Nim : 13040118130081
Rangkuman
Isu Mutakhir adanya merkantilisme pengetahuan berdampak pada aset kekayaan intelektual yaitu
hasil riset yang dimiliki baik oleh perguruan tinggi maupun lembaga penelitian yang berpotensi
akan adanya kekayaan intelektual dapat dijadikan sebagai produk komersial.
Alberto Sardi dkk (2020) mendefinisikan Big Data sebagai pengumpulan dan analisis
kumpulan data yang besar dan kompleks menggunakan berbagai alat dan teknik, seperti NoSQL,
MapReduce, dan Hadoop (Sardi, Sorano, Cantino, & Garengo, 2020). Istilah big data pertama
kali muncul tahun 1997 pada artikel yang ditulis Michael Cox dan David Ellisworth (Narendra,
2015).
Terdapat 3 isu utama pada topik pengolahan: big data yang baru-baru ini diteliti yaitu:
• Big Data Analysis sebagai proses yang menggunakan analisis algoritma untuk mengungkap
potensi tersembunyi di Big Data
Ketiga isu atau trend tersebut juga populer di bidang ilmu perpustakaan dan informasi,
karena perpustakaan sebagai tempat periset mencari rujukan juga memiliki data tersembunyi
yang selama ini tidak diolah oleh perpustakaan. Menggunakan manajemen bigdata ,perpustakaan
dapat mengamati perilaku periset yang menggunakan fasilitas koleksi perpustakaan. Manajemen
big data dengan menggunakan program- program yang tersedia akan memudahkan pustakawan
untuk mengolah data yang tersedia menjadi informasi.
“ARSITEKTUR INFORMASI”
Arsitektur informasi adalah bentuk khusus yang menggunakan IT untuk mencapai tujuan-
tujuan atau fungsi-fungsi yang telah dipilih. AI pertama kali dikenalkan oleh seorang arsitek
yang bernama Richard Saul Wurman pada Tahun 1975. Kemudian pada tahun 1966 istilah
arsitektur informasi dimanfaatkan oleh beberapa ilmuwan perpustakaan seperti Lou Rosenfeld
dan Petter Morville. Akan tetapi, teori karya pak Richard Wurman masih dipakai sampai
sekarang.
• Tahun 1988 dilakukan revisi terhadap AACR1 sehingga terbitlah AACR edisi kedua yang lebih
dikenal dengan AACR2, sebagai hasil kerjasama antara American Library Association, Library
Association (Inggris), Library of Congress, dan Canadian Library Association.
• Pada tahun 2002 dilakukan revisi terhadap AACR2 dan terakhir pada tahun 2005 diterbitkan
pemuktahiran terhadap AACR2 revisi 2002 dengan judul “Anglo-American Cataloguing Rules
Second Edition 2002 Revision 2005 Update”.
• RDA dikembangkan oleh Joint Steering Committee (JSC) for Development of RDA yang
merupakan representasi dari American Library Association, Australian Committee on
Cataloguing, British Library, Canadia Committee on Cataloguing, Chartered Institute of Library
and Information Professionals, dan Library of Congress.
• Kemunculan RDA didorong oleh adanya fakta bahwa perpustakaan kini beroperasi dalam
dunia digital dan berbasis web yang membuat hubungan antara pembuat metadata dan pengguna
di luar perpustakaan menjadi semakin penting
• Pengembangan RDA melibatkan banyak pihak, antara lain, Dublin Core dan komunitas web
semantik.
Ada beberapa alasan dan isu mutakhir yang menyebabkan perpindahan AACR ke RDA, dan juga
dapat dijadikan sebagai sebuah inovasi antara lain sebagai berikut:
1. RDA dapat digunakan untuk mengelola sumber informasi berdasarkan perilaku pengguna
(pemustaka)
2. RDA juga dirancang menggunakan istilah yang dapat dimengerti, dan juga dapat sesuai
dengan apa yang ada didalam pikiran para pengguna
3. RDA dapat dirancang dengan aplikasi format metadata perpustakaan (MARC), dan RDA
dapat diterapkan melalui format umum pertukaran data melalui internet (XML)
4. RDA dapat dikembangkan untuk mengadopsi interoperabilitas dengan contoh sektor warisan
budaya, dan dapat mencari solusi untuk masalah dalam standar pengatalogan baru yang timbul
akibat adanya keanekaragaman warisan budaya dan bahasa
Ada 5 poin :
-Konsep FRBR
-Penelitian Terkait
KONSEP FRBR
dan konsepnya digunakan oleh pengaturan katalog RDA, UNTUK mengorganisasi deskripsi
biblio yang merupakan elemen digunakan di RDA.
PENELITIAN TERKAIT
2. Efisiensi biaya dan tenaga, hasil studi OCLC menunjukan FRBR justru mengurangi beban
kerja kataloger.
3. FRBR dapat menghubungkan struktur metadatanya dengan RFD dan URI untuk meningkatkan
akurasi dalam mesin pencarian.
ISU MUTAKHIR
Bahwa penerapan FRBR lebih memberikan keuntungan daripada kerugian seperti yang
dipaparkan dalam Kontra hambaran barusan
- FRBR mengurangi beban kerja kataloger, biaya operasional, menjamin keakurasian temu balik
informasi pada mesin pencarian, dan dapat menghubungkan hubungan/relationships yang
kompleks antar entitas,
- FRBR juga mendukung interoperabilitas dengan menyediakan fitur RDF dan URI.
FRAD adalah daftar nama terkendali (name authority) yang beroperasi bersama-sama
dengan FRBR. sedangkan RDA adalah standar deskriptif baru yang akan menggantikan Anglo
American Cataloguing Rules (AACR2) yang merupakan seperangkat pedoman dan petunjuk
dalam merumuskan data untuk mendukung penemuan sumber daya, serta panduan komprehensif
yang mencakup semua jenis konten dan media.
Teori dasar menurut ahli, yaitu, Melalui model FRAD dengan cara membahas topik
dalam cara logis agar membangun pengetahuan pembaca dari dasar, sebagai kosakata FRAD
juga merupakan Persyaratan Fungsional untuk Catatan Bibliografi (FRBR). Bahwa tidak Tidak
ada pemetaan MARC tersedia, tetapi lampiran menampilkan pemetaan FRAD-ke RDA yang
sangat membantu cari aturan RDA yang terkoordinasi untuk Entitas dan atribut FRAD.
Demystifying FRAD berfungsi sebagai sumber daya all-in-one yang luar biasa untuk memahami
model FRAD dan hubungannya dengan otoritas bekerja di bawah RDA.
“Konseptual FRSAD dalam RDA”
FRSAD (Functional Requirements for Subject Authority Data) merupakan bagian dari
FRBR (Functional Requirements for Bibliographical Records) yang berarti digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara dokumen dengan pencipta dan subjek. FRSAD merupakan
sebuah konsep teoritis yang membantu kita untuk memahami dunia nyata. Konsep tersebut
adalah cara untuk memahami tujuan katalog dan authority records serta mengerti apa yang
dideskripsikan dalam istilah-istilah konseptual.
1. Model FRSAD dan model lain yang dikembangkan seiring dengan kemajuan Web Semantik
selama beberapa tahun terakhir memungkinkan pertimbangan fungsi data otoritas subjek dan
skema konsep di tingkat yang lebih tinggi yang tidak bergantung pada implementasi, sistem, atau
konteks tertentu, dan akan memungkinkan kita untuk fokus pada semantik, struktur, dan
interoperabilitas data otoritas subjek.
2. FRSAD dikembangkan dengan tujuan untuk membantu dalam penilaian potensi berbagi
internasional dan FRSAD di perpustakaan. Penerapan FRSAD dan model lain yang digunakan di
perpustakaan karena perkembangan teknologi yang ada.
Information governance atau tata kelola informasi mempunyai banyak definisi, tetapi
pada intinya, ini mengacu pada kerangka kerja strategis untuk mengelola informasi di sebuah
organisasi atau lembaga. Meskipun biasanya mengacu pada tata kelola informasi dalam konteks
digital, ini juga mencakup aset fisik, seperti perangkat dan dokumen cetak. Hal ini terutama
berlaku pada lembaga yang lebih matang, yang memiliki sejumlah besar informasi yang
disimpan secara lokal, dalam bentuk cetak atau digital.
Terkait teori dasar yang dapat digunakan dalam melakukan kajian, khususnya
information governance, yaitu tata kelola informasi lebih pada sisi teknis dan prosedur
penanganan informasi dalam organisasi, yang sesungguhnya sudah dilakukan manusia sejak
mengenal tulisan dan setelah mengenal prinsip-prinsip administrasi termasuk dalam hal
dokumentasi dan kearsipan (Pendit, 2017). Selain itu, David & Giordano (2015) menjelaskan
information governance sebagai “the orchestration of people, process, and technology to enable
an organization to leverage data as an enterprise asset”, yang berarti bahwa tata kelola informasi
melibatkan individu pada proses dan teknologi yang memungkinkan organisasi memanfaatkan
data sebagai aset lembaga.