Anda di halaman 1dari 12

Dampak Pembangunan Terusan Kra sebagai Jalur Distribusi Energy Thailand

Rona Ria Lianda O.S (2002046095)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman Jalan Muara Munrai, Gn. Kelua,
Kec, Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Email: ronaaalnda12@gmail.com

A. PENDAHULUAN

Thailand merupakan negara yang memiliki julukan “Negeri Gajah Putih”. Thailand
adalah negara yang menganut sistem pemerintahan monarki konstitusional dengan pemimpin
pertamanya merupakan seorang raja, yaitu Pharaya Manopakron. Berdasarkan sejarahya,
kerajaan pertama di Thailand adalah kerajaan Sukothai yang memiliki sistem pemerintahan
monarki absolut dimana kekuasaan tertinggi berada ditangan seorang Raja. Namun, Thailand
mengalami revolusi menjadi negara monarki konstitusional dengan sistem pemerintahan
demokrasi parlementer pada tahun 1932. Pembagian wilayah admistratif Thailand di bagi
menjadi 77 provinsi dengan ibu kota Thailand terletak di Bangkok. System demokrasi Thailand
terbagi menjadi tiga partai, yaitu Dewan Mentri, Dapartemen Legislatif, dan Dapartemen
Yudikatif. Saat ini, Perdana Menteri Thailand ialah Prayut Chan-ocha yang menjabat sejak tahun
2014 dan kepala negara Thailand adalah Raja Maha Vajiralongkorn yang naik tahta pada tahun
2016.

Thailand merupakan negara agraris yang memiliki luas wilayah sebesar 513.120 km2
dengan letak astronomis berada di 5º LU - 21º LU dan 97º BT - 106º BT.
Secara geografis, Thailand merupakan  negara berkembang di  kawasan Asia Tenggara yang
memiliki yang berada di posisi strategis dan merupakan salah satu pusat ekonomi dan budaya di
kawasan Asia Tenggara. Hal ini dibuktikan dengan wilayah daratan Thailand berbatasan
langsung dengan daratan di wilayah Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Laos. Sedangkan, batas
wilayah Maritim Thailand di bagian selatan ialah Selat Malaka dan Laut Andaman, di bagian
tenggara Thailand Pulau Sumatra (Indonesia) dan Pulau Andaman.  
Figure 1 Peta Negara Thailand

Sumber: BBC News

Thailand merupakan kawasa di wilayah Asia Tenggara yang tidak pernah merasakan
kolonialisasi oleh bangsa Eropa. Salah satu faktor yang  menjadikan Thailand tidak dijajah oleh
bangsa asing yaitu Thailand berada diantara wilayah jajahan Inggis dan Perancis dan berbatasan
langsung dengan wilayah tersebut. Hal ini menjadikan Thailand sebagai buffer state pada masa
itu.  Masyarakat Thailand resmi mendeklarasikan dan memperingati hari kemerdekaannya pada
tanggal 5 Desember yang juga merupakan ulang tahun Raja Thailand yaitu Raja Bhumibol
Adulyadej atau Raja Rama IX. Raja Rama IX juga merupakan raja dengan kepemimpinan
monarki terlama di dunia yang memimpin Thailand selama 70 tahun (1946-2016).
Figure 2 Raja Thailand & Permaisuri

Sumber: BBC News

Populasi penduduk asli Thailand didominasi oleh etnis Thai dan Laos.  Berdasarkan data
terakhir yang dikutip dari Worldmeter colaboration of the latest United Nations, ssat ini Thailand
memiliki 70,182,111 juta penduduk dan berada pada urutan 20 negara dengan penduduk
terbanyak di dunia. Thailand memiliki 5 agama yang diakui oleh pemerintah, yaitu Buddha,
Islam, Kristen, Katholik, dan Hindu. Agama Buddha merupakan agama yang mayoritas dianut
oleh masyarakat Thailand. Oleh karena itu, ajaran agama Buddha tentu memberikan pengaruh
bagi nilai-nilai kehidupan sosial dan kebudayaan di Thailand. Thailand pernah mengalami
konflik internal antar etnik Melayu dan Muslim di wilayah Thailand Selatan yang menewaskan
dua biarawan Candi Wat Rattananupab. 

Thailand juga merupakan salah satu negara di regional Asia Tenggara dengan laju
pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Salah satu factor pendukung berkembang pesatnya
perekonomian Thailand adalah keterbukaan Thailand dalam melakukan perdagangan
internasional. Sebelumnya Thailand pernah mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh
ketidakstabilan politik .  Saat ini, Thailand berhasil melakukan modernisasi sistem ekonomi
dengan pembangunan berkelanjutan dengan target pertumbuhan ekonomi menueurt Fitch
Ratings sebesar 3,2% di tahun 2022. Modernisasi ekonomi Thailand memiliki prinsip no one left
behind the yaitu untuk memastikan pemeraatan perkembangan ekonomi bagi masyarakat
Thailand dengan menerapkan system ekonomi Thailand 4.0.
Figure 3 Perkembangan Modernisasi Ekonomi Thailand

Sumber: Royal Thai Embassy

Peningkatan ekonomi Thailand juga di dukung oleh berbagai faktor, seperti inovasi,
teknologi, dan kreatifitas pada berbagai bidang, misalnya  pariwisata, pertanian, dan industri.
Pariwisata merupakan salah satu pendukung pertumbuhan ekonomi di Thailand melalui lonjakan
para wisatawan asing yang mencapai 428.000 orang di tahun 2021 untuk  datang berlibur ke
Thailand.

Figure 4 Grafik Pengunjung Destinasi Wisata di Thailand

Sumber: IMF
Kini Thailand sedang berusaha mengurangi ketergantungannya pada minyak dan gas
alam dengan mendiversifikasi sumber energinya. Sebagaimana yang terdapat dalam data di
bawah ini, Thailand memiliki kilang minyak terbesar kedua di kawasan Asia Tenggara dengan
kapasitas sekitar 1.235 ribu barel per hari dari tahun 2009 hingga 2019. Thailand mengekspor
minyak bumi bersih untuk dijadikan sebagai produk minyak bumi olahan (Bensin dan Diesel)
sebesar 185.958 barel perhari di tahun 2020. Berikut merupakan data ekspor minya bumi
Thailand dalam periode 2015-2020:

Figure 5 Grafik Ekspor Minyak & Gas Thailand

Sumber: Kementerian Energi Thailand

Data di atas menunjukkan bahwa Thailand merupakan negara dengan sumber daya
minyak dan gas yang melimpah, sehingga hal ini menjadikannya sebagai salah satu negara di
Asia Tenggara yang mengekspor minyak mentah melalui Terusan Kra. Oleh karena itu tulisan ini
akan melihat bagaimana pembangunan Terusan Kra sebagai jalur distribusi energy dan dampak
lingkungannya bagi Thailand
B. PEMBAHASAN

Figure 6 Model Tiga Dimensi Isu Energi

Dalam model tiga dimensi isu energi oleh Richard C. Dorf pada tabel di atas, dapat
dilihat bahwa ketahanan energi bukan hanya cerminan dari peningkatan ekonomi suatu wilayah,
tetapi juga berkaitan dengan sektor kehidupan yang lain seperti perlindungan wilayah yang
bermanfaat bagi negara, penduduk, dan keamanan ideologi serta wilayah yang berbatasan
langsung sehingga menjadi instrumen untuk memperluas pengaruh dan kekuasaan. Oleh karena
itu, ketahanan energi, terutama minyak dan gas kini bukan hanya berperan penting dalam sektor
ekonomi namun juga menjadi bagian dari keamanan nasional negara.

Thailand merupakan negara yang juga memproduksi gas alam yang sejak tahun 2018
memiliki pasokan sebanyak 0,2 triliun meter kubik. Konsumsi migas Thailand saat ini memiliki
permintaan sekitar 1,5 juta barel setara minyak mentah per hari (tidak termasuk energi
terbarukan tradisional); dan pertumbuhan permintaan energi komersial sekitar 5% per tahun.
Minyak diperkirakan akan tetap menjadi sumber energi final terbesar sepanjang periode
proyeksi. Pangsanya diproyeksikan akan terus meningkat dari level tahun 2017 menjadi 58,0%
pada tahun 2050. Pada tahun 2050, pangsa listrik dan gas bumi dalam konsumsi energi final
diproyeksikan meningkat masing-masing menjadi 18,9% dan 13,8%, sedangkan pangsa batubara
adalah diproyeksikan turun menjadi 2,4%. 

Figure 7 Grafik Permintaan Migas Thailand

Sumber: ERIA, 2021

Dengan permintaan yang sebegitu besar, sementara jumlah minyak yang diproduksi di
Thailand sekitar 13,9 juta metrik ton yang merupakan penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya. Produksi minyak menghadapi kontraksi pada tahun 2021 sekitar 7,6 persen. 

Figure 8 Grafik Produksi Migas di Thailand

Sumber: Statista, 2022


Dalam hal ini, sekitar 60% dari permintaan ini diimpor. Ketergantungan asing ini
kemungkinan akan meningkat karena cadangan minyak & gas yang diketahui menipis.
Ketergantungan asing ini tidak hanya menciptakan tantangan terhadap keamanan pasokan energi
tetapi juga memiliki implikasi yang signifikan terhadap biaya energi Thailand secara
keseluruhan. Oleh karenanya, Thailand kini menyadari pentingnya ketahanan energi dengan
berusaha melakukan pembangunan jalur distribusi energi melalui Terusan Kra.

1. Pembangunan Terusan Kra sebagai Jalur Distribusi Energi

Figure 9 Peta Terusan Thai/Kra

Sumber: Future Southeast Asia

Terusan Thailand (juga dikenal sebagai Terusan Kra) adalah kanal yang diusulkan sejak
abad ke-17 yang akan melintasi Semenanjung Malaya di Thailand Selatan. Jalur air buatan ini
akan menghubungkan Laut Andaman dengan Teluk Thailand, menyediakan jalan pintas maritim
dengan mengalihkan rute pelayaran dari Selat Malaka. Terusan sepanjang sekitar 100 km akan
menghemat 1.200 km dalam perjalanan saat ini melalui Singapura. Terusan Thailand akan
sebanding ukurannya dengan terusan Suez dan Panama. Terusan Suez berjarak 192 km dan
Terusan Panama berjarak 77 km, dan rute Terusan Kra yang disukai adalah 128 km.

Keuntungan umum dari pembangunan Terusan Kra adalah akan menekan biaya
operasional kapal logistik. Terusan itu, menurut sebuah artikel yang diterbitkan dalam Shipping
and Trade Journal, akan memungkinkan kapal-kapal menghemat hingga 1.200 kilometer jarak
pelayaran atau dua sampai lima hari waktu pelayaran. Perkiraan penghematan bunker untuk
kapal tanker minyak 100.000 dwt adalah $350.000 per perjalanan.

Selain itu, dari segi keuntungan politik, potensi terusan Kra yang dapat menjadi bagian
dari strategi maritim China juga membuat China melirik terusan ini Hal ini dikarenakan Terusan
Kra memiliki akses ke jalan pintas antara Samudra Hindia dan Pasifik ini cocok dengan strategi
String of Pearls, di mana China membangun infrastruktur maritim sipil di sekitar tepi Samudra
Hindia.

2. Dampak Pembangunan Terusan Kra

Jika proyek Terusan Kra berhasil dibangun, dampak yang dihasilkan untuk Thailand dan
negara lain di ASEAN justru akan lebih banyak pada sisi tidak menguntungkan. Bagi Thailand,
biaya strategis cenderung lebih besar daripada manfaat ekonominya. Proyek ini secara fisik akan
membagi negara, memotong selatan yang bergolak dan memperburuk situasi yang bergejolak di
wilayah tersebut. Perpecahan air di seluruh daratan Thailand dapat mengakibatkan Bangkok
kehilangan kendali atas provinsi-provinsi selatan yang berbatasan dengan Malaysia, yang dapat
memicu pemberontakan separatis Muslim di daerah tersebut. Perekonomian Thailand juga bisa
jatuh ke dalam perangkap utang, karena China akan tertarik untuk mempekerjakan dana, orang
dan material dan pada akhirnya merebut kendali operasi di jalur air, membangun jejaknya di
zona komersial. Selain itu, kanal yang melewati wilayah Thailand yang terbuka untuk lalu lintas
maritim internasional dapat secara signifikan melanggar kedaulatan Thailand dan mendorong
sindikat narkoba dan kejahatan terkait, serta terorisme (Thongsin, 2022).

Terusan ini juga diproyeksikan memiliki dampak buruk pada lingkungan dan ekologi laut
Thailand selatan, mengganggu pendapatan pendapatan dari bisnis pariwisata yang
menguntungkan dan juga industri perikanannya. Lebih lanjut, hal itu dapat berdampak buruk
pada persatuan ASEAN karena potensi manfaat bagi beberapa negara dan dampak negatif bagi
negara lain. China dapat mengeksploitasi ketegangan ini di ASEAN untuk secara individual
memilih negara-negara dan memanipulasi mereka secara bilateral pada isu-isu kontroversial
yang ada—seperti klaim yang bersaing di Laut China Selatan—untuk keuntungannya
(ThinkChina, 2021)
Di atas segalanya, kelayakan ekonomi proyek tetap diragukan karena perkiraan biaya
konstruksi adalah US$28 miliar ditambah lagi dengan $30 miliar untuk infrastruktur terkait, yang
mungkin tidak dapat diperoleh kembali melalui biaya tol dalam jangka waktu yang wajar.
Karena kanal akan memperpendek jarak hanya hingga 1.200 km (tidak seperti Terusan Suez,
yang menghemat 7.000 km dan Terusan Panama, yang menghemat 13.000 km), kecepatan yang
lebih lambat, perlu mengantri dan pembayaran tol dapat mendorong pemilik kapal untuk terus
menggunakan Selat Malaka (Abdul Rahman et al, 2016).

Dengan latar belakang ini, diperlukan upaya bersama oleh semua negara kawasan,
khususnya anggota ASEAN dan pemangku kepentingan lainnya, untuk mempengaruhi
pemerintah Thailand dan menghentikan pengembangan proyek lebih lanjut karena implikasi
yang merugikan bagi Thailand sendiri dan masalah keamanan negara-negara ASEAN. Thailand
perlu belajar dari negara lain yang telah dibujuk oleh China ke dalam proyek infrastruktur
ekonomi yang dianggap menguntungkan, hanya untuk dipaksa menyerahkan aset strategis
mereka karena tidak membayar utang ketika proyek infrastruktur berubah menjadi "gajah putih". 

C. PENUTUP

Thailand sebagai importir migas kedua terbesar di Asia Tenggara harus mewaspadai
terkait ketahanan migas sebagai bagian dari keamanan nasionalnya. Dalam hal ini, pembangunan
Terusan Kra yang memiliki potensi memangkas biaya ekonomi dan memajukan kemudahan
dalam operasi migas tentu akan menjadi batu loncatan bagi Thailand untuk memompa produksi
minyaknya. Namun, banyaknya implikasi konflik oleh kaum separatis maupun ikut campur Cina
dalam permasalahan maritim dan tantangan lainnya harus kembali dipertimbangkan oleh
Thailand untuk mengukur nilai untung-rugi dari pembangunan Terusan Kra ini.
Daftar Pustaka

Kamalad, S. (2021), ‘Thailand Country Report’, in Han, P. and S. Kimura (eds.), Energy
Outlook and Energy Saving Potential in East Asia 2020, Jakarta: ERIA. Diakses melalui
https://www.eria.org/uploads/media/Books/2021-Energy-Outlook-and-Saving-Potential-
East-Asia-2020/23_Ch.16-Thailand-1603.pdf  (pada 29 Agustus 2022)

BBC News, 2019. ”Thailand country profile” Diakses melalui


https://www.bbc.com/news/world-asia-15581957 ( 29 Agustus 2022)

Putra, P. A., 2022. “6 Alasan Negara Thailand tidak Pernah Dijajah, dari Buffer State hingga
Soal Hasil Bumi”. iNews: JAKARTA. Diakes melalui
https://www.inews.id/amp/news/internasional/alasan-negara-thailand-tidak-dijajah (pada
29 Agustus 2022)

Mufidah, P. A. (2020). Mengahadirkan Sosok Raja Sebagai Tradisi Masyarakat Thailand.


Diakses melalui https://osf.io/buxwv/download (pada 29 Agustus 2022)

Keyes, E. Jane , Keyes, Charles F. and Hafner, James A.. "Thailand". Encyclopedia Britannica,
11 Sep. 2022. Diakses melalui https://www.britannica.com/place/Thailand. (pada 31
Agustus 2022) 

IEA (2022), Southeast Asia Energy Outlook 2022, IEA, Paris. Diakses melalui
https://www.iea.org/reports/southeast-asia-energy-outlook-2022 (pada 31 Agustus 2022)

Dokumen Selayang Pandang “Hubungan Bilateral Indonesia & Thailand”. 2020. Kedutaan Besar
Rebuplik Indonesia Bangkok. Diakses melalui
https://kemlu.go.id/download/L1B1Ymxpc2hpbmdJbWFnZXMvTWVpJTIwMjAyMC9
TVVJBVCUyMEVEQVJBTiUyMGRhbiUyMEtyaXRlcmlhJTIwUGVtYmF0YXNhbi9C
dWt1JTIwU2VsYXlhbmclMjBQYW5kYW5nLnBkZg== (diakses pada 31 Agustus
2022)

Aung, M. T., Nguyen, H. and Denduang, B. (2020). Power and Influence in the Development of
Thailand’s Bioeconomy. SEI Discussion Brief. Stockholm Environment Institute,
Stockholm. Diakses melalui https://www.sei.org/publications/power-influence-thailands-
bioeconomy/

Sae-Jia, T., & Sithisarankul, P. (2020). Medical evacuations among offshore oil and gas
industries in the Gulf of Thailand. International Maritime Health. Diakses melalui
https://journals.viamedica.pl/international_maritime_health/article/view/67868

IEA (2018), Status of Power System Transformation 2018: Summary for Policy Makers, IEA,
Paris  Diakses melalui https://www.iea.org/reports/status-of-power-system-
transformation-2018-summary-for-policy-makers

Clark, J. 2020., ”The Thai Canal – The proposed canal across the Isthmus of Kra in Southern
Thailand”. FUTERE SOUTHEAST ASIA. Diakses melalui
https://futuresoutheastasia.com/thai-canal/

Thongsin, A. (2002). the Kra Canal and Thai Security. 64. http://hdl.handle.net/10945/5829

Abdul Rahman, N. S. F., Mohd Salleh, N. H., Ahmad Najib, A. F., & Lun, V. Y. H. (2016). A
descriptive method for analysing the Kra Canal decision on maritime business patterns in
Malaysia. Journal of Shipping and Trade, 1(1), 1–16. https://doi.org/10.1186/s41072-
016-0016-0

Land Bridge in place of Kra Canal: Game changer for Thailand's future engagement with
region and China?. ThinkChina - Big reads, Opinion & Columns on China. (2016).
Retrieved 7 October 2022, from https://www.thinkchina.sg/land-bridge-place-kra-canal-
game-changer-thailands-future-engagement-region-and-china.

Anda mungkin juga menyukai