Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH

ORGANISASI INFORMASI

STUDI MODEL METADATA INTEROPERABILITY

Anne Parlina

G652100055

MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK PERPUSTAKAAN

PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011
STUDI MODEL METADATA INTEROPERABILITY

PENDAHULUAN

Perpustakaan digital adalah suatu fenomena yang muncul sebagai akibat dari perkembangan
teknologi informasi yang begitu pesat, sehingga menimbulkan revolusi bentuk representasi
ilmu pengetahuan. Jika dahulu kertas dan tinta menjadi sarana terpenting untuk representasi
pengetahuan selama ratusan tahun, maka sejak beberapa dasawarsa terakhir terjadi
pergeseran ke bentuk representasi pengetahuan yang baru, yaitu bentuk digital.  Dengan
hadirnya teknologi jaringan internet (world wide web), yang mempercepat dan
mentransformasikan proses publikasi dan distribusi pengetahuan terekam (recorded
knowledge), lengkaplah sudah revolusi dalam semua aspek perekaman dan penyebaran
pengetahuan. Perpustakaan, sebagai lembaga yang berfungsi mengumpulkan, mengelola, dan
menyebarluaskan pengetahuan terekam, dengan sendirinya juga telah dan sedang menjalani
proses transformasi.  Sehingga kemudian muncul perpustakaan digital sebagai akibatnya. 

Temu kembali dokumen koleksi perpustakaan adalah salah satu sarana terpenting di
perpustakaan. Sebuah dokumen yang disimpan tetapi tidak dapat ditemukan kembali sama
saja dengan dokumen yang hilang. Selalu ada sarana temu kembali di perpustakaan manapun,
termasuk juga di perpustakaan digital, walaupun “koleksi” dalam konteks perpustakaan
digital mempunyai makna yang berbeda dari “koleksi” dalam konteks perpustakaan
tradisional (= non-digital). Sarana ini disebut metadata,  yang membedakan  perpustakaan
digital dari sekedar suatu kumpulan sumber-sumber digital atau halaman web. Konsep
metadata bukanlah suatu hal yang baru di dunia informasi dan perpustakaan.  

METADATA

Definisi Metadata yang disepakati oleh Task for Metadata CC:DA (Comittee on Cataloging:
Description and Access) dari ALA (American Library Association) adalah sebagai berikut:

“Metadata are structured, encoded data that describe characteristics of information bearing
entities to aid in the identification, discovery, assessment and management of described
entities.”

Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa metadata adalah merupakan data yang:
1. Terstruktur
2. Ditandai dengan kode agar bisa diproses oleh komputer
3. Mendeskripsikan ciri-ciri satuan-satuan pembawa informasi
4. Membantu identifikasi, penemuan, penilaina dan pengelolaan satuan pembawa
informasi tersebut.

Metadata dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis:

1. Metadata deskriptif
Merupakan identifikasi sumber informasi sehingga memperlancar proses penemuan
kembali (discovery) dan seleksi. Mencakup unsur-unsur seperti pengarang, judul,
tahun terbit, tajuk subjek atau kata kunci dan informasi lain yang biasa dicatat dalam
proses pengatalogan tradisional.
2. Metadata administratif
Data yang memberikan informasi untuk pengelolaan informasi, seperti kapan dan
bagaimana diciptakan, tipe berkas, data teknis lain, siapa pemiliknya, siapa yang
berhak mengakses. Metadata ini juga mencakup data berkenaan dengan HKI dan
seluk-beluknya  (rights management metadata), penyimpanan (archiving) dan
pelestarian sumber informasi (preservation metadata).
3. Metadata struktural
Data ini menjelaskan bagaimana suatu objek digital terstruktur sehingga dapat
digabungkan menjadi satu kesatuan logis. Contohnya, obyek multimedia yang terdiri
dari komponen audio dan teks memerlukan sinkronisasi. Contoh lain yaitu buku
digital yang terdiri dari beberapa bab dan tiap bab terdiri dari halaman-halaman yang
masing-masing merupakan suatu file digital tersendiri. Metadata struktural diperlukan
untuk mengetahui hubungan antara file fisik dan halaman, halaman dan bab, dan bab
dengan buku, sehingga perangkat lunak dapat menampilkan daftar isi buku lalu
langsung memunculkan bab yang dipilih pengguna, atau pengguna dapat bernavigasi
ke halaman lain dari buku tersebut.

SKEMA METADATA

Metadata dibuat berdasarkan suatu skema metadata, yaitu sekelompok unsur metadata beserta
peraturan untuk menggunakannya, yang dirancang untuk suatu tujuan spesifik, misalnya
untuk lingkungan tertentu atau untuk deskripsi sejenis sumber informasi tertentu.
Suatu skema metadata  memiliki 3 aspek:

1. Semantik (semantics), yaitu definisi makna unsur-unsur skema bersangkutan. Tiap


unsur diberi nama dan definisi.  Biasanya disertai keterangan status unsur tersebut: 
apakah wajib (mandatory), pilihan (optional), atau wajib pada kondisi tertentu
(mandatory if applicable).  Juga disebutkan unsur mana yang boleh diulang
(repeatable). 

2. Isi (content), yaitu peraturan untuk nilai unsur-unsur, atau peraturan untuk mengisi
unsur skema. Semantik skema misalnya menentukan bahwa ada unsur yang diberi
nama  “Pengarang”, lalu peraturan untuk isi menetapkan kriteria untuk menentukan
siapa yang dapat dimasukkan ke dalam “Pengarang” dan bagaimana nama orang
terpilih harus dicantumkan. Apakah nama sesuai dengan bentuk yang  ditemukan pada
halaman judul buku?  Atau menurut format tertentu, misalnya: Nama keluarga, Nama
kecil?  Atau bentuk nama berupa tajuk seragam yang diambil dari suatu daftar kendali
tajuk nama (name authority list)?  Apakah untuk subyek harus dipakai daftar tajuk
subyek? Peraturan isi sangat penting karena membantu menjamin keseragaman dan
konsistensi pengisian unsur-unsur, dan ini mempermudah tercapainya kecocokan atau
match dalam proses temu kembali.

3. Sintaksis, yaitu peraturan untuk encoding, bagaimana unsur-unsur skema itu


dialihkan ke dalam bentuk machine-readable (terbacakan mesin), yaitu dapat dibaca
dan diproses oleh komputer. Untuk itu biasanya digunakan SGML (Standard
Generalized Mark-up Language) atau XML (Extensible Mark-up Language).  XML,
yang dikembangkan oleh W3C (World Wide Web Consortium), adalah suatu subset
dari SGML.  XML lebih mudah daripada SGML karena punya peraturan yang jelas
dan konsisten, tidak begitu banyak feature dan pilihan yang justru bisa membuat
bingung.  Beberapa ciri lain yang menunjang popularitas  XML sebagai sarana 
encoding ialah kebebasan untuk menetapkan sendiri tengara (tag) yang cocok serta 
human-readable, dan kemudahan dalam pertukaran data terstruktur. Maka bisa
dikatakan bahwa XML telah menjadi standar de-facto untuk representasi metadata,
khususnya untuk sumber-sumber internet (internet resources). 

Contoh skema metadata (disusun menurut abjad):


1. CDWA (Categories for Descriptions of Works of Art): skema untuk deskripsi karya
seni

2. DCMES (Dublin Core Metadata Element Set): skema umum untuk deskripsi beraneka
ragam sumber digital 

3. EAD (Encoded Archival Description): skema untuk menciptakan sarana temu


kembali bahan kearsipan (archival finding aids) dalam bentuk elektronik.

4. GEM (Gateway to Educational Materials):  skema untuk bahan pendidikan dan


pengajaran

5. MARC (Machine Readable Cataloguing): skema yang digunakan di lingkungan


perpustakaan sejak tahun 1960-an untuk membuat cantuman bibliografi elektronik
standar

6. METS (Metadata Encoding and Transmission Standard): skema metadata untuk


obyek digital kompleks yang tersimpan dalam koleksi perpustakaan

7. MODS (Metadata Object Description Standard):  skema untuk deskripsi rinci sumber-
sumber elektronik

8. MPEG (Moving Pictures Experts Group) MPEG-7 dan MPEG-21: standar untuk
rekaman audio dan video dalam bentuk digital

9. ONIX (Online Information Exchange), untuk data bibliografi lingkungan penerbit dan
pedagang buku

10. TEI (Text Encoding Initiative): panduan untuk encoding teks dalam bentuk elektronik
menggunakan SGML dan XML, khususnya untuk kalangan peneliti teks bidang
humaniora.

11. VRA (Visual Resources Association ) Core: skema untuk deskripsi karya visual dan
representasinya
Skema metadata bisa bersifat  khusus, artinya community specific atau  domain-specific,
misalnya CDWA, GEM, VRA, CSDGM, atau dirancang sebagai skema umum yang
memperlancar cross-domain discovery, seperti DCMES. 

METADATA INTEROPERABILITY

Seiring dengan proliferasi informasi dalam dekade terakhir, skema metadata untuk deskripsi
sumber daya digital juga semakin berkembang. Masing-masing skema dirancang berdasarkan
kebutuhan masyarakat pengguna tertentu, jenis sumber daya, kedalaman deskripsi, dan lain
sebagainya. Masalah mulai timbul ketika membangun sebuah perpustakaan digital besar atau
repositori dengan banyak peserta yang masing-masing menggunakan metode deskripsi yang
berbeda atau catatan metadata dibuat menurut beragam skema. Keragaman standar untuk
deskripsi berbagai jenis sumber daya informasi menimbulkan tantangan tersendiri baik untuk
pencari informasi maupun bagi mereka yang bertanggung jawab untuk mengelola sumber
daya informasi tersebut.

“Users should be able to discover through one search what digital objects are freely
available from a variety of collections, rather than having to search each collection
individually” (Tennant 2001). Pengguna tidak mau dan tidak boleh dibuat repot dalam
melakukan penelusuran. Pengguna tidak harus mengetahui atau memahami metode yang
digunakan untuk menggambarkan dan mewakilkan isi dari koleksi digital. Untuk
memfasilitasi “one stop searching” bagi pengguna, diperlukan interoperabilitas metadata
(metadata interoperability).

Definisi Interoperabilitas

Berikut adalah beberapa definisi interoperabilitas:

“The ability of multiple systems, using difference hardware and software platforms, data
structures, and interfaces, to exchange and share data” (NISO 2004)

“The ability of two or more systems or components to exchange information and use the
exchanged information without special effort on either system” (ALCTS 2004)
“The compatibility of two or more systems such that they can exchange information and data
and can use the exchanged information and data without any special manipulation” (Taylor
2004)

Apabila sistem-sistem dengan perangkat keras dan lunak, struktur data, antar muka yang
berbeda, dapat bertegur sapa dan tukar-menukar informasi tanpa kesulitan maka dikatakan di
antara sistem-sistem tersebut terdapat interoperability. Interoperabilitas (interoperability)
dalam konteks metadata berarti bahwa metadata yang berasal dari satu sistem dapat
digunakan pada sistem lain.

Tren dan Model Proyek Interoperabilitas Metadata

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai
interoperabilitas antara skema metadata yang berbeda. Pengelolaan informasi yang terhubung
dengan jaringan hanya bisa berjalan dengan metadata interoperability sebagai landasan.
Berikut adalah tujuh model konseptual untuk mencapai interoperabilitas yang berfokus pada
metadata deskriptif.

1. Uniform standard
2. Application profiling/adaptation/modification
3. Derivation
4. Crosswalk/mapping
5. Switching schema
6. Lingua franca
7. Metadata framework/container

Perlu dicatat bahwa ketujuh model ini tidak harus berdiri sendiri. Kadang-kadang dalam
proyek tertentu kita mungkin akan melihat lebih dari satu model yang digunakan.

Uniform Standard (Penyeragaman standard)

Dalam model pendekatan uniform standard, semua peserta konsorsium, repositori, dll,
menggunakan skema yang sama, seperti MARC/AACR atau Dublin Core. Dengan
menggunakan standar yang sama, konsistensi dapat dijaga dalam tingkat yang tinggi.
Pendekatan ini tentu saja telah dilaksanakan dalam komunitas perpustakaan selama lebih dari
satu abad. Penyeragaman standard adalah solusi pamungkas dan paling sederhana untuk
masalah interoperabilitas. Namun tidak selalu layak atau praktis diimplementasikan,
khususnya di lingkungan heterogen yang melayani komunitas pengguna yang berbeda
dimana komponen atau koleksi yang berpartisipasi mengandung berbagai jenis sumber daya
informasi yang dideskripsikan menggunakan berbagai skema khusus. Metode ini hanya layak
dipakai di awal atau di tahap awal pembangunan perpustakaan digital atau repositori,
sebelum peserta yang bergabung di dalamnya menggunakan skema metadata yang berbeda.
Contoh uniform standard adalah penggunaan standar skema Dublin Core pada jaringan
IDLN (Indonesia Digital Library Network).

Application profiling/adaptation/modification

Dalam lingkungan informasi yang heterogen, komunitas-komunitas yang berbeda mengelola


informasi yang memiliki karakteristik dan persyaratan yang berbeda pula. Jarang ada satu
skema metadata yang dapat memenuhi semua kebutuhan. Dalam pendekatan ini satu skema
digunakan sebagai dasar yang umum, sementara untuk keperluan yang khusus digunakan
adaptasi atau modifikasi dengan cara:
 Membuat profil aplikasi (satu set kebijakan) untuk diimplementasikan bagi kebutuhan
pengguna tertentu. Profil menguraikan sejauh mana skema yang ada akan diterapkan
dan memberikan pedoman untuk pengaplikasian di lingkungan yang bersangkutan.
Konsep "profil aplikasi" didasarkan pada "gagasan bahwa standar metadata harus
dilokalisasikan dan dioptimalkan untuk content tertentu" (Johnston 2003)
 Adaptasi skema yang sudah ada dengan modifikasi untuk memenuhi kebutuhan lokal
atau spesifik
Model ini memastikan struktur dasar yang sama dan elemen yang sama, tapi dengan berbagai
kedalaman dan detail.

Contoh application profiling/adaptation/modification:


 Biological Data Profile dari National Biological Information Infrastructure (NBII),
yang berbasis FGDC/CSDGM (Content Standard for Digital Geospatial Metadata of
the Federal Geographic Data Committee)
 ETD-MS (menggunakan 13 elemen Dublin Core dan unsur tambahan)
Derivation (Penurunan)

Dalam pendekatan model ini, skema kompleks seperti MARC digunakan sebagai sumber
untuk skema baru yang lebih simpel dengan kedalaman yang berbeda sesuai kebutuhan
pengguna. Pendekatan ini menghasilkan skema dengan struktur dasar dan elemen-elemen
umum yang sama dan elemen-elemen umum, tetapi juga memungkinkan adanya detil dan
kedalaman komponen yang berbeda. Contoh untuk pendekatan model ini adalah MODS dan
MARC Lite yang diturunkan dari MARC21 dan TEI Lite yang diturunkan dari TEI

Crosswalk/Mapping (Penyebrangan/Pemetaan)

“Crosswalk” didefinisikan sebagai “Pemetaan dari elemen-elemen, semantik, dan sintaks dari
satu skema metadata ke skema yang lain.” (NISO 2004). Sejauh ini merupakan metode yang
paling umum digunakan untuk memungkinkan interoperabilitas di antara skema-skema
metadata.

Beberapa contoh metadata crosswalk:

 MARC21  Dublin Core


 MARC  UNIMARC
 VRA  Dublin Core
 ONIX for books  MARCXML
 FGDC  MARC
 EAD ISAD(G)
 ETD-MS to MARCXML
 Dublin Core/MARC/GILS
 ADL/FGDC/MARC/GILS
 MARCLOM/DC
 dll

Switching Schema

Dalam model ini, skema yang ada digunakan sebagai mekanisme switching antara beberapa
skema. Alih-alih pemetaan antara setiap pasangan dalam kelompok, masing-masing skema
metadata individu dipetakan ke skema switching. Model ini secara drastis mengurangi jumlah
pemetaan proses yang dibutuhkan. Skema switching biasanya berisi elemen pada level yang
cukup luas. Contoh menggunakan skema switching termasuk adalah proyek Australia Picture
dan Open Archive Initiative (OAI). Keduanya menggunakan Dublin Core sebagai skema
switching.

Lingua Franca

Jika tidak ditemukan skema yang cocok untuk digunakan sebagai skema switching, alternatif
lain adalah penggunaan “lingua franca”. Sebuah lingua franca bertindak sebagai suatu
suprastruktur, tapi bukan merupakan "skema" dalam dirinya sendiri. Dalam metode ini,
beberapa skema metadata yang ada diperlakukan sebagai satelit dari suprastruktur (lingua
franca) yang terdiri dari unsur-unsur umum atau yang paling banyak digunakan oleh skema
metadata individu. Model ini memfasilitasi lintas domain pencarian, namun tidak selalu
membantu dalam konversi data atau pertukaran data. Namun, model “lingua franca”
memungkinkan retensi kekayaan dan granularity dari skema individu.

Model ini dapat diterapkan untuk lingkungan informasi yang berbeda, cetak, visual, audio,
geospasial, dll atribut umum bersama oleh komponen atau peserta dalam suatu lingkungan
tertentu dapat didefinisikan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Sebagai contoh, dalam
lingkungan multibahasa, diharapkan bahasa yang akan menjadi atribut yang penting, dan
dalam suatu sumber daya meliputi lingkungan dari berbagai belahan dunia, lokasi geografis
akan signifikan.

Metadata Framework/Container

Dalam pendekatan ini, kerangka metadata digunakan sebagai cangkang atau wadah yang di
dalamnya unsur-unsur dari berbagai skema metadata bisa ditampung. Contohnya adalah:
 Resource Description Framework (RDF)
RDF merupakan model data yang dikembangkan oleh World Wide Web Consortium
(W3C) untuk deskripsi sumber daya di Web yang "menyediakan mekanisme untuk
mengintegrasikan beberapa skema metadata" (NISO 2004). Disajikan dalam XML,
beberapa namespaces didefinisikan untuk memungkinkan unsur-unsur dari skema
yang berbeda digabungkan dalam deskripsi sumber daya tunggal.
 Metadata Encoding and Transmission Standard (METS)
Metadata Encoding and Transmission Standard (METS) adalah sebuah standar untuk
mengemas metadata deskriptif, administrasi, dan struktural menjadi satu dokumen
XML untuk interaksi dengan repositori digital. METS ini menyediakan kerangka
untuk menggabungkan beberapa struktur metadata internal dengan skema eksternal
(seperti MODS atau MIX). METS menyediakan metode untuk merangkum semua
informasi tentang obyek, baik digital atau tidak.

KESIMPULAN

Setiap komunitas akan mengembangkan metode untuk deskripsi dan akses yang paling cocok
untuk kebutuhan mereka sendiri. Tidak bisa diharapkan bahwa aplikasi, struktur dan
penggunaan data akan identik di dalam tiap komunitas, tetapi yang mungkin masih bisa
diharapkan adalah akan terbentuk sebuah kesepakatan tentang suatu core atau inti. Ini berarti
tetap diperlukan standar yang akan terus berkembang seiring dengan perkembangan dunia
perpustakaan dan informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Aditirto, Irma U. Metadata: Pengatalogan Untuk Abad Ke-21., Perpustakaan Digital,


Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia., hal 199-231

Chan, Lois Mai., Metadata Interoperability: A Study of Methodologi, http://www.white-


clouds.com/iclc/cliej/cl19chan.htm, diakses tanggal 4 Februari 2011

Aji, Rizal Fathoni., Pengembangan Garuda (Garba Rujukan Digital) Sebagai Sumber
Rujukan Karya Ilmiah di Indonesia., Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2010
(SNATI 2010)

Chan, Lois Mai., Zeng, Marcia Lei., Metadata Interoperability and Standardization – A
Study of Methodology Part I., http://dlib.org/dlib/june06/chan/06chan.html diakses tanggal 4
Februari 2011
Zeng, Marcia Lei.,Chan, Lois Mai., Metadata Interoperability and Standardization – A Study
of Methodology Part II., http://www.dlib.org/dlib/june06/zeng/06zeng.html diakses tanggal 4
Februari 2011

Anda mungkin juga menyukai