Anda di halaman 1dari 47

EFEKTIFITAS UNIT PATROLI SAT SABHARA

DALAM PENCEGAHAN AKSI BALAP LIAR


OLEH REMAJA DALAM MENJAGA
HARKAMTIBMAS DI WILAYAH HUKUM
POLRES NGAWI

RENCANA PENELITIAN

Oleh:

DZAKY RADITYA WARDANA

BRIGTUTAR NO.AK 20.104


D / 09

AKADEMI KEPOLISIAN

SEMARANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Kepolisian Negara Republik Indonesia di masa modern seperti saat


ini memiliki makna bahwa Kepolisian bertugas dan memiliki tanggung
jawab untuk senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, dan mampu
memiliki penyesuaian terhadap perkembangan zaman yang terjadi pada
masyarakat. Kepolisian sendiri merupakan alat negara yang berperan
dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
dalam rangka tercipta dan terpeliharanya situasi kamtibmas yang kondusif
(pasal 5 ayat 1 UU no. 2 Tahun 2002), melalui program “PRESISI” yang
diusung oleh Bapak Kapolri, Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo,
M.Si, POLRI mencoba untuk selalu hadir ditengah-tengah masyarakat,
mendengarkan aspirasi, serta membantu masyarakat dalam
menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapinya. Program PRESISI
sendiri merupakan singkatan dari prediktif, responsibilitas, transisi
berkeadilan, memiliki peranan sebagai sebuah sistem dalam menyatukan
seluruh layanan data, memberikan kemudahan dalam membuat/
membangun sebuah layanan baru.mengintegrasikan layanan yang telah
ada dan membuah standarisasi layanan dalam berbagai aspek pelayanan
kepolisian. Slogan ini juga memiliki makna bahwa Kepolisian mampu
menyesuaikan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang
terjadi dengan tetap dapat menjaga prinsip serta martabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

Tugas Kepolisian di era modern ini tidak dapat dibilang mudah,


kemajuan teknologi mengakibatkan setiap anggota kepolisian harus dapat
menyesuaikan diri memiliki kemampuan cekatan dan cepat bertindak
serta dengan sigap mampu membuat keputusan. Dalam melaksanakan
tugasnya, POLRI mengedepankan 3 cara pendekatan terhadap
masyarakat, yakni preventif, pre-emtif, dan represif. Ketiganya merupakan
cara-cara yang dilakukan oleh POLRI untuk tetap dapat memastikan
kondisi kamtibmas yang aman dan tertib serta meminimalisir potensi
gangguan kamtibmas yang dapat saja terjadi sewaktu-waktu. Tindakan
preventif merupakan tindakan Polri yang dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah tindakan-tindakan masyarakat agar tidak mencapai ambang
gangguan terlebih menjadi gangguan nyata. Tindakan preventif ini
dilakukan dengan cara mencegah secara langsung terhadap kondisi-
kondisi yang secara nyata dapat berpotensi menjadi permasalahan sosial
dan tindakan kejahatan. Tindakan Preventif sendiri dilaksanakan oleh
fungsi Sabhara dan Intelijen Polri. Adapun tindakan pre-emtif merupakan
tindakan kepolisian untuk melaksanakan tugas kepolisian dengan
mengedepankan himbauan dan pendekatan kepada masyarakat dengan
tujuan menghindari munculnya potensi-potensi terjadinya permasalahan
sosial dan kejahatan di masyarakat. Tindakah pre-emtif Polri ini dilakukan
dengan komunikasi yang bersifat persuasif dan mengajak masyarakat
untuk melakukan hal yang seharusnya dilakukan dan tidak melakukan hal-
hal yang dilarang menurut aturan dan norma sosial kemasyarakatan.
Tindakan pre-emtif ini dilakukan oleh fungsi pembinaan masyarakat
(Binmas).

Sedangkan, upaya terakhir yaitu tindakan represif merupakan


kepolisian yang dilakukan dengan tujuan menghadirkan keadilan dengan
cara menegakkan hukum terhadap para pelanggar hukum di Indonesia.
Tindakan represif menjadi tindakan paling akhir yang dilakukan Polri
apabila tindakan pre-emtif dan preventif Polri tidak berhasil. Ketika suatu
perbuatan masyarakat telah menimbulkan gangguan dan ancaman yang
dapat merugikan orang lain, maka tindakan represif akan dilakukan oleh
Polri. Tindakan represif sendiri diemban oleh fungsi reserse kriminal
(Reskrim). Tindakan represif dilakukan dengan cara penyelidikan dan
penyidikan terhadap perbuatan yang diduga sebagai tindak pidana.
Ketiga upaya tersebut merupakan upaya dalam rangka mencegah
kejahatan yang dapat terjadi di tengah-tengah masyarakat, seperti yang
kita ketahui sampai saat ini masih banyak kasus kriminalitas yang terjadi
di Indonesia, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat
kriminalitas (crime rate) di Indonesia sebesar 90 per 100.000 penduduk
pada 2021. Hal itu berarti ada 90 dari 100.000 penduduk yang menjadi
korban kriminalitas sepanjang tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah masih belum baiknya Pendidikan
beserta fasilitas penunjangnya, yang pada ujungnya akan meningkatkan
angka pengangguran karena keterbatasan sumber daya manusia dengan
minimnya kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, hingga
juga berimbas kepada kemiskinan yang masih dapat dengan mudah kita
temui sekalipun di tengah kota besar, hukum yang masih belum dapat
tegas kepada masyarakat, serta masih adanya oknum di dalam
masyarakat yang egois, dan memikirkan dirinya sendiri untuk mencapai
kepentingan atau kepuasan dirinya.

Hal-hal inilah yang harus menjadi perhatian aparat penegak hukum


yang ada di Indonesia, termasuk POLRI sebagai institusi yang memegang
peran penting yang dapat menjamin situasi kamtibmas yang aman tertib di
dalam masyarakat. Contoh-contoh kriminalitas yang sering terjadi dan
menjadi perhatian utama kepolisian diantaranya adalah, kekerasan,
pembunuhan, serta aksi aksi pencurian, dan maraknya kejahatan yang
dilakukan oleh anak muda seperti berkeliaran tengah malam untuk
meminum minuman keras ataupun mengganggu keselamatan pengguna
jalan dengan melakukan balap liar. Pada penelitian ini penulis akan
membahas tentang kejahatan yang marak dilakukan oleh para kaum
muda di Indonesia, yakni balap liar.

Balapan liar sendiri adalah kegiatan beradu cepat kendaraan, baik


sepeda motor maupun mobil, yang dilakukan diatas lintasan umum.
Artinya kegiatan ini sama sekali tidak digelar di lintasan balap resmi,
melainkan di jalan raya. Biasanya kegiatan ini dilakukan pada tengah
malam sampai menjelang pagi saat suasana jalan raya sudah mulai
lenggang. Pada zaman sekarang ini di era globalisasi, banyak hal yang
berubah contoh kecilnya adalah pergaulan remaja yang agak tercoreng
dan tidak ada batasnya lagi, banyak di kalangan remaja melakukan hal-
hal yang negatif yang merugikan bukan hanya merugikan dirinya tetapi
merugikan juga bagi orang lain. Contohnya balapan liar karena remaja
masa kini mempunyai jiwa keingin tahuan yang cukup tinggi terpengaruh
dari film atau sekedar ingin mencari nama dan di bilang jagoan saja,
kenakalan remaja dapat di golongkan menjadi kegiatan yang meyimpang
atau kegiatan yang negatif yang merugikan dirinya dan orang lain,
kegiatan balap liar yang dilakukan kalangan remaja ini sudah tidak asing
lagi bagi masyarakat, justru bagi masyarakat kalangan bawah balapan liar
merupakan hiburan tersendiri, sebagian besar pelaku balap liar ini justru
bukannya golongan menengah saja tetapi semua golongan pun ikut
menikmati aksi balap liar ini. Melihat aksi balap liar ini bukanlah suatu aksi
positif atau karya yang bisa dicontoh, karena aksi balap liar ini sangat
merugikan pelaku sendiri dan bahkan bisa merugikan orang lain. Faktor-
faktor penyebab terjadinya tindak pidana balap liar yaitu bisa disebabkan
oleh buruknya kontrol diri dari remaja yang tidak dapat mengkontrol
keinginan untuk mencari jati diri dengan cara melakukan hal-hal baru dan
juga melemahnya kontrol sosial diakibatkan kegagalan keluarga,

Penelitian ini dibuat oleh penulis di daerah dimana penulis


melaksanakan Latihan Kerja taruna tingkat II di daerah Polda Jawa Timur,
tepatnya di wilayah hukum Polres Ngawi, Kabupaten Ngawi sendiri
terletak di wilayah barat Propinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung
dengan Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah
1.298,58 km2, di mana sekitar 40 persen atau sekitar 506,6 km2 berupa
lahan sawah. Secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 17
kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah
kelurahan. Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7 o21’-
7o31’ Lintang Selatan dan 110o10’-111o40’ Bujur Timur.
Topografi wilayah ini adalah berupa dataran tinggi dan tanah datar.
Tercatat 4 kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu Sine, Ngrambe,
Jogorogo dan Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu. Batas wilayah
Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut:

Gambar 1 : Peta Kabupaten Ngawi


 Sebelah Utara      : Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora
(Propinsi Jawa Tengah) dan Kabupaten Bojonegoro.
 Sebelah Timur     : Kabupaten Madiun.
 Sebelah Selatan  : Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan.
 Sebelah Barat      :  Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten
Sragen (Propinsi Jawa Tengah).

Adapun aksi balap liar di Kabupaten Ngawi ini biasanya


dilaksanakan pada malam hari bahkan tengah malam di waktu dimana
banyak warga masayarakat sedang melaksanakan istirahat, dari sini
dapat kita ketahui bersama bahwa aksi balap liar ini juga tidak etis
dilaksanakan apabila melihat dari sisi waktu terjadinya. Selain itu, banyak
juga keluhan yang disampaikan oleh masyarakat Kabupaten Ngawi, baik
yang berdomisili di sekitar tempat terjadinya balap liar ataupun
masyarakat pengguna jalan yang masih menggunakan akses jalan raya
pada malam hari. Tempat-tempat yang sering digunakan oleh pebalap liar
untuk melaksanakan aksinya diantaranya di sekitar lingkar ringroad
Kabupaten Ngawi, Jalan Raya Desa Gempol Kecamatan Karangjati,
apabila ditinjau secara hukum, aksi balap liar ini jelas dilarang
pelaksanaannya menurut pasal 115 angka b, UU No 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan, yang menyatakan “pengemudi
kendaraan bermotor di jalan dilarang : b. berbalapan dengan kendaraan
bermotor lain.”, dan apabila hal tersebut dilanggar, maka pelanggar dapat
dikenakan pidana sesuai yang terdapat pada pasal 297 UU No 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan yang menyatakan bahwa
“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan di
jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 115 huruf b dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.
3.000.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Upaya-upaya terus dilaksanakan oleh anggota Sat Sabhara Polres


Ngawi, dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terutama
pelajar, melalui kegiatan sosialisasi di sekolah, maupun di lingkungan
tempat tinggal, upaya patroli juga dilakukan dengan dilaksanakannya
patroli pada malam hari pada jam-jam yang sekiranya merupakan jam
“rawan” bagi oknum pebalap liar melancarkan aksinya, namun sampai
saat ini aksi balap liar tersebut masih terjadi, sehingga pada penelitian kali
ini peneliti akan melakukan penelitian terhadap EFEKTIFITAS UNIT
PATROLI SAT SABHARA DALAM PENCEGAHAN AKSI BALAP LIAR
OLEH REMAJA DALAM MENJAGA HARKAMTIBMAS DI WILAYAH
HUKUM POLRES NGAWI.
1.2 Identifikasi Masalah

1. Maraknya terjadi aksi balap liar yang dilakukan oleh remaja yang
menganggu kondisi kamtibmas di Kabupaten Ngawi terutama pada malam
hari
2. Pelaku dari aksi balap liar yang marak terjadi adalah pemuda
yang mana semestinya merupakan jam istirahat ataupun belajar bagi
remaja seusianya
3. Tempat terjadinya aksi balap liar adalah di jalan umum yang juga
merupakan jalur lalu lintas utama di Kabupaten Ngawi
4. Terganggunya kamtibmas masyarakat, karena pelaku melakukan
balap liar di waktu atau jam istirahat masyarakat
5. Adanya korban dari pelaku balap liar itu sendiri, bahkan korban
dari masyarakat yang sedang melewati jalan tersebut
6. Terjadinya peningkatan kasus balap liar di Kabupaten Ngawi
7. Perlunya upaya serius dari Sat Sabhara Polres Ngawi dalam
menangani kasus balap liar yang marak dilakukan oleh remaja di wilayah
hukum Polres Ngawi ini.

1.3 Perumusan Masalah


Merujuk pada identifikasi masalah diatas maka peneliti mengangkat
perumusan masalah dalam penelitian ini, meliputi : 
1. Bagaimana kinerja sat sabhara Polres Ngawi dalam upaya mencegah
aksi balap liar oleh remaja di wilayah hukum Polres Ngawi?
2. Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi kinerja sat sabhara dalam
upaya mencegah aksi balap liar oleh remaja di wilayah hukum Polres
Ngawi?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan peneliti
melakukan kegiatan penelitian adalah sebagai berikut
1. Tujuan Umum
Memaksimalkan upaya preventif yang dilakukan satsabhara
Polres Ngawi dalam mencegah aksi balap liar yang marak
dilakukan oleh remaja di wilayah hukum Polres Ngawi demi
tercapainya harkamtibmas.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan kinerja tugas satsabhara dalam upaya preventif
mencegah aksi balap liar yang terjadi di Kabupaten Ngawi.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya aksi
balap liar untuk menggambarkan kondisi yang kemudian akan
memberikan solusi permasalahan dengan mewujudkan situasi
aman dan tertib di Kabupaten Ngawi tanpa adanya aksi balap liar
yang terjadi melalui pendekatan fugsi teknis sabhara unit patroli
c. Menemukan solusi atau upaya-upaya yang dilakukan untuk dapat
mencegah aksi balap liar yang terjadi di Kabupaten Ngawi dalam
rangka menjaga situasi kamtibmas yang aman dan tertib.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka diharapkan dari hasil


penelitian ini dapat berguna bagi organisasi Polri khususnya Polres Ngawi
yang senantiasa memiliki peran dan tanggung jawab dalam menjaga
ketertiban masyarakat Kabupaten Ngawi, salah satunya meminimalisir
bahkan mencegah aksi balap liar yang masih banyak terjadi, melalui
upaya preventif dengan patrol yang dilakukan oleh SAT SABHARA Polres
Ngawi. Dengan demikian penelitian ini akan dapat dijadikan masukan
kepada pimpinan dalam menentukan kebijakan selanjutnya, sehingga
penelitian ini akan bermanfaat secara akademis dan praktis.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat yang diambil dalam penelitian ini adalah melihat
dan menilai secara objektif patrol yang dilakukan oleh Sat Sabhara Polres
Ngawi dalam mencegah aksi balap liar yang dilakukan oleh mayoritas
pemuda di Kabupaten Ngawi, guna terwujudnya harkamtibmas.

a. Sebagai referensi untuk menemukan patroli yang efektif guna


mengatasi tindak pidana dalam rangka mencegah terjadinya tindak
pidana balap liar yang dilakukan oleh remaja guna terwujudnya
harkamtibmas dan diharapkan dapat bermanfaat untuk
pengembangan ilmu tentang kepolisian.
b. Menselaraskan antara teori atau konsep akademis yang kemudian
diaplikasikan dalam Efektifitas Sat Sabhara Polres Ngawi guna
mengatasi tindak pidana dalam rangka mencegah terjadinya tindak
pidana balap liar guna terwujudnya harkamtibmas.
c. Diharapkan skripsi ini dapat menjadi salah satu referensi terhadap
tema atau judul yang sama di masa mendatang.

1.5.2 Manfaat praktis


Secara praktis penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang
bagaimana patrol SAT SABHARA Polres Ngawi telah terlaksana sampai
saat ini, dan diharapkan dapat memberikan masukan kepada kesatuan
wilayah atau pimpinan dalam merumuskan kebijakan di bidang Samapta
khususnya patroli , dan mampu menjadi terobosan dalam terciptanya
inovasi di bidang samapta sehingga dapat terwujudnya harkamtibmas.
Hasil dari penelitian skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
a. Polresta Surakarta, khususnya unit Sabhara Polres Ngawi agar
dapat mengatasi tindak pidana dalam rangka mendukung Polri yang
Presisi. Dengan demikian, diharapkan kegiatan patroli dapat efektif
dalam mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dan peduli terhadap
Kamtibmas serta memelihara situasi kondusif di wilayah hukum
Polresta Ngawi
b. Manfaat praktis lainnya yaitu sebagai bahan pertimbangan bagi Polri
khususnya Polres Ngawi  untuk lebih mengefektifkan Patroli Sat
Sabhara sehingga dapat berkontribusi terhadap pemeliharaan
Kamtibmas. 
Manfaat lainnya adalah sebagai saran bagi pimpinan terkait
Efektifitas Patroli Sat Sabhara guna mencegah tindak pidana balap
liar oleh kaum remaja yang sampai saat ini masih kerap terjadi di
Kabupaten Ngawi, untuk mewujudkan harkamtibmas yang
diharapkan oleh masyarakat Kabupaten Ngawi.

1. 6 Sistematika
Rencana penelitian ini disusun  untuk memberikan gambaran
pembahasan penelitian dengan menggunakan sistematika
penulisan.Rencana penelitian ini di susun dalam 3 (tiga) bab yang setiap
bab berurutan yang saling berhubungan dan saling melengkapi.
Sistematika penulisan yang digunakan penulis mengacu pada Keputusan
Gubernur Akademi Kepolisian Nomor : Kep/193/X/2017 tentang “Petunjuk
Teknis Penyusunan dan  Pembimbingan Skripsi Taruna Akpol”.  
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I    PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Perumusan Masalah
1.4 Tujuan Penelitian
1.5 Manfaat Penelitian
BAB II   TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1  Kepustakaan Penelitian
2.2 Kepustakaan Konseptual
2.3 Kerangka Berpikir
BAB III  METODE PENELITIAN
3.1  Pendekatan dan Jenis Penelitian
3.2  Fokus Penelitian
3.3  Lokasi Penelitian
3.4  Sumber Data/ Informasi
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.6 Validitas dan Reliabilitas
3.7 Teknik Analisis Data
3.8 Jadwal Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Penelitian


Tinjauan Pustaka disebut juga dengan penelitian kepustakaan.
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini memiliki tujuan yang berkaitan
dengan topik penelitian itu sendiri, yaitu untuk terlebih dahulu memberikan
informasi kepada pembaca tentang hasil penelitian sebelumnya yang
relevan dengan penelitian yang sedang berlangsung, tujuannya adalah
untuk melakukan penelitian jika topiknya serupa. , tetapi subjek
penelitiannya berbeda, begitu juga sebaliknya, hal ini untuk menghindari
plagiarisme murni dengan penelitian sebelumnya. Literatur penelitian
sangat penting agar dapat digunakan sebagai referensi dan literatur yang
dapat memberikan informasi tentang hasil penelitian sebelumnya, berisi
data empiris hasil penelitian sebelumnya, dan digunakan sebagai acuan
penelitian yang dilakukan saat ini. Dalam penelitian ilmiah memerlukan
penelitian lain (terdahulu), sebagai dasar untuk mendukung kebenaran
dan keakuratan suatu penulisan.  Adapun tinjauan kepustakaan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Literatur penelitian yang pertama adalah karya tulis Ronald Andry


Mauboy yang berjudul Peranan Polsek Mangapet dalam Penaggulangan
Kejahatan Geng Motor (Balap Liar) di Kota Manado, Jakarta, 2022, Tujuan
penulis melakukan penelitian ini adalah karena terdapatnya lahan yang
luas yang kerap digunakan oleh anak muda di Kota Manado, yang akrab
disebut sirkuit Balitka Manado oleh masyarakat sekitar, sirkuit ini sering
dipakai untuk balapan liat bahkan dipakai juga bagian trek jalan raya nya
untuk arena balap liar, serta di Kecamatan Mapanget, terdapat jalan yang
lebar dan luas karena diperunutukkan untuk kendaraan yang akan
melintas dari Manado ke Bitung dan Minahasa Utara. Namun, pada
kenyataannya tidak banyak kendaraan yang melintas melewati jalan yang
luas ini, sehingga memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk
melakukan kebut-kebutan atau balapan liar di jalan tersebut. Persamaan
penelitian tersebut diatas adalah adanya pemberdayaan serta
pemaksimalan fungsi teknis kepolisian dalam menanggulangi tindak
pidana balap liar menggunakan kendaraan bermotor. Adapun perbedaan
penelitian Ronald dengan penelitian ini adalah lokasi tempat dilakukannya
penelitian, dimana Ronald melakukan penelitiannya di wilayah Kota
Manado, sedangkan penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Polres
Ngawi. Adapun perbedaan lainnya adalah pendekatan fungsi teknis yang
dipilih, dimana karya tulis Ronald Andry Mauboy memiliki pendekatan
fungsi teknis binmas, sedangkan penelitian ini melalui pendekatan
Sabhara terutama fokusnya pada patrol sebagai salah satu tugas pokok
Satuan Sabhara.

2. Penelitian oleh Tri Wardana Bhakti pada tahun 2017 dengan judul
Peranan Kepolisian Resort (Polresta) Samarinda dalam Penanggulangan
Balapan Liar di Kota Samarinda, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui peranan Kepolisian Resor Kota (Polresta) Samarinda dalam
penanggulangan balap liar di Kota Samarinda. Kurangnya fasilitas sarana
dan prasarana seperti sirkuit untuk mengakomodir kegiatan yang bersifat
perkembangan sosiologis para pelaku balapan liar tersebut, sehingga dari
waktu ke waktu semakin banyak tindak pidana dan kejahatan yang
disebabkan oleh aksi balapan liar yang pada akhirnya semakin
meresahkan masyarakat, utamanya di Kota Samarinda, Kalimantan
Timur, pihak kepolisian sudah berupaya membubarkan balapan liar dan
menangkap para pembalapannya. Namun sepertinya hal ini belum cukup,
karena balapan liar masih terus terjadi secara rutin. Makin lama malah
aksi balapan liar semakin berani. Sebagai aparat penegak hukum yaitu
khususnya pihak kepolisian berkewajiban untuk menjaga ketertiban umum
agar tercipta keamanan dan kenyamanan dalam berlalu lintas. Dan
memberikan rasa aman pada setiap pengendara kendaraan bermotor
dengan berkomitmen penanggulangan aksi balapan liar dan menerapkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan agar dipatuhi oleh setiap masyarakat yang
akan menggunakan jalan dan pengguna jalan umum.

N Judul dan Metode Hasil Persamaan Perbedaan


o Penulisan

1. Peranan Metode Berdasarkan 1.Pemberdaya 1.


Polsek peneliti penelitian an dan Penelitian
Mangapet an tersebut, pemaksimalan oleh Ronald
dalam kualitati dapat fungsi teknis dilakukan di
penanggulang f disimpulkan kepolisian Kota
an kejahatan bahwa dalam Manado,
balap liar adanya aksi menanggulan sedangkan
masyarakat di balap liar gi aksi balap penelitian
Gorontalo yang terjadi liar ini
(Ronal Andry, di jalan raya menggunakan berdasarka
2020) terjadi kendaraan n apa yang
karena bermotor. terjadi di
masih belum Kabupaten
2. Trek yang
efektifnya Ngawi,
digunakan
pelaksanaan Jawa
untuk balap
tugas dari Timur.
liar
kepolisian
merupakan 2.
untuk dapat
jalur lalu lintas Penelitian
mengurangi
public, yang oleh Ronald
resiko balap
dilalui oleh menggunak
liar. Perlu
masyarakat an
adanya
setiap harinya pendekatan
sosialisasi
terutama Fungsi
bagi remaja Teknis
dalam Binmas,
menumbuhk sedangkan
an penelitian
kesadaran ini
akan resiko menggunak
bahaya an
yang dapat pendekatan
terjadi ketika Fungsi
melakukan Teknis
balap liar. Sabhara.

2. Peranan Metode Berdasarkan 1. Aksi balap 1.


Kepolisian peneliti penelitian liar terjadi Penelitian
Resort an tersebut, karena tidak oleh Tri
(Polresta) kualitati dapat adanya Wardana
Samarinda f disimpulkan fasilitas yang Bakti
dalam bahwa mampu dilakukan di
Penanggulang adamya aksi menagkomodi daerah
an Balapan balap liar r minat dan Samarinda,
Liar di Kota yang terjadi bakat Kalimantan
Samarinda, di jalan raya masyarakat Timur,
karena tidak secara legal, sedangkan
tersedianya sehingga penelitian
fasilitas bagi masyarakat ini
masyarakat mencari cara dilakukan
yang untuk olej penulis
memang menyalurkan di Ngawi,
memiliki minat dan Jawa
minat dan bakatnya Timur.
bakat untuk melalui aksi
dapat balap liar.
melaksanak
2. Aksi balap
an balapan
liar yang
secara legal
terjadi di
dan
Samarinda
kompetitif,
dan di
jadi perlu
Kabupaten
adanya
Ngawi sama-
inisiatif dari
sama
pemerintah
meresahkan
untuk dapat
dan membuat
tidak nyaman
masyarakat
dalam
melakukan
aktivitas,
maupun
memanfaatka
n waktu pada
malam hari
untuk
beristirahat.

Sumber : Skripsi Ronald Andry Mauboy (2022) dan skripsi Tri Wardana
Bakti (2017)

2.2 Kepustakaan Konseptual


Kepustakaan konseptual di dalamnya membahas mengenai teori,
konsep, atau  gagasan  dari  seseorang  yang berkompeten  pada  bidang 
yang  ditekuninya untuk  dijadikan  suatu  pisau  analisis  dalam  mengkaji 
permasalahan  yang  akan diangkat dalam penelitian tersebut.

2.2.1 Konsep
Konsep  digunakan  guna  memahami  arti  dari  kata  yang 
digunakan  oleh penulis dalam penelitian ini, maka disajikanlah beberapa
konsep sebagai berikut :
2.2.1.1 Konsep Efektifitas
Efektifitas merupakan hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan,
jadi efektifitas adalah pencapaian hasil sesuai dengan harapan secara
efektif dan efisien. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud :
1995 : 628) efektifitas berasal dari kata optimal yang berarti terbaik,
tertinggi.
Eektifitas juga dimaknai sebagai ukuran dimana semua kebutuhan
dapat dipenuhi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Menurut
Winardi (1996:363) efektifitas merupakan ukuran yang menyebabkan
suatu tujuan tercapai. Secara umum, efektifitas ialah pencarian nilai
terbaik dari yang tersedia dari beberapa fungsi yang diberikan pada suatu
konteks.
2.2.1.2 Konsep Unit
Pengertian Unit adalah merupakan suatu kesatuan yang bulat,
yang terdiri dari rangkaian bagian-bagian yang bersatu-padu dan serasi

2.2.1.3 Konsep Patroli


Patroli adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah dan
menindak gangguan atau pelanggaran hukum dalam rangka memelihara
dan meningkatkan atau meningkatkan tertib hukum di Wilayah Yurisdiksi
dan Wilayah Perairan Indonesia, beberapa contoh patrol yakni sebagai
berikut :
a. Melaksanakan kunjungan / sambang kepada masyarakat untuk :
1. Mendengarkan keluhan warga masyarakat tentang permasalahan
kamtibmas   dan   memberikan   penjelasan   serta
penyelesaiannya.
2.Memellihara hubungan silaturahmi / persaudaraan.
b.Membimbing  dan  menyuluh  di  bidang  hukum  dan  Kamtibmas 
untuk meningkatkan  kesadaran  hukum  dan  Kamtibmas  dengan 
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
c. Menyebarluaskan informasi tentang kebijakan pimpinan Polri
berkaitan dengan Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban
Masyarakat (Harkamtibmas).
d.Mendorong  pelaksanaan  siskamling  dalam  pengamanan 
lingkungan  dan kegiatan masyarakat.
e. Memberikan pelayan kepolisian kepada masyarakat yang
membutuhkan.
f. Menggerakan kegiatan masyarakat yang bersifat positif.
g.Mengkoordinasikan   upaya   pembinaan   kamtibmas   dengan   p
erangkat desa / kelurahan dan pihak-pihak terkait lainnya; dan
h.Melaksanakan  konsultasi,  mediasi,  negosiasi,  fasilitasi,  motivas
i  kepada masyarakat dalamharkamtibmas dan pemecahan
masalah kejahatan dan sosial.

2.2.1.4 Konsep Sat Sabhara


Satuan Samapta Bhayangkara di singkat Sat Sabhara adalah unsur
pembantu pimpinan dan pelaksana staf polres/ta yang berada dibawah
Kapolres. Sat Sabhara di pimpin oleh Kepala Satuan Samapta
Bhayangkara di singkat Kasat Sabhara yang dalam pelaksanaan tugasnya
bertanggungjawab kepada Kapolresta. Sat Sabhara dalam tugas dan
tanggungjawabnya sehari hari dibantu oleh Kaur Bin Ops, Panit Patroli,
Danton Patroli, dan Kompi Dalmas, dan Ton Dalmas, Bamin Sabhara,
Banum Sabhara dan Driver Sabhara.
SATUAN SAMAPTA / SABHARA BERTUGAS :

o Mengajukan pertimbangan dan saran kepada Pimpinan polres teluk


bintuni mengenai hal – hal yang berhubungan dengan bidang
tugasnya.

o Menyelenggarakan / membina Fungsi Kesamaptaan Kepolisian /


tugas umum dan pam obyek khusus, termasuk pengambilan
tindakan pertama di TKP dan penanganan Tindak Pidanan Ringan
( Tipiring ), pengendalian massa dan pemberdayaan bentuk –
bentuk Pam Swakarsa masyarakat dalam rangka pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat.

o Berdasarkan Program kerja dan petunjuk tehnis pembina Sabhara,


menetapkan rencana dan program kerja Sat Sabhara Polres Teluk
Bintuni serta mengarahkan, mengawasi dan mengendalikan
pelaksanaanya guna menjamin tercapainya sasaraan secara
berhasil dan berdaya guna.

o Memimpin dan membina disiplin, tata tertib dan kesadaran hukum


di lingkungan polres sehingga terjamin pelaksanaan fungsi
Sabhara.

o Mengadakan koordinasi dan membantu mengawasi serta


memberikan pengarahan terhadap pelaksanaan fungsi tehnis
Sabhara oleh badan – badan lain dilingkungan Polres Teluk Bintuni
sesuai dengan kedudukan serta batas wewenang dan tanggung
jawab.

o Memberikan bimbingan tehnis atas pelaksanaan fungsi pada


tingkat Polsek.

o Memberikan bantuan operasional atas pelaksanaan fungsi Shabara


pada polsek maupun Satuan.
o Mengadakan koordinasi dengan para Kapolsek maupun Kasat dan
setiap pelaksanaan kegiatan operasional yang melibatkan fungsi
Sabhara.

o Menyelenggarakan administrasi operasional termasuk pullajianta /


informasi yang berkenaan dengan aspek pembinaan maupun
pelaksanaan fungsi Sabhara.

o Mengadakan koordinasi dengan instansi samping yang


memerlukan bantuan Anggota Sat Sabhara.

o Memberikan bantuan Pengamanan dalam pelaksanaan sidang di


PN.

o Memberikan bantuan pengawalan tersangka untuk di hadirkan


dalm persidangan oleh Kejaksaan Negeri.

2.2.1.6 Konsep Pencegahan

Pencegahan adalah suatu proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan


menahan agar sesuatu hal tidak terjadi. Dapat dikatakan pula suatu upaya
yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran. Upaya pencegahan
kejahatan merupakan upaya awal dalam menanggulangi kejahatan.

2.2.1.6 Konsep Balap Liar

Balap liar adalah salah satu bentuk balapan kendaraan bermotor yang


digelar di sebuah jalan raya tanpa izin dari pihak berwenang. Balap liar
umumnya diikuti oleh beberapa kelompok pemilik kendaraan,
seperti mobil atau sepeda motor, yang telah dimodifikasi; dan
dilaksanakan di waktu-waktu tertentu, seperti pada saat dini harI saat lalu
lintas kendaraan sepi. Balap liar termasuk kegiatan yang dikategorikan
sebagai sebuah kejahatan. Selain menimbulkan kegaduhan karena suara
bising dari kendaraan yang sedang membalap ataupun
menimbulkan kemacetan karena ruas jalan ditutup oleh penyelenggara
balapan; balap liar juga dapat memicu kecelakaan yang dapat
menimbulkan korban jiwa, baik dari para pembalap maupun penonton
balap liar tersebut. Di Indonesia, seseorang yang melakukan balapan liar
akan dikenakan pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal
tiga juta rupiah. Ini belum termasuk pidana lain akibat menimbulkan
kegaduhan yang merugikan orang lain.

2.2.2 Teori
Dalam  rangka  menganalisis  hasil  temuan  yang  terdapat  pada 
penelitian ini,   penulis menggunakan   beberapa   teori   sebagai   pisau  
analisis   agar   hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah sebagai berikut :
2.2.2.1 Teori Manajemen
Manajemen, berasal dari kata dalam Bahasa Inggris yakni to
manage yang memiliki makna mengurus, mengatur dan mengelola.
Menurut Terry dalam Smith (2013) manajemen diartikan sebagai sebuah
proses atau kerangka kerja yang didalamnya terdapat bimbingan dan
pengarahan sekelompok orang mencapai tujuan-tujuan organisasional
atau maksud-maksud organisasi yang sudah ditetapkan.
Dalam kegiatan organisasional, akan selalu berkaitan dengan proses
manajemen atau manajerial. Seorang pemimpin akan selalu mengelola
dan mengatur jalannya organisasi, maka hal ini dimaksudkan sebagai
kegiatan memanajemen organisasi. George R. Terry menyatakan bahwa
sebuah organisasi memerlukan manajemen yang tepat guna. Dan
manajemen yang dimaksudkan ialah meliputi POAC atau planning,
organizing, actualiting, dan controlling. Dalam teori manajemen, Terry
dalam Smith (2013: 27) mengklarifikasikan manajemen sebagai berikut :
a. Planning (perencanaan)
Perencanaan merupakan penetapan langkah-langkah yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan dalam sebuah organisasi.
Perencanaan juga meliputi kegiatan pengambilan keputusan karena
termasuk sebagai upaya melakukan pemilihan alternative keputusan
dalam sebuah organisasi. Diperlukan kemampuan untuk dapat
memvisualisasikan kondisi yang akan datang untuk dapat merumuskan
pola tindakan untuk saat ini dan masa mendatang.
b. Organizing (pengorganisasian)
Pengorganisasian merupakan kegiatan pembagian komponen kegiatan
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan ke berbagai kelompok tugas.
Pengelompokan tersebut akan membantu penetapan wewenang di
antara unit tugas dalam sebuah organisasi. Pengorganisasian akan
selalu berkaitan dengan manusia sehingga pembagian tugasnya
kedalam masing-masing unit organisasi akan selalu berada dalam
unsur organizing. Dalam setiap kejadian, pengorganisasian akan
menghasilkan peranan kerja dalam struktur yang formal dan dirancang
untuk memungkinkan manusia bekerja sama secara efektif untuk dapat
mencapai tujuan bersama.
c. Actuating (menggerakkan)
Proses menggerakkan ini kegiatan yang dilakukan oleh seorang
manajer untuk mengawali dan kemudian melanjutkan kegiatan yang
telah ditetapkan pada tahap perencanaan dan pengorganisasian agar
dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Actuating juga termasuk
penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari anggota
organisasinya. Actuating juga mencakup tentang bagaimana memberi
penghargaan, memimpin dan mengembangkan dan memberi
kompensasi kepada anggota organisasi.
d. Controling (pengawasan)
Setelah melakukan proses-proses mulai dari perencanaan,
pengelompokan dan penggerakan maka kelanjutannya ialah
mengevaluasi proses yang sudah dilakukan dan penyimpangan tidak
diinginkan yang sekiranya terjadi selama proses pencapaian tujuan
organisasi berlangsung. Adanya evaluasi diperlukan untuk
mengadakan perbaikan atas hal-hal yang taik berjalan sesuai rencana
yang sudah ditetapkan. Hal ini mencakup pengubahan rencana, tujuan,
re-arranging tugas dan wewenang, dan perubahan ini dilakukan melalui
manusianya. 
Terry yang dikutip oleh Smith (2013: 67) dalam buku “Prinsip-prinsip
manajemen” menegemukakan 5 unsur manajemen, yaitu:
1. Manusia (Man)
Hal ini merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh
organisasi. Dalam mengelola organisasi, factor manusia paling
menentukan proses jalannya sebuah organisasi. SDM yang dimiliki oleh
organisasi akan menentukan bagaimana proses pencapaian tujuan
karena proses kerja dilakukan oleh SDM yang dimiliki organisasi. Dari
sini dapat diketahui proses manajemen timbul karena adanya SDM
yang bekerjasama untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Uang (Money)
Uang ialah salah satu unsur manajemen yang tidak dapat digantikan
karena peran uang sebagai pendukung dalam setiap pelaksanaan
kegiatan. Tentunya hal ini berkaitan dengan bagaimana membiayai
upah pegawai, memfasilitasi organisasi dengan sarana dan prasarana
yang mendukung SDM untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. 
3. Sarana dan prasarana (MateriaI)
Sarana dan prasarana yang mendukung juga termasuk hal yang dapat
digunakan untuk mendukung kinerja anggota atau SDM organisasi.
Dengan adanya SDM yang mumpuni tanpa adanya sarana dan
prasarana yang mendukung tentunya pencapaian tujuan tidak akan
maksimal. Namun apabila SDM organisasi yang berkualitas baik
disertai dengan dukungan sarana dan prasarana yang mendukung
maka pencapaian tujuan organisasi akan maksimal.
4. Metode (Method)
Metode merupakan penetapan cara pelaksanaan suatu tugas dengan
memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran,
fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan
kegiatan usaha.
5. Pasar (Market)
Market, dihubungkan sebagai lingkungan sosial masyarakat yang
merasakan dampak dari suatu permasalahan.
2.2.2.2 Teori Peran
Teori peran adalah pandangan dalam sosiologi dan psikologi sosial
yang mengasumsikan bahwa sebagian besar aktivitas sehari-hari
dilakukan oleh kategori yang ditentukan secara sosial (misalnya ibu,
manajer, guru). Setiap peran sosial adalah seperangkat hak, kewajiban,
harapan, norma, dan perilaku yang harus dihadapi dan dilakukan
seseorang. Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa orang
berperilaku dengan cara yang dapat diprediksi, dan bahwa perilaku
seseorang tergantung pada lingkungan, status sosial, dan faktor lainnya.
Teater adalah metafora yang sering digunakan untuk menggambarkan
teori peran.
Meskipun kata "peran" telah ada dalam berbagai bahasa Eropa
selama berabad-abad, sebagai konsep sosiologis tidak muncul sampai
tahun 1920-an dan 1930-an. Istilah ini menjadi terkenal dalam penelitian
sosiologis melalui karya teoretis Mead, Moreno, dan Linton. Dua konsep
Mead, pikiran dan diri, adalah pendahulu dari teori peran. Tergantung
sudut pandang umum terhadap tradisi teoretis, ada serangkaian "jenis"
dalam teori peran. 
Teori ini menempatkan persoalan-persoalan berikut mengenai
perilaku sosial:
1. Pembagian buruh dalam masyarakat membentuk interaksi di antara posisi
khusus heterogen yang disebut peran;
2. Peran sosial mencakup bentuk perilaku "wajar" dan "diizinkan", dibantu
oleh norma sosial, yang umum diketahui dan karena itu mampu
menentukan harapan;
3. Peran ditempati oleh individu yang disebut "aktor";
4. Ketika individu menyetujui sebuah peran sosial (yaitu ketika mereka
menganggap peran tersebut "sah" dan "konstruktif"), mereka akan
memikul beban untuk menghukum siapapun yang melanggar norma-
norma peran;
5. Kondisi yang berubah dapat mengakibatkan suatu peran sosial dianggap
kedaluwarsa atau tidak sah, yang dalam hal ini tekanan sosial
berkemungkinan untuk memimpin perubahan peran;
6. Antisipasi hadiah dan hukuman, serta kepuasan bertindak dengan cara
prososial, menjadi sebab para agen patuh terhadap persyaratan peran.

Dalam hal perbedaan teori peran, di satu sisi ada pandangan yang
lebih fungsional, yang dapat dibedakan dari pendekatan tingkat yang lebih
mikro dari tradisi interaksionis simbolik. Jenis teori peran ini
menggambarkan dampak dari perilaku individu yang saling berhubungan
pada masyarakat, dan bagaimana perspektif teori peran dapat diuji secara
empiris. Kunci untuk memahami teori ini adalah bahwa konflik peran
terjadi ketika seseorang diharapkan memainkan banyak peran pada saat
yang sama, yang mengarah pada ekspektasi yang saling bertentangan.
Teori pencegahan kejahatan

2.2.2.3 Teori Pencegahan Kejahatan


Pencegahan kejahatan adalah upaya untuk menekan angka
kejahatan seminimal mungkin untuk menghindari intervensi polisi
(Mohammad Kemal Darmawan, 1994:11). Definisikan pencegahan
kejahatan sebagai upaya terkoordinasi untuk meminimalkan tingkat
kejahatan, sebenarnya  mengandung  makna  bahwa terdapat kesadaran  
tentang   kejahatan   sebagai   hal   yang   tidak   pernah   dapat
dihilangkan   dan   adanya   keterbatasan   polisi,   baik   secara   kualitas  
maupun kuantitas,  sehingga  diperlukan  perlibatan  antarlembaga  yang 
berwenang  serta masyarakat untuk pencegahan kejahatan tersebut.
Menurut Awaloedin ( 2015 ) ada tiga type pencegahan kejahatan yaitu :
1. Primary prevention
Yaitu merubah kondisi fisik lingkungan dan lingkungan sosial yang
memberi kesempatan terjadinya kejahatan.Hal ini dilakukan terhadap
lingkungan yang langsung dihadapi sekarang dan spesifik (jangka
pendek).Kegiatan-kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat pada tingkat
RT/RW dengan melakukan penjagaan,ronda kampong maupun
pemasangan portal dengan tujuan membatasi akses masuk ke komplek
permukiman.Hal yang sama juga dilakukan oleh berbagai perusahaan
dengan penggunaan teknologi yang lebih cangih seperti,CCTV,pagar
pembatas,gembok/kunci dan sebagainya.25 teknik pencegahan kejahatan
situasional yang dikembangkan oleh Cornish dan Clarke termasuk pada
kategori ini.

2. Secondary prevention
Yaitu sedini mungkin melakukan identifikasi pelaku-pelaku yang
potensial dan melakukan intervensi sebelum pelaku terlibat dalam
kejahatan.Kegiatan ini meliputi berbagai bentuk pembinaan masyarakat
terhadap pemuda,pecandu narkoba maupun mantan pelaku
kejahatan.Kegiatan-kegiatan ini menjadi tugas dan terutama dilakukan
oleh unit pembinaan masyarakat polri maupun berbagai lembaga
pemerintah,agama maupun organisasi kemasyakaratan lainnya.

3. Tertiary Prevention
Yaitu kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk melakukan tindakan
terhadap pelaku setelah terjadinya kejahatan,yaitu proses
penyelidikan,penyidikan,penuntutan dan penghukuman terhadap pelaku
kejahatan oleh sistem peradilan pidana.
Pada penelitian ini penulis hanya membatasi pada pencegahan
primer sebagai Tindakan preventif pada jenis kejahatan tindak pidana
curanmor pada wilayah hukum Polsek Genuk.

2.2.2.4 Teori Difusi Inovasi


Everett Rogers mempopulerkan teori ini pada tahun 1964 dengan
bukunya The Diffusion of Innovation. Dia mendefinisikan difusi sebagai
proses dimana inovasi menyebar melalui berbagai saluran dan dari waktu
ke waktu dalam sistem sosial.

Inovasi adalah ide, praktik, atau objek baru yang dirasakan oleh
manusia atau unit adopsi lainnya. Teori ini menyatakan bahwa inovasi
menyebar ke seluruh masyarakat dalam pola yang dapat diprediksi.
Beberapa orang mengadopsi inovasi segera setelah mereka
mendengarnya. Dan beberapa kelompok masyarakat lainnya
membutuhkan waktu lama untuk mengadopsi inovasi. Ketika sebuah
inovasi diadopsi secara luas oleh banyak orang, itu bisa dikatakan
eksplosif.Rogers juga mengungkapkan bahwa ada 4 (empat) elemen
pokok

dalam proses difusi inovasi, yaitu:

a. Inovasi, yang berarti gagasan, tindakan, atau barang yang


dianggap

baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara

subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika


sebuah

ide dianggap baru oleh seseorang maka hal tersebut merupakan


inovasi bagi orang tersebut. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif
tidak

harus suatu hal yang baru diciptakan atau murni hal yang baru,

melainkan bisa juga merupakan modifikasi dari hal yang sudah ada

untuk menjadi lebih meningkat kualitas dan manfaatnya.

b. Saluran komunikasi, yaitu merupakan alat untuk menyampaikan


pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih
saluran komunikasi, sumber setidaknya perlu memperhatikan 2 hal
yaitu: 

(1) tujuan komunikasi dan (2) karakteristik penerima atau komunikan.


Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi
kepada orang yang banyak dan tersebar luas, maka saluran
komunikasi yang lebih efisien, cepat dan tepat, adalah media massa.
Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau
perilaku penerima (komunikan) secara personal, maka saluran
komunikasi yang paling tepat digunakan adalah saluran
interpersonal.

c. Jangka waktu, yang memiliki arti sebagai proses keputusan


inovasi,

dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk


menerima atau menolaknya, serta pengukuhan terhadap keputusan
itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi
waktu terlihat dalam (1) proses pengambilan keputusan inovasi, (2)
keinovatifan seseorang dimana dilihat dari relatif lebih awal atau
lebih lambatnya seseoarangdalam menerima inovasi, dan (3)
kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
d. Sistem sosial, yakni kumpulan unit yang berbeda secara
fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah
dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Teori Kejahatan, Defenisi kejahatan dapat dilihat dari dua sudut


pandang. Pertama dari sudut pandang hukum yang memandang
kejahatan sebagai tingkah laku yang melanggar hukum pidana. Kedua
dari sudut pandang sosiologis yang berpendapat bahwa kejahatan
adalah setiap perbuatan yang melanggar norma-norma yang masih
hidup di dalam masyarakat. (A.S Alam & Hasbi dalam Widiasari,
2015:18).

Teori Lingkungan. Menurut Soekanto (2004:42), bahwa dalam teori


sebab-sebab terjadinya kejahatan yang mendasarkan diri pada
pemikiran bahwa “dunia lebih bertanggung jawab atas jadinya diri
sendiri”. Teori ini merupakan reaksi terhadap teori antropologi dan
mengatakan bahwa lingkunganlah yang merupakan faktor yang
mempengaruhi seseorang melakukan kejahatan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tersebut adalah: a) Lingkungan yang memberi
kesempatan untuk melakukan kejahatan; b) Lingkungan pergaulan
yang memberi contoh dan teladan; c) Lingkungan ekonomi, kemiskinan
dan kesengsaraan; Lingkungan pergaulan yang berbeda-beda, jadi,
selian dari faktor internal (yang berasal dari diri pribadi), faktor eksternal
yaitu lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan
kejahatan yang bisa terjadi, “Pengaruh lingkungan sangat berpengaruh
dalam menentukan kepribadian seseorang, apakah ia akan menjadi
orang jahat atau baik.” (Soekanto, 2004:42)

Teori Kontrol Sosial, Ada tiga komponen dari kontrol sosial yaitu
kurangnya kontrol internal yang wajar selama masih anak-anak,
hilangnya kontrol tersebut dan tidak adanya norma-norma sosial atau
konflik norma-norma yang dimaksud. Ada dua macam kontrol yaitu
personal kontrol dan sosial kontrol. Personal kontrol (internal kontrol)
adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri agar seseorang
tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma yang
berlaku dalam masyarakat. Sedangkan Kontrol Sosial (eksternal kontrol
adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga dalam masyarakat
untuk melaksanakan norma- norma atau peraturan menjadi efektif.
(Atmasasmita dalam Widiasari, 2015:22)

Teori Spiritualisme, Menurut teori ini sebab terjadinya kejahatan dapat


dilihat dair sudut kerohanian dan keagamaan, karena sebab terjadinya
kejahatan adalah tidak beragamanya seseorang. Oleh karena itu,
semakin jauh hubungan seseorang dengan agama seseorang maka
semakin besar kemungkinan seseorang untuk melakukan kejahatan
dan sebaliknya, semakin dekat seseorang dengan agamanya eJournal
Sosiatri-Sosiologi, Volume 5, Nomor 4, 2017: 160-174 166 maka
semakin takut orang tersebut untuk melakukan hal-hal yang menjurus
kepada kejahatan.

Teori Multi Faktor, Teori ini sangat berbeda dengan teori-teori


sebelumnya dalam memberi tanggapan terhadap kejahatan dengan
berpendapat sebagai berikut: “Penyebabnya terjadi kejahatan tidak
ditentukan oleh satu atau dua faktor yang menjadi penyebab
kejahatan”. Jadi, menurut teori ini, penyebab terjadinya kejahatan tidak
ditentukan hanya dari dua teori saja, tetapi dapat lebih dari itu.

Teori Anomie dan penyimpangan budaya, memusatkan perhatian pada


kekuatan-kekuatan sosial (social forces) yang menyebabkan orang
melakukan aktivitas kriminal. Teori ini berasumsi bahwa kelas sosial
dan tingkah laku kriminal saling berhubungan. Pada penganut teori
anomie beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti
seperangkat nilai-nilai budaya, yaitu nilai- nilai budaya kelas menengah,
yakni adanya anggapan bahwa nilai budaya terpenting adalah
kesuksesan dalam ekonomi. Oleh karena orang-orang kelas bawah
tidak mempunyai saranasarana yang sah (legitimate means) untuk
mencapai tujuan tersebut, seperti gaji tinggi, bidan usaha yang maju,
dan lain-lain, mereka menjadi frustasi dan beralih menggunakan
sarana-sarana yang tidak sah (illegitimate means).

2.3 Kerangka Berpikir

Lemahnya perekonomian telah menurunkan kesejahteraan


masyarakat Genuk, sehingga masyarakat menengah ke bawah akan
bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mentalitas
kemalasan yang sudah mendarah daging membuat beberapa Genuk
bergerak cepat untuk menghasilkan sesuatu sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan tersebut. Dari situlah muncul tindakan
memalukan mengganggu ketertiban umum, yaitu beberapa orang
dengan cepat melakukan kejahatan untuk memenuhi kebutuhan
mereka. Diantaranya yang paling banyak terjadi di Kabupaten Genuk
adalah pencurian kendaraan bermotor. Maraknya kasus pencurian
kendaraan bermotor di Genuk berdampak pada kepercayaan
masyarakat terhadap polisi, karena dianggap tidak mampu melakukan
upaya preventif dalam penanggulangan kejahatan tindak pidana
pencurian  kendaraan  bermotor. Sekalipun faktanya Polisi melakukan
segala upaya dalampencegahan tindak pidana pencurian kendaraan
bernotor.Selain   dilakukan   upaya   preventif   polisi   juga   melakukan
upaya   preemtif   dalam pencegahan tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor, melalui penyuluhan penyuluhan di seluruh 
wilayah  hukum  Polsek  Genuk,  baik  melalui  Bhabinkamtibmas  yang 
tersebar  di desa desa maupun langsung oleh Satuan Binmas Polsek
Genuk di tempat tempat yang telah ditentukan. Akan    tetapi   
menurunnya    kepercayaan    masyarakat    terhadap    Polisi    menjadi
penghambat  pelaksanaan  penyuluhan  kepada  masyarakat.  Rasa 
simpati  masyarakat  kepada Polisi pun berkurang, mereka berpikir
bahwa polisi tidak melakukan tuganya secara maksimal dan  ini 
berpengaruh  terhadap feedback masyarakat  dalam  upaya
mendukung  pencegahan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor
oleh Polisi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka Polsek
Genuk berinisiatif  membuat suatu program yang dilakukan untuk
meningkatkan kedekatan antara Polisi dan masyarakat,sehingga  bisa 
memperbaiki  citra  Polri  dan  mengembalikan  kepercayaan 
masyarakat  kepada Polisi. Berdasarkan  Perpol Nomor 1 Tahun  2021 
tentang  Pemolisian Masyarakat,  Polsek Genuk dari Polrestabes
Semarang membuat  sebuah  aplikasi  yang  berpedoman  pada 
prinsip  prinsip  kerja  Polmas yang  lebih  menekankan  kepada 
program Kapolri yakni Polri PRESISI sebagai  upaya  Prediktif dan
Responsibilitas dalam pelayanan kepada masyarakat.  Dalam  
pelaksanaannya, aplikasi ini membuat masyarakat yang membutuhkan
bantuan kepolisian sedini mungkin dapat dengan mudah meminta
bantuan di aplikasi ini yang terhubung kepada setiap anggota di
Polrestabes Semarang termasuk Polsek Genuk. Karena dengan begitu
masyarakat akan lebih cepat melaporkan kekhawatirannya kepada
polisi dan memberikan masukan positif berupa saran dan pertanyaan
yang membangun untuk mencegah terjadinya pencurian kendaraan
bermotor. Diharapkan melalui upaya-upaya tersebut, penangkalan
masyarakat terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor
akan semakin meningkat dan diperoleh masukan yang konstruktif dari
masyarakat sebagai bahan analisis dan penilaian kepolisian ke depan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu menurunkan angka
pencurian kendaraan bermotor di wilkum Polsek Genuk. Kerangka
berpikir penelitian yang dibuat oleh penulis adalah sebagai berikut:
GAMBAR 1.2 Kerangka Berpikir 

IN STRUMENTAL INPUT

PASAL 13 UU NO 2 TAHUN 2002, PERKAP


NO 7 TAHUN 2021, PERPOL NO. 1 TAHUN
2021, DAN PASAL 115 HURUF B UU NO
22 TAHUN 2009 TENTANG LLAJ

KONDISI AWAL OUTPUT


SUBYEK OBYEK
EFEKTIFNYA PERAN
MASIH MARAKNYA POLRES METODE PENCEGAH PATROLI SAT
INSIDEN BALAP LIAR NGAWI, AN SABHARA POLRES
DI KABUPATEN TEORI PERAN, TEORI
PERSONEL TERJADINYA NGAWI UNTUK
NGAWI YANG PENCEGAHAN
SAT INSIDEN MENCEGAH BALAP
DILAKUKAN OLEH KEJAHATAN, TEORI
SABHARA BALAP LIAR LIAR OLEH REMAJA
ANAK MUDA DI DIFUSI INOVASI,
POLRES DI DEMI MEWUJUDKAN
KABUPATEN NGAWI, KONSEP PERAN DAN
NGAWI KABUPATEN HARKAMTIBMAS
JAWA TIMUR KONSEP PATROLI
NGAWI, YANG MARAK DI
KABUPATEN NGAWI,

FAKTOR EKSTERNAL
FAKTOR INTERNAL
Faktor Sosial (lingkungan
SDM, ANGGARAN, SARPRAS
masyarakat)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian


Agar penelitian menjadi lebih terarah dan mendapatkan hasil sesuai
dengan apa yang diharapkan, maka perlu ditentukan suatu pendekan dan
metode penelitian yang digunakan. Adapun pendekatan dan metode yang
digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah sebagi berikut:

3.1.1 Pendekatan Penelitian


Pendekatan penelitian terbagi menjadi dua jenis, yaitu pendekatan
kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu
pendekatan yang juga disebut dengan pendekatan investigasi karena
biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka
langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian
(McMillan & Schumacher, 2003). Sedangkan menurut Sugiyono (2013:7)
menyebutkan metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya eksperimen) peneliti
adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi, analisis data bersifat induktif/ kualitatif dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.Data
dalam pendekatan kualitatif berbentuk kata-kata dan laporan informasi
secara mendalam dan menyeluruh yang telah dianalisis dan dijelaskan
bukan dengan data angka yang telah diolah seperti pendekatan kuantitatif.
Pendekatan ini digunakan agar dapat memahami tentang Efektifitas
Patroli Sat Sabhara dalam pencegahan aksi balap liar oleh Remaja untuk
mewujudkan Harkamtibmas di wilayah hukum Polres Ngawi

3.1.2 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Analisis kasus merupakan
bagian dari metode ilmiah. Tapi tujuannya bukan hanya untuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Keuntungan belajar kasusnya terletak
pada penyulingan teori dan kompleksitas masalah memberikan bahan
yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya, dan bukti
keterbatasan prinsip universalitas (Denzin dan Lincoln, 2009). Studi kasus
fokus pada satu (atau lebih) contoh fenomena tertentu untuk tujuan
penelitian tentang suatu peristiwa, hubungan, pengalaman atau proses
yang terjadi dalam kasus tersebut (Denscombe, 2007)
Dalam penelitian kualitatif, alatnya adalah orang atau orang instrumen.
Oleh karena itu, untuk menjadi alat, peneliti harus memberikan teori dan
wawasan yang luas sehingga dapat mengajukan pertanyaan,
menganalisis, memotret, dan menyusun objek penelitian menjadi lebih
jelas dan bermakna.

3.2 Fokus Penelitian


Fokus penelitian adalah pernyataan tentang subjek penelitian yang
dilakukan. Fokus penelitian ini adalah untuk memudahkan dalam
pengumpulan dan pengolahan data oleh penulis. Dalam penelitian ini,
penelitian difokuskan pada kinerja Patroli Sat Sabhara dalam
pencegahan aksi balap liar oleh Remaja untuk mewujudkan
Harkamtibmas di wilayah hukum Polres Ngawi

3.3 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian dilakukan di Kepolisian Sektor Ngawi, Jalan Jaksa
Agung Suprapto No. 10, Kluncing, Ketanggi, Kec. Ngawi, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur (kode pos : 63211). Fokus penelitian ini adalah
Efektifitas Patroli Sat Sabhara dalam pencegahan aksi balap liar oleh
Remaja untuk mewujudkan Harkamtibmas di wilayah hukum Polres Ngawi
Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan pada maraknya terjadi
balap liar di Kabupaten Ngawi
.

3.4 Sumber Data


       Wujud data dalam penelitian ini ialah kata-kata dan tindakan
yang selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan sebagainya
(Sugiyono, 2010).

3.4.1 Data Primer


Data primer adalah jenis data yang diperoleh dengan melakukan
pengamatan langsung ke lokasi yang menjadi sasaran penelitian,
wawancara mendalam dengan informan yang terkait dengan
permasalahan yang diteliti. Sebelum dilakukan wawancara mendalam,
terlebih dahulu mencari informasi dan memilih orang – orang yang dinilai
memiliki keterkaitan dengan permasalahan sehingga informasi dan data
yang diperoleh tersebut jelas kebenarannya. Informan yang dilibatkan
dalam rencana penelitian ini, antara lain meliputi:
a. Kapolres Ngawi
b. Kasat Sabhara
c. Kanit Patroli Sat Sabhara
d. Kapolsek Kota Ngawi
e. Bhabinkamtibmas Polsek Kota Ngawi
f. Masyarakat rawan menjadi pelaku curanmor

3.4.2 Data Sekunder


Sumber data kedua peneliti peroleh dari buku-buku, Karya ilmiah,
buku hukum, jurnal dan file yang ada ada di Polsek Genuk. 
           Ketika peneliti mulai memasukkan sampel, maka dilakukan
pengukuran sampel selama proses penelitian dan mendapatkan informasi
sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber. 

           Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah bertujuan


untuk penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dengan tidak
berdasarkan hierarki, acak atau Namun berdasarkan adanya target
tertentu (Sugiyono, 2010). Pertimbangannya, agar laporan lebih mudah
diselesaikan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, proses pengumpulan data dilakukan dengan
tiga metode: wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen.
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab sehingga dapat membangun makna dalam suatu
topik (Sugiyono, 2007:72). Metode wawancara rinci pada dasarnya sama
dengan metode wawancara lainnya. Peran pewawancara, tujuan
wawancara, peran informasi, dan cara  wawancara hanya berbeda dari
wawancara biasa. Wawancara adalah pengumpulan data melalui tanya
jawab satu arah, dilakukan secara sistematis dan untuk tujuan penelitian.
Pada umumnya ada dua orang atau lebih yang hadir secara fisik dalam
proses tanya jawab, dan masing-masing pihak dapat menggunakan
saluran komunikasi secara wajar dan lancar (Hadi, 2001: 193).
Wawancara juga dapat diartikan sebagai  pertukaran atau interaksi
dengan aturan, tanggung jawab, perasaan, keyakinan, motif, dan
informasi yang berbeda (Stewart dan Cash,  Herdiansyah, 2014: 118).
Penulis menggunakan teknik wawancara mendetail untuk merinci
bagaimana pendapat dan tanggapan masyarakat sekitar terhadap
maraknya terjadi balap liar di Kabupaten Ngawi, dan mencari informasi
dimana saja tempat yang rawan menjadi tempat untuk balap liar. Selain
wawancara rinci, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi. Dalam hal ini penulis akan bekerjasama dengan staf unit
Samapta untuk kegiatan sosialisasi dan patroli. Maka penulis mengamati
apa yang dilakukan oleh staf Unit Samapta, apakah sudah sesuai, dan
apakah praktik penyuluhan mengikuti teori dan konsep yang digunakan.
Jika ada kontradiksi atau ketidaksesuaian, penulis mencatatnya sebagai
pernyataan, tetapi tidak menanyakannya di lapangan agar pelaksanaan
kegiatan murni tanpa perasaan diawasi.  Teknik pengumpulan data akhir
yang digunakan adalah telaah dokumen. Penulis menelaah dan mengkaji
dokumen-dokumen yang menjadi subyek penelitian, khususnya pada isu
pencurian kendaraan bermotor. Untuk mengatasi keterbatasan penulis
dengan alat media seperti pedoman wawancara, buku catatan, catatan,
alat tulis, dan kamera digital.

3.5.1 Wawancara
Wawancara merupakan percakpan dengan maksud tertentu.
Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (yang
mengajukan pertanyaan) dan informan (yang memberikan jawaban atas
pertanyaan). Pada penelitian kualitatif, identitas dan peran informan serta
informasi yang disampaikan menjadi hal yang sangat berharga sehingga
informasi tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan. Identitas dan
informasi dapat dibuka atau tertutup untuk umum. Identitas informan dapat
dibuka selama informan sepakat.
Saat melakukan wawancara, pewawancara harus mempersiapkan
poin – poin pertanyaan kemudian dikembangkan sebelum diajukan
kepada narasumber. Selain itu, sikap, etika, dan penggunaan bahsa saat
wawancara juga harus diperhatikan. Sikap harus menunjukan keseriusan
dan minat untuk menerima jawaban – jawaban dari setiap pertanyaan
yang diajukan dengan memperhatikan serta fokus kepada narasumber.
Saat mengawali wawancara ucapkan terimakasih kepada narasumber
atas kesediannya untuk meluangkan waktunya untuk diwawancarai
kemudian tanyakan hal – hal yang bersifat sapaan ringan seperti kondisi
narasumber, setelah itu ajukan pertanyaan – pertanyaan yang telah
disiapkan. Pertanyaan yang diberikan sebaiknya tidak bersifat pribadi
yang menyebabkan narasumber tidak nyaman untuk mengutarakan
pendapatnya. Terakhir ucapkan terima kasih kepada narasumber bila
perlu disertai dengan pemberian ucapan terima kasih. Teknik wawancara
menggunakan alat bantu seperti pedoman wawancara sebagai panduan
dalam pelaksanaan wawancara dan alat perekam untuk merekam
jawaban – jawaban dari narasumber yang tidak tercatat saat proses
wawancara.

3.5.2 Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dan gejala sosial
untuk kemudian dilakukan pencatatan. Observasi yakni salah satu teknik
pengumpulan data yang tidak hanya mengukur prilaku responden
(wawancara dan angket) namun dapat digunakan juga untuk mencatat
berbagai fenomena yang terjadi. Penelitian ini akan dilakukan dengan
langsung terjun ke lapangan menjadi partisipan pengamat untuk
menemukan dan mendapatkan data yang berkaitan dengan fokus dari
penelitian. Pengamatan dimanfaatkan karena teknik pengamatan ini
didasarkan atas pengalaman secara langsung. Observasi adalah
instrumen penelitian yang bermafaat ketika teknik komunikasi lainnya
tidak mungkin untuk dilakukan pada kasus – kasus tertentu. Fokus dalam
observasi penlitian kualitatif pada dasarnya sudah ditentukan sejak
penelitian di rencanakan dan merupakan satu unsur penelitian yang
penting. Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab
permasalahan terkait Efektifitas Patroli Sat Sabhara dalam pencegahan
aksi balap liar oleh Remaja untuk mewujudkan Harkamtibmas di wilayah
hukum Polres Ngawi
Obeservasi sebagai metode penelitian berbeda dengan observasi yang
dilakukan pada kegiatan sehari-hari. Observasi sebagai metode penelitian
menuntut dipenuhinya syarat – syarat tertentu yang merupakan jaminan
bahwa hasil pengamatan harus sesuai kenyataan yang menjadi fokus
penelitian dan fokus observasi harus dibatasi agar tidak timbul kendala –
kendala dalam menentukan apa yang menjadi fokus untuk diamati dengan
seksama dan apa yang harus diabaikan.

3.5.3 Studi Dokumen


Penelitian ini juga akan dilakukan dengan menggunakan teknik
pengumpulan data telaah dokumen. Dilihat dari sifat informasi yang
diberikan, bahan pustaka dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni:
1. Sumber primer, bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah baru
atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta yang diketahui
mengenai suatu gagasan. Sumber primer dapat mecakup buku, kertas
kerja komperensi, lokakarya, seminar, symposium, laporan penelitian,
laporan teknis, majalah, disertasi, dan tesis.
2. Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang berisikan informasi
tentang bahan primer, antara lain abstrak, indeks, bibliografi, penerbitan
pemerintah, dan bahan acuan lainnya. (Soekanto dan Mamudji, 2011:28).

3.6 Validitas
         Validitas memuat uraianan tentang cara untuk memperoleh
keabsahan data. Validitas digunakan untuk mengetahui akurat data yang
menggunakan pendekatan kualitatif. Kofermabilitas, trasformabilitas, dan
trianggulasi adalah cara untuk mengetahui kearutan data. Trianggulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan data lain.
Diluar itu data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap
data tersebut. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan yaitu
pemeriksaan melalui sumber lain (Moleong, 2007;330). Teknik ini akan
digunakan dalam penelitian karena sumber data yang digunakan bersifat
beragam. Moleong (2007:332) mengatakan bahwa dengan kata lain,
trianggulasi digunakan untuk mengoreksi temuannya melalui jalan
memandingkannya dengan banyak sumber, metode, atau teori.
            Maka penelitaian dapat ditentukan keabsahan dan vadilitasnya
dengan cara mengajukan berbagai variasi pertanyaan, mengeceknya
dengan berbagai sumber, dan memanfaatkan berbagai metode supaya
pengecekkan dapat dilakukan.

3.7 Teknik Analisis Data


Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif berbasis model 
 Analisis interaktif oleh Miles dan Huberman. Disarankan oleh Sugiyono
bahwa model  terdiri dari reduksi data dan penyajian data dan menarik
kesimpulan (Sugiyono, 2010)
a. Reduksi Data
Merangkum, menyederhanakan, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
merupakan pemahaman dari reduksi data. Atau juga dapat dipahami
sebagai peneliti melakukan peringkasan data untuk kemudian dipilih
dan difokuskan pada bagian pentingnya (Sugiyono 2016:247 dalam
Pratiwi, 2018). Salah satu caranya ialah dengan melakukan abstraksi.
Abstraksi dapat didefinisikan sebagai upaya untuk menyederhanakan
data dan menyampingkan data yang tidak diperlukan sehingga data
yang diperoleh dapat terpusat atau terfokus menjadi data yang inti dan
penting. Hal ini dapat mempermudah peneliti mengolah data.
b. Sajian Data
Menjelaskan kumpulan informasi  yang terorganisir memberikan
kesempatan untuk menarik kesimpulan, menjadi aktif. Data kualitatif
ditampilkan dalam format berikut: teks cerita, matriks, bagan tabel, dan
diagram. Semuanya terorganisir menggabungkan informasi yang disusun
secara padu dan mudah dipahami (Sugiyono, 2010)
c. Penarikan Kesimpulan
Apabila pengumpulan data sudah selesai dilakukan, tahapan
berikutnya ialah menarik kesimpulan. Dalam melakukan penarikan
kesimpulan diperlukn proses verifikasi data dengan melakukan
peninajuan ulang data yang diperoleh di lapangan agar mendapatkan
penafsiran atau analisis yang sesuai atau lebih cocok.

3.8 Jadwal Penelitian

Adapun pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan selama


14 hari lamanya dan bertempat di Polres Ngawi. Jadwal penelitian
berjudul “EFEKTIFITAS UNIT PATROLI SAT SABHARA DALAM
PENCEGAHAN AKSI BALAP LIAR OLEH REMAJA DALAM
MENJAGA HARKAMTIBMAS DI WILAYAH HUKUM POLRES
NGAWI” ini disajikan pada Tabel berikut:

Kegiatan  Hari ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Observasi  X X X X X X X

Studi X X X X X X
dokumen

Evaluasi X X

Jadwal Penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan nomor 1 tahun 2017


tentang Buku Petunjuk Pelaksanaan Patroli.

Budi Rizki H, dan Rini Fathonah, 2014, Studi Lembaga Penegak Hukum,
Bandar Lampung: Justice Publisher.R.Terry, George dan Leslie W.Rue.
“Dasar-Dasar Manajemen”. Jakarta: Bumi Aksara, 2010

Septian Alfayyet. (2021). EFEKTIFITAS patroli dialogis unit patroli satuan


sabhara dalam pencegahan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor
di wilayah hukum polresta Kota Pekanbaru pada masa pandemi covid-19.
Semarang

Stoner, J. A. F. (2012). “Management”. Andersen Press.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: 


IKAPI
Terry, George R. 2016. “Prinsip-Prinsip Manajemen”. Terjemahan J. Smith
D.F.M. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Sonny Hendra Septian (2017). “Remaja dalam Fenomena Balap Liar”. Jurnal
Ilmiyah

Hardika Farizky, Rr. Nanik Setyowati. (2015). “Faktor Pendorong Remaja


Mengikuti Balap Liar di Jalan Karangmejan Surabaya”. Kajian Moral dan
Kewarganegaraan
Amalia Rosanti, Fokky Fuad. (2015). “Budaya Balap Liar di Ibukota”. Lex
Jurnalica

Malak Winda Iffahsari, Budi Purwoko. (2016). “Studi Tentang Motivasi Belajar
Pada Siswa Penggemar Balap Motor Liar di Kecematan Krembung”.
Jurnal BK UNESA

I Gede Mas Saka Putra Pradita, I Nyoman Surata. (2020) “Penanggulangan


Balapan Motor Liar di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Buleleng” . Kertha
Widya

Sonny Hendra Septian, (2019). “ Remaja Dalam Fenomena Balap Liar.


Administrasi Publik

Lemdiklat POLRI. 2018. Hanjar Fungsi Teknis Samapta untuk Akademi


Kepolisian. Semarang: AKPOL.
.
Peraturan Kepala Badan Pemelihara Keamanan Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Patroli. 2011. Jakarta: Mabes
POLRI.

Peraturan Kepala Badan Pemelihara Keamanan Kepolisian Negara Republik


Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Patroli. 2017. Jakarta: Mabes
POLRI.

Peraturan Kepolisian Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi


dan Tata Kerja pada Tingkat Polres dan Polsek. 2010. Jakarta: Mabes
POLRI.

Smith, J. 2013. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.


Terry, G. R. 2009. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang


Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2002. Jakarta: Mabes POLRI

Anda mungkin juga menyukai