Anda di halaman 1dari 8

Nama : Widiya

Kelas : XI MIPA
Mapel : Ekonomi

Soal :

1. Carilah 5 kelompok negara di Asia Tenggara berdasarkan tingkat pendapatan perkapita


tertinggi menurut Bank Dunia
2. Analisis kelima kelompok negara tersebut, mengenai factor-faktor apa yang yang
memengaruhi tinggi atau rendahnya pendapatan di masing-masing negara tersebut?
Kemudian presentasikan hasilnya di depan kelas

Jawaban :

1. Negara yang menduduki angka tertinggi di Bank Dunia Yaitu:

 Singapura: USD67.200 (pendapatan tinggi)


 Brunei Darussalam: USD31.410 (pendapatan tinggi)
 Malaysia: USD11.780 (pendapatan menengah-atas)
 Thailand: USD7.230 (pendapatan menengah-atas)
 Indonesia: USD4.580 (pendapatan menengah-atas)

2. 1. Singapura
Menjadi satu-satunya negara maju di Asia Tenggara. Singapura juga dikenal sebagai
satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak memiliki hasil tambang. Untuk memenuhi
kebutuhannya ini, Singapura mengimpor hasil tambang dari beberapa negara. Julukan
Macan Asia diberikan kepada Singapura, berkat kekuatan ekonominya.
Bahkan negara ini merupakan salah satu pusat perekenomian terbesar di Asia Tenggara.
Bisa dikatakan jika majunya perekonomian Singapura menyebabkan negara ini menjadi
salah satu negara maju di dunia. Singapura bisa menjadi negara maju walaupun sumber
daya alamnya sedikit. Hal ini karena Singapura mengandalkan seluruh sektor ekonominya
pada bidang industri dan jasa. Beberapa contoh di antaranya pariwisata, perbankan, serta
elektronik. Dikutip dari World Bank, diperkirakan 17 persen penduduk Singapura bekerja
di sektor industri. Sedangkan 12,4 persen penduduk lainnya bekerja di bidang jasa. Angka
ini bisa terus bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk Singapura.

Sektor industri dan jasa Mengutip dari buku Demokrasi di Era Covid-19: Isu, Persoalan
dan Rekomendasi (2019) karya Warjio, Singapura bisa menjadi negara maju karena negara
ini mampu mengembangkan kegiatan ekonominya, tanpa harus memiliki sumber daya
tambang. Artinya Singapura benar-benar mengandalkan sektor industri dan jasa untuk
meningkatkan penghasilan negara. Contoh jenis industrinya ialah pengalengan ikan,
minuman kemasan, daging, buah, serta pengolahan kayu. Sedangkan pada sektor jasa,
contohnya pariwisata dan perbankan. Alasan lain mengapa Singapura bisa menjadi negara
maju ialah karena Sumber Daya Manusia (SDM) Singapura yang unggul serta memiliki
keterampilan. Hal ini memungkinkan warga negara ini mengolah dan mengembangkan
kegiatan ekonominya. Jalur transportasi perdagangan. Singapura adalah satu-satunya
negara yang miskin sumber daya alam di antara negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Namun angka indeks kualitas hidup penduduk Singapura menempati peringkat pertama di
Asia serta termasuk negara terkaya ketiga di dunia. Salah satu faktor yang menyebabkan
negara Singapura menjadi negara paling maju di ASEAN adalah tempat transit atau jalur
persilangan lalu lintas dunia. Dilansir dari Maritime and Port Authority of Singapore,
Singapura yang terletak di persimpangan perdagangan Timur-Barat, menjadikan negara ini
mempunyai lokasi strategis di jantung Asia.

Perairan Singapura menjadi salah satu jalur transportasi perdagangan dunia. Pelabuhan
di Singapura menjadi salah satu pelabuhan terpadat dan tersibuk di dunia. Letaknya yang
strategis jelas menguntungkan Singapura. Negara ini bisa mengimpor kebutuhannya dan
mengekspor barang hasil industrinya ke berbagai negara. Sehingga secara langsung, hasil
ekspor ini meningkatkan pendapatan negara Singapura. Tidak hanya itu, pembangunan
ekonomi juga menjadi perhatian khusus dan selalu diawasi ketat oleh Pemerintah
Singapura. Bisa disimpulkan jika ada empat alasan utama mengapa Singapura bisa menjadi
negara maju. Alasannya ialah:
 Singapura mengandalkan sektor industri dan jasa sebagai kegiatan ekonomi utama
serta sumber penghasilannya.
 Sumber daya manusia di Singapura termasuk unggul serta memiliki keterampilan.
 Lokasi strategis Singapura menyebabkan negara ini bisa dengan mudah
mengekspor barang hasil industrinya dan mengimpor berbagai kebutuhannya.
 Pemerintah Singapura senantiasa mengawasi pembangunan ekonomi negaranya
dan menjadikan hal ini sebagai salah satu perhatian khusus.

2. Brunei Darussalam

Brunei Darussalam merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam seperti minyak
bumi dan gas alam. Sumber pendapatan negaranya sangat bergantung pada sektor migas.
Ketika harga minyak dunia turun, hal ini juga berpengaruh pada perekonomian Brunei
Darussalam sehingga pemerintah Brunei Darussalam memangkas anggaran pertahanannya
pada tahun 2015 sebesar 25%. Namun, pada tahun 2018, anggaran pertahanan Brunei
Darussalam mencapai B$ 492,754,700, meningkat 12,9% dari anggaran tahun sebelumnya.
Penelitian ini berfokus kepada sektor migas Brunei Darussalam yang memiliki pengaruh
terhadap anggaran pertahanan Brunei Darussalam. Brunei bisa kaya raya karena kekayaan
alam minyak mentah dan gas alam. Mengutip ASEAN Climate Change and Energy Project,
Brunei Darussalam memiliki cadangan Liquefied Natural Gas (LNG) terbesar kesembilan di
dunia serta produsen minyak terbesar keempat di Asia Tenggara.

Minyak bumi serta gas menyumbang 95 persen dari total ekspor Brunei Darussalam.
Sejarah industri minyak di Brunei dimulai pada 1899 ketika sumur eksplorasi pertama dibor
di dekat ibu kota Brunei Town. Kemudian disusul dengan penemuan minyak bumi di Seria,
Distrik Belait pada 1929 dan serangkaian penemuan komersial yang berujung pada ekspor
minyak pertama Brunei pada 1932. Brunei Shell Petroleum (BSP) merupakan produsen
minyak terbesar di Brunei dan menyumbang sekitar 90 persen dari pendapatan minyak dan
gas Brunei.

BSP merupakan perusahaan patungan yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Brunei
Darussalam dan grup perusahaan Royal Dutch/Shell.
Berdasarkan data CEIC, produksi minyak Brunei mencapai puncaknya pada 1979 dengan
lebih dari 500 ribu barel per hari. Pada dekade 1970-an, PDB Brunei melonjak hingga
mencapai puncaknya di US$5,7 miliar pada 1980 akibat mendapatkan topangan dari lonjakan
harga minyak. Karena kondisi itu, pemerintah memanjakan rakyatnya dengan menyediakan
semua layanan medis dan mensubsidi makanan dan perumahan. Namun setelah itu, sedikit
demi sedikit kejayaan itu menurun. Hal itu dipicu penurunan harga minyak.

Selain itu, kebijakan penurunan produksi minyak untuk memperpanjang umur cadangan
minyak dan meningkatkan tingkat pemulihan juga menjadi penyebabnya. Setelah kebijakan
pemangkasan produksi ditempuh, rata-rata produksi minyak Brunei turun ke 154.805 barel
per hari sepanjang 1960 sampai 2021. Kesadaran yang meningkat di Brunei Darussalam akan
semakin menipisnya sumber daya alam di negara tersebut membuat pemerintah melakukan
diversifikasi ekonomi dari ketergantungan berlebih pada minyak dan gas.

Besaran anggaran pertahanan suatu negara akan mempengaruhi kekuatan


pertahanan, termasuk aktivitas diplomasi pertahanan didalamnya. Konsep yang
digunakan untuk menganalisis studi ini adalah konsep diplomasi pertahanan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat key results area dalam pertahanan Brunei
Darussalam, yaitu integritas wilayah, kapasitas militer, mendukung pendekatan
whole-of-nation, diplomasi pertahanan yang efektif, keterlibatan militer dalam misi
internasional, sumber daya manusia berkualitas tinggi, dan image pertahanan yang
berwibawa dan kredibel.

Mereka menggenjot investasi di sektor lain, memperkuat sektor perbankan dan


pariwisata demi menjaga ekonomi mereka tetap berkelanjutan. Agar bisa mengalir deras,
banyak insentif yang mereka gelontorkan. Untuk perusahaan baru yang memenuhi kriteria
tertentu sebagai perintis, Brunei akan menggratiskan pajak penghasilan dan keuntungan
selama lima tahun.
Padahal, tarif pajak penghasilan badan normal adalah 30 persen. Selain itu, tidak ada pajak
penghasilan pribadi atau pajak keuntungan modal. Selain itu, Brunei juga tidak membatasi
kepemilikan ekuitas asing, meski partisipasi lokal, baik modal bersama maupun manajemen,
dianjurkan. Namun, agar kepentingan dalam negeri mereka terlindungi, pemerintah Brunei
melakukan beberapa pengaturan. Misalnya, perusahaan publik harus memiliki minimal tujuh
pemegang saham. Perusahaan swasta harus memiliki minimal dua tetapi tidak lebih dari 50
pemegang saham. Setidaknya setengah dari direktur di sebuah perusahaan harus penduduk
Brunei. Pemerintah mereka juga mengatur penggunaan tenaga kerja asing karena khawatir
akan mengganggu masyarakat Brunei. Pengaturan salah satunya berkaitan dengan izin kerja
untuk orang asing yang hanya dikeluarkan hanya untuk jangka pendek dan harus terus
diperbarui. Kebijakan ini dilakukan demi menjaga lapangan kerja bagi penduduk Brunei.

3. Malaysia
Sejak memperoleh kemerdekaan pada tahun 1957, Malaysia telah berhasil
mendiversifikasi perekonomiannya dari perekonomian yang awalnya berbasis pertanian dan
komoditas, menjadi perekonomian yang kini menjadi tuan rumah bagi sektor manufaktur
dan jasa yang kuat, yang telah mendorong negara tersebut menjadi eksportir peralatan
listrik terkemuka. bagian, dan komponen.

Malaysia adalah salah satu negara dengan perekonomian paling terbuka di dunia dengan
rasio perdagangan terhadap PDB rata-rata lebih dari 130% sejak tahun 2010. Keterbukaan
terhadap perdagangan dan investasi berperan penting dalam penciptaan lapangan kerja dan
pertumbuhan pendapatan, dengan sekitar 40% pekerjaan di Malaysia terkait dengan ekspor.
kegiatan. Setelah krisis keuangan Asia pada tahun 1997-1998, perekonomian Malaysia
berada pada lintasan yang meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,4% sejak
tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai transisi dari perekonomian berpendapatan
menengah atas ke perekonomian berpendapatan tinggi pada tahun 2024.

Namun, pandemi COVID-19 (virus corona) telah memberikan dampak ekonomi yang besar
terhadap Malaysia, khususnya terhadap rumah tangga yang rentan. Setelah merevisi garis
kemiskinan nasional pada bulan Juli 2020, 5,6% rumah tangga Malaysia saat ini hidup dalam
kemiskinan absolut. Pemerintah fokus pada upaya mengatasi kesejahteraan 40% penduduk
termiskin (“40 terbawah”). Kelompok berpendapatan rendah ini masih rentan terhadap
guncangan ekonomi serta kenaikan biaya hidup dan meningkatnya kewajiban keuangan.

Ketimpangan pendapatan di Malaysia masih tinggi dibandingkan negara-negara Asia


Timur lainnya, namun secara bertahap menurun. Meskipun pertumbuhan pendapatan
kelompok 40 terbawah telah melampaui kelompok 60 teratas dalam satu dekade terakhir,
kesenjangan absolut antar kelompok pendapatan telah meningkat, sehingga berkontribusi
pada meluasnya persepsi bahwa kelompok miskin tertinggal. Setelah penghapusan subsidi
yang bersifat luas, Pemerintah secara bertahap beralih ke langkah-langkah yang lebih tepat
sasaran untuk membantu masyarakat miskin dan rentan, terutama dalam bentuk bantuan
tunai kepada rumah tangga berpendapatan rendah.

Prospek ekonomi jangka pendek Malaysia akan lebih bergantung pada langkah-langkah
pemerintah untuk mempertahankan aktivitas sektor swasta karena guncangan COVID-19
mengurangi pertumbuhan yang didorong oleh ekspor, dan karena berkurangnya ruang fiskal
membatasi ekspansi yang didorong oleh investasi publik. Dalam jangka panjang, seiring
dengan menyatunya Malaysia dengan negara-negara berpendapatan tinggi, peningkatan
pertumbuhan tidak akan terlalu bergantung pada akumulasi faktor dan lebih bergantung
pada peningkatan produktivitas untuk mempertahankan potensi pertumbuhan yang lebih
tinggi. Meskipun signifikan, pertumbuhan produktivitas Malaysia selama 25 tahun terakhir
masih berada di bawah pertumbuhan beberapa negara pembanding global dan
regional. Upaya reformasi yang berkelanjutan untuk mengatasi kendala struktural utama
akan sangat penting untuk mendukung dan mempertahankan jalur pembangunan Malaysia.

Menurut Indeks Sumber Daya Manusia Bank Dunia, Malaysia menempati peringkat ke-55
dari 157 negara. Untuk sepenuhnya mewujudkan potensi manusianya dan memenuhi
aspirasi negara untuk mencapai status negara berpenghasilan tinggi dan maju, Malaysia
perlu melakukan kemajuan lebih jauh dalam bidang pendidikan, kesehatan dan gizi, serta
hasil perlindungan sosial. Bidang-bidang prioritas utama mencakup peningkatan kualitas
sekolah untuk meningkatkan hasil pembelajaran, memikirkan kembali intervensi gizi untuk
mengurangi stunting pada anak, dan memberikan perlindungan kesejahteraan sosial yang
memadai untuk investasi rumah tangga dalam pembentukan sumber daya manusia

4. Thailand
Perekonomian Thailand bergantung pada ekspor, yang pada tahun 2021 menyumbang
sekitar 58 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara tersebut . [26] Thailand sendiri
merupakan negara industri baru , dengan PDB sebesar 17,367 triliun baht (US$536 miliar)
pada tahun 2022, merupakan negara dengan perekonomian terbesar ke-9 di Asia. [27] Pada
tahun 2018, Thailand mengalami inflasi rata-rata sebesar 1,06% [28] dan surplus rekening
sebesar 7,5% dari PDB negara tersebut. [29] Mata uangnya, Baht Thailand , menduduki
peringkat kesepuluh sebagai mata uang pembayaran dunia yang paling sering digunakan
pada tahun 2017. [30]
Sektor industri dan jasa merupakan sektor utama dalam produk domestik bruto Thailand,
dengan kontribusi sebesar 39,2 persen terhadap PDB. Sektor
pertanian Thailand menghasilkan 8,4 persen PDB—lebih rendah dibandingkan sektor
perdagangan, logistik dan komunikasi, yang masing-masing menyumbang 13,4 persen dan
9,8 persen PDB. Sektor konstruksi dan pertambangan menyumbang 4,3 persen terhadap
produk domestik bruto negara tersebut. Sektor jasa lainnya (termasuk sektor keuangan,
pendidikan, serta hotel dan restoran) menyumbang 24,9 persen PDB
negara. [6] Telekomunikasi dan perdagangan jasa muncul sebagai pusat ekspansi industri dan
daya saing ekonomi. [31]
Thailand merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di Asia Tenggara ,
setelah Indonesia . PDB per kapitanya sebesar 247.828 baht (US$7.651) pada tahun
2022 [27] menempati peringkat keempat dalam PDB per kapita Asia Tenggara,
setelah Singapura , Brunei , dan Malaysia . Pada bulan Juli 2018, Thailand memiliki cadangan
devisa sebesar US$237,5 miliar, [32] terbesar kedua di Asia Tenggara (setelah
Singapura). Surplus neraca transaksi berjalannya menempati urutan kesepuluh terbesar di
dunia, menghasilkan US$37,898 miliar bagi negara tersebut pada tahun 2018. [33] Thailand
menempati peringkat kedua di Asia Tenggara dalam volume perdagangan eksternal, setelah
Singapura. [34]
Negara ini diakui oleh Bank Dunia sebagai "salah satu kisah sukses pembangunan yang
hebat" dalam indikator sosial dan pembangunan. [35] Meskipun pendapatan nasional bruto
(GNI) per kapita sebesar US$7.090 [36] dan menduduki peringkat ke-66 dalam Indeks
Pembangunan Manusia (HDI), persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
nasional menurun dari 65,26 persen pada tahun 1988 menjadi 8,61 persen pada tahun 1988.
2016, menurut garis dasar kemiskinan baru dari Kantor Dewan Pembangunan Ekonomi dan
Sosial Nasional (NESDC). [37]
Thailand adalah salah satu negara dengan tingkat pengangguran terendah di dunia,
dilaporkan sebesar satu persen pada kuartal pertama tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh
sebagian besar penduduknya yang bekerja di sektor pertanian subsisten atau pekerjaan
rentan lainnya (pekerjaan mandiri). dan pekerjaan keluarga yang tidak dibayar). [38]
Selama empat dekade terakhir, Thailand telah mencapai kemajuan luar biasa dalam
pembangunan sosial dan ekonomi, beralih dari negara berpendapatan rendah menjadi
negara berpendapatan menengah ke atas dalam waktu kurang dari satu generasi. Oleh
karena itu, Thailand telah menjadi salah satu negara yang terkenal dengan keberhasilan
pembangunannya, dengan pertumbuhan yang kuat dan berkelanjutan serta pengentasan
kemiskinan yang mengesankan. Perekonomian Thailand tumbuh rata-rata tahunan sebesar
7,5% pada tahun-tahun booming pada tahun 1960-1996 dan 5% pada tahun 1999-2005
setelah Krisis Keuangan Asia. Pertumbuhan ini menciptakan jutaan lapangan kerja yang
membantu mengeluarkan jutaan orang dari kemiskinan. Kemajuan dalam berbagai dimensi
kesejahteraan sangat mengesankan: semakin banyak anak yang mendapatkan pendidikan
lebih lama, dan hampir semua orang kini dilindungi oleh asuransi kesehatan sementara
bentuk jaminan sosial lainnya telah diperluas.
Namun, prospek pertumbuhan dari model yang didorong oleh ekspor yang baru-baru ini
menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Thailand tampaknya telah berkurang
secara signifikan, karena stagnasi produktivitas. Rata-rata pertumbuhan produktivitas faktor
total (TFP) mengalami stagnasi dari angka tertinggi sebesar 3,6% per tahun pada awal tahun
2000an menjadi hanya 1,3% pada tahun 2009–2017. Investasi swasta menurun dari lebih
dari 40% pada tahun 1997 menjadi 16,9% PDB pada tahun 2019 , sementara aliran investasi
asing langsung dan partisipasi dalam rantai nilai global telah menunjukkan tanda-tanda
stagnasi.
Selain itu, pandemi COVID-19 telah memberikan pukulan terhadap perekonomian dan
memperburuk tantangan struktural. Pada tahun 2020, perekonomian diperkirakan
mengalami kontraksi sebesar 6,1%. Penurunan ini jauh lebih tajam dibandingkan penurunan
yang terjadi pada Krisis Keuangan Global tahun 2008 (0,3% pada tahun 2008) dan
merupakan penurunan terbesar kedua setelah kontraksi sebesar 7,2% pada tahun 1998,
yang merupakan kontraksi ekonomi setahun penuh yang paling tajam dalam 25 tahun
terakhir. Survei telepon cepat yang dilakukan Bank Dunia pada bulan April hingga Juni 2021
memperkirakan bahwa lebih dari 70% rumah tangga mengalami penurunan pendapatan
sejak bulan Maret 2020, dengan kelompok rentan yang paling terkena dampaknya.
Thailand telah mencapai kemajuan luar biasa dalam mengurangi kemiskinan dari 58%
pada tahun 1990 menjadi 6,8% pada tahun 2020 didorong oleh tingkat pertumbuhan yang
tinggi dan transformasi struktural. Namun 79% masyarakat miskin masih tinggal di daerah
pedesaan dan sebagian besar tinggal di rumah tangga pertanian. Pengurangan kemiskinan di
Thailand melambat sejak tahun 2015 dan seterusnya, dengan peningkatan kemiskinan pada
tahun 2016, 2018, dan 2020. Hal ini mencerminkan perlambatan ekonomi, stagnasi
pendapatan pertanian dan bisnis, serta krisis COVID-19. Laporan tersebut menemukan
bahwa pada tahun 2020, tingkat kemiskinan di daerah pedesaan lebih tinggi 3 poin
persentase dibandingkan di daerah perkotaan dan jumlah penduduk miskin di pedesaan
melebihi jumlah penduduk miskin di perkotaan sebanyak hampir 2,3 juta jiwa. Distribusi
kemiskinan juga tidak merata di seluruh wilayah geografis dengan angka kemiskinan di
wilayah Selatan dan Timur Laut hampir dua kali lipat angka kemiskinan di tingkat nasional.
Menurut Thailand Economic Monitor , perekonomian Thailand diproyeksikan akan pulih
ke tingkat sebelum pandemi pada tahun 2022, namun laju pertumbuhan akan lebih lambat
dari perkiraan pada tahun 2023 karena tantangan global. Perekonomian diproyeksikan
tumbuh sebesar 3,4% pada tahun 2022 dan 3,6% pada tahun 2023. Pertumbuhan pada
tahun 2023 telah direvisi turun sebesar 0,7 poin persentase dibandingkan dengan proyeksi
sebelumnya yang mencerminkan penurunan permintaan global yang lebih cepat dari
perkiraan. Pemulihan sektor pariwisata dan konsumsi swasta akan tetap menjadi pendorong
utama pertumbuhan.
Respons fiskal Thailand terhadap COVID-19 secara signifikan memitigasi dampak krisis
terhadap kesejahteraan rumah tangga. Namun kemiskinan diperkirakan akan meningkat
menjadi 6,6% pada tahun 2022 dari 6,3% pada tahun 2021 karena langkah-langkah bantuan
COVID-19 mulai dihapuskan di tengah meningkatnya inflasi. Guncangan tambahan, termasuk
kembali melonjaknya harga energi, dapat semakin mengikis ruang fiskal kecuali jika
dilakukan upaya bantuan sosial yang lebih tepat sasaran dan hemat biaya.
Indeks Modal Manusia (HCI) Thailand pada tahun 2020 sebesar 0,61 menunjukkan bahwa
produktivitas masa depan anak yang lahir saat ini akan berada 39% di bawah apa yang dapat
dicapai dengan pendidikan lengkap dan kesehatan penuh. Thailand terkenal dengan program
layanan kesehatan universal (UHC) dan keberhasilannya dalam gizi anak, namun kualitas
pendidikan masih menjadi titik lemah bagi pembangunan manusia di negara
tersebut. Menurut Indeks tersebut, negara ini mempunyai peringkat tinggi dalam hal
kuantitas (tahun yang diharapkan) bersekolah dan dalam jumlah anak yang tidak mengalami
stunting, namun rendah dalam kualitas pendidikan—diukur dari nilai ujian yang
diselaraskan. Skema bantuan sosial terfragmentasi, dengan peluang yang belum
dimanfaatkan untuk memodernisasi tingkat paket manfaat dan efisiensi.
Penuaan secara langsung akan menyebabkan peningkatan kebutuhan belanja, melalui
kenaikan biaya pensiun dan perawatan kesehatan. Gabungan biaya fiskal dari Dana Pensiun
Pegawai Negeri Sipil, Dana Jaminan Sosial, dan Tunjangan Hari Tua
diproyeksikan meningkat dari 1,4% PDB pada tahun 2017 menjadi 5,6% pada tahun 2060.
Biaya perawatan lansia dan perawatan kesehatan jangka panjang juga diperkirakan akan
meningkat . Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pengeluaran publik untuk
layanan kesehatan akan meningkat dari 2,9% PDB pada tahun 2017 menjadi 4,9% PDB pada
tahun 2060 karena penuaan. Tidak adanya langkah-langkah penyeimbangan akan
mempersulit pemeliharaan keberlanjutan fiskal, yang akan menghambat potensi
pertumbuhan.
Meningkatnya frekuensi bencana alam juga merupakan ancaman terhadap keberlanjutan
pertumbuhan ekonomi, karena hal ini mengorbankan lingkungan dan inklusi. Emisi gas
rumah kaca telah meningkat secara signifikan selama periode pertumbuhan pesat yang
terjadi akhir-akhir ini, begitu pula dengan kesenjangan antar wilayah dan perusahaan di
negara tersebut. Thailand adalah pencemar plastik laut terbesar di darat, di sistem sungai,
dan di sepanjang garis pantai. Melalui Rencana Aksi Nasional mengenai Sampah Plastik Laut
2023-2027 , dan Ekonomi Bio-Circular-Green (Model BCG) , Thailand menetapkan tujuan
untuk mengidentifikasi mekanisme publik-swasta untuk pemilahan sampah plastik dan
meningkatkan sirkularitas plastik.
5. Indonesia
Bank Dunia resmi menetapkan Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah atas.
Hal ini berdasarkan klasifikasi terbaru Bank Dunia dari Gross National Income (GNI) atau
Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita. Bank Dunia membagi perekonomian dunia
menjadi dalam empat kelompok, yakni pendapatan rendah, menengah ke bawah, menengah
ke atas, dan pendapatan tinggi. Kalsifikasi diperbarui setiap tahun pada tanggal 1 Juli
berdasarkan GNI per kapita. Diukur berdasarkan GNI per kapita pada tahun sebelumnya,
maka Bank Dunia menetapkan Indonesia sebagai negara kelas menengah atas. "El Salvador,
Indonesia, dan Tepi Barat, dan Gaza semuanya memiliki GNI yang sangat dekat dengan
ambang pendapatan menengah ke atas pada tahun 2021, sehingga pertumbuhan PDB
(Produk Domestik Bruto) yang sederhana pada 2022 cukup membawa perekonomian
tersebut ke dalam kategori ini," jelas Bank Dunia dikutip dari siaran resminya.

Bank Dunia menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia melanjutkan pemulihan yang


kuat pasca pandemi, dengan PDB riil meningkat mencapai 5,3% pada 2022. Hal ini membuat
pendapatan per kapita Indonesia sebesar US$ 4.580, naik dari tahun 2021 yang sebesar US$
4.140. Untuk diketahui, Indonesia sudah pernah masuk ke dalam kelompok negara
menengah atas pada 2019, namun karena pandemi Covid-19 membuat Indonesia kembali
turun ke kategori menengah bawah selama dua tahun beruntun, dan kini kembali naik.
Kendati demikian, untuk mencapai target berpenghasilan tinggi, Indonesia masih jauh dari
angan. Karena untuk mencapai negara berpenghasilan tinggi, rata-rata pendapatan
masyarakatnya harus mencapai US$ 13.845.

Berikut kategori atau klasifikasi pendapatan negara menurut Bank Dunia per 1 Juli 2023
sampai 2024:

- Negara berpendapatan rendah US$ 1.135 ke bawah, ambang batas ini naik dari sebelumnya
US$ 1.085

- Negara pendapatan menengah bawah US$ 1.146 sampai US$ 4.465, ambang batas ini naik
dari sebelumnya US$ 1.086 sampai US$ 4.255.
- Negara pendapatan menengah atas US$ 4.466 sampai US$ 13.845, ambang batas ini naik
dari sebelumnya US$ 4.256 sampai US$ 13.205

- Negara pendapatan tinggi memiliki US$ 13.845, ambang batas ini naik dari sebelumnya US$
13.205.

Anda mungkin juga menyukai