Anda di halaman 1dari 54

1.

Karakteristik Rangkaian Resonansi dan Aplikasinya

Pengantar
Osilator merupakan rangkaian untuk mengubah daya DC menjadi daya AC atau dengan perkataan lain
sinyal output akan dihasilkan tanpa adanya sebuah sinyal input yang diberikan. Dan sebuah osilator,
output sinyal AC yang dapat diatur dan dapat diperkirakan.
Osilator dirancang untuk menghasilkan GGL (Gaya Gerak Listrik) bolak-balik dengan frekuensi dan
bentuk gelombang yang diketahui, seperti gelombang sinus, gelombang kotak dan gelombang gergaji.
Rangkaian ini digunakan dalam semua jenis peralatan elektronika seperti radio dan TV, komputer,
osiloskop, generator sinyal dan digital frekuensi meter.

Vout
Rangkaian Penentu
Frekuensi
Penguat (Av)

Rangkaian Umpan Balik


()

Gambar 1. Blok diagram Osilator

Rangkaian dasar osilator seperti terlihat pada gambar 1, yang terdiri dari:
1. Penguat berfungsi untuk memperkuat dari sinyal input dan sinyal output dari rangkaian
umpan balik.
2. Feedback (umpan balik) adalah proses dimana sebagian sinyal output dari sebuah
amplifier dikembalikan ke inputnya. Ada dua macam feedback
yang merupakan dasar dari osilator, yakni posistif feedback
dan negatif feedback.
3. Rangkaian penentu frekuensi berfungsi untuk membangkitkan frekuensi yang
didapat dari rangkaian yang dikombinasikan dari komponen
resistor, induktor dan kapasitor.

Pada saat osilator pertama kali dicatu maka arus pada rangkaian penentu frekuensi menghasilkan
tegangan yang frekuensinya sama dengan frekuensi yang diinginkan oleh osilator.
Sebagian tegangan itu akan dikembalikan ke terminal input penguat dan dikuatkan, kemudian di
kembalikan lagi ke rangkaian penentu dengan tegangan yang lebih besar dari tegangan awal. Dan
begitu seterusnya. Demikian proses ini berlangsung, sehingga dengan demikian amplitudo tegangan
sinyal akan bertambah sedikit demi sedikit sampai kondisi titik jenuh penguatan. Karakteristik utama
suatu osilator adalah pada frekuensi kerja, kestabilan amplitudo dan persentase distorsi sinyal output.
1.1. Nilai Resistansi(R) dan Kapasitor (C)
Rangkaian RC
Konfigurasi rangkaian osilator yang terdiri dari komponen RC sering dinamakan osilator
pergeseran fase. Komponen yang digunakan terdiri dari tiga jaringan, karena pada setiap
jaringan menghasilkan pergesaran fase diantara 0 dan 90, tergantung pada frekuensi. Karena
itu, pada frekuensi tertentu pergeseran fase total dari tiga jaringan RC sama dengan 180. Hal
ini bisa kita lihat pada gambar 4.

I. II. III.

Gambar 4. Pergeseran fase sejumlah 180 pada jaringan RC


Pada gambar 4 (jaringan RC I.), terlihat dalam diagram vektor membentuk sudut 1 yang
terbentuk antara tegangan input (VIN) dengan tegangan pada R1 (VR1). Pada jaringan RC II.
membentuk 2, serta pada jaringan RC III. membentuk 3. Maka total pergeseran fasa antara
tegangan input (VIN) dengan tegangan keluaran (VOUT) adalah 180.
1 + 2 + 3 = 180

Sehingga bisa jelaskan proses terbentuknya gelombang pada jaringan RC adalah sebagai
berikut :
1. Tegangan input (VIN) bertindak sebagai tegangan awal pada jaringan RC.
2. Tegangan pada R1 (VR1) mendahului dari tegangan input (VIN). Tegangan VR1 bertindak
sebagai tegangan input pada jaringan RC kedua.
3. Tegangan pada R2 (VR2) mendahului dari tegangan input (VR1). Tegangan VR2
bertindak sebagai tegangan input pada jaringan RC ketiga.
4. Tegangan pada R3 (VR3) mendahului dari tegangan input (VR2). Tegangan VR3
bertindak sebagai tegangan keluaran (VOUT) total dari seluruh jaringan.
Sehingga dalam rangkaian osilator RC, tegangan keluaran yang bergeser sebesar 180 tersebut
diumpan balik ke input jaringan RC sehingga hasil keliling loop pergeseran fasa akan menjadi
360, atau sama dengan 0.
Frekuensi yang terjadi pada tegangan keluaran V OUT, merupakan frekuensi resonan pada
jaringan RC yang ditentukan nilai dari XC dan R dengan persamaan:
1
fo 
2RC 6
Pada gambar 4, diagram vektor menunjukkan bahwa tegangan disetiap resistor (VR) akan
semakin kecil amplitudonya dibanding dengan VR sebelumnya. Hal ini berarti bahwa tegangan
keluaran VOUT akan terjadi pelemahan (attenuasi) terhadap tegangan input VIN. Pada
kenyataannya, faktor pelemahan yang terjadi pada ketiga jaringan pergeseran fase RC tersebut
sebesar 1 / 29 dari frekuensi resonannya. Faktor pelemahan dilambangkan dengan , maka bisa
kita buat persamaan menjadi :
1

29

Contoh:
Tentukan nilai frekuensi resonan jika R = 4,7 kOhm dan C = 0,001F.
Jawab:
1
fo 
2RC 6
1

(6,28  2,45  4,7 103  0,001106 )
= 13831 Hz
Contoh Rangkaian Osilator RC
Gambar 5. menunjukkan sebuah osilator pergeseran fase FET, yang penggunaannya untuk
semua frekuensi rendah yang terbentuk dari jaringan RC dan sebuah penguat. Jangkauan
frekuensinya diantara 5Hz sampai 1 MHz. Ini hampir selalu dipakai dalam pembangkit audio
komersil dan biasanya lebih disukai untuk penggunaan frekuensi rendah lainnya.

Jaringan RC Rangkaian Penguat + 15

VOUT

Gambar 5. Jaringan RC dan penguat FET.

Kita bisa menentukan besar frekuensi resonansinya dengan persamaan diatas. Sehingga nilai
frekuensinya sebesar:
1
fo 
2RC 6
1

(6,28  2,45 106  68 1012 )
= 956 Hz
Dan banyak pula kita gunakan penguat dari rangkaian Op-Amp yang diumpan balik ke
masukan negatif, seperti pada gambar 6.

Penguat Op-Amp
Jaringan RC

Umpan Balik

Gambar 6. Jaringan RC dan penguat Op-Amp

Pada gambar 6. Ri sebagai input resistor pada input inverting dari Op-Amp dan masih termasuk
jaringan RC yang ke tiga. Bila faktor attenuasi , dari jaringan RC adalah 1/29, maka kita
gunakan penguatan Av sebesar 29, sehingga amplitudo frekuensi resonan dalam kondisi tetap.
Kita bisa menentukan nilai resistor feedback (Rf) pada gambar 6. dengan persamaan:

Rf
Av 
Ri
Rf = 29 x 4700
= 136300 Ohm

Bisa kita gunakan Rf sebesar 150 Ohm atau yang lebih besar lagi.

1.2. Nilai Induktif (L) dan Kapasitor (C)


Rangkaian LC
Kebanyakan rangkaian osilator dirancang berdasarkan beberapa jenis rangkaian LC paralel.
Frekuensi output merupakan frekuensi resonan dari kombinasi LC.
Pada gambar 2. dibawah ini merupakan rangkaian osilator LC yang terdiri dari sumber daya,
komponen L dan C serta saklar S. Setelah kondensator jenuh, saklar S dipindahkan ke induktor
L, maka pada kondensator terjadi proses pengosongan muatan karena muatannya dialirkan
melalui induktor L, gambar 2 (b). Pada gambar 2 (c), arus akan dikosongkan kembali
berlawanan dengan arah jarum jam. Arus ini terbentuk karena hilangnya gaya-gaya magnet
yang diubah menjadi arus induksi diri berdasarkan asas Lenz.
Jadi antara tegangan v dan arus I akan berbentuk gelombang sinus. Setelah terjadi proses
pengosongan, maka arus akan mengosongkan lagi searah jarum jam. Bila arus yang mengalir
secara bolak-balik ini diukur dengan teliti, maka amplitudonya semakin kecil, sehingga bila
getaran ini digambarkan akan membentuk grafik sinus yang menyurut, seperti terlihat pada
gambar 2 (d).

(a) Rangkaian LC paralel (b) Proses pengisian kapasitor

(c) Proses pengisian kapasitor (d) Penyusutan sinyal saat tidak arah
berlawanan ada tambahan tegangan

Gambar 2. Proses Osilasi dalam rangkaian LC paralel

Osilator LC digunakan pada frekuensi diantara 1 sampai di atas 500 MHz. Ada beberapa
contoh penggunaan osilator dari konfigurasi LC tersebut, antara lain osilator Hartley, osilator
Colpitts, osilator Clapp serta osilator crystal. Namun untuk pembahasan secara detail untuk
osilator Colpitts akan kita terangkan pada sub bab 1.6.
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas operasi dasar dari osilator LC.
Persamaan rangkaian tank paralel seperti pada gambar 3. terdapat frekuensi fR, disebut juga
frekuensi resonansi, dimana :
XL = XC
Frekuensi resonansi dapat dicari sebagai berikut :
XL = 2 f L
dan

1
XC 
2fC
pada fR dimana XL = XC

1
2f R L
2f RC

Persamaan diatas dapat diselesaikan fR :

f 2R  1
(2 ) 2 LC
atau

fR 1
2LC

Dimana fR dalam hertz, L dalam henry, C dalam farrad.


Dengan persamaan diatas kita dapat menghitung frekuensi resonan dengan tepat.
Sebagai contoh pada tank paralel LC seperti pada gambar 3 (a), yakni osilator Colpitts, kita
mengamati loop arus I yang mengalir pada C1 dan C2 yang dalam hubungan seri, sehingga
menentukan nilai C dengan persamaan :

CC
C 1 2
C1  C2

Jika C1 dan C2 masing-masing 100pF, maka nilai C adalah 50 pF.

Gambar 3. Tank LC pada rangkaian osilator

Contoh lain untuk perhitungan nilai C, seperti pada gambar 3(b), adalah tank osilator Clapp
yang mempunyai arus sirkulasi I yang mengalir melalui tiga kapasitor dalam hubungan seri.
Karena itu nilai ekivalen kapasitansi untuk digunakan dalam persamaan frekuensi resonan
adalah:
1
C
1/ C1  1/ C2  1/ C3
Misalnya jika C1 = 1000pF ; C2 = 5000pF ; dan C3 = 50 pF, maka kita bisa menentukan C
osilator Clapp sebesar:

C 
1
1/1000  1/ 5000  1/ 1  47,17  50 pF
 106 /
50
5000

Dalam osilator Clapp, C3 dibuat jauh lebih kecil dari C1 dan C2, karena kapasitor- kapasitor
dalam hubungan seri berkenaan dengan arus sirkulasi, C3 memegang peranan penting. Berdasar
perhitungan diatas kita bisa membuat acuan bahwa:

C  C3

Contoh:
Tentukan nilai frekuensi resonan jika C = 0,01F dan L = 50 mH.
Jawab:

fo  1
2LC

 1
6,28 (50 103  0,01106 )

= 7121 Hz
1.3. Diagram Phasor Tegangan dan Arus
Hubungan antara R, X, Z dan  dalam rangkaian RC dan RL sangat mirip. Perbedaannya
adalah dalam suatu rangkaian RL, arus I ketinggalan dari tegangan sumber V sedangkan dalam
rangkaian RC, arus mendahului tegangan sumber V.
Hubungan Antara Tegangan Sumber dan Arus dalam Rangkaian RC
Arus I adalah sama setiap bagian dari rangkaian RC seri pada gambar 4(a), karena itu arus
digunakan sebagai phasor referensi dalam diagram phasor yang ditandai dengan VR dan VC.
Karena arus dan tegangan pada R adalah sefase, maka phasor tegangan VR pada gambar 4(b)
segaris dengan phasor arus. Tetapi arus dalam kapasitor mendahului 90° dari tegangan
kapasitor VC. Karena itu phasor VC digambarkan ketinggalan dari arus I dan VR sebesar 90°.
Phasor VR adalah tegangan pada R dan VC tegangan pada C dalam pembagi tegangan RC seri,
gambar 4(a).
Seperti kasus dalam rangkaian RL, tegangan sumber V merupakan jumlah phasor V R dan VC
seperti pada gambar 4 (b). Juga dapat dilihat bahwa V adalah hypotesa dari segitiga dengan
sisi-sisinya VR dan VC. Karena itu digunakan rumus Pythagoras:

V  VR 2  VC 2

0 I
 VR
R

V
C

VC V

(a) rangkaian RC (b) diagram phasor arus dan tegangan


Gambar 4. Diagram phasor arus dan tegangan

Sudut  yang membuat arus mendahului sumber tegangan dalam rangkaian RC seri sama
dengan sudut  antara phasor impedansi Z dan phasor resistansi R. Gambar 5 merupakan
gambar 4 yang digambar ulang untuk memperlihatkan hubungan fase V, VR dan VC.
Tegangan VR adalah perkalian dari I dan Z. Karena I adalah faktor yang sama dalam rangkaian
tersebut, maka hanya diagram impedansi saja yang digambarkan, yakni gambar 4(b). Diagram
ini menunjukkan bahwa sudut fase  pada gambar 4(b) sama dengan pada gambar 5(b). Pelajari
gambar 4(b) yang menunjukkan hubungan antara V, VR dan VC , juga sudut fase . Dari
diagram phasor tegangan didapat :

VR
 COS
V

Tetapi dari segi tiga impedansi :

R
cos 
Z
dimana

VR R
V Z
atau tegangan yang melewati tahanan adalah :

VR  V x R
Z
Dari segi tiga tegangan (Gambar 4-b) :

VC XC
 tan  
VR R
Maka :

VC  VR
VC
x R

Masukan harga VR dari persamaan diatas kita akan mendapatkan :


R XC
V  Vx x
C
Z R
X
VC  Vx
C
Z

Kedua persamaan diatas dapat digunakan untuk menghitung VR dan VC dalam rangkaian RC seri
bila tegangan sumber V, resistansi R dan XC diketahui.

I.R = VR
0 0 R

 

I.XC = VC I.XC = VC XC Z XC
I.Z = V

I.R = VR R
V
(a) (b)

Gambar 5. Sudut fase dari diagram phasor tegangan sama dengan sudut
fase dari diagram phasor impedansi

Contoh :
Jika tegangan sumber 12 V pada rangkaian yang terdiri dari R = 47  yang diserikan dengan C
yang mempunyai XC = 100 . Berapakah besar  antara V dan I,VR dan VC?

Jawab :

Dengan menggunakan VR  V x R kita dapatkan jawabannya dengan


Z
menggunakan scientific calculator dengan menekan kunci-kunci sebagai berikut:
 1 0 0 : 4 7 = f tan-1 = 64,826o

Z = cos:47=1/x =110,494

(jawaban dibuat kedalam 3 desimal dibelakang koma).

VR  R 47
x  12 x
V Z 110,494
= 5,104 V

VC  VR 100
VC
x R  12 110,494
x
= 10,860 V

Kita dapat memeriksa penyelesaian tersebut dengan menggunakan persamaan


V  VR 2  VC 2 . Dengan menggabungkan nilai perhitungan VR dan VC kedalam persamaan
tersebut, kita dapat menentukan :

V  5,104 2 10.8602
= 12.000 V

Nilai perhitungan V sama dengan tegangan sumber yang diberikan V dan dengan pemecahan
persoalan tersebut telah terbukti.

1.4. Impedansi Rangkaian


Impedansi adalah kombinasi dari reaktansi kapasitif, reaktansi induktif dan resistansi DC.
Reaktansi dan impedansi berubah berdasarkan harga frekuensi. Resistansi DC mempunyai nilai
yang tetap, tidak tergantung pada sinyal input.
Cara mendapat Impedansi Z dari suatu rangkaian RLC seri, yakni dengan persamaan:

Z  R2  X
L
X C
2
dimana XL = 2fL (reaktansi induktif) dan XC = 1/2fC (reaktansi kapasitif), maka kita
dapatkan impedansi totalnya adalah:

 2
Z  R2   2fL  1 
 2fC 
Ketiga R, XL dan XC adalah besaran phasor dan harus dijumlahkan secara phasor untuk
mendapat Z.
Gambar 5(b) adalah contoh diagram phasor impedansi dari suatu rangkaian RC seri. Catatan
phasor XC pada sumbu vertikal arah ke bawah (ingat phasor X L terletak pada sumbu vertikal
arah ke atas)
Contoh soal 1:
Jika pada sumbu gambar 5(b), R = 300 , XC = 400  dan V = 25 V. Hitunglah Z dan I.
Jawab :
Kita dapat menemukan Z dengan menggunakan persamaan :

Z  R2  X C 2

 3002  4002  250.000


= 500 ,
V
Dari Hukum Ohm I 25 = 0,05 A atau 50 mA
Z  500

Cara Lain Untuk Menghitung Impedansi


Seperti rangkaian RL seri, fungsi tan-1 pada Scientific Calculator dapat digunakan untuk
mendapatkan sudut sudut fase  antara R dan Z bila R dan XC diketahui.
1  X L  XC 
  tan  
 R 
 1 
2fL   
tan  =  2fC 
R
Lakukan dengan scientific calculator untuk menghitung  tersebut, sehingga kalkulator
memperagakan nilai .
Impedansi Z dapat ditentukan dengan menggunakan nilai  dan rumus:
cos  = R / Z , atau
R
Z
cos , atau
 1 
2fL   
sin  =  2  fC 
Z
Kembali, kita gunakan scientific calculator untuk menghasilkan nilai Z. Masukkan harga R,
tekan kunci bagi masukan harga A dan tekan kunci cos dan kunci “=”.
Maka nilai Z diperagakan pada layar kalkulator.

Contoh soal 2 :
Harga-harga yang dihitung dari soal 1 akan digunakan untuk mendapatkan Z dan I, sudut
phasa  juga dibutuhkan.
Jawab:
1  400 
1  XC 
  tan  R   tan  300 
   
Penekanan kunci dari kalkulator sebagai berikut:

tan-1 53,130o
4 0 0 : 3 0 0 = f
R
Z
cos  300
cos 53,130o

Dengan 53,130 yang masih diperagakan, tekan tombol sebagai berikut:

Z= CO : 3 0 0 = 1/x = 500

Dengan cara yang sama seperti jawaban persoalan 1. Lanjutkan untuk menentukan I dengan
menggunakan rumus I = V / Z. Saat peraga 500 masih ditampilkan, tekan tombol-tombol
sebagai berikut :

: I=
2 5 = 1/x = 0,05 A
Gunakan Hukum Ohm untuk membuktikan I, V dan Z. Salah satu hukum ohm untuk
V
rangkaian AC adalah Z  .
I
Rumus ini dapat digunakan untuk membuktikan hubungan antara R, XC dan Z. Dalam
rangkaian seri seperti pada sumbu gambar 5(b), tegangan antara kombinasi R dan C dapat
diukur begitupun untuk mendapatkan arus dalam rangkaian impedansi Z dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan diatas dan hasil pengukuran dari V dan I. Jika harga perhitungan cara
ini sama dengan perhitungan dengan menggunakan
rumus R2  X C 2 R
Z dan Z  , maka hubungan antara , XC dan R akan terbukti.
cos

Contoh soal 3:
Dalam rangkaian seri pada sumbu 43-1a R = 50 , XC = 120  dan V = 10 V suatu Ammeter
AC dihubungkan dalam rangkaian untuk mengukur arus 77 mA. Buktikan hubungan antara R,
XC dan 

Jawab:
Z dapat didapat dengan menggunakan persamaan :

Z  R2  X C 2

Z  502 1202
Z = 130 

Gunakan Hukum Ohm untuk mendapatkan Z yaitu :


V
Z 10
I  0,077

Z = 129,870 atau Z = 130 


1  X C 
Sudut fase  dapat ditentukan dari persamaan   tan
 
 R 
Dengan menggunakan kalkulator dapat dilakukan dengan menekan kunci-kunci sebagai berikut:
 1 2 0 : 5 0 = f tan-1 = 67,380o

 = 67,380

juga
R
Z 50
cos  cos 67,380 o

Dengan peragaan pada kalkulator 67,380 tekan kunci-kunci berikut untuk


mendapatkan Z.

Z = :50=
67,38 1/x
cos = 130

Dari persoalan tersebut, hubungan antara R, Xc dan  menunjukkan jawaban yang sama.

1.5. Faktor Q dan Lebar Bidang Frekuensi (Bandwidth)


Rangkaian Q dan Frekuensi Respone
Dalam sub bab 1.2 kita pelajari frekuensi respon dari rangkaian LC. Dalam rangkaian LC
nilai tahanan pada rangkaian yang terdapat dalam kumparan. Secara teoritis, pada resonansi
XL = XC dan impedansi Z = RL dimana RL sama dengan nilai tahanan kumparan.
Besarnya nilai tahanan kumparan R L, ditentukan dari arus yang mengalir melewati rangkaian
resonansi, bila tidak terdapat nilai tahanan lain selain nilai tahanan kumparan. RL dan XL
dari kumparan menentukan qualitas, atau Q dari kumparan, yang mana diberikan persamaan
rumusnya :
XL L
Q XC   1L
R  R C.R2 RC
Q dari rangkaian tersebut juga menentukan kenaikan tegangan yang melewati L dan C pada
frekuensi resonansi fR. Tegangan yang dibangkitkan pada L diberikan dengan rumus
VL = I XL
V
V  xX
L L
R
Jika nilai tahanan rangkaian R adalah nilai tahanan kumparan RL maka :
XL
VL  Vx
RL

VL = VQ

Juga selama XL = XC pada resonansi


IXL = IXC

Dan

VL = VC
Karena :

VC = VQ

Persamaan VL = VQ dan VC = VQ menjadi nyata untuk nilai-nilai dari Q > 1. Untuk


beberapa nilai VC dan VL adalah lebih besar dari tegangan V yang digunakan. Juga lebih
tinggi dari nilai Q, lebih besar dari penguatan tegangan pada rangkaian tersebut. Ini
merupakan contoh pertama dari penguatan tegangan.
Rangkaian Q juga benar bila kita mempertimbangkan frekuensi respon dari rangkaian
resonansi seri. Karakteristik frekuensi respon dapat ditentukan dengan menggunakan sebuah
sinyal tegangan V dengan amplitudo yang tetap kedalam rangkaian frekuensi resonansi dan
pada frekuensi-frekuensi sisi lainnya pada resonansi. Tegangan yang melewati L atau C
diukur, dan sebuah grafik dari VL atau VC lawan f dapat digambarkan. Ini merupakan salah
satu bentuk dari kurva frekuensi respon dari rangkaian tersebut.
Arus rangkaian I dapat juga ditentukan. Sebuah grafik I - f merupakan bentuk lain dari kurva
frekuensi respon dari rangkaian tersebut.
Rangkaian Q dan Bandwidth

f1 f2

fR f

Gambar 6. Kurva frekuensi respon dari rangkaian resonansi

Gambar 6 adalah grafik dari frekuensi respon dari rangkaian resonansi. 3 titik yang benar
telah ditandai pada kurva. Terdapat fR, frekwunsi resonansi, dan f1 dan f2. Titik f1 dan f2
ditempatkan pada 70,7 % dari nilai maximum (maksimum dari f R) pada kurva. Ini dapat
dikatakan Titik setengah daya, dan perbedaan frekuensi diantaranya adalah f2 - f1. Perbedaan
frekuensi ini disebut Bandwidth dari rangkaian. Bandwidth dapat diberikan rumusnya
BW = f2- f1

Bandwidth dihubungkan dengan Q, dapat ditunjukkan dengan persamaan :

fR
BW 
Q

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa frekuensi resonansi fR dari rangkaian osilator LC
adalah menggunakan persamaan:

1
fR 
2LC

Dimana fR dalam Hz, L dalam Henry dan C dalam Farad.


Selama persamaan diatas tidak meliputi R, ini jelas bahwa frekuensi resonansi tidak
dipengaruhi ukuran dari tahanan R, walaupun R mempengarui Bandwidth dan amplitudo
dari kurva respon. Nilai R lebih tinggi, lebih rendah nilai Q, sebagaimana
ditunjukkan dalam rumus
XL
Q  R . Lebih tinggi nilai tahanan R, lebih lebar
L
X fR
bandwidth sebagaimana ditunjukkan pada rumus Q  L dan BW  .
RL Q
Lebih tinggi lagi nilai tahanan, nilai Q lebih rendah, lebih rendah nilai arus I dalam
rangkaian dan lebih rendah tegangan VL yang melewati L dan teganagan VC yang melewati
C.
Rangakaian osilator yang digunakan dalam komunikasi, video dan elektronika industri
sebagai rangkaian frekuensi selektif dan sebagai penjebak untuk menghilangkan sinyal-
sinyal yang tidak dibutuhkan. Secara normal rangkaian yang membutuhkan respon puncak
yang lebih tinggi dengan bandwidth yang sempit. Untuk mencapai respon yang diinginkan,
nilai Q suatu rangkaian harus tinggi. Oleh sebab itu kumparan dengan nilai Q tinggi
dibutuhkan. Dalam rangkaian-rangkaian, dengan Q dari rangkaian dimaksud, ditentukan
oleh nilai Q dari suatu kumparan.
Bagaimanapun ada beberapa penerapan dalam rangkaian elektronika, yang mana lebar
bidang (wideband) dari rangkaian frekuensi–selektif dibutuhkan . Di dalam beberapa kasus
kumparan pembebanan dicapai dengan menggunakan tahanan luar.
Rangkaian Q lebih rendah, bandwidth lebih lebar
dan kurva responnya lebih datar.

Lebih rendah nilai Q suatu rangkaian, lebih rendah amplitudo dari


kurva respon tersebut dan penguatan rangkaian lebih rendah.

1.6 Osilator Colpitts


Pada dasarnya untuk menghasilkan getaran frekuensi agar dapat berosilasi digunakan rangkaian
tangki dari LC yang disambungkan dengan rangkaian umpan balik. Kekhususan pada
rangkaian osilator colpitt (gambar 7) adalah digunakannya dua buah kapasitor pada
rangkaian tangkinya. Fungsi dari kedua kapasitor ini adalah sebagai pembagi tegangan
keluaran dan masukan penguat. Pada osilator colpitt, pengaturan kumparan dan perubahan
harga kapasitor menentukan frekuensi yang dihasilkan.

Gambar 7. Rangkaian Osilator Colpitts dengan transistor NPN

Pada gambar 13 merupakan rangkaian osilator colpitt yang bekerja menggunakan transistor
NPN. Besarnya frekuensi yang dihasilkan oleh rangkaian tangkinya (L1, C1 dan C2) adalah :

1
fr =
C1 C 2
2L1
C1 C 2
1
atau fr =
2L1 C T

1 1 1
dimana : = +
CT C1 C2
Dimana :
fr = frekuensi resonansi (Hz )
L1 = induktor (H)
C1 dan C2 = kapasitor (F)
CT = kapasitansi total

Untuk memperoleh getaran frekuensi yang lebih akurat perlu diperhitungkan pengaruh dari
kapasitansi dalam dari transistor dan induksi rangkaian. Kapasitor C3 merupakan kopling
keluaran sinyal AC yang dikembalikan ke rangkaian tangki L1 C1 C2, berupa umpan balik
positif.
Tegangan yang terjadi pada kapasitor C1 merupakan tegangan umpan balik yang diberikan ke
basis transistor Q1. Kemudian sinyal AC akan dikuatkan oleh transistor Q1, bias basis Q1
dihasilkan oleh R1 dan R2. Tegangan bias R1 dan R2 berfungsi mengatur titik operasi
transistor Q1.
Rangkaian LC paralel dibentuk dari gulungan L1 dan kapasitor C1, C2. Kedua kapasitor ini
secara seri berfungsi seperti sebuah kapasitor tunggal selama resonansi LC. Cabang tengah
kedua kapasitor merupakan jalur umpan balik terhadap emitor transistor melalui ground. Jika
nilai kedua kapasitor tersebut sama, kapasitansi efektif total dalam jaringan LC akan sama
dengan setengah nilai masing-masing secara terpisah. Jika nilai kedua kapasitor ini tidak
sama, maka nilai kapasitansi total
1 1 1
didapatkan = + .
CT C1 C2
Osilator colpitt dapat menghasilkan gelombang sinus yang sempurna yaitu mempunyai
amplitudo konstan dan frekuensi stabil.

Merancang Osilator Colpitts


Kita sekarang akan melakukan langkah perancangan sebuah osilator colpitts yang umum.
Spesifikasi tujuan adalah sebagai berikut :
 Vcc = 9 Volt
 Frekuensi output = 10 kHz (10000 Hz)
 Daya output = 35 mW (0,035 Watt)
Tingkatan penguat akan dioperasikan pada kelas A untuk stabilitas yang maksimum.
Diagram rangkaian baku untuk osilator colpitt ini adalah seperti gambar 8.
+9 V

Gambar 8. Rangkaian osilator colpitt dengan Condensator variable

Transistor yang digunakan adalah transistor NPN serbaguna HEP-50 dengan data
spesifikasi sebagi berikut :
Unjuk kerja maksimum mutlak
Daya 400 mW (0,4 Watt)
Ic ( Arus Kolektor) 300 mA (0,3 Ampere)
Vcb 25 Volt
Vce 15 Volt
Veb 4,0 volt

Respon frekuensi 250 Mhz ( 250.000.000 Hz)

Selanjutnya untuk memilih gulungan bagi rangkaian LC (L1) perlu diperhatikan faktor Q
kumparan, dimana Q ditentukan dengan :

XL
Q = Rp
Rs atau Q =
XL
Q akan mempengaruhi lebar pita rangkaian :
fr
BW = dimana fr adalah frekuensi output
Q
BW adalah lebar pita
Contoh:
Pada sebuah osilator dengan Q sebesar 20 dan diberi beban 900 ohm, dimana Q
dihubungkan paralel dengan Q, maka untuk menghitung reaktansinya adalah :
Jawab:
Rp
Q=
X
900
Maka X = Rp = 45 ohm
Q = 20

Untuk mencari induktansi dari gulungan yang mempunyai reaktansi 45 ohm pada 10000
Hz, dapat ditentukan dengan :
XL = 2  f L
Xl 45
Maka : L = =
2. f 2  3,14
10000
45
=
62832
= 0,0007162 henry
= 0,72 mH

= 720 H

Dan jika dibulatkan menjadi 750 H, reaktansi yang sebenarnya pada 10000 Hz harus sama
dengan :
XL = 2 fL

= 2 x 3,14 x 10000 x 0,00075 = 47 ohm


Sehingga Q menjadi :
Rp
Q = = 900
= 19,1
X 47
Pada kondisi resonansi, diketahui XL = XC = 45 ohm, maka untuk mencari reaktansi kapasitif:

1 1
CT = =
2  F  Xc 2  3,14 10000 
45
1
= = 0,00000035 farad = 0,35 F
2827433
Nilai ini adalah nilai kapasitansi C total dalam rangkain LC yaitu kombinasi seri dari C1 dan C2 (
C3 diabaikan sementara ) dan dianggap bahwa nilai kedua kapasitor sama.
Saat nilai C3 sebagai kapasitor penala diperhitungkan misalnya dengan nilai 365 pF dengan
pengaturan kapasitansi minimum (Cs) 5 pF, maka kapasitas total menjadi :
CT = C3 + Cs = 35 pF + 5 pF

= 0,35 F + 0,000005 F

= 0,350005 F = 0,000000350005 F

Frekuensi resonansi pada pengaturan ini adalah :

1
fr =
2 LC T

1
=
2  3,14 750uH  0,000000350005

=
1
2 0,00075  0,000000350005
3,14 1
= 0,00000000026250375
2
3,14
1 1
= = = 9823 Hz
6,28  0,001018
0,0000162

Saat C3 diatur pada kondisi kapasitansi maksimum yaitu pada 365 pF, maka : CT=
C3 + Cs

= 0,35 F + 365 pF

= 0,35 F + 0,000365 F

= 0,350365 F = 0,000000350365 F
Frekuensi keluaran dengan nilai-nilai komponen yang tercantum pada percobaan ini dapat
mempunyai jangkauan dari 9772,5 Hz sampai 9823 Hz dengan lebar jangkauan frekuensi :
BW = 9823 – 9772,5
= 50,5 Hz (Ini cocok untuk penalaan yang peka.)

Untuk jangkauan-jangkauan keluaran dapat dilakukan dengan mengatur nilai penalaan pada
kapasitor C3. Untuk jangkauan keluaran yang besar, maka nilai kapsitor penala C3 dipilih
dengan nilai yang besar. Dan untuk jangkauan keluaran yang kecil digunakan nilai C3 yang
kecil
Jika menginginkan cakupan jangkauan frekuensi yang lebih lebar maka penalaan C3 dinaikkan.
Frekuensi resonansi pada pengaturan ini adalah :
1 1
fr = =
2 LC 2  3,14 750uH  0,000000350365
T

1
=
2  3,14 0,00075  0,000000350365

1
=
2  3,14 0,0000000002652375
1
=
6,28  0,0000163

1
= 0,001023
= 9772,5 Hz
Karena nilai maksimum C3 relatif kecil dibandingkan Cs (kombinasi seri C1 dan C2),
jangkauan frekuensi agak kecil.
Misalnya nilai maksimum dari C3 dari rangkaian diubah menjadi 0,05 F, maka akan didapat
kapasitansi rangkaian total menjadi :
CT = C3 + Cs
= 0,35 F + 0,05 F
= 0,4 F = 0,0000004 F
Sehingga respon frekuensi minimum yang didapat adalah :
1
fr =
2LC T

1
=
2  3,14 750uH  0,0000004

1
=
2  3,14 0,00075  0,0000004

1
=
23,14 0,0000000003

1
=
6,28  0,0000173 1
= = 9189 Hz
0,001088

Dengan demikian didapat bahwa jangkauan frekuensi pada perancangan ini


adalah 9189 Hz sampai 9823 Hz dengan lebar bidang (BW ) sebesar 634 Hz.
2. Osilator Krystal
Pengantar
Osilator kristal adalah osilator yang menggunakan kristal pada rangkaian tangkinya. Kristal dapat
menghasilkan frekuensi dengan stabilitas tinggi. Kemantapan frekuensi yang tidak kita dapatkan
dengan osilator LC karena dibatasi oleh pertimbangan ekonomis. Jika diinginkan kemantapan yang
lebih baik, maka dapat digunakan osilator kristal.
Keuntungan dari kristal adalah :
1. Frekuensi resonansinya lebih tepat dan stabil
2. Lebih andal
Osilator kristal yang paling popular adalah pada rangkaian Colpitt, Pierce dan Miller. Sebagai
frekuensi dasarnya mengunakan frekuensi paling tinggi 20 MHz dan frekuensi harmoniknya 200
MHz. Untuk memperoleh yang lebih tinggi dalam spektrum VHF dan UHF digunakan rangkaian
pengganda frekuensi pada osilator kristal tersebut.
Kestabilan frekuensi yang ideal pada osilator kristal pada umumnya adalah seperjuta bagian,
frekuensi osilator tidak akan berubah 1 Hz pada keluaran 1 MHz. Walaupun sudah dipakai lama atau
terjadi perubahan temperatur.
Ukuran dan ketebalan kristal menentukan frekuensi resonansi. Semakin tipis lempengannya, maka
semakin tinggi frekuensi resonannya. Frekuensi yang lebih tinggi dari frekuensi normal dapat
dicapai oleh osilator kristal dengan memaksa kristal untuk berosilasi pada salah satu harmonisanya
atau dengan melewatkan sinyal melalui rangkaian penyangga frekuensi.

(a)
(b) kristal
Gambar 9. (a) Simbol kristal ; (b) Kontruksi

Pada gambar 9(a), dapat kita lihat simbol rangkaian yang digunakan untuk sebuah kristal serta pada
gambar 9 (b) adalah kontruksi fisik dari kristal yang terdiri dari:
1. Lempengan kristal.
2. Dua buah elektroda.
3. Pembungkus dari bahan metal.

2.1 Efek Piezoelektrik


Beberapa kristal yang ditemukan di alam menunjukkan efek piezoelektrik; jika Anda
memasang tegangan ac melalui kristal tersebut mereka akan bervibrasi pada frekuensi dari
tegangan ac yang dipasang. Bahan utama yang menimbulkan efek piezoelektnik ini adalah
kuarts, garam Rochelle, dan tourmaline.
Garam Rochelle: mempunyai aktivitas piezoelektnik yang terbesar untuk suatu tegangan ac
yang diberikan. Mereka bervibrasi lebih dari kuarts atau tourmaline.
Secara mekanis, mereka adalah yang paling lemah; mereka mudah pecah.
Garam Rochelle telah digunakan untuk membuat mikropon, pickup
gramopon, headset dan pengeras suara.
Tourmaline: menunjukkan aktivitas piezoelektnik yang terkecil, tetapi diantara
ketiganya dialah yang paling kuat. Kristal ini juga yang paling mahal.
Kadang-kadang dia digunakan pada frekuensi yang sangat tinggi.
Kuarts: adalah kompromi antara aktivitas piezoelektrik dari garam Rochelle dan
kekuatan dari tourmaline. Karena tidak mahal dan dapat diperoleh di alam,
kuarts digunakan secara luas untuk osilator RF dan filter.

Bentuk alami dari kuarts adalah prisma heksagonal dengan piramida pada ujung- ujungnya
(lihat gambar 10-a). Untuk mendapatkan kristal yang berguna, kita harus mengirisnya menjadi
sebuah lempeng empat pensegi panjang. Gambar 10-b menunjukkan lempeng tersebut yang
tebalnya t. Jumlah lempeng yang kita peroleh dari kristal alam tergantung pada ukuran dari
lempeng dan sudut pemotongan.

(a) (b)
Gambar 10. Kristal Kuarts

Ada sejumlah cara yang berbeda untuk memotong kristal alam; potongan tersebut mempunyai
nama seperti potongan X, potongan Y, potongan XY dan potongan AT. Untuk tujuan kita,
semua yang harus kita ketahui adalah potongan mempunyai sifat piezoelektrik yang berbeda.
(Katalog dari pabriknya biasanya merupakan sumber informasi yang paling baik mengenai
potongan yang berbeda dari sifat-sifatnya).
Untuk penggunaan dalam rangkaian elektronik, lempeng harus dipasang antara dua pelat logam
seperti yang ditunjukkan dalam gambar 11. Dalam rangkaian ini jumlah dari vibrasi kristal
tergantung pada frekuensi dari tegangan yang dipasang.
Dengan mengubah frekuensi sumber kita dapat menemukan frekuensi resonan di mana vibrasi
kristal mencapai maksimum. Karena energi untuk vibrasi harus diberikan oleh sumber ac, arus
ac menjadi maksimum pada tiap frekuensi resonan.

Kristal
Sumber ac

Gambar 11. Vibrasi kristal akibat sumber ac

Frekuensi Dasar dan Nada Tambahan


Untuk waktu yang lama kristal dipotong dan dipasang untuk bervibrasi paling baik pada
salah satu frekuensi resonannya, biasanya frekuensi dasar atau frekuensi yang terendah.
Frekuensi resonan yang lebih tinggi disebut nada tambahan adalah hampir kelipatan eksak
dari frekuensi dasar. Sebagai contoh sebuah kristal dengan frekuensi dasar 1 MHz mempunyai
nada tambahan pertama mendekati 2 MHz, pada tambahan kedua mendekati 3 MHz dan
seterusnya.
Rumus untuk frekuensi dasar dari kristal adalah:
K
f 
t
dimana f = frekuensi dasar
K = sebuah konstanta yang tergantung pada potongan t =
tebal kristal.
Seperti kita lihat, frekuensi dasar berbanding terbalik terhadap tebal. Untuk alasan ini ada batas
praktis mengenai berapa tingginya kita dapat menaikkan frekuensi. Makin tipis kristal tersebut;
makin menjadi rapuh dan makin besar kemungkinannya untuk pecah karena vibrasi.
Kristal kuarts bekerja dengan baik sampai 10 MHz pada frekuensi dasar. Untuk mencapai
frekuensi yang lebih tinggi kita dapat menggunakan kristal yang dipasang untuk bervibrasi pada
nada tambahan dengan cara ini kita dapat mencapai frekuensi sampai 100 MHz. Kadang-
kadang tourmaline yang lebih mahal namun lebih kuat digunakan pada frekuensi yang lebih
tinggi.

2.2 Rangkaian Ekivalen AC


Menyerupai apakah kristal tersebut ketika kita beri sumber ac? Jika kristal yang dipasang
sendiri tanpa ada sumber ac, maka kristal tersebut tidak bervibrasi. Hal ini ekivalen dengan
kapasitansi Cm karena dia mempunyai dua pelat logam yang dipisahkan oleh dielektrik.
Tetapi, jika kristal bervibrasi, dia menyerupai rangkaian yang ditala. Gambar 12 menunjukkan
rangkaian ekivalen ac dari kristal yang bervibrasi pada atau dekat
frekuensi dasar. Harga tipikal dari L adalah dalam henry, Cs dalam pikofarad, R dalam
ratusan ohm, dan Cm dalam pikofarad.
Sebagai contoh, berikut ini adalah harga-harga untuk satu kristal yang bisa diperoleh: L = 3 H,
Cs = 0,05 pF, R = 2000ohm dan Cm = 10 pF.
Ciri-ciri yang terkenal dari kristal dibandingkan dengan rangkaian tank LC yang diskrit adalah
harga Q-nya yang sangat tinggi. Untuk harga-harga LCR yang baru saja diberikan diatas, kita
dapat menghitung Q di atas 3000. Harga-harga Q dapat dengan mudah mencapai Iebih dari
10.000. Dipihak lain, rangkaian tank LC jarang mempunyai Q di atas 100. Dengan mempunyai
Q yang sangat tinggi dari kristal memungkinkan osilator dengan harga frekuensi yang sangat
stabil.

Gambar 12. Rangkaian ekivalen kristal

Resonansi Seri
Di samping Q, L, Cs, R dan Cm dari kristal, ada dua karakteristik lain yang harus kita ketahui.
Yang pertama adalah frekuensi resonan seri - fs. Frekuensi resonan seri dari sebuah kristal
adalah frekuensi resonan dari cabang LCR dalam gambar 12. Pada frekuensi ini arus cabang
mencapai harga maksimum, karena L beresonansi dengan Cs. Rumus untuk frekuensi resonan
seri adalah:
1
fs 
2LCs

+15 VDC

+15 VDC

Output

Gambar 13. Rangkaian resonan seri kristal


Gambar 13 menunjukkan konfigurasi kristal untuk rangkaian resonan seri, dimana C S dan L
adalah sama dan berlawanan, serta reaktansi rangkaian seri adalah nol. Pada rangkaian gambar
13 diatas secara umum hubungan frekuensi yang ditimbulkan tidak ada masalah.

Resonansi Paralel
Karakteristik yang kedua adalah frekuensi resonan paralel - fp. Frekuensi resonan paralel
dari kristal adalah frekuensi di mana arus sirkulasi atau arus loop dalam gambar 12. mencapai
harga maksimum. Karena loop arus ini harus mengalir melalui kombinasi seri dari Cs dan Cm,
maka Cloop ekuivalen adalah:

Cloop CmCs
 Cm  Cs
dan frekkuensi resonan paralel adalah:
1
fp 
2LC loop

+15 VDC

Output

Gambar 14. Rangkaian resonan paralel kristal


Pada pengoperasian rangkaian resonan paralel (gambar 14), kristal seperti induktif dan
sangat kritis untuk perancang dalam menentukan beban kapasitif yang benar atau jika tidak
maka osilasi tidak akan terjadi. Pemilihan beban kapasitif seperti pada gambar 14, harus dipilih
sesuai dengan batas operasi kristal pada titik stabilnya.
Dua kapasitansi dalam hubungan seri selalu menghasilkan kapasitansi yang
lebih kecil daripada salah satu dari keduanya; karena itu, Cloop lebih kecil
daripada Cs dan fp lebih besar dari pada fs.

Dalam tiap kristal, Cs jauh lebih kecil daripada Cm. Misalnya, dengan harga-harga yang
telah diberikan, Cs adalah 0,05 pF dan Cm sama dengan 10 pF. Karena hal ini,
persamaan C CmCs memberikan harga dari Cloop hanya sedikit lebih kecil dari
loop  Cm  Cs
pada Cs. Selanjutnya hal ini berarti fp hanya sedikit lebih besar daripada fs. Jika anda
menggunakan kristal dalam sebuah rangkaian osilator seperti gambar 15, tambahan kapasitansi
rangkaian muncul dalam hubungan cabang dengan Cm. Karena ini frekuensi osilasi akan
terletak antara fs dan fp. Ini adalah keuntungan dari mengetahui harga dari fs dan mereka
menset batas bawah dan batas atas frekuensi dari osilator kristal.

Gambar 15. Efek dari transistor dan kapasitor simpangan

Impedansi Kristal
Ketika sebuah kristal terhubung dengan sinyal ac seperti penggunaan osilator, maka
reaktansinya akan terjadi lima kondisi yang berbeda seperti terlihat pada gambar 16.
Gambar 16. Perubahan reaktansi kristal

Penjelasannya adalah sebagai berikut :


1. Bahwa untuk frekuensi-fekuensi rendah dibawah resonan seri kristal, maka kristal
itu bersifat kapasitif.
2. Bahwa untuk frekuensi yang tepat pada resonan seri, fs, dimana XL=XCS, maka
impedansi kristal sama dengan nol.
3. Bahwa untuk frekuensi diantara resonan seri dan titik resonan paralel, maka kristal
itu bersifat induktif.
4. Bahwa untuk frekuensi yang tepat pada frekuensi resonan paralel, fp, dimana XL =
XCS seri XCM, maka impedansi kristal adalah tak terhingga serta terjadi pergeseran fasa
sebesar 180.
5. Bahwa untuk frekuensi yang berada diatas resonan paralel, maka kristal itu kembali
bersifat kapasitif.

Stabilitas Kristal
Drift adalah perubahan yang tidak kita kehendaki atas frekuensi yang terukur selama satuan
detik, menit atau jam. Dan drift erat hubungannya dengan stabilitas sebuah osilator, seberapa
stabil sebuah osilator.
Frekuensi dari sebuah osilator cenderung untuk berubah sedikit dengan waktu, drift ini
ditimbulkan oleh temperatur dan usia atau umur. Dalam sebuah osilator kristal, drift frekuensi
dengan waktu kecil sekali. Secara tipikal kurang dari 1 bagian dalam 10 6 (0,0001 persen) per
hari. Stabilitas seperti ini penting dalam jam tangan elektronik, mereka menggunakan osilator
kristal kuarts sebagai alat pengatur waktu dasar.
Dengan menggunakan osilator kristal dalam tungku (oven) yang temperaturnya dikendalikan
dengan presisi, osilator kristal telah dibuat dengan drift frekuensi kurang dari 1 bagian dalam
1010 per hari. Stabilitas seperti ini diperlukan dalam standard waktu dan frekuensi. Untuk
memberikan bagaimana keseksamaan 1 bagian dalam
1010 adalah, sebuah jam dengan drift ini akan memakan waktu 300 tahun untuk lebih cepat
atau terlambat 1 detik.

Contoh:
Sebuah kristal mempunyai harga-harga berikut: L =
3H
Cs = 0,05 pF R
= 2000
Cm = 10 pF
Hitung fs dan fp dari kristal sampai tiga digit !
Jawab:
Kita menggunakan persamaan fs yakni:
1
fs   1
= 411 kHz
2LCs 2 3(0,05)1012
Karena kita akan menghitung fp, maka kita harus menentukan Cloop terlebih dahulu dengan
persamaan:

Cloop  CmCs
Cm  Cs

(10 pF )(0,05 pF )
 10 pF  0,05 pF

= 0,0498
jadi frekuensi resonan paralel dapat kita tentukan dengan persamaan :
1
fp 
2LC loop

1

2 3(0,0498)1012

= 412 kHz

Jika kristal ini digunakan dalam sebuah osilator, frekuensi osilasi harus terletak
antara 411 dan 412 kHz

2.3 Osilator kristal Colpitts

Gambar 17. Sebuah kontruksi kristal


Berikut adalah rangkaian osilator kristal colpitt :

Gambar 18. Kristal mengontrol osilasi Colpitts


Osilator Colpitts yang tersusun dari kristal adalah resonansi frekuensi yang biasanya terdiri dari
tank LC parallel, sekarang kita ganti dengan sebuah kristal. Kristal berfungsi sebagai rangkaian
resonan seri. Seperti kita tahu bahwa pada frekuensi resonan seri, fs, kristal mempunyai nilai
impedansi yang sangat rendah. Dengan menggunakan kristal pada rangkaian osilator Colpitts
yang diletakkan pada bagian umpan balik, maka kristal tersebut berfungsi sebagai sebuah
filter (penapis) dimana hanya melewatkan frekuensi resonansi yang tidak dilemahkan (un-
attenuated) dari kristal tersebut.
Adanya frekuensi dasar dan nada tambahan dari kristal, menyebabkan pada rangkaian osilator
Colpitts menimbulkan rugi-rugi yang tinggi pada nada tambahan, karena frekuensi dasar sudah
digunakan untuk menapis frekuensi umpan balik.
Rangkaian tank frekuensi dari osilator Colpitts diset mendekati frekuensi resonan seri kristal.
Nilai frekuensi pasti yang telah ditimbulkan akan dikontrol dan distabilkan oleh kristal. Pada fs
kristal, sinyal umpan balik mencapai maksimum ketika impedansi kristal menjadi seakan-akan
nol. Namun pada nada tambahan, sinyal umpan balik akan berkurang dan proses osilasi tidak
dapat diteruskan.
3. Voltage Controlled Oscillator
3.1 Konsep dan Kegunaan
Voltage Controlled Oscillator atau yang umum kita kenal dengan VCO, adalah sebuah osillator
dimana bisa berubah-ubah nilai frekuensinya. Elemen penala (tuning element) adalah sebuah
varactor-dioda. VCO ditala melintasi band frekuensinya dengan memberikan tegangan dc
murni pada varactor-dioda untuk mengubah jaringan kapasitansi yang merupakan rangkaian
osillator.
Kenapa varactor-dioda, atau yang kita kenal dengan varactor saja, bisa mengubah sebuah
osilator ?
Seperti kita tahu sifat dioda, bahwa kapasitansi peralihan pada junction dioda akan berkurang
bila tegangan reverse bertambah. Jadi bila kita mengubah-ubah nilai tegangan reverse maka
nilai kapasitansi sebuah varaktor akan berubah-ubah pula. Hal ini menyebabkan, bila sebuah
varaktor yang identik dengan sebuah kapasitor dirangkai dengan induktor secara paralel yang
merupakan rangkaian tala resonansi, maka frekuensi yang dihasilkanpun akan berubah-ubah.
Pengontrolan secara elektronik seperti diatas merupakan konsep dasar dari VCO. Simbol
dari varactor dapat kita lihat pada gambar 19.

Gambar 19. Simbol varactor


Fungsi VCO adalah menghasilkan sebuah sinyal dalam bentuk gelombang kotak atau
gelombang segi tiga.
Sebuah VCO biasanya terdiri dari sebuah osilator Hartley, yang secara singkat dapat kita
jelaskan sebagai berikut:
Gambar 20 menunjukan sebuah osilator Hartley diumpan-seri. Pada rangkaian ini, kumparan L1
adalah bagian dari L, yang menjadi sebuah autotransformator. Transistor NPN yang digunakan
sebagai penguat konvensional, dengan bias maju pada rangkaian basis-emitor dan bias reverse
pada tangkaian emitor-kolektor.

Output

Gambar 20 Osilator Hartley.


Arus kolektor mengalir melewati L1 dan menghasilkan arus regenerasi dalam L yang
diumpankan pada basis. Sesuai dengan rancangan, cabang dari autotransformator L terletak
pada titik yang tepat untuk menjaga kelangsungan osilasi dalam tangki. L-L 1 dan C menentukan
frekwensi resonansi. R1 mengatur bias basis-emitor. C1 dalam kondisi charging karena arus
pada rangkaian basis-emitor. Basis dijaga pada potensial negatif terhadap emitor, memberi
panjaran sumbatan pada transistor, kecuali selama puncak positif dari osilasi.
Osilator jenis ini disebut diumpan-seri karena jalur ac dan dc adalah sama, seperti yang akan
terjadi pada sebuah rangkaian seri.
Contoh VCO berbasis pada rangkaian osilator Hartley yang menggunakan dual-gate FET,
seperti pada gambar 21. Penjelasan secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Frekuensi resonan ditentukan oleh rangkaian tank L1 dan C1.
2. Tegangan tala (Vtuning) akan mengubah nilai kapasitansi dari varactor BB132 dimana
akan mengubah pula frekuensi osilasinya.
3. Nilai kapasitor C2 akan menentukan seberapa besar frekuensi akan berubah. Semakin
besar nilai kapasitor maka akan besar pula perubahan frekuensinya, atau sering kita
sebut C2 menentukan ‘span’ dari VCO.
4. Dual-gate FET pertama merupakan bagian dari rangkaian osillator Hartley.
5. Dual-gate FET kedua merupakan bagian dari rangkaian penguat. Penguatan yang lebih
kecil dari 1, namun mempunyai arus yang besar agar osillator tidak terbebani bila
dirangkai dengan rangkaian lain. Amplitudo output berubah tergantung pada frekuensi
dan seberapa banyak lilitan pada induktor L1. Dengan mengubah tegangan pada g2 di
FET1, kita akan bisa mengatur amplitudo.
6. Pada gambar 21 dihubungkan g2 pada FET1 dengan Vcc melalui R1 agar dihasilkan
penguatan terbesar.

FET 1
FET 2

Tank LC
Gambar 21. Rangkaian VCO dari osilator Hartley
Setelah kita tahu bahwa ada hubungan antara amplitudo dan frekuensi, pada rangkaian VCO
gambar 21, maka bila kita konfigurasi L1 dengan diameter 7,2mm dan kita mengubah tap pada
lilitan 3, 4 dan 5, diagram dibawah ini menunjukkan hubungan antara amplitudo dan
frekuensinya.

Frekuensi
Gambar 22. Diagram Frekuensi terhadap Amplitudo
Pada diagram gambar 22 kita lihat bahwa bila kita tap 3 lilitan ke-5 memiliki amplitudo sebesar
130 mVRMS pada frekuensi 155MHz. Lebih bagus dibanding dengan tap 3 dan tap 4 yang
mengalami penurunan amplitudo pada frekuensi diatas 155 MHz. Dari hasil pengetap tersebut
bisa kita lihat band dari VCO sendiri, yakni sebesar 200 mVRMS pada 100 MHz.

3.2 VCO dengan IC LM566


Sebuah contoh VCO adalah unit IC LM566 yang menghasilkan dua sinyal gelombang, yakni
gelombang persegi dan gelombang segitiga. Keluaran frekuensinya diatur melalui resistor dan
kapasitor luar yang diatur melalui masukan tegangan dc pada kaki
5. Blok diagram dari LM566 seperti pada gambar 23 dibawah ini.

Sumb Schm
er itt
Aru Trigg

Gambar 23. VCO dengan IC LM566 dan Konfigurasi kaki


Pada gambar 23 menunjukan bahwa LM566 terdiri dari arus sumber untuk pengisian dan
pengosongan kapasitor luar C1 pada harga yang di set oleh resistor luar R1, dan
memodulasikan tegangan input dc. Sebuah rangkaian Schimtt trigger digunakan untuk
menswitch arus sumber diantara proses pengisian dan pengosongan kapasitor dan tegangan
segitiga (kaki 4) terjadi melintasi kapasitor dan gelombang persegi (kaki 3) dari Schmitt trigger
diberikan sebagai output melalui rangkaian penyangga (buffer). Pada gambar 24 menunjukkan
hubungan kaki LM566.

566

Gambar 24. Konfigurasi kaki LM566

Kelebihan dari LM566 adalah pengoperasian tegangan Vcc yang lebar, yakni antara 10V
hingga 24V. Serta pengaturan range frekuensi luar dengan kapasitor mencapai
10 hingga 1. Juga pemprograman frekuensi ditentukan dengan arus, tegangan, resistor dan
kapasitor.
Adapun susunan kaki pada LM566 adalah sebagai berikut:
Kaki 1 = Ground ; Kaki 2 = NC (No Connected)
Kaki 3 = Output Gelombang Persegi
Kaki 4 = Output Gelombang Segitiga
Kaki 5 = Input tegangan dc (Input Modulasi), VC Kaki 6
= Input pewaktu resistor, R1
Kaki 7 = Input pewaktu kapasitor, C1 ; Kaki 8 = Catu daya, V+

Penggunaan umum LM566 terlihat pada modulasi FM, sinyal generator, generator fungsi,
modulasi FSK dan generator nada tone. LM566 mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Parameter Kondisi Nilai Unit
R1 = 2k
Operasi Frekuensi Maksimum 0,5 – 1 MHz
C1 = 2,7 pF
Range Tegangan Input kaki 5 - 3/4Vcc - Vcc Volt
Impedansi Input kaki 5 - 0,5 - 1 M
Sensitifitas VCO (pada kaki 5) 8-10V, fO = 10kHz 6,0 – 7,2 KHz/V
Impedansi Output kaki 3 - 50 
Impedansi Output kaki 4 - 50 
Output Gelombang Persegi RL1 = 10k 5,0 - 5,4 Vpp
Output Gelombang Segitiga RL2 = 10k 2,0 - 2,4 Vpp
LM566 bisa kita operasikan dengan catu daya tunggal atau dua catu daya, yakni catu positif dan
negatif. Pada contoh gambar 25, kita menggunakan catu daya tunggal berupa tegangan dc
sebesar 12V.
Sebuah frekuensi operasi tengah dari LM566, fo, dapat dihitung menggunakan persamaan:

2,4V   V
fo =
 C
RCV
1 1

dimana; 2k < R1 < 20k


0,75 V+ < VC < V+
fo < 1MHz
10 V < V+ < 24 V

C1
R1

Resistor pembagi tegangan

Gambar 25. Rangkaian test VCO dengan LM566

Jadi berdasar pada gambar 25, kita bisa menentukan berapa besar fo sebuah VCO. Mari kita
lihat contoh perhitungan dibawah ini:
1. Bila Vc pada kaki 5 sebesar +10,4 Volt.

2,4V   V
Maka fo =
 C
RCV
1 1

2,412  10.4
=
10000 108 12
= 3,2 kHz

2. Bila Vc pada kaki 5 sebesar +900 mVolt.


2,4V   V
Maka fo =
 C
RCV
1 1

2,412  0,9
=
10000 108 12
= 22,2 kHz

Untuk bentuk gelombang persegi dan segitiga yang keluar pada kaki 3 dan kaki 4, dapat kita
lihat pada gambar 26 dibawah ini.

Gambar 26. Bentuk gelombang output VCO


4. Phase Locked Loop
Pengertian Phase Locked Loop
Phase loocked loop (PLL) adalah loop umpan balik dengan detektor fase (pencampur yang
digunakan dengan cara yang khusus), sebuah low pass filter, sebuah penguat dan sebuah Voltage
Controlled Oscillator (VCO). Daripada memberikan kembali tegangan dan membandingkannya
dengan input, PLL memberikan kembali frekuensi dan membandingkannya dengan frekuensi yang
datang. Hal ini memungkinkan VCO mengunci frekuensi yang baru masuk.
PLL mempunyai banyak penggunaannya. Penerima TV menggunakan PLL untuk mengsinkronkan
ayunan (sweep) horizontal dan vertikal. Penala (tuner) stereo FM menggunakan PLL untuk
memperbaiki penampilannya (performance). Dan karena kekebalannya terhadap derau (noise), PLL
telah digunakan secara luas untuk mengikuti sinyal dari satelit. Penggunaan lain meliputi frekuensi
synthesizer, generator FM dan telepon nada sentuh.

fIN Detektor Low Pass fOUT


Fase Filter Amplifier VCO
Gambar 27. Blok diagram sebuah PLL
Gambar 27 menunjukkan sebuah PLL. Sinyal yang datang adalah input untuk
detektor fase; sinyal VCO yang kembali merupakan sinyal input lain. Output
dari detektor fase menggerakkan low-pass filter, yang outputnya diperkuat dan
dipakai pada VCO. Mula mula frekuensi VCO dekat dengan frekuensi yang
datang karena output dari detektor fase adalah sebuah nada denyut (sinyal
frekuensi rendah). Hal ini menyebabkan frekuensi VCO berubah sampai
menjadi sama dengan frekuensi yang datang. Pada titik ini output dari detektor
fase adalah tegangan dc, sebanding dengan perbedaan fase antara sinyal VCO
dan sinyal yang datang. Tegangan dc yang diperkuat inilah yang
mengendalikan frekuensi VCO, menjaganya tetap terkunci terhadap frekuensi
yang baru masuk.
Itulah cara kerja sebuah PLL. Nah, sekarang akan kita bahas bagian per bagian.

4.1. Detektor Fase

Sebuah detektor fase adalah sebuah pencampur yang dioptimalkan


untuk digunakan dengan input yang frekuensinya sama. Ia disebut
detektor fase karena besarnya tegangan dc bergantung pada sudut
fase  di antara isyarat-isyarat input. Sejalan dengan berubahnya
sudut fase maka tegangan dc pun berubah. Detektor fase sering
disebut sebagai pembanding fase (Phase Comparator).
Gambar 2.2-a mengilustrasikan sudut fase diantara isyarat
sinusoida. Pada waktu isyarat ini mendorong detektor fase pada
gambar 2.2-b, sebuah tegangan dc muncul. Satu jenis dari detektor
fase mempunyai sebuah tegangan keluaran yang bervariasi seperti
ditunjukan gambar 2.2-c. Pada waktu sudut fase  = 0, tegangan
dc-nya maksimum. Sejalan dengan meningkatnya sudut fase dari
0 ke 180, tegangan dc berkurang ke nilai minimumnya. Pada waktu 
adalah 90, keluaran dc merupakan rata-rata dari keluaran
maksimum dan minimum.
ebagai contoh, misalkan sebuah detektor fase mempunyai sebuah
keluaran maksimum sebesar 10 V dan keluaran minimum sebesar
5 V. Diwaktu masukannya berbeda fasa 90, keluaran dc-nya
adalah 7,5 V. Waktu masukannya berbeda fase 180, keluaran
dc-nya adalah 5 V. Ide kuncinya di sini adalah keluaran dc
menurun di waktu sudut fase menaik.

(a) Sudut
fase r

diantara (b) detektor fase
isya
(c) keluaran dari detektor
fase Gambar 2.2. Cara kerja detektor fase
Kenapa detektor fase bisa berubah nilai tegangan dc bila berbeda
sudut fasenya ? Hal ini terlihat pada rangkaian dasar dari detektor
fase, yakni gerbang exclusive-OR (ex- OR).
Sebuah gerbang ex-OR memiliki fungsi hanya memiliki logika ‘1’
ketika semua inputnya memiliki nilai yang berbeda. Serta
menghasilkan logika ‘0’ ketika semua inputnya bernilai sama.
Tabel kebenaran dan simbol dapat kita lihat pada gambar 29.
A B x
0 0 0

0 1 1
1 0 1
1 1 0
Tabel Kebenaran gerbang ex-OR

(b) Simbol gerbang ex-OR

(a) Rangkaian exlusive-OR


Gambar 2.3 Gerbang ex-OR
Jadi, jika kita beri input ex-OR dengan gelombang berbentuk persegi
yang mempunyai selisih duty cycles sebesar 50 %, seperti pada
gambar 30, maka output sebuah detektor fase adalah seperti pulsa
gelombang persegi.

fIN 1 1 0 0 1 1 0

fOUT VCO 0 1 1 0 0 1 1

fOUT Detektor Fase 1 0 1 0 1 0 1

Gambar 30. Bentuk gelombang PLL pada detektor fase


Karakteristik transfer dari detektor fase, dengan asumsi frekuensi ripple,
fr=2fOUT VCO, maka bisa kita tekan menjadi tegangan output sebesar,
Vcc
VDEMOUT = f
 OUT VCO
IN
 f

dimana VDEMOUT adalah demodulator output setelah melewati low


pass filter. Sedangkan penguatan pada detektor fase, KP, dengan
menggunakan persamaan:
Vcc
KP = V / r 

Tegangan rata-rata VDEMOUT dari detektor fase yang telah melewati low
pass filter sebelum masuk ke VCO adalah resultan dari perbedaan fase
antara fIN dan fOUT VCO, seperti terlihat pada grafik gambar 31. V DEMOUT
mempunyai nilai rata-rata ½ Vcc ketika tidak ada sinyal atau noise pada
fIN serta dengan kondisi detektor fase seperti ini VCO akan berosilasi
pada frekuensi center (fO).

VDEMOUT

DEMOUT

Gambar 2.4 Grafik VDEMOUT tegangan output terhadap perbedaan


fase
4.2. Low Pass Filter
Filter adalah nama yang diberikan pada rangkaian yang berfungsi untuk memblok atau
melewatkan sebuah range sinyal.
Dalam bentuk sederhana sebuah filter terdiri dari satu kapasitor. Saat sebuah regulasi power
supplai, sebuah kapasitor filter yang lebih besar digunakan untuk menyaring ripple output.
Low Pass Filter melewatkan frekuensi rendah dan menahan frekuensi tinggi. Pass filter ini
adalah dari DC (0Hz) sampai frekuensi cut-off, fc. Adapun Bandwidthnya adalah fc. Idealnya
bentuk kurva akan rata pada fc .
Harga respon frekuensi filter rool off ( disebut juga slope filter) tergantung pada jenis filter dan
order filter.
Jenis sebuah filter menunjukkan jumlah elemen reaktif dalam rangkaiannya. Jenis Filter yang
pertama memiliki satu kapasitor atau satu induktor. Order filter mempunyai dua kapasitor atau
dua induktor atau masing-masing satu.
Filter dapat dibangun dari rangkaian RC. Dalam sebuah filter dikenal sebuah kutub. Jadi sebuah
filter dibangun dari sebuah rangkaian RC tunggal ditunjukkan pada sebuah filter kutub
tunggal. Filter kutub ganda akan mempunyai dua rangkaian RC dan sebaliknya.

atau

(a) Simbol LPF

(b) Respon frekuensi


Gambar 32. Simbol dan respon frekuensi low pass filter
Setiap kutub terdiri sebuah elemen reaktif, sebuah filter kutub tunggal juga merupakan jenis
filter pertama, sebuah kutub filter ganda merupakan jenis filter kedua dan sebaliknya.
Gambar 33. Rangkaian low pass filter RC

Gambar 34. Rangkaian low pass filter dan rangkaian penguat (op-amp)

Gambar 34 diatas menunjukkan jenis yang pertama (kutub tunggal) filter low pass. Resistor dan
kapasitor membentuk pembagi tegangan. Frekuensi sinyal yang dipakai pada filter akan
menentukkan reaktansi kapasitif dari kapasitor. Hal ini dalam perubahan akan menentukan
amplitudo tegangan lintas kapasitor. Lintasan tegangan kapasitor merupakan tegangan output
filter.
Pada frekuensi cut-off, output filter akan menjadi 0,707 kali V IN. Dalam istilah desibel
magnitude relative tegangan ouput yang diharapkan pada tegangan input didapatkan :
V1
dB = 20 log dimana : V1 = tegangan output
Vo
Vo = tegangan input (acuan)

Jadi pada Fc, output dalam dB didapatkan melalui :

V1
dB = 20 log
Vo
= 20 log
0,707
1 dB
= 20 log x –0,15

= -3 dB

Untuk menetukan besar frekuensi cut-off filter kita butuhkan analisis vektor low pass filter
berikut :

Gambar 35. Analisis vektor low pass filter

Vc (Vout) akan menjadi 0,707 x V in saat  = 450. Ini terjadi saat Xc = R. Frekuensi
output pada kondisi ini adalah :
1
Xc =
2fc
Diperlukan Xc = R, jadi :
1
R=
2fc
Batasan frekuensi cut-off didapatkan :

fc = 1
2RC

4.3. Frekuensi Synthesizer


Penyusunan frekuensi (frequency synthesizer) bukanlah sebuah pembangkit frekuensi dalam
arti yang sama seperti sebuah osilator, tetapi adalah sebuah pengubah frekuensi (frequency
converter), yang menggunakan suatu rantai dengan phase-
locked loop, PLL dan penghitung-pengbitung digital (digital counters) dalam suatu sistem
umpan-balik kesalahan-fase yang menjaga bahwa keluaran akan berjalan menurut suatu
hubungan fase yang telah ditentukan terhadap sinyal pedoman (reference). Kestabilan frekuensi
keluaran ditentukan oleh kestabilan dari osilator pedoman, yang biasanya adalah sebuah
rangkaian osilator dengan pengaturan kristal.
Prinsip-prinsip penyusunan frekuensi telah dikembangkan sejak tahun 1930, tetapi kebanyakan
hanya diterapkan pada peralatan yang sangat rumit, karena tingginya harga komponen-
komponen tersebut. Chip-chip rangkaian-mikro (microcircuit chips) yang khusus dirancang
untuk penggunaan ini sekarang sudah tersedia dengan harga yang rendah, dan penyusunan-
penyusunan frekuensi makin banyak digunakan untuk pemilihan saluran dalam peralatan
komunikasi.

4.3.1. Programmable Divider


Sebagai jantung dari penyusun frekuensi adalah rantai fase-terkunci (phase- locked
loop). Sebuah loop fase-terkunci dilukiskan dalam gambar 36 dan kerjanya dapat
digambarkan sebagai berikut. Sebuah osilator yang stabil menghasilkan suatu frekuensi
pedoman gelombang-persegi (square-wave reference frequency) yang memberikan satu
dari masukan-masukan ke rangkaian detektor-fase. Frekuensi pedoman ini dapat
mempunyai nilai berapa saja yang mudah diperoleh, tetapi biasanya frekuensi dipilih
sedemikian sehingga dapat digunakan sebuah rangkaian osilator kristal. Sebuah osilator
yang diatur-dengan-tegangan (VCO) membangkitkan frekuensi keluaran akhir fo, dan
dirancang sedemikian sehingga dapat ditala pada seluruh cakupan, yaitu dan frekuensi
minimum sampai frekuensi maksimum yang di kehendaki. Keluarannya langsung
diumpankan ke beban, dan juga digunakan untuk mendorong suatu penghitung biner
(binary counter) yang dapat diprogram (programmable divider), yang berfungsi sebagai
pembagi frekuensi N, di mana N adalah bilangan yang diprogramkan ke dalam counter
itu. Keluaran counter adalah sebuah gelombang persegi pada frekuensi pedoman, yang
merupakan masukan kedua ke rangkaian detektor fase.
Gambar 36. Penyusun frekuensi dengan counter

Detektor fase

Detektor fase itu adalah sebuah rangkaian logis (logic circuit) yang menghasilkan suatu
sinyal dc yang besarnya sebanding dengan selisih fase antara sinyal pedoman fr dan
keluaran counter fo/N, seperti yang telah kita bahas pada sub bab 4.1. Sinyal dc ini
difilter untuk meratakan kebisingan dan memperlambat respons rangkaian untuk
mencegah “overshoot” (keterlanjuran) atau osilasi dan dipasangkan sebagai masukan
pengatur ke VCO. Bila selisih fasa antara kedua sinyal fr dan fo/N adalah nol,
keluaran dc dari detektor fase
adalah tepat sebesar yang di perlukan untuk menala VCO pada frekuensi N.fr. Bila
ada perbedaan fase antara keduanya, bias yang dimasukkan ke VCO akan berubah
dalam arah yang akan menaikkan atau menurunkan frekuensi fo secukupnya saja
sehingga selisih fase tersebut akan menghilang. Begitu keluarannya mencapai nilai
N.fr, VCO akan “mengunci pada” (“lock onto”) frekuensi itu, dan rantai umpan-balik
akan mencegahnya dari penyimpangan.
Frekuensi keluanan fo diatur untuk suatu nilai baru dengan mengubah bilangan di mana
counter itu membagi. Hal ini dilaksanakan dengan bantuan saklar- saklar “thumbwheel”
atau dengan pertolongan sebuah register yang ke dalamnya dapat di masukkan sebuah
bilangan baru untuk N, guna mengatur titik set dari counter tersebut. Bilangan N adalah
banyaknya pulsa-pulsa yang akan dihitung oleh counter sebelum counter itu mulai
dengan perioda baru (recycles); N diberikan dalam kode biner.

4.3.2. Pra-skala
Penyusun frekuensi sederhana seperti yang telah dilukiskan di atas hanya akan
menghasilkan frekuensi-frekuensi keluaran yang sama dengan kelipatan bilangan utuh
dari frekuensi pedoman, fr. Jika diinginkan frekuensi-frekuensi lain yang terletak
diantara nilai-nilai tersebut, harus digunakan praskala. Alasan lain dari pemakaian
praskala ialah karena pada frekuensi-frekuensi tinggi (di atas 100 MHz) counter-
counter yang dapat diprogram tidak ada tersedia. Counter-counter praskala dengan
modulus-tetap digunakan untuk memperkecil hitungan ke suatu frekuensi di bawah
batas 100 MHz tersebut, dan kemudian keluaran praskala dapat mendorong sebuah
counter frekuensi rendah yang dapat diprogram dan yang dapat pula diperoleh dengan
mudah.
Gambar 37 menunjukkan bagaimana sebuah rangkaian praskala dapat digunakan untuk
memungkinkan pembagian dengan suatu bilangan yang tidak utuh (suatu bilangan yang
mengandung bagian pecahan). Rangkaian praskala adalah sebuah counter bermodulus-
dua; yaitu pada ragam (mode) yang satu rangkaian menghasilkan suatu keluaran untuk
setiap P pulsa-pulsa masukan, sedangkan pada ragam yang lainnya, sebuah keluaran
untuk setiap P+1 pulsa- pulsa masukan. Dua buah counter frekuensi rendah yang dapat
diprogram menghitung pulsa-pulsa keluaran dari rangkaian praskala; counter utama
menghitung B pulsa, dan counter kedua menghitung A pulsa.
Pada permulaan suatu siklus, kedua counter diatur untuk bilangan-bilangan yang
diprogramkan untuknya (yaitu B dan A). Selama counter A mengandung sebuah
bilangan bukan nol, praskala akan dibuat untuk menghitung dalam cara atau dalam
ragam P+1, sehingga rantai counter akan menghitung ke bawah untuk (P+1). A pulsa,
sampai counter A menjadi nol. Pada saat ini, rangkaian praskala akan dipaksa untuk
menghitung dalam cara P, dan juga masukan ke counter A akan dimatikan sehingga
counter A akan tetap pada keadaan nol

sampai counter B menyelesaikan hitungannya. Pada saat di mana counter A sudah


mencapai keadaan nol, counter B akan mengandung bilangan (B-A) dan kemudian akan
mulai menghitung ke bawah dari (B- A) pada setiap pulsa yang ke P dari keluaran. Bila
counter B mencapai nol, kedua counter kembali (reset) ke bilangan-bilangannya yang
diprogramkan dan perioda dimulai kembali.
Gambar 37. Penyusun frekuensi menggunakan praskala
Hasil dari prosedur praskala ini diperlihatkan dalam persamaan dibawah ini: fo
= Nfr
 A
= B Pfr
 
 P

= [ ( B – A ) (P) + (A) ( P + 1 ) ] fr
yang menghubungkan frekuensi keluaran pada frekuensi pedoman dengan modulus-
modulus dari ketiga counter sebagai suku-sukunya.
Karena setiap bilangan pecahan dapat dinyatakan dengan pendekatan yang sangat baik
sebagai perbandingan dari dua bilangan utuh, jumlah frekuensi- frekuensi tepat yang
dapat di”dial” (diminta) dari penyusun frekuensi ini bertambah banyak. Keuntungan
lain ialah bahwa hanya rangkaian praskala saja yang perlu bekerja pada frekuensi-
frekuensi yang sangat tinggi, sedangkan counter-counter yang dapat diprogram boleh
dibuat dari komponen-komponen frekuensi-rendah yang dapat diperoleh dengan
mudah.

4.4. Aplikasi PLL


Aplikasi hubungan pemakaian sebuah PLL termasuk :
1. Frekuensi sintesis, menyediakan penggandaan frekuensi sinyal referensi (Sebagai
contoh frekuensi pembawa untuk pengganda kanal sebuah unit citizen band (CB) atau
unit band radio marinir dibangkitkan menggunakan sebuah pengontrolan frekuensi
tunggal dan pembangkit ganda sebuah PLL.
2. Jaringan pendemodulasian FM untuk pengoperasian fm dengan kelinieran yang
mantap diatara frekuensi sinyal input dan tegangan output PLL.
3. Pendemodulasian dua transmisi data atau frekuensi pembawa dalam tranmisi data
digital yang digunakan dalam operasi pergeseran frekuensi terkunci (FSK).
1. Variasi luas daerah yang termasuk modem. Penerima dan pemancar telemetri, dekoder
nada, detektor AM dan filter penjejakan.

4.4.1. Frekuensi Demodulasi


Demodulasi FM atau pendeteksian dapat secara langsung didapatkan dengan
menggunakan rangkain PLL. Jika frekuensi terpusat, maka PLL dipilih atau dirancang
pada frekuensi pembawa FM. Tegangan pemodulasian, yang diharapkan, bervariasi
dalam sebagian nilai untuk memvariasikan sinyal frekuensi. Rangkaian PLL kemudian
dioperasikan seperti frekuensi menengah (IF) lengkap, pembatas dan demodulator seperti
yang digunakan dalam penerima FM.
Unit PLL yang popular adalah 565, terdiri dari detektor fase, amplifier dan VCO, yang
hanya sebagian yang dihubungkan secara internal, seperti gambar 38 dibawah ini.
Amplifier

Phase detektor

VCO

Gambar 38. Unit PLL 565 untuk demodulasi FM

Sebuah resistor dan kapasitor eksternal, R1 dan C1, digunakan untuk mengeset operasi
bebas atau frekuensi tengah VCO. Kapasitor eksternal lain, C2, digunakan untuk
mengeset low-pass filter dan output VCO dihubungkan kembali seperti input pada
detektor fase untuk menutup loop PLL.
Type 565 menggunakan dua suplai daya, yakni V+ dan V-.

Amplifier

Phase Detector

VCO

Gambar 39. Hubungan PLL 565 untuk bekerja sebagai demodulator FM.

Gambar 39 diatas menunjukkan hubungan PLL 565 pada operasi sebagai modulator FM.
Resistor R1 dan Kapasitor C1 mengeset frekuensi free running, fo.

0,3 0,3
fo = = 136,36 kHz
R1
= C1 (1010 )  (2201012
3

Dengan pembatasan 2 k < R1 20 k, maka range pengunci adalah :

 8 fo
Fl = V
8  (136,36 103 )
= +
6
= + 181,8 kHz

Untuk tegangan suplai V = +6 V, maka range jangkauan adalah :

Fc = + 1  2  fl
2 R2  C 2
= + 1 2  (181,8103 ) (3,6 103 )  (330 1012 )
2

= 156,1 kHz.

Sinyal pada kaki 4 adalah gelombang persegi 136,36 Khz. Sebuah input range pengunci
181,8 kHz akan dihasilkan dalam tegangan output pada kaki 7 yang bervariasi sekitar
level tegangan dc yang diset dengan input sinyal pada fo. Output pada kaki 7 sebagai
fungsi input frekuensi sinyal ditunjukan seperti gambar 40.
Tegangan dc pada kaki 7 secara linier dihubungkan pada frekuensi sinyal input sampai
range frekuensi fl = 181,8 kHz mengelilingi frekuensi tengah 136,36 kHz. Tegangan
output merupakan sinyal pemodulasian itu divariasi dengan frekuensi sampai operasi
range yang spesifik.

Gambar 40. Output frekuensi pada kaki 7


4.4.2. Dekoder FSK
Sebuah sinyal dekoder FSK (Frekuensi shift keying) dapat dibangun seperti gambar
41 berikut :

8 10
2 7
6
565
3 5
9 14

Gambar 36 Hubungan 565 sebagai FSK


Gambar 41. Dekoder FSK
Dekoder menerima sinyal pada satu atau dua frekuensi pembawa yang berhubungan
1270 Hz atau 1070 Hz, yang menggambarkan level logic RS-232C tanda (-5) atau space
(+14).
Seperti sebuah sinyal muncul pada input, loop dikunci pada frekuensi input dan tracknya
diantara dua frekuensi yang mungkin dengan sebuah pergeseran dc bersamaan pada
output.

Filter diagram RC (tiga seksi C = 0,02 F dan R = 10 k) digunakan untuk


memindahkan komponen frekuensi penjumlah. Frekuensi free-running diatur melalui R1
karenanya level tegangan dc pada output (kaki 7) adalah sama seperti kaki 6.
Kemudian input pada frekuensi 1070 Hz akan mengendalikan tegangan ouput dekoder
pada level tegangan lebih positif, pengendalian output digital pada level tinggi (space
atau +14 V).
Sebuah input pada 1270 Hz akan secara bersamaan mengendalikan output dc
565 lebih positif dengan ouput digital, dimana kemudian didrop pada level rendah
(mark atau – 5 V).

Anda mungkin juga menyukai