Pengantar
Osilator merupakan rangkaian untuk mengubah daya DC menjadi daya AC atau dengan perkataan lain
sinyal output akan dihasilkan tanpa adanya sebuah sinyal input yang diberikan. Dan sebuah osilator,
output sinyal AC yang dapat diatur dan dapat diperkirakan.
Osilator dirancang untuk menghasilkan GGL (Gaya Gerak Listrik) bolak-balik dengan frekuensi dan
bentuk gelombang yang diketahui, seperti gelombang sinus, gelombang kotak dan gelombang gergaji.
Rangkaian ini digunakan dalam semua jenis peralatan elektronika seperti radio dan TV, komputer,
osiloskop, generator sinyal dan digital frekuensi meter.
Vout
Rangkaian Penentu
Frekuensi
Penguat (Av)
Rangkaian dasar osilator seperti terlihat pada gambar 1, yang terdiri dari:
1. Penguat berfungsi untuk memperkuat dari sinyal input dan sinyal output dari rangkaian
umpan balik.
2. Feedback (umpan balik) adalah proses dimana sebagian sinyal output dari sebuah
amplifier dikembalikan ke inputnya. Ada dua macam feedback
yang merupakan dasar dari osilator, yakni posistif feedback
dan negatif feedback.
3. Rangkaian penentu frekuensi berfungsi untuk membangkitkan frekuensi yang
didapat dari rangkaian yang dikombinasikan dari komponen
resistor, induktor dan kapasitor.
Pada saat osilator pertama kali dicatu maka arus pada rangkaian penentu frekuensi menghasilkan
tegangan yang frekuensinya sama dengan frekuensi yang diinginkan oleh osilator.
Sebagian tegangan itu akan dikembalikan ke terminal input penguat dan dikuatkan, kemudian di
kembalikan lagi ke rangkaian penentu dengan tegangan yang lebih besar dari tegangan awal. Dan
begitu seterusnya. Demikian proses ini berlangsung, sehingga dengan demikian amplitudo tegangan
sinyal akan bertambah sedikit demi sedikit sampai kondisi titik jenuh penguatan. Karakteristik utama
suatu osilator adalah pada frekuensi kerja, kestabilan amplitudo dan persentase distorsi sinyal output.
1.1. Nilai Resistansi(R) dan Kapasitor (C)
Rangkaian RC
Konfigurasi rangkaian osilator yang terdiri dari komponen RC sering dinamakan osilator
pergeseran fase. Komponen yang digunakan terdiri dari tiga jaringan, karena pada setiap
jaringan menghasilkan pergesaran fase diantara 0 dan 90, tergantung pada frekuensi. Karena
itu, pada frekuensi tertentu pergeseran fase total dari tiga jaringan RC sama dengan 180. Hal
ini bisa kita lihat pada gambar 4.
I. II. III.
Sehingga bisa jelaskan proses terbentuknya gelombang pada jaringan RC adalah sebagai
berikut :
1. Tegangan input (VIN) bertindak sebagai tegangan awal pada jaringan RC.
2. Tegangan pada R1 (VR1) mendahului dari tegangan input (VIN). Tegangan VR1 bertindak
sebagai tegangan input pada jaringan RC kedua.
3. Tegangan pada R2 (VR2) mendahului dari tegangan input (VR1). Tegangan VR2
bertindak sebagai tegangan input pada jaringan RC ketiga.
4. Tegangan pada R3 (VR3) mendahului dari tegangan input (VR2). Tegangan VR3
bertindak sebagai tegangan keluaran (VOUT) total dari seluruh jaringan.
Sehingga dalam rangkaian osilator RC, tegangan keluaran yang bergeser sebesar 180 tersebut
diumpan balik ke input jaringan RC sehingga hasil keliling loop pergeseran fasa akan menjadi
360, atau sama dengan 0.
Frekuensi yang terjadi pada tegangan keluaran V OUT, merupakan frekuensi resonan pada
jaringan RC yang ditentukan nilai dari XC dan R dengan persamaan:
1
fo
2RC 6
Pada gambar 4, diagram vektor menunjukkan bahwa tegangan disetiap resistor (VR) akan
semakin kecil amplitudonya dibanding dengan VR sebelumnya. Hal ini berarti bahwa tegangan
keluaran VOUT akan terjadi pelemahan (attenuasi) terhadap tegangan input VIN. Pada
kenyataannya, faktor pelemahan yang terjadi pada ketiga jaringan pergeseran fase RC tersebut
sebesar 1 / 29 dari frekuensi resonannya. Faktor pelemahan dilambangkan dengan , maka bisa
kita buat persamaan menjadi :
1
29
Contoh:
Tentukan nilai frekuensi resonan jika R = 4,7 kOhm dan C = 0,001F.
Jawab:
1
fo
2RC 6
1
(6,28 2,45 4,7 103 0,001106 )
= 13831 Hz
Contoh Rangkaian Osilator RC
Gambar 5. menunjukkan sebuah osilator pergeseran fase FET, yang penggunaannya untuk
semua frekuensi rendah yang terbentuk dari jaringan RC dan sebuah penguat. Jangkauan
frekuensinya diantara 5Hz sampai 1 MHz. Ini hampir selalu dipakai dalam pembangkit audio
komersil dan biasanya lebih disukai untuk penggunaan frekuensi rendah lainnya.
VOUT
Kita bisa menentukan besar frekuensi resonansinya dengan persamaan diatas. Sehingga nilai
frekuensinya sebesar:
1
fo
2RC 6
1
(6,28 2,45 106 68 1012 )
= 956 Hz
Dan banyak pula kita gunakan penguat dari rangkaian Op-Amp yang diumpan balik ke
masukan negatif, seperti pada gambar 6.
Penguat Op-Amp
Jaringan RC
Umpan Balik
Pada gambar 6. Ri sebagai input resistor pada input inverting dari Op-Amp dan masih termasuk
jaringan RC yang ke tiga. Bila faktor attenuasi , dari jaringan RC adalah 1/29, maka kita
gunakan penguatan Av sebesar 29, sehingga amplitudo frekuensi resonan dalam kondisi tetap.
Kita bisa menentukan nilai resistor feedback (Rf) pada gambar 6. dengan persamaan:
Rf
Av
Ri
Rf = 29 x 4700
= 136300 Ohm
Bisa kita gunakan Rf sebesar 150 Ohm atau yang lebih besar lagi.
(c) Proses pengisian kapasitor (d) Penyusutan sinyal saat tidak arah
berlawanan ada tambahan tegangan
Osilator LC digunakan pada frekuensi diantara 1 sampai di atas 500 MHz. Ada beberapa
contoh penggunaan osilator dari konfigurasi LC tersebut, antara lain osilator Hartley, osilator
Colpitts, osilator Clapp serta osilator crystal. Namun untuk pembahasan secara detail untuk
osilator Colpitts akan kita terangkan pada sub bab 1.6.
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas operasi dasar dari osilator LC.
Persamaan rangkaian tank paralel seperti pada gambar 3. terdapat frekuensi fR, disebut juga
frekuensi resonansi, dimana :
XL = XC
Frekuensi resonansi dapat dicari sebagai berikut :
XL = 2 f L
dan
1
XC
2fC
pada fR dimana XL = XC
1
2f R L
2f RC
Persamaan diatas dapat diselesaikan fR :
f 2R 1
(2 ) 2 LC
atau
fR 1
2LC
CC
C 1 2
C1 C2
Contoh lain untuk perhitungan nilai C, seperti pada gambar 3(b), adalah tank osilator Clapp
yang mempunyai arus sirkulasi I yang mengalir melalui tiga kapasitor dalam hubungan seri.
Karena itu nilai ekivalen kapasitansi untuk digunakan dalam persamaan frekuensi resonan
adalah:
1
C
1/ C1 1/ C2 1/ C3
Misalnya jika C1 = 1000pF ; C2 = 5000pF ; dan C3 = 50 pF, maka kita bisa menentukan C
osilator Clapp sebesar:
C
1
1/1000 1/ 5000 1/ 1 47,17 50 pF
106 /
50
5000
Dalam osilator Clapp, C3 dibuat jauh lebih kecil dari C1 dan C2, karena kapasitor- kapasitor
dalam hubungan seri berkenaan dengan arus sirkulasi, C3 memegang peranan penting. Berdasar
perhitungan diatas kita bisa membuat acuan bahwa:
C C3
Contoh:
Tentukan nilai frekuensi resonan jika C = 0,01F dan L = 50 mH.
Jawab:
fo 1
2LC
1
6,28 (50 103 0,01106 )
= 7121 Hz
1.3. Diagram Phasor Tegangan dan Arus
Hubungan antara R, X, Z dan dalam rangkaian RC dan RL sangat mirip. Perbedaannya
adalah dalam suatu rangkaian RL, arus I ketinggalan dari tegangan sumber V sedangkan dalam
rangkaian RC, arus mendahului tegangan sumber V.
Hubungan Antara Tegangan Sumber dan Arus dalam Rangkaian RC
Arus I adalah sama setiap bagian dari rangkaian RC seri pada gambar 4(a), karena itu arus
digunakan sebagai phasor referensi dalam diagram phasor yang ditandai dengan VR dan VC.
Karena arus dan tegangan pada R adalah sefase, maka phasor tegangan VR pada gambar 4(b)
segaris dengan phasor arus. Tetapi arus dalam kapasitor mendahului 90° dari tegangan
kapasitor VC. Karena itu phasor VC digambarkan ketinggalan dari arus I dan VR sebesar 90°.
Phasor VR adalah tegangan pada R dan VC tegangan pada C dalam pembagi tegangan RC seri,
gambar 4(a).
Seperti kasus dalam rangkaian RL, tegangan sumber V merupakan jumlah phasor V R dan VC
seperti pada gambar 4 (b). Juga dapat dilihat bahwa V adalah hypotesa dari segitiga dengan
sisi-sisinya VR dan VC. Karena itu digunakan rumus Pythagoras:
V VR 2 VC 2
0 I
VR
R
V
C
VC V
Sudut yang membuat arus mendahului sumber tegangan dalam rangkaian RC seri sama
dengan sudut antara phasor impedansi Z dan phasor resistansi R. Gambar 5 merupakan
gambar 4 yang digambar ulang untuk memperlihatkan hubungan fase V, VR dan VC.
Tegangan VR adalah perkalian dari I dan Z. Karena I adalah faktor yang sama dalam rangkaian
tersebut, maka hanya diagram impedansi saja yang digambarkan, yakni gambar 4(b). Diagram
ini menunjukkan bahwa sudut fase pada gambar 4(b) sama dengan pada gambar 5(b). Pelajari
gambar 4(b) yang menunjukkan hubungan antara V, VR dan VC , juga sudut fase . Dari
diagram phasor tegangan didapat :
VR
COS
V
R
cos
Z
dimana
VR R
V Z
atau tegangan yang melewati tahanan adalah :
VR V x R
Z
Dari segi tiga tegangan (Gambar 4-b) :
VC XC
tan
VR R
Maka :
VC VR
VC
x R
Kedua persamaan diatas dapat digunakan untuk menghitung VR dan VC dalam rangkaian RC seri
bila tegangan sumber V, resistansi R dan XC diketahui.
I.R = VR
0 0 R
I.XC = VC I.XC = VC XC Z XC
I.Z = V
I.R = VR R
V
(a) (b)
Gambar 5. Sudut fase dari diagram phasor tegangan sama dengan sudut
fase dari diagram phasor impedansi
Contoh :
Jika tegangan sumber 12 V pada rangkaian yang terdiri dari R = 47 yang diserikan dengan C
yang mempunyai XC = 100 . Berapakah besar antara V dan I,VR dan VC?
Jawab :
Z = cos:47=1/x =110,494
VR R 47
x 12 x
V Z 110,494
= 5,104 V
VC VR 100
VC
x R 12 110,494
x
= 10,860 V
V 5,104 2 10.8602
= 12.000 V
Nilai perhitungan V sama dengan tegangan sumber yang diberikan V dan dengan pemecahan
persoalan tersebut telah terbukti.
Z R2 X
L
X C
2
dimana XL = 2fL (reaktansi induktif) dan XC = 1/2fC (reaktansi kapasitif), maka kita
dapatkan impedansi totalnya adalah:
2
Z R2 2fL 1
2fC
Ketiga R, XL dan XC adalah besaran phasor dan harus dijumlahkan secara phasor untuk
mendapat Z.
Gambar 5(b) adalah contoh diagram phasor impedansi dari suatu rangkaian RC seri. Catatan
phasor XC pada sumbu vertikal arah ke bawah (ingat phasor X L terletak pada sumbu vertikal
arah ke atas)
Contoh soal 1:
Jika pada sumbu gambar 5(b), R = 300 , XC = 400 dan V = 25 V. Hitunglah Z dan I.
Jawab :
Kita dapat menemukan Z dengan menggunakan persamaan :
Z R2 X C 2
Contoh soal 2 :
Harga-harga yang dihitung dari soal 1 akan digunakan untuk mendapatkan Z dan I, sudut
phasa juga dibutuhkan.
Jawab:
1 400
1 XC
tan R tan 300
Penekanan kunci dari kalkulator sebagai berikut:
tan-1 53,130o
4 0 0 : 3 0 0 = f
R
Z
cos 300
cos 53,130o
Z= CO : 3 0 0 = 1/x = 500
Dengan cara yang sama seperti jawaban persoalan 1. Lanjutkan untuk menentukan I dengan
menggunakan rumus I = V / Z. Saat peraga 500 masih ditampilkan, tekan tombol-tombol
sebagai berikut :
: I=
2 5 = 1/x = 0,05 A
Gunakan Hukum Ohm untuk membuktikan I, V dan Z. Salah satu hukum ohm untuk
V
rangkaian AC adalah Z .
I
Rumus ini dapat digunakan untuk membuktikan hubungan antara R, XC dan Z. Dalam
rangkaian seri seperti pada sumbu gambar 5(b), tegangan antara kombinasi R dan C dapat
diukur begitupun untuk mendapatkan arus dalam rangkaian impedansi Z dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan diatas dan hasil pengukuran dari V dan I. Jika harga perhitungan cara
ini sama dengan perhitungan dengan menggunakan
rumus R2 X C 2 R
Z dan Z , maka hubungan antara , XC dan R akan terbukti.
cos
Contoh soal 3:
Dalam rangkaian seri pada sumbu 43-1a R = 50 , XC = 120 dan V = 10 V suatu Ammeter
AC dihubungkan dalam rangkaian untuk mengukur arus 77 mA. Buktikan hubungan antara R,
XC dan
Jawab:
Z dapat didapat dengan menggunakan persamaan :
Z R2 X C 2
Z 502 1202
Z = 130
= 67,380
juga
R
Z 50
cos cos 67,380 o
Z = :50=
67,38 1/x
cos = 130
Dari persoalan tersebut, hubungan antara R, Xc dan menunjukkan jawaban yang sama.
VL = VQ
Dan
VL = VC
Karena :
VC = VQ
f1 f2
fR f
Gambar 6 adalah grafik dari frekuensi respon dari rangkaian resonansi. 3 titik yang benar
telah ditandai pada kurva. Terdapat fR, frekwunsi resonansi, dan f1 dan f2. Titik f1 dan f2
ditempatkan pada 70,7 % dari nilai maximum (maksimum dari f R) pada kurva. Ini dapat
dikatakan Titik setengah daya, dan perbedaan frekuensi diantaranya adalah f2 - f1. Perbedaan
frekuensi ini disebut Bandwidth dari rangkaian. Bandwidth dapat diberikan rumusnya
BW = f2- f1
fR
BW
Q
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa frekuensi resonansi fR dari rangkaian osilator LC
adalah menggunakan persamaan:
1
fR
2LC
Pada gambar 13 merupakan rangkaian osilator colpitt yang bekerja menggunakan transistor
NPN. Besarnya frekuensi yang dihasilkan oleh rangkaian tangkinya (L1, C1 dan C2) adalah :
1
fr =
C1 C 2
2L1
C1 C 2
1
atau fr =
2L1 C T
1 1 1
dimana : = +
CT C1 C2
Dimana :
fr = frekuensi resonansi (Hz )
L1 = induktor (H)
C1 dan C2 = kapasitor (F)
CT = kapasitansi total
Untuk memperoleh getaran frekuensi yang lebih akurat perlu diperhitungkan pengaruh dari
kapasitansi dalam dari transistor dan induksi rangkaian. Kapasitor C3 merupakan kopling
keluaran sinyal AC yang dikembalikan ke rangkaian tangki L1 C1 C2, berupa umpan balik
positif.
Tegangan yang terjadi pada kapasitor C1 merupakan tegangan umpan balik yang diberikan ke
basis transistor Q1. Kemudian sinyal AC akan dikuatkan oleh transistor Q1, bias basis Q1
dihasilkan oleh R1 dan R2. Tegangan bias R1 dan R2 berfungsi mengatur titik operasi
transistor Q1.
Rangkaian LC paralel dibentuk dari gulungan L1 dan kapasitor C1, C2. Kedua kapasitor ini
secara seri berfungsi seperti sebuah kapasitor tunggal selama resonansi LC. Cabang tengah
kedua kapasitor merupakan jalur umpan balik terhadap emitor transistor melalui ground. Jika
nilai kedua kapasitor tersebut sama, kapasitansi efektif total dalam jaringan LC akan sama
dengan setengah nilai masing-masing secara terpisah. Jika nilai kedua kapasitor ini tidak
sama, maka nilai kapasitansi total
1 1 1
didapatkan = + .
CT C1 C2
Osilator colpitt dapat menghasilkan gelombang sinus yang sempurna yaitu mempunyai
amplitudo konstan dan frekuensi stabil.
Transistor yang digunakan adalah transistor NPN serbaguna HEP-50 dengan data
spesifikasi sebagi berikut :
Unjuk kerja maksimum mutlak
Daya 400 mW (0,4 Watt)
Ic ( Arus Kolektor) 300 mA (0,3 Ampere)
Vcb 25 Volt
Vce 15 Volt
Veb 4,0 volt
Selanjutnya untuk memilih gulungan bagi rangkaian LC (L1) perlu diperhatikan faktor Q
kumparan, dimana Q ditentukan dengan :
XL
Q = Rp
Rs atau Q =
XL
Q akan mempengaruhi lebar pita rangkaian :
fr
BW = dimana fr adalah frekuensi output
Q
BW adalah lebar pita
Contoh:
Pada sebuah osilator dengan Q sebesar 20 dan diberi beban 900 ohm, dimana Q
dihubungkan paralel dengan Q, maka untuk menghitung reaktansinya adalah :
Jawab:
Rp
Q=
X
900
Maka X = Rp = 45 ohm
Q = 20
Untuk mencari induktansi dari gulungan yang mempunyai reaktansi 45 ohm pada 10000
Hz, dapat ditentukan dengan :
XL = 2 f L
Xl 45
Maka : L = =
2. f 2 3,14
10000
45
=
62832
= 0,0007162 henry
= 0,72 mH
= 720 H
Dan jika dibulatkan menjadi 750 H, reaktansi yang sebenarnya pada 10000 Hz harus sama
dengan :
XL = 2 fL
1 1
CT = =
2 F Xc 2 3,14 10000
45
1
= = 0,00000035 farad = 0,35 F
2827433
Nilai ini adalah nilai kapasitansi C total dalam rangkain LC yaitu kombinasi seri dari C1 dan C2 (
C3 diabaikan sementara ) dan dianggap bahwa nilai kedua kapasitor sama.
Saat nilai C3 sebagai kapasitor penala diperhitungkan misalnya dengan nilai 365 pF dengan
pengaturan kapasitansi minimum (Cs) 5 pF, maka kapasitas total menjadi :
CT = C3 + Cs = 35 pF + 5 pF
= 0,35 F + 0,000005 F
= 0,350005 F = 0,000000350005 F
1
fr =
2 LC T
1
=
2 3,14 750uH 0,000000350005
=
1
2 0,00075 0,000000350005
3,14 1
= 0,00000000026250375
2
3,14
1 1
= = = 9823 Hz
6,28 0,001018
0,0000162
Saat C3 diatur pada kondisi kapasitansi maksimum yaitu pada 365 pF, maka : CT=
C3 + Cs
= 0,35 F + 365 pF
= 0,35 F + 0,000365 F
= 0,350365 F = 0,000000350365 F
Frekuensi keluaran dengan nilai-nilai komponen yang tercantum pada percobaan ini dapat
mempunyai jangkauan dari 9772,5 Hz sampai 9823 Hz dengan lebar jangkauan frekuensi :
BW = 9823 – 9772,5
= 50,5 Hz (Ini cocok untuk penalaan yang peka.)
Untuk jangkauan-jangkauan keluaran dapat dilakukan dengan mengatur nilai penalaan pada
kapasitor C3. Untuk jangkauan keluaran yang besar, maka nilai kapsitor penala C3 dipilih
dengan nilai yang besar. Dan untuk jangkauan keluaran yang kecil digunakan nilai C3 yang
kecil
Jika menginginkan cakupan jangkauan frekuensi yang lebih lebar maka penalaan C3 dinaikkan.
Frekuensi resonansi pada pengaturan ini adalah :
1 1
fr = =
2 LC 2 3,14 750uH 0,000000350365
T
1
=
2 3,14 0,00075 0,000000350365
1
=
2 3,14 0,0000000002652375
1
=
6,28 0,0000163
1
= 0,001023
= 9772,5 Hz
Karena nilai maksimum C3 relatif kecil dibandingkan Cs (kombinasi seri C1 dan C2),
jangkauan frekuensi agak kecil.
Misalnya nilai maksimum dari C3 dari rangkaian diubah menjadi 0,05 F, maka akan didapat
kapasitansi rangkaian total menjadi :
CT = C3 + Cs
= 0,35 F + 0,05 F
= 0,4 F = 0,0000004 F
Sehingga respon frekuensi minimum yang didapat adalah :
1
fr =
2LC T
1
=
2 3,14 750uH 0,0000004
1
=
2 3,14 0,00075 0,0000004
1
=
23,14 0,0000000003
1
=
6,28 0,0000173 1
= = 9189 Hz
0,001088
(a)
(b) kristal
Gambar 9. (a) Simbol kristal ; (b) Kontruksi
Pada gambar 9(a), dapat kita lihat simbol rangkaian yang digunakan untuk sebuah kristal serta pada
gambar 9 (b) adalah kontruksi fisik dari kristal yang terdiri dari:
1. Lempengan kristal.
2. Dua buah elektroda.
3. Pembungkus dari bahan metal.
Bentuk alami dari kuarts adalah prisma heksagonal dengan piramida pada ujung- ujungnya
(lihat gambar 10-a). Untuk mendapatkan kristal yang berguna, kita harus mengirisnya menjadi
sebuah lempeng empat pensegi panjang. Gambar 10-b menunjukkan lempeng tersebut yang
tebalnya t. Jumlah lempeng yang kita peroleh dari kristal alam tergantung pada ukuran dari
lempeng dan sudut pemotongan.
(a) (b)
Gambar 10. Kristal Kuarts
Ada sejumlah cara yang berbeda untuk memotong kristal alam; potongan tersebut mempunyai
nama seperti potongan X, potongan Y, potongan XY dan potongan AT. Untuk tujuan kita,
semua yang harus kita ketahui adalah potongan mempunyai sifat piezoelektrik yang berbeda.
(Katalog dari pabriknya biasanya merupakan sumber informasi yang paling baik mengenai
potongan yang berbeda dari sifat-sifatnya).
Untuk penggunaan dalam rangkaian elektronik, lempeng harus dipasang antara dua pelat logam
seperti yang ditunjukkan dalam gambar 11. Dalam rangkaian ini jumlah dari vibrasi kristal
tergantung pada frekuensi dari tegangan yang dipasang.
Dengan mengubah frekuensi sumber kita dapat menemukan frekuensi resonan di mana vibrasi
kristal mencapai maksimum. Karena energi untuk vibrasi harus diberikan oleh sumber ac, arus
ac menjadi maksimum pada tiap frekuensi resonan.
Kristal
Sumber ac
Resonansi Seri
Di samping Q, L, Cs, R dan Cm dari kristal, ada dua karakteristik lain yang harus kita ketahui.
Yang pertama adalah frekuensi resonan seri - fs. Frekuensi resonan seri dari sebuah kristal
adalah frekuensi resonan dari cabang LCR dalam gambar 12. Pada frekuensi ini arus cabang
mencapai harga maksimum, karena L beresonansi dengan Cs. Rumus untuk frekuensi resonan
seri adalah:
1
fs
2LCs
+15 VDC
+15 VDC
Output
Resonansi Paralel
Karakteristik yang kedua adalah frekuensi resonan paralel - fp. Frekuensi resonan paralel
dari kristal adalah frekuensi di mana arus sirkulasi atau arus loop dalam gambar 12. mencapai
harga maksimum. Karena loop arus ini harus mengalir melalui kombinasi seri dari Cs dan Cm,
maka Cloop ekuivalen adalah:
Cloop CmCs
Cm Cs
dan frekkuensi resonan paralel adalah:
1
fp
2LC loop
+15 VDC
Output
Dalam tiap kristal, Cs jauh lebih kecil daripada Cm. Misalnya, dengan harga-harga yang
telah diberikan, Cs adalah 0,05 pF dan Cm sama dengan 10 pF. Karena hal ini,
persamaan C CmCs memberikan harga dari Cloop hanya sedikit lebih kecil dari
loop Cm Cs
pada Cs. Selanjutnya hal ini berarti fp hanya sedikit lebih besar daripada fs. Jika anda
menggunakan kristal dalam sebuah rangkaian osilator seperti gambar 15, tambahan kapasitansi
rangkaian muncul dalam hubungan cabang dengan Cm. Karena ini frekuensi osilasi akan
terletak antara fs dan fp. Ini adalah keuntungan dari mengetahui harga dari fs dan mereka
menset batas bawah dan batas atas frekuensi dari osilator kristal.
Impedansi Kristal
Ketika sebuah kristal terhubung dengan sinyal ac seperti penggunaan osilator, maka
reaktansinya akan terjadi lima kondisi yang berbeda seperti terlihat pada gambar 16.
Gambar 16. Perubahan reaktansi kristal
Stabilitas Kristal
Drift adalah perubahan yang tidak kita kehendaki atas frekuensi yang terukur selama satuan
detik, menit atau jam. Dan drift erat hubungannya dengan stabilitas sebuah osilator, seberapa
stabil sebuah osilator.
Frekuensi dari sebuah osilator cenderung untuk berubah sedikit dengan waktu, drift ini
ditimbulkan oleh temperatur dan usia atau umur. Dalam sebuah osilator kristal, drift frekuensi
dengan waktu kecil sekali. Secara tipikal kurang dari 1 bagian dalam 10 6 (0,0001 persen) per
hari. Stabilitas seperti ini penting dalam jam tangan elektronik, mereka menggunakan osilator
kristal kuarts sebagai alat pengatur waktu dasar.
Dengan menggunakan osilator kristal dalam tungku (oven) yang temperaturnya dikendalikan
dengan presisi, osilator kristal telah dibuat dengan drift frekuensi kurang dari 1 bagian dalam
1010 per hari. Stabilitas seperti ini diperlukan dalam standard waktu dan frekuensi. Untuk
memberikan bagaimana keseksamaan 1 bagian dalam
1010 adalah, sebuah jam dengan drift ini akan memakan waktu 300 tahun untuk lebih cepat
atau terlambat 1 detik.
Contoh:
Sebuah kristal mempunyai harga-harga berikut: L =
3H
Cs = 0,05 pF R
= 2000
Cm = 10 pF
Hitung fs dan fp dari kristal sampai tiga digit !
Jawab:
Kita menggunakan persamaan fs yakni:
1
fs 1
= 411 kHz
2LCs 2 3(0,05)1012
Karena kita akan menghitung fp, maka kita harus menentukan Cloop terlebih dahulu dengan
persamaan:
Cloop CmCs
Cm Cs
(10 pF )(0,05 pF )
10 pF 0,05 pF
= 0,0498
jadi frekuensi resonan paralel dapat kita tentukan dengan persamaan :
1
fp
2LC loop
1
2 3(0,0498)1012
= 412 kHz
Jika kristal ini digunakan dalam sebuah osilator, frekuensi osilasi harus terletak
antara 411 dan 412 kHz
Output
FET 1
FET 2
Tank LC
Gambar 21. Rangkaian VCO dari osilator Hartley
Setelah kita tahu bahwa ada hubungan antara amplitudo dan frekuensi, pada rangkaian VCO
gambar 21, maka bila kita konfigurasi L1 dengan diameter 7,2mm dan kita mengubah tap pada
lilitan 3, 4 dan 5, diagram dibawah ini menunjukkan hubungan antara amplitudo dan
frekuensinya.
Frekuensi
Gambar 22. Diagram Frekuensi terhadap Amplitudo
Pada diagram gambar 22 kita lihat bahwa bila kita tap 3 lilitan ke-5 memiliki amplitudo sebesar
130 mVRMS pada frekuensi 155MHz. Lebih bagus dibanding dengan tap 3 dan tap 4 yang
mengalami penurunan amplitudo pada frekuensi diatas 155 MHz. Dari hasil pengetap tersebut
bisa kita lihat band dari VCO sendiri, yakni sebesar 200 mVRMS pada 100 MHz.
Sumb Schm
er itt
Aru Trigg
566
Kelebihan dari LM566 adalah pengoperasian tegangan Vcc yang lebar, yakni antara 10V
hingga 24V. Serta pengaturan range frekuensi luar dengan kapasitor mencapai
10 hingga 1. Juga pemprograman frekuensi ditentukan dengan arus, tegangan, resistor dan
kapasitor.
Adapun susunan kaki pada LM566 adalah sebagai berikut:
Kaki 1 = Ground ; Kaki 2 = NC (No Connected)
Kaki 3 = Output Gelombang Persegi
Kaki 4 = Output Gelombang Segitiga
Kaki 5 = Input tegangan dc (Input Modulasi), VC Kaki 6
= Input pewaktu resistor, R1
Kaki 7 = Input pewaktu kapasitor, C1 ; Kaki 8 = Catu daya, V+
Penggunaan umum LM566 terlihat pada modulasi FM, sinyal generator, generator fungsi,
modulasi FSK dan generator nada tone. LM566 mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Parameter Kondisi Nilai Unit
R1 = 2k
Operasi Frekuensi Maksimum 0,5 – 1 MHz
C1 = 2,7 pF
Range Tegangan Input kaki 5 - 3/4Vcc - Vcc Volt
Impedansi Input kaki 5 - 0,5 - 1 M
Sensitifitas VCO (pada kaki 5) 8-10V, fO = 10kHz 6,0 – 7,2 KHz/V
Impedansi Output kaki 3 - 50
Impedansi Output kaki 4 - 50
Output Gelombang Persegi RL1 = 10k 5,0 - 5,4 Vpp
Output Gelombang Segitiga RL2 = 10k 2,0 - 2,4 Vpp
LM566 bisa kita operasikan dengan catu daya tunggal atau dua catu daya, yakni catu positif dan
negatif. Pada contoh gambar 25, kita menggunakan catu daya tunggal berupa tegangan dc
sebesar 12V.
Sebuah frekuensi operasi tengah dari LM566, fo, dapat dihitung menggunakan persamaan:
2,4V V
fo =
C
RCV
1 1
C1
R1
Jadi berdasar pada gambar 25, kita bisa menentukan berapa besar fo sebuah VCO. Mari kita
lihat contoh perhitungan dibawah ini:
1. Bila Vc pada kaki 5 sebesar +10,4 Volt.
2,4V V
Maka fo =
C
RCV
1 1
2,412 10.4
=
10000 108 12
= 3,2 kHz
2,412 0,9
=
10000 108 12
= 22,2 kHz
Untuk bentuk gelombang persegi dan segitiga yang keluar pada kaki 3 dan kaki 4, dapat kita
lihat pada gambar 26 dibawah ini.
(a) Sudut
fase r
diantara (b) detektor fase
isya
(c) keluaran dari detektor
fase Gambar 2.2. Cara kerja detektor fase
Kenapa detektor fase bisa berubah nilai tegangan dc bila berbeda
sudut fasenya ? Hal ini terlihat pada rangkaian dasar dari detektor
fase, yakni gerbang exclusive-OR (ex- OR).
Sebuah gerbang ex-OR memiliki fungsi hanya memiliki logika ‘1’
ketika semua inputnya memiliki nilai yang berbeda. Serta
menghasilkan logika ‘0’ ketika semua inputnya bernilai sama.
Tabel kebenaran dan simbol dapat kita lihat pada gambar 29.
A B x
0 0 0
0 1 1
1 0 1
1 1 0
Tabel Kebenaran gerbang ex-OR
fIN 1 1 0 0 1 1 0
fOUT VCO 0 1 1 0 0 1 1
VDEMOUT
DEMOUT
atau
Gambar 34. Rangkaian low pass filter dan rangkaian penguat (op-amp)
Gambar 34 diatas menunjukkan jenis yang pertama (kutub tunggal) filter low pass. Resistor dan
kapasitor membentuk pembagi tegangan. Frekuensi sinyal yang dipakai pada filter akan
menentukkan reaktansi kapasitif dari kapasitor. Hal ini dalam perubahan akan menentukan
amplitudo tegangan lintas kapasitor. Lintasan tegangan kapasitor merupakan tegangan output
filter.
Pada frekuensi cut-off, output filter akan menjadi 0,707 kali V IN. Dalam istilah desibel
magnitude relative tegangan ouput yang diharapkan pada tegangan input didapatkan :
V1
dB = 20 log dimana : V1 = tegangan output
Vo
Vo = tegangan input (acuan)
V1
dB = 20 log
Vo
= 20 log
0,707
1 dB
= 20 log x –0,15
= -3 dB
Untuk menetukan besar frekuensi cut-off filter kita butuhkan analisis vektor low pass filter
berikut :
Vc (Vout) akan menjadi 0,707 x V in saat = 450. Ini terjadi saat Xc = R. Frekuensi
output pada kondisi ini adalah :
1
Xc =
2fc
Diperlukan Xc = R, jadi :
1
R=
2fc
Batasan frekuensi cut-off didapatkan :
fc = 1
2RC
Detektor fase
Detektor fase itu adalah sebuah rangkaian logis (logic circuit) yang menghasilkan suatu
sinyal dc yang besarnya sebanding dengan selisih fase antara sinyal pedoman fr dan
keluaran counter fo/N, seperti yang telah kita bahas pada sub bab 4.1. Sinyal dc ini
difilter untuk meratakan kebisingan dan memperlambat respons rangkaian untuk
mencegah “overshoot” (keterlanjuran) atau osilasi dan dipasangkan sebagai masukan
pengatur ke VCO. Bila selisih fasa antara kedua sinyal fr dan fo/N adalah nol,
keluaran dc dari detektor fase
adalah tepat sebesar yang di perlukan untuk menala VCO pada frekuensi N.fr. Bila
ada perbedaan fase antara keduanya, bias yang dimasukkan ke VCO akan berubah
dalam arah yang akan menaikkan atau menurunkan frekuensi fo secukupnya saja
sehingga selisih fase tersebut akan menghilang. Begitu keluarannya mencapai nilai
N.fr, VCO akan “mengunci pada” (“lock onto”) frekuensi itu, dan rantai umpan-balik
akan mencegahnya dari penyimpangan.
Frekuensi keluanan fo diatur untuk suatu nilai baru dengan mengubah bilangan di mana
counter itu membagi. Hal ini dilaksanakan dengan bantuan saklar- saklar “thumbwheel”
atau dengan pertolongan sebuah register yang ke dalamnya dapat di masukkan sebuah
bilangan baru untuk N, guna mengatur titik set dari counter tersebut. Bilangan N adalah
banyaknya pulsa-pulsa yang akan dihitung oleh counter sebelum counter itu mulai
dengan perioda baru (recycles); N diberikan dalam kode biner.
4.3.2. Pra-skala
Penyusun frekuensi sederhana seperti yang telah dilukiskan di atas hanya akan
menghasilkan frekuensi-frekuensi keluaran yang sama dengan kelipatan bilangan utuh
dari frekuensi pedoman, fr. Jika diinginkan frekuensi-frekuensi lain yang terletak
diantara nilai-nilai tersebut, harus digunakan praskala. Alasan lain dari pemakaian
praskala ialah karena pada frekuensi-frekuensi tinggi (di atas 100 MHz) counter-
counter yang dapat diprogram tidak ada tersedia. Counter-counter praskala dengan
modulus-tetap digunakan untuk memperkecil hitungan ke suatu frekuensi di bawah
batas 100 MHz tersebut, dan kemudian keluaran praskala dapat mendorong sebuah
counter frekuensi rendah yang dapat diprogram dan yang dapat pula diperoleh dengan
mudah.
Gambar 37 menunjukkan bagaimana sebuah rangkaian praskala dapat digunakan untuk
memungkinkan pembagian dengan suatu bilangan yang tidak utuh (suatu bilangan yang
mengandung bagian pecahan). Rangkaian praskala adalah sebuah counter bermodulus-
dua; yaitu pada ragam (mode) yang satu rangkaian menghasilkan suatu keluaran untuk
setiap P pulsa-pulsa masukan, sedangkan pada ragam yang lainnya, sebuah keluaran
untuk setiap P+1 pulsa- pulsa masukan. Dua buah counter frekuensi rendah yang dapat
diprogram menghitung pulsa-pulsa keluaran dari rangkaian praskala; counter utama
menghitung B pulsa, dan counter kedua menghitung A pulsa.
Pada permulaan suatu siklus, kedua counter diatur untuk bilangan-bilangan yang
diprogramkan untuknya (yaitu B dan A). Selama counter A mengandung sebuah
bilangan bukan nol, praskala akan dibuat untuk menghitung dalam cara atau dalam
ragam P+1, sehingga rantai counter akan menghitung ke bawah untuk (P+1). A pulsa,
sampai counter A menjadi nol. Pada saat ini, rangkaian praskala akan dipaksa untuk
menghitung dalam cara P, dan juga masukan ke counter A akan dimatikan sehingga
counter A akan tetap pada keadaan nol
= [ ( B – A ) (P) + (A) ( P + 1 ) ] fr
yang menghubungkan frekuensi keluaran pada frekuensi pedoman dengan modulus-
modulus dari ketiga counter sebagai suku-sukunya.
Karena setiap bilangan pecahan dapat dinyatakan dengan pendekatan yang sangat baik
sebagai perbandingan dari dua bilangan utuh, jumlah frekuensi- frekuensi tepat yang
dapat di”dial” (diminta) dari penyusun frekuensi ini bertambah banyak. Keuntungan
lain ialah bahwa hanya rangkaian praskala saja yang perlu bekerja pada frekuensi-
frekuensi yang sangat tinggi, sedangkan counter-counter yang dapat diprogram boleh
dibuat dari komponen-komponen frekuensi-rendah yang dapat diperoleh dengan
mudah.
Phase detektor
VCO
Sebuah resistor dan kapasitor eksternal, R1 dan C1, digunakan untuk mengeset operasi
bebas atau frekuensi tengah VCO. Kapasitor eksternal lain, C2, digunakan untuk
mengeset low-pass filter dan output VCO dihubungkan kembali seperti input pada
detektor fase untuk menutup loop PLL.
Type 565 menggunakan dua suplai daya, yakni V+ dan V-.
Amplifier
Phase Detector
VCO
Gambar 39. Hubungan PLL 565 untuk bekerja sebagai demodulator FM.
Gambar 39 diatas menunjukkan hubungan PLL 565 pada operasi sebagai modulator FM.
Resistor R1 dan Kapasitor C1 mengeset frekuensi free running, fo.
0,3 0,3
fo = = 136,36 kHz
R1
= C1 (1010 ) (2201012
3
8 fo
Fl = V
8 (136,36 103 )
= +
6
= + 181,8 kHz
Fc = + 1 2 fl
2 R2 C 2
= + 1 2 (181,8103 ) (3,6 103 ) (330 1012 )
2
= 156,1 kHz.
Sinyal pada kaki 4 adalah gelombang persegi 136,36 Khz. Sebuah input range pengunci
181,8 kHz akan dihasilkan dalam tegangan output pada kaki 7 yang bervariasi sekitar
level tegangan dc yang diset dengan input sinyal pada fo. Output pada kaki 7 sebagai
fungsi input frekuensi sinyal ditunjukan seperti gambar 40.
Tegangan dc pada kaki 7 secara linier dihubungkan pada frekuensi sinyal input sampai
range frekuensi fl = 181,8 kHz mengelilingi frekuensi tengah 136,36 kHz. Tegangan
output merupakan sinyal pemodulasian itu divariasi dengan frekuensi sampai operasi
range yang spesifik.
8 10
2 7
6
565
3 5
9 14