Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

UJI VIROLOGO HIV, TRANSMISI, RISIKO DAN


KERENTANAN

KELOMPOK 1

N NAMA NIM
O
1 WAHYU K202001019
2 ABDI SOLIWUNTO ABIDIN K202001056
3 HAYANA K202001024
4 SAMSIAH K202001015
5 LA ODE MUH. FAUZAN K202001055
SAYYID SULTAN
6 WA ODE NURTITIN K202001005
7 WA ODE NELISA K202001002
8 DIMAS SETIAWAN K202001020

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena
berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Uji
Virologi HiV, Transmisi, Risiko dan kerentanan. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah HIV/AIDS.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat


untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................4
Latar Belakang................................................................................................................4
Rumusan Masalah..........................................................................................................5
Tujuan............................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
A. UJI VIROLOGI HIV...................................................................................................6
B. TRANSMISI HIV.......................................................................................................8
C. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian HIV.......................................12
D. Kerentanan infeksi HIV pada perempuan.............................................................13
BAB III PENUTUP..............................................................................................................17
A. Kesimpulan...........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................18
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

HIV merupakan suatu infeksi oleh retrovirus yang masih menjadi salah satu
permasalahan global hingga saat ini. Transmisi perinatal berperan sekitar 50-
80% terjadinya penularan HIV baik intrauterin, melalui plasenta, selama
persalinan melalui pemaparan dengan darah atau sekret jalan lahir, maupun
yang terjadi setelah lahir melalui ASI. Pada bayi sehat namun ibu terinfeksi
HIV, dilakukan uji virologi saat usia 6 minggu dan segera diberikan
terapi zidovudine sebagai profilaksis

Masalah infeksi HIV dan rantai penularannya merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di dunia yang memerlukan perhatian serius dan
kemungkinan dapat menjadi penyebab utama penyakit dan kematian di
kalangan perempuan dan anak-anak. Dalam publikasi rekomendasi WHO
maupun UNAIDS tahun 2015 bahwa terdapat 36,7 juta orang dengan
HIV/AIDS di seluruh dunia dan 50% dari jumlah tersebut adalah wanita.[1]
Berdasarkan penelitian di 21 negara ditemukan adanya penurunan transmisi
HIV dari ibu ke bayi (termasuk pada periode menyusui) yang awalnya 28%
(25-30%) pada tahun 2009 menjadi 14% (12-16%) pada tahun 2014 dengan
adanya PMTCT.

Sementara itu di Indonesia hingga akhir tahun 2010 dilaporkan sekitar 24,000
kasus AIDS dan 62.000 kasus HIV. Sekitar 62,7% berjenis kelamin laki-laki
dan 37,7% berjenis kelamin perempuan.

Tes virologis adalah salah satu jenis pemeriksaan HIV dan AIDS yang
dilakukan dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Tes virologis
penting bagi ibu hamil yang positif memiliki HIV. Bayi yang baru lahir dari
ibu positif HIV juga wajib melakukan pemeriksaan ini minimal saat ia berusia
6 minggu.
Sebagian besar anak terinfeksi HIV yang berasal dari transmisi dari ibu
dengan HIV positif, sehingga insiden yang terjadi pada anak-anak
mencerminkan infeksi HIV wanita usia subur. Hal ini tidak bertujuan untuk
menciptakan stigma yang buruk pada wanita, melainkan karena selama ini
wanita kurang menyadari mengenai status infeksi yang terjadi pada dirinya.

HIV masuk ke dalam tubuh manusia. RNA


virus berubah menjadi DNA intermediet atau DNA
pro virus dengan bantuan enzim transcriptase,
dan kemudian bergabung dengan DNA sel yang
diserang. Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang
mempunyai marker permukaan seperti sel CD4+,
yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell dan makrofag saat
terdapat antigen target utama

HIV. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung.
HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. Lapisan
luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti gp41 berinteraksi
dengan CD4+ yang akan menghambat aktivasi sel dan mempresentasikan
antigen.

Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atan maka pembahasan dalam makalah ini
adalah bagaimana memahami uji virologi HIV, transmisi, risiko dan
kerentanan infeksi HIV

Tujuan
Sebagai informasi bagi pembaca dalam memahami uji virologi HIV,
transmisi, risiko dan kerentanan infeksi HIV
BAB II PEMBAHASAN
A. UJI VIROLOGI HIV

Tes virologis adalah salah satu jenis pemeriksaan HIV dan AIDS yang
dilakukan dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Tes virologis
penting bagi ibu hamil yang positif memiliki HIV. Bayi yang baru lahir dari
ibu positif HIV juga wajib melakukan pemeriksaan ini minimal saat ia berusia
6 minggu.

Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes
amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test untuk
menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan test
untuk komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen p24)).

Kultur HIV

HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam
plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi
dengan menguji cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas
reverse transcriptase virus atau untuk antigen spesifik virus.

Menemukan RNA virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan untuk
diagnosis pada anak usia kurang dari 18 bulan. Karena asam nuklet virus
mungkin berada dalam jumlah yang sangat banyak dalam sampel. Pengujian
RNA dan DNA virus dengan amplifikasi PCR, menggunakan metode
enzimatik untuk mengamplifikasi RNA HIV-1. Level RNA HIV merupakan
petanda prediktif penting dari progresi penyakit dan menjadi alat bantu yang
bernilai untuk memantau efektivitas terapi antivirus.

Tes ini juga direkomendasikan untuk mendiagnosis anak berumur kurang dari
18 bulan apabila dicurigai mengalami HIV.
Tes ini mungkin juga membantu dalam mendeteksi infeksi HIV dalam 4
minggu pertama setelah terpapar virus.
Jika pada pemeriksaan pertama hasil tes virologis bayi dilaporkan positif HIV,
pengobatan HIV harus segera dimulai.

Terapi biasanya dimulai saat pengambilan sampel darah kedua untuk


pemeriksaan tes virologis kedua.

Tes virologis yang dianjurkan, yaitu:


1. HIV DNA kualitatif (EID)
Tes HIV/AIDS DNA kualitatif dari darah lengkap atau dried blood spot
(DBS) adalah pemeriksaan yang fungsinya mendeteksi keberadaan virus HIV,
bukan pada antibodi penangkalnya. Cek HIV ini digunakan untuk diagnosis
pada bayi.

2. HIV RNA kuantitatif


Tes HIV/AIDS RNA kuantitatif dilakukan dengan menggunakan plasma
darah. Pemeriksaan penunjang HIV ini berguna untuk memeriksa jumlah virus
di dalam darah (viral load HIV).

Metode cek HIV dengan PCR melibatkan bantuan enzim untuk


menggandakan virus HIV dalam darah. Selanjutnya, reaksi kimia akan
menunjukkan seberapa banyak virus. Hasil pengujian RNA biasanya
memakan waktu beberapa hari sampai seminggu.

Viral load HIV dinyatakan “tak terdeteksi” jika berada sangat sedikit dalam 1
cubical centimeter (cc) sampel darah.
Jika viral load tinggi, tandanya ada banyak virus HIV dalam tubuh Anda.
Ini dapat menandakan bahwa sistem kekebalan tubuh Anda gagal melawan
HIV dengan baik.
HIV atau human inmmunodeficiency virus adalah penyakit infeksi yang bisa
menyebabkan AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). Jika Anda
termasuk orang yang berisiko tinggi tertular atau menularkan penyakit ini,
sebaiknya lakukan tes HIV sedini mungkin.

Tujuan Pemeriksaan HiV


Pengidap HIV yang sudah sampai pada tahap AIDS umumnya hanya memiliki
harapan hidup untuk 3 tahun ke depan. Pengidap HIV yang sudah sampai pada
tahap AIDS umumnya hanya memiliki harapan hidup untuk 3 tahun ke depan.
Pengidap HIV yang sudah sampai pada tahap AIDS umumnya hanya memiliki
harapan hidup untuk 3 tahun ke depan.Pengidap HIV yang sudah sampai pada
tahap AIDS umumnya hanya memiliki harapan hidup untuk 3 tahun ke depan.

Tes HIV/AIDS secara sukarela dikenal juga dengan nama tes VCT.

Melakukan pemeriksaan atau cek HIV dapat membantu melindungi orang lain
dari penyebaran dan bahaya virus ini.

B. TRANSMISI HIV

Transmisi HIV secara umum dapat terjadi melalui 4 jalur, yaitu sebagai
berikut:

1. Kontak seksual. HIV terdapat pada cairan mani


dan secret vagina yang akan ditularkan virus ke sel, baik pada
pasangan homoseksual atau heteroseksual.

2. Transfusi. HIV ditularkan melalui transfusi darah baik itu whole blood,
trombosit, plasma maupun fraksi sel darah lainnya.
3. Jarum yang terkontaminasi. Transmisi dapat terjadi karena tusukan jarum
yang terinfeksi atau bertukar pakai jarum di antara sesama pengguna obat
psikotropika.

4. Transmisi vertikal (perinatal). Yaitu sekitar 50-80% baik intrauterin, melalui


plasenta, selama persalinan melalui pemaparan dengan darah atau sekret
jalan lahir, maupun yang terjadi setelah lahir melalui ASI.

Transmisi dari ibu ke anak


Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke anak,
yaitu faktor ibu, bayi/ anak, dan tindakan obstetrik.

1. Faktor Ibu
a. Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan
jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat
mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV
menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan
sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.

b.Jumlah Sel CD4


Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya.
Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.

c.Status gizi selama hamil


Berat badan rendah serta kekurangan asupan seperti vitamin D, zat besi,
kalsium, asam folat,dan mineral selama kehamilan berdampak bagi
kesehatan ibu dan janin akibatnya dapat meningkatkan risiko ibu untuk
menderita penyakit infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko
penularan HIV ke bayi.
d.Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi saluran
reproduksi lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan
jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.

e.Gangguan pada payudara


Gangguan pada payudara ibu seperti mastitis, abses dan luka di puting
payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI, sehingga
bayi disarankan diberikan susu formula untuk asupan nutrisinya.

2. Faktor bayi
a. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir Bayi lahir prematur dengan
BBLR lebih rentan tertular HIV karena sistem organ dan sistem
kekebalan tubuhnya belum berkembang dengan baik.

b.Periode pemberian ASI


Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin
besar.

c.Adanya luka dimulut bayi


Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan
ASI.

3. faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor
obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak
selama persalinan adalah

a. Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vagina lebih besar daripada persalinan melalui
bedah sesar.
b.Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke
anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi
dengan darah dan lendir ibu.

c. Ketuban
Ketuban yang pecah lebih dari 4 Jam sebelum persalinan meningkatkan risiko
penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang

d. Tindakan episiotomiE
Ekstraksi vakum dan forceps meningkatkan risiko penularan HIV karena
berpotensi melukai ibu.

Transmisi Infeksi HIV


Transmisi HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3 cara antara lain:

a. Secara vertikal atau MTCT (mother to child trasmission) dari ibu


yang terinfeksi HIV ke anak (selama mengandung, persalinan,
menyusui).
Angka penularan selama kehamilan sekitar 5-10% namun jika ODHA
yang hamil tidak diberikan HAART selama kehamilan maka 80% akan
beresiko terjadi penularan ke janin pada usia kehamilan diatas 36 minggu,
sewaktu persalinan 10-20% dan saat pemberian ASI 10-20%.
ASI merupakan perantara terbesar penularan HIV dari ibu ke bayi
pascanatal ini karena telah diidentifikasi adanya virus yang ditemukan di
ASI. Infeksi pada bayi akan dilihat melalui kultur atau Polymerase Chain
Reaction (PCR) pada bayi setelah lahir negatif tetapi setelah beberapa
bulan menjadi positif. Pada ODHA yang hamil akan dilakukan intervensi
dengan obat HAART (highly active antiretroviral therapy), pada ibu hamil
yang tidak diberikan obat HAART, 80% akan terjadi transmisi MTCT
pada usia kehamilan lanjut (diatas 36 minggu)

a. Secara trans seksual (homoseksual dan heteroseksual)

Transmisi HIV melalui kontak seksual pertama kali diketahui oleh Lifson
pada pria homoseksual dan heteroseksual di California. Dengan studi kohort
dari 100% yang positif HIV setelah 8-10 tahun 52% mengidap AIDS. Virus
HIV berada di cairan semen, cairan cerviks dan cairan vagina. Transmisi
infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah karena hanya
terdapat membran mucosa rectum yang tipis dan mudah robek sehingga anus
sering terjadi robek. Pada kontak seks pervaginal kemungkinan transmisi HIV
dari laki-laki ke perempuan lebih besar daripada perempuan ke laki-laki. Hal
ini di karenakan paparan semen dan sperma mulai dari mucosa vagina, serviks
sampai ke endometrium.

b. Secara horizontal yaitu kontak antar darah atau produk darah


yang terinfeksi
Dalam hal ini yang paling beresiko adalah pengguna narkoba intravena
dengan pemakaian jarum suntik secara bersamaan tanpa memperhatikan
kesterilisasiannya. Selain itu penerima transfusi darah juga sangat beresiko
terhadap penularan HIV, namun pada saat ini penapisan darah terhadap HIV
sudah semakin baik, sehingga kasus penularan HIV dari pendonor ke
penerima donor hampir tidak ada.

C. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian HIV

Riwayat penyakit keluarga ada yang HIV/AIDS, Tingkat pendidikan rendah,


tingkat pengetahuan rendah, tingkat pengetahuan rendah, ada riwayat pernah
menggunaan narkoba suntik dengan jarum tidak steril atau bergantian, riwayat
tindik dengan jarum tidak steril, riwayat heteroseksual tanpa pengaman
merupakan faktor risiko paling dominan terbukti berpengaruh terhadap
kejadian HIV/ AIDS dengan probabilitas sebesar 86 %.
Kelompok pekerja yang beresiko terhadap penularan HIV melalui darah
adalah petugas kesehatan dan petugas laboratorium. Menurut Nasronudin
(2007) penelitian multi institusi menyatakan bahwa resiko penularan HIV
setelah tertusuk jarum atau benda tajam lainnya yang tercemar oleh darah
ODHA adalah sekitar 0,3% sedangkan

Faktor resiko yang paling mempengaruhi kejadian HIV/AIDS adalah


pendidikan, status penggunaan narkoba suntik, riwayat heteroseks.

resiko penularan HIV akibat bahan yang tercemar HIV ke membran mukosa
atau kulit yang mengalami erosi adalah sekitar 0,09%, sehingga universal
precaution harus diperhatikan bagi pekerja yang beresiko terhadap penularan
HIV. Di RS DR.Sutomo dan rumah sakit swasta di Surabaya, terdapat 16
kasus kecelakaan kerja pada petugas kesehatan dalam 2 tahun terakhir. Pada
evaluasi lebih lanjut tidak terbukti terpapar HIV.

D. Kerentanan infeksi HIV pada perempuan

Persoalan HIV & AIDS di Indonesia kini sudah sampai pada tahap yang
mencengangkan. Hal tersebut didukung pula dengan meningkatnya jumlah
orang dengan HIV & AIDS, yang terinfeksi HIV (orang dengan HIV dan
AIDS/ ODHA) yang tidak lagi hanya pada kelompok yang semula dianggap
sebagai kelompok rentan dan orang-orang yang hidup dengan HIV AIDS
(ODHA) yang artinya bukan hanya orang HIV positif, tetapi juga keluarga,
pasangan, sahabat, atau pendampingnya (bisa HIV positif atau HIV negatif).

pendampingnya (bisa HIV positif atau HIV negatif). Bila pada awalnya
kelompok yang beresiko tinggi HIV ialah mereka dengan perilaku seksual
tertentu, yaitu kelompok homoseksual; kelompok heteroseksual yang berganti-
ganti pasangan; pekerja seksual; dan mereka yang menggunakan jarum suntik
tidak steril, antara lain para pengguna narkoba suntik, kini HIV & AIDS juga
menginfeksi

perempuan, istri atau ibu rumah tangga yang setia pada suami atau
pasangannya. Jadi paparannya pun tidak lagi hanya pada kelompok yang
selama ini telah terstigma, atau yang dianggap “pantas diberi cap buruk”, tapi
juga telah merambah luas ke kelompok paling rentan, yaitu perempuan dan
bayi-bayi

Penularan HIV & AIDS menurut (Nursalam & Kurniawati, 2007, pp. 51-53)
dapat ditularkan melalui 6 cara yaitu :

1. Melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pengidap HIV/AIDS


baik secara vaginal, oral dan anal.

2. Melalui proses kelahiran dan menyusui.

3. Melalui transfusi darah, produk darah dan organ donor.

4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril.

5. Alat-alat untuk menoreh kulit. Dan

6. Menggunakan jarum suntik tidak steril bergantian.

Bagi Perempuan Ibu Rumah Tangga, realitas terkena HIV & AIDS berkaitan
dengan konstruksi sosial budaya masyarakat yang menempatkan laki-laki dan
perempuan dalam posisi yang tidak sama. Masih adanya ketimpangan sosial
antara relasi kuasa laki-laki terhadap perempuan, membuat kondisi perempuan
ibu rumah tangga menjadi buruk, walau terkena dari suaminya sendiri.
Dalam beberapa kasus, bagi perempuan ibu rumah tangga yang terkena HIV
& AIDS juga mempunyai beban ganda seperti merawat suami yang sakit,
merawat anak yang kemungkinan juga tertular, mencari nafkah karena beban
pengeluaran akan semakin besar, belum lagi adanya stigma dan diskriminasi
yang terjadi dari masyarakat yang belum memahami HIV & AIDS secara
komprehensif.

Kerentanan Perempuan Terinfeksi HIV/AIDS


Perempuan Ibu Rumah Tangga rentan terinfeksi virus HIV & AIDS karena
rendahnya daya tawar dan negosiasi dalam hubungan seksual. Berdasarkan
laporan badan AIDS PBB atau UNAIDS, yang menyebutkan lebih dari 1,7
juta perempuan di Asia hidup dengan HIV positif, dan 90% nya tertular dari
suami atau pasangan seksual. Perempuan yang rentan tertular adalah ibu-ibu
rumah tangga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu rumah tangga
dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan
berbagai macam pekerjaan rumah tangga, atau dengan pengertian lain ibu
rumah tangga merupakan seorang istri (ibu) yang hanya mengurusi berbagai
pekerjaan dalam rumah tangga (tidak bekerja di kantor)

Faktor- faktor yang menyebabkan kejadian HIV & AIDS pada ibu rumah
tangga meningkat adanya kerentanan sosial budaya dan ekonomi seperti
mentoleransi hubungan seksual diluar nikah, multi partner dan ketergantungan
finansial perempuan kepada laki-laki. Selain itu, perempuan merasa aneh bila
harus berdiskusi seksualitas termasuk tentang kondom karena selalu
mempercayai suami.

Faktor berikutnya yaitu tertular perilaku berisiko suami dalam hubungan


perkawinan seperti seks komersial dan narkoba suntik. Adanya kebijakan
mobilitas penduduk, pembangunan fisik yang dilakukan di daerah perkotaan
dan lapangan kerja yang sempit di daerah pedesaan menyebabkan arus
urbanisasi ke kota-kota besar di Indonesia meningkat, yang membuat banyak
penduduk desa yang melakukan urbanisasi untuk bekerja di kota dengan
pengetahuan yang sangat minim tentang HIV & AIDS.

Selain itu, kerentanan pada perempuan juga ditambah dari bentuk organ
kelamin yang seperti bejana terbuka. Secara fisik, ini memudahkan virus
masuk ke dalam vagina ketika berhubungan seksual dengan lelaki yang positif
HIV, melalui luka kecil atau lecet atau masuknya cairan sperma ke dalam
vagina. Perlu diketahui bahwa virus HIV lebih banyak hidup di dalam cairan
sperma. Dalam darah terdapat 10.000 partikel per mili virus, dalam sperma
11.000 partikel per mili, dan cairan vagina 7.000 partikel per unit. Kadarnya
jauh lebih rendah pada kotoran, air liur, keringat, urin, dan air mata sehingga
pada media ini tidak menularkan.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Tes virologis adalah salah satu jenis pemeriksaan HIV dan AIDS yang
dilakukan dengan metode polymerase chain reaction (PCR).

Transmisi HIV secara umum dapat terjadi melalui 4 jalur, yaitu sebagai
berikut:
1. Kontak seksual. HIV terdapat pada cairan mani
dan secret vagina yang akan ditularkan virus ke sel, baik pada
pasangan homoseksual atau heteroseksual.
2. Transfusi. HIV ditularkan melalui transfusi darah baik itu whole blood,
trombosit, plasma maupun fraksi sel darah lainnya.
3. Jarum yang terkontaminasi. Transmisi dapat terjadi karena tusukan
jarum yang terinfeksi atau bertukar pakai jarum di antara sesama
pengguna obat psikotropika.
4. Transmisi vertikal (perinatal). Yaitu sekitar 50-80% baik intrauterin,
melalui plasenta, selama persalinan melalui pemaparan dengan darah
atau sekret jalan lahir, maupun yang terjadi setelah lahir melalui ASI.
Riwayat penyakit keluarga ada yang HIV/AIDS, Tingkat pendidikan
rendah, tingkat pengetahuan rendah, tingkat pengetahuan rendah, ada
riwayat pernah menggunaan narkoba suntik dengan jarum tidak steril
atau bergantian, riwayat tindik dengan jarum tidak steril, riwayat
heteroseksual tanpa pengaman merupakan faktor risiko paling dominan
terbukti berpengaruh terhadap kejadian HIV/ AIDS dengan probabilitas
sebesar 86 %.
Faktor- faktor yang menyebabkan kejadian HIV & AIDS pada ibu rumah
tangga meningkat adanya kerentanan sosial budaya dan ekonomi seperti
mentoleransi hubungan seksual diluar nikah, multi partner dan ketergantungan
finansial perempuan kepada laki-laki.
Faktor berikutnya yaitu tertular perilaku berisiko suami dalam hubungan
perkawinan seperti seks komersial dan narkoba suntik.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/
warmadewa_medical_journal/article/download/74/210/
http://www.jknamed.com/jknamed/article/view/32/36
https://hellosehat.com/seks/hivaids/tes-hiv/
https://www.academia.edu
https://publikasi.aptirmik.or.id/index.php/snarsjogja/article/view/94/94

Anda mungkin juga menyukai