Anda di halaman 1dari 15

Laporan Diskusi : Perpustakaan Dalam Menanggapi Kasus Sensor Buku dan Librisida

MATA KULIAH ETIKA PROFESI PUSTAKAWAN DAN ARSIPARIS

Dosen Pengampu : Yanuar Yoga Prasetyawan S.Hum., M.Hum.

Disusun guna memenuhi tugas harian mata kuliah kelompok 7

PENYUSUN:

Sherly Silvia Nugroho 13040120120001

Martha Yovina Dwi Ellyaningsih 13040120120026

Devita Indrianti 13040120130044

Muhammad Dani Hudayaturrohim 13040120130048

Irva Nunu Afika Dewi 13040120140090

KELAS D

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2022
Job Description Kelompok 7

Nama dan NIM Anggota Tugas

● Menyusun rumusan masalah


Sherly Silvia N ● Menjawab rumusan masalah mengenai tindakan yang
dapat dilakukan perpustakaan untuk mengatasi masalah
(13040120120001)
sensor buku

● Menyusun rumusan masalah


Martha Yovina Dwi E ● Sekretaris
● Membagi tugas dengan sistem acak (random)
(13040120120026)
● Menyusun laporan diskusi
● Membuat power point

● Menjawab rumusan masalah mengenai sikap


Devita Indrianti perpustakaan terhadap adanya tindakan librisida dari
kaum intelektual & vandal
(13040120130044)

● Menyusun rumusan masalah


Muhammad Dani ● Ketua Kelompok
Hudayaturrohim ● Menyusun kesimpulan dan metode penelitian

(13040120130048)

● Menyusun rumusan masalah


Irva Nunu Afika Dewi ● Menjawab rumusan masalah mengenai faktor penyebab
kekerasan & tindak kejahatan
(1304012014009)
Timeline Penyusunan Laporan

No Keterangan Kegiatan Hari dan Tanggal

1. Penentuan ketua kelompok dan sekretaris 29 September 2022

2. Mencari literatur 2 - 5 Oktober 2022

3. Diskusi tugas dan pembagian tugas 3 Oktober 2022

4. ● Penelusuran informasi referensi 4 Oktober 2022


● Menyusun dan menjawab rumusan masalah

5. Menyusun laporan word dan membuat power point 5 Oktober 2022


TINJAUAN LITERATUR (State of Art)

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

No Judul Tahu Nama Nama Hasil Penelitian


Penelitian n Peneliti Jurnal

1. 2010
Libraries Fiona Duthie The Penelitian ini menjelaskan
and the Australian tentang apa itu sensor buku
Ethics of Library juga membahas sedikit
Censorship Journal mengenai librisida. Selain itu,
dalam penelitian ini juga
dibahas mengenai etika
pustakawan terkait
penyensoran buku. Tidak
hanya itu, di penelitian ini
juga dibahas mengenai apa
yang seharusnya dilakukan
pustakawan perpustakaan
umum dan perpustakaan
sekolah.

2. Etheses of
Logical 2018 Nur Ulfi Maulana Penelitian ini tentang logical
Fallacy dan Lutfiyah Malik fallacy dan cyberbullying di
Cyberbullyi Ibrahim media sosial yang memiliki
ng pada State keterkaitan. Terdapat 6
Media Islamic macam logical fallacy di
Sosial University mana 3 diantaranya
Facebook menyebabkan sebuah
kejahatan yaitu
cyberbullying. Terjadinya
logical fallacy yang hingga
dapat menimbulkan
kekerasan dan tidak kejahatan
tentunya terdapat faktor yang
menyebabkan akan hal
tersebut. Di dalam penelitian
ini disebutkan beberapa
faktor penyebab proses
penalaran yang
memungkinkan hingga dapat
terjadinya kekerasan dan
tindak kejahatan karena
pengambilan kesimpulan
serta argumen yang tidak
tepat dan logical fallacy.
Terjadinya logical fallacy
dalam memahami sebuah
informasi dapat memicu
kemarahan yang dapat
menimbulkan sebuah
kekerasan dan tindak
kejahatan. Bahkan kadang
dapat memicu kemarahan dan
saling menyerang dengan
pihak lain.

3. Kebijakan 2018 Siti Repositori Penelitian ini menjelaskan


Sensorship Fatmawati, Universitas mengenai sensorship yang
di Octarina Negeri dilakukan pustakawan di
Perpustakaa Nugrahaningt Malang sebuah perpustakaan sekolah,
n Sekolah yas, & Puspa Tindakan yang pustakawan
Paramita tersebut lakukan diantaranya,
ketika akan melakukan
pengadaan perpustakaan,
melakukan penyeleksian
ulang terhadap buku yang
sudah ada, dan perpustakaan
sekolah terbuka seluas-
luasnya menerima saran dan
kritik dari orang tua murid
mengenai bahan koleksi yang
ada di perpustakaan sekolah.

4. Tanggung 2020 Anak Agung Humanis Penelitian ini menjelaskan


Jawab Ayu Rai mengenai pelarangan buku
Sejarah dan Wahyuni yang berlangsung dalam
Kebudayaan kualitas dan kuantitas yang
di Balik lebih besar pada masa
Pelarangan kekuasaan Presiden RI kedua,
Buku di Soeharto. Pada era reformasi,
Indonesia pelarangan buku tetap terjadi
meski kebebasan ekspresi
menemukan ruangnya.
Artikel ini membahas
tanggung jawab sejarah dan
kebudayaan di balik
pelarangan buku. Bagaimana
pelarangan buku pada era
Soekarno, Soeharto, dan era
reformasi. Selain itu terdapat
solusi dari berbagai pihak,
dan penulis buku harus
bertanggung jawab terhadap
kandungan tulisannya.

5. Sensor dan 2018 Lailatur Jurnal Penelitian dari artikel ini


Tantangan Rahmi Publis menjelaskan mengenai sensor
Perpustakaa dan tantangan perpustakaan
n Dalam di Nigeria dalam
Penyebaran penyebarluasan informasi ke
Informasi masyarakat. Pustakawan
Di Nigeria memberikan layanan secara
inklusi tanpa
mendiskriminasi pengguna
perpustakaan dan tanpa
memandang jenis kelamin,
kelompok etnis, kebangsaan,
kondisi sosial, agama atau
opini politik. Pustakawan
harus menyediakan layanan
tingkat tertinggi melalui sikap
sopan, cepat, memadai,
terampil, akurat dan berisi
tanggapan terhadap semua
permintaan bantuan kepada
pengguna.
KASUS 1

Sebuah negeri antah berantah yang menganggap adanya kekerasan dan tidak
kejahatan dalam tatanan sosial diakibatkan oleh buku atau bahan bacaan yang dicerna dan
dipahami oleh si pelaku. Atas dasar kekhawatiran munculnya lebih banyak kasus kekerasan
dan kejahatan, pemerintah tersebut menerapkan kebijakan penyensoran (sensor) informasi.
Tidak sedikit buku yang diberangus dan dimusnahkan, beberapa buku dilabeli dengan “buku
terlarang”. Terdapat upaya librisida yang dilakukan oleh kaum intelektual dan vandal.
Perpustakaan adalah institusi yang bertanggung jawab menyediakan informasi bagi seluruh
lapisan masyarakat, dengan tanpa melihat suku, ras dan agama. Perpustakaan juga
bertanggung jawab melestarikan ragam informasi yang dimiliki dengan cara menyimpan dan
mendiseminasikan informasi tersebut kepada khalayak masyarakat luas. Dalam kasus ini
perpustakaan berada pada posisi yang dilematis. Pada satu sisi perpustakaan memiliki
kewajiban untuk melakukan pelestarian dan diseminasi informasi kepada masyarakat secara
seluas luasnya, namun pada sisi lain perpustakaan merupakan instansi pemerintah yang
berfungsi mensukseskan program dan tujuan pemerintah.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa faktor penyebab kekerasan dan tindak kejahatan dari oknum yang membaca
buku?
2. Bagaimana tindakan yang dapat dilakukan perpustakaan untuk mengatasi masalah
sensor buku?
3. Bagaimana perpustakaan menyikapi adanya tindakan librisida dari kaum intelektual &
vandal
METODE PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode studi kepustakaan


atau literatur review. Literature review merupakan ikhtisar komprehensif tentang penelitian
yang sudah dilakukan mengenai topik yang spesifik untuk menunjukkan kepada pembaca apa
yang sudah diketahui tentang topik tersebut dan apa yang belum diketahui, untuk mencari
rasional dari penelitian yang sudah dilakukan atau untuk ide penelitian selanjutnya. Studi
literatur bisa didapat dari berbagai sumber baik jurnal, buku, dokumentasi, internet dan
pustaka. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelola bahan penulisan. Jenis
penulisan yang digunakan adalah studi literatur review yang berfokus pada hasil penulisan
yang berkaitan dengan topik atau variabel penulisan
PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebab Kekerasan Dan Tindak Kejahatan


Kekerasan dan tindak kejahatan yang dilakukan oleh oknum dapat terjadi karena
adanya logical fallacy. Logical fallacy adalah proses penalaran yang salah. Faktor penyebab
terjadinya proses penalaran yang salah yaitu:
1. Pengetahuan mengenai sesuatu yang sedang dibahas. Pengalaman juga termasuk
dalam pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan/pengalaman seseorang tidak
begitu dapat dijadikan sebagai dasar pembahasan atau minimnya
pengetahuan/pengalaman tapi seseorang tersebut memaksakan untuk memasukan
pengetahuan/pengalamannya, maka akan terjadi proses penalaran yang salah.
2. Keterbatasan memori. Banyaknya model mental yang harus dievaluasi dalam
argumen dapat menyebabkan proses penalaran yang salah karena keterbatasan otak
manusia untuk mempertimbangkan semua model konsep.
3. Konsistensi dengan keyakinan. Seseorang cenderung menerima sesuatu yang diyakini
dan tidak menerima yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Hal ini tentu saja
menjadi faktor penyebab terjadinya kesalahan dalam proses penalaran seseorang.
McBride & Cutting, 2016: 299-306 (dalam Nur Ulfi Lutfiyah,2018)

Dengan proses penalaran yang salah mengakibatkan argumen yang dikemukakan juga
turut salah. Faktor yang menyebabkan sebuah argumen itu salah, sebagai berikut:
1. Apabila premis penyusun sebuah argumen salah maka kesimpulan dari argumen
tersebut juga ikut salah meskipun dasar penalaran premis valid.
2. Argumen menjadi salah apabila seseorang itu menetapkan kesimpulannya benar
meskipun pada kenyataannya premis yang membangun argumen tersebut tidak
menggambarkan kesimpulan yang dicari.
Karena proses pemahaman yang salah dalam mencerna sebuah informasi dapat
mengakibatkan munculnya kekerasan dan tindak kejahatan.

B. Tindakan Perpustakaan Untuk Mengatasi Masalah Sensor Buku


Dalam kamus besar bahasa Indonesia, sensor merupakan pengawasan dan
pemeriksaan surat-surat yang akan disiarkan atau diterima seperti berita, majalah, buku, dan
sebagainya. Sedangkan penyensoran merupakan cara, proses, atau perbuatan menyensor.
American Library Association (ALA), mendefinisikan sensorship merupakan batasan
terhadap suatu ide/gagasan dari informasi yang dilakukan oleh pihak tertentu baik individu
maupun pemerintah.
Pada artikel ilmiah yang berjudul Kebijakan Sensorship di Perpustakaan Sekolah,
pustakawan melakukan kegiatan sensorship yang berupa;
1. Ketika pustakawan melakukan pengembangan koleksi, pustakawan juga melakukan
kegiatan penyeleksian pada setiap koleksi yang akan dimasukkan ke dalam
perpustakaan sekolahnya. Menurut Hari (2005:3) Dalam melakukan penyeleksian
tersebut terdapat kriteria khusus yang harus dipertimbangkan, yaitu:
1) Judul yang sesuai dengan pendidikan dimana perpustakaan tersebut berada
2) Judul yang sesuai dengan tingkatan pemustaka
3) Pengarang telah terkenal dalam bidangnya
4) Isi buku harus berkualitas, tahan lama dan tidak cepat berubah
5) Penerbit terkenal dalam bidangnya
6) Buku masih berada di dalam katalog dan masih beredar di dalam pasaran
7) Tahun dan edisi terbaru
8) Harga buku sesuai
Adapun kriteria umum yang diberikan oleh Departemen Pendidikan Nasional, jika
melihat bahwa perpustakaan sekolah berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional,
menurut Hari (2005:4) kriteria tersebut yaitu:
1) Tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945
2) Tidak membahayakan HANKAMNAS
3) Tidak dilarang oleh pemerintah dan Kejaksaan Agung
4) Tidak berasal dari penerbit yang dilarang
5) Sesuai dengan Departemen Pendidikan Nasional
6) Menunjang dalam Pendidikan Nasional
Kemudian apabila terdapat koleksi yang berhubungan dengan ajaran Islam menurut
Asrukin dalam Hari (2005:5) menyebutkan bahwa kegiatan penyensoran dapat dilakukan bila
terdapat beberapa hal sebagai berikut:
1) Terdapat kesalahan dalam penulisan Al- Quran
2) Terdapat kesalahan penafsiran ajaran islam
3) Terdapat penghinaan
4) Terdapat gambar Nabi Muhammad
5) Terdapat kata-kata yang memicu adu domba
2. Melakukan pengecekan kembali (screening) untuk memastikan sebuah koleksi layak
atau tidak untuk dilayankan. Dikutip dari (Syifa, 2018), proses screening yaitu:
1) Memperhatikan kembali gambar, ataupun konten secara teliti dengan melihat
satu persatu per halaman buku
2) Melihat kembali secara detail mengenai kalimat yang tidak sesuai
3) Memeriksa kembali kata per kata dengan teliti agar tidak ada kata yang
terlewat
4) Apabila ditemukan baik gambar, konten, kalimat, serta kata yang tidak sesuai
maka pustakawan akan melakukan penyensoran dengan menutup bagian
bagian tersebut.
5) Selanjutya, buku dapat dilayankan kembali untuk siswa
6) Apabila buku sama sekali tidak bisa ditutup, maka pustakawan akan benar-
benar menarik bukunya dari rak
3. Keluhan atau masukan dari orang tua murid. Perpustakaan dapat membuka seluas-
luasnya kritik maupun saran terkait koleksi dengan menyediakan kotak kritik dan
saran di perpustakaan sekolah. Ataupun orangtua murid bisa secara langsung
menyampaikan keluhannya tentang koleksi yang menurut mereka tidak layak berada
di perpustakaan sekolah pada Kepala Sekolah.

Jika di atas memaparkan mengenai Kebijakan Sensorship di Perpustakaan Sekolah,


terdapat saran dari Kantor ALA Kebebasan Intelektual mengenai bagaimana menghadapi
adanya sensor buku, yaitu:
1. Mendengarkan dengan tenang dan sopan setiap keluhan dari beragam masyarakat.
Setiap orang mempunyai hak untuk mengekspresikan apa saja kekhawatiran mereka
terhadap suatu hal. Hal tersebut bisa menjadi sebuah pelindung bagi masyarakat yang
mengeluh tentang judul tertentu. Contohnya, mungkin ingin hanya untuk memprotes
tentang judul itu, dan mungkin tidak meminta penghapusan dari perpustakaan.
2. Menanggapi dengan setiap masukan dengan hormat dan dengan keyakinan. Hal ini
dilakukan agar dapat membantu masyarakat memahami apa yang dibutuhkan dari
keragaman koleksi perpustakaan dan pemanfaatan sumber daya perpustakaan. Setiap
keluhan yang mengacu pada aspek informasi tertentu dalam buku, perpustakaan dapat
melihat kebijakan pengembangan koleksi dan menjelaskan seleksi yang dilakukan
perpustakaan.
3. Memberi informasi mengenai administrasi atau kewenangan yang mengatur mengenai
pengaduan dan meyakinkan masyarakat bahwa prosedur perpustakaan sedang
dilaksanakan.
4. Mencari dukungan dari media lokal saat yang tepat. Bagaimanapun masyarakat dan
perpustakaan memiliki kebebasan untuk membaca dan memberikan informasi
5. Menginformasikan organisasi sipil lokal untuk meminta dukungan.
6. Menegaskan prinsip-prinsip dari"Perpustakaan Bill of Rights" sebagai tanggung
jawab profesional. Sumber daya perpustakaan ditemukan untuk memenuhi standar
yang ditetapkan dalam bahan (Lailatur Rahmi, 2018).

Penyensoran buku di perpustakaan dapat merambah pada pelarangan buku.


Pelarangan buku yang terjadi di Indonesia masih sering terjadi pada era reformasi. Tahun
1970 menjadi masa dimana Indonesia mengalami masa sepi dalam dunia perdagangan buku.
Hal ini terjadi karena adanya pencabutan subsidi kertas oleh pemerintah pada tahun 1965.
Namun masa itu berakhir pada pemerintahan orde baru. Terdapat beberapa buku yang
dilarang beredar pada waktu demokrasi terpimpin di Indonesia (1959-1966) antara lain:
1. Hoakiau di Indonesia oleh Pramoedya Ananta Toer
2. Yang Bertanah Air tapi Tak Bertanah oleh Sabar Antaguna
3. Demokrasi Kita oleh Mohammad Hatta
4. Matinya Seorang Petani oleh Agam Wispi
5. Yang Tak Terbungkamkan (tanpa keterangan penulis) Yusuf, dkk, 2011:191 (dalam
Ayu, 2020 )

C. Sikap Perpustakaan Terhadap Tindakan Librisida Dari Kaum Intelektual dan


Vandal
Librisida merupakan bentuk paling ekstrim dari sensor buku. Duthie (2010)
mendeskripsikan librisida sebagai penghancuran perpustakaan dan isinya yang disengaja
dengan tujuan untuk menghalangi akses ke informasi tertentu. Di dalam bukunya yang
berjudul Libricide: The Regime Sponsored Destruction of Books and Libraries in the 20th
Century, Knuth mengatakan bahwa penyensoran buku bukan dilakukan untuk menghalangi
kebebasan mengakses informasi, melainkan untuk menghalangi kebebasan berpikir. Di
bukunya juga, disebutkan bahwa penghancuran buku dan perpustakaan telah dilakukan oleh
berbagai pemerintahan di dunia.
Sikap perpustakaan dan pustakawan sendiri dalam menghadapi librisida seharusnya
adalah menghalangi librisida itu terjadi. Alasannya karena hal ini sudah diatur dalam kode
etik pustakawan. Dalam IFLA misalnya dikatakan bahwa perpustakaan dan pustakawan harus
mematuhi prinsip kebebasan intelektual tanpa adanya hambatan akses informasi. Selain itu,
IFLA juga menyatakan untuk tidak mendiskriminasi pemustaka berdasarkan ras, agama,
umur, untuk apapun alasannya. Dalam kode etik pustakawan Amerika pun dijelaskan bahwa
ALA mengedepankan hak pemustaka untuk membaca, mencari informasi, dan berbicara
dengan sebebasnya. Perpustakaan umum harus menyajikan akses gratis dan sama bagi semua
pemustaka.
Namun sayangnya, masih ada peran perpustakaan dan pustakawan di masa lalu yang
turut serta melakukan penyensoran buku. Alasannya bisa karena perpustakaan tersebut takut
dengan pemerintahan yang sedang memimpin atau bisa juga karena kepercayaan pustakawan
itu sendiri. Dari sini bisa dilihat bahwa perpustakaan juga memiliki peran penting dalam hal
penyensoran buku dan librisida ini. Perpustakaan dengan otoritasnya bisa untuk lebih aktif
berpartisipasi dalam melindungi kebudayaan ataupun buku-buku yang dilarang ini
dibandingkan ikut berpartisipasi untuk memusnahkannya.
Kesimpulan
Tindakan yang dapat dilakukan perpustakaan dalam meneruskan informasi kepada
masyarakat pengguna adalah dengan mempertimbangkan tema-tema bahan pustaka
perpustakaan dengan cermat, agar tidak hanya menghindari penyensoran tetapi juga
menyesuaikan koleksi untuk kebutuhan pengguna (pemustaka). Akan tetapi, pengguna harus
mengetahui ada beberapa sikap yang perlu untuk menanggapi adanya penyensoran ini.
Apalagi pada era reformasi sering kali kita jumpai adanya penyensoran ini. Ada beberapa
buku yang pada masa era reformasi dilarang untuk beredar.
Librisida yang dilakukan oleh kaum intelektual dan kaum vandal merupakan hal yang
paling kejam, karena pada librisida ini perpustakaan dan seisinya akan dimusnahkan. Sikap
yang harus diambil oleh pustakwan dan perpustakaan yaitu mereka harus mengahalangi
adanya librisida. Hal ini sudah tertuai pada kode etik pustakawan. Tapi apa yang sebenernya
dilakukan oleh pustakawan, justru mendukung adanya librisida ini. Alasan mereka
mendukung librisida ini yaitu mereka takut dengan pemerintahan
Semoga dengan adanya penjelasan penyesoran dan librisida dapat diambil sikap-sikap
yang benar untuk menghadapi librisida dan penyesoran. Agar jika kita menghadapi salah
satunya di masa depan, kita bisa menghadapi dengan sikap sikap yang benar
Daftar Pustaka

Ayu, Rai Wahyuni, A. A. (2020). Tanggung jawab sejarah Dan Kebudayaan di Balik
Pelarangan Buku di Indonesia. Humanis, 24(4), 464.
https://doi.org/10.24843/jh.2020.v24.i04.p16
Duthie, F. (2010). Libraries and the Ethics of Censorship. The Australian Library Journal,
59(3), 85-94. https://doi.org/10.1080/00049670.2010.10735994
Fatmawati, Siti, Octarina Nugrahaningtyas, & Puspa Paramita. (2018). Kebijakan Sensorship
di Perpustakaan Sekolah. http;//repository.um.ac.id/833/
Hoover, L. (2018). Librarians as Cultural Warriors & Protectors. The Office for Intellectual
Freedom of the ALA. https://www.oif.ala.org/oif/librarians-cultural-warriors-
protectors/
Lutfiyah, Nur Ulfi. (2018). Logical Fallacy dan Cyberbullying pada Media Sosial (Studi
Analisa Wacana pada Kasus Demonstrasi 212). Skripsi. Fakultas Psikologi.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; Malang. http://etheses.uin-
malang.ac.id/13553/1/14410110.pdf
Rahmi, L. (2018). Sensor Dan Tantangan Perpustakaan dalam penyebaran Informasi di
Nigeria alih bahasa Dan Review artikel karya Japheth A. Yaya Mr. Jurnal Publis,
2(2), 20. https://doi.org/10.24269/pls.v2i2.1215

Glosarium

Premis : Apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran;
alasan.

Anda mungkin juga menyukai