pimpinan dalam
menetapkan respon kebijakan masyarakat internasional terhadap
tantangan urbanisasi yang cepat di negara negara berkembang.
Pekerjaan tersebut dimulai pertengahan tahun delapan puluhan dengan
publikasi Pusat “The New Agenda For Human Settlement“ dan
kerjasama yang erat dengan the Development Assistance Committee
(DAC) dari OECD dalam membentuk respon kebijakan Donor
terhadap urbanisasi yang cepat di negara negara berkembang.

10
Kinerja Habitat yang kuat relatif dibanding besarnya,
dimungkinkan oleh komitmen untuk bekerja dalam kerjasama yang erat
dengan institusi lain baik disektor pemerintah maupun swasta. Selain dari
pemerintah nasional dan penguasa lokal, Habitat bekerja erat dengan
badan badan PBB, Bank Dunia, Bank Pembangunan Regional, donor
multilateral dan bilateral lain serta dengan sektor perusahaan dan asosiasi
swasta, organisasi non pemerintah, asosiasi masyakarat, kelompok
wanita dan asosiasi profesi. Tanpa kerjasama tersebut Habitat tak akan
mampu mencapai hasil seperti yang dicapainya di waktu yang lalu.

Dalam menyadari kecenderungan saat ini dan masa yang akan


datang dalam pertumbuhan dan perkembangan permukiman, pada tahun
1993 sidang Umum PBB memutuskan untuk menyelenggarakan Second
United Nations Conference on Human Settlements (Habitat II) di Istanbul
Turki pada bulan Juni Tahun 1996, yang merupakan konferensi PBB
terakhir pada abad ke-20 dan akan membangun berdasarkan hasil dari
rangkaian konferensi PBB yang diselenggarakan di Rio de Janiero,
Kairo, Copenhagen dan Beijing.

Habitat telah ditetapkan sebagai Sekretariat Konferensi Habitat II,


menjadi ujung tombak persiapan pada tingkat global, nasional dan lokal.
Tujuan dari konferensi adalah membuat kota kota dunia dan masyarakat
aman, sehat, lebih berkelanjutan dan adil. Dalam mempersiapkan
konferensi, Habitat berkomitmen untuk menetapkan kembali dan
memperkuat mandatnya dan programnya dengan menfokuskan pada
pelajaran yang telah dipelajarinya sejak Habitat I.

11
a. Membahas sifat inter sektoral permukiman dan hubungan
hubungan kepada isu isu pembangunan yang kritis, seperti
pemajuan perempuan, kesempatan kerja, pengurangan kemiskinan
dan kepedulian lingkungan dan pembangunan.
b. Meningkatkan kesadaran global akan akibat hidup dan bekerja di
atas planet yang mengalami urbanisasi dimana isu pembangunan
yang kritis sama mempengaruhi negara negara maju dan negara
negara berkembang dan ekonomi global.
c. Mengikat konferensi dengan komitmen semua stakeholder kepada
pemecahan yang dapat dilaksanakan dan praktis.
d. Mendorong kerjasama yang lebih efektif antara semua tingkat
pemerintah, sektor swasta dan masyarakat untuk mengerakkan
sumber daya manusia, teknologi dan keuangan untuk melaksanakan
pemecahan tersebut.
e. Mengembangkan mekanisme kerjasama publik dan swasta pada
tingkat global dan lokal yang dapat menfasilitasi investasi keadilan
yang lebih efektif di bidang prasarana dan pembangunan perkotaan
dalam merespon pertumbuhan kota yang cepat.

D. Latar Belakang Konferensi Habitat II

Habitat II adalah suatu konferensi dunia yang diselenggarakan


atas permintaan sidang umum PBB dalam resolusinya no. 43/181 tanggal
20 Desember 1988 mengenai The Global Strategy for Shelter to the Year
2000 dan Resolusi MU-PBB NO. 46 tanggal 19 Desember 1991

12
mengenai perlu diadakannya Konferensi Global mengenai Permukiman.
Konferensi tersebut disebut Habitat II karena pada tahun 1976 telah
diadakan konferensi Habitat yang diselenggarakan di Vancouver dan
dianggap sebagai Habitat I.

Habitat II dimaksudkan untuk membahas masalah penanganan


urbanisasi dan perbaikan lingkungan hidup kota. Oleh Sekjen PBB
Habitat II disebut juga The City Summit atau Pertemuan Puncak tentang
Kota dengan maksud untuk menempatkan masalah urbanisasi pada
puncak agenda pembangunan internasional dan nasional, untuk
mendorong kebijakan dan strategi untuk pengelolaan perkotaan dan
pembangunan perumahan, dalam rangka memecahkan berbagai masalah
lingkungan perkotaan serta menyoroti kebutuhan dan kesempatan
investasi di bidang prasarana dan pelayanan. Tujuan akhir yang ingin
dicapai melalui The City Summit adalah untuk mewujudkan kota-kota
dan desa-desa sehat, aman, berkeadilan dan berkesinambungan.

Habitat II memusatkan pembahasannya pada masalah urbanisasi


karena pada tahun 2000 diperkirakan separuh penduduk dunia akan
tinggal dan bekerja di kota-kota dan yang separuhnya lagi akan makin
tergantung pada kota-kota untuk kelanjutan perekonomiannya. Selain
dari pada itu, kota-kota akan makin dipengaruhi oleh kepadatan
penduduk dan kegiatannya, penurunan kualitas lingkungan, gangguan
sosial, pengangguran, serta kondisi perumahan, prasarana, dan pelayanan
yang buruk. Kemakmuran bangsa-bangsa akan banyak tergantung pada
kinerja kota-kotanya dan masalah lingkungan pun akan timbul di kota-

13
kota. Dalam usaha memecahkan semua permasalahan kota-kota tersebut,
PBB merupakan forum terbaik untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dunia terhadap permasalahan kota-kota tersebut.

Tujuan Habitat II adalah untuk meningkatkan kesadaran global


dan nasional terhadap peran positif kota-kota sebagai pusat lapangan
kerja, investasi dan perdagangan, produksi dan konsumsi, budaya dan
ilmu pengetahuan, pasar dan pusat pelayanan untuk penduduk dan
produksi perdesaan, dalam rangka memperbaiki lingkungan hidup
manusia melalui investasi baru dan lebih efektif di bidang pembangunan
perumahan dan perkotaan. Habitat II dimaksudkan pula agar tiap negara
menyusun, menetapkan, dan selanjutnya melaksanakan rencana tindak
nasional (national plan of action) masing-masing berdasarkan prioritas
nasional dan lokal atau daerah. Selain itu, Habitat II bertujuan untuk
menetapkan dan melaksanakan Rencana Tindak Global (Global Plan of
Action) untuk mendukung rencana tindak nasional.

Untuk mencapai maksud tersebut di atas, Sekretariat Habitat ll


telah berupaya untuk mendorong berlangsungnya kemitraan agar
mobilisasi sumber daya dan investasi dapat lebih efektif, mengerahkan
partisipasi semua pelaku kunci pada tingkat global, nasional dan lokal,
memusatkan perhatian pada peningkatan kemampuan dan memperkuat
kelembagaan lokal, dan mendokumentasikan kasus-kasus terapan
unggulan (best practices) serta mengarahkan seluruh teknologi, ide dan
informasi yang tersedia untuk mengembangkan pemecahan baru. Karena
itu di samping konferensi Habitat II, di lstanbul diselenggarakan pula

14
berbagai acara terkait, seperti pertemuan kota-kota sedunia, forum audio-
visual, Pameran Perumahan dan Permukiman, diskusi-diskusi tematik,
dan forum mitra dari para walikota dan asosiasi kota, para pakar dan
akademisi, sektor swasta, organisasi non pemerintah dan masyarakat.

Untuk mempersiapkan bahan-bahan konferensi Habitat II, Habitat


membentuk komite persiapan yang keanggotaannya terbuka untuk semua
negara anggota PBB yang berminat. Komite Persiapan telah mengadakan
3 kali sidang. Sidang pertama diselenggarakan di Markas PBB di
Genewa dari tanggal 11 sampai pada tanggal 22 April 1994. Sidang
kedua diselenggarakan di Markas Habitat di Nairobi dari tanggal 24
April sampai pada tanggal 5 Mei 1995. Sidang ketiga diadakan di Markas
Besar PBB di New York dari tanggal 5 sampai pada tanggal 16 Pebruari
1996. Di antara sidang kedua dengan sidang ketiga diadakan dua kali
sidang Kelompok Perumus Informal (Informal Drafting Group), yang
terbuka untuk semua negara yang berminat, yang diselenggarakan di
Nairobi dari tanggal 17 sampai pada tanggal 21 Juli 1995 dan di Paris
dari tanggal 9 sampai pada tanggal 13 Oktober 1995. Setelah sidang
Komite ke 3, Sekjen PBB telah menyelenggarakan pertemuan kelompok
eminent person di New York pada tanggal 11 Maret 1996.

Di samping itu telah pula diselenggarakan beberapa seminar dan


lokakarya regional untuk membahas berbagai topik sebagai bahan
masukan kepada Habitat II. lndonesia telah berpartisipasi dengan
menyelenggarakan lokakarya mengenai pertanahan di Bali dengan
sponsor utama FIABCl lndonesia dan menghadiri lokakarya/seminar

15
regional lainnya. Diantaranya adalah seminar mengenai best practice di
Dubai, seminar/lokakarya mengenai transport and communication di
Singapura dan seminar/lokakarya migrasi yang diselenggarakan oleh
ESCAP di Bangkok.

16
Bagian 1

Persiapan Konferensi Habitat II

A. Sidang I Komite Persiapan Habitat II

Sidang I Komite Persiapan Habitat II diselenggarakan di Markas


PBB di Genewa dari tanggal 11 sampai pada tanggal 22 April 1994 dan
diresmikan oleh Sekretaris Jenderal PBB. Sidang dihadiri oleh 102
negara dan 11 organisasi internasional yang bernaung di bawah PBB dan
6 organisasi internasional yang menangani masalah khusus. Selain dari
itu hadir pula wakil 4 organisasi antar pemerintah, Delegasi Palestina dan
berbagai organisasi non pemerintah (NGO).

Delegasi RI ke sidang tersebut dipimpin oleh Bapak Mohamad


Seng Paselleri, Duta Besar RI untuk Kenya merangkap wakil tetap Rl
pada UNEP dan UNCHS/HABITAT. Wakil penggantinya Ir. Suyono,
Asisten I MENPERA dan penasehatnya Adian Silalahi, Dubes/Watap RI
Jenewa. Anggota delegasi RI lainnya adalah para pejabat dari Kantor
MENPERA, Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri, staf
Perwakilan Tetap RI di Jenewa dan Kedutaan Besar RI di Nairobi, dan
Perum Perumnas.

17
Sidang dibuka oleh Ms. Pamela Mboya selaku wakil ketua
Komite Persiapan Habitat II dan dilanjutkan dengan sambutan-sambutan
dari Ketua Komite Habitat II, Mr. Martti Lujanen; Sekretaris Jenderal
Konferensi, Mr. W. N'Dow; dan Under Secretary General Ms. E
Dowdeswell. Sidang diresmikan oleh Sekretaris Jenderal PBB.

Dalam sambutannya Mr. Martti Lujanen antara lain menyatakan


bahwa resolusi Sidang Umum PBB No. 47/180 menugasi Komite untuk
menyiapkan rancangan agenda sementara konferensi, menetapkan
pedoman untuk pendekatan yang harmonis untuk persiapan dan
pelaporan, dan menyiapkan rancangan keputusan konferensi, termasuk
rancangan rencana tindak (action plan).

Mr. Wally N'Dow dalam sambutannya menyatakan antara lain


bahwa semua kota dihadapkan pada kebutuhan akan percepatan
pertumbuhan ekonomi, untuk menjawab masalah kemiskinan dan
disintegrasi sosial yang terus tumbuh dan untuk memerangi serta
meringankan kemerosotan lingkungan yang diakibatkan oleh
pertumbuhan kota. Semua kota menghadapi keterbatasan sumber daya,
kekurangan kemampuan manajemen, kesulitan pengadaan prasarana, dan
konflik sosial yang meningkat.

Dunia telah berubah secara fundamental sejak Habitat I. Waktu


itu orang masih percaya bahwa urbanisasi yang cepat dapat diringankan
atau disebar. Hal tersebut tidak terjadi, urbanisasi dan pertumbuhan kota-
kota besar berlangsung terus. Pada tahun 1976 ada keyakinan penuh akan

18
peran dan kemampuan negara untuk memimpin dalam proses
pembangunan permukiman. Hal tersebut telah membawa pada kenyataan
keterbatasan negara dan pentingnya peran kekuatan ekonomi swasta
sebagai agen utama pembangunan dan pertumbuhan. Sementara proses
demokrasi yang makin dalam membuka era baru partisipasi, masyarakat
berusaha keras meningkatkan tekanan politik untuk perubahan dari
bawah, terutama ditingkat kotamadya. Terdapat pula komitmen lebih
besar terhadap pembangunan lingkungan yang berkelanjutan dan
kesadaran yang tumbuh tentang peran kota dalam pencapaiannya.

Ms. E Dowdeswell dalam sambutannya antara lain menyatakan


bahwa di masa depan sebagian besar orang akan lahir di kota-kota di
negara berkembang dan banyak diantaranya yang miskin. Agar ada
harapan bagi mereka, pembangunan ekonomi harus dilaksanakan di kota-
kota yang lingkungannya tidak banyak lagi menyangkut masalah kualitas
hidup, tapi mengenai hidup itu sendiri. Semakin miskin seseorang, makin
besar pengaruhnya. Banyak diantara mereka yang hidup di tanah marjinal
dan rawan secara ekologis, terperangkap pada lingkaran kemiskinan dan
kemerosotan lingkungan.

Sekjen PBB Mr. Boutros Boutros-Ghali dalam sambutan


peresmiannya antara lain menyatakan bahwa akibat paling nyata dari
migrasi besar besaran adalah pertumbuhan kota-kota. Kota akan jadi
tempat utama bagi perjuangan untuk pembangunan. Kota-kota akan
menghadapi arus masuk penduduk dalam jumlah besar/cepat. Mereka
ramai-ramai mencari kerja dan perumahan.

19
Pembiayaan yang besar akan diperlukan untuk prasarana dan
pelayanan. Pengaruh kebudayaan kebudayaan kota global terhadap
sumber daya bumi perlu dipahami jika kita ingin memasuki abad
mendatang dengan persiapan yang matang.

Organisasi sidang dibagi dalam sidang pleno dan dua sidang


komisi. Sidang pleno dimaksudkan untuk pengesahan agenda sidang dan
membahas laporan kemajuan dari Sekretaris Jenderal Konferensi,
pengaturan sidang-sidang komite selanjutnya, agenda sementara untuk
sidang II Komite Persiapan Habitat II, dan pengesahan laporan sidang I
Komite persiapan. Sidang Komisi I membahas persiapan yang dilakukan
pada tingkat nasional dan persiapan pada tingkat regional dan global.
Sidang Komisi II membahas draft Statement of Principles and
Committments dan draft lssue Papers and the Draft Format for the
Programmes and Subprogrammes of the Action Plan. Susunan biro
sidang terdiri dari:

Ketua : Mr. Martti Lujanen dari Finlandia


Wakil Ketua : Ms. Pamela Mboya dari Kenya
Mr. Stanley Kalpage dari Sri Langka
Mr. Hassan Aziz Ogly Hassanov dari Azerbaijan
Reporter : Marjorie Wloa Uiloa dari Equador

Pada sidang pleno delegasi RI telah menyampaikan statement


dengan pokok-pokok sebagai berikut:

20
 Selama 25 tahun mendatang semua negara akan dihadapkan pada
masalah permukiman, terutama permukiman bagi penduduk
perkotaan, yang pemecahannya perlu diupayakan bersama oleh
seluruh masyarakat dunia;

 Usaha perbaikan permukiman menghadapi kendala yang bersumber


pada penurunan kinerja ekonomi dunia, yang antara lain
mengakibatkan menurunnya investasi di bidang perumahan
permukiman;

 Pemerintah Republik lndonesia terus melakukan perbaikan kebijakan


perumahan dan permukiman dengan didasari keyakinan bahwa papan
dan permukiman merupakan salah satu isu pokok perbaikan kualitas
hidup manusia;

 Usaha menangani dan menyelesaikan masalah tersebut memerlukan


kerjasama antar negara yang lebih baik, antara lain dengan
pembentukan jaringan kerja, pertukaran informasi yang efisien dan
baik, memajukan alih teknologi yang aman, membangun kapasitas
setempat, serta saling bantu dalam pelatihan personil mengenai
teknologi baru.

Sidang komite yang telah menyepakati tujuan umum persiapan


dan konferensi Habitat II memutuskan untuk menerima rekomendasi
tentang persiapan-persiapan yang perlu dilakukan di tingkat nasional,
regional dan global, memberi akreditasi kepada sejumlah organisasi non-

21
pemerintah (NGO), memutuskan penunjukan komite tambahan
(subsidiary committee), waktu pelaksanaan Sidang II dan mengusulkan
kepada sidang Umum PBB tentang perlunya diselenggarakan sidang III
Komite Persiapan Habitat II pada awal tahun 1996.

Komite Persiapan menyarankan tujuan umum konferensi adalah


untuk meningkatkan kesadaran dunia tentang persoalan dan potensi
permukiman sebagai masukan penting bagi perkembangan di bidang
sosial dan pertumbuhan ekonomi dan membuat para pemimpin dunia
memberikan komitmennya untuk menjadikan kota-kota dan kampung-
kampung sehat, aman, berkeadilan dan berkesinambungan.

Untuk tingkat nasional, kegiatan persiapan bertujuan untuk


menyiapkan dan menetapkan/menerima dan melaksanakan rencana
tindak nasional (national plan of actions) berdasarkan strategi
pemberdayaan dengan partisipasi dan dukungan dari sektor swasta,
NGO, dan organisasi/kelompok swadaya masyarakat, serta meningkatkan
kemampuan kelembagaan untuk memonitor keadaan perumahan dan
proses urbanisasi dengan menggunakan indikator yang sedapat mungkin
seragam dan konsisten. Untuk pencapaian tujuan tersebut perlu disiapkan
program kerja, dukungan kelembagaan dan peningkatan kemampuan.

Sidang I Komite Persiapan menyarankan pula agar tiap Negara


menyiapkan laporan nasional yang berisi evaluasi keadaan perumahan
dan lingkungan serta pelaksanaan kebijakan dan strategi serta
permasalahan yang dihadapi, kebutuhan peningkatan kemampuan dan

22
contoh kasus terapan unggulan (best practices). Laporan nasional tersebut
harus berisi pula rencana tindak nasional yang menyertakan seluruh
pelaku pengembangan lingkungan, evaluasi khusus yang mungkin
diperlukan oleh suatu negara tertentu yang antara lain menyangkut
desentralisasi dan keterlibatan masyarakat, dan penentuan prioritas untuk
bantuan luar negeri yang diperlukan. Laporan tersebut diharapkan dapat
menyajikan informasi yang dapat dimanfaatkan dalam penyusunan
prinsip-prinsip, komitmen dan rencana tindak global (Global Plan of
Action) untuk Habitat II.

Secara internasional proses persiapan bertujuan untuk menyajikan


laporan keadaan permukiman, menghasilkan statement of principles and
Commitments (Prinsip-prinsip dan Komitmen), Rencana Tindak Global
(Global Plan of Action), dan menyediakan informasi yang seluas
mungkin tentang strategi, teknologi, sumber-sumber, pengalaman,
keahlian, dan sumber-sumber pendukung di bidang perumahan bagi
Sekretaris Jenderat Konferensi, negara negara peserta, dan masyarakat
internasional.

Untuk itu Sidang memutuskan bahwa di tingkat internasional


diperlukan kampanye kesadaran global untuk mendorong pengertian
yang lebih baik tentang isu-isu dan masalah permukiman serta
kemungkinan-kemungkinan pemecahannya, memaksimalkan berbagai
pengalaman dan pengetahuan untuk menunjang penyusunan Rencana
Tindak Global dan Pernyataan Prinsip-prinsip dan Komitmen,
mendorong dan menggerakan bantuan dan kerjasama bilateral dan

23
multilateral untuk mendukung proses persiapan nasional,
mendokumentasikan dan menyebarluaskan contoh-contoh kasus terapan
unggulan (best practices) dalam memecahkan masalah permukiman, dan
menyelenggarakan pameran internasional (world fair) yang relevan
dengan kepentingan Habitat II.

Dalam persiapan menghadapi Habitat II sidang sepakat bahwa


tiap negara peserta perlu membentuk Komite Nasional yang anggotanya
terdiri dari para pelaku yang terkait seperti pemerintah dari semua
tingkatan, para pemimpin masyarakat, orang-orang terkemuka, politisi,
kepala daerah, para akademisi, para saintis, pemimpin masyarakat,
organisasi-organisasi non-pemerintah dan kemasyarakatan, sektor swasta,
dan para ahli permukiman. Tugas utama komite nasional adalah
menyusun, menetapkan, dan melaksanakan program kerja untuk
memperkuat proses kemitraan, mengorganisir forum konsultasi lokal dan
nasional, menyusun evaluasi awal isu-isu permukiman, memfasilitasi
pembahasan isu-isu dan pilihan serta meningkatkan kesadaran,
memfasilitasi isu-isu prioritas dan pilihan-pilihan yang perlu masuk
dalam rencana tindak dan laporan nasional, menghasilkan laporan
nasional, melanjutkan proses konsultasi mobilisasi sumber daya untuk
pelaksanaan rencana tindak lokal dan nasional, dan menyiapkan serta
menyajikan dokumen audio visual tentang kasus-kasus terapan unggulan.
Sekretaris Jenderal Konferensi akan memfasilitasi kemitraan
internasional untuk menindak lanjuti pelayanan penasihatan atas
permintaan pemerintah untuk membantu mengorganisir konsultasi

24
nasional, memulai dan memfasilitasi dialog antar berbagai group yang
berkepentingan dan sintesis laporan.

Sidang mengharapkan para peserta konferensi pada tingkat


setinggi mungkin dan seluas mungkin mewakili seluruh pelaku, termasuk
pemimpin masyarakat di tingkat bawah, orang-orang terkemuka, politisi,
pemerintah, wakil-wakil rakyat, organisasi non pemerintah, masyarakat
pengusaha, akademisi dan saintis, media dan ahli permukiman dari sektor
publik dan swasta, dan diharapkan ada keseimbangan dari segi gender.

Di tingkat regional, Komisi Regional PBB memainkan peranan


sentral dalam proses persiapan, selama konferensi, dan sesudahnya.
Peran tersebut mencakup mengkoordinir dan memfasilitasi kegiatan
regional, memampukan negara-negara anggota yang kemampuan
kelembagaan dan keuangannya terbatas untuk berpartisipasi aktif dalam
proses persiapan dan dalam konferensi serta dalam persiapan laporan
regional keadaan permukiman.

Mengenai sidang II Komite Persiapan diputuskan bahwa kegiatan


sidang II sebaiknya mencakup penerimaan dan pembahasan bahan yang
disiapkan di tingkat nasional dan regional, mengevaluasi kemajuan
proses persiapan, mengidentifikasi kesimpulan yang muncul dan
mengarahkan kegiatan persiapan, membahas draft laporan keadaan
permukiman, prinsip-prinsip dan komitmen dan format serta isi rencana
tindak global, yang disiapkan oleh Sekretariat Jenderal Konferensi

25
dengan memperhatikan arahan-arahan yang diberikan oleh Sidang I
Komite.

Untuk membiayai Habitat II dan persiapannya, Sekretariat


Jenderal Konferensi diminta oleh Komite Persiapan untuk menetapkan
prioritas dan mengorganisir kegiatan dengan memperhatikan komitmen
para donor dan organisasi internasional yang ada dan yang diharapkan.
Disarankan 50% dana yang tersedia dibagi rata diantara negara-negara
berkembang dan sisanya dibagi diantara negara-negara sesuai kebutuhan
tambahan yang dapat dilihat dari berbagai faktor berdasarkan usulan
rencana yang harus mereka sampaikan.

Sehubungan dengan Draft Statements and Principles and


Commitments, Sidang Komite Persiapan mengarahkan agar Statement
tersebut memperkuat dan dalam rangka tujuan umum PBB, berisi
referensi pada prinsip-prinsip yang disahkan Habitat : Konferensi PBB
tentang permukiman, maupun referensi terhadap prinsip-prinsip dan
komitmen yang disahkan Konferensi PBB tentang Lingkungan dan
Pembangunan (Environment and Development) di Rio dan
memperkenalkan dasar pemikiran dari prinsip-prinsip dan komitmen
yang akan mengarahkan langkah-langkah nasional dan internasional di
bidang permukiman untuk 20 tahun yang akan datang.

Dalam perumusan Global Plan of Action perlu


mempertimbangkan arahan dari Sidang Umum PBB dan Resolusi nomor
47/180 serta mempertimbangkan pembahasan dalam laporan rancangan

26
format Global Plan of Action sebagaimana terefleksikan dalam laporan
Sidang I Komite Persiapan maupun dalam outline Global Plan of Action.
Global Plan of Action harus memperhatikan keputusan sidang umum
paragraf 2 (b) (v) resolusi 47/180 untuk memasukkan usulan untuk
memobilisasi, secara nasional dan internasional, sumber-sumber daya
manusia, keuangan dan teknis, dengan mempertimbangkan konsep
pemberdayaan dan komitmen sumber-sumber daya baru dan tambahan.

B. Sidang II Komite Persiapan Habitat II

Sidang II Komite Persiapan Habitat II diselenggarakan di Markas


PBB di Nairobi dari tanggal 24 April sampai pada tanggal 5 Mei 1995
bersamaan dengan sidang ke 15 Komisi Habitat. Sidang dibuka oleh Mr.
Martti Lujanen, Ketua Komite Persiapan Habitat II, disusul dengan
pembacaan sambutan tertulis Sekjen PBB, dan sambutan Mr. Wally
N'Dow, Sekretaris Jenderal Habitat II. Sidang diresmikan oleh Mr.
George Saitoti, Wakil Presiden dan Menteri Perencanaan dan
Pembangunan Nasional Republik Kenya. Sidang dihadiri oleh 122 negara
anggota PBB dan 12 organisasi yang bernaung di bawah PBB dan 1
organisasi internasional yang menangani masalah khusus. Selain dari
pada itu hadir pula utusan 6 organisasi antar pemerintah, delegasi
Palestina dan 68 organisasi non pemerintah (NGO).

Delegasi lndonesia ke sidang II Panitia Persiapan Habitat II dan


Sidang ke-15 Komisi Habitat dipimpin oleh Menteri Negara Perumahan

27
Rakyat. Anggota delegasi terdiri dari wakil-wakil/pejabat dari Kantor
Menteri Negara Perumahan Rakyat, Departemen Luar Negari,
Departemen Pekerjaan Umum, Kantor Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas, Departemen Dalam Negeri,
Departemen Keuangan, Dewan Perwakilan Rakyat RI, Kedutaan Besar
RI di Nairobi, Badan Kerjasama Antar Kotamadya Seluruh Indonesia,
Perum Perumnas, Bank Tabungan Negara, Real Estate Indonesia,
INKINDO, Asosiasi Perumahan Kooperatif, dan Yayasan Permukiman
Nasional.

Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal PBB, Mr. Boutros


Boutros Ghali antara lain menekankan agar Konferensi Habitat II
merupakan Konferensi untuk Komitmen, bagi pemerintah untuk
mengatasi permasalahan papan dan permukiman; bagi kalangan swasta
untuk memainkan peranan yang lebih besar dan lebih kuat dalam
penanggulangan masalah-masalah sosial, ekonomi dan lingkungan; dan
bagi masyarakat/LSM untuk memperkokoh kemampuan publik untuk
berperan sebagai agen pembangunan sosial dan ekonomi.

Ketua Sidang II Komite Persiapan Habitat II, Dr. Martti Lujanen,


menekankan antara lain bahwa berdasarkan indikator ekonomi, sosial dan
ekologi ternyata bahwa program pembangunan yang sedang berlangsung
cenderung menimbulkan kerusakan pada lingkungan dan kondisi
kehidupan manusia. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa meskipun
berbagai upaya reorientasi kebijakan pembangunan telah dilakukan,
namun tidak dapat dihindari terjadinya kesalahan kebijakan. Dia

28
menyatakan bahwa sidang amat penting karena akan memutuskan
pendekatan, komponen, dan outline dokumen utama untuk lstanbul.
Sidang harus pula merubah masukan-masukan dari berbagai seminar
sebelumnya, konferensi-konferensi dan pertemuan-pertemuan kedalam
saran kebijakan yang dapat dilaksanakan.

Sekjen Habitat II, Dr. Wally N'Dow menekankan perlunya


perombakan mendasar dari kebijakan pemerintah dalam mencari
pemecahan atas masalah perumahan dan permukiman, seperti dalam land
reform, upaya cepat dan terpadu dalam mengembangkan kebijakan yang
adil dan rasional, serta sekaligus menjamin kepastian hak atas tanah,
cara-cara baru untuk menggabungkan strategi pendanaan dan
penggunaan bahan-bahan lokal, serta kemitraan antara pemerintah,
swasta, dan masyarakat yang luas dan saling mendukung.

Wakil Presiden merangkap Menteri Perencanaan Pembangunan


Nasional Kenya, Prof. George Saitoti, dalam sambutan peresmiannya
menyatakan antara lain bahwa memburuknya kondisi permukiman
merupakan akibat bukan hanya dari keadaan ekonomi yang sulit,
kelebihan penduduk dan meningkatnya urbanisasi, tapi juga akibat dari
tidak adanya kebijakan yang tepat dan tidak cukupnya penanaman modal
di sektor perumahan dan permukiman. Ia juga menekankan perlunya
UNCHS (United Nations Centre For Human Settlements) tetap
dipertahankan dan diperkuat sebagai organ khusus dan terpisah dari
UNEP dalam rangka restrukturisasi PBB.

29
Pada sidang pleno delegasi Rl menyatakan penghargaan terhadap
segala usaha persiapan yang telah dilakukan Sekretaris Jenderal
Konferensi beserta seluruh stafnya dan menyampaikan pokok-pokok
kebijakan Rl dalam pembangunan nasional, termasuk kebijakan
pembangunan perumahan dan permukiman. Dikemukakan pula perlunya
pengembangan kebijakan pembangunan perkotaan yang mendukung
keterkaitan antara perkotaan dan perdesaan, pengurangan kemiskinan,
perlunya kemitraan dan peningkatan kerjasama internasional termasuk
kerjasama selatan-selatan.

Organisasi sidang dibagi dalam sidang pleno dan 2 sidang


kelompok kerja. Sidang pleno membahas topik-topik pengesahan agenda
dan tata kerja, pengaturan sidang III Komite Persiapan, agenda sementara
sidang III Komite Persiapan, dan pengesahan laporan sidang II Komite
Persiapan. Sidang Kelompok Kerja I membahas persiapan konferensi,
Laporan Keadaan Permukiman dan isu-isu utama yang disiapkan oleh
Sekretariat Konferensi. Sidang Kelompok Kerja II membahas Statement
of Principles and Commitments dan Global Plan of Actions. Susunan biro
sidang terdiri dari:

Ketua : Dr. Martti Lujanen dari Finlandia


Wakilketua : 1. Mr. E. Korliev, Watap Azerbaizan untuk PBB
2. Mr. H.L. de Silva, Watap Srilangka untuk PBB
3. Mrs. Pamela Mboya dari Kenya
Reporter : Marjorie Uilea dari Equador

30
Ketua Delegasi Turki dalam opening statementnya
menginformasikan berbagai event yang akan diselenggarakan pada
Konferensi Habitat II di Istanbul, seperti pameran dagang, pemeran best
practices, festival film, konser, simposium dan seminar.

Pada sidang pleno, acara general debate, ada 86 statement dari


pemerintah-pemerintah, organisasi antar pemerintah, dan organisasi non
pemerintah. Semua delegasi menyampaikan persiapan nasionalnya
masing- masing, termasuk pembentukan Komite Nasional, penyusunan
rencana tindak (action plans) dan laporan progres. Banyak negara telah
menyelenggarakan kampanye penyadaran, lokakarya, dan pertemuan-
pertemuan nasional dan lokal. Beberapa negara telah mulai program
indikator perkotaan dan mengevaluasi kebijakan perumahan dan
lingkungan dan menyampaikan usulan untuk kompetisi kasus terapan
unggulan di Dubai.

Banyak delegasi yang menjelaskan kejadian-kejadian terakhir


yang telah memperburuk persoalan perumahan permukiman, seperti
perang, bencana alam, dan krisis ekonomi. Negara-negara lainnya
menyebutkan usaha-usaha awal langkah-langkah nasional secara khusus,
seperti meningkatnya jumlah rumah sewa dan rumah murah untuk
masyarakat miskin, swastanisasi sektor perumahan dan memastikan hak
atas tanah, serta proses pemberdayaan masyarakat.

Banyak delegasi menanggapi tujuan Habitat II, seperti hubungan


perdesaan dengan perkotaan, kerjasama selatan-selatan (dikemukakan

31
oleh lndonesia), dan perlunya memperhatikan prinsip-prinsip dari
konferensi-konferensi sebelumnya, pembangunan perkotaan dan
ekonomi yang berkesinambungan, revisi mekanisme pembiayaan
perumahan, perkuatan UN Centre for Human Settlements (UNCHS),
peningkatan perencanaan kota, peningkatan kepastian hak atas tanah, dan
penekanan pada kualitas hidup.

Mengenai Global Plan of Action terdapat tanggapan-tanggapan,


antara lain: produk akhir harus merupakan satu dokumen yang
menunjukkan tujuan politik Konferensi, fokus pada hal-hal di tingkat
rumah tangga dan kota, peran masyarakat internasional yang jelas
terutama yang menyangkut bantuan teknis, keperluan terhadap usaha
untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk yang berlebihan. Dokumen
yang ada melampaui acuan yang diberikan kepada Konferensi dan
adanya masalah struktural yang mendasar pada dokumen.

Dalam pembahasan Draft Statement of Principles and


Commitments and Global Plan of Action belum dapat dicapai
kesepakatan. Filosofi dasar dan materi pokok GPA dianggap belum
mencerminkan kepentingan semua pihak dan kurang menggambarkan
keterkaitannya dengan konferensi-konferensi global sebelumnya. Karena
tidak dicapai konsensus maka rumusan akhir Dokumen Global Plan of
Action akan dibahas kembali dalam sidang III Komite Persiapan.

Pembahasan mengenai Organization of Work, Establishment of


Commitees and Procedural Matters pun menghadapi kendala dalam

32
mencapai konsensus. Perbedaan pandangan yang tajam terjadi terutama
dalam masalah peran serta otoritas lokal (local authorities) dan NGO
dalam Komite Nasional, delegasi nasional dan statusnya dalam sidang
dan konferensi yang berkaitan dengan Habitat II. Negara maju
menekankan perlunya memenuhi resolusi Majelis Umum PBB dan
rekomendasi sidang I Komite Persiapan dengan memberikan hak dan
status penuh bagi otoritas lokal dan NGO, sama halnya dengan delegasi
nasional. Negara-negara berkembang, termasuk lndonesia, mengakui
pentingnya peranan otoritas lokal dan NGO pada seluruh bidang
kegiatan, namun keberadaannya tetap merupakan bagian dari delegasi
nasional untuk menunjukan adanya proses kemitraan di tingkat nasional.
Selain itu, forum Habitat II merupakan forum PBB yang beranggotakan
negara bukan kelompok atau masyarakat yang ada pada suatu negara.

Dalam persiapan ke dan di Istanbul dimintakan agar Sekretariat


dan Pemerintah Turki dapat memberikan informasi yang lebih rinci
mengenai pedoman persiapan substansi dan draft agenda yang perlu
dilakukan pada tingkat nasional dan regional, persiapan logistik,
pendanaan, pameran, kemitraan global, penyempurnaan format penyajian
indikator, laporan progres nasional dan penerapan komitmen dan rencana
aksi global serta masalah stabilitas keamanan.

Dokumen GPA yang dibahas dalam sidang II Komite Persiapan


mulai dimatangkan pada sidang I Komite Persiapan. Selanjutnya
komunikasi dua arah pada tingkat nasional, regional, dan global telah
dilakukan untuk pengumpulan bahan-bahan yang akan dijadikan sebagai

33
kerangka kerja substansi dan procedural directives. Kemudian para
profesional staf UNCHS merumuskannya dan hasilnya telah ditanggapi
dan ditinjau oleh lebih dari 300 pakar dari seluruh dunia. Sekretariat
mengemukakan ada keterkaitan antara Draft GPA dengan konferensi-
konferensi besar PBB sebelumnya melalui 4 filosofi dasar yang
mengikat, yaitu civic engagement, sustainability, equity, dan enablement.
Sekjen Konferensi mengharapkan agar berdasarkan 4 filosofi dasar
tersebut dapat diperoleh konsensus dalam perumusan draft Dokumen
GPA.

Para delegasi umumnya memandang draft GPA masih


memerlukan banyak perbaikan. Negara maju pada umumnya
menginginkan agar draft dapat lebih berorientasi teknis dan lebih
menekankan pada pembangunan perkotaan berkelanjutan. Sedangkan
negara berkembang menginginkan agar draft dapat memuat tanggung
jawab masyarakat internasional, perlunya peningkatan dana dan
kemampuan teknik bagi kalangan ahli dan pemerintah daerah serta sektor
swasta, perbaikan peraturan penggunaan tanah, bahan bangunan, dan
konstruksi yang dapat dimasukkan dalam bentuk best practices,
pengentasan kemiskinan, peningkatan peranan wanita dan pemuda. Juga
disinggung masalah right to housing. Pembahasan berjalan berlarut larut
dan sulit mencapai kesepakatan. Karena itu pembahasan dilanjutkan
dalam lnformal Working Group yang bersifat open ended. Namun
kesepakatan tetap sulit dicapai.

34
Sementara kesepakatan masih belum tercapai, Uni Eropa
mengedarkan outline struktur pembahasan isi dokumen final yang terdiri
dari: Shelter for All, Sustainable Human Settlements, lnstitutions, Social
Concern and Implementation, yang diikuti dengan pengajuan draft-draft
baru oleh kelompok-kelompok regional lainnya. Untuk mempercepat
penyelesaian dibentuk Informal Drafting Group yang diketuai oleh Dr.
G.A.C. Khonje dari Zambia yang bertugas menggabungkan seluruh draft
GPA tersebut. Pembahasan drafting group disepakati bersifat tertutup
dimana anggota-anggotanya terdiri dari Jerman, Polandia dan Hongaria,
Sudan, AS dan Finlandia, Brazil dan Kuba, Kenya dan Senegal, Philipina
dan Cina, Pakistan (Kel 77), Inggris (Local Authorities) dan 2 NGO
Habitat lnternational dari Belanda dan Tanzania.

Hasil pembahasan lnformal Drafting Group kemudian diajukan


kepada Informal Working Group. Namun ternyata masih terdapat banyak
perbedaan tanggapan dari berbagai delegasi. Karena itu pembahasan
Draft GPA diakhiri dengan catatan a) masih banyak hal yang belum
dapat dirundingkan meskipun pembahasan intensif telah dilakukan, b)
Sekretariat akan menyajikan revisi draft terakhir sebagai bahan
pembahasan sidang III Komite Persiapan di New York pada bulan
Januari-Februari 1996, c) Informal Drafting Group merasa puas dengan
hasil akhir yang dicapai namun tidak dapat menerima amandemen
amandemen keputusan yang diajukan dan akan membahasnya kembali
pada sidang berikut.

35
Pada pembahasan Preparation for the Conference, Sekjen
Konferensi menyampaikan laporan kegiatan Sekretariat dalam
mempersiapkan Konferensi Habitat II. Pada tingkat nasional Sekretariat
telah mengirim dokumen kerja, pedoman, penjelasan dan jasa konsultasi
ke beberapa negara. Sekretariat mencatat 79 negara telah membentuk
komite nasional dan 52 negara telah menyampaikan national progress
reportnya. Pada tingkat regional dan sub regional berbagai pertemuan
persiapan telah dilakukan.

Dalam observasinya para delegasi pada umumnya menekankan


perhatian terhadap isu-isu yang berkaitan dengan persiapan di lstanbul,
penyebaran informasi, persiapan ditingkat nasional dan regional,
pendanaan, dan kemitraan dengan LSM. Untuk persiapan di lstanbul para
delegasi minta agar Sekretariat dari Turki dapat mempersiapkan draft
agenda, logistik, dan informasi yang dapat mempermudah persiapan
tingkat nasional. Sedangkan untuk masalah penyebaran informasi para
delegasi umumnya meminta agar sekretariat tidak terlambat
mendistribusikan informasi yang bermanfaat bagi persiapan nasional.
Dalam masalah persiapan tingkat nasional dan regional, masing masing
delegasi menyampaikan laporan mengenai pembentukan komite nasional,
penyelesaian laporan kerja tingkat nasional, penyelenggaraan seminar,
lokakarya dan pertemuan lainnya, kegiatan best practice, perumusan
indikator strategi dan kebijakan plan of action di tingkat nasional, serta
kampanye peningkatan kesadaran akan pentingnya Konferensi Habitat II.
Dalam hal pendanaan para delegasi minta agar pendistribusiannya sesuai

36
dengan keputusan Sidang I Komite Persiapan dan menyarankan agar
Sekretariat dapat lebih aktif mencari dana untuk mendukung partisipasi
penuh negara negara berkembang dan negara negara yang kurang maju.
Pembahasan mengenai kemitraan dengan LSM yang berjalan kurang
lancar diakhiri dengan kompromi yang memperbolehkan LSM
berpartisipasi sebagai peninjau pada konferensi dan komite utama sidang
sidang resmi.

Keputusan keputusan Sidang II Komite Persiapan dapat dibagi


dalam dua kelompok. Kelompok satu adalah keputusan keputusan yang
perlu ditindak lanjuti oleh Majelis Umum PBB dan kelompok dua adalah
keputusan-keputusan lainnya yang tidak memerlukan tindak lanjut dari
Majelis Umum PBB. Keputusan-keputusan yang memerlukan tindak
lanjut dari Majelis Umum PBB adalah keputusan keputusan yang
menyangkut pembiayaan konferensi, Sidang III Komite Persiapan
Konferensi dan yang menyangkut organisasi sidang.

Untuk pembiayaan Habitat II dan persiapannya, Komite


Persiapan mendesak agar semua pemerintah, terutama dari negara negara
maju dan yang mampu, serta badan badan keuangan internasional dan
regional untuk meningkatkan kontribusi mereka, baik dalam bentuk dana
maupun natura, dan meminta Sekjen Konferensi untuk menjajaki segala
cara yang mungkin untuk pendanaan, termasuk sektor swasta dan
yayasan yayasan. Sidang meminta pula agar Majelis Umum PBB
mengalokasikan dari sumber sumber anggaran PBB dana untuk
membiayai bantuan sementara yang bersifat umum, pelayanan

37
penasehatan, operasi sekretariat, komunikasi, konsultan, penyebarluasan
informasi, dan pengeluaran lain-lain mulai Oktober 1995 sampai Juli
1996.

Mengenai Sidang III Komite Persiapan, Komite dengan


memperhatikan resolusi Majelis Umum PBB 49/109 tanggal 19
Desember 1994, yang antara lain menyepakati diselenggarakannya
Sidang III Komite Persiapan, memutuskan untuk menyarankan agar
Sidang III Komite Persiapan diselenggarakan di Markas Besar PBB di
New York dari tanggal 12 sampai pada tanggal 23 Pebruari 1996. Tujuan
Sidang III tersebut adalah untuk menyepakati Draft Statement of
Principles and Commitments dan Global Plan of Actions serta
menyepakati agenda sementara, tata tertib, dan organisasi konferensi
untuk dimintakan pengesahan dari Majelis Umum PBB.

Mengenai tata tertib sidang, termasuk pembentukan komite


komite dan hal hal yang berkaitan dengan prosedur sidang, Komite
persiapan telah menyiapkan rekomendasi kepada Majelis Umum
mengenai perlunya diselenggarakan konsultasi pendahuluan menjelang
konferensi, pemilihan petugas sidang, pengesahan tata tertib, pengesahan
agenda, organisasi sidang, partisipasi local authorities, dan laporan
konferensi. Rekomendasi disiapkan berdasarkan pengalaman konferensi-
konferensi PBB sebelumnya dan kebutuhan akan partisipasi seluas
mungkin dari seluruh pelaku terkait dalam proses persiapan konferensi
sesuai dengan paragraf 16 resolusi Majelis Umum PBB 49/109 tanggal
19 Desember 1994.

38
Maksud pertemuan pendahuluan adalah untuk menyepakati
rekomendasi-rekomendasi yang akan diajukan mengenai seluruh tata
tertib dan hal-hal yang berkaitan dengan organisasi sidang yang akan
ditangani konferensi pada pertemuan pembukaan, termasuk pemilihan
petugas, susunan komite umum, pengesahan tata tertib, pengesahan
agenda dan organisasi pekerjaan, penunjukan anggota komite kredensial
dan pengaturan untuk persiapan laporan konferensi. Rancangan tata tertib
yang dihasilkan Sidang II Komite Persiapan berisi aturan mengenai
perwakilan dan kredensial, petugas sidang, Komite Umum, Sekretariat
konferensi, pengambilan keputusan, badan-badan pembantu/tambahan,
bahasa dan pencatatan, pertemuan umum dan pribadi, peserta lain dan
pengamat yang diundang Majelis Umum, perubahan dan penangguhan
peraturan tata tertib.

Keputusan-keputusan lain yang tidak memerlukan tindak lanjut


oleh Majelis Umum terdiri dari keputusan-keputusan mengenai kegiatan
persiapan, laporan tentang hasil review keadaan permukiman, kriteria
untuk pencalonan dan pemilihan kasus unggulan (best practices),
pertemuan antar sidang untuk menyiapkan rancangan-rancangan
Statement of Principles and Commitments and the Global Plan of Action,
dan akreditasi NGO.

Keputusan mengenai kegiatan persiapan mencakup tujuan,


kegiatan dan pelaporan di tingkat nasional, tujuan dan kegiatan di tingkat
regional dan tujuan dan kegiatan di tingkat internasional.

39
Persiapan di tingkat nasional dapat dianggap sebagai kegiatan
peningkatan kemampuan, dan merupakan kesempatan untuk mengakses
kecenderungan dan keadaan permukiman secara nasional dan lokal, dan
sekaligus membentuk sistem tetap untuk monitoring dan tindak lanjut
tentang kecenderungan dan keadaan permukiman. Untuk itu tiap negara
perlu membentuk Komite Nasional untuk melakukan persiapan
konferensi dan menyampaikan laporan nasional.

Di tingkat regional, komisi-komisi regional PBB dan organisasi-


organisasi regional lainnya menyelenggarakan dan berpartisipasi dalam
pertemuan persiapan yang memberikan kesempatan kepada negara-
negara untuk berbagi pengalaman dari persiapan di negaranya dan
mengidentifikasi isu-isu yang menjadi perhatian bersama dibidang
perumahan dan permukiman.

Di tingkat internasional Komite Persiapan menyetujui


diteruskannya dukungan oleh Sekretaris Jenderal Konferensi kepada
Komite Nasional untuk antara lain indikator perumahan dan perkotaan
dan kasus unggulan. Komite Persiapan meminta sekretaris Jenderal,
organisasi regional dan sub regional dan instansi-instansi donor bilateral
dan multilateral untuk melanjutkan penyediaan sumber kerjasama
tekniknya untuk mendukung usaha negara-negara menyiapkan dan
memasukkan laporan dan rencana tindak nasionalnya (national action
plan), meminta lembaga pembiayaan dan teknik untuk terus membantu
Sekjen dalam menangani indikator dan kasus unggulan dan meminta
Sekjen menyiapkan studi-studi kelayakan untuk membiayai dan

40
membentuk program dukungan internasional untuk mewujudkan tujuan
Global Plan of Action, terutama monitoring dan penerapan indikator
perumahan dan perkotaan, mendorong dan belajar kasus unggulan dan
mendirikan fasilitas latihan kepemimpinan.

Mengenai laporan keadaan permukiman, Komite persiapan


memutuskan bahwa berbagai hasil penelitian dan studi termasuk 4 review
dan laporan global tentang permukiman perlu disintesis dengan koreksi
dan perubahan yang dianggap perlu menjadi satu laporan yang isinya
konsisten sebelum sidang III. Laporan tersebut merupakan kompendium
dari isu dan kecenderungan bidang perumahan dan permukiman, evaluasi
dari kebijakan dan program sekarang dan masa lalu, serta pandangan ke
depan dengan asumsi-asumsi tertentu. Laporan harus disajikan pada
sidang III dan sebelum Konferensi Istambul perlu diterbitkan untuk
konsumsi publik.

Mengenai kriteria Best Practice, sidang menetapkan bahwa best


practice harus menunjukkan dampak positip dan tangible terhadap
perbaikan lingkungan hidup dalam sekurang-kurangnya satu dari kategori
yang menjadi perhatian konferensi. Diantaranya: pembangunan
perumahan dan masyarakat yang berkelanjutan; pembangunan kota dan
daerah yang berkelanjutan; manajemen permukiman yang berkelanjutan,
efisien, dapat dipertanggung jawabkan, dan transparan. Best practice
harus didasarkan pada kemitraan dua atau lebih pelaku yang
diidentifikasi sebagai mitra dalam persiapan nasional Habitat II. Sidang
menetapkan pula format laporan best practice yang diikutkan dalam

41
lomba dan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam penunjukkan
anggota tim penilainya. Format laporan untuk pemasukan pertama untuk
setiap best practice wajib mengikuti struktur dan urutan judul sebagai
berikut: judul, nama organisasi kunci, dan kelompok yang terlibat dalam
best practice, waktu-waktu penting dalam sejarah best practice, uraian
keadaan lingkungan sebelum best practice dilaksanakan, uraian keadaan
lingkungan sekarang, dan uraian strategi untuk mencapai perbaikan
kondisi lingkungan.

Komite persiapan ternyata tidak berhasil menyelesaikan agenda


mengenai Statement of Principles and Commitments dan Global Plan of
Actions. Karena itu komite memutuskan untuk melanjutkan penyusunan
rancangan dan peninjauan dokumen dalam waktu antar sidang dalam
kelompok terbuka, dengan 15 anggota inti yang sama dan minta agar
sekjen konferensi memberikan bantuan sebagaimana mestinya selama
proses tersebut. Diputuskan pula bahwa pertemuan antar sidang akan
membahas bahan yang disiapkan oleh Sekretariat Konferensi dengan
memanfaatkan hasil sidang II dan masukan-masukan dari semua negara.
Penyelenggaraan sidang ditetapkan sebelum akhir Agustus 1995. Bila
dianggap perlu dapat diselenggarakan pertemuan antar sidang kedua
sebelum Oktober 1995. Hasil pertemuan antar sidang tersebut akan
dibahas dalam Sidang III Komite Persiapan Habitat II di New York.

Sidang II Komite Persiapan telah memberikan akreditasi terhadap


para NGO, yang merupakan tambahan terhadap NGO yang telah
memperoleh akreditasi pada sidang I Komite Persiapan.

42
Sidang telah pula menerbitkan petunjuk untuk persiapan pada
tingkat nasional yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama petunjuk
proses persiapan di tingkat nasional dan outline dari laporan nasional,
dan bagian kedua petunjuk singkat penerapan indikator perumahan dan
perkotaan dan petunjuk singkat untuk pemilihan dan pelaporan kasus
terapan unggulan untuk memperbaiki lingkungan hidup.

C. Pertemuan Intersessional Informal Drafting Group

Sesuai dengan keputusan Komite Persiapan Habitat II pada


sidangnya yang kedua di Nairobi bulan Juli 1995, antara sidang II dan
sidang III Komite Persiapan telah diselenggarakan dua kali pertemuan
lnformal Drafting Group (yang dibentuk oleh Working Group II dari
Komite Persiapan). Pertemuan pertama diselenggarkan di Nairobi dari
tanggal 17 sampai pada tanggal 21 Juli 1995 dan pertemuan kedua
diselenggarakan di Paris dari tanggal 9 sampai pada tanggal 13 Oktober
1995.

Pertemuan pertama dibuka oleh Dr. Glyn A.C. Khonje, Ketua


Open Ended lnformal Drafting Group. Pertemuan dihadiri oleh ke 15
anggota kelompok inti, para wakil tetap negara-negara pada UNCHS/
Habitat di Nairobi, wakil-wakil dari UNEP, UNFPA, Bank Dunia,
organisasi Shelter Afrique, dan 4 NGO. lndonesia diwakili oleh Kedutaan
Besar RI di Nairobi.

43
Pertemuan telah membahas dokumen yang berjudul rancangan
Global Plan of Action yang disusun oleh Sekretariat Habitat II sesuai
dengan keputusan Sidang II Komite Persiapan.

Dokumen terdiri dari 4 bagian. Bagian I, II, dan III terdiri dari
Preamble, Goals and Principles, dan Commitments yang merupakan
hasil perundingan Informal Drafting Group (lDG) dari Kelompok Kerja
(Working Group) II dari Sidang II Komite Persiapan yang
diselenggarakan di Nairobi dari tanggal 24 April sampai pada tanggal 5
Mei 1995. Bagian IV dari dokumen tersebut terdiri dari rancangan
strategi untuk pelaksanaan, yang disiapkan oleh Sekretariat berdasarkan
bagian bagian sebelumnya.

Para peserta pertemuan IDG berpendapat bahwa Bagian IV yang


disiapkan oleh Sekretariat konsepnya kurang jelas dan terdapat kekurang
serasian antara Bagian IV dengan tiga bagian lainnya yang telah dibahas
pada Sidang II Komite Persiapan. Pertemuan IDG pun menilai bahwa
dokumen terlalu panjang dan bagian IV dari bahan yang disiapkan oleh
Sekretariat terlalu memusatkan pada isu prosedur dan manajemen dan
kurang membahas aspek substansi dengan terlalu sedikit materi tentang
kebijakan serta tidak ada usulan untuk usaha bersama para pemerintah.
Beberapa delegasi berpendapat bahwa judul Bagian IV Urban Agenda
salah arah karena tidak memperhatikan aspek perdesaan dan salah satu
tema lain Habitat II yaitu shelter for all.

44
Karena itu pertemuan IDG mengesampingkan dokumen yang
disiapkan oleh sekretariat dan sebagai gantinya menyepakati untuk
menggunakan rancangan yang diusulkan oleh Europeon Union (EU)
sebagai acuan penyusunan kembali Bagian IV. Dari rancangan usulan
Europeon Union (EU) yang terdiri dari 3 bagian, yaitu Sustainable
Human Settlements Development in an Urbanizing World, Adequate
Shelter for All dan Capacity and Institutional Development, disepakati
pertemuan ditambah dengan dua bagian lagi, yaitu International
Cooperation and Coordination dan Monitoring and Evaluation.
Dokumen secara keseluruhan akan merupakan Agenda Habitat untuk dua
dekade pertama dari abad ke 21.

Untuk pembahasan lebih lanjut struktur dan isi Bagian IV


dibentuk dua sub komite. Sub komite I diketuai oleh Mr. G. Maina dari
Kenya ditugasi untuk membahas Chapter 1 Adequate Shelter for All,
Chapter 3 Capacity Building and lnstitutional Development, dan Chapter
5 Monitoring and Evaluation. Sub komite 2 diketuai oleh Mr. Shafgat
Kakakhel wakil tetap Pakistan untuk Habitat ditugasi untuk membahas
Chapter 2 Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing
World dan Chapter 4 lnternational Cooperation and Coordination.

Struktur Chapter 1 Adequate Shelter for All disetujui oleh peserta


IDG pada umumnya, namun negara-negara berkembang menyatakan
perlunya dihindari generalisasi kebijakan mengenai masalah perumahan
karena adanya perbedaan prioritas permukiman di berbagai negara.
Mengenai Chapter 2 Sustainable Human Settlements Development in an

45
Urbanizing World disepakati bahwa masalah urbanisasi telah
menciptakan tantangan yang memerlukan penyelesaian secara sistematis.
Masalah tersebut perlu dituangkan dengan jelas di dalam dokumen untuk
Konferensi Habitat II. IDG akhirnya berhasil menyepakati rancangan
baru untuk chapter 1, 2 dan 3 dari Bagian IV.

Sampai hari terakhir pertemuan 1 Informal Drafting Group, masih


belum tercapai kesepakatan mengenai beberapa isu pokok Chapter 4 dan
5 dari Part IV. Untuk Chapter 4 lnternational Cooperation and
Coordination terdapat perbedaan pendapat antara beberapa negara maju
dengan Kelompok 77. Akhirnya disepakati bahwa Chapter 4 akan
disampaikan kepada para pemerintah seperti apa adanya, ditambah
catatan mengenai posisi kelompok 77 dan China, AS dan Uni Eropa
bukan sebagai teks hasil perundingan. Setelah mendapat tanggapan dari
para pemerintah akan diserahkan kepada pertemuan 2 IDG yang akan
diselenggarakan mulai tanggal 9 sampai pada tanggal 13 Oktober 1995.

Tempat penyelenggaraan IDG 2 belum dapat ditetapkan dalam


pertemuan karena adanya masalah pembiayaan, meskipun Nairobi, Paris,
dan New York atau lstanbul sebagai calon. Peserta pertemuan 1 IDG
pada umumnya mengusulkan agar pertemuan 2 IDG diadakan di Nairobi
sehingga bisa menekan biaya penyelenggaraannya. Namun karena ada
tawaran dari Pemerintah Perancis untuk menjadi tuan rumah pertemuan
ke-2 lDG, Sekretariat Habitat II akhirnya menetapkan bahwa pertemuan
ke-2 IDG akan diselenggarakan di Paris dari tanggal 9 sampai pada
tanggal 13 Oktober 1995.

46
Pertemuan antar sidang II lnformal Drafting Group (lDG) dibuka
oleh Sekjen Habitat II, Mr. Wally N'Dow untuk melanjutkan pembahasan
Draft Habitat Agenda yang disiapkan oleh sekretariat Habitat II sesuai
dengan penugasan dari Pertemuan 1 IDG. Untuk itu IDG membentuk dua
kelompok kerja. Kelompok kerja I diketuai Dr. I. M. lbrahim (Sudan) dan
ditugasi untuk membahas Part I Preamble dan Part II Goals and
Principles. Kelompok Kerja II diketuai oleh Ms. O, Berghall dari Finland
dan ditugasi untuk membahas Part III Commitments. Bagian IV Global
Plan of Action dibahas dalam pertemuan pleno.

Dokumen Habitat Agenda yang dibahas pada pertemuan 2 IDG


adalah The Habitat Agenda yang telah diperbaiki dengan memanfaatkan
tanggapan dan masukan yang diterima sekretariat Habitat II sampai pada
tanggal 15 September 1995. Dokumen tersebut terdiri dari empat bagian
(part). Bagian I, II, dan III (Preamble, Goals and Principles, and
Commitments) adalah hasil perundingan lnformal Drafting Group dari
Kelompok Kerja II dari Sidang II Komite Persiapan yang
diselenggarakan di Nairobi dari tanggal 24 April sampai pada tanggal 5
Mei 1995 dan tanggapan yang diterima sekretariat dari para pemerintah
dan para penelaah dari seluruh dunia. Bagian IV dari dokumen berupa
rancangan strategi pelaksanaan yang disiapkan oleh IDG pada pertemuan
antar sidang yang pertama, yang telah diperbaiki berdasarkan tanggapan
yang diterima dari para pemerintah dan para reviewer lain dari seluruh
dunia.

47
IDG telah membahas secara intensip dan menyiapkan draft baru
Part I, II, dan III dan memperbaiki Part IV. Akhirnya pertemuan antar
sidang IDG dapat menghasilkan draft The Habitat Agenda.

D. Sidang III Komite Persiapan Habitat II

Sidang III Komite Persiapan Habitat II diselenggarakan di


Markas Besar PBB di New York dari tanggai 5 sampai pada tanggal 16
Februari 1996. Sidang dibuka oleh Ketua Komite Persiapan Dr. Martti
Lujanen dari Finlandia dengan sambutan-sambutan dari Sekjen PBB
Boutros Boutros Ghali, Sekjen Konferensi Mr. Wally N'Dow, Asisten
Sekjen United Nation Centre for Human Settlements, the Associate
Administrator UNDP, dan Executive Director United Nations Population
Fund. Sidang dihadiri dari beberapa negara, 4 badan lnternational yang
bernaung di bawah PBB dan 7 badan internasional lainnya, wakil
Palestina, 11 organisasi antar pemerintah, wakil-wakil organisasi otoritas
lokal dan beberapa NGO.

Delegasi lndonesia dipimpin oleh Asisten I Menteri Negara


Perumahan Rakyat dengan anggota terdiri dari pejabat/wakil dari Kantor
Menteri Negara Perumahan Rakyat, Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup, Kantor Menteri Negara Agraria, Departemen Luar Negeri,
Departemen Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen
Transmigrasi dan Permukiman Perambah Hutan, Perwakilan Tetap Rl

48
untuk PBB di New York, Sekjen BKS-AKSI, Prof. Johan Silas, dan Drs.
Ferry Sonneville.

Dalam sambutannya Mr. Wally N'Dow menyatakan bahwa


dokumen yang akan dibahas kurang mengemukakan kerjasama
internasional, yang merupakan hal penting untuk melaksanakan Habitat
Agenda. Demikian pula isu kritis lainnya seperti sumber pembiayaan dan
pengaturan kelembagaan untuk menjamin berhasilnya pencapaian tujuan
Habitat II. Mr. Wally N’Dow menyinggung pula terbatasnya dukungan
keuangan dari PBB untuk Konferensi, namun ia mengemukakan telah
berhasil mengumpulkan 95% dari dana yang diperlukan untuk
Konferensi dari sumber-sumber di luar PBB. la menyatakan pula bahwa
tujuan Konferensi adalah agar pada millenium baru kita bisa melihat
realisasi janji tentang yang lebih baik dalam kebebasan yang lebih luas
untuk semua orang. lsu yang dibahas adalah isu utama masa kini yang
mencakup pekerjaan, perumahan, keamanan, pelayanan, kualitas
lingkungan hidup, dan hak orang biasa untuk turut mengambil keputusan
yang akan mempengaruhi kehidupannya. Mr. Wally N'Dow
mengingatkan bahwa pertemuan diselenggarakan bukan untuk
melibatkan diri dalam politik yang picik atau memperdebatkan siapa
harus berbuat apa, tetapi untuk membicarakan bagaimana kita dapat
bekerjasama untuk mendorong pengembangan manusia dengan
memperbaiki kondisi kehidupan di kota-kota dan di desa-desa.

Mr. Boutros Boutros-Ghali dalam sambutan peresmiannya


mengemukakan Konferensi mendapat tugas dari Majelis umum PBB

49
untuk merumuskan Global Plan of Action untuk memandu usaha
nasional dan internasional dibidang permukiman dalam dua dekade
pertama abad ke 21 yan akan datang. Tugas utama Komite Persiapan
Habitat II pada sidang ke 3 adalah merundingkan Plan of Action dan
Statement of Principles and Commitments. Dokumen yang akan dibawa
ke lstanbul adalah dokumen penting yang menunjukkan jalan atau cara
dan menetapkan tujuan yang realistis dan dapat dicapai. Habitat
melengkapi konferensi-konferensi global yang berlangsung mulai dengan
Earth Summit di Rio de Janeiro tahun 1992 dan menjadi puncak
konferensi-konferensi global PBB pada abad ini. la memuji para delegasi
ke Komite Persiapan atas penetapan pola baru dalam cara masyarakat
internasional melakukan usahanya dengan menetapkan aturan yang
membolehkan local authorities dan seluruh partner terkait untuk
menyampaikan pandangannya pada Konferensi. Ia mengatakan pula
bahwa Habitat II tidak akan menjadi konferensi yang hanya membahas
masalah, tetapi akan pula menentukan pemecahannya. Konferensi akan
memotivasi dunia untuk menjadikan permukiman berkelanjutan sebagai
suatu aturan dan tidak sebagai suatu pengecualian di abad mendatang.

Ketua delegasi lndonesia, dalam statementnya mengemukakan


antara lain bahwa delegasi Indonesia bertekad untuk berpartisipasi aktif
dalam proses persiapan dan dalam Konferensi Habitat II. Kita harus
bertekad untuk mengatasi sebab-sebab timbulnya berbagai masalah
permukiman seperti: bermunculannya mega city, kemiskinan,
perpindahan penduduk besar-besaran dari perdesaan ke perkotaan,

50
kemerosotan lingkungan yang menyertai kemerosotan perumahan dan
permukiman yang terus menimpa lebih dari satu milyar orang.

Tantangan kita adalah untuk menyiapkan rancangan yang dapat


memenuhi kedua tema utama konferensi yaitu adequate shelter for all
dan sustainable human settlements development in an urbanizing world.

Dikemukakan pula bahwa krisis permukiman terutama


disebabkan karena keterbelakangan. Karena itu pertumbuhan ekonomi
yang merupakan sumber utama pembangunan merupakan komponen
penting yang harus dimasukkan dalam draft Global Plan of Action.
Tanpa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan negara-negara
berkembang tidak akan dapat mengejar ketinggalannya dari negara-
negara maju.

Dalam menangani masalah pembangunan ekonomi dan sosial


serta perlindungan lingkungan, Delegasi Rl mendukung usaha
pemberdayaan masyarakat dan sektor swasta. Pemberdayaan tersebut
memerlukan dukungan nasional maupun internasional, karena walaupun
masalah permukiman merupakan tanggung jawab pemerintah nasional
namun tanpa dukungan dunia internasional tidak ada jaminan bahwa
dampaknya akan berkelanjutan. Karena itu kerjasama internasional perlu
mendapat perhatian dan masyarakat internasional perlu memenuhi
kesepakatan internasional untuk mencapai target 0,7% GNP untuk ODA
dan 0,15 GNP untuk membantu negara-negara berkembang.

51
Indonesia mendukung pula adanya hak atas perumahan yang
dikaitkan dengan adanya kewajiban untuk berperan serta dalam
penyediaannya dalam rangka kemitraan antara semua pelaku terkait.
Sedangkan untuk pelaksanaan hasil Konferensi Habitat II lndonesia
berpendirian bahwa United Nation Centre for Human Settlements
(UNCHS) perlu dipertahankan keberadaannya untuk memonitor
pelaksanaan Global Plan of Action.

Akhirnya Delegasi Rl menghimbau masyarakat internasional,


terutama negara maju, untuk menyediakan fasilitas agar semua negara
dapat berperan serta dalam konferensi Habitat II.

Komite Persiapan membentuk 2 Kelompok Kerja (pokja). Pokja I


dipimpin oleh Pamela Mboya untuk membahas status of preparation for
the UN Conference on Human Settlements (Habitat II), mencakup: trust
funds, status of review reports and other substantive documentation to be
submitted to the conference, public information program, partner’s
forums, organization of the conference including rules of procedures,
best practices and exhibitions. Pokja II dipimpin oleh Herman Leonard
De Silva untuk membahas draft Statements of Principles and
commitments and Global plan of Action. Materi lainnya, yang dibahas
dalam sidang pleno, adalah agenda sementara konferensi, akreditasi
NGO dan organisasi lokal. Pokja II kemudian dibagi menjadi 2 group.
Sub group A membahas draft statements, preamble, gools and principles
international cooperation and coordination, dan institutional arangement.
Sub groub B di ketuai oleh Mr. Glyn Khonje. Sub Group B membahas

52
the global plan of action. Sub group B kemudian membentuk sub group
C untuk menangani isu hak atas perumahan.

Perlu dicatat bahwa berhubung sidang dilaksanakan pada bulan


Ramadhan, delegasi negara-negara lslam mengusulkan kepada
Sekretarial Habitat II untuk merubah jam sidang yang semula ditetapkan
dari jam 10.00 sampai jam 18.00, menjadi dari jam 09.00 sampai jam
17.00. Namun, karena kesulitan teknis tidak disetujui oleh Sekretariat
Konferensi.

Beberapa isu yang menjadi bahan perdebatan seru diantaranya


adalah:

a. right to housing;
b. kerjasama internasional dalam pelaksanaan hasil Habitat II;
c. sumber dana untuk pelaksanaan hasil Habitat II;
d. review pelaksanaan hasil Habitat II oleh Sidang Umum-PBB;
e. kerjasama Pemerintah Daerah dengan luar negeri;
f. migrant workers;
g. penduduk yang terkena gusuran;
h. perhatian khusus terhadap kelompok rawan, seperti gelandangan
dan orang miskin;
i. gender issues;
j. alih teknologi dan intellectual property;
k. peran NGO dalam konferensi Habitat II.

53
Mengenai right to housing mendapat tantangan keras dari
Amerika serikat karena khawatir setiap warga AS yang tidak punya
rumah akan menuntut pemerintah AS untuk menyediakannya. Negara
lain yang menentang right to housing adalah Jepang dan Korea Selatan.
lndonesia telah berperan untuk menjembatani perbedaan pendapat
mengenai right to housing dengan mengemukan bahwa right to housing
tidak dapat dipisahkan dari responsibility to participate in housing
production/provision.

Mengenai pelaksanaan hasil Habitat II ada keengganan dari


negara-negara maju untuk bekerja sama. Mereka mengatakan bahwa itu
harus menjadi tanggung jawab nasional masing-masing negara. Negara-
negara berkembang mengakui bahwa pembangunan perumahan dan
permukiman pada dasarnya adalah tanggung jawab nasional masing-
masing negara, namun tanpa kerjasama internasional negara berkembang
akan sulit mengejar ketinggalannya dari negara-negara maju.

Mengenai sumber dana untuk pelaksanaan hasil Habitat II negara-


negara berkembang menuntut negara-negara maju untuk memenuhi
kesepakatan internasional untuk menyediakan 0,7 % GNP untuk bantuan
pembangunan luar negeri, termasuk dalam pembangunan perumahan dan
permukiman. Di samping itu perlu diusahakan sumber-sumber
pendanaan baru. Hal tersebut ditolak oleh negara-negara maju.

Mengenai peran United Nations Centre for Human Settlements


negara-negara maju berpendapat UNCHS tidak efisien, karena itu

54
pelaksana tugasnya sebaiknya diserahkan kepada lembaga UN lainnya
dalam rangka perampingan dan efisiensi organisasi UN. Sedangkan
negara-negara berkembang berpendapat bahwa UNCHS perlu
dipertahankan dan diperkuat agar hasil Habitat II dapat dimonitor dan
dikembangkan dengan baik.

Mengenai kerjasama pemerintah daerah dengan pihak luar negeri,


yang dikemukakan oleh negara-negara maju, banyak negara berkembang
yang keberatan dengan kerjasama langsung antara pemerintah daerah
dengan luar negeri. Mereka berpendapat bahwa kerjasama pemerintah
daerah dengan luar negeri harus dilaksanakan dalam kerangka kerjasama
antar negara.

Masalah perumahan untuk migrant worker diperjuangkan dengan


gigih oleh Philipina, yang merupakan pengekspor tenaga kerja yang
besar. Namun mendapat respon yang kurang memenuhi harapannya.

Mengenai penduduk yang terkena gusur banyak disuarakan oleh


NGO dengan dukungan atau melalui delegasi negara-negara maju.
Perdebatan berjalan cukup seru dan berakhir dengan kompromi bahwa
yang perlu perhatian adalah mereka yang digusur dengan cara yang
melawan hukum, yang perlu diberikan perumahan pengganti yang
memenuhi syarat.

Ada isu gender tertentu yang mendapat tantangan keras dari


beberapa negara lslam dan Katolik, yaitu yang menyangkut persamaan
hak antara pria dan wanita. Persamaan hak tersebut harus memperhatikan

55
perbedaan kodrati diantara keduanya. Negara-negara lslam khususnya
keberatan untuk persamaan dalam hal memperoleh waris, karena itu tidak
sesuai dengan ketentuan agama.

Mengenai alih teknologi nampak adanya keengganan negara maju


untuk menyetujui sepenuhnya perlunya alih teknologi, terutama dari
negara maju ke negara berkembang. Mereka pun menuntut adanya
perlindungan yang nyata terhadap intelectual property.

Mengenai peran NGO dalam konferensi Habitat II banyak negara


berkembang yang keberatan jika mereka diberi hak penuh dalam
mengikuti konferensi negara berkembang berpendapat bahwa konferensi
Habitat II adalah konferensi antar anggota PBB, yang diwakili oleh
delegasi resmi. Karena itu kehadiran wakil NGO harus merupakan
anggota dari delegasi negara yang bersangkutan. Hal tersebut sesuai pula
dengan prinsip kemitraan di tingkat nasional. Akhirnya ada kompromi
yang membolehkan NGO untuk menyampaikan pendapatnya pada sidang
tetapi tidak berhak untuk ikut dalam perundingan.

Pembahasan dalam kelompok kerja I telah menerima baik laporan


dari Sekjen Konferensi mengenai persiapan-persiapan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan konferensi, khususnya mengenai program
peliputan media masa selama konferensi, program pameran, dan forum
kemitraan yang sebagian besar biayanya akan ditanggung oleh para
sponsor.

56
Satu permasalahan yang terus dipersoalkan sampai pada saat-saat
terakhir sidang Kelompok Kerja adalah menyangkut tindak lanjut upaya
yang dilakukan oleh Sekjen Konferensi untuk menutupi cash-flow
balance sebesar US $ 3,265,600 yang dipinjam dari UNHHSF. Beberapa
delegasi, khususnya AS, terus mempertanyakan tindakan-tindakan yang
akan dilakukan oleh Sekjen untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang
telah direncanakan dan menutupi hutangnya kepada UNHHSF apabila
tidak tersedia dana yang memadai sampai dengan Konferensi lstanbul.
AS tidak yakin bahwa akan tersedia dana untuk anggaran yang telah
disiapkan.

Menjawab pertanyaan dari AS tersebut sekjen menyampaikan


keprihatinannya apabila kesuksesan konferensi yang sangat penting
tersebut dan telah melalui proses yang menimbulkan harapan yang besar
dengan melibatkan seluruh pelaku pembangunan, harus terganggu karena
tidak tersedianya dana yang memadai, yang relatif tidak begitu besar.
Sekjen menyadari bahwa sangat tidak mungkin bagi HABITAT untuk
meminta anggaran tambahan kepada PBB yang tengah mengalami krisis
keuangan yang parah. Satu-satunya jalan untuk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan terus melakukan kampanye untuk mengumpulkan
dana yang diperlukan. Disampaikan informasi bahwa sampai tanggal 15
Februari 1996 telah diterima indikasi pledge dari beberapa negara donor
yang cukup besar. Sekjen meyakinkan bahwa pinjaman yang dilakukan
dari UNHHSF akan dapat dilunasi dalam tahun anggaran 1996/1997 dan
dalam hal tersebut tidak ada illegalitas dalam prosedur peminjaman

57
tersebut sebagaimana yang disuarakan oleh beberapa delegasi. Akhimya
AS, EU dan Norwegia menyampaikan penghargaannya atas upaya yang
ditempuh Sekjen.

Pembahasan The Habitat Agenda yang berlangsung di Kelompok


Kerja I berlangsung secara maraton di berbagai sub kelompok. Di
samping sub-kelompok A dan B kemudian dibentuk pula sub kelompok
C yang ditugasi membahas Sustainable Human Settlements in an
Urbanizing World dan sub-kelompok D yang ditugasi membahas
paragraf-paragraf yang berkaitan dengan pendanaan. Dalam persidangan
minggu kedua telah diterima 22 paragraf dengan beberapa bracket kecil
di beberapa paragraf, sedangkan 31 paragraf masih sepenuhnya dalam
bracket karena tidak cukup waktu untuk membahasnya.

Secara umum pembahasan paragraf-paragraf yang bersifat teknis


dalam sub Kelompok C dan D mengalami cukup banyak kemajuan.
Untuk paragraf-paragraf yang bersifat politis, yang mencakup preamble,
goals and principles, commitment, capacity building and institutional
follow up, international cooperation and coordination, dan
implementation and follow up of the global plan of action, meskipun ada
kemajuan namun masih banyak hal-hal yang belum disepakati, karena di
samping sedikitnya waktu yang tersedia, rumusan-rumusan dari teks
yang dihasilkan dari pertemuan Paris dianggap kurang menampung
dimensi pembangunan yang merupakan kepentingan negara berkembang
(pertumbuhan ekonomi, kerjasama internasional, alih teknologi dan
sumber pendanaan).

58
Dalam pembahasan mengenai preamble, goals and principles
dalam sub Kelompok A telah disepakati sebagian besar paragraf yang
ada dengan rumusan yang secara umum ditujukan pada kesepakatan-
kesepakatan berbagai konferensi internasional dan dengan menonjolkan
dimensi pembangunan yang seimbang. Meskipun demikian, dalam
beberapa paragraf yang disetujui masih terdapat beberapa brackets yang
tidak terlalu prinsipil. Beberapa paragraf yang belum masuk di bagian
tersebut adalah mengenai democratic, transparant, representative and
accountable governance, karena keberatan dari Kelompok 77 yang
berkaitan dengan konsep-konsep tersebut untuk dimasukkan dalam
Habitat. Salah satu paragraf yang penting adalah usulan dari AS sebagai
berikut: "Democracy and transparant representative and accountable
governance and administration in all sectors of society are indispensable
foundation for the realization of sustainable development”. Terhadap
usulan tersebut Kelompok 77 memberikan amandemen sebagai berikut:
“However, the lack of development and the existence of widespread
absolute poverty inhibit the full and popular participation”. Sementara itu
keseluruhan paragraf mengenai commitment sama sekali belum dibahas
karena keterbatasan waktu.

Dalam pembahasan Global Plan of Action: Strategies for


Implementation di sub Kelompok B beberapa hal yang masih mengganjal
antara lain rumusan-rumusan yang berkaitan dengan kata-kata "equally
and equitably" dalam hak-hak mewaris untuk kaum wanita dan hal-hal
yang berkaitan dengan right to housing dan globalization. Meskipun

59
belum sepenuhnya merupakan clean text namun elemen-elemen pokok
mengenai right to housing telah berhasil disepakati. Dalam hal tersebut
Delegasi Rl telah berperan aktif untuk menjembatani posisi negara-
negara yang secara keras menolak right to housing sebagai right yang
independen dan negara-negara yang mendukung hak tersebut. Salah satu
hal yang diajukan Delegasi RI adalah pencantuman gagasan mengenai
perlunya tanggung jawab dalam konsep hak tersebut dan perlunya
perhatian yang lebih besar dalam pelaksanaan hak-hak tersebut untuk
disadvantage and marginalized groups. Dalam pembahasan chapter
tersebut Delri telah berhasil pula untuk mencantumkan paragraf
tambahan tentang pembangunan perumahan bertumpu pada masyarakat
yang sejak awal ide tersebut disuarakan oleh Delri dan telah
mendapatkan dukungan yang luas dari negara-negara berkembang dan
negara-negara maju. Sementara itu, salah satu paragraf yang diajukan
oleh Delri, yaitu mengenai globalization and interdependence sampai
dengan akhir sidang belum mendapatkan konsensus dari negara-negara
anggota.

Pembahasan mengenai sumber pendanaan dalam Sub Kelompok


D tidak berhasil menyelesaikan seluruh paragraf yang ada dan hasil-
hasilnya tidak sempat diajukan ke Kelompok Kerja II. Karena itu, semua
paragraf yang berkaitan dengan sumber pendanan masih tetap di dalam
bracket. Delri dalam sub Kelompok D telah mengajukan rumusan singkat
yang berkaitan dengan perlunya penyelesaian hutang-hutang negara

60
berkembang untuk membantu pembangunan perumahan di negara-negara
tersebut.

Pembahasan mengenai paragraf-paragraf yang ada di dalam


chapter-chapter mengenai Capacity Building and lnstitutional
Development, lnternational Cooperation and Development, dan
lmplementation and Follow up of the Global Plan of Action dalam Sub
Kelompok A hanya berlangsung secara singkat dan karena perbedaan
yang ada terlalu menonjol dan waktu yang tersedia tidak memungkinkan
lagi, maka seluruh paragraf diputuskan akan tetap dalam bracket untuk
dibawa ke Konferensi di Istanbul.

Pada saat pembahasan masalah Acreditation of NGOs dalam


sidang Pleno telah terjadi perdebatan mengenai beberapa status akreditasi
NGO yang tertuang dalam dokumen yang diajukan oleh sekretariat.
Beberapa NGO (Tibetan Rights Campaign, Canadian Tibetan Coalition,
dan Taiwan Rights Alliance) yang mengajukan status akreditasi untuk
Konferensi lstanbul telah ditentang oleh Cina, namun mendapatkan
dukungan dari AS. Sementara itu the Federation of Westtrace Turks in
Europe aplikasinya telah ditentang oleh Turki namun mendapatkan
dukungan dari Yunani. Amerika Serikat sendiri menentang aplikasi
lnternational Energy Foudation dari Libya yang diragukan kredibilitasnya
dan NGO dimaksud menjalankan operasinya secara tidak sejalan dengan
sanksi internasional yang diterapkan pada Libya. IEF sebenarnya
merupakan kegiatan pemerintah Libya yang bekerja untuk memberikan
konsultasi dalam program-program pengembangan nuklir Libya. Setelah

61
melalui perdebatan yang seru dan konsultasi yang dilakukan di koridor
untuk menghindari pemungutan suara atas aplikasi NGOs tersebut,
sidang akhirnya menyepakati untuk menunda pembahasan mengenai
status NGO Tibetan Rights campaign, Canadian Tibetan Coalition, dan
Taiwan Rights Alliance pada sidang ECOSOC 1996. Sedangkan untuk
the Federation of Westtrace Turks in Europe aplikasinya akan dibahas
kembali di konferensi di lstambul. Amerika Serikat sendiri berhasil
menolak aplikasi dari lnternational Energy Foundation karena tidak ada
negara yang menentangnya. Libya sendiri tidak hadir pada sidang pleno
yang membahas hal tersebut.

Pada akhir sidang Pleno, Ketua Kelompok 77 telah


menyempaikan pidato yang pada prinsipnya menyampaikan keprihatinan
anggota Kelompok 77 mengenai proliferasi pembentukan sub-sub
kelompok kerja dan penggunaan satu bahasa resmi PBB dalam sidang
Pleno yang dianggapnya merupakan preseden yang harus dicegah pada
masa-masa mendatang. Kelompok 77 juga telah menyampaikan
keprihatinannya bahwa mekanisme enlarge bureau telah memutuskan
isu-isu substantif persidangan yang di luar wewenangnya. Ketua
Kelompok 77 juga menegaskan agar sekretariat dapat segera mengirim
dokumen akhir yang akan dibahas di Sidang lstanbul agar dapat segera
dibahas oleh kelompok-kelompok regional dan Kelompok 77 New York
dan Nairobi.

Pada pembahasan acara lain-lain (other matters) Delri telah


menyampaikan pidato untuk memberikan sumbangan pada trust fund

62
HABITAT II sebesar US $ 50 ribu sebagai refleksi komitmen Pemerintah
Rl untuk mendukung keberhasilan Konferensi. Pada pidato akhir
penutupan, Sekjen Konferensi secara resmi telah menyampaikan
penghargaannya atas sumbangan Pemerintah Rl tersebut.

Dalam pertemuan Kelompok 77 yang diadakan sebelum sidang


Pleno terakhir, Kelompok 77 lelah memutuskan untuk menyelenggarakan
pertemuan Kelompok selama 2 hari di Istanbul sebelum penyelenggaraan
Konferensi untuk menyelaraskan posisi Kelompok. Hal tersebut perlu
dilakukan karena masalah-masalah penting yang dibawa ke lstanbul
sebagian besar merupakan isu pokok ekonomi yang merupakan
kepentingan utama Kelompok 77.

Sidang III Panitia Persiapan Konferensi Habitat II menyelesaikan


pertemuannya pada tanggal 16 Pebruari 1996 dengan menunda
pembahasan laporan pencatat sidang (reporter) yang tidak sempat
diajukan ke sidang pleno, karena pada saat-saat terakhir sidang pleno,
sidang Kelompok II masih berjalan untuk menerima hasil sidang-sidang
sub Kelompok A, B, C, dan D, sehingga tidak memungkinkan
penyelesaian laporan pencatat sidang tepat pada waktunya. Sidang pleno
terakhir juga telah diwarnai oleh berbagai perdebatan prosedural tidak
saja karena pada sidang pleno tersebut hanya menggunakan satu bahasa
resmi PBB, yaitu bahasa lnggris, akan tetapi juga karena ketidak siapan
dokumen sidang pleno sehingga telah banyak menimbulkan kebingungan
pada para delegasi mengenai paragraf-paragraf yang telah jelas dan yang
masih perlu diteruskan pembahasannya di lstanbul.

63
Kurang lancarnya sidang Pleno terakhir tidak terlepas dari
proliferasi pembentukan sub-sub kelompok yang dilakukan pada hari-
hari terakhir sidang yang dipaksakan untuk membahas beberapa paragraf
rancangan deklarasi dan program aksi. Pembentukan sub-sub kelompok
tersebut telah menyulitkan para delegasi untuk mengikuti secara seksama
pembahasan yang terjadi untuk setiap paragraf dan hal tersebut telah
menimbulkan banyak perdebatan yang terjadi di pleno mengenai
kerancuan status paragraf yang diajukan ke sidang. Hal tersebut timbul
karena banyak paragraf yang telah dibahas sub kelompok akan tetapi
belum disetujui di sub kelompok dan banyak paragraf yang telah dibahas
di sub kelompok dan disetujui, namun belum dibahas di kelompok kerja
serta banyak pula paragraf yang sama sekali belum dibahas pada sidang.
Meskipun paragraf-paragraf tersebut tetap akan diajukan dalam bentuk
bracket namun penentuan status paragraf dianggap penting oleh banyak
delegasi, karena akan menentukan pembahasan selanjutnya di lstanbul.
Setelah perdebatan panjang lebar, sidang akhirnya menyepakati bahwa
dokumen akhir yang akan diterbitkan oleh sekretariat untuk pembahasan
di lstanbul akan disertai dengan catatan kaki yang terdiri dari 3 bagian,
yaitu:

a) paragraf-paragraf yang telah disetujui, namun dengan beberapa


bracket tertentu;
b) paragraf-paragraf yang sudah dibahas namun belum disetujui;
c) paragraf-paragraf yang sama sekali belum dibahas.

64
E. Pertemuan International Advisory Group of Eminent Persons

Menjelang diselenggarakannya sidang III Komite persiapan


Konferensi Habitat II, Sekretaris Jenderal PBB Boutros Boutros Ghali
telah meminta kesediaan beberapa orang yang dianggap cukup menonjol
di Bidang Perumahan dan permukiman untuk duduk sebagai anggota
suatu lnternational Advisory Group of Eminent Persons untuk memberi
saran-saran kepada Sekjen PBB untuk keberhasilan konferensi Habitat II.
Menteri Negara Perumahan Rakyat Rl telah diminta kesediaannya untuk
duduk sebagai anggota advisory group (dewan penasehat) tersebut
melalui Surat Sekjen PBB tanggal 20 Desember 1995.

Semula pertemuan Advisory Group direncanakan pada bulan


Februari 1996 pada saat diselenggarakannya Sidang III Komite
Persiapan. Namun pelaksanaan pertemuan tersebut diundur menjadi
tanggal 11 Maret 1996 bertempat di Markas Besar PBB di New York.
Dengan persetujuan Bapak Presiden, Menteri Negara Perumahan Rakyat
telah menghadiri pertemuan tersebut didampingi oleh Asisten I
MENPERA Bidang Pengembangan Perumahan dan Permukiman, dua
pejabat dari Perutusan Tetap Rl Pada PBB di New York, dan Drs. Ferry
Sonneville. Pertemuan dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal PBB
dan dihadiri oleh 11 anggota Advisory Group dan para pendampingnya,
Sekretaris Jenderal Habitat II, dan beberapa staf Habitat II.

Pada pidato sambutannya Sekretaris Jenderal PBB telah


mengulangi pernyataannya tentang pentingnya penyelenggaraan

65
Konferensi Habitat II sebagai konferensi terakhir yang diadakan PBB
menjelang abad ke 21. Disebutkan bahwa rangkaian penyelenggaraan
konferensi internasional dalam 5 tahun terakhir bertujuan untuk
menggalang tindakan bersama untuk mewujudkan konsep pembangunan
yang berpusat pada manusia. Konferensi Habitat II sendiri akan
membahas tantangan yang muncul sebagai akibat pertumbuhan penduduk
perkotaan yang pesat serta persoalan yang ditimbulkannya dan
mengembangkan cara pemecahannya untuk memperbaiki keadaan
perumahan dan perkotaan di seluruh dunia, agar terwujud lingkungan
tempat tinggal dan tempat kerja yang lebih baik pada abad ke 21 yang
akan datang.

Dikemukakan pula oleh Sekretaris Jenderal PBB bahwa proses


Habitat II yang mendorong partisipasi seluruh pelaku pembangunan
diharapkan akan memperkuat dan memperteguh konsep pembangunan
yang berpusat pada manusia. Namun diakuinya pula bahwa masih
banyak kendala yang perlu diatasi untuk mendorong keberhasilan
Konferensi Habitat ll dan untuk itu diharapkan kelompok ini dapat
menyarankan langkah-langkah konkrit untuk mengatasi kendala tersebut.

Dalam pertemuan tersebut Menteri Negara Perumahan Rakyat


telah menyampaikan dua statements. Statement pertama disampaikan
pada pertemuan pagi hari pada waktu pembahasan alasan-alasan
diselenggarakannya Konferensi Habitat II dan statement kedua
disampaikan siang hari pada saat membahas draft Global Plan of Action.

66
Selama diskusi dapat dicatat adanya 3 hal yang menonjol yang
telah dikemukakan oleh para peserta, termasuk dari lndonesia yang
memerlukan perhatian dari negara-negara anggota PBB untuk
mendukung keberhasilan Konferensi sebagai wahana untuk mendorong
program-program pembangunan perumahan dan perkotaan di tingkat
nasional. Ketiga hal tersebut adalah kurangnya urgensi dari negara
negara mengenai masalah perumahan dan perkotaan, kemitraan, dan
dinamika perkotaan.

Mengenai kurangnya urgensi dari negara-negara anggota atas


masalah perumahan dan perkotaan, para peserta menilai bahwa
kegagalan penanggulangan masalah perumahan dan perkotaan sebagian
besar disebabkan oleh karena kurangnya perhatian dari pemerintah
mengenai urgensi permasalahannya. Oleh karenanya Konferensi lstanbul
harus diupayakan untuk dapat meningkatkan perhatian dan kemauan
politis pemerintah atas masalah perumahan dan perkotaan. Untuk itu
perlu diusahakan agar Konferensi lstanbul dapat dihadiri oleh para
Kepala Negara/Pemerintahan dari negara-negara anggota agar konferensi
tersebut dapat memberikan gaung yang besar dan berbobot bagi
masyarakat internasional mengenai pentingnya masalah perumahan dan
perkotaan. Dalam hal ini para peserta telah menyetujui untuk
mengusulkan kepada Sekretaris Jenderal PBB agar Sekretaris Jenderal
PBB bersama sama dengan Presiden Turki, selaku tuan rumah
konferensi, dapat mengundang beberapa kepala negara/pemerintahan dari
key countries yang diaqggap berhasil dalam memecahkan masalah

67
perumahan untuk hadir di Konferensi lstanbul sebagai friends of the
Secretary General/President of Turkey.

Dalam hal kemitraan, semua peserta melihat bahwa kemitraan


antara semua aktor yang terlibat di dalam pembangunan perumahan dan
perkotaan merupakan hal yang mutlak untuk terus diperkuat. Konferensi
lstanbul hendaknya dapat menjadi forum dimana kemitraan antara
pemerintah dan semua sektor masyarakat dapat diperkuat dan
terefleksikan dalam deklarasi dan program aksi konferensi. Kemitraan
tersebut juga hendaknya dapat terwujud tidak saja di tingkat pengambilan
keputusan akan tetapi juga ditingkat pengkajian dan pemantauan
implementasi program program pembangunan perumahan dan perkotaan.

Untuk itu, para peserta pertemuan telah menyetujui untuk


mengusulkan pada Sekretaris Jenderal PBB agar mengkaji kemungkinan
penyelenggaraan forum-forum selama Konferensi yang mencerminkan
keterlibatan dan interaksi yang aktif antara pemerintah dan seluruh aktor
pembangunan di sektor perumahan dan perkotaan. Negara-negara
anggota juga agar dihimbau lagi untuk mengikut sertakan seluas mungkin
sektor masyarakat dalam delegasinya yang akan mengikuti Konferensi
lstanbul. Mengenai kemitraan tersebut, usulan dari Menteri Negara
Perumahan Rakyat agar kemitraan tersebut selalu memperhatikan
masyarakat bawah telah mendapatkan tanggapan yang positif dari para
peserta lainnya.

68
Mengenai dinamika perkotaan para peserta menyetujui bahwa
perkembangan dan masalah-masalah yang melingkupi perkembangan
perkotaan hendaknya tidak dilihat sebagai suatu beban akan tetapi harus
dilihat sebagai potensi yang positif untuk mendorong politik, ekonomi,
sosial, dan budaya. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
internasional atas dinamika perkembangan perkotaan tersebut, para
peserta (eminent person) menyetujui untuk menggunakan Konferensi
sebagai wahana untuk tujuan tersebut. Oleh karenanya, sekretariat
disarankan untuk mengajukan contoh perkembangan dinamika perkotaan
di dua negara berkembang dan dua negara maju untuk menjadikan
sebagai tema dalam forum-forum yang diselenggarakan selama
konferensi.

Di samping usulan-usulan di atas, para peserta telah menyetujui


untuk mengadakan pertemuan lanjutan pada awal Juni 1996 di Istanbul
dan juga untuk mengadakan saling hubungan agar dapat terus
ditingkatkan upaya-upaya untuk mendorong keberhasilan Konferensi.

Atas usulan Menteri Negara Perumahan Rakyat RI, para peserta


setuju untuk mengusulkan kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk
mengadakan pertemuan lanjutan setelah Konferensi lstanbul. Pertemuan
lanjutan eminent person’s dianggap penting untuk memantau
pelaksanaan komitmen yang disetujui di Konferensi Istanbul.

69
F. Persiapan Konferensi Habitat II di Indonesia

Keterlibatan lndonesia dalam persiapan Konferensi Habitat II


dimulai pada sidang I Komite Persiapan (Preparatory Committee)
Konferensi Habitat II yang diselenggarakan di Jenewa dari tanggal 11
sampai pada tanggal 22 April 1994. Sidang tersebut telah menyepakati
antara lain bahwa dalam menghadapi Konferensi Habitat II perlu ada
kegiatan persiapan di tingkat nasional dengan tujuan sebagai berikut:

a) Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan suatu rencana tindak


nasional (national plan of action) berdasarkan pada strategi
pemberdayaan (enabling strategy), di bidang permukiman di
daerah perkotaan dan perdesaan, dengan memperhatikan isu-isu
lingkungan, dan melibatkan peran serta dan dukungan sepenuhnya
dari sektor pemerintah, swasta, organisasi non pemerintah (non
governmental organization), dan organisasi masyarakat
(community based organization);
b) Meningkatkan kemampuan kelembagaan pada semua tingkatan
untuk memonitor keadaan perumahan dan proses urbanisasi dengan
menggunakan sesedikit mungkin indikator-indikator yang seragam
dan konsisten.

Kegiatan persiapan di tingkat nasional diharapkan dapat


menghasilkan suatu laporan nasional, yang isunya mencakup antara lain
evaluasi keadaan dan strategi perumahan dan permukiman, evaluasi
dampak urbanisasi terhadap lingkungan, masalah-masalah yang dihadapi,

70
peningkatan kemampuan yang diperlukan dan kasus terapan unggulan
(best practices), rencana tindak nasional, evaluasi hal-hal khusus yang
dianggap perlu oleh masing-masing negara, dan hal-hal yang perlu
diprioritaskan untuk memperoleh bantuan teknik dan keuangan dari
masyarakat internasional. Untuk menangani kegiatan persiapan di tingkat
nasional pemerintah dari negara negara peserta konferensi diminta untuk
membentuk komite nasional yang keanggotaannya mencakup unsur-
unsur pemerintah, orang-orang terkemuka, para politisi, para akademisi
dan para ilmuwan, pemimpin masyarakat, organisasi non pemerintah dan
masyarakat, sektor swasta, dan para ahli permukiman. Tugas utama
komite nasional menyusun, menetapkan dan melaksanakan program
kerja untuk:

a. memperkuat proses keikutsertaan dengan menggerakkan para


pelaku utama;
b. mengorganisir konsultasi dan forum lokal dan nasional;
c. merumuskan evaluasi awal isu-isu permukiman, termasuk
pemanfaatan indikator perumahan dan perkotaan dan mencari serta
menyebar luaskan contoh-contoh kasus terapan unggulan;
d. menyelenggarakan pembahasan isu dan pilihan dan meningkatkan
kesadaran melalui semua media yang tersedia;
e. menyelenggarakan pembahasan/diskusi isu-isu prioritas dan
langkah untuk masa yang akan datang untuk dimasukkan dalam
rencana tindak nasional dan lokal,dan dalam laporan nasional;

71
f. Menyelenggarakan konsultasi tentang penggerakan sumber-sumber
untuk melaksanakan rencana tindak nasional dan lokal setelah
tahun 1996;
g. menyiapkan dan menyajikan dokumentasi audio visual tentang
contoh-contoh kasus terapan unggulan di bidang pembangunan
permukiman.
Dalam rapat persiapan pembentukan Komite Nasional Habitat II
(Komnas) yang diselenggarakan pada bulan Mei 1994 disepakati agar
pembentukan Komnas diusahakan dengan keputusan Presiden. Ketua
Komnas disepakati Menteri Negara Perumahan Rakyat dan para
anggotanya agar mencakup semua pihak yang berkepentingan dengan
pembangunan perumahan dan permukiman. Namun pada waktu
rancangan keputusan presiden tentang Pembentukan Komite Nasional
tersebut diajukan ke Sekretariat Kabinet, dari pihak Setneg menganggap
bahwa pembentukan Komnas tersebut cukup dengan keputusan menteri.
Karena itu pembentukan Komnas akhirnya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Negara perumahan Rakyat Nomor 01/KPTS/M/1996 tentang
Pembentukan Komite Nasionat Habitat II.

Keanggotaan Komnas Habitat II terdiri dari Ketua: Menteri


Negara Perumahan Rakyat, Wakil Ketua I: Dirjen Hubungan Ekonomi
Luar Negeri, Wakil Ketua II: Dirjen Cipta Karya, Wakil Ketua III:
Deputi VII Bappenas Bidang Kerja Sama Luar Negeri, Sekretaris:
Asisten I Menteri Negara Perumahan Rakyat. Anggota lainnya terdiri
dari Ketua Komisi V DPR-RI, Kepala Badan Analisa Keuangan dan

72
Moneter, Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, Dirjen Bina
Kesejahteraan Sosial, Dirjen Permukiman, Dirjen Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Dirjen
lndustri Kimia, Dirjen Pembinaan Koperasi Perkotaan, Asisten V
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Asisten II Menteri
Negara Agraria, Asisten I Menteri Negara Lingkungan Hidup, Asisten I
Menteri Negara Peranan Wanita, Asisten lV Menteri Negara
Kependudukan, Deputi Statistik Produksi dan Kependudukan, Kepala
Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri, Sekjen Badan Kerjasama Antar
Kota Seluruh lndonesia, Dirut Perum Perumnas, Dirut PT Bank
Tabungan Negara (Persero), Ketua Umum lnduk Koperasi Karyawan,
Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga Pusat, Ketua
Umum DPP Real Estat lndonesia, Sekjen lkatan Nasional Konsultan
lndonesia, Direktur Eksekutif Asosiasi Perumahan Kooperatif, Prof. lr.
Johan Silas, dan Drs. Ferry Sonneville.

Tugas Komnas Habitat II adalah menyiapkan segala sesuatu yang


diperlukan dalam menghadapi Konferensi Habitat II dengan melakukan
kegiatan-kegiatan merumuskan program kerja untuk periode 1995-1996
dan periode 1996-2000, mengadakan dan atau manghadiri konsultasi dan
forum-forum persiapan Konferensi Habitat II di dalam maupun di luar
negeri, merumuskan National Plan of Action, menyusun Laporan
Nasional di bidang perumahan dan permukiman, dan melaksanakan
kegiatan-kegiatan lain yang dianggap perlu. Sedangkan tugas
kesekretariatan Komnas Habitat II dilaksanakan secara fungsional oleh

73
Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, yang sudah dimulai sejak
diselenggarakannya pertemuan persiapan pembentukan Komite Nasional
Habitat II. Demikian pula berbagai tugas yang seharusnya ditangani oleh
Komnas disiapkan terlebih dahulu oleh Kantor Menteri Negara
Perumahan Rakyat cq. Asmen I.

Kegiatan-kegiatan persiapan Habitat II yang telah dilaksanakan


mencakup penyelenggaraan Twenty Years Shelter Sector Review dan
penyusunan laporan The Environmental lmpact of Urbanization,
penyusunan Human Settlement lndicator, pemilihan kasus terapan
unggulan, penyusunan National Report, penyiapan pameran dagang dan
pameran kasus terapan unggulan, penyiapan tanggapan terhadap draft
Habitat Agenda yang disiapkan oleh sekretariat Konferensi Habitat II,
dan pemasyarakatan Habitat II. Sementara itu REI telah pula
menyelenggarakan Regional Policy Consultation on Land pada bulan
Agustus 1995. Untuk penyelenggaraan Twenty Years Shelter Review dan
penyusunan laporan The Environmental lnpact of Urbanization
memperoleh bantuan tenaga ahli dari USAID dan untuk kegiatan-
kegiatan persiapan lainnya memperoleh dukungan pembiayaan dari
UNDP.

Laporan Twenty Years Shelter Sector Review menfokuskan pada


pembahasan perubahan keadaan sosial ekonomi dan lingkungan
perkotaan yang mempengaruhi perumahan dan prasarana, kerangka
kelembagaan dan pengaturan perumahan dan prasarana, perubahan

74
kebijakan dan rencana bidang perumahan dan prasarana, dan tinjauan
terhadap berbagai program pemerintah.

Laporan the Environmental lmpact of Urbanization membahas


urbanisasi di lndonesia, hal-hal yang menyebabkan kemerosotan
lingkungan perkotaan, evaluasi keadaan air dan udara di perkotaan,
dampak urbanisasi terhadap penggunaan tanah, strategi untuk
pengelolaan lingkungan perkotaan, dan profil lingkungan kota dengan
mengambil kasus Jakarta yang menyangkut masalah air, limbah dan
sampah, pencemaran udara, pencemaran oleh industri dan perencanaan
lingkungan perkotaan.

Penyusunan Human Settlement lndicators diusahakan sejauh


mungkin sesuai dengan petunjuk yang diterima dari UNCHS Nairobi.
Pengumpulan data dan penyusunan laporannya dilakukan oleh Biro Pusat
Statistik mencakup kota-kota DKI Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Medan dan Banjarmasin.

Pemilihan kasus terapan unggulan dilakukan oleh suatu Tim


seleksi yang dibentuk dengan Keputusan Sekretaris Menteri Negara
Perumahan Rakyat Nomor 15/KPTS/S/1995 tanggal 7 Agustus 1995
tentang Pembentukan Tim Seleksi Kasus Terapan Unggulan (Best
Practices) Dalam Rangka Konferensi Habitat II. Tim terdiri dari Ketua:
Ir. Suyono, Msc dari Kantor Menpera, Wakil Ketua: lr. lshak Tobing dari
Kantor Menpera, Sekretaris: lr. Anindito dari Kantor Menpera, dan
anggota-anggota lainnya yang terdiri dari lr. P. Marpaung dari Kantor

75
Menpera, Salustra Widya dari Bappenas, lr. E. Widayati dari Ditjen Cipta
Karya, lda Suselo Wulandari dari Kantor Menteri Negara Urusan
Peranan Wanita, Rosdina dari Departemen Dalam Negeri, Rusli Bintang
dari Departemen Sosial, Bambang Setyahadi dari Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup, Drs. Syahril Tanjung MBA dari BKS-AKSI, Dra. I.
Gunarda dari PKK Pusat, lr. Herman Makboel dari DPP-REI, Nur Yasin
dari DPP-INKINDO, lr. Dodo Juliman dari Asosiasi Perumahan
Kooperatif, dan Ir. Tri Mumpuni dari PDF.

Tim telah menyelesaikan tugasnya pada bulan Oktober 1995 dan


berhasil memilih 5 kasus terapan unggulan untuk disajikan pada seminar
Best Practice di Dubai dan Pameran Best Practice di lstanbul. Kelima
kasus terapan unggulan tersebut adalah: 1) Pembangunan Perumahan
Bertumpu Pada Kelompok Eko Damai Mandiri di Tangerang, 2) Cirebon
Urban Development program di Cirebon, 3) Rumah Susun Pekunden di
Semarang, 4) Perbaikan Kampung di Bantaran Kali Code di Yogyakarta,
dan 5) Pemugaran Desa Tradisional Panglipuran di Bali.

Penulisan National Report dipercayakan kepada beberapa tenaga


yang dianggap cukup memiliki pengetahuan dan keahlian untuk itu. Para
penulis tersebut terdiri dari Ir. Herlianto MTh untuk menulis draft bagian
8.4 tentang Agenda 21 dan Global Shelter Strategy to The Year 2000; Dr.
Tommy Firman untuk menulis draft bagian B.1 tentang The Broader
Setting; BS Kusbiantoro, Ph.D untuk menulis draft bagian B.2 tentang
Current Condition dan bagian B.6 tentang Priority lssues; lda Ayu
Dharmapatni untuk menulis draft bagian C dan D tentang National Plan

76
of Action dan lnternational Cooperation and Assistance; Prof. lr. Johan
Silas untuk menyunting seluruh Laporan Nasional untuk hasil karya Tim
Penulis kemudian dibahas oleh Tim Teknis dari Komite Nasional, yang
bertindak sebagai Tim Pengarah untuk Tim Penulis. Tim Teknis diketuai
oleh Prof. Dr. Ir. Budhi Tjahjati S.S. Deputy VII Bappenas. Anggota-
anggota Tim Teknis lainnya terdiri Ir. Arie Djoekardi, MA dari Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup, Ir. Bambang SP, MA dari
Departemen Pekerjaan Umum, Dr. Susiati B. Hirawan dari Departemen
Keuangan, Dr. Ir. Susongko, Msc dari Departemen Dalam Negeri,
Parwoto, MDS dari Kantor Menpera, Ir. lshak Tobing dari Kantor
Menpera, dan Ir. Sri Probo Sudarmo, MSP dari Kantor Menpera.

Untuk pameran di lstanbul baik pameran dagang maupun


pameran kasus unggulan, tanggung jawab penyiapan dan
penyelenggaraannya diserahkan kepada Drs. Pasaribu (staf Ahli
Menpera) dibantu oleh Ir. Guntur Hutapea.

Keikutsertaan lndonesia dalam pameran dagang di Istambul


adalah untuk:

1. meningkatkan citra dan membangun pemahaman masyarakat


internasional terhadap hasil kemajuan pembangunan yang telah
dicapai lndonesia, khususnya di bidang perumahan dan
permukiman;

77
2. memperkenalkan dan menawarkan kemampuan lndonesia dalam
berbagai produk dan jasa yang berkaitan dengan bidang perumahan
dan permukiman di Pasar dunia;
3. menawarkan peluang investasi yang terbuka bagi modal asing di
berbagai bidang atau proyek yang berkaitan dengan pembangunan
perumahan dan permukiman;
4. memanfaatkan forum pameran sebagai ajang komunikasi dan
interaksi para pelaku usaha dan profesional baik di bidang bisnis
maupun teknologi.

Dalam pameran Habitat II lndonesia tampil secara terpadu


sebagai anjungan lndonesia yang didukung oleh dunia usaha terkait
sebagai mitra dalam keperansertaan lndonesia. Konsep anjungan
menampilkan citra arsitektur lndonesia diperkuat dengan elemen-elemen
dekorasi beragam hias tradisional lndonesia. Media untuk penyajian
materi berupa panel visualisasi grafis, benda peraga, audio visual dan
brosur dan informasi tercetak lainnya. Beberapa fasilitas anjungan
digunakan bersama oleh para peserta melalui pengaturan oleh panitia,
misalnya info komputer, ruang kontak bisnis, gudang, dan video.
Koordinator pameran menunjuk PT. Atelier 6 Mekar Bangun/Vicomundi
sebagai sub Koordinator Perencanaan dan PT Adwitiya Alembana/Graha
Andika Fortune sebagai sub Koordinator/Penyelenggara.

Para peserta pameran dagang terdiri dari Asosiasi Semen


lndonesia, Asosiasi Keramik lndonesia, Group Lippo, PT Bank Tabungan

78
Negara, PT. Bank Papan Sejahtera, Perum Perumnas, Real Estate
lndonesia, PT Wijaya Karya, PT. Amarta Karya, PT. Ruhak Phala, dan
PT. Guna Elektro.

Selain dalam pameran dagang, lndonesia ikut pula dalam pameran


Best Practices yang merupakan pameran proyek-proyek atau kegiatan
bersama yang telah terbukti berhasil meningkatkan kualitas hidup
masyarakat, khususnya masyarakat berpendapatan rendah. Tujuan keikut
sertaan dalam pameran best practices adalah agar dunia internasional
mengetahui dan memahami kemajuan dan kemampuan kita dalam bidang
perumahan dan permukiman, serta menyebar luaskan program-program
best partices kita untuk dapat dicontoh dan dikembangkan lebih lanjut
oleh negara-negara lain.

Penyajian diawali dengan informasi umum tentang lndonesia,


mencakup keadaan geografis, kependudukan, dan sosial-ekonomi.
Kemudian disusul dengan informasi tentang keadaan permukiman, yang
mencakup isu-isu utama pembangunan perkotaan secara makro, keadaan
perumahan, berbagai masalah perumahan, keadaan pelayanan seperti air,
listrik, dan fasilitas sanitasi. Diikuti dengan perkembangan kebijakan dan
program di bidang permukiman sejak konferensi Habitat I serta hasil-
hasil pembangunan selama 20 tahun terakhir, terutama di bidang
perumahan dan permukiman. Setelah itu baru disajikan berbagai kasus
terapan unggulan atau best practice mengenai pembangunan kota baru,
pembangunan perumahan baru di Cengkareng (Jakarta) dan Eko Damai
Mandiri di Tangerang, peremajaan perumahan kumuh di Sombo

79
(Surabaya), Pekunden (Semarang), Bandar Harjo (Semarang) dan
Palembang, perbaikan perumahan dan lingkungan desa secara terpadu di
Panglipuran (Bali), program perbaikan kampung di Banyu Urip
(Surabaya), dan pembangunan prasarana kota secara terpadu di Cirebon.
Penyajian ditutup dengan pernyataan Presiden Soeharto pada pembukaan
Lokakarya Nasional Perumahan dan Permukiman pada tahun 1987 yang
diterjemahkan ke dalam bahasa lnggris, sebagai berikut:

"We shall not be able to build a complete lndonesian


being, we shall not be able to enjoy spiritual and material
well being, we shall not be able to improve the quality of
life, unless the problem of human settlement and shelter
can be fundamentally overcomed."

Jauh sebelum diselenggarakannya Sidang III Komite Persiapan


Habitat II sekretariat Konferensi telah mengirimkan draft dokumen
sebagai hasil dari pertemuan lnformal Drafting Group di Paris bulan
Oktober 1995 yang diberi nama The Habitat Agenda. Karena itu Kantor
Menteri Negara Perumahan Rakyat bersama-sama dengan berbagai
lembaga terkait telah menyiapkan tanggapan/usul perubahan terhadap
beberapa paragraf dari draft The Habitat Agenda yang akan diusulkan
pada Sidang III Komite Persiapan Habitat II di New York pada bulan
Pebruari 1996.

Sidang III Komite Persiapan Habitat II ternyata tidak berhasil


menyepakati Draft Habitat Agenda. Lebih dari separuh jumlah paragraf

80
dalam Draft Habitat Agenda masih mengandung tanda kurung (bracket).
Karena itu Kelompok 77 New York memutuskan untuk mengadakan
sidang untuk menyatukan pendapat mengenai Draft Habitat Agenda
sebelum Konferensi Habitat II di Istanbul. Untuk bahan sidang
Kelompok 77 tersebut, yang akan diselenggarakan bulan April 1996,
Perwakilan Tetap Rl untuk PBB telah meminta masukan dari Komite
Nasional Habitat II. Permintaan tersebut sejalan dengan pengarahan
Menpera agar segera menyiapkan tanggapan terhadap draft Habitat
Agenda sebagai bahan untuk Konferensi Habitat II.

Mengingat singkatnya waktu yang tersedia untuk menyiapkan


bahan masukan ke Watapri di New York dan banyaknya paragraf dalam
draft Habitat Agenda yang perlu ditanggapi maka untuk pembahasan
draft Habitat Agenda yang diterima dari Watapri New York dibentuk 5
kelompok kerja. Kelompok Kerja I yang ditugasi membahas Preamble,
Principle and commitment beranggotakan wakil-wakil dari Departemen
Luar Negeri, Departemen Pekerjaan Umum, Kantor Menpera, Kantor
Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, Kantor Menteri Negara
Kependudukan, dan Prof. Johan Silas. Sebagai koordinatornya sdr. lbnu
Sanyoto dari Departemen Luar Negeri. Kelompok Kerja II yang ditugasi
membahas Adequate Shelter for All beranggotakan wakil-wakil dari
Kantor Menpera, Departemen Pekerjaan Umum, Perum Perumnas, PT
Bank Tabungan Negara, DPP-REI, Badan Pertanahan Nasional, PKK
Pusat, Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, INKOPKAR, dan
LSM. Sebagai koordinatornya lr. lshak Tobing dari Kantor Menpera.

81
Kelompok Kerja III yang ditugasi membahas sustainable Human
Settlement Development beranggotakan wakil-wakil dari Departemen
PU, Badan Pertanahan Nasional, Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup, Departemen Transmigrasi, Badan Kerja Sama Antar Kotamadya
seluruh lndonesia, DPP-REI, LSM, Perum Perumnas, Bappenas,
Departemen Sosial, Departemen Keuangan, dan Kantor Menpera.
Sebagai koordinatornya dari Departemen Pekerjaan Umum. Kelompok
Kerja lV yang ditugasi membahas Capacity Building beranggotakan
wakil-wakil dari Departemen Dalam Negeri, Kantor Menpera, Bappenas,
Badan Kerjasama Antar Kotamadya Seluruh lndonesia dan LSM.
Sebagai koordinatornya dari Departemen dalam Negeri. Kelompok Kerja
V yang ditugasi membahas lnternational Cooperation beranggotakan
wakil-wakil dari Bappenas, Departemen Pekerjaan Umum, sekretariat
Negara, Badan Kerjasama Antar Kotamadya Seluruh lndonesia, DPP-
REI, Departemen Luar Negeri, Ferry Sonneville, dan Kantor Menpera.
Sebagai koordinatornya dari Bappenas.

Di samping pembahasan paragraf demi paragraf yang dilakukan


dalam Kelompok Kerja I, II, III, IV, dan V dilakukan pula pembahasan
khusus terhadap beberapa hal penting yang tidak dapat dibahas per
paragraf dan yang menjadi bahan perdebatan sengit dalam sidang-sidang
Komite Persiapan Habitat II dan dalam lntersessional lnformal Drafting
Group Meeting. Hal-hal tersebut antara lain mengenai kelanjutan
keberadaan UNCHS, right to housing, sustainable development dan
sustained economic growth, dan gender.

82
Bagian 2

Pelaksanaan Konferensi Habitat II

A. Gambaran Umum

Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Permukiman


(United Nations Conference on Human Settlements/Habitat II)
dilaksanakan pada tanggal 3 - 14 Juni 1996 di lstanbul, Turki. Konferensi
ini diselenggarakan berdasarkan Resolusi Sidang Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-bangsa (SMU-PBB) No. 43/181 tanggal 20
Desember 1988 mengenai "the Global Strategy for Shelter to the Year
2000" dan Resolusi SMU PBB no. 46 tanggal 19 Desember 1991
mengenai perlu diadakannya Konferensi Global yang akan merupakan
forum bagi para pemimpin dunia untuk menyiapkan program guna
menjadikan kota dan desa sebagai tempat tinggal yang sehat, aman,
berimbang dan berkelanjutan.

Konferensi Habitat II merupakan salah satu dari serangkaian


Konferensi PBB yang bertujuan meletakkan dasar-dasar baru bagi
kerjasama internasional untuk pembangunan termasuk bidang
permukiman. Konferensi mempunyai dua tema pokok, yaitu "Adequate

83
Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an
Urbanizing World".

Konferensi dihadiri oleh 171 negara, Badan-Badan Khusus PBB


dan non PBB, Organisasi antar Pemerintah dan Non Pemerintah serta
Akademisi. Dari negara-negara yang hadir dalam Konferensi tersebut 7
negara (Turki, Kenya, Romania, Polandia, lsrael, Albania dan Kuba)
dipimpin oleh Presiden, 6 negara (Armenia, Burundi, Guinea Bissau,
Jibouti, Kirgistan dan Pakistan) dipimpin oleh Perdana Menteri, 2 Negara
(Tanzania dan Sudan) dipimpin oleh Wakil Presiden. Sedangkan negara-
negara lain dipimpin oleh para Menteri (termasuk lndonesia) dan pejabat
tinggi lainnya.

Konferensi Habitat II dibuka secara resmi oleh Sekretaris


Jenderal PBB, Boutros Boutros-Ghali pada tanggal 3 Juni 1996 di Lutfi
Kirdar Convention Centre, Istanbul, Turki. Konferensi sepakat memilih
Presiden Turki, Suleyman Demirel, sebagai Presiden Konferensi. Selain
Presiden, Konferensi juga telah menyetujui susunan Biro Konferensi
yang terdiri dari 27 Wakil Presiden yang dipilih berdasarkan pembagian
wilayah geografis yaitu 7 orang wakil dari negara Afrika, 6 orang wakil
dari negara Asia, 3 orang wakil dari negara Eropa Timur, 5 orang wakil
dari negara Amerika Latin dan Karibia, 6 orang wakil dari negara Eropa
Barat dan negara-negara lainnya. Konferensi juga sepakat untuk memilih
seorang Wakil Presiden ex-officio yaitu Menlu Turki Prof. Emre
Gonensay; seorang Rapporteur General (Uruguay) dan Ketua untuk

84
Komite I (Pakistan) dan Komite II (Finlandia). lndonesia telah terpilih
mewakili Asia, sebagai salah satu dari 27 Wakil Presiden Konferensi.

Delegasi RI ke Konferensi ini diketuai oleh: Menteri Negara


Perumahan Rakyat, dengan Wakil Ketua I: Asisten I Menteri Negara
Perumahan Rakyat; Wakil Ketua II: Direktur Jenderal Hubungan
Ekonomi Luar Negeri, Departemen Luar Negeri (Deplu); Wakil Ketua
III: Staf Ahli Menteri Pekerjaan Urnum (PU); dengan para anggota yang
terdiri dari: Duta Besar RI di Ankara; Duta Besar RI di Nairobi; Asisten
II Menteri Negara Agraria; Deputi VII Badan Perencanaan pembangunan
Nasional (Bappenas); Asisten I Menteri Negara Lingkungan Hidup;
Asisten I Menpera; Asisten IV Menpera; Direktur Kerjasama Ekonomi
Murtilateral Deplu dan pejabat-pejabat dari instansi terkait. Untuk
kegiatan paralel, lndonesia diwakili oleh Pemda (Semarang, Palembang
dan Jakarta Barat), BKS-AKSI, REI, dan INKINDO.

Menjelang dimulainya Konferensi, telah diselenggarakan


pertemuan lnformal Kelompok-77 (G-77) tanggal 30-31 Mei 1996 dan
Konsultasi pra-Konferensi tanggal 1-2 Juni 1996. Pertemuan lnformal G-
77 diselenggarakan dalam rangka menyatukan posisi negara anggora G-
77 terhadap isu-isu penting yang belum tuntas dibahas sampai pertemuan
Komite persiapan III (Preparatory Committee/Prep-Com III) di New
York, Februari 1996. Sementara itu, Konsultasi pra-Konferensi terbuka
sifatnya bagi semua negara dan dimaksudkan untuk mencapai
kesepakatan akhir mengenai masalah-masalah prosedural dan organisasi

85
untuk kemudian direkomendasikan ke Sidang Pleno untuk disahkan.
Konsultasi dipimpin oleh Dubes Turki untuk PBB, Huseyin E. Celem.

Dalam kaitan dengan Konferensi Habitat II telah diadakan pula


serangkaian kegiatan-kegiatan paralel yang terdiri dari forum, dialog
tematik dan pameran. Forum antara lain terdiri dari Forum pemerintah
daerah (World Assembly of Cities and Local Authorities Forum); Forum
kalangan bisnis (The World Business Forum); Forum yayasan (The
Foundation Forum); Forum Profesional dan Peneliti (The Professional
and Researchers Forum); Forum Akademisi (The Academies of science
and Engineering Forum); Forum Serikat Pekerja (Trade Union Forum);
Forum Para Anggota Parlemen (Parlementarian Forum) dan Forum
Lembaga Swadaya Masyarakat (The NGOs Forum).

Untuk dialog tematik terdapat 10 tema yaitu How Cities Will


Look; Finance; Water; Employment; Transport; Land and Rural/Urban;
Energy; Citizenship; Communication dan Health.

Selain itu, diselenggarakan juga Pameran Dagang lnternasional


pada tanggal 3-16 Juni 1996 dan Pameran Best Practices tanggal 1-10
Juni 1996. Pameran Dagang lnternasional diadakan untuk
mengetengahkan teknologi, fasilitas dan produk-produk andalan yang
dimiliki masing-masing negara di bidang permukiman. Pameran Best
Practices mengetengahkan contoh kegiatan yang dinilai berhasil oleh
masing-masing peserta dalam pembangunan permukiman.

86
Konferensi diadakan dalam Sidang Pleno dan dua Komite. Sidang
Pleno dipergunakan untuk mengesahkan hal-hal yang bersifat prosedural;
pengesahan hasil Konferensi dan sebagai forum tukar pandangan. Komite
I membahas "lstanbul Declaration" dan Habitat Agenda yang terdiri dari
4 Bab, dan Komite II merupakan "the hearing committee" yang
mendengarkan dan menerima laporan dari kegiatan-kegiatan paralel yang
diselenggarakan dalam rangka Konferensi.

Konferensi Habitat II mengesahkan agenda sebagai berikut:

1. Opening of the Conference;


2. Election of the President;
3. Adoption of the rules of procedure;
4. Adoption of the agenda and other organizational matter;
5. Election of officers other than the President;
6. Organization of work, including the establishment of the Main
Committees of the Conference;
7. Credentials of representatives to the Conference;
(a) Appointment of the members of the Credentials Committee;
(b) Report of the Credentials Committee;
8. State of human settlements, including strategies for their
lmprovement;
9. The Habitat Agenda: goals and principles, commitments and global
plan of action;

87
10. Role and contribution of local authorities, the private sector,
parliamentarians, non governmental organizations and other
partners in the implementation of the Habitat Agenda;
11. High-level segment;
12. Adoption of the Declaration and the Habitat Agenda;
13. Adoption of the report of the Conference.

B. Kegiatan Konferensi

Sidang Pleno

Sidang pleno dibagi dalam 2 tingkat yaitu segmen untuk tukar


pandangan secara umum mengenai rencana aksi nasional dan strategi
pelaksanaannya, yang berlangsung tanggal 3-11 Juni 1996, dan Segmen
Tingkat Tinggi tanggal 12-14 Juni 1996 yang digunakan para pemimpin
dunia untuk memberikan komitmennya dalam menjadikan kota dan desa
di negara masing-masing sebagai tempat yang sehat, aman, berimbang
dan berkelanjutan. Pada sidang pleno tersebut, masing-masing Delegasi
telah menyampaikan pidatonya.

Pada Segmen Tingkat Tinggi, para delegasi pada umumnya


menekankan bahwa konsep kemitraan (antara Pemerintah di segala
tingkatan dan seluruh pelaku pembangunan) yang diterapkan baik dalam
tahap persiapan maupun pelaksanaan Konferensi, mempunyai andil yang
cukup besar dalam mewujudkan kesuksesan Konferensi ini. Sekjen PBB,

88
Boutros Boutros-Ghali dan Sekjen Habitat II, Wally N'Dow juga
menekankan pentingnya arti kemitraan dalam menjawab tantangan dan
masalah global yang dihadapi oleh masyarakat dunia, terutama di bidang
permukiman. Selain itu, Sekjen PBB antara lain juga menekankan arti
penting Konferensi Habitat II, baik sebagai salah satu dari rangkaian
konferensi internasional yang meletakkan dasar-dasar baru bagi
kerjasama pembangunan internasional, sebagai konferensi yang
mengedepankan konsep kemitraan maupun sebagai konferensi yang
menghasilkan agenda sebagai pedoman kerjasama permukiman dalam 20
tahun mendatang. Sementara itu, Sekjen Habitat II menekankan
pentingnya Konferensi Habitat II sebagai "an action conference", yaitu
forum yang digunakan untuk mencari penyelesaian terhadap masalah
yang dihadapi di bidang permukiman dan bukan hanya merupakan forum
untuk berbicara.

Delegasi negara berkembang, dalam tukar pandangan pada


umumnya lebih menekankan bahwa ketidakseimbangan hubungan
ekonomi internasional telah menjadi penyebab utama dari
keterbelakangan dan kemiskinan yang pada akhirnya menghambat
pelaksanaan pembangunan permukiman di negara berkembang.
Sementara itu, negara-negara maju pada umumnya menekankan
pentingnya pemberdayaan seluruh masyarakat antara lain melalui
penghormatan hak asasi, penegakan demokrasi, penciptaan pelaksanaan
kebijakan pembangunan yang transparan, dan perlindungan lingkungan.

89
Delegasi Rl yang pada kesempatan tukar pandangan umum
mendapat kesempatan tanggal 4 Juni 1996 menegaskan bahwa konsep
kemitraan yang saat ini menjadi perhatian konferensi, telah lama menjadi
titik sentral kebijakan Pemerintah lndonesia di bidang pembangunan
permukiman dan telah pula dimasukkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Kedua (1993- 2018). Dalam hubungannya dengan tema
Konferensi, Delri menyatakan bahwa Pemerintah antara lain telah
melaksanakan Program Perbaikan Kampung (Kampung lmprovement
Program/KlP), yang merupakan cerminan komitmen untuk mewujudkan
salah satu dari dua tema Konferensi, yaitu "Shelter for All".

Pada Segmen Tingkat Tinggi, Delri mendapat kesempatan


menyampaikan pandangannya pada tanggal 12 Juni 1996. Menteri
Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua Delri antara lain menekankan
perlunya pemberdayaan masyarakat daerah dan sektor swasta dalam
menidaklanjuti hasil Konferensi. Undang- undang nomor 4/1992 tentang
Perumahan dan Permukiman, yang disatu pihak menjamin hak setiap
warga negara untuk mendapatkan permukiman yang layak dan di lain
pihak menegaskan bahwa masyarakat turut bertanggung jawab terhadap
penyediaan tersebut, mencerminkan konsep kemitraan dan pemberdayaan
masyarakat. Namun demikian, konsep kemitraan ini tidak saja harus
dilaksanakan pada tingkat nasional tetapi juga di tingkat internasional
melalui kerjasama teknik dan komitmen internasional dalam pendanaan.
Selain itu, Menteri Negara Perumahan Rakyat juga menegaskan

90
pentingnya pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dalam
melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

G-77 dan Cina yang diwakili Kosta Rika dalam pandangannya


menyatakan mendukung tujuan-tujuan Habitat II yang dinilai
mencerminkan realita ekonomi dan demografi. G-77 dan Cina menilai
"shelter for all" merupakan masalah yang mendesak terutama bagi negara
berkembang mengingat hampir 100 juta tuna wisma, termasuk
diantaranya 15 juta orang pengungsi dan "displaced persons" berada di
negara berkembang. Ditegaskan pula bahwa tanpa adanya permukiman
yang memadai dan berkelanjutan, maka pembangunan berkelanjutan,
keadilan, hak asasi manusia, kebijakan demografi yang rasional dan
penghormatan hak-hak wanita akan sulit untuk diciptakan.

Gerakan Non-Blok yang diwakili oleh Kolombia, menyatakan


bahwa hak atas perumahan yang layak merupakan bagian dari hak asasi
manusia yang paling mendasar. Untuk melaksanakan Rencana Aksi
Global, walaupun tanggung-jawab nasional diakui penting namun
diperlukan juga suatu kerjasama dan lingkungan internasional yang ideal
dan mendukung, yang memungkinkan adanya akses pasar yang lebih
besar, pengaliran dana yang lebih besar, upaya menuntaskan hutang
negara-negara berkembang dan alih teknologi.

Delegasi Amerika Serikat menegaskan mengenai pentingnya


pembangunan berkelanjutan yang telah diterapkan sejak KTT Bumi di

91
Rio de Janeiro 1992, pemberdayaan masyarakat, serta pemenuhan hak
atas perumahan yang layak sebagai salah satu unsur hak asasi manusia.

Delegasi ltalia, atas nama Uni Eropa (UE), mengedepankan


kontribusi UE dalam memperjuangkan masalah hak atas perumahan
sehingga akhirnya mendapatkan dukungan seluruh masyarakat
internasional. Selain itu, UE juga menyoroti dan menyambut pendekatan
"enabling policies" dan kemitraan; menekankan pentingnya Pemda yang
demokratis dan bertanggung jawab sebagai prasyarat bagi terciptanya
"sustainable communities"; menekankan komitmennya dalam
melaksanakan Habitat Agenda dengan tekanan bahwa setiap negara
mempunyai tanggung jawab, termasuk dalam bidang keuangan, dalam
pelaksanaan Habitat Agenda; mengusulkan agar UNCHS melibatkan
peran serta Pemda dan aktor masyarakat lainnya dalam kegiatan
UNCHS.

Komite I

Tugas utama Komite I adalah menyelesaikan pembahasan


masalah pending yang terdapat di Habitat Agenda yang terdiri dari 4 Bab
dan 185 paragraf, serta membahas draft Deklarasi lstanbul (lstanbul
Declaration on Human Settlements). Mengingat masih banyaknya
masalah yang masih berada di dalam bracket, terutama Bab lV.E
(lnternational Cooperation and Coordination) dan lV.F (lmplementation
and Follow-Up of the Global Plan of Action) yang belum sempat dibahas

92
selama Prep-Comm III, maka Komite I membentuk 2 Kelompok Kerja
(Pokja).

Sidang menyepakati memilih Mr. Shufqat Kakahkel dari Pakistan


sebagai Ketua Komite I merangkap ketua Pokja l; Mr. Glynn Khonje dari
Zambia sebagai Ketua Pokja II dan Mr. Balkan Kazildeli dari Turki
sebagai Ketua lnformal Open-Ended Drafting Group mengenai Deklarasi
lstanbul.

Pokja I bertugas untuk membahas dan menyelesaikan masalah


pending yang terdapat di Bab I (Preamble), Bab II (Goals and Principles),
Bab III (Commitments) dan Bab lV. A (lntroduction) IV. B (Adequate
Shelter for All), lV.C (Sustainable Human Settlement Development) dan
lV.D (Capacity-building and institutional development). Pokja II
bertugas untuk membahas Bab IV. E dan F.Selain kedua Pokja tersebut,
di bawah Komite I juga dibentuk open-ended drafting committee on
lstanbul Declaration. Pembahasan masalah-masalah pending di Komite I
memakan waktu yang lama dan berjalan cukup alot mengingat adanya
beberapa masalah kontroversial yang sulit dicarikan rumusan
komprominya.

Kelompok Kerja I

Masalah-masalah sulit yang dibahas di Pokja I antara lain


mengenai hak akan perumahan yang layak (right to adequate housing),
penggusuran (illegal forced eviction), bentuk keluarga, persamaan

93
gender, hak reproduksi, keluarga berencana, pendudukan asing dan
coercive economic measures.

Masalah hak perumahan yang layak yang semula diperkirakan


akan membutuhkan negosiasi yang panjang ternyata dapat diselesaikan
pada persidangan tanggal 8 Juni 1996. Amerika Serikat yang sebelumnya
menunjukkan reservasinya, telah sepakat dengan rumusan kompromi
yang cukup seimbang. Rumusan kompromi tersebut pada dasarnya
mengakui hak perumahan yang layak bagi semua orang, namun
mengingat pengadaan perumahan yang layak merupakan masalah yang
kompleks maka diperlukan keterlibatan semua pihak - yaitu masyarakat,
sektor swasta, pemerintah daerah sampai lembaga swadaya masyarakat -
dalam pengadaan ini. Tugas pemerintah kemudian adalah
memberdayakan masyarakat sehingga mampu memenuhi hak
perumahannya (enabling strategy).

Rumusan kompromi tersebut secara jelas menonjolkan


pentingnya kemitraan dan pemberdayaan masyarakat dalam pengadaan
perumahan yang layak. Rumusan kompromi mengenai hak atas
perumahan yang layak ini dapat tercapai karena peran aktif Delri dalam
berusaha menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada diantara para
delegasi. Sikap Delri untuk menengahi masalah ini diambil sesuai dengan
Undang-undang No.4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman yang
mengedepankan prinsip kemitraan dan adanya keseimbangan antara hak
dan kewajiban.

94
Perbedaan pendapat mengenai hak akan perumahan yang layak
terjadi antara negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Di satu pihak,
negara-negara Eropa menghendaki rumusan rinci yang secara jelas
memuat hak setiap individu, sementara di pihak lain Amerika Serikat
menginginkan suatu rumusan yang luwes dan umum. Negara-negara
berkembang sendiri pada umumnya, termasuk lndonesia, cenderung
untuk mengambil posisi tengah.

Masalah penggusuran berhasil diselesaikan tanpa adanya


reservasi setelah melalui proses negosiasi yang cukup panjang. Hal ini
disebabkan karena setiap negara mempunyai sistem hukum yang sangat
berbeda dan menyangkut pemenuhan kewajiban hukum yang harus
dipikul oleh pemerintah terhadap rumusan yang akan diterima. Rumusan
yang akhirnya dapat disetujui pada intinya menjamin perlindungan
hukum terhadap penggusuran paksa yang tidak sesuai dengan undang-
undang dan tidak memperhatikan hak asasi manusia. Namun disebutkan
juga dalam rumusan tersebut bahwa jika penggusuran ternyata tidak
dapat dihindarkan maka harus dijamin alternatif penyelesaian yang
memadai.

Masalah yang berkaitan dengan bentuk keluarga, persamaan


gender, hak mewaris, hak reproduksi dan keluarga berencana, sebenarnya
merupakan isu-isu yang telah disepakati pada Konferensi Kependudukan
di Kairo tahun 1994. Namun demikian, negara maju berusaha untuk
membuka kembali masalahnya di Konferensi ini, sehingga menimbulkan
permasalahan yang rumit karena mendapat tentangan dari negara-negara

95
lslam dan Vatikan serta beberapa negara Katolik di Amerika Latin.
Pembahasan masalah ini berlangsung secara berlebihan akhirnya
menimbulkan kesan keluar dari pokok bahasan utama Konferensi yaitu
mengenai masalah permukiman. Pada penutupan Konferensi, rumusan
terhadap masalah-masalah ini pada akhirnya dapat disetujui oleh
Konferensi namun dengan reservasi yang cukup banyak dari Negara-
negara lslam, Vatikan dan Negara Katolik diAmerika Latin.

Selain masalah-masalah yang mengundang reservasi dari


beberapa negara seperti tersebut di atas, terdapat dua masalah
kontroversial lainnya yaitu kependudukan asing (foreign occupation) dan
coercive economic measures (para 13 Habitat Agenda) - yang sulit
dinegosiasikan sampai saat-saat terakhir persidangan, sehingga
menyebabkan penutupan Konferensi tertunda sampai tanggal 15 Juni
1996 dini hari. Mengenai masalah pendudukan asing, perbedaan
pendapat terjadi antara negara-negara Arab dan Amerika Serikat yang
menunjuk pada masalah pendudukan lsrael di Palestina dan wilayah Arab
lainnya. Sementara itu. penggunaan istilah coercive economic measures
dengan keras ditentang oleh Amerika Serikat sementara di lain pihak
delegasi Cuba menginginkan hal tersebut dimasukkan. Sebagai rumusan
kompromi akhirnya disepakati kata “pendudukan asing” masih
dipertahankan namun beberapa elemen seperti kata "violations of human
rights" dimasukkan dalam paragraf tersebut. Mengenai "coercive
economic measures", pada akhirnya disetujui rumusan yang lebih lunak
dengan menghilangkan kata "coercive" dan "economic" dan sebagai

96
gantinya dipakai istilah “unilateral measures” sehingga menjadi
"...unilateral measures impeding economic social development".

Kelompok Kerja II

Dua masalah utama yang menyebabkan negosiasi di Bab lV.E


dan lV.F berjalan sangat alot adalah masalah pendanaan dan
kelembagaan.

Mengenai masalah pendanaan, dari awal negosiasi negara-negara


maju, terutama Amerika Serikat, telah menunjukkan ketegasannya dalam
menolak usulan yang dapat mengarah pada upaya pemenuhan komitmen
bantuan baru dalam pelaksanaan keputusan Konferensi. Selain
penjajagan terhadap kemungkinan mendapatkan komitmen pendanaan
baru, Bab lV.E. ini juga memuat mengenai tuntutan pemenuhan
komitmen untuk mengalokasikan 0,7% dari Gross National Product
(GNP)-nya guna membantu negara-negara berkembang. Kompromi
terakhir disepakati bahwa usaha untuk memenuhi target 0.7% dari GNP
untuk bantuan pembangunan (ODA-official development assistance)
harus dilakukan secepat mungkin dan jika memungkinkan ruang lingkup
dan skala kegiatan dalam rangka memenuhi tujuan Habitat Agenda.
Mengenai mobilisasi sumber keuangan baru untuk meningkatkan bantuan
terhadap kegiatan-kegiatan permukiman, maka disepakati bahwa
mobilisasi ini akan berasal dari berbagai sumber, baik pada tingkat
nasional maupun internasional.

97
Pembahasan mengenai masalah kelembagaan berkaitan dengan
masa depan United Nations Commission for Human Settlements
(UNCHS) sebagai lembaga yang ditugasi untuk menindaklanjuti
pelaksanaan Rencana Aksi Global dan Sekretariat HABITAT (Centre)
yang bertindak sebagai titik fokal dalam pelaksanaan Rencana Aksi.
Paragraf yang memuat usulan negara berkembang bahwa Centre
dikepalai oleh seorang Executive/Director pada level Under-Secretary
General, ditolak negara maju dan akhirnya dibatalkan. Dengan
dibatalkannya usul untuk memasukkan Centre sebagai anggota
Administrative Committee on Coordination (ACC) maka dikhawatirkan
perhatian PBB terhadap program dan anggaran permukiman menjadi
tidak terjamin. Namun demikian semua negara pada prinsipnya mengakui
perlunya memperkuat peran dan fungsi Komisi dan Sekretariat.

lnformal Open-ended Drafting Group on lstanbul Declaration

lnformal Open-ended Drafting Group ini dibentuk untuk


membahas Deklarasi lstanbul. Dari awal persidangan, para delegasi
sepakat mengenai pentingnya Deklarasi lstanbul karena dinilai
memberikan bobot politis terhadap tekad dan komitmen yang diberikan
negara-negara dalam melaksanakan Rencana Aksi Global.

Sesuai dengan hasil kesepakatan pada Pertemuan lnformal G-77,


pada awal Konferensi delegasi negara berkembang menginginkan bahwa
pembahasan mengenai Deklarasi ini dilakukan berdasarkan konsep yang
disusun oleh G-77. Selain konsep G-77 terdapat pula konsep dari negara

98
tuan rumah, Turki dan negara-negara Uni Eropa. Mengingat usul G-77
tidak dapat diterima oleh negara-negara maju maka pada akhirnya
disepakati bahwa Ketua Drafting Group menyusun rumusan alternatif
yang merupakan "composite text" dari ketiga konsep tersebut.

Mengingat isi Deklarasi mengandung elemen-elemen


kontroversial seperti yang terdapat dalam Habitat Agenda, maka
pembahasan Deklarasi lstanbul ini juga sempat berjalan dengan alot.
Sidang Pleno tanggal 15 Juni 1996 akhirnya mengesahkan Deklarasi
lstanbul.

Komite II

Tugas utama Komite II yang diketuai oleh Martti Lujanen


(Finlandia) ini adalah menerima dan kemudian mendiskusikan laporan
kegiatan-kegiatan paralel yang dilaksanakan dalam rangka Konferensi
Habitat II yaitu Forum Anggota Parlemen; Forum LSM; Forum
Pemerintah Daerah; Forum Sektor Swasta; Forum Yayasan dan Forum
Serikat Pekerja. Selain itu, Komite yang berfungsi sebagai "hearing
committee" ini juga menerima laporan dari Badan-badan PBB terkait,
misalnya UNESCO, UNICEF, UNIDO, UNHCR dan Commission on
Human Right.

Sesuai dengan sifat persidangan, maka tata cara persidangan


dilakukan dengan mendengarkan hasil laporan wakil-wakil mitra yang
disusul dengan tanya jawab oleh wakil delegasi pemerintah dan wakil-

99
wakil dari mitra yang lain. Hasil dari Komite ini berupa "Chairman
Summary" yang kemudian diajukan ke Sidang Pleno untuk dijadikan
"annex" dari laporan Konferensi. Dalam presentasi maupun diskusi, para
wakil mitra dan Badan-badan PBB menyatakan kesiapan mereka dalam
membantu melaksanakan kesepakatan yang dicapai dalam Rencana Aksi
Global.

Para delegasi pada umumnya sangat menghargai pola persidangan


seperti yang diterapkan di Komite II karena mengedepankan konsep
kemitraan di dalamnya. Masukan dari forum-forum tersebut sangat
membantu pemerintah dalam mendapatkan masukan mengenai pendapat
dan kontribusi yang dapat diberikan oleh para mitra dalam memecahkan
masalah permukiman. Konsep kemitraan ini diyakini akan mendorong
keberhasilan pelaksanaan Rencana Aksi Global. Namun demikian, dalam
pelaksanaannya pengikutsertaan para mitra, khususnya LSM, dalam
Konferensi lnternasional semacam ini tampaknya masih perlu
pematangan.

C. Kegiatan Paralel

Bersamaan dengan berlangsungnya konferensi Habitat II juga


diadakan serangkaian kegiatan paralel. Kegiatan paralel ini terbagi dalam
tiga kelompok besar. Kelompok pertama adalah forum-forum untuk
setiap mitra pemerintah: forum swasta, forum walikota dan pemda, forum
anggota parlemen, forum pemuda, forum LSM, dll. Kedua adalah

100
kelompok dialog tematik. Kelompok kegiatan yang terakhir adalah
pameran-pameran.

Forum Mitra Pemerintah

Forum ini diadakan untuk memberikan kesempatan pada para


mitra Pemerintah untuk menyampaikan pendapatnya baik secara formal
dalam Komite II maupun lewat pembicaraan informal dengan delegasi
yang mengikuti konferensi. Untuk itu lokasi forum-forum ini diadakan
berdekatan dengan tempat konferensi. Disamping itu forum ini diadakan
juga untuk mendapatkan dukungan yang lebih luas bagi Habitat Agenda
dan memperkuat kemitraan dalam bidang perumahan dan permukiman.

Forum Para Walikota dan Pemerintah Daerah

Forum ini merupakan langkah maju bagi PBB yang untuk


pertama-kalinya mengundang para walikota dan pemerintah daerah untuk
turut bicara dalam suatu konferensi PBB. Peranan para walikota dan
pemda dalam abad mendatang akan semakin penting dan menentukan
dalam pembangunan.

Delegasi lndonesia hadir dengan Walikota Semarang, Palembang,


Jakarta Barat dan Sekjen BKS AKSI. Forum para walikota dan
pemerintah daerah ini memberikan masukan antara lain sebagai berikut:

101
 peran baru pemerintah daerah/walikota dalam pembangunan
permukiman;
 perlunya perwakilan tetap dari para walikota dalam United
Nations commission on Human settlement dan konferensi
internasional yang lain;
 manfaat dari kerjasama antar kota dari negara yang berlainan, dan
pentingya asosiasi internasional antar kota;
 pentingnya dialog antara walikota dan pemda dengan LSM dan
kelompok warga setempat;
 penyusunan Agenda 21 untuk penerapan di tingkat lokal.

Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Forum ini merupakan forum yang pesertanya terbesar dan


waktunya terlama. Pesertanya sekitar 5000 orang terdiri dari berbagai
macam LSM dari seluruh dunia, antara lain LSM yang bergerak di
bidang perumahan, lingkungan hidup, sosial, keagamaan, wanita. Forum
ini diadakan dari tanggal 30 Mei hingga 14 Juni di lstanbul Technical
University. Pembicaraan yang berkembang di forum NGO sangat
beragam dan banyak pertemuan yang berjalan secara paralel. Anggota
delegasi lndonesia dalam forum tersebut antara lain menyajikan
mengenai P2BPK, membuka kios cenderamata lndonesia, dan tampil
dalam acara kesenian.

102
Masukan yang diberikan forum LSM pada konferensi ini,
menunjukkan adanya keanekaragaman pandangan. Keanekaragaman ini
dalam beberapa hal dirasakan menghambat jalanya pertemuan. Cara
penyaluran pendapat dalam forum LSM ini masih dipertanyakan oleh
Komite II.

Forum pada akhirnya menghasilan beberapa kesimpulan yang


antara lain mencakup:

 Partnership/kemitraan yang berdasarkan kesejajaran;


 peningkatan peranan wanita dalam pembangunan permukiman;
 usulan mengenai standar PBB untuk persamaan kesempatan bagi
penyandang cacat;
 integrasi antara Habitat Agenda dan Local Agenda 21;
 penyertaan wakil LSM dan mitra yang lain dalam United Nations
Commission On Human Settlement
 perlunya memperkuat United Nations Centre for Human
Settlement sebagai pelaksana Habitat Agenda.

Forum Pengusaha Sedunia

Forum ini berlangsung 4 hari di Kampus lstanbul Technical


University dan dihadiri oleh berbagai asosiasi pengusaha baik nasional
maupun internasional seperti World Bussines Forum for Habitat II dan
FIABCI. lndonesia diwakili oleh REI dan FIABCI lndonesia. Forum

103
Pengusaha ini menghasilkan "World Bussines Forum lstanbul
Declaration". Dokumen ini antara lain menyerukan:

 Perlunya tanggung jawab swasta untuk pembangunan yang


berkelanjutan dan berkeadilan;
 Pembangunan masyarakat yang bertanggung jawab bernegara
(civil society) juga merupakan tanggung jawab swasta;
 Kepentingan lingkungan tidak perlu bertentangan dengan
kepentingan bisnis;
 perlunya pembangunan sumberdaya manusia, alih teknologi dan
mengurangi pengangguran;
 Perlunya standar praktek bisnis internasional yang transparan dan
bebas dari korupsi.

Selain itu Forum juga mengakui bahwa dunia usaha cenderung


hanya melayani golongan berpenghasilan menengah keatas, meski
sebenarnya golongan miskin lebih patuh dalam pengembalian kredit.
Selain itu mereka sangat mendukung program pengentasan kemiskinan.
Sebagai tambahan forum menyerukan dibentuknya satuan tugas
internasional untuk membantu upaya Sekretariat (Centre) dapat
memonitor pelaksanaan Habitat Agenda.

104
Forum Anggota Parlemen

Forum ini berlangsung dua hari sebelum Konferensi resmi


dibuka. Pembicaraan antara anggota parlemen ini berkisar soal
pentingnya kemitraan dalam pembangunan yang berkelanjutan dan
pentingnya masalah politik dalam pembangunan permukiman. Karena itu
posisi para anggota parlemen dalam pembangunan permukiman
sangatlah menentukan. Namun demikian mereka sering menghadapi
kendala seperti kurangnya informasi dan perundang-undangan yang
menghambat. Forum menyimpulkan bahwa partisipasi dan kemitraan
merupakan syarat mutlak dalam pembangunan permukiman, untuk itu
anggota parlemen dapat memainkan peran yang besar.

Dalam forum ini lndonesia diwakili oleh dua orang anggota


komisi V DPR Rl. Para Wakil lndonesia ini cukup berperan terutama
dalam pembahasan hak atas rumah yang layak. Berpedoman pada
Undang-undang perumahan lndonesia, wakil dari lndonesia mengusulkan
agar pemenuhan hak atas rumah menjadi tanggung-jawab semua pihak.

Forum Akademisi dan Profesional

Forum ini berlangsung selama 3 hari dan diikuti oleh para ahli,
peneliti, pengajar, dan profesional di bidang perumahan dan permukiman
dari seluruh dunia. Dalam Forum lndonesia diwakili oleh staf pengajar
dari ITS Surabaya. Pernyataan yang disampaikan pada komite II terdiri

105
dari dua bagian, pertama dari "Academies of Science and Engineering
Forum" dan yang kedua dari "Profesionals and Researchers Forum".
Kesimpulan yang didapat antara lain adalah:

 Pendidikan, pelatihan dan pengembangan kemampuan (capacity-


building) aparat di daerah memerlukan bantuan para ilmuwan;
 Perlu ada agenda penelitian perkotaan, permukiman dan juga
agenda untuk penelitian pengembangan kemampuan daerah
dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan;
 Forum memberikan komitmennya untuk membangun "social
city"; kota yang tidak mengabaikan kepentingan sosial dan
lingkungan hidup demi pertumbuhan;
 Perlu ada peninjauan kembali terhadap kurikulum pendidikan
perencanaan kota;
 Pendekatan perencanaan kota perlu memasukkan nilai-nilai
tradisional.

Forum Solidaritas Kemanusiaan

Agak berbeda dengan forum yang lain forum ini diadakan dalam
bentuk rapat umum dan dihadiri siapa saja yang berminat termasuk wakil
lndonesia. Acara ini berlangsung hanya sehari dan diadakan di lstana
Ciragan, lstanbul. Forum ini sepakat bahwa solidaritas kemanusiaan
harus diarahkan untuk mengatasi masalah kesenjangan sosial, ekonomi

106
dan politis baik didalam negeri, luar negeri ataupun antara Negara utara
dan selatan. Cita-cita untuk membuat kota yang lebih manusiawi akan
tercapai jika masyarakat diberdayakan sehingga mereka dapat
memperbaiki kehidupan dan lingkungannya sendiri. Selanjutnya forum
ini menyerukan supaya setiap kota menghormati kebhinekaan dan
berupaya untuk mencapai keselarasan sosial dan ekonomi. Forum
Solidaritas kemanusiaan ini keluar dengan visi mewujudkan "dunia
dengan kota yang berkelanjutan" (sustainable urban planet).

Dialog Tematik

Dialog tematik juga diadakan untuk memberikan kesempatan


masyarakat luas menyampaikan masukan kepada Komite II dalam
beberapa isu yang dianggap relevan dengan Habitat II. Acara ini
berbentuk seminar yang terbuka untuk umum dengan panelis dan tim
perumus yang sudah ditentukan oleh panitia. Para pembicara umumnya
adalah para ahli di bidangnya. Delegasi RI turut dalam acara dialog ini,
baik sebagai penyelenggara, moderator, pemrasaran atau pun sebagai
peserta biasa. Kesimpulan yang dihasilkan umumnya tidak berbeda jauh
dengan kebijakan yang selama ini sudah diambil oleh pemerintah RI.
Kesimpulan dari dialog-dialog tematik ini antara lain adalah sebagai
berikut:

107
Wajah Kota Pada Abad 21

Diskusi ini menyimpulkan bahwa kota bukanlah suatu produk


akhir tapi merupakan suatu proses dimana masyarakat akan terus
membentuk dan merubah lingkungannya. Perlu pemberdayaan bagi
warga kota yang lemah, sehingga mereka dapat menjadi mitra yang
sejajar dalam memecahkan masalah perkotaan. Masalah kota tidak dapat
diatasi secara berkelanjutan selama praktek predatorism masih ada.
Diakui adanya kesenjangan dalam prioritas antara negara maju dan
negara berkembang, dimana masalah negara berkembang lebih pada
upaya mengentaskan kemiskinan; sedang negara maju lebih pada
pelestarian alam.

Pendanaan kota

Kebutuhan dana untuk mengelola kota dimasa mendatang akan


semakin besar. Untuk itu perlu dicari cara dan sumber baru. Adalah tidak
realistis untuk mengharapkan kota akan sepenuhnya swadana. Para
peserta dialog sepakat bahwa kemitraan memerlukan saling hormat dan
mempercayai. Dalam rangka kemitraan perlu diwaspadai adanya
exploitasi untuk kepentingan pribadi, penyalahgunaan dan monopoli.
Untuk itu perlu dibuat peraturan dan mekanisme penawaran yang
kompetitif. Peserta juga merekomendasikan bagi lembaga perbankan
khusus untuk orang miskin.

108
Kesempatan Kerja di Kota Pada Masa Mendatang

Peserta dialog ini menegaskan bahwa penciptaan dan


perlindungan lapangan kerja merupakan cara yang paling tepat untuk
mengatasi krisis perkotaan. Harus diciptakan suatu kondisi yang tepat
untuk pertumbuhan yang berorientasi pada penciptaan kesempatan kerja
dan produktivitas. Peranan sektor informal dalam menciptakan lapangan
kerja harus mendapatkan perhatian yang lebih serius.

Tanah dan Hubungan Desa Kota

Dialog ini menyadari bahwa hubungan desa kota yang seimbang


merupakan prasyarat pemerataan hasil pembangunan. Pengelolaan tanah
merupakan salah satu masalah pokok dalam pembangunan yang
berkelanjutan. Perlu ada sistim tataguna tanah yang efisien dan
penggunaan tanah yang optimal. Perlindungan hak atas tanah juga
ditekankan sebagai prasyarat berkembangnya pasar. Sebagian besar
pengelolaan tanah dapat didesentralisasikan kepada pemerintah daerah.

Air Bersih Untuk Kota

Masalah pengelolan air mencakup jauh diluar batas kota dan bila
tidak ditangani dengan hati hati dapat berkembang menjadi sumber
konflik internasional. Air adalah hak semua orang karena itu harus
dialokasikan secara berimbang. Harus pula dipikirkan persediaan air

109
untuk generasi mendatang. Kemitraan antar semua pelaku harus
ditingkatkan untuk memperbaiki pengelolaan air.

Transportasi Kota

Dialog mengenai transportasi kota di masa mendatang


merekomendasikan perlu peningkatan efisiensi penggunaan tanah untuk
mengurangi keperluan transport, mengarahkan penelitian pada teknologi
alternatif yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta
pemerataan fasilitas transportasi bagi para penyandang cacat.

Pameran

Selama berlangsungnya Konferensi terdapat dua pameran besar


dan beberapa pameran kecil dimana lndonesia berpartisipasi dalam
pameran Best Practices dan Trade Fair. Pameran yang lain adalah
pameran NGO, pameran dari UN agencies, pameran Arsitektur, dan
Pameran kesenian yang diadakan oleh Turki.

Pameran Best Practices

Meskipun menghadapi sedikit kesulitan dalam persiapan, namun


akhimya delegasi RI mendapat anjungan seluas 30 m2. Pameran ini
terselenggara berkat kerjasama dengan Pemda Semarang, Palembang,

110
Tangerang, Surabaya dan Bangli; dan didukung oleh BTN dan Ditjen
Cipta Karya. Program-program unggulan yang dipamerkan adalah:

 lntegrated Urban lnfrastructure Development Program, dengan


contoh kasus di Cirebon;
 Kampung lmprovement Program, dengan contoh kasus di
Surabaya;
 Program Perbaikan Lingkungan Desa Terpadu, dengan contoh
kasus di desa Panglipuran, Bangli;
 Participatory Urban Renewal dengan contoh di Semarang dan
Surabaya;
 Community Based Low Cost Housing dengan contoh di
Palembang, dan Cengkareng.
Materi-materi ini ditampilkan dalam bentuk foto, gambar dan
keterangan. Selain itu dipamerkan pula data geografis dan demografis
lndonesia. Pameran lndonesia cukup diminati oleh pengunjung dan
diliput juga oleh wartawan asing. Selama berlangsungnya pameran,
terjadi dialog intensif dengan pengunjung yang ingin tahu lebih lanjut
mengenai program unggulan dan kebijakan permukiman lndonesia.
Beberapa pengunjung bahkan menunjukkan keinginan untuk berkunjung
ke lndonesia dan belajar mengenai program-program permukiman di
lndonesia.

111
Pameran Dagang (Trade Fair)

Pameran ini mempunyai tema "Good ldeas For Better Cities".


Tujuan pameran ini adalah mempromosikan teknologi dan produk
penunjang pembangunan permukiman yang berkelanjutan. Selama
pameran berlangsung anjungan lndonesia telah dikunjungi oleh lebih
kurang 2000 orang tamu dari berbagai negara. Para pengusaha
internasional banyak tertarik dengan produk lndonesia. Ada beberapa
pengusaha yang secara spesifik menanyakan informasi mengenai
kemungkinan investasi properti, ekspor kayu lapis, furnitur, dan keramik.
lnformasi ini segera disampaikan pada pengusaha lndonesia yang ikut
mendukung pameran.

Perusahaan lndonesia yang turut dalam pameran ini adalah Perum


Perumnas, PT. Bumi Serpong Damai, PT. Cipta Development, PT. Jaya
Real Property, PT. Putra Alvita Pratama, PT. Lippo Cikarang, PT.
Modernland Realty. PT. Rajawali Nusantara Indonesia, PT Abadi Guna
Papan, PT. Bank Tabungan Negara, PT. Bank Papan Sejahtera, Asosiasi
Semen lndonesia, Asosiasi lndustri Keramik lndonesia, PT. Guna
Elektro, PT. Ruhak Phala, PT. Amarta Karya, dan PT. Wijaya Kusuma
Emindo. Anjungan lndonesia yang dirancang oleh PT Aditia Alembana
tampil dengan menarik.

112
D. Hasil Konferensi Habitat II

Konferensi Habitat II dapat menyelesaikan secara tuntas semua


mata acara Konferensi pada Sidang Pleno penutupan. Sidang Pleno yang
sedianya direncanakan akan ditutup pada tanggal 14 Juni 1996 akhirnya
ditutup pada tanggal 15 Juni 1996 dini hari dengan mengesahkan dua
dokumen akhir yaitu Deklarasi lstanbul dan Habitat Agenda.
Keterlambatan penutupan tersebut disebabkan adanya beberapa masalah
yang sampai saat-saat terakhir Konferensi belum selesai dinegosiasikan,
seperti masalah pendudukan asing (foreign occupation) dan tindakan
sepihak yang dilakukan oleh suatu negara (unilateral measures). Pada
akhir Konferensi akhirnya dicapai rumusan kompromi terhadap kedua
masalah yang terdapat dalam paragraf 13 tersebut. Sidang Pleno ditutup
dengan reservasi dari negara-negara Arab, Vatikan dan beberapa negara
Amerika Latin terutama berkaitan dengan isu bentuk keluarga,
persamaan gender, hak-hak reproduksi dan keluarga serta hak waris.

1. Deklarasi Istanbul

Para kepala negara, dan delegasi resmi pemerintah yang hadir


pada Konferensi PBB untuk permukiman Habitat II di lstanbul,
menyatakan dukungan mereka pada tujuan untuk menjamin perumahan
yang layak untuk semua orang dan untuk mewujudkan permukiman yang
lebih aman, sehat, nyaman, berimbang, berkelanjutan dan produktif.
Pembahasan mengenai tema perumahan yang layak untuk semua orang
dan pembangunan permukiman yang berkelanjutan dalam dunia yang

113
mengkota, telah diilhami oleh Piagam PBB dan diarahkan pada upaya
memperkuat kerjasama kemitraan internasional, nasional dan lokal untuk
perbaikan permukiman dunia. Para peserta konferensi bertekad untuk
mewujudkan tujuan, prinsip dan rekomendasi yang tercantum dalam
Habitat Agenda dan berjanji untuk saling mendukung dalam
pelaksanaanya.

Negara-negara peserta Konferensi menyadari masalah yang


dihadapi kota-kota sekarang ini harus segera diatasi. Pada saat yang sama
mereka juga mengakui bahwa kota-kota adalah pusat dari kebudayaan
dan peradaban, dan harus menggunakan potensi ini demi kesejahteraan
dan kemajuan seluruh umat manusia.

Para peserta menegaskan kembali komitmennya untuk


meningkatkan kesejahteraan dan kebebasan seluruh umat manusia.

Konferensi-konferensi PBB yang lalu telah memberikan pedoman


yang komprehensif untuk mencapai perdamaian, keadilan dan demokrasi
dalam pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan
lingkungan sebagai bagian dari pembangunan yang berkelanjutan.
Masalah penurunan kualitas permukiman dan pola konsumsi yang tidak
berkelanjutan dan masalah kependudukan harus dihadapi dengan
komprehensif. Para peserta konferensi bertekad untuk menerapkan pola
konsumsi, produksi, transportasi dan permukiman yang berkelanjutan,
dan juga mencegah polusi, menghormati daya dukung alam dan
kepentingan generasi mendatang. Penerapan komitmen ini dilakukan

114
dalam semangat kemitraan global dan dengan memperhatikan kondisi
masing masing negara. Strategi pemberdayaan, prinsip kemitraan dan
partisipasi disepakati sebagai cara yang paling demokratis untuk
mewujudkan komitmen ini.

Dalam pelaksanaan Habitat Agenda, negara-negara peserta akan


mendorong desentralisasi dan mengembangkan pemerintahan daerah
yang transparan, bertanggung jawab, dan tanggap. Negara-negara peserta
juga akan meningkatkan kerjasama dengan para wakil rakyat, serikat
pekerja, Swasta dan LSM. Mereka akan meningkatkan peranan wanita,
dan golongan rentan. Pendanaan untuk pelaksanaan agenda ini akan
dilakukan secara nasional dan internasional termasuk dari sumber baru
dan tambahan multilateral dan bilateral, maupun dari pemerintah dan
swasta. Dalam hubungan ini para peserta akan mengupayakan
peningkatan kemampuan dan alih teknologi tepat guna. Mereka
berkeyakinan bahwa untuk pelaksanaan Habitat Agenda peran UNCHS
Habitat perlu diperkuat.

2. Habitat Agenda

Habitat Agenda, yang merupakan dokumen pokok yang


memberikan arahan bagi masing-masing negara dan kerjasama
internasional di bidang pembangunan perumahan dan permukiman,
semula terdiri dari 4 Bab 185 paragraf dan kemudian berkembang
menjadi 241 paragraf. Agenda ini dipersiapkan menjadi agenda yang
komprehensif karena tidak saja menyinggung masalah permukiman

115
namum juga masalah pembangunan ekonomi sosial lainnya, antara lain
dengan cara mengembangkan hasil-hasil yang telah dicapai Konferensi
lnternasional sebelumnya seperti KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun
1992, Konferensi lnternasional mengenai Kependudukan dan
Pembangunan di Cairo tahun 1994, Konferensi Dunia mengenai wanita
di Beijing tahun 1995 dan Konferensi Dunia mengenai Pembangunan
Sosial di Copenhagen tahun 1995.

Mukadimah (paragraf 1 -121)

Bab I yang semula terdiri dari 12 para ini berupa pengantar secara
singkat mengenai tujuan diselenggarakannya Konferensi; masalah yang
dihadapi dunia saat ini baik secara umum maupun yang berkaitan dengan
situasi kota, desa, permukiman dan urbanisasi; hak akan perumahan yang
layak dan perlunya perhatian terhadap kelompok-kelompok rentan.

Negara-negara peserta konferensi, mengakui pentingnya


perbaikan kualitas permukiman, karena hal ini sangat besar pengaruhnya
pada kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Disadari adanya peluang
untuk mewujudkan dunia dimana pembangunan ekonomi, sosial dan
pelestarian lingkungan dapat berjalan bersama dan saling mendukung
dalam pembangunan yang berkelanjutan. Untuk dapat memperbaiki
kehidupan dan kesejahteraan penduduk bumi, kerjasama internasional
dan solidaritas universal sangatlah menetukan. Menyadari sifat global
masalah-masalah permukiman maka masyarakat internasional yang hadir
dalam konferensi ini memutuskan untuk mengambil langkah bersama

116
guna meningkatkan hasil yang dapat dicapai. Kerjasama ini harus
dilandasi semangat kemitraan dan prinsip-prinsip Piagam PBB.

Dalam Mukadimah Agenda ini disebutkan pula bahwa manusia


adalah pusat perhatian dalam strategi pembangunan yang berkelanjutan.
Selain keterpaduan antara pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial
dan perlindungan alam, untuk mewujudkan pembangunan permukiman
yang berkelanjutan diperlukan pula adanya penghormatan terhadap hak
asasi manusia termasuk hak atas permukiman yang layak, pemerintah
yang demokratis, bertanggung jawab dan transparan. Setiap manusia
berhak atas kehidupan yang sehat, produktif dan selaras dengan alam.
Manusia juga berhak untuk hidup sesuai dengan warisan budaya dan
keyakinan spiritual masing masing. Mengingat masalah demokrasi dan
hak asasi juga disinggung dalam masalah permukiman, maka atas usul
negara-negara berkembang ditekankan pula bahwa kemiskinan dan
ketertinggalan merupakan hal-hal yang sering menghambat pemenuhan
hak asasi, demokrasi dan partisipasi masyarakat.

Disadari bahwa sebagian dari penduduk dunia terutama di negara


berkembang masih kekurangan rumah dan sarana sanitasi. Konferensi
juga menyadari bahwa rumah yang sehat dan prasarana dasar sangat
menentukan keadan fisik, psikologis dan sosial ekonomi seseorang.
Karena itu pembukaan akses untuk mendapatkan, rumah yang layak bagi
semua orang harus menjadi bagian dasar dari tindakan bersama.
Sepanjang sejarah, urbanisasi telah membantu terjadinya kemajuan
ekonomi, sosial, budaya dan politik. Kota selama ini telah menjadi

117
penggerak dan inkubator dari peradaban, fasilitator dari perkembangan
ilmu pengetahuan, budaya, tradisi, perdagangan dan industri. Kota yang
terencana dan dikelola dengan tepat, akan mendukung pembangunan
manusia dan pelestarian alam. Kota dapat menghidupi orang dalam
jumlah yang besar namun dengan dampak lingkungan yang lebih kecil.

Kota diakui penting artinya mengingat perannya sebagai


penggerak pembangunan. Namun demikian dengan semakin
meningkatnya laju urbanisasi, kota dihadapkan pada masalah yang
semakin kompleks, misalnya sempitnya kesempatan kerja, bertambahnya
gelandangan dan permukiman liar, melebarnya kesenjangan sosial,
meningkatnya kriminalitas dan menurunnya mutu lingkungan dan
pelayanan umum. Semua masalah ini memberikan tantangan yang berat
bagi pemerintah kota terutama pada negara berkembang.

Untuk mengurangi arus urbanisasi, diperlukan adanya


keseimbangan dan koordinasi pembangunan di desa dan kota;
pengentasan kemiskinan; peningkatan kesejahteraan dan pengadaan
kesempatan kerja di desa. Perhatian khusus juga perlu diberikan dan
segala hambatan serta diskriminasi perlu dihilangkan dari kelompok
rentan seperti anak-anak, wanita, manula, pengungsi dan penyandang
cacat. Habitat Agenda adalah seruan pada semua tingkat pemerintahan di
seluruh dunia untuk melakukan tindakan bersama. Dalam Mukadimah ini
disebutkan juga bahwa Habitat Agenda, terutama dalam Bab Tujuan dan
Prinsip, dan Bab Komitmen, telah memberikan visi positif tentang
permukiman berkelanjutan. Habitat Agenda juga akan menjadi pedoman

118
bagi semua pihak dalam mewujudkan cita-cita "shelter for all" dan
"sustainable human settlement development".

Goals and Principles (para 13-21)

Bab yang semula terdiri dari 11 para ini secara lebih rinci
menjelaskan mengenai tujuan dan prinsip-prinsip dasar yang dipakai
sebagai landasan kerjasama internasional terutama yang berkaitan dengan
bidang permukiman. Dalam Bab ini terdapat dua para yaitu para 13 dan
22 yang sempat membutuhkan waktu pembahasan cukup lama. Masalah
yang sulit dinegosiasikan dalam para 13 menyangkut pendudukan asing
(foreign occupation) dan tindakan sepihak suatu negara terhadap negara
lain (unilateral measures). Sementara para 22, masalah yang sulit
menyangkut pendanaan baru dan tambahan untuk pembangunan
permukiman.

Dalam bab ini juga disebutkan prinsip yang akan memandu


pelaksanaan Habitat Agenda, yaitu:

 permukiman yang berkeadilan;


 pengentasan kemiskinan;
 pembangunan berkelanjutan;
 permukiman yang manusiawi dan berbudaya;
 perlindungan dan dukungan untuk keluarga;
 peran serta masyarakat;

119
 kemitraan yang sejajar;
 solidaritas pada golongan yang lemah dan para penyandang cacat;
 bantuan bagi negara sedang berkembang;
 jaminan kesehatan dan kesejahteraan untuk semua orang.

Commitments (para 23-35)

Sebagai payung dari bab yang semula terdiri dari 12 para ini
disebutkan bahwa Rencana Aksi Global dibuat sesuai dengan tujuan dan
prinsip Piagam PBB. Pelaksanaan Rencana Aksi Global diserahkan
kepada masing-masing negara sesuai dengan hukum nasional dan
prioritas pembangunan, dilakukan dengan menghormati keragaman
agama, nilai etika, latar belakang budaya dan keyakinan serta sesuai
dengan hak asasi yang diakui secara universal.

Berdasarkan prinsip-prinsip yang ada pada Bab II, negara peserta


Konferensi kemudian memberikan komitmennya untuk melaksanakan
Habitat Agenda melalui rencana aksi, kebijakan dan program di tingkat
lokal, nasional, subregional dan regional. Sesuai dengan prinsip
kemitraan, maka pembuatan dan pelaksanaan kebijakan dan program
dilakukan bekerjasama dengan pihak yang tertarik dan didukung oleh
masyarakat internasional dengan memperhitungkan faktor manusia
sebagai pusat perhatian dalam pembangunan berkelanjutan. Dalam
melaksanakan komitmen ini, perhatian khusus diberikan kepada orang-
orang yang tidak mempunyai rumah dan miskin, atau karena satu dan

120
lain hal termasuk golongan lemah dan rentan, khususnya wanita, anak-
anak, manula, penduduk asli, "displaced people" dan orang cacat.

Secara garis besar ada 7 komitment yang telah dibuat oleh


konferensi yaitu mewujudkan rumah yang layak untuk semua orang;
pembangunan permukiman yang berkelanjutan; pemberdayaan bagi
semua pelaku pembangunan permukiman; kesetaraan gender; mendanai
pembangunan perumahan dan permukiman; kerjasama lnternasional; dan
pengawasan kemajuan pelaksanaan Habitat Agenda.

Global Plan of Action

Bab IV ini merupakan inti dari Habitat Agenda karena berisi


arahan secara rinci mengenai hal-hal yang harus dipenuhi oleh negara
peserta dalam melaksanakan pembangunan permukiman, baik di tingkat
internasional, nasional maupun lokal untuk dekade mendatang. Bab ini
merupakan bab terpanjang, semula terdiri dari 149 para dan 6 sub-bab
yaitu "introduction"; "adequate shelter for all"; "sustainable human
settlements development in an urbanizing world"; "capacity building and
institutional development"; "international cooperation and coordination"
dan “implementation and follow up of the Habitat Agenda”.

Introduction (para 36-421)

Dalam sub-bab mukadimah disebutkan bahwa yang membedakan


rencana aksi ini dengan rencana aksi lain adalah proses pemberdayaan

121
seluruh lapisan masyarakat untuk mencapai dua tujuan utama konferensi,
yaitu "adequate shelter for all" dan "Sustainable human settlements
development in an urbanizing world".

Adequate shelter for all (para 43-75)

Sub-bab "adequate shelter for all" menekankan bahwa sejak


pengesahan Deklarasi Hak Asasi Manusia tahun 1948, hak akan
perumahan yang layak diakui sebagai salah satu komponen hak untuk
mendapatkan kehidupan yang layak. Namun demikian, penyediaan
perumahan tidak saja dibebankan pada pemerintah namun juga
merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Tugas
pemerintah adalah meningkatkan, melindungi dan menjamin realisasi hak
akan perumahan yang layak tersebut. Selain pengakuan akan hak atas
perumahan yang layak, sub-bab ini juga menekankan pentingnya
memberdayakan pasar yaitu mekanisme penyediaan perumahan sehingga
berfungsi secara efisien.

Prinsip mendasar dalam memformulasikan kebijakan perumahan


yang realistik adalah keterkaitan antara kebijakan tersebut dengan
kebijakan makro ekonomi secara keseluruhan, lingkungan hidup dan
pembangunan sosial. Dalam hal ini, Pemerintah juga perlu melakukan
desentralisasi perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan
perumahan ke tingkat sub-nasional dan lokal.

122
Di beberapa negara dimana pasar berfungsi sebagai mekanisme
penyediaan perumahan yang utama, maka efektivitas dan efisiensi pasar
menjadi penting artinya untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan. Dalam hal ini pemerintah bertanggung jawab untuk
menciptakan "enabling framework" bagi berfungsinya pasar perumahan
secara baik. Pemerintah, pada tingkat yang memadai, harus mendukung
upaya kelompok masyarakat dalam pembangunan perumahan
(facilitating community-based production of housing). Disamping itu,
ditekankan pula bahwa akses ke tanah dan perlindungan hak atas tanah
merupakan prasyarat penting dalam penyediaan perumahan.

Untuk membiayai pembangunan perumahan, maka perlu untuk


mengintegrasikan sistem pendanaan perumahan ke sistem yang lebih luas
serta menggunakan instrumen yang telah ada dan mengembangkan yang
baru, terutama untuk memenuhi kebutuhan keuangan bagi penduduk
yang mempunyai keterbatasan atau tidak mempunyai akses ke kredit.
Pemerintah juga harus menjamin akses ke infrastruktur dasar dan jasa,
yang antara lain meliputi penyediaan air minum, sanitasi, pengolahan
sampah, kesejahteraan sosial, fasilitas transport dan komunikasi, energi,
kesehatan dan jasa emerjensi, sekolah, keamanan umum dan pengolahan
lahan terbuka.

Sub-bab ini juga memuat apa yang harus dilakukan pemerintah


guna menyingkirkan hambatan dan menghapuskan diskriminasi terhadap
kelompok kurang beruntung dan orang-orang dengan kebutuhan khusus.
Antara lain disebutkan perlunya menciptakan hukum dan peraturan yang

123
dapat mencegah terjadinya diskriminasi dan timbulnya hambatan;
mendukung organisasi-organisasi kelompok rentan; dan meningkatkan
akses mereka ke sistem transportasi umum.

Sustainable human settlements development in an urbanizing world


(para 76-128)

Cepatnya laju urbanisasi, konsentrasi penduduk di kota besar,


cepatnya pertumbuhan kota besar merupakan beberapa perubahan
penting yang mempengaruhi pembangunan permukiman. Pada tahun
2005, sebagian besar penduduk dunia akan hidup di perkotaan dan kira-
kira 40% dari mereka adalah anak-anak.

Pertumbuhan kota sering menimbulkan berbagai masalah


lingkungan seperti pola produksi dan konsumsi yang membahayakan,
polusi tanah, udara dan air, sampah, terbatasnya persediaan air, sanitasi
dan lain-lain. Masalah ini semakin diperburuk dengan semakin
meningkatnya penduduk dan migrasi dari desa ke kota. Oleh karena itu,
pemerintah terutama pemerintah daerah harus mencegah dan mengurangi
dampak lingkungan yang disebabkan oleh pertumbuhan kota dengan cara
membangun permukiman secara berkelanjutan.

Pembangunan permukiman secara berkelanjutan dilakukan


berdasarkan hasil KTT Bumi di Rio de Janeiro, yaitu Bab 7 Agenda 21,
yang antara lain menekankan pentingnya pendekatan pemberdayaan.
Dalam kerangka "local Agenda 21", pemerintah daerah harus

124
bekerjasama dengan seluruh pihak yang berkepentingan untuk
meningkatkan dan melaksanakan strategi yang efektif bagi pembangunan
berkelanjutan.

Untuk menciptakan permukiman yang berkelanjutan, pemerintah dan


para mitra pembangunan harus memperhatikan aspek-aspek seperti:

 pembangunan sosial yang antara lain mencakup pengentasan


kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja;
 pemantauan terhadap laju pertumbuhan penduduk dan
perpindahannya;
 pembangunan permukiman yang memperhatikan faktor
lingkungan, sehat dan layak dihuni;
 penggunaan energi secara berkelanjutan;
 sistem transport dan komunikasi yang berkelanjutan;
 konservasi dan perbaikan peninggalan budaya dan sejarah;
 meningkatkan perekonomian kota;
 pembangunan permukiman yang seimbang di wilayah pedesaan;
 kemampuan untuk mencegah, mengurangi, bersiaga dalam
menghadapi bencana serta upaya rehabilitasi.

Tindak lanjut yang harus dilakukan negara peserta dalam pelaksanaan


pembangunan permukiman secara berkelanjutan dengan memperhatikan
kesembilan aspek seperti tersebut diatas, antara lain mencakup:

125
 membuat suatu kerangka hukum untuk membantu pembangunan
dan pelaksanaan perencanaan serta kebijakan perbangunan
perkotaan secara berkelanjutan;
 melembagakan pendekatan partisipatif dengan cara
mengembangkan dialog yang terbuka dengan semua pihak;
 membuat dan melaksanakan kebijakan yang menjamin akses ke
prasarana dasar bagi semua orang dengan prioritas diberikan
kepada wanita dan anak-anak serta mencegah terjadinya
diskriminasi;
 mengembangkan dan memperkuat pelayanan kesehatan
lingkungan terutama yang disebabkan karena kondisi yang
disebabkan karena kemiskinan;
 memberikan prioritas dan mengerahkan segala daya untuk
memerangi menyebarnya HIV/AIDS dan mewabahnya kembali
penyakit lama seperti TBC, malaria, onchocerciasis, diare dan
kolera;
 meningkatkan sistem hemat energi, tukar menukar informasi
mengenai kemungkinan penghapusan penggunaan timah hitam
dalam bahan bakar serta mendorong kesadaran masyarakat
mengenai daur ulang dan pengurangan penggunaan energi;
 mendukung pendekatan kebijakan transport yang terintegrasi dan
mendorong penggunaan kombinasi yang optimal dari berbagai
jenis transportasi;

126
 menyediakan dana dan peraturan yang memadai bagi konservasi
dan rehabilitasi tempat-tempat bersejarah;
 memberikan kredit dan merampingkan prosedur administratif
kepada kegiatan bisnis baru dan perusahaan kecil dan menengah
termasuk sektor informal;
 memperluas perlindungan hak asasi pekerja sampai ke sektor
informal;
 meningkatkan program dan pelatihan bagi masyarakat pedesaan
dan penduduk asli dalam menentukan prioritas pembangunan
secara berimbang dan "ecologically viable”;
 mengembangkan, mensahkan dan melaksanakan norma dan
hukum bagi standar tataguna lahan, bangunan dan perencanaan
berdasarkan asesmen mengenai bahaya dan kerentanan (hazard
and vulnerability) yang dilakukan secara profesional.

Capacity-building and institutional development


(para 129-142)

Bagian ini membahas rencana untuk meningkatkan kemampuan


para pelaku pembangunan permukiman. Bagian ini terdiri dari beberapa
topik yaitu:

 peran serta masyarakat, keterlibatan warga, dan pemerintahan


yang baik;

127
 pengelolaan permukiman;
 perencanaan dan pengelolaan kota besar;
 sumber pendanaan dan instrumen ekonomi domestik;
 informasi dan komunikasi.

Pelaksanaan komitment dari para perserta konferensi hanya dapat


terjadi jika Pemda, Swasta, LSM, kelompok warga dan lain-lain
diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya. Strategi
pemberdayaan perlu bagi semua pelaku supaya mereka dapat berperan
dengan efektif baik ditingkat nasional, provinsi maupun daerah.
Pemberdayaan dan partisipasi merupakan prasyarat untuk pembangunan
yang berkelanjutan. Tanggung jawab dan keterbukaan merupakan
pencegah korupsi dan penjamin pemerataan sumberdaya. Untuk itu
seluruh warga diminta untuk aktif mengikuti kegiatan masyarakat
daerahnya dan berpartisipasi dalam penetuan kebijakan disemua
tingkatan.

Untuk itu perlu dilakukan peningkatkan kemampuan Pemda dan


badan kerja sama antar Pemda; mendorong berjalannya demokrasi
disemua tingkat pemerintahan; desentralisasi ke tingkat pemerintah yang
paling efektif melayani masyarakat; mendorong terbentuknya lembaga
masyarakat warga negara (civil society); menjamin tersedianya
pendidikan untuk semua orang, dan mendukung penelitian mengenai
pengembangan kemampuan daerah. Konferensi telah menyepakati upaya

128
pengembangan kemampuan ini harus dibantu oleh masyarakat
internasional.

International Cooperation and Coordination (para 143-157)

Kerjasama internasional di bidang pembangunan permukiman


semakin dirasakan penting dan berarti ditengah situasi globalisasi dan
ketergantungan yang sedang melanda ekonomi dunia. Oleh sebab itu,
keinginan politis dan aksi negara-negara dunia diperlukan di tingkat
internasional untuk mendorong bentuk baru kerjasama, kemitraan, dan
koordinasi sehingga dapat membantu upaya penyediaan perumahan dan
permukiman terutama di negara berkembang. Walaupun formulasi dan
pelaksanaan program permukiman menjadi tanggung jawab utama setiap
negara, namun menurunnya bantuan pembangunan (ODA/Official
Development Assistance) dinilai cukup memprihatinkan.

Pendekatan dan kerangka kerja yang innovative bagi kerjasama


internasional dalam pembangunan permukiman harus dikembangkan
dengan mengikutsertakan partisipasi pemerintah pada semua tingkatan
beserta seluruh mitra dalam pembuatan keputusan, pembuatan kebijakan,
alokasi sumber, pelaksanaan dan evaluasi.

Guna membantu pemerintah nasional dalam menghadapi dampak


perubahan situasi internasional terhadap permukiman, harus diciptakan
situasi ekonomi internasional yang terbuka, berimbang, bermanfaat bagi
semua pihak dan dilandasi semangat kerjasama. Negara berkembang

129
harus diberi kemudahan akses ke sumber dana internasional dan
mendapatkan manfaat dari berkembangnya pasar uang internasional
dalam rangka meningkatkan investasi di bidang perumahan dan
infrastruktur bagi pembangunan permukiman.

Untuk mencapai tujuan "adequate shelter for all" dan "sustainable


human settlements development in an urbanizing world", negara
berkembang memerlukan mobilisasi sumber dana tambahan dari berbagai
sumber baik di tingkat nasional maupun internasional. Walaupun
disebutkan bahwa negara maju harus berupaya untuk memenuhi target
0.7% dari GNP untuk bantuan pembangunan (ODA), namun
ditambahkan bahwa pelaksanaannya disesuaikan antara lain dengan
situasi ekonomi dan kemampuan negara-negara pemberi bantuan. Oleh
sebab itu, kerjasama Selatan-Selatan, termasuk kerjasama segitiga, dan
kemitraan antara negara berkembang dan negara maju perlu terus
diperkuat, didukung dan dikembangkan.

Negara peserta Konferensi juga mengakui adanya dampak negatif


pembelanjaan militer, perdagangan senjata secara berlebihan dan
investasi yang berlebihan untuk produksi senjata, tanpa
mengesampingkan pengakuan akan keperluan pertahanan nasional yang
diakui keabsahannya.

Masyarakat internasional harus mengembangkan dan


mempermudah alih teknologi dan keahlian dalam pelaksanaan rencana
aksi guna mewujudkan perumahan yang layak bagi semua orang dan

130
pembangunan permukiman secara berkelanjutan. Hal ini antara lain
dilaksanakan dengan mendorong terciptanya jaringan kerja global untuk
tukar informasi mengenai masalah teknologi ramah lingkungan, terutama
yang berkaitan dengan masalah perumahan dan permukiman. Alih
teknologi ini dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan akan
perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual.

Mengenai kerjasama teknik, disepakati perlunya pembentukan


jaringan informasi global dalam bentuk permanen dan melalui konferensi
yang menggunakan media elektronik yang hemat dan dapat dijangkau.
Jaringan ini akan berisi informasi akhir mengenai Habitat Agenda, "best
practices" dan laporan perkembangan terakhir pelaksanaan rencana aksi.

Dalam kerjasama kelembagaan, pelaksanaan Habitat Agenda


harus diletakkan dalam kerangka kerja yang terkoordinasi yang
menjamin bahwa semua Konferensi PBB menerima informasi mengenai
tindak lanjut pelaksanaan rencana aksi. Kerangka kerja tersebut juga
harus menjamin bahwa program-program Habitat dan hasil-hasil
konferensi PBB lain yang berkaitan dengan permukiman yang telah
disepakati secara penuh dilaksanakan, dipantau dan ditinjau kembali.
Organisasi dibawah sistem PBB, bank-bank pembangunan regional, sub-
regional dan nasional harus memasukkan komitmen mengenai
perumahan yang layak bagi semua orang dan pembangunan permukiman
berkelanjutan ke dalam kebijakan mereka.

131
Implementation and follow-up of the Habitat Agenda.

Bagian terakhir ini (paragraf 158-183) menekankan bahwa


implementasi dari Habitat Agenda merupakan hal terpenting dalam
mengukur keberhasilan konferensi Habitat ini. Evaluasi dari pelaksanaan
Agenda ini harus dilakukan pemerintah bersama dengan mitra-mitranya.
Pelaksanaan ini dibagi pada level nasional dan level internasional. Pada
tingkat nasional perlu dilaksanakan rencana aksi nasional yang telah
disepakati bersama dengan partisipasi semua mitra. Pada tingkat
internasional pelaksanaan habitat agenda perlu diintegrasikan denga
pelaksanaan hasil konferensi PBB yang lain.

Peran United Nations Centre for Human Settlements (Habitat)


sebagai badan yang membantu negara anggota dalam melaksanakan
Habitat Agenda, merupakan salah satu hal yang dibahas dalam bagian
ini. Pihak negara berkembang berkeinginan untuk memperkuat dan
memperluas kapasitas kelembagaan UNCHS (Habitat) karena dirasakan
manfaatnya bagi kepentingan negara berkembang, sementara negara
maju tampak enggan untuk memenuhinya karena UNCHS dinilai kurang
efisien dalam menjalankan tugasnya. Sebagai kompromi maka
disebutkan bahwa negara peserta memberikan komitmennya untuk
merevitalisasi UNCHS (Habitat) yang bertanggung jawab antara lain
mengkoordinasi dan membantu semua negara dalam melaksanakan
Habitat Agenda. Dalam kaitan ini Majelis Umum PBB telah diminta
untuk mengadakan evaluasi terhadap Habitat Agenda dan pelaksanaanya
pada tahun 1997 dan 2001.

132
Disamping itu bagian pelaksanaan dan tindak lanjut ini juga membahas
mengenai:

 Implementasi pada tingkat nasional;


 Implementasi pada tingkat internasional;
 Peran serta Pemda dan masyarakat warga termasuk sektor swasta;
 Evaluasi kinerja, lndikator dan Kasus Terapan Unggulan (best
practices).

E. Kesimpulan dan Saran Tindak

Sebagai Konferensi terakhir yang dilakukan menjelang abad 21


dalam kerangka PBB, penyelenggaraan Konferensi Habitat II tidak dapat
terlepas dari suasana dan perkembangan ekonomi dan politik dunia saat
ini.

Perubahan-perubahan mendasar dalam hubungan ekonomi dan


politik internasional, menyebabkan terjadinya peningkatan
ketergantungan diantara negara-negara. Arus informasi dan teknologi
yang semakin canggih menyebabkan ketidakmampuan negara individu
untuk mencegah dampak globalisasi yang sedang terjadi di segala
bidang. Walaupun situasi ini dalam beberapa hal telah memberikan
peluang untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi dunia, namun
demikian masalah-masalah lama seperti kemiskinan dan kesenjangan
sosial ekonomi antara negara maju dan negara berkembang masih

133
merupakan masalah yang menghambat pembangunan negara
berkembang, termasuk pembangunan di bidang permukiman.

Diperkirakan bahwa dengan meningkatnya urbanisasi, maka pada


abad ke 21 lebih dari separuh penduduk dunia akan bermukim di
kawasan perkotaan. Apabila perkembangan kota-kota megapolitan masih
ditekankan hanya pada aspek ekonomi dan fisik perkotaan, maka fungsi
kawasan perkotaan sebagai tempat tinggal (habitat) akan terabaikan
sehingga akan melampaui daya dukung lingkungan dan menurunkan
mutu lingkungan yang dapat membahayakan kehidupan. Disamping itu,
perlu dipertimbangkan secara matang keterkaitan kota dengan desa
sebagai suatu sistem permukiman yang akan mampu menjaga
keberlangsungan habitat perkotaan karena didukung oleh kawasan
perdesaan sebagai hinterland.

Dalam menghadapi masalah perubahan iklim global,


pengembangan teknologi berwawasan lingkungan dalam pembangunan
kawasan perkotaan di negara selatan seperti pemgembangan energi,
sistem transportasi kota, dan penggunaan bahan bangunan merupakan
tantangan bersama yang memerlukan kerjasama Utara-Selatan.

Menyadari kompleksnya masalah yang dihadapi dalam


pembangunan permukiman, Konferensi Habitat II menekankan kembali
pentingnya kemitraan, baik tingkat global maupun regional, nasional
maupun lokal, dalam menindak-lanjuti Rencana Aksi Global yang
disepakati di Konferensi ini. Konferensi Habitat II merupakan Konferensi

134
pertama dimana para mitra pembangunan, antara lain anggota parlemen,
asosiasi pemerintah Daerah, LSM, ilmuwan, dan sektor swasta secara
resmi diikutsertakan dalam persidangan formal. Dengan semangat
kemitraan ini, disamping tetap memberikan arti penting kepada
Pemerintah terutama sebagai fasilitator dan pencipta kondisi yang
kondusif, peranan para mitra mendapatkan tempat yang berarti dan
diakui penting artinya dalam pembangunan permukiman.

Dari pembahasan selama Konferensi, negara maju tetap


menunjukkan reservasinya dalam hal penyediaan dana baru/tambahan
bagi kerjasama pembangunan permukiman. Kondisi seperti ini, cepat
atau lambat akan memberikan dampak terhadap upaya negara
berkembang dalam melakukan pembangunan permukiman mengingat
banyak negara berkembang masih memerlukan bantuan asing dalam
menjalankan program-program pembangunan perumahan dan
permukiman di negaranya. Oleh sebab itu, bagi lndonesia kiranya perlu
terus dijajagi upaya untuk meningkatkan peran dan memobilisasi dana
dalam negeri yang berjangka panjang, bersifat mandiri dan tidak
tergantung pada neraca pembayaran nasional. Selain itu, perlu pula
dijajagi upaya untuk meningkatkan kerjasama Selatan-Selatan di bidang
perumahan dan permukiman.

Indonesia berpartisipasi penuh baik dalam Konferensi maupun


dalam kegiatan lainnya. Keberhasilan lndonesia di bidang penyediaan
permukiman yang layak mendapat perhatian yang cukup bagus. Hal ini
antara lain dapat dilihat dari pidato yang diberikan oleh Pejabat Bank

135
Dunia dalam Sidang Pleno yang secara khusus mengakui keberhasilan
kebijakan pembangunan Pemerintah lndonesia. Pejabat Bank Dunia juga
menegaskan bahwa upaya pembangunan yang ditempuh oleh lndonesia
termasuk di bidang permukiman, tidak saja telah membantu pertumbuhan
ekonomi di lndonesia tetapi juga telah berhasil mengurangi angka
kemiskinan secara drastis. Keberhasilan ini kiranya perlu dicontoh oleh
negara-negara yang lain. Disamping itu, pada kesempatan Konferensi
salah seorang warga negara lndonesia asal Sulawesi Tengah
mendapatkan penghargaan "Global 500 Roll of Honour” atas
keberhasilannya menyelamatkan burung Maleo dari kemungkinan punah.

Bagi lndonesia, pada dasarnya hasil keputusan Konferensi Habitat


II telah sejalan dengan kebijakan pemerintah di berbagai bidang,
terutama di bidang pembangunan permukiman. Prinsip kemitraan yang
mendasari semangat Konferensi juga merupakan komitmen pemerintah
lndonesia yang telah diterapkan secara nyata dan berhasil. Kebijakan
pemerintah seperti prinsip pembangunan perumahan dengan lingkungan
hunian yang berimbang (pola 1:3:6); pembangunan perumahan yang
bertumpu pada kelompok masyarakat yang ditunjang dengan kredit
Triguna dan program Perbaikan Kampung menunjukkan keselarasan
program nasional dengan isi Habitat Agenda. Namun demikian, kiranya
Habitat Agenda ini perlu digunakan oleh pemerintah pada semua
tingkatan untuk memperkuat, memperkaya dan melengkapi kebijakan
yang sudah ada selama ini.

136
Masalah lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan
merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan
permukiman. Mengingat pembangunan permukiman secara berkelanjutan
dilakukan berdasarkan Agenda 21 yang dihasilkan KTT Bumi di Rio de
Janeiro tahun 1992 dan mengingat pembangunan permukiman akan lebih
banyak ditangani oleh Pemerintah Daerah, maka perlu kiranya terus
didorong pelaksanaan "Local Agenda 21", seperti tercantum dalam
Chapter 28 Agenda 21.

Perkiraan bahwa pada tahun 2005, duapertiga penduduk dunia


akan tinggal di kota kiranya dapat dijadikan acuan bagi Pemerintah untuk
lebih seksama dan terpadu dalam merancang kebijakan perkotaan
sehingga dapat menghindarkan kota sebagai beban tetapi justru
menjadikannya sebagai kekuatan yang dapat menunjang pembangunan
ekonomi secara berkelanjutan. Upaya desentralisasi perencanaan dan
penyelenggaraan pembangunan permukiman kiranya perlu terus
didorong sehingga Pemerintah Daerah dapat menentukan strategi yang
tepat bagi kota-kota di wilayahnya.

Keberhasilan pelaksanaan hasil Konferensi Habitat II antara lain


terletak pada dukungan dan peran serta masyarakat. Oleh sebab itu, maka
perlu dilakukan upaya pemasyarakatan hasil Konferensi Habitat II
sehingga seluruh pelaku pembangunan dapat memahami peran serta
mereka dalam membantu pelaksanaan hasil Konferensi termaksud.

137
Selain faktor dukungan, keberhasilan pelaksanaan hasil Habitat II
juga ditentukan oleh faktor pemantauan. Dalam hubungan ini, maka
untuk keperluan koordinasi dan pemantauan pelaksanaan Habitat
Agenda, maka pada rapat-rapat Pelaksana Harian Badan Kebijakan dan
Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional
(BKP4N) perlu diperluas dengan mengundang unsur-unsur lain yang
terdapat dalam Komnas Habitat II.

138
Bagian 3

Tindak Lanjut Konferensi Habitat II

Dalam Deklarasi lstanbul dan Bab III. dari Agenda Habitat, yang
telah disepakati pada Konferensi Habitat II di Istanbul bulan Juni 1997,
setiap negara peserta konferensi telah menyatakan kesanggupannya untuk
melaksanakan Agenda Habitat, terutama Rencana Tindaknya. Karena itu
lndonesia, sebagai salah satu negara peserta Konferensi Habitat II
mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan Agenda Habitat dalam
pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia.

Konferensi menyepakati pula bahwa pelaksanaan Agenda Habitat


merupakan kewenangan masing-masing negara agar konsisten dengan
peraturan perundang-undangan dan prioritas pembangunan yang berlaku
di masing-masing negara dengan menghormati nilai-nilai berbagai agama
dan etnik, latar belakang budaya dan kepercayaan penduduknya. Namun
demikian ditekankan pula perlunya penyesuaian dengan hak-hak azasi
manusia yang telah diakui secara universal.

Langkah awal yang telah dilaksanakan ke arah penerapan Agenda


Habitat adalah penyusunan laporan Delegasi Rl ke Konferensi Habitat II
yang terdiri dari dua jenis laporan. Laporan pertama adalah laporan

139
Delegasi Rl kepada Bapak Presiden, yang disampaikan oleh Menteri
Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua Delegasi RI ke Konferensi
Habitat II. Laporan kedua adalah laporan lengkap Delegasi RI.

Laporan kepada Bapak Presiden berupa laporan singkat namun


cukup lengkap yang menjelaskan peserta konferensi, kegiatan konferensi,
kegiatan lain yang diselenggarakan dalam rangka konferensi, partisipasi
Delegasi Rl dalam Konferensi, hakekat Konferensi Habitat II,
kekhususan Konferensi Habitat II, hasil konferensi, masalah-masalah
yang menonjol dalam pembahasan, peran Delegasi RI dalam
menjembatani kemacetan dalam pembahasan beberapa isu, kesesuaian
hasil konferensi dengan kebijaksanaan Pemerintah Rl, dan penanganan
tindak lanjut konferensi. Laporan lengkap Delegasi Rl memberikan
gambaran lebih rinci tentang jalannya konferensi, kegiatan-kegiaan
paralel dalam rangka konferensi, hasil sidang, serta kesimpulan dan
saran.

Langkah berikutnya yang telah dan masih berlangsung adalah


peninjauan kembali Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan
Permukiman dan Rencana Kegiatannya yang diterbitkan oleh Badan
Kebijakan Perumahan Nasional pada tahun 1991, untuk disempurnakan
dengan menggunakan Agenda Habitat sebagai masukan. Konsep
Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan yang baru disiapkan oleh
Sekretariat Badan Kebijakan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan
dan Permukiman Nasional untuk kemudian disampaikan kepada Sidang
Badan melalui Pelaksana Harian Badan untuk ditetapkan oleh Badan.

140
Sementara itu telah diusahakan pula penerjemahan dokumen
Deklarasi Istanbul dan Agenda Habitat untuk disebar luaskan sehingga
dapat dipahami oleh berbagai pihak yang akan turut berperan dalam
penerapannya di lndonesia, baik aparat pemerintah maupun pihak swasta,
organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan terkait.

Usaha penerapan berbagai kesepakatan yang tertuang dalam


Agenda Habitat, terutama konsep kemitraan dan pemberdayaan, dalam
upaya mencapai tujuan rumah yang memadai untuk semua dan
pembangunan permukiman yang berkesinambungan. Di sektor
perumahan dan permukiman penerapan konsep-konsep tersebut sudah
dimulai sejak Pelita I, namun masih perlu lebih ditingkatkan, baik dalam
pembangunan baru, maupun dalam peremajaan dan perbaikan perumahan
dan permukiman.

Pelaksanaan Agenda Habitat secara lebih sistematis dan


terprogram dengan baik perlu didahului dengan penyebarluasan dokumen
Agenda Habitat yang telah diterjemahkan kedalam bahasa lndonesia
maupun melalui seminar-seminar, lokakarya-lokakarya, dan kursus-
kursus bagi aparat pemerintah dan masyarakat, agar isi Agenda Habitat
dapat mereka ketahui, pahami, dan laksanakan.

Selanjutnya dengan berpedoman kepada Kebijakan dan Strategi


Nasional Perumahan dan Permukiman, yang sekarang masih dalam
proses peninjauan kembali perlu diusahakan agar tiap daerah provinsi
dan daerah kabupaten/kota segera menyusun Kebijakan dan Strategi

141
Daerah Bidang Perumahan dan Permukiman dan menyiapkan mekanisme
pelaksanaan, monitoring, dan evaluasinya. Untuk itu dapat diefektifkan
fungsi BP4D tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Untuk pelaksanaan Agenda Habitat dirasakan pula perlunya untuk


meningkatkan kemampuan para pelaku pembangunan di pusat dan di
daerah, baik aparat pemerintah, swasta, maupun koperasi dan
masyarakat. Peningkatan kemampuan tersebut dapat dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan.

Koordinasi pelaksanaan Agenda Habitat di pusat sebaiknya


dilakukan melalui BKP4N dengan Lakhar-nya, dan di daerah-daerah
melalui TP4D dan BP4D. Apabila diperlukan, dalam rapat-rapat
koordinasi dapat diundang pihak-pihak lain yang terkait.

Pelaksanaan Agenda Habitat sudah tentu perlu dimonitor secara


teratur agar diketahui perkembangannya, hasil-hasilnya, dan kesulitan-
kesulitannya yang dihadapi agar dapat segera dicarikan pemecahannya.
Hasil monitoring tersebut diperlukan pula untuk masukan bagi
penyempurnaan Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan
Permukiman dengan Rencana Kegiatannya serta untuk bahan laporan
nasional pada sidang-sidang Komisi Habitat, yang diselenggarakan oleh
UN setiap 2 tahun sekali.

142
Daftar Pustaka

Catatan Perjalanan Habitat di Indonesia dan Dunia. Ir. H. Suyono, MSc,


Oktober 2011.

From Vancouver (Habitat I) to Istanbul (Habitat II). Informasi untuk


Peserta Lokakarya Internasional Pertanahan, 25-26 Maret 1996.

Habitat II Secretariate. The Road Map to Istanbul (As of March 1995),


Nairobi, Kenya: The Habitat II Secretariate.

Konferensi Habitat II: Persiapan, Pelaksanaan dan tindak lanjut, Jakarta:


Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, 1997.

Laporan Delegasi Republik Indonesia menghadiri United Nations


Commission on Human Settlements (UNCHS/Habitat) ke-XII, 24
April – 3 Mei 1989, Cartagena, Colombia.

Laporan Delegasi Republik Indonesia menghadiri Konferensi Habitat II,


3-14 Juni 1996, Istanbul, Turkey. Kantor Menteri Negara
Perumahan Rakyat, 1996.

Laporan Delegasi Republik Indonesia pada Sidang Komisi Permukiman


Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Commission on

143
Human Settlements, UNCHS/HABITAT) Ke-14, 26 April - 5Mei
1993, di Nairobi, Kenya.

New Objective, Role and Place of the United Nations Centre for Human
Settlements (Habitat) within the United Nations System,
A/CONF.165/9/Add.1 : Laporan Executive Director Habitat
kepada Sidang Komisi Habitat Ke 15.

National Committee for Habitat II. National Report for Habitat II, Main
Document. Jakarta 1996.

National Committee for Habitat II. National Report for Habitat II, Annex
I, Human Settlement Indicator. Jakarta 1996.

National Committee for Habitat II. National Report for Habitat II, Annex
2, Best Practices. Jakarta 1996.

National Committee for Habitat II. National Report for Habitat II, Annex
3, Twenty Years Shelter Sector Review. Jakarta 1996.

National Committee for Habitat II. National Report for Habitat II, Annex
4, The Environment Impact of Urbanization, Jakarta 1996.

United Nations. Report of Habitat: United Nations Conference on Human


Settlements, 31 Mei – 11 Juni 1976, Vancouver. New York;
United Nations, 1976.

144
United Nations. Report of the Preparatory Committee for the United
Nations Conference on Human Settlements (Habitat II). General
Assembly Official Record, Supplement No. 37 (A/50/37). New
York: United Nations.

Sustainable Development and International Economic Cooperation:


United Nations Conference on Human Settlements (Habitat II),
A/CONF.165/9/Add.1, Report of the Secretary General on the
Implementation of General Assembly Resolution 48/176 of 21
December 1993 (A/49/640).

United Nations. Report of the United Nations Conference on Human


Settlement (Habitat II) 3-14 June 1996, Istanbul, Preliminary
Version, A/CONF.165/14, 17 August 1996.

145
Tentang Penulis

Ir. H. Suyono, MSc, lahir di Ciamis, tanggal 9 Februari


1935, lulus Pendidikan Sarjana Teknik Sipil, ITB, pada
tahun 1962 dan kemudian melanjutkan studi Master of
Science in Transportation, Northwestern University,
Chicago, U.S.A, pada tahun 1973.

Riwayat pekerjaan:
 Tahun 1993 – 1996 : Asisten I/Deputi Menteri Negara Perumahan
Rakyat Bidang Pengembangan Pembangunan Perumahan,
 Tahun 1988 –1993: Asisten II/Deputi Menteri Negara Perumahan Rakyat.
Bidang Perumahan Kota,
 Tahun 1984 –1988: Kepala Biro Tata Ruang dan Tata Guna Tanah,
Bappenas.
 Tahun 1983 –1988: Direktur Tata Kota dan Tata Daerah, Dep. Pekerjaan
Umum.
 Tahun 1981 –1983: Direktur Perumahan, Dep. Pekerjaan Umum.
 Tahun 1974 –1980: Direktur Perencanaan Perum Perumnas.

Kursus:

 Tahun 1966: Group Training in City Planning and Housing di Jepang.

146
 Tahun 1968: Regional and Physical Planning within The Framework of
Overall Development, Germany Foundation of Developing Countries di
Berlin.
 Tahun 1971: Intensive Course on Economics and Statistics, the Economic
Institute at Colorado State University, U.S.A.
 Tahun 1991: Kursus Singkat Angkatan Ke I Lembaga Pertahanan Nasional
(Lemhannas).

Kongres, Seminar, Lokakarya Internasional:

 Kongres Sidang Komisi dan Pertemuan UNCHS / HABITAT di Nairobi,


Jenewa, Istambul, Paris, New York, dan Kingston.
 Kongres dan Excutive Committee Meeting EAROPH, AAPH, ISOCARP,
APREC, dan FIABCI di Nagoya, Hongkong, Seoul, Manila, Bangkok,
Kuala Lumpur, Canberra, Adelaide, Auckland, dan New Delhi.
 Wakil Ketua Delegasi R.I. ke Konferensi HABITAT II di Istambul.
 Ketua Tim Persiapan Indonesia Menghadapi Konferensi HABITAT II.
 Ketua Penyelenggara Kongres EAROPH Tahun 1981, di Jakarta.
 Ketua Penyelenggara Hari HABITAT Internasional Tahun 1989, di Jakarta.

Penulisan Buku:

 Anggota Tim Redaksi Buku “Beberapa Ungkapan Sejarah Penataan Ruang


Indonesia 1948 – 2000.”
 “Catatan Perjalanan Habitat di Indonesia dan Dunia”. Oktober 2011.
 Anggota Tim Penulis Buku “Rumah Untuk Seluruh Rakyat.”

147

Anda mungkin juga menyukai