Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Banyaknya tindak pidana yang terjadi sangat meresahkan masyarakat.

Setiap saat tindak pidana dapat menimpa diri siapapun. Hal ini menyebabkan

masyarakat tidak bisa tenang dalam menjalankan rutinitasnya. Oleh karena itu

pemerintah dengan dibantu masyarakat telah berupaya untuk menanggulangi

kejahatan. Upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan secara preventif

maupun represif. Dalam hal ini upaya preventif dipandang lebih baik dari upaya

represif karena upaya preventif relatif tidak membutuhkan biaya dan tenaga yang

banyak seperti pada upaya represif.

Patroli bertujuan untuk mencegah bertemunya faktor niat dan kesempatan,

dengan begitu diharapkan angka kejahatan dapat ditekan dan setiap gejolak serta

perkembangan situasi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat diketahui.

Disamping itu dengan adanya patroli mencerminkan kehadiran Polri ditengah

masyarakat yang dapat memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan

kepada masyarakat.

Masalah kejahatan yang terjadi di lingkungan masyarakat adalah

merupakan masalah yang timbul disosial masyarakat karena dalam latar belakang

suatu tindak kejahatan sudah tentu ada sebab dan penyebabnya. Serta akibat yang

dihasilkan dari sebuah kejahatan tersebut. Maka kesadaran masyarakat akan suatu

pentingnya untuk mencegah suatu kejahatan adalah sangat diharapkan karena

1
sekuat-kuatnya penegak hukum jika tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat

sendiri tidaklah cukup. Sehingga masih banyak masyarakat yang belum sadar

akan akibat dari sebuah tindak kejahatan yang akan menimbulkan kerugian bagi

diri sendiri dan orang lain.

Aparat penegak hukum merupakan unsur yang paling penting dalam

pencegahan tindak pidana seperti contohya Kepolisian, yang mana aparat penegak

hukum ini bertugas untuk meminimalkan suatu tindak pidana dan pencegahan

segala macam tindak pidana yang akan muncul pada masyarakat karena suatu

peraturan dibuat untuk mengatur masyarakat dan peraturan tersebut tidak akan

berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat apabila tidak ada aparat

penegak hukum yang menegakan peraturan tersebut.

Pelaksanaan patroli dirumuskan dalam UU nomor 2 tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 14 ayat (1) huruf a yang berbunyi

“Melaksanakan pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan patroli terhadap kegiatan

masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan”. Dengan demikian pihak Polri

memiliki kewajiban untuk melaksanakan patroli sebagaimana diatur dalam

undang-undang tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata pelaksanaan patroli tidak bisa

berjalan dengan lancar, hal ini karena banyaknya hambatan yang dihadapi oleh

pihak kepolisian dalam melaksanakan patroli. Hambatan-hambatan itu berasal dari

dalam tubuh Polri sendiri (Internal) maupun berasal dari luar Polri (Eksternal)

2
Selama ini intensitas kegiatan patroli yang dilakukan oleh pihak kepolisian

dirasa sangat kurang. Dengan terbatasnya intensitas kegiatan patroli akan

memberikan peluang yang besar kepada pelaku kejahatan untuk menjalankan

aksinya. Hal inilah yang menyebabkan pelaksanaan patroli tidak efektif dalam

mencegah tindak pidana yang terjadi, khususnya tindak pidana pencurian yang

semakin tahun angka kejadiannya semakin meningkat seperti data yang didapat

dari Kepolisian Sektor Landono pada observasi awal oleh penulis, oleh karena itu

disarankan agar pihak kepolisian menambah intensitas kegiatan patroli. Hal ini

perlu dilakukan karena pergerakan kejahatan terjadi begitu cepat, dengan

ditambahnya intensitas kegiatan patroli diharapkan dapat mempersempit ruang

gerak pelaku Tindak Pidana Pencurian.

Namun dalam kenyataanya Penegakan hukum di masyarakat cenderung

berbeda dengan Asas-asas penegakan hukum yang ada karena di masyarakat,

peraturan hukum (Pisau Hukum) lebih cenderung bersifat tajam kebawah jadi

lebih pada rakyat kecil yang awam terhadap hukum. Polisi lebih mengedepankan

menerima pengaduan suatu perkara atau suatu kasus dari pada mensosialisasikan

kepada masyarakat tentang hukum jadi pemahaman masyarakat terhadap

peraturan hukum kurang. Sedangkan kalangan masyarakat yang paham hukum

lebih akan mencari payung hukum yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi

mereka yang kadang-kadang untuk kepentingan bisnis, seperti halnya para penjual

kayu illegal mereka cenderung leluasa untuk melakukan bisnisnya karena

mempunyai payung hukum berupa back up dari aparat Kepolisian sendiri ataupun

TNI yang sudah jelas itu melanggar undang-undang.

3
Seperti yang terjadi di wilayah hukum Kepolisian Sektor Landono

bagaimana upaya pihak Kepolisian untuk menangani tindak kejahatan di wilayah

hukum tersebut kalau di atas sudah dikemukaakan bahwa penegakan hukum lebih

bersifat penanganan suatu kasus yang sudah terjadi atau laporan masyarakat, akan

tetapi kejahatan di masyarakat tidaklah cukup hanya ditangani hanya seperti itu.

Contohnya banyaknya penyakit masyarakat yang berupa minum minuman keras,

Pencurian, Pemerkosaan, dan lain sebagainya problematika yang terjadi di

masyarakat ini tidak bisa hanya ditangani secara sepihak saja/penanganan kasus

yang sudah terjadi tetapi harus ditangani lebih mendalam seperti sosialisasi

kemasyarakat, pendekatan melalui tokoh agama, adat dll.

Dan kebanyakan kejahatan tersebut terjadi karena kurangnya intensifitas

dari pihak kepolisian yaitu Patroli Polisi karena wujud dari patroli polisi tersebut

sangat penting untuk pencegahan dari sebuah tindak kejahatan selain berguna

untuk mencegah kajahatan atau tindak kriminal juga memberi rasa aman kepada

masyarakat karena di wilayah hukum Sektor Landono tersebut ada beberapa desa

yang sangat rawan akan tindak Pidana Pencurian, ini marak terjadi jika tidak ada

pengawasan berkala dari pihak kepolisian karena mereka jika hanya ditangkap

sekali terus dilepaskan begitu saja, mungkin tidak ada efek jera yang dirasakan

oleh para pelaku akan tetapi jika pihak kepolisian terus menyisir wilayah-wilayah

tersebut tentu mereka akan terus merasa diawasi. Begitu pula di wilayah ini marak

juga terjadi perdagangan minuman beralkohol maka aparat kepolisian jika terus

konsekuen terhadap patroli untuk pencegahan maka sudah tentu para penjual

4
ataupun distributor akan cepat bisa ditangani, jadi tidak hanya para konsumen saja

tetapi sampai pada akar atau asal dimana titik kejahatan tersebut bisa dicegah.

Akibat hukum apabila Patroli polisi ini lemah maka akan berakibat pada

maraknya Tindak Pidana Pencurian yang akan terjadi dan menimbulkan keresahan

pada masyarakat, akan tetapi jika patroli di sini rutin dan berkala dan mencakup

semuanya maka akan menimbulkan rasa aman kepada masyarakat dan bisa

mencegah terjadinya tindak pidana pencurian maupun tindak kejahatan lainya.

Di sini penulis ingin mengemukakan tentang salah satu upaya pencegahan

kejahatan yang dilakukan secara preventif yaitu mengenai efektivitas pelaksanaan

patroli terhadap tingkat kriminalitas berupa pencurian yang terjadi di dalam

masyarakat. Permasalahan inilah yang hendak dikaji oleh penulis mengingat

patroli merupakan salah satu upaya untuk menciptakan Kamtibmas yang mana

selama Patroli belum bisa dikatakan efektif dalam upaya pencegahan Tindak

Pidana pencurian yang marak terjadi di wilayah Hukum Polsek Landono, maka

inilah yang mendasari penulis untuk meneliti lebih lanjut melalui Skripsi Hukum

dengan judul, Efektivitas Patroli polisi terhadap pencegahan tindak pidana

pencurian di wilayah hukum Polsek Landono.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Pengaruh Patroli Polisi dalam Pencegahan Tindak Pidana

Pencurian yang terjadi di wilayah Hukum Kepolisian Sektor Landono?

5
2. Apa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pelaksanaan Patroli

Polisi Dalam Pencegahan Tindak Pidana Pencurian di Kepolisian Sektor

Landono?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Pengaruh patroli polisi dalam pencegahan tindak

pidana pencurian yang terjadi di wilayah Kepolisian Sektor Landono.

2. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas

Pelaksanaan Patroli Polisi Dalam Pencegahan Tindak Pidana Pencurian di

Kepolisian Sektor Landono.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademik: Diharapkan penelitian ini memberikan sumbangan

pemikiran dibidang ilmu Hukum Pidana ataupun penemuan teori baru

tentang pola penanganan polisi terhadap pencegahan tindak pidana baik

berupa pola pendekatan kepada masyarakat dan tokoh agama sehingga

menimbulkan kesadaran hukum terhadap masyarakat.

2. Manfaat Praktis: Diharapkan menjadi pertimbangan bagi pihak yang

berkepentingan baik polisi maupun masyarakat dalam membentuk

masyarakat yang sadar hukum.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana

Hukum Pidana Memuat peraturan-peraturan yang mengandung keharusan

dan larangan terhadap pelanggaranya diancam dengan hukuman berupa siksa

badan. Bila kita mendengar kata ‘Pidana” muncul dalam persepsi kita sesuatu hal

yang kejam menakutkan bahkan mengancam. Benarlah demikian karena secara

arti dan makna Pidana artinya Nestapa. Artinya orang yang terkena hukum pidana

orang yang nestapa terbelenggu jiwa dan raganya, namun kenestapaan itu bukan

dari orang lain melainkan dari diri sendiri ataupun sebagai akibat dari

perbuatannya sendiri.

Menurut Teguh Prasetiyo sebagaimana dikutip oleh Ismu Gunadi dan

Jonaedi Efendi (2011:52) Tujuan diadakannya Hukum Pidana adalah

Melindungi kepentingan masyarakat sebagai suatu kolektivitas dari


perbuatan-perbuatan yang mengancamnya maupun merugikanya baik itu
datang dari perseorangan maupun kelompok. Berbagai kepentingan
bersifat kemasyarakatan antara lain ialah ketentraman, ketenangan dan
ketertiban hidup bermasyarakat.
Dalam salah satu seminar kriminologi ke-3 tahun 1976 di semarang antara

lain, hukum pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu Sosial Defence

yaitu perlindungan masyarakat namun demikian, dalam persepektif barat yang

kehidupan bersamanya didasarkan paham-paham seperti individualisme dan

liberalisme, konsep tentang diadakannya, hukum pidana cenderung diorentasikan

untuk memberikan perlindungan berbagai macam kepentingan warga negara

secara individu dari kesewenang-wenangan penguasa. Konsep demikian antara

7
lain dapat ditelusuri melalui berbagai pemikiran barat khususnya yang terkait

dengan azas legalitas. Sementara itu ada pemikiran yang menggabungkan

sekaligus dua tujuan diadakanya hukum pidana yang telah disebutkan di atas. Dan

pada akhirnya konsep bahwa Hukum pidana diadakan dengan tujuan disamping

untuk melindungi kepentingan-kepentingan yang bersifat kemasyarakatan,

sekaligus secara implist melindungi secara perseorangan.

Perlu diketahui munculnya Hukum pidana diakibatkan adanya kejahatan.

Pertanyaan selanjutnya. ”Mengapa ada orang jahat? Untuk menjawab tersebut

berikut ini dijelaskan sebab-sebab kejahatan sebagaimana dikutip oleh Ismu

Gunadi dan Jonaedi Efendi (2011:13)

Pertama, Menurut C.Lombrosso adalah Aliran biologi-kriminal, teori ini


menyimpulkan bahwa memang ada orang jahat yang terbawa sejak lahir
dan tiap penjahat memang banyak sifat yang menyimpang dari kebiasaan
orang.
Kedua, Aliran Sosiologi-Kriminal Pencetus aliran ini adalah A
Lacassagne. Aliran ini menolak aliran di atas dengan mengeluarkanya
pendapat bahwa setiap orang pada dasarnya tidak jahat, Ia berbuat jahat di
sebabkan karena susunan corak dan sifat masyarakat di mana dia hidup.
Ketiga, Aliran Bio-Sosiologis, Pengajarnya adalah adalah E Ferri Aliran
ini merupakan sintesa kedua aliran di atas yang menyimpulkan kejahatan
adalah hasil dari faktor-faktor individual dan sosial.
Dari ketiga teori di atas pada akhirnya memunculkan beberapa teori

tentang tujuan hukum pidana sebagaimana dikutip oleh Ismu Gunadi dan Jonaedi

Efendi (2011:15) adalah:

a . Teori Mutlak (Pembalasan) yang pengagasnya adalah Immanuel kant,


Hegel, Herbart, Stahl Ajaranya Dasar keadilan hukum itu harus dalam
perbuatan jahat itu sendiri, Hukuman itu melulu untuk menghukum saja
mutlak dan membalas perbuatan itu (Pembalasan).

8
b . Teori Relatif (Tujuan) yang Pengagasnya adalah Frans Von Lizt, Van
Hommel, D Simmons tujuan hukum pidana adalah sama akan tujuan untuk
mencegah Kejahatan. Tujuan hukum pidana adalah membinasakan orang
yang melakukan kejahatan dari pergaulan masyarakat. Dasar hukumya
adalah untuk menjamin ketertiban hukum Negara melindungi masyarakat
dengan cara membuat peraturan yang mengandung larangan dan keharusan.
c . Teori Gabungan Dasar hukuman terletak pada kejahatan itu sendiri yaitu
pembalasan atau siksaan (Teori Mutlak) di sampingnya itu di akuinya dasar-
dasar tujuan dari pada hukuman. Penganut aliran ini di antaranya adalah
binding
Sementara dalam berbagai perundang-undangan sendiri digunakan

berbagai istilah untuk menunjukan kata strafbaarfeit atau dalam bahasa Indonesia

adalah tindak pidana, seperti yang dikemukakan Sudarto yang dikutip oleh Ismu

Gunadi dan Jonaedi Efendi (2011:40) adalah:

a. Peristiwa Pidana istilah ini digunakan dalam undang-undang dasar


sementara (UUDS) tahun 1950 khususnya pasal 14.
b. Perbuatan Pidana istilah ini digunakan dalam undang-undang nomor 1 tahun
1951 tentang tindakan sementara untuk menyelenggarakan suatu susunan,
kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil.
c. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum istilah ini digunakan dalam
undang-undang darurat nomor 16 tahun 1951 tentang penyelesaian
permasalahan perburuhan.
d. Tindak Pidana Istilah ini digunakan dalam undang-undang, misalnya
1) Undang-undang darurat nomor 7 tahun 1953 tentang pemilihan umum.
2) Undang-undang darurat nomor 7 tahun 1953 tentang pengusutan
penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi.
3) Penetapan presiden nomor 4 tahun 1953 tentang kewajiban kerja bakti
dalam permsyarakatan bagi terpidana karena melakukan tindak pidana
kejahatan.
Mengenal definisi tindak pidana dapat dilihat pendapat beberapa pakar

yang dikutip oleh Leden Marpaung (1991:23) antara lain:

9
Menurut VOS. Delik Adalah ‘Feit’ Yang dinyatakan dapat dihukum
melalui undang-undang.
Menurut Van Hammel Delik Adalah suatu serangan atau ancaman hak
orang lain.
Menurut Simons, Delik Merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum
yang di lakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seorang yang
dapat di pertanggungjawabkan tindak pidananya oleh undang-undang telah
dinyatakan suatu tindakan yang dapat di hukum tindakanya.
Dengan demikian secara sederhana Tindak pidana adalah perbuatan yang

dilarang oleh suatu peraturan hukum, larangan dimana disertai ancaman (sanksi)

yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

1. Unsur-Unsur Tindak Pidana.

Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu peraturan hukum

larangan dimana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa

yang melanggar larangan tersebut.

Untuk mengetahui adanya tindak pidana harus terlebih dahulu dirumuskan

dalam perundangan-perundangan tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan

disertai dengan sanksi. Rumusan-rumusan tersebut menemukan beberapa unsur

atau syarat yang menjadi ciri sifat atau khas larangan tersebut sehingga dengan

jelas dapat dibedakan dari perbuatan yang tidak dilarang, perbuatan pidana

menunjukan pada sifat perbuatan saja yaitu dapat dilarang dengan ancaman

pidana jika dilanggar.

Secara sederhana Simons yang dikutip oleh Ismu Gunadi dan Jonaedi

Efendi (2011:15) menuliskan beberapa unsur pidana berikut:

10
1 ) Perbuatan manusia (positif atau negative berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan)
2 ) Diancam dengan hukuman (Statbart gesteld)
3 ) Melawan Hukum (onrechtmatig)
4 ) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband stand)
5 ) Oleh Orang yang bertanggung Jawab
Untuk lebih jelasnya Simons mengemukaan Unsur Objektive dan Unsur

Subjektive dari tindak pidana (strafbaar feit). Unsur Objektive Perbuatan orang

itu akibat yang kelihatan dari perbuatan itu. Sedangkan Unsur Subjektive Orang

yang mampu bertanggung jawab, adanya kesalahan (dollus dan culpe). Perbuatan

harus dilakukan dengan kesalahan, kesalahan ini dapat berhubungan dengan

akibat dari perbuatan atau dengan perbuatan dimana perbuatan itu dilakukan.

Sementara menurut Moeljianto (2009:18) unsur-unsur perbuatan pidana adalah

perbuatan manusia yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat

Formill) dan sifatnya melawan Hukum (syarat Materill)

Sedangkan unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljianto (2009:18)

terdiri dari:

a. Kelakuan Akibat
b. Hal Ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan yang dibagi
menjadi:
1) Unsur Subjektive atau pribadi yaitu diri orang yang melakukan
perbuatan. Misalnya unsur pegawai negeri yang tergabung dalam delik
jabatan seperti dalam tindak pidana korupsi. Pasal 418 KUHP jo Pasal 1
ayat (1) sub c
2) Unsur Objektive atau non pribadi yaitu mengenai keadaan di luar si
pembuat misalnya pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka
umum. Apabila pengasutan di sini tidak di depan hukum maka tidak
diterapkan pasal ini.

11
2. Jenis-Jenis Tindak Pidana.

a. Kejahatan dan Pelanggaran.

Pembagian tindak pidana atas kejahatan dan pelanggaran ini disebut oleh

undang-undang. KUHP buku ke II memuat delik yang disebut pelanggaran tetapi

kriteria apakah yang dipergunakan untuk membedakan dua jenis delik itu? namun

KUHP tidak menjelaskannya, ia hanya memasukan dalam kelompok pertama

kejahatan dan dalam kelompok kedua pelanggaran. Ada dua pendapat yang

mencoba menemukan pebedaan antara kejahatan dan pelanggaran:

Pendapat pertama menyatakan antara kedua jenis delik itu ada kuantitatif

diantara ini didapati 2 (dua) jenis delik, yaitu:

1) Rechdelitcen yaitu Perbuatan yang bertentangan dengan keadilan terlepas


apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau
tidak, yang dirasakan masyarakat contohnya pembunuhan, pencurian.
Delik Semacam ini disebut dengan Kejahatan.
2) West Delicten Yaitu Perbuatan Oleh Umum Yang disadari sebagai tindak
pidana karena undang-undang menyebutnya sebagai delik. Jadi karena
undang-undang mengancamnya dengan pidana, misalnya memarkir mobil
di sebelah kanan delik-delik ini disebut sebagai pelanggaran
Meskipun demikian, perbedaan secara kualitatif tidak dapat diterima sebab

ada kejahatan yang baru disadari sebagai delik karena tercantum di dalam KUHP,

jadi sebenarnya tidak segera dirasakan sebagai bertentangan dengan rasa keadilan.

Pendapat Kedua antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat

kuantitatif. Pendirian ini hanya meletakan kriterium pada perbedaan yang dilihat

dari segi kriminologi di mana pelanggaran dapat lebih ringan dari sebuah

kejahatan.

12
b. Delik Formil dan Delik Materill (delik dengan perumusan secara formil

dan delik perumusan secara materill).

1) Delik Formil adalah delik yang perumusanya dititik beratkan pada


perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan telah
dilakukanya perbuatan seperti yang sudah tercantum di dalam rumusan
delik. Contoh: Penghasutan dalam (Pasal 160 KUHP) di muka umum
menyatakan merasakan kebencian, permusuhan atau penghinaan
kepada salah satu atau lebih golongan rakyat Indonesia (pasal 156
KUHP) ”Penyuapan (Pasal 209.210 KUHP); Pencurian (Pasal 362
KUHP).
2) Delik Materill adalah delik yang perumusannya dititik beratkan kepada
akibat yang tidak dikehendaki (di Larang) delik ini baru selesai jika
akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi. Contoh Pembakaran
(Pasal 187 KUHP) Penipuan (Pasal 378 KUHP) Pembunuhan (Pasal
338 KUHP) batas delik Formil dan materil Tidak Tajam.
c. Delik Commisionis, delik Ommisionis dan delik commisionis per

ommisionen commissa.

1) Delik Commisionis: Delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan


yaitu berbuat sesuatu yang dilarang pencurian, penggelapan, penipuan.
2) Delik Ommisionis: Delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah
yaitu tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan/yang diharuskan.
Misalnya tidak menghadap sebagai saksi dipengadilan. (Pasal 522
KUHP)
3) Delik commisionis per ommisionen commissa: Delik berupa
pelanggaran larangan (dus delik commisionis) akan tetapi dapat di
lakukan dengan cara tidak berbuat. Misalnya seorang ibu yang
membunuh anaknya dengan cara tidak memberi air susu (Pasal
338,340 KUHP) seorang penjaga wissel/palang kereta api yang lalai
tidak memindahkan wissel sehingga menyebabkan kecelakaan kereta
api (Pasal 531 KUHP)
d. Deli dolus dan delik culpa.

1) Delik dolus: Delik yang memuat unsur kesengajaan. Misal Pasal-

pasal 187, 197, 245, 263, 310, 338 KUHP.

13
2) Delik culpa: Delik yang memuat unsur kealpaan sebagai sebagai

salah satu unsur. Misal Pasal 195, 197, 201, 203, 231, ayat 4 dan

Pasal 360 KUHP.

e. Delik Tunggal dan delik Berangkai.

1) Delik Tunggal: delik yang cukup dilakukan perbuatan satu kali.

2) Delik Berangkai: delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan

beberapa kali perbuatan. Misal Pasal 481 (penadahan sebagai

Kebiasaan)

f.Delik yang berlangsung terus dan delik selesai.

1) Delik yang berlangsung Terus: delik yang mempunyai ciri ada


keadaan terlarang itu berlangsung terus, Misal merampas
kemerdekaan seseorang.
2) Delik selesai: delik dengan tiada lebih dari satu perbuatan yang
mencakup melakukan, menimbulkan akibat tertentu seperti
menghasut membunuh membakar dan sebagainya.
g. Delik Aduan atau delik laporan.

Delik aduan: delik yang penuntutanya hanya dilakukan apabila ada

tuntutan atau pengaduan dari pihak yang terkena (gelaeederde partij).

Misal Penghinaan (Pasal 310 KUHP) Perzinahan (Pasal 284 KUHP)

h. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatnya dan peringannya.

Delik yang ada pemberatanya, misalnya Penganiayaan yang

mengakibatkan luka berat atau matinya orang (Pasal 351 ayat 2 KUHP).

Pencurian pada waktu malam hari, ada delik yang ancaman pidananya di

14
peringan karena dilakukan pada waktu tertentu Misalnya Pembunuhan

terhadap anak-anak.

i. Delik ekonomi (biasanya disebut tindak pidana Ekonomi) dan bukan delik

ekonomi.

Apa yang disebut tindak pidana ekonomi itu terdapat dalam Pasal 1

Undang-Undang Darurat nomor 7 Tahun 1955, tentang tindak pidana

ekonomi.

3. Bentuk-Bentuk Hukum Pidana.

Hukuman adalah ancaman bersifat penderitaan dan siksaan saksi atau

hukuman bersifat penderitaan karena hukuman dimaksudkan sebagai hukuman

terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh seorang terhadap kepentingan hukum

yang dilindungi hukum pidana. Menurut Moeljianto (2009:18) bentuk-bentuk

hukum pidana telah diatur dalam buku 1 KUHP Bab ke-2 yaitu Pasal 10 sampai

dengan Pasal 43 KUHP. Bentuknya diuraikan sebagai berikut:

a. Pidana mati adalah satu-satunya hukuman yang menjadi diskursus di


masyarakat sebab hukuman mati merampas kehidupan seseorang.
b. Pidana penjara adalah pidana yang membatasi kemerdekaan seseorang
yaitu dengan menempatkan terpidana di tempat khusus yaitu suatu
lembaga pemasyarakatan, dimana narapidana tidak bisa bebas keluar
masuk dan wajib mengikuti peraturan dan tata tertib yang berlaku di
dalamnya.
c. Pidana kurungan adalah hampir sama dengan jenis pidana penjara namun
pidana ini lebih ringan dari pidana penjara karena berbatas waktu dan bisa
membawa peralatan sendiri.
d. Pidana denda adalah alternatif dari pidana kurungan.

15
e. Pidana tutupan adalah pidana yang disediakan bagi politisi yang
melakukan kejahatan disebabkan oleh ideology yang dianutnya.
4. Subjek Tindak Pidana.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya unsur tindak pidana pertama adalah

perbuatan manusia. Pada dasarnya yang melakukan tindak pidana adalah manusia

sendiri. Menurut Sjahdeni (2009:45) perkembangan subjek tindak pidana bukan

hanya manusia saja akan tetapi juga Badan Hukum khususnya korporasi dalam

buku 1 Pasal 120 rancangan KUHP tahun 1987 di beri pengertian sebagai berikut”

Korporasi adalah kumpulan teroganisir dari orang maupun kekayaan baik

merupakan badan atau bukan.

Dari sini pengertian korporasi lebih luas dari pada pengertianya menurut

hukum perdata, maka korporasi adalah badan hukum (legal person), menurut

hukum pidana meliputi baik badan hukum maupun bukan badan hukum. Pasal

166 RUU KUHP 2004 memberikan pengertian korporasi sebagai berikut

”Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang/dan kekayaan baik

merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

B. Dasar Hukum dan Standar Operasional Pelaksanaan Patroli Kepolisian.

Seperti yang dikemukakan oleh Iptu Denis Ariaputra Kepala Kepolisian

Sektor Landono (wawancara, 16 Mei 2013) Bahwa dasar hukum, maksud dan

tujuan dari Patroli Kepolisian adalah:

1. Dasar Hukum pelaksanaan Patroli Polisi adalah

a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia.

16
b) Program Quick Wins Polri tanggal 22 Januari 2009.

c) Keputusan Kapolri Nomor Kep/53/I/2010 tentang Renstra Polri Tahun


2010-2014.

d) Peraturan Kababinkam Polri Nomor 11 Tahun 2009 tanggal 31 Desember


2009 tentang patroli.

2. Maksud dan Tujuan diadakanya Patroli:

a) Maksud sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas patroli Quick Respons


di jajaran Polsek Landono untuk memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat melalui tugas polisi umum dalam kecepatan dan ketepatan
mendatangi TKP serta memberikan pertolongan pertama kepada
masyarakat yang membutuhkan melalui kegiatan patroli Quick Respons
Sabhara.

b) Tujuan agar terwujud persamaan persepsi dalam melaksanakan tugas


patroli Quick Respons oleh anggota Sabhara di seluruh jajaran Polsek
Landono dan terbangun sinergi antar fungsi Sabhara dengan fungsi lainnya
untuk membentuk interaksi positif antara Polri dengan masyarakat.

Dia juga menegaskan pada dasarnya dalam pelaksanaan kegiatan patroli

kepolisian polsek Landono sendiri sudah ada beberapa Standar Operasional

Pelaksanaan Patroli Kepolisian, sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

a. Persiapan sebelum berangkat patroli dengan kendaraan bermotor Roda


Dua, petugas patroli harus mengecek:

1) Bensin.

2) roda/ban.

3) peralatan P3K.

4) rem, air accu, lampu

b. Mengecek kesiapan petugas (fisik, mental, sikap tampang dan gampol).

17
c. Menyiapkan perlengkapan/peralatan antara lain.

1) Senpi sesuai kebutuhan.

2) borgol.

3) tongkat ”T”.

4) Peluit.

d. Menyiapkan kelengkapan administrasi surat antara lain:

1) Kartu pengenal (KTA, KTP, SIM dan STNK).

2) Surat perintah tugas.

3) Buku catatan.

4) Blanko rencana kegiatan patroli.

5) Blanko laporan hasil patroli, laporan kejadian dan laporan informasi.

e. Cek perlengkapan mobil patroli :

1) Perangkat pengeras suara.

2) Lampu rotator.

3) Public address.

4) Senter.

5) P3K.

6) Senter pengatur lalu lintas.

7) Traffic cone.

f. APP yang berkaitan.

1) Route dan sasaran patroli.

2) Cara bertindak dengan mengedepankan 3 S (senyum, sapa dan salam).

3) Sesuaikan dengan ancaman yang dihadapi di lapangan.

18
4) Hal-hal khusus yang perlu diatasi/dilakukan.

2. Tahap Pelaksanaan.

a. Cara bertindak secara umum setiap petugas patroli roda dua (R2) harus
melaksanakan tindakan sebagai berikut:

1) Memiliki kepekaan dan kewaspadaan.

2) Mampu membantu menyelesaikan permasalahan di masyarakat


(Problem Solving).

3) Menjelajah daerah route yang telah ditentukan dan melihat


kemungkinan adanya kerawanan.

4) Mendatangi tempat-tempat penyelenggaraan pengamanan swakarsa,


seperti pos keamanan lingkungan, pos satuan pengamanan, BKPM dan
pos-pos pengamanan lainnya untuk tukar menukar informasi.

5) Mendekati tempat-tempat kerumunan kegiatan masyarakat.

6) Berkoordinasi dengan masyarakat dengan maksud memperoleh


informasi penting bagi petugas.

7) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan yang


diperlukan masyarakat.

8) Memberikan himbauan kepada masyarakat yang karena


ketidaktahuannya melakukan pelanggaran.

9) Melakukan TPTKP, tipiring dan tindakan represif terbatas.

10) Mencatat segala informasi yang didapat dari masyarakat maupun yang
ditemukan sendiri ke dalam buku catatan (blangko patroli, laporan
kejadian dan laporan informasi).

11) Melaporkan perkembangan situasi selama melakukan kegiatan patroli


terutama apabila dipandang perlu meminta bantuan lebih lanjut.

12) Patroli dengan kendaraan sepeda motor harus dapat membantu dan
mengawasi patroli bersepeda dan patroli berjalan kaki pada titik/tempat
kontrol tertentu.

b. Cara bertindak secara khusus, petugas patroli roda dua (sepeda motor)
dalam melaksanakan tugas harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

19
1. Sikap petugas patroli: petugas tegap, pandangan bebas, membawa
senjata api sesuai ketentuan, mengikuti peraturan lalu lintas yang
berlaku, sebagai penghubung dan koordinasi dengan patroli berjalan
kaki dan patroli bersepeda, memberikan bantuan bila diperlukan oleh
patroli bersepeda dan berjalan kaki, kecepatan sedang-sedang saja agar
dapat melakukan pengamatan.

2. Perhatikan tempat-tempat rawan dan kendaraan di jalan:

1) Kendaraan berjalan tidak wajar.

2) Sengaja menghindarkan diri dari petugas patroli.

3) Kendaraan parkir tidak wajar, kendaraan yang mencurigakan.

4) Kendaraan yang melanggar peraturan lalu lintas diambil tindakan


sesuai prosedur.

3. Mengenali daerah patroli:

1) Kenali bangunan yaitu letak bangunan (gedung, instansi


pemerintah dan Obvit).

2) Kenali jalan-jalan yaitu arah tujuan dan tempat rawan.

3) Kenali penduduk/masyarakat yaitu pejabat, tokoh masyarakat,


pemuda tokoh agama dan tokoh adat.

4. Cara membawa senjata api:

1) Peluru ada di dalam magasin dimasukkan ke senjata

dan terkunci.

2) Senjata api genggam agar dimasukkan dalam holster

yang ditutup.

5. Posisi patroli bersepeda motor yaitu:

1) Dilaksanakan minimal 2 orang anggota Polri dengan menggunakan


1 unit sepeda motor.

2) Pengendara sepeda motor terdiri dari 1 orang sebagai senior dan 1


orang sebagai junior.

20
6. Tindakan petugas:

1) Tindakan harus berdasarkan norma/peraturan/instruksi dari atasan.

2) Tindakan pertama yaitu tindakan segera apabila menemukan kasus


tertangkap tangan, kebakaran, kecelakaan lalu lintas, dsb.

3) Diupayakan tidak mengikuti route yang sama.

4) Berhenti di tempat tertentu dan bila bertemu orang sesekali diajak


bicara, mungkin ada informasi penting (terutama di tempat yang
rawan).

5) Sesekali boleh berjalan kearah semula.

6) Berhenti amati segala arah terutama patroli yang dilaksanakan pada


malam hari dan di tempat yang sunyi.

7) Berhenti sebentar di persimpangan dan tempat berlindung serta


melihat/mengamati disekelilingnya.

8) Kenali route wilayah patroli untuk mengetahui situasi atau keadaan


yang ganjil, misalnya: pintu/jendela yang terbuka.

9) Penjagaan/pos Pam (siang maupun malam) tidak tampak atau


ditinggal penjaganya
.
10) Kenali lokasi kesibukan khusus/kegiatan masyarakat (keramaian,
rapat, pengajian, dsb).

11) Laporkan situasi dan bila ada hal yang ganjil segera dilaporkan
kepada atasan untuk meminta bantuan.

3. Instruksi, Koordinasi, Komando/Pengendalian dan Pembiayaan.

a. Intruksi.

1) Dalam pelaksanaan patroli petugas harus senantiasa cepat dan tanggap


dalam menilai situasi.

2) Hindari penggunaan senjata api, atau tindakan keras lainnya tanpa


alasan yang sah menurut undang-undang.

3) Hasil pelaksanaan tugas patroli agar dilaporkan pada kesempatan


pertama kepada atasan yang memberikan perintah.

21
4) Adakan kegiatan analisa dan evaluasi pelaksanaan patroli guna
peningkatan kualitas patroli berikutnya.

b. Koordinasi.

Laksanakan koordinasi sebaik-baiknya dengan satuan fungsi Kepolisian


maupun instansi terkait guna mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas
patroli.

c. Komando Pengendalian.

1) Komando dan pengendalian kegiatan patroli ditingkat Polda oleh


Dirsabhara.

2) Komando dan pengendalian kegiatan patroli ditingkat satuan Wilayah


(Polrestabes/Polres) oleh Kapolrestabes/Kapolres/ Kasatsabhara.

3) Komunikasi menggunakan peralatan/Alkom yang tersedia.

d. Pembiayaan.

Pembiayaan dalam kegiatan patroli dibebankan pada anggaran Polri.

4. Tahap Pengakhiran.

a. Konsolidasi:

1) Konsolidasi dilakukan oleh para petugas pelaksanan patroli Pencurian


Roda Dua dalam rangka mengakhiri kegiatan dengan melakukan
pengecekan kekuatan personel dan peralatan.

2) Apel konsolidasi dilakukan oleh petugas yang paling tinggi pangkatnya


dalam suatu kelompok/unit patroli/pimpinan/pengendali lapangan.

3) Melaporkan secara lisan dan tertulis kepada pusat pengendali/Kodal


tentang semua yang dilihat, didengar dan diperoleh serta tindakan
Kepolisian yang telah dilakukan selama pelaksanaan patroli.
C. Tindak Pidana Pencurian.

Seperti yang dikemukakan oleh Adami Chazawi (2003:5) menerangkan

bahwa telah disebutkan dalam Pasal 362 KUHP bahwa:

22
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”

Pencurian mempunyai beberapa unsur yaitu:

a. Unsur objektif, terdiri dari:

1) Perbuatan mengambil.

2) Objeknya suatu benda.

3) Unsur keadaan yang menyertai/melekat pada benda, yaitu benda

tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain.

b. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari:

1) Adanya maksud.

2) Yang ditujukan untuk memiliki.

3) Dengan melawan hukum.

Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian

apabila terdapat semua unsur tersebut diatas. Dari adanya unsur perbuatan yang

dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak

pidana formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materiil,

yang dilakukan dengan gerakan-gerakan otot yang disengaja yang pada umumnya

dengan menggunakan jari-jari dan tangan yang kemudian diarahkan pada suatu

benda, menyentuhnya, memegangnya, dan mengangkatnya lalu membawa dan

memindahkannya ketempat lain atau kedalam kekuasaannya.

Mengenai pembentukan pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda

bergerak (rorend goed) dan benda-benda berwujud (stoffelijk goed). Benda-benda

tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari

23
benda tetap dan menjadi benda bergerak. Benda bergerak adalah setiap benda

yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda

yang kekuasaannya dapat dipindahkan secara mutlak dan nyata adalah terhadap

benda yang bergerak dan berwujud saja.

Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja,

sedangkan yang sebagian milik petindak itu sendiri. Seperti sebuah sepeda milik

A dan B, yang kemudian A mengambilnya dari kekuasaan B lalu menjualnya.

Akan tetapi bila semula sepeda tersebut telah berada dalam kekuasaannya

kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan

penggelapan.

Jadi benda yang dapat menjadi obyek pencurian ini haruslah benda-benda

yang ada pemiliknya. Benda-benda yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi

objek pencurian. Adami Chazawi (2003:7) juga mengemukakan mengenai benda-

benda yang tidak ada pemiliknya ini dibedakan antara:

a. Benda-benda yang sejak semula tidak ada pemiliknya, disebut res nulius,


seperti batu di sungai, buah-buahan di hutan.

b.  Benda-benda yang semula ada pemiliknya, kemudian kepemilikannya itu


dilepaskan, disebut resderelictae. Misalnya sepatu bekas yang sudah
dibuang di kotak sampah.

D. Teori Efektifitas Hukum.

Sejauh mana tindakan yang dilakukan memerlukan azas kewajiban harus

dapat menilai sendiri secara pribadi. Penilaian pribadi ini bukan merupakan secara

bebas melainkan terikat pada batas-batas kewajibannya, agar tindakannya masih

dalam lingkungannya, untuk dapat menentukan batas-batas kewajibannya dan

untuk membatasi tindakan tindakan kepolisian, maka dipergunakan empat azas

24
yang diharapkan mampu membawa Kefektifan Hukum, seperti yang dikemukakan

Oleh Sardjito (2009:32), keempat azas tesebut antara lain:

1) Azas Keperluan/ notwending.


Azas ini menentukan bahwa tindakan hanya dapat diambil apabila
memang diperlukan untuk meniadakan suatu gangguan atau untuk
mencegah terjadinya suatu gangguan. Karena kalau tindakan yang
diperlukan tidak dilakukan, maka gangguan tersebut akan berlangsung
terus atau ancaman bahaya gangguan akan terjadi.

2) Azas Masalah sebagai patokan/Sachlich.


Azas ini menghendaki bahwa tindakan yang diambil akan dikaitkan
dengan masalah yang perlu ditangani. Ini berarti bahwa tindakan
kepolisian harus memakai pertimbangan-pertimbangan yang obyektif,
tidak boleh mempunyai motif pribadi. Petugas Polisi tidak boleh bertindak
terhadap seseorang hanya karena benci atau karena persoalan pribadi, rasa
simpati atau antipati tidak boleh mempengaruhi pengambilan-pengambilan
tindakan yang diperlukan, dan yang pasti tindakan yang membawa
keuntungan penindak atau teman-temannya bertentangan dengan azas ini.

3) Azas Tujuan sebagai ukuran/Zweckmassig.


azas ini menghendaki bahwa tindakan yang diambil betul-betul bertujuan
untuk mencapai tujuan sasaran, yaitu hilangnya suatu gangguan atau tidak
terjadinya suatu gangguan. Ini berarti bahwa sarana yang dipergunakan
dalam tindakan itu harus betul tepat sesuai tujuan sasaran. Sebuah
pengeras suara belum tentu cukup efektif untuk membubarkan
segerombolan anak nakal yang melakukan demo, dan dalam hal ini perlu
dipergunakan alat-alat atau sarana yang lebih tepat, misalnya semprotan
air/gas sebaliknya apabila suatu tindakan ringan seperti perintah lisan
sudah cukup untuk meniadakan sesuatu yang tidak diinginkan maka tidak
bijaksana dipergunakan tindakan yang keras.

4) Azas Keseimbangan/veredig
azas ini menghendaki bahwa dalam tindakan kepolisian harus dipelihara
suatu keseimbangan antara sifat keras lunanknya tindakan atau sarana
yang dipergunakan pada satu pihak, dan besar kecilnya suatu gangguan
atau berat ringannya suatu obyek yang harus ditindak pada pihak lain.
Suatu gangguan ketertiban yang kecil tidak perlu ditindak atau dicegah
dengan larangan-larangan yang mengurangi kebebasan bergerak bagi
orang-orang disekitar tempat gangguan itu.

Maka dengan empat azas tersebut Efektivitas Hukum bisa dicapai sesuai

dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-

25
undang RI Nomor 2 TH 2002 tentang Kepolisian diatur “Untuk kepentingan

umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.”

E. Tugas, Fungsi dan Wewenang Kepolisian.

Adapun Tugas, Fungsi dan Wewenang Kepolisian Seperti yang ditulis

oleh Gandung Sarjito di dalam skripsi Hukumnya (2009:24) adalah dapat di

jelaskan sebagai berikut:

1 . Fungsi Kepolisian.

Fungsi Kepolisian adalah dalam sistim peradilan pidana sangatlah penting

mereka menjadi garda paling depan didalam penegakan hukum pidana, fungsi

kepolisian yang sangat mendasar adalah fungsi penyidikan

a. Penyelidik adalah menurut pasal 1 angka 4 KUHAP, penyelidik adalah


Pejabat kepolisian Negara Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-
undang untuk melakukan penyelidikan.Wewenangnya adalah (tercantum
dalam Pasal 5 KUHAP) sebagai berikut:
1) Menerima laporan atau aduan seseorang tentang adanya tindak pidana.
2) Mencari keterangan dan barang bukti.
3) Memeriksa seseorang yang dicurigai.
4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
5) Penangkapan, larangan meninggalakan, penggledahan dan penyitaaan
6) Pemeriksaan dan penyitaan surat.
7) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
8) Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.
b. Penyidik adalah menurut pasal 1 angka 1 KUHAP Penyidik adalah Pejabat
polisi Republik Indonesia atau pejabat pegawai Negara sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan.Wewenang penyidik adalah

26
1) Menerima laporan/pengaduan dari seseorang adanya tindak pidana.
2) Melakukan tindakan pertama di TKP.
3) Memeriksa seseorang yang dicurigai.
4) Melakukan penangkapan penggledahan terhadap orang yang dicurigai.
5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
6) Mengadakan penghentian penyidikan.
2 . Ruang lingkup wewenang Kepolisian Negara RI

Kepolisian Negara Republik indonesia dalam melaksanakan wewenangnya

bukan tanpa batas, melainkan harus selalu berdasarkan hukum, karena menurut

penjelasan UUD 1945 dirumuskan “Bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas

hukum (Rechtstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat). Guna

terselenggaranya fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia diberikan

wewenang yang pada hakekatnya berupa “kekuasaan negara dibidang kepolisian

untuk bertindak atau untuk tidak bertindak” baik dalam bentuk upaya preventif

mapun upaya represif, namun demikian lingkup wewenang kepolisian tersebut

dibatasai oleh lingkungan kuasa hukum, dimana lingkungan kuasa hukum itu juga

didasarkan pada lingkungan-lingkungan sebagai berikut :

1) Lingkungan kuasa soal-soal (zaken gebeid) dimana hal ini termasuk


dalam kategori kopetensi hukum publik.

2) Lingkungan kuasa orang (persen gebeid) yaitu lingkungan yang


terjangkau oleh peraturan perundang-undangan dimana lingkup
pengaturannya adalah mengatur hukum acara atau prosedur
dilakukannya tindakan kepolisian.

3) Lingkungan kuasa tempat/ruang (Ruimte gebeid) maksudnya adalah


lingkungan yang dalam pengaturannya didasarkan pada berlakunya
Hukum Nasional Publik dan Hukum Internasional Publik, serta
hukum adat disuatu daerah/wilayah atau lokasi tertentu.

27
4) Lingkungan Kuasa waktu (tijdsgebeid) yaitu lingkungan yang dalam
pengaturannya mencakup batasan waktu yang diatur dalam ketentuan
undang-undang tentang kepolisian dan ketentuan undang-undang
tentang kadaluwarsa masalah tertentu.

Sesuai dengan sumber dan ruang lingkup wewenang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, maka dalam merumuskan bentuk-bentuk wewenang

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebaiknya ditinjau dari rumusan tugas-

tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang secara universal dapat

dikelompokan dalam tugas Kepolisian Preventif dan Tugas Kepolisian Represif

baik yang bersifat non justisial maupun justisial, tugas kepolisian preventif dan

represif non justisial dilaksanakan oleh seluruh anggota kepolisian Negara

Republik Indonesia, dengan demikian setiap anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia dengan sendirinya memiliki wewenang umum kepolisian. Tugas

kepolisian justisial dilaksanakan oleh setiap anggota kepolisian Negara Republik

Indonesia yang karena jabatannya diberikan wewenang khusus kepolisian di

bidang penyidikan

Penanggulangan dan pencegahan kejahatan dapat dilakukan dengan sarana

“Penal“ dan “Non Penal“, keduanya harus berjalan secara seimbang. Polri di

dalam menanggulangi kejahatan melakukan 2 (dua) pendekatan yaitu pendekatan

“Penal” yang berarti kegiatan yang bersifat Represif berupa tindakan upaya paksa

antara lain melakukan penangkapan terhadap para pelaku kejahatan, melakukan

penggeledahan, penyitaan barang bukti, penahanan dan proses penyidikan

sampai pelimpahan ke JPU (jaksa penuntut umum). Pendekatan“Non Penal” yang

berarti kegiatan yang bersifat Preventif yaitu kegiatan yang dilakukan oleh

petugas Polri maupun masyarakat itu sendiri.

28
3 . Kedudukan pejabat Kepolisian RI dalam Hukum

Berdasarkan Pasal 27 (1) Undang-undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa

segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan

dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya.

Dengan demikian Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai warga

negara dan masyarakat mempunyai kedudukan yang sama dengan warga negara

lainnya

4 . Bentuk pertanggungjawaban hukum.

Tindakan setiap Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

rangka wewenang hukum dapat dibenarkan, sedangkan tindakan yang diluar atau

melampaui wewenang hukumnya, atau memang tidak mempunyai wewenang

hukum untuk bertindak sewenang-wenang dan tidak wajar, harus dipandang

sebagai tindakan perseorangan secara pribadi yang harus dipertanggung jawabkan

secara hukum, sebagai berikut :

1) Pertanggungjawaban secara hukum disiplin.

2) Pertanggungjawaban secara hukum pidana.

3) Pertanggungjawaban secara hukum perdata.

4) Pertanggungjawaban secara hukum Tata Negara/Hukum Kepolisian.

Pertanggungjawaban secara hukum Etika Profesi melalui sidang komisi

kode etik. Pertanggungjawaban hukum Pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia tersebut diatas perlu dirumuskan secara jelas untuk memberikan

29
kepastian hukum dan keadilan sehingga dalam pengertian per-tanggungjawaban

hukum tersebut harus termuat juga pengertian perlindungan hukum bagi Pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia, pertanggungjawaban hukum Pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu pula dilengkapi dengan

pertanggungjawaban etika profesi sehingga setiap tindakan, sikap dan perilaku

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia baik yang bersifat pribadi maupun

kedinasan, senantiasa memperhatikan etika profesi yang mengambarkan moralitas

profesi kepolisian.

5 . Landasan Polri dalam kewenangannya berdasarkan UU Nomor 2 tahun

2002.

Dalam pelaksanaan tugasnya Polri selalu berpedoman pada Undang-

undang Nomor 2 Tahun 2002 bahwa azas Plichtmatigheid/ azas Kewajiban ialah

azas yang memberikan keabsyahan bagi tindakan Polisi yang bersumber kepada

kekuasaan atau kewenangan umum. Kewajiban untuk memelihara ketertiban dan

keamanan umum memungkinkan melakukan tindakan berdasarkan asaz

Plichtmatigheid/azas Kewajiban, dengan tidak bertentangan pada perundang-

undangan, namun demikian polisi juga dapat bertindak menurut penilaianya

sendiri asalkan untuk memelihara ketertiban dan kemanan umum. Untuk

penjelasan mengenai wewenang Kepolisian yang berdasarkan kepada azas

kewajiban, dikemukakan beberapa yurisprodensi Belanda, pendapat para sarjana

sebagaimana dikutip oleh Gandung Sardjito (2009:23) dan dari Undang-undang,

ARREST HOGERAAD menyatakan bahwa “untuk syahnya segala tindakan-

tindakan Kepolisian (rechtmatig) tidak selalu harus berdasarkan peraturan

30
perundang-undangan (wettelijk voorschrift) akan tetapi harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

a. Tindakan-tindakan Polisi itu tidak bertentangan dengan peraturan


Perundang-undangan.

b. Bahwa Tindakan itu untuk melindungi hak-hak seseorang (iedersrecht).

c. Bahwa tindakan itu adalah untuk mempertahankan ketertiban, ketentraman


dan kemanan umum.

ARREST HOGE RAAD Tanggal 19 Maret 1917, menyatakan bahwa

“Suatu tindakan dapat dianggap Rechtmatig (sah sesuai dengan hukum) sekalipun

tanpa pemberian kuasa secara khusus oleh Undang-undang, asalkan berdasarkan

kewajibannya untuk bertindak”. HAARTMAN berpendapat sebagai yang

menyatakan suatu tindakan sah menurut hukum apabila kewenangan umum si

petugas yang bertindak karena berdasarkan kewajibannya untk bertindak,

selanjutnya Preussisches Polozeiverwaltungs gesetz tahun 1931 dari Jerman

Menentukan bahwa“ Para anggota Kepolisian harus mengambil tindakan

tindakan yang diperlukan menurut ukuran kewajibannya dalam batas-batas

Undang-undang yang berlaku, guna menolak secara umum maupun secara

tersendiri bahaya-bahaya yang mengancam keamanan atau ketertiban umum.

F. Konsep Polisi Masyarakat (Community Policing) dan Peran-nya di


Masyarakat.

Sebelum konsep Community Policing diluncurkan terutama di Negara-

negara maju, penyelenggaraan tugas-tugas kepolisian baik dalam pemeliharaan

keamanan dan ketertiban maupun penegakan hukum, dilakukan secara

konvensional. Polisi cenderung melihat dirinya semata-mata sebagai pemegang

otoritas dan institusi kepolisian dipandang semata-mata sebagai alat Negara

31
sehingga pendekatan kekuasaan bahkan tindakan represif seringkali mewarnai

pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian. Walaupun prinsip-prinsip ”melayani

dan melindungi” (to serve and to protect) ditekankan, pendekatan-pendekatan

yang birokratis, sentralistik, serba sama / seragam mewarnai penyajian layanan

kepolisian. Gaya perpolisian tersebut mendorong polisi untuk mendahulukan

mandat dari pemerintah pusat dan mengabaikan ’persetujuan’ masyarakat lokal

yang dilayani. Selain itu Polisi cenderung menumbuhkan sikap yang

menampilkan dirinya sebagai sosok yang formal, dan ekslusif dari anggota

masyarakat lainnya. Pada akhirnya semua itu berakibat pada memudarnya

legitimasi Kepolisian di mata publik pada satu sisi, serta semakin berkurangnya

dukungan publik bagi pelaksanaan tugas kepolisian maupun buruknya citra polisi

pada sisi lain. Kondisi seperti diutarakan pada huruf a, juga terjadi di Indonesia,

lebih lebih ketika Polri dijadikan sebagai bagian integral ABRI dan polisi

merupakan prajurit ABRI yang dalam pelaksanaan tugasnya diwarnai sikap dan

tindakan yang kaku bahkan militeristik yang tidak proporsional.

Maka Polri Membangun Pendekatan yang menekankan pada pembangun

kemitraan dengan masyarakat dan pada pemecahan permasalahan tersebut pada

akhirnya populer dengan nama model Community Policing (CP). Community

policing sudah diterapkan dibanyak negara dengan berbagai karakteristiknya.

Model community policing yang diterapkan di satu negara tidak sama dengan

yang diterapkan oleh negara yang lain. Perbedaan-perbedaan tersebut dikarenakan

berbagai hal, antara lain; kondisi sosial, politik dan ekonomi serta latar belakang

budaya yang berbeda-beda pula. Karena adanya perbedaan itu maka definisi

32
mengenai Polmas juga agak berbeda antara yang satu dengan lainnya. Konsep

Community Policing sesungguhnya bukan merupakan konsep baru bagi bangsa

Indonesia. Nilai-nilai filosofis dan praktis community policing telah lama

berkembang dan digunakan oleh Polri dalam pelaksanaan tugasnya.

Siskamswakarsa dengan berbagai kegiatannya pada dasarnya merupakan bentuk-

bentuk praktis dari implementasi nilai-nilai community policing.

Kepolisian Negara Republik Indonesia secara resmi menerapkan model

Polmas atau ”Perpolisian Masyarakat” yang merupakan perpaduan serasi antara

konsep community policing yang diterapkan di beberapa negara luar dengan

konsep Bimmas pada tanggal 13 Oktober 2005 dengan diterbitkannya Surat

Keputusan Kapolri dengan Nomor; Skep./737/X/2005. Dengan terbitnya Skep

tersebut secara resmi Kepolisian Negara Republik Indonesia menerapkan model

community policing khas Indonesia dengan nama atau sebutan Polmas. Seperti

yang di kutip oleh Gandung Sardjito (2009:46) tentang beberapa definisi Polisi

Masyarakat:

a. Konsep Umum Polisi Masyarakat

Konsep Polmas mencakup 2 (dua) unsur: perpolisian dan masyarakat.

Secara harfiah, perpolisian yang merupakan terjemahan dari kata ”policing”

berarti segala hal ihwal tentang penyelenggaraan fungsi kepolisian. Dalam

konteks ini perpolisian tidak hanya menyangkut operasionalisasi (taktik/teknik)

fungsi kepolisian tetapi juga pengelolaan fungsi kepolisian secara menyeluruh

mulai dari tataran manajemen puncak sampai manajemen lapis bawah, termasuk

pemikiran-pemikiran filsafati yang melatarbelakanginya. Masyarakat, kepada

33
siapa fungsi kepolisian disajikan (public service) dan dipertanggung-jawabkan

(public accountability) mengandung pengertian yang luas (society) yang

mencakup setiap orang tanpa mempersoalkan status kewarganegaraan dan

kependudukannya. Polmas adalah model penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

menekankan pendekatan kemanusiaan (humanistic approach) sebagai perwujudan

dari kepolisian sipil dan yang menempatkan masyarakat sebagai mitra kerja yang

setara dalam upaya penegakan hukum dan pembinaan keamanan dan ketertiban

masyarakat. Falsafah Polmas perlu ditanamkan pada setiap anggota Polri sehingga

dapat terwujud dalam sikap dan perilaku dalam upaya menarik simpatik dan

dukungan masyarakat. Sejalan dengan itu, model Polmas juga perlu

dikembangkan secara terprogram dalam kehidupan masyarakat lokal (komunitas)

sehingga merupakan sebuah pranata sosial yang dikelola bersama oleh Polri,

pemerintah daerah/desa dan masyarakat setempat dalam upaya menanggulangi

gangguan terhadap keamanan dan ketertiban. Polmas sesuai Skep Kapolri Nomor

737 tahun 2005 dalam perwujudannya dapat diimplementasikan sebagai strategi

dan juga sebagai falsafah.

b. Polisi Masyarakat sebagai Filosofi

Polmas sebagai filosofi mengandung makna model perpolisian yang

menekankan hubungan yang menjunjung tinggi nilai-nila sosial/ Kemanusiaan

dan menampilkan sikap santun dan saling menghargai antara polisi dan warga

masyarakat dalam rangka menciptakan kondisi yang menunjang kelancaran

penyelenggaraan fungsi kepolisian dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Sebagai sebuah falsafah, Polmas menjiwai sikap dan perilaku seluruh anggota

34
polisi dalam pelaksanaan tugas, peran dan fungsi masing-masing. Nilai-nilai

moral, etika, sosial dan kemanusian mendasari sikap dan perilaku petugas dalam

memberikan pelayanan atau berinteraksi dengan masyarakat. Penerapan model

Polmas sebagai filosofi terlihat dari sikap dan perilaku seluruh anggota kepolisian

yang sopan dan santun, transparan, menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia, hukum

dan keadilan dalam melayani kepentingan dan berinteraksi dengan warga

masyarakat.

c. Polisi Masyarakat sebagai Strategi.

Polmas sebagai strategi berarti bahwa model perpolisian yang menekankan

kemitraan sejajar antara polisi dengan masyarakat lokal dalam menyelesaikan dan

mengatasi setiap permasalahan sosial yang mengancam keamanan dan ketertiban

masyarakat serta ketenteraman kehidupan masyarakat setempat diterapkan dengan

tujuan mengurangi terjadinya kejahatan dan rasa ketakutan akan terjadi kejahatan

serta meningkatkan kualitas hidup warga setempat. Dalam pengertian ini,

masyarakat diberdayakan sehingga tidak lagi semata-mata sebagai obyek dalam

penyelenggaraan fungsi kepolisian melainkan sebagai subyek yang menentukan

dalam mengelola sendiri upaya penciptaan lingkungan yang aman dan tertib bagi

ketenteraman dan keselamatan kehidupan bersama masyarakat yang difasilitasi

oleh polisi yang berperan sebagai petugas Polmas dalam suatu kemitraan.

Manifestasi konsep Polmas pada tataran lokal memungkinkan masyarakat

setempat memelihara dan mengembangkan sendiri pengelolaan keamanan dan

ketertiban yang didasarkan atas norma-norma sosial dan/atau kesepakatan-

kesepakatan lokal dengan mengindahkan peraturan-peraturan hukum yang bersifat

35
nasional dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip HAM (Hak Asasi Manusia) dan

kebebasan individu dalam kehidupan masyarakat yang demokratis. Polmas pada

dasarnya sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam konsep

Siskamswakarsa, yang dalam pengembangannya disesuaikan dengan ke-kini-an

penyelenggaraan fungsi kepolisian dalam masyarakat madani masa kini. Dengan

demikian konsep tersebut tidak semata-mata merupakan penjiplakan atau adopsi

penuh dari konsep community policing secara umum.

d. Unsur Utama Polisi Masyarakat

Sebagai sebuah sistem, terdapat sejumlah unsur yang ada dalam Polmas.

Namun demikian dalam prakteknya yang mutlak harus diupayakan adanya adalah

2 (dua) komponen inti Polmas, yaitu kemitraan dan pemecahan masalah.

Komponen yang mutlak harus diwujudkan oleh petugas dalam pelaksanaan

Polmas adalah adanya kemitraan yang sejajar antara polisi dengan warga

masyarakat. Kemitraan sejajar ini dalam penerapannya dilaksanakan atau

dioperasionalisasikan dalam wadah yang disebut yang bernama FKPM (Forum

Kemitraan Polisi Masyarakat). Komponen kedua yang juga harus diwujudkan

oleh petugas dalam pelaksanaan Polmas adalah penyelesaian permasalahan. Ini

berarti bahwa kegiatan Polmas sedapat mungkin difokuskan pada upaya

penyelesaian permasalahan. Kemitraan yang dibangun antara polisi dengan

masyarakat dimaksudkan sebagai wahana untuk penyelesaian berbagai

permasalahan dalam masyarakat atau mengantisipasi terjadinya berbagai

permasalahan dalam kehidupan masyarakat.

36
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian di sini adalah penelitian secara Empiris-Normatif, Yakni suatu

pendekatan terhadap masalah-masalah yang akan diteliti dengan lebih

menekankan pengkajian terhadap kenyataan atau fakta hukum yang berada di

lapangan serta mencoba menelaah gejala-gejala sosial secara langsung yang

terjadi di masyarakat khususnya di wilayah hukum kecamatan landono akan

dampak dan peran dari patroli kepolisian dalam pencegahan tindak pidana

pencurian.

Kemudian dikaitkan dengan peraturan Perundang-undangan yang ada

dalam artian peneliti menginginkan suatu identifikasi tentang kewenangan aparat

penegak hukum sebagai lembaga/badan yang ditunjuk oleh undang-undang dalam

pencegahan Tindak pidana Pencurian khususnya melalui patroli Kepolisian.

B. Lokasi Penelitian.

Penelitian ini dilakukan di kantor Kepolisian Sektor Landono yang

mentitik beratkan kepada objek yang diteliti yaitu Patroli Polisi dalam pencegahan

Tindak Pidana Pencurian. Sedangkan objek yang lain yaitu penelitian terhadap

warga masyarakat yang berada di wilayah hukum landono dan sekitarnya karena

peneliti menginginkan langsung turun kepada suara masyarakat tentang efektivitas

patroli polisi di wilayah ini.

37
Dan juga Penelitian ini akan kami kembangkan ke tokoh-tokoh agama,

adat, yang mungkin berguna untuk menambah informasi lain selain patroli polisi

apakah ada faktor lain yang bisa menanggulangi dampak dari tindak pidana atau

kejahatan dan bagaimana upaya pencegahanya.

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah keseluruhan Anggota Kepolisian yang

bertugas di kepolisian sektor landono dari semua kesatuan yang bertugas: Unit

Lalu Lintas, Reskrim, Intelkam dan Kapolsek sebagai Responden.

Sampel mengambil sebagian Populasi yakni kesatuan yang pada waktu

penelitian masing-masing berjumlah: Unit Lalu Lintas 2 Orang, Reskrim 3 Orang

Intelkam 1 Orang dan anggota lainnya. Sedangkan Informan untuk penelitian ini

adalah, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat.

D. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer.

Data ini yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian secara

langsung di lapangan, melalui wawancara dengan anggota kepolisian dan

Kapolsek Landono, serta tokoh masyarakat, tokoh adat, serta tokoh adat di

wilayah hukum Polsek Landono.

2. Data Sekunder.

Data ini diperoleh melalui pengkajian kepustakaan (studi Kepustakaan)

yang dikumpulkan yakni peraturan-peraturan hukum atau dokumen-

38
dokumen hukum tentang kode etik kepolisian beserta dokumen tentang

hak-hak asasi manusia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

literatur-literatur, jurnal, koran dll.

E. Teknik Pengumpulan data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data yang menunjang untuk

penelitian ini adalah:

1. Wawancara.

Meminta keterangan melalui wawancara secara langsung kepada

responden yaitu Kapolsek dan anggota kepolisian Sektor Landono, Tokoh

Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Agama tentang efektifitas Pelaksanaan

patroli polisi dalam pencegahan tindak pidana pencurian serta faktor-

faktor yang mempengaruhinya, sedangkan masyarakat menggunakan

pertanyaan-pertanyaan yang terbuka tentang fakta-fakta hukum yang

terjadi dalam pelaksanaan patroli dari pihak kepolisian.

2. Obsrevasi.

Dengan mengakses informasi dengan melakukan pengamatan terhadap

pelaksanaan patroli polisi dalam pencegahan tindak pidana pencurian

yang di lakukan oleh kepolisian landono.

39
F. Analisis Data

Data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dilakukan

panganalisaan dengan menggunakan analisa kulaitatif sehingga diperoleh

deskripsi yang mengungkap data fakta hukum secara apa adanya, dan dapat

dilaporkan dalam bentuk skripsi.

G. Definisi Operasional

Konsep-konsep pokok yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Efektivitas adalah Hasil dari suatu tindakan yang sesuai dengan Harapan

masyarakat yaitu Pengayoman masyarakat, terbentuknya masyarakat yang

sadar hukum sebagai suatu akibat dari Patroli polisi.

2. Patroli Polisi Adalah Suatu Usaha pihak kepolisian dalam mengayomi

masyarakat, dan mencipatakan situasi yang kondusif serta sadar hukum

dengan berpatroli atau memantau secara berkala wilayah hukum di

kecamatan landono.

3. Pencegahan tindak Pidana adalah Upaya pencegahan terhadap segala

bentuk kejahatan yang akan muncul di tengah masyarakat guna

membentuk masyarakat yang patuh dan paham terhadap bahaya suatu

tindak kejahatan yang mana segala bentuk kejahatan ini pada dasarnya

akan menimbulkan kerugian pada diri sendiri dan orang lain baik secara

materi maupun non materi.

40
4. Pencurian adalah salah satu jenis tindak pidana yang pokok pidananya

adalah mengambil hak milik orang lain tanpa izin.

41
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi dan Objek Penelitian.

Kepolisian Sektor Landono dipimpin oleh seorang perwira polisi yang

berpangkat IPTU, Kepolisian Sektor Landono sebagai satuan kerja dan dibagi

menjadi beberapa sub satuan kerja yang terdiri dari unsur Pimpinan antara lain

Kepala Kepolisian Sektor, Wakil Kepolisian Sektor, Satuan Lalulintas, Seksi

Umum, Unit Resort Kriminal, Seksi Humas, Unit Sabhara, Unit Intelkam, Sentral

Pelayanan Kepolisian, Unit Bimas, dan Ada satu Sub Sektor Mowila yang

dikepalai oleh Kasub sektor yang berpangkat Briptu di dalamnya juga terdapat

unit lalulintas dan reskrim. Dari sekian banyak sub satuan kerja tersebut

beranggotakan 19 Orang personil dengan berbagai tingkatan kepangkatan.

Adapun wilayah kerja atau wilayah Hukum yang dibawahi kepolisian

Sektor Landono adalah wilayah kecamatan Landono sendiri dan kecamatan

Mowila. Batas-batas wilayah kerjanya adalah sebelah barat berbatasan langsung

dengan Wilayah kecamatan Angata, sebelah timur berbatasan dengan wilayah

kecamatan Ranomeeto, sebelah utara berbatasan dengan Wilayah Kecamatan

Pondidaha, wilayah Selatan berbatasan langsung dengan wilayah kecamatan

Baito. Maka dengan wilayah kerja yang relatif luas ini Kepolisian Sektor Landono

harus lebih intens dalam menyelengarakan tugas-tugasnya untuk memelihara

situasi keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum serta melakukan

perlindungan, Pengayoman serta pelayanan masyarakat sesuai dengan tugas

42
pokok Polri sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia antara lain berbunyi:

Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,


2. Menegakan hukum dan,
3. Memberikan perlindungan, Pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.

a. Jumlah Personil Kepolisian Sektor Landono.

Untuk lebih jelasnya berikut ini digambarkan kekuatan personil Kepolisian

Sektor Landono dirinci menurut sub satuan kerja sesuai dengan keadaan personil

bulan April 2013 sebagai berikut:

Tabel 1.Data Personil Kepolisian Sektor Landono.

NO SUB SATUAN KERJA JUMLAH

1 KAPOLSEK 1 Orang

2 WAKAPOLSEK 1 Orang

3 UNIT PROVOS 1 Orang

4 UNIT RESKRIM 3 Orang

5 UNIT SABHARA 2 Orang

6 UNIT INTELIJEN KEAMANAN 1 Orang

7 UNIT BIMAS 2 Orang

8 SEKSI HUMAS 1 Orang

43
9 SEKSI UMUM 2 Orang

10 SENTRA PELAYANAN KEPOLISIAN (SPK) 4 Orang

11 KASUB SEKTOR MOWILA 1 Orang

JUMLAH 19 Orang

Sumber: Laporan Bulan April 2013 Personil Polsek Landono.

b. Data Pelaksanaan Patroli Polisi di Kepolisian Sektor Landono.

Adapun kegiatan pelaksanaan Patroli Kepolisian yang sudah dilaksanakan

oleh Kepolisian Sektor Landono menurut IPTU Denis Putra Kepala Kepolisian

Sektor Landono (wawancara tanggal 17 Mei 2013) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.Data pelaksanaan patroli kepolisian Sektor Landono Dari Tahun


2009-bulan April tahun 2013 sebagai berikut:

N TAHUN PATROLI LAPORAN JUMLAH DATA KASUS


O PENCURIAN

1 2009 45 kali 65 kali 110 kali 3 kasus

2 2010 43 kali 73 kali 116 kali 8 kasus

3 2011 32 kali 80 kali 113 kali 6 kasus

4 2012 21 kali 45 kali 66 kali 8 kasus

5 2013 10 kali 16 kali 26 kali 3 kasus

Jumlah 171 kali 260 kali 431 kali 28 kasus

Sumber: Data Polsek Landono, Tahun 2013

44
Dari data di atas dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan patroli kepolisian

yang sudah dilaksanakan oleh Kepolisian Sektor Landono intensitas dan

pelaksanaan dari patroli lebih sering berasal dari laporan masyarakat begitu juga

dengan penanganan kasus pencurian yang terjadi semua kasus tersebut ditangani

oleh Polsek Landono karena adanya laporan masyarakat.

Dijelaskan juga bahwa pelaksanaan patroli pada tahun 2009 yang asal

pelaksanaannya dari kepolisian sendiri tercatat 45 kali sedangkan dari laporan

masyarakat tercatat 65 kali jumlah 110 kali dari jumlah patroli tersebut hasilnya 3

kasus pencurian yang didapat, meningkat di tahun 2010 terdapat 8 kasus

pencurian dari kasus tersebut tercatat pelaksanan patroli sejumlah 116 kali yang

asal pelaksanaannya 43 kali dari inisiatif kepolisian sendiri dan 73 kali dari

laporan masyarakat, di tahun 2011 terdapat 6 kasus pencurian menurun dari

sebelumnya pelaksanaan patroli tercatat 113 kali 32 kali dari inisiatif kepolisian

dan 80 kali dari laporan masyarakat, meningkat lagi di tahun 2012 yang jumlah

kasus pencuriannya sebanyak 8 kasus yang di tahun tersebut intensitas patroli

turun dalam satu tahun hanya 66 kali 21 dari inisiatif kepolisian dan 45 kali dari

laporan masyarakat, sampai bulan mei 2103 intensitas patroli adalah sebanyak 26

kali 10 diantaranya dari inisiatif kepolisian dan 16 kali dari laporan masyarakat.

Sebenarnya apabila patroli itu rutin dilaksanakan berdasarkan SOP (Standar

Operasional Pelaksanaan) maka akan berdampak pada berkurangnya tindak

pidana pencurian karena selama ini pelaksanaanya belum berdasarkan SOP dan

intensitasnya kurang maka tentu akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat

45
hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tindak lanjut rutinitas patroli setelah

selesainya penanganan kasus tersebut.

Berdasarkan data di atas juga bisa juga dijelaskan bahwa patroli polisi yang

asal pelaksanaannya dari inisiatif kepolisian sendiri itu lebih sering dilaksanakan

disaat adanya permintaan masyarakat misalnya, untuk pengawalan, pengamanan

bila ada even-even di masyarakat yang mengerahkan masa banyak, pengamanan

lalulintas disaat pesta pernikahan dan lain-lain.

Adapun semua kasus yang ada ditangani kepolisian rata-rata dilimpahkan

di pengadilan dan ada juga beberapa kasus yang cukup diselesaikan di Polsek. Di

bawah ini ada beberapa data tentang pelaksanaan patroli kepolisian yaitu:

1. Bentuk-bentuk sasaran patroli.

a. Ambang Gangguan (AG) statis maupun temporer, Gangguan Nyata (GN)


dan Pos-pos pengamanan.

b. AG statis sebagaimana dimaksud pada butir (a) adalah kawasan/blok/


area/sektor/cluster dari pemukiman, perindustrian, sekolah, pertokoan,
perkantoran, objek-objek vital, pergudangan, tempat-tempat hiburan, pasar
dan lain-lain.

c. AG temporer sabagaimana dimaksud pada butir (1) adalah jalan, lingkungan


pedagang kakilima, kegiatan masyarakat/pemerintah yang temporer.

d. GN sebagaimana dimaksud pada butir (a) dapat berupa kasus tertangkap


tangan melalui TPTKP dan Tipiring.

e. Pos-pos pengamanan sebagaimana dimaksud pada butir (a) dapat berupa pos
keamanan lingkungan, pos satuan pengamanan dan pos Polisi khusus.

2. Intensitas pelaksanan patroli Kepolisian Sektor Landono.

a. Asal pelaksanaan patroli lebih banyak dari hasil laporan masyarakat dari
pada inisiatif dari kepolisian sendiri.

b. Kendaraan yang dipergunakan adalah sebatas kendaraan pribadi masing-


masing anggota.

46
c.Pelaksanaan patroli kadang juga dilakukan pada saat jam-jam rawan.

d. Patroli lebih sering dilakukan hanya di Kecamatan Landono untuk


Kecamatan Mowila hanya suatu waktu jika diperlukan.

e.Rute patroli lebih sering di jalan-jalan poros kecamatan Landono.

f. Patroli dengan menggunaskan seragam dinas resmi.

g. Patroli belum banyak menggunakan SOP (Standar Operasional Pelaksanaan)


yang ada sehingga belum menghasilkan suatu hasil kerja yang maksimal.

3. Kendala-kendala pelaksanaan patroli Kepolisian Sektor Landono.

a. Sering rusaknya pendukung utama patroli yaitu mobil patroli.

b. Kurangnya informasi dari masyarakat tentang gejala-gejala yang terjadi di


lingkungan tempat tinggal.

c. Kurangnya jumlah personel kepolisian.

d. Tidak adanya anggaran dana khusus kegiatan ini.

e. Luasnya wilayah kerja.

f. Medan yang sulit dijangkau.

g. Curah hujan yang tinggi.

h. Belum berfungsinya seluruh armada kendaraan pendukung patroli.

i. Belum berjalannya jadwal patroli yang sudah ditetapkan oleh Kepolisian

Sektor Landono sendiri.

c. Jumlah Kasus Pencurian yang telah masuk data di Polsek Landono.

Berikut ini penulis menggambarkan kasus pencurian yang terjadi di

wilayah hukum kepolisian Sektor landono:

47
Tabel 3.Data kasus pencurian yang telah masuk data Resort Kriminal
kepolisian Sektor Landono Dari Tahun 2009-bulan April tahun
2013 sebagai berikut:

Jumlah Kasus
Ket
No Tahun Jenis pencurian Jumlah Total

1 2009 Pencurian Handphone 1 Kasus Laporan


Pencurian Sapi 1 Kasus 3 Kasus Laporan
Pencurian Emas 1 Kasus Laporan

2 2010 Pencurian Mrica 1 Kasus Laporan


Pencurian Ayam 4 Kasus Laporan
Pencurian Motor 2 Kasus 8 Kasus Laporan
Pencurian Elektronik 1 Kasus Laporan

3 2011 Pencurian Kabel Listrik 1 Kasus Laporan


Pencurian Motor 2 Kasus Laporan
Pencurian Peralatan Bank 1 Kasus 6 Kasus Laporan
Pencurian Hewan Ternak 2 Kasus Laporan

4 2012 Pencurian Laptop 1 Kasus Laporan


Pencurian Mrica 2 Kasus Laporan
Pencurian Hewan Ternak 1 Kasus 8 Kasus Laporan
Pencurian Mobil 1 Kasus Laporan
Pencurian Uang 3 Kasus Laporan

5 2013 Pencurian Barang di Kios 1 Kasus Laporan


Pencurian ayam 2 Kasus 3 kasus Laporan

Sumber: Data sekunder yang diolah oleh Polsek Landono, Tahun 2013

Berdasarkan data tersebut di atas, maka kasus pencurian yang terjadi di

wilayah hukum Polsek Landono dari tahun ke tahun menunjukan angka

48
meningkat dimana tahun 2009 terjadi 3 (tiga) kasus, tahun 2010 terjadi 8

(delapan) kasus, tahun 2011 terjadi 6 (enam) kasus, tahun 2012 terjadi 8 (delapan)

kasus dan tahun 2013 sampai bulan April sudah terjadi 3 (tiga) kasus. Dan dari

data tersebut ada beberapa kasus pencurian dengan pemberatan yaitu dengan

penganiayaan korban baik dengan ancaman maupun dengan pemukulan seperti

yang terjadi pada pencurian emas di Desa Mowila.

Begitu pula dengan masuknya kasus ini ke kepolisian Landono yaitu

hampir semua berasal dari pelaporan masyarakat. Bahkan menurut data yang

tertulis tidak ada proses terangkatnya kasus-kasus kepolisian dari hasil patroli dari

pihak polsek, maka dengan data diatas sudah bisa disimpulkan bahwasanya polsek

landono dalam pelaksanaan patroli sesuai yang telah diamanahkan dalam UU

Nomor 2 tahun 2002 pasal 14 ayat (1) hanya bersifat sebagai penerima laporan

dari masyarakat.

d. Faktor-Faktor yang menyebabkan Tindak Pidana Pencurian.

Menurut Amir Rahman, Kepala Desa Pudahoa (wawancara pada tanggal

15 April 2013) Mengungkapkan bahwa:

Di tengah himpitan kebutuhan keluarga yang semakin hari makin banyak


dan bervariasi, tidak mustahil banyak keluarga yang mengambil jalan
pintas dengan mencuri untuk mencari uang ditambah lagi dengan susahnya
mencari pekerjaan kalaupun ada, gajinya pun sedikit karena kurangnya
skill atau keahlian individu. Pelaku pencuriannya bervariasi dari anak yang
belum cukup umur sampai orang dewasa setelah disurvei ternyata sebagian
besar adalah masyarakat dari keluarga yang kurang mampu.
Ada juga yang diungkapkan oleh Abdurahman Kalenggo kepala Desa

Mowila (wawancara pada tanggal 15 April 2013) mengungkapkan bahwa:

49
Seperti pengalaman dari kejadian pencurian yang sudah saya lihat
beberapa tahun yang lalu, yakni di desa mowila, hal ini mutlak
penyebabnya adalah belum adanya pengawalan secara rutin dari pihak
yang berwajib khususnya dalam pencegahan pencurian sehingga ada yang
memanfaatkan situasi ini untuk melakukan aksi mereka.
Selain beberapa pendapat tentang faktor pencurian, ada juga ungkapan

dari Anggota Kepolisan tentang penyebab tindak pidana pencurian menurut

Bripka Igm Suadirta Kepala Unit Sabhara Polsek Landono (wawancara tanggal

16 April 2013) mengungkapkan bahwa:

Terkadang pencurian terjadi bukan semua dari faktor orangnya itu yang
mempunyai niat tetapi juga faktor adanya kesempatan barulah muncul
niat, hal seperti ini sering terjadi di wilayah Kecamatan Landono
khususnya di Desa pudahoa hal ini disebabkan oleh kurang perhatianya
warga akan masalah pos kamling sehingga pencurian itu terjadi akibat
korban sendiri yang lengah hingga memunculkan niat orang lain untuk
berbuat.

Begitu hal juga menurut Bripka Asis, kepala Unit Lalu lintas (wawancara

tanggal 16 april 2013) mengungkapkan bahwa:

Bisa dibilang kasus pencurian yang sudah terjadi pelakunya adalah dari
kalangan remaja, karena banyak remaja yang mempunyai kebiasaan
bergadang malam maka ketika malam inilah mereka melakukan aksinya,
kebanyakan dari mereka hanya ikut-ikutan seperti yang terjadi di desa
mowila sering gerombolan mereka meresahkan masyarakat karena yang
diambil kebanyakan adalah ayam, merica dan ini mereka jual untuk beli
minuman beralkohol, maka orang tua yang harus banyak memperhatikan
apa yang dilakukan oleh anak sehingga tetap merasa dalam pantauan orang
tua masing-masing.
Setelah melihat beberapa pendapat di atas maka penulis dapat

menyimpulkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan Tindak Pidana Pencurian

yang terjadi di Wilayah Kepolisian Sektor Landono diantaranya:

50
1. Faktor Ekonomi.

Karena banyaknya jumlah pengangguran serta semakin sulitnya mencari

pekerjaan sedangkan kebutuhan sehari-hari juga meningkat maka hal ini

bisa menjadi faktor terjadinya tindak pidana pencurian.

2. Faktor Kesempatan.

Terjadinya tindak pidana pencurian bukan hanya berasal dari niat si pelaku

melainkan ada juga pencurian akibat dari lengahnya dari si korban yang

mengakibatkan munculnya niat orang lain untuk berbuat tindak pidana

pencurian.

3. Faktor Kenakalan Remaja.

Masa remaja sangat rawan untuk berbuat pencurian akan tetapi pada

dasarnya hal ini bukan semata-mata dia memang benar-benar pelaku

pencurian karena sebagaian besar mereka hanya sekedar ikut-ikutan teman

untuk berbuat demikian.

4. Faktor Lemahnya Pengawasan.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan masalah pengawasan ini

banyak kaitanya dengan aparat yang berwenang yaitu Polisi seperti yang

terjadi dalam wilayah Landono karena Patroli polisi itu lemah maka para

pelaku pencurian pun lebih leluasa menjalankan aksi-aksinya. Karena

polisi hanya akan berpatroli jika ada aduan dari masyarakat.

51
B. Pengaruh Patroli Polisi dalam Pencegahan Tindak Pidana Pencurian

yang terjadi di wilayah Kepolisian Sektor Landono.

Menurut Iptu Denis Ariaputra, Kapolsek Landono, (wawancara tanggal 16

April 2013) Mengungkapkan bahwa:

Upaya preventif dalam pencegahan tindak pidana khususnya pencurian


yang semakin meresahkan masyarakat sebenarnya sudah digalakan oleh
Kapolsek Landono sendiri dan seluruh anggota kepolisian sektor Landono
khususnya yaitu bagi satuan shabara yang tugas pokoknya di bidang
patroli begitu juga dengan reskrim, adapun bentuk patroli yang kerap
dilaksanakan di polsek Landono adalah dengan patroli secara terbuka yaitu
dengan mobil patroli dan petugas memakai seragam dinas resmi
kepolisian.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa kepala desa sebagai wakil

masyarakat salah satunya yaitu Abdurahman Kalenggo, Kepala Desa Mowila

(wawancara tanggal 18 April 2013) di wilayah hukum kecamatan Landono

mereka mempunyai harapan besar dengan adanya patroli dan menjelaskan bahwa:

Sejak terjadinya kasus pencurian secara kekerasan yang terjadi di desa


saya mowila maka kami secara bersama-sama dengan swadaya masyarakat
mengaktifkan ronda malam dan bersama-sama juga pihak kepolisian
setelah kami adukan kasus tersebut juga mengadakan patroli pada saat
jam-jam rawan dan akhirnya desa kami ada perkembangan yang signifikan
dan wujud dari kehadiran polisi sangat terasa dengan adanya patroli,
karena sebelum kejadian ini banyak keluhan dari masyarakat tentang
terjadinya pencurian dirumah mereka.

Keterangan yang sama juga disampaikan oleh Syamsul Bahri salah

seorang korban pencurian dengan kekerasan yang terjadi di desa mowila

(wawancara tanggal 18 April 2013) dia menjelaskan bahwa:

Sejak melaporkan dan diperiksa sebagai korban pencurian ke pihak


Kepolisian Sektor Landono (sentra pelayanan Kepolisian) dan selanjutnya
diperiksa dibuatkan berita acara pemeriksaan oleh Bripka Zulkarnaen salah

52
satu penyidik Satuan Reserse Kriminal pada tanggal 4 Agustus 2009 maka
saya katakan kepada penyidik untuk mengadakan operasi secara rutin
untuk menjaga wilayah-wilayah yang rawan apalagi wilayah saya yang
sangat sering akan kejadian pencurian dan saya berharap patroli bukan
hanya dengan sistim terbuka tetapi juga tertutup yaitu dengan intelejen
keamanan sehingga minimal bisa mengundurkan niat bagi para pelaku
tindak kriminal tersebut karena selama ini Pihak kepolisian melakukan
patroli hanya sebatas jika ada pengaduan.
Berdasarkan dari keterangan ketiga orang tersebut maka sudah jelas patroli

Polisi mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pencegahan tindak

pidana pencurian yang marak terjadi di wilayah ini. Adapun pihak kepolisian

selama ini patroli masih bersifat terbuka saja dan intensifitasnya sekadar jika ada

laporan dari masyarakat saja. Pelaksanan patroli diatas kerap dilakukan pada hari-

hari tertentu saja sehingga sangat memungkinkan untuk terjadinya pencurian

bahkan ada salah satu kasus pencurian dengan kekerasan ini terjadi di desa

Mowila yaitu pencurian emas yang mana korbanya adalah seorang pedagang

emas yang diancam oleh pelaku akan ditusuk pisau saat kejadian (data pada tabel

3 nomor 1) dan kejadian ini terjadi pada saat malam yaitu pukul 24.00 saat itu

korban sudah terlelap tidur. Dan Akhirnya pelaku dapat ditangkap satu minggu

setelah kejadian dan setelah ada pelaporan dari pihak korban, maka setelah terjadi

pencurian tersebut warga secara swadaya mengadakan ronda malam dan pihak

kepolisian juga mengintensifkan Patroli khususnya pada daerah dan jam-jam

rawan terjadinya pencurian.

Sebagian besar warga masyarakat sangat jarang mengalami atau

melakukan kontak dengan Polisi, bahkan ada kemungkinan warga yang sepanjang

hayatnya tidak pernah mengalami kontak langsung (direct contact) atau kontak

pribadi (personal contact), tetapi tak ada seorang pun yang tidak pernah melihat

53
Polisi selama hidupnya. Bagi warga masyarakat yang hanya mengalami kontak

dengan melihat polisi yang sedang menjalankan tugasnya, keberadaan seorang

Polisi berseragam (Patrolman) menjadi begitu penting. Apakah polisi tersebut

sedang melakukan Patroli Jalan Kaki, Patroli dengan kendaraan bermotor, Roda 2

maupun Roda 4. Tindakan-tindakan yang dilakukan, penampilan Individu dan

ditambah dengan cara Polisi tersebut memperlakukan masyarakat menjadi begitu

penting.

Masing-masing anggota Polri seharusnya mereka menanyakan pada

dirinya sendiri, berapa banyak orang yang kita temui setiap kali kita melakukan

Patroli? Berapa orang dalam satu minggu? Dalam satu bulan? atau bahkan dalam

satu tahun? Jika benar-benar dihitung secara matematis, angkanya akan sangat

mengejutkan kita. Tentu saja ini tergantung dari luasnya wilayah hukum patroli

satuan kita serta jumlah warga/penduduk wilayah tersebut, atau jika kita dapat

melakukan patroli antar wilayah di Jalan Nasional atau Jalan Tol, intensitas lalu

lintas memberikan pengaruh pada keseluruhan jumlah warga yang dapat

menyaksikan keberadaan dan kehadiran sebuah unit patroli polisi.

Mereka yang melihat patroli polisi dapat merupakan seluruh komposisi

warga yang terdiri atas beragam pekerjaan dan motivasi hidup. Ada pegawai

kantor, karyawan swasta, pengangguran yang mencari kerja, pengangguran

bertahun-tahun, ibu rumah tangga, pekerja seks komersial, pencuri, pencopet,

penjambret dan berbagai macam pekerjaan lainnya baik yang bertujuan baik

ataupun berniat jahat. Hal ini menjadikan keberadaan Polisi Patroli (Patrolman)

sangat penting sebagai bagian integral dari keseluruhan upaya pencegahan

54
kejahatan, seperti sebuah “spotlight” ditengah berbagai aktivitas harian warga

masyarakat.

Demikian pula warga yang melihat Polisi berpatroli, dalam diri setiap

orang yang melihat akan terbentuk persepsi dan opini tentang kehadiran seorang

Polisi berseragam, bagaimana penampilan luarnya, bagaimana aksi dalam

menjalankan tugas, dan bagaimana cara dalam menjalankan tugas tersebut.

Impresi setiap orang tentang seorang Petugas Patroli dapat mencerminkan

keseriusan keseluruhan organisasi polisi dalam melayani masyarakat dan

mencegah terjadinya tindak pidana pencurian atau pelanggaran-pelanggaran lalu

lintas. Kelalaian dan ketidakseriusan dalam menjalankan Patroli dapat memiliki

pengaruh signifikan terhadap peluang munculnya kesempatan dan niat berbuat

jahat. Mari kita ambil contoh: Hampir seluruh petugas Patroli memiliki

perlengkapan standar dalam melaksanakan tugas seperti senjata api, tongkat polisi

dan borgol serta radio komunikasi. Pada saat menjaga persimpangan atau

mengatur lalu lintas seluruh pemakai jalan yang melintas akan mendapat kesan

bahwa polisi siap membantu dan melayani masyarakat serta bertindak sigap jika

terjadi tindak pidana kejahatan atau pelangaran-pelanggaran. Warga masyarkat

dan pemakai jalan menyaksikan ini dihadapan mereka setiap hari. Bagi sebagian

calon pelaku atau pelanggar, perlengkapan ini cukup “menakutkan” sehingga

mengurungkan niat jahat yang sudah ada sebelumnya.

Pada bagian di atas telah dijelaskan bagaimana Patroli polisi berperan

mencegah kejahatan melalui “image” yang diciptakan seorang petugas yang baik.

Dengan digunakannya kendaraan bermotor dalam berpatroli, wilayah jangkauan

55
dan jenis tugas yang dapat dilakukan menjadi lebih luas dan beragam. Assistensi

terhadap masyarakat saat melaksanakan patroli sama pentingnya dengan upaya

menangkap pelaku kejahatan.

Sedangkan patroli apabila dilakukan dengan standar operasional yang

telah diamanahkan dalam pokok tugas kepolisian, dampak dan pengaruhnya yang

bisa diuraikan adalah:

1. Sebagai wujud kehadiran polisi dalam masyarakat sesuai dengan asas

Polisi Masyarakat yang biasanya dioperasionalkan dalam wadah FKPM

(Forum Kemitraan Polisi Masyarakat) sehingga masyarakat merasa ada

pengayoman dari patroli dan masyarakat tidak resah akan terjadinya

pencurian.

2. Sebagai Upaya Preventif, mencegah terjadinya segala niat dari para

pelaku kejahatan untuk berbuat tindak pidana apapun khusunya pencurian

karena hal ini sebagai bentuk upaya Preventif atau pencegahan karena

upaya ini jauh lebih efisien dan murah dari pada upaya dengan represif.

3. Patroli juga sebagai bentuk sosialisasi Hukum sehingga terbentuk

masyarakat yang sadar hukum, pemahaman masyarakat tentang tindak

pidana Pencurian dengan berbagai macam bentuk-bentuk tindakanya itu

pada dasarnya akan merugikan diri sendiri dan orang lain, tentu

memahamkan mereka bahwa pelaku tindak pidana pencurian akan dikenai

hukuman sesuai undang-undang yang berlaku. Sehingga dengan hal ini

akan terwujud cita-cita negara indonesia yang masyarakat didalamnya

tidak buta dengan hukum karena negara kita ini adalah Negara Hukum.

56
4. Perwujudan Pelaksanaan Quick Wins seperti yang sudah menjadi program

Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Ketanggapsegeraan adalah slogan

yang selalu dinyatakan dalam setiap Patroli Polisi sehingga bisa mencapai

target sasaran yang maksimal.

Maka dapat diambil kesimpulan belum efektifnya pengaruh pelaksanaan

patroli polisi dalam pencegahan tindak pidana pencurian yang terjadi di wilayah

hukum Kepolisian sektor Landono karena asal pelaksanannya lebih banyak dari

laporan masyarakat, dengan ini maka fungsi patroli sebagai upaya preventif atau

pencegahan terhadap terjadinya tindak pidana belum terlaksana karena dengan

lebih banyaknya laporan masyarakat berarti sudah terjadi peristiwa hukumnya,

sehingga kepolisian dalam pelaksanaan patroli lebih banyak ke upaya

penangkapan dan penindakan pelaku bukan pencegahan.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pelaksanaan Patroli


Polisi Dalam Pencegahan Tindak Pidana Pencurian di Kepolisian Sektor
Landono.

Untuk mengetahui efektivitas patroli Polisi dalam pencegahan tindak

pidana pencurian yang marak terjadi Wilayah Hukum Kecamatan Landono maka

penulis mengambil beberapa orang melalui wawancara yang diantaranya adalah:

Seperti yang diungkapkan oleh Briptu Sudarman Salah satu anggota

Resort Kriminal Polsek Landono (wawancara tanggal 15 April 2013)

menjelaskan bahwa:

Jika kita melihat tugas Pokok Kepolisian yang sudah diamanahkan dalam
UU Nomor 2 Pasal 13 Tahun 2002 salah satunya adalah memelihara
keamanan, maka sudah jadi kewajiban polisi untuk itu tapi dalam
pelaksanaanya kami cenderung kewalahan karena minimnya jumlah
anggota contohnya di sub satuan tugas kami hanya 3 orang sehingga

57
sangat memungkinkan untuk multifungsi atau membantu sub satuan lain
jika dibutuhkan, maka sebenarnya kwantitas juga sangat menentukan
untuk pemerataan tugas sehingga lebih efektiv dan efisien khususnya
dalam pelaksanaan Patroli yang memang sangat berfungsi sebagai
pencegahan tindak pidana pencurian.
Pendapat tersebut dikuatkan oleh Iptu Denis Ariaputra kepala kepolisian

Sektor Landono (wawancara 20 April 2013) menjelaskan bahwa:

Memang seperti kita lihat keadaan fasilitas yang kami miliki sebenarnya
ada yaitu 1 (satu) unit mobil patroli dan 4 (empat) unit motor namun
kendaraan ini sudah bisa kita katakan sekarat karena kendaraan ini ketika
kami terima dan resmi jadi milik Polsek Landono kondisinya sudah parah
apalagi ditambah dengan medan yang berat bahkan kami sama sekali tidak
mendapatkan anggaran untuk perawatan sehingga terpaksa saya gunakan
uang pribadi untuk itu tapi karena terlalu parah kerusakannya maka sudah
4 (empat) bulan ini mobil itu tidak beroperasi begitu juga dengan motor,
sehingga Patroli sangat kurang kita intensifkan lagi.
Seperti juga yang diungkapkan oleh Anas Budiharjo, salah satu tokoh

agama yang tinggal di desa metanggi kecamatan mowila (wawancara tanggal 12

April 2013) menjelaskan:

Desa kami ini ibaratnya adalah Desa Baru yang harus terus ada
pemantauan dari pihak kepolisian karena sering terjadinya pencurian
ternak pernah kami pergoki ada 1 (satu) mobil Avanza yang dari sore hari
mondar-mandir di sekitar desa kami dan esok harinya ada salah satu warga
yang kehilangan sapinya berarti para pencuri tersebut beraksi disaat malam
hari karena mereka bisa membaca medan tidak mungkin Patroli Polisi
akan sampai sini karena memang wilayah kami sangatlah jauh dari Polsek
dan jalanya masih belum standar karena baru tanah timbunan ditambah
instalasi listrik yang belum mencapai wilayah kami maka memang sangat
jarang pihak Kepolisian masuk sampai ke desa ini.
Keterangan diatas menguatkan bahwasanya pelaku pencurian akan leluasa

masuk karena kalau desa yang terpencil akan banyak menjadi objek pencurian

hewan ternak yang beberapa waktu yang lalu bisa diungkap Pihak Kepolisian dan

ternyata pelakunya adalah lebih dari 2 (dua) maka bisa disebut sindikat pencurian

58
hewan ternak, yang memang sudah sering beroperasi dibeberapa daerah lain

sehingga cukup sulit untuk dilacak.

Berbeda yang disampaikan oleh Feby wakil Kepala Kepolisian Sektor

Landono (wawancara tanggal 12 April 2013) yang menerangkan:

Setiap ada pelaporan masyarakat tentang pencurian terkadang Polisi


berpikir untuk menawarkan akan penjagaan atau patroli di wilayah
tersebut tapi karena kurangnya fasilitas biasanya itu dijadikan alasan untuk
tidak bisa melaksanakan patroli tersebut sehingga masyarakat yang
harusnya mendapatkan pelayanan sehingga tertunda karena alasan
tersebut, dan ada juga petugas yang sengaja tidak hadir ketika piket yang
dijadwalkan untuk patroli dengan alasan yang berbeda-beda karena
sebenarnya Polisi adalah contoh yang harusnya bisa ditiru oleh masyarakat
sebagai orang yang taat hukum bukan malah sebaliknya.
Pernyataan ini diperkuat oleh Daeng Haryono salah satu pemuka adat

bugis (wawancara tanggal 12 April 2013) yang menerangkan bahwa:

Pengaruh mental Polisi tehadap Efektivnya Patroli, dalam penjelasanya


bahwasanya Polisi adalah merupakan alat Negara yang tugas-tugasnya
sudah jelas diatur dalam Undang-Undang sehingga jika pelaksanaan dalam
intern kepolisian itu baik akan ada dampak positif yang akan bisa
dirasakan oleh masyarakat, maka dibutuhkan ketegasan oleh Kepala
Polsek Landono dalam mendisiplinkan anggotanya dalam bertugas.
Masyarakat juga berpengaruh pada efektivitas pelaksanaan patroli hal ini

Seperti yang dikemukakan oleh Briptu Sudarman Salah satu anggota Resort

Kriminal Polsek Landono (wawancara tanggal 15 April 2013) menjelaskan

bahwa:

Dukungan masyarakat terhadap Paroli Polisi sangat dibutuhkan karena


masih banyak masyarakat yang kurang lengkap jika memberi informasi
sehingga menyulitkan Polisi dalam penyelasaian kasus pencurian dan
adapula desa yang tidak mau mengadakan kegiatan ronda malam.
Kerjasama yang baik antara Masyarakat dan Polisi sangat membantu
terlaksananya patroli jika sebaliknya masyarakat yang kurang mau bekerja

59
sama maka situasi kondusif akan susah diciptakan. Di samping itu cuaca
juga menentukan kondusifnya kegiatan ini.
Sebagai amanat reformasi, semenjak dikeluarkannya TAP MPR No.

VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri dan TAP MPR No.

VII/MPR/2000 tentang peran, fungsi dan kedudukan TNI dan Polri maka secara

struktural Polri terpisah dari TNI yang militer. Pemisahan (kemandirian) Polri itu

sendiri bagi Polri bukanlah sebagai tujuan tetapi sebagi langkah dimulainya

paradigma baru Polri yaitu paradigma Kepolisian Sipil. Walau sampai saat ini

proses transisi masih terus berjalan, bahkan disebutkan bahwa Polisi Indonesia

kini memang tidak lagi berkarakter militer, tetapi baru sekedar ”a civilian in

uniform” atau orang sipil yang diberi baju seragam. Ditengah masa transisi

tersebut, Polri tetap dituntut untuk melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.

Namun kekecewaan masyarakat terhadap pelayanan Polri masih saja terjadi.

Keluhan masyarakat tersebut juga tertuju kepada praktek patroli kepolisian baik

yang dilakukan oleh Polantas maupun Fungsi Samapta. Patroli yang bertujuan

untuk melakukan pencegahan kejahatan dan pendekatan masyarakat malah

menjadi sumber keluhan masyarakat. Beberapa keluhan tersebut antara lain,

pelayanan yang diskriminatif, pungli, lambat datang ke TKP, meminta bayaran,

tidak transparan dan sebagainya. Ekspektasi masyarakat yang dibangun oleh

kuatnya sistem globalisasi dan nilai–nilai demokrasi semakin menguatkan

tuntutan agar Polri memperbaiki sistem pelayanan Patroli kepolisian menuju ke

sarah pelayanan prima. Perbaikan pelayanan Patroli tersebut merupakan hal yang

cukup penting menuju kearah perbaikan citra Polri di mata masyarakat.

60
Tugas–tugas patroli kepolisian juga harus disesuaikan dengan perubahan

paradigma tersebut, sebab tugas patroli adalah salah satu dari tugas utama

kepolisian. Bahkan disebutkan bahwa 65% dari polisi di Amerika Serikat, 64% di

Kanada dan 56% di Inggris, ditugaskan untuk patroli. Dengan perubahan

paradigma maka patroli kepolisian harus lebih bersifat pro-active dari pada

reaktif. Pelaksanaan tugas patroli juga harus lebih berorientasi pada masyarakat

(comunity oriented policing) dan penyelesaian masalah (Problem Oriented

Policing).

Dalam sistem ketatanegaraan Kepolisian adalah bagian dari aparatur

pemerintah. Oleh sebab itu maka tugas Polri yang beorientasi pada pelayanan

(service oriented policing) haruslah menggunakan konsep–konsep Pelayanan

Prima, sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara Nomor 81 tentang Pelayanan Prima Aparatur Pemerintah kepada

Masyarakat, yang mencakup a) Kesederhanaan, b) Kejelasan dan Kepastian, c)

Keamanan, d) Keterbukaan, e) Efisien, f) Ekonomis, g) Keadilan, h) Ketepatan

waktu.

Polisi Sipil adalah polisi yang berwatak sipil dalam menjalankan tugasnya

untuk melindungi setiap warga masyarakat, menjaga harkat dan martabat manusia,

menghindari tindakan kekerasan dan lebih menggunakan hati nurani serta mau

mendengar setiap aspirasi atau keluhan-keluhan masyarakat. Kondisi ini

merupakan sesuatu hal yang berbeda dengan paradigma militeristik yang

cenderung bersifat kaku dan berorientasi kepada kepentingan penguasa. Sebagai

polisi sipil Polri diharapkan mampu untuk berperan ”protaganis” dari pada

61
”antagonis”, serta dapat memutuskan secar tepat kapan ia harus bertindak sebagai

”a strong hand of society” dan kapan bertindak sebagai ”a soft hand of society’.

Perubahan paradigma tentunya akan membawa pengaruh terhadap tata cara dan

konsep patroli kepolisian, karena patroli adalah bagian utama dari tugas

Kepolisian. Perubahan pola patroli kepolisian dari paradigma militeristik ke

paradigma sipil berdasarkan konsep pelayanan Prima Polri.

Maka dari beberapa pendapat yang berhasil didapat dari beberapa

narasumber penulis dapat menyimpulkan faktor-faktor yang menyebabkan

efektivitas Patroli Polisi di wilayah Hukum Kepolisian Sektor Landono,

diantaranya adalah:

1. Faktor Minimnya Personal Kepolisian.

Kwantitas terkadang juga menentukan sebuah kwalitas sebagaimana yang

terjadi di dalam lingkup Kepolisian Sektor Landono dengan kwantitas Anggota

yang sangat minim hanya 19 Orang (data pada table 1 tentang keadaan personil)

sedangkan wilayah yang akan dibawahi Polsek ini cukup luas sehingga mereka di

tuntut untuk bekerja extra terlebih dalam pelaksanaan patroli. Standarnya dalam

luas wilayah tersebut Polsek Landono bisa beranggotakan 30 sampai 40 orang

karena seharusnya masing-masing desa bisa dibawahi seorang anggota sebagai

babinkamtibmas, sebagai upaya pencegahan juga terhadap tindak pidana

pencurian yang sewaktu-waktu bisa terjadi di tengah masyarakat.

2. Faktor Sarana dan Prasarana.

Salah satu faktor pendukung Quick Wins dalam Program Kepolisian

Negara Indonesia adalah beberapa sarana yang memadai sehingga terwujud

62
ketanggapsegeraan untuk menangani segala yang dibutuhkan masyarakat

khususnya Patroli, bagaimana patroli akan bisa efektif jika belum terpenuhi sarana

pendukungnya kalau dalam patroli misalnya fasilitas kendaraan bermotor baik

roda dua maupun roda empat sebagai sarana trasnportasi Patroli. Sebenarnya di

Polsek Landono sudah ada satu armada mobil dan empat unit motor tapi karena

faktor usia dan model kendaraan yang bisa dikatakan tak layak lagi maka justru

lebih sering kendaraan-kendaraan yang ada ini tidak berfungsi ditambah dengan

minimnya dukungan anggaran.

Standarnya sarana-sarana ini tetap terpenuhi karena dalam menjalankan

tugasnya kepolisian minimal mempunyai sarana transportasi berupa mobil

meskipun 1 unit dan perlengkapan personal dalam menjalankan patroli seperti

yang tersebut dalam SOP di atas.

Hal ini dapat dibuktikan dengan minimnya rutinitas Patroli yang

cenderung hanya bersifat aktif jika hanya ada laporan saja, Itupun Polsek belum

bisa memenuhi jika ada permintaan pengawalan dari masyarakat sehingga mereka

harus meminjam kendaraan terlebih dahulu untuk dipergunakan. Dengan

kurangnya intensifitas Patroli tersebut gejolak terhadap munculnya beberapa

tindak pidana khususnya pencurian akan lebih marak sehingga situasi kondusif

bisa saja akan mudah dipecahkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

3. Faktor Medan.

Luas wilayah Kepolisian Sektor Landono adalah 2 (dua) Kecamatan yaitu

Kecamatan Landono dan Mowila yang mana dari segi geografis wilayahnya

63
perbukitan karena mowila sebenarnya pemekaran dari kecamatan Landono

sehingga masih banyak desa yang jalannya belum diaspal bahkan masih baru

dibuka yang mana akses ke desa itu sangatlah berat, sedangkan dari data

pencurian tersebut ada beberapa yang terjadi di daerah tersebut yang bisa

dikatakan belum tersentuh oleh Patroli Polisi.

4. Faktor Mental Anggota Kepolisian.

Salah satu faktor terpenting dalam pelaksanaan Patroli sendiri adalah

Sikap mental dari pelakunya sendiri yang mana adalah Anggota Kepolisian Sektor

Landono karena jikapun semua sarana pendukung ada akan tetapi mentalitas

pelaksananya kurang, mesti akan berpengaruh pada efektivnya Patroli hal ini

dibuktikan dengan tidak berjalanya jadwal yang sudah ditetapkan dan ada

beberapa anggota yang mangkir dari tugas tanpa ada perizinan ke Kapolsek

terlebih dahulu hal ini menyebabkan juga kurang berjalanya kegiatan patroli.

5. Faktor Masyarakat.

Masyarakat harusnya juga ikut berperan aktif dalam mendukung program

dari Kepolisian tersebut seperti misalnya, pengaktifan kembali ronda malam oleh

setiap karang taruna di desa-desa, serta melaporkan dengan cepat jika ada orang

yang mencurigakan, mengaktifkan tamu yang datang 1x24 jam wajib lapor serta

memberi informasi yang lengkap jika dimintai keterangan oleh Pihak yang

berwajib berkenaan dengan apa yang terjadi ataupun identitas seseorang yang

dicurigai.

64
6. Faktor Cuaca.

Faktor cuaca juga mempengaruhi terlaksananya pelaksanaan Patroli karena

wilayah Kecamatan Landono cuaca disini curah hujan sangat tinggi ditambah lagi

medan yang berat maka hal ini juga mempengaruhi rutinitas Patroli dan Petugas

cenderung akan malas jika sudah hujan apalagi waktu malam. Maka dengan

demikian kembali ke faktor fasilitas yang kurang memadai, karena jika sarana

transportasi mendukung tentu akan mengurangi masalah tersebut, sehingga jika

hujan tetap akan terlaksana kegiatan Patroli tersebut.

Dengan memperhatikan beberapa penjelasan tentang patroli beserta upaya

yang sudah dilakukan oleh Polsek Landono diatas, serta telah berhasil

disimpulkan oleh penulis tentang faktor-faktor yang menyebabkan efektivitas

patroli Polisi, maka patroli dari Kepolisian Sektor Landono yang sudah

diupayakan belum bisa berjalan efektif sesuai dengan tugas yang telah

diamanahkan oleh undang-undang Pelaksanaan patroli yang telah dirumuskan

dalam UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

pasal 14 ayat (1) huruf a yang berbunyi “Melaksanakan pengaturan, Penjagaan,

Pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai

kebutuhan”.

65
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan.

1. Pengaruh patroli Polisi dalam pencegahan tindak pidana pencurian yang

terjadi di wilayah hukum Kepolisian sektor Landono belum bisa dinilai

Efektif meskipun sudah dilakukan, hal ini terbukti dengan data pada tabel 2

karena asal pelaksanannya lebih banyak dari laporan masyarakat, dengan ini

maka fungsi patroli sebagai upaya preventif atau pencegahan terhadap

terjadinya tindak pidana belum terlaksana karena dengan lebih banyaknya

laporan masyarakat berarti sudah terjadi peristiwa hukumnya, sehingga

kepolisian dalam pelaksanaan patroli lebih banyak ke upaya penangkapan

dan penindakan pelaku bukan pencegahan.

2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Efektivitas patroli Polisi dalam

pencegahan tindak pidana pencurian yang marak terjadi Wilayah Hukum

Kecamatan Landono menurut hasil penelitian antara lain:

a. Faktor Minimnya Personal Kepolisian, keadaan personal di Polsek ini

memang sangat kurang hanya 19 orang sehingga memungkinkan untuk

terlaksananya pengawalan terhadap jalannya Patroli disini terkesan

kurang maksimal standarnya dengan luas wilayah tersebut jumlah

personalnya 30 sampai 40 orang.

b. Faktor Sarana dan Prasarana, minimnya rutinitas Patroli karena sarana

utama untuk transportasi berupa mobil dan motor yang seharusnya bisa

beroperasi sampai saat ini tidak bisa difungsikan karena factor usia.

66
c. Faktor Medan, luas wilayah Kepolisian Sektor Landono adalah 2 (dua)

Kecamatan yaitu Kecamatan Landono dan Mowila yang mana dari segi

geografis wilayahnya perbukitan karena mowila sebenarnya pemekaran

dari kecamatan Landono sehingga masih banyak desa yang jalannya

belum diaspal bahkan masih baru dibuka yang mana akses ke desa itu

sangatlah berat.

d. Faktor Mental Anggota Kepolisian, salah satu faktor terpenting dalam

pelaksanaan Patroli sendiri adalah sikap mental dari pelakunya sendiri

yang mana adalah Anggota Kepolisian Sektor Landono karena jikapun

semua sarana pendukung ada akan tetapi mentalitas pelaksananya kurang,

mesti akan berpengaruh pada efektivnya Patroli karena selama ini banyak

petugas yang tidak menjalankan patroli sesuai yang telah di jadwalkan.

e. Faktor Masyarakat, masyarakat kurang dalam mendukung program dari

Kepolisian tersebut seperti misalnya, tidak aktifnya ronda malam oleh

setiap karang taruna di desa-desa, tidak melaporkan dengan cepat jika

ada orang yang mencurigakan.

f. Faktor Cuaca, Faktor cuaca juga mempengaruhi terlaksananya

pelaksanaan Patroli karena wilayah Kecamatan Landono karena curah

hujan sangat tinggi.

B. Saran.

Untuk mengefektivkan pelaksanaan patroli dalam upaya pencegahan

tindak pidana pencurian di wilayah Hukum Kepolisian Sektor Landono, maka

disarankan untuk:

67
1. Menambah personal Kepolisian Sektor Landono, Karena kwantitas personal

mendukung kwalitas Patroli.

2. Pemerintah harus menyiapkan dukungan anggaran maupun sarana

transportasi guna mendukung kegiatan patroli polisi.

3. Pemerintah dan Kepolisian mengadakan penyuluhan agama tentang

pemahaman masyarakat akan pencurian itu merupakan perbuatan yang

dilarang agama dan undang-undang.

4. Kepolisian harus meningkatkan pengawasan yang lebih ketat dan sosialisasi

kemasyarakat untuk ikut bersama-sama menjaga keamanan desa masing-

masing dengan Pos Kamling.

68

Anda mungkin juga menyukai