Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

KAJIAN SEJARAH
“Kerajaan Banten”

Makalah ini ditunjukan untuk memenuhi Tugas Mata Pelajaran Sejarah


Guru Pengampu : Bu Zetmi

Disusun Oleh:
KELOMPOK 6 :
1. Cayla Calista R (8)
2. Dewina Rizki Cahyani (11)
3. Dwi Hidayat Pambudi Utomo (12)
4. Muhammad Zulfikar (22)

SMKN 7 SEMARANG
Kerajaan Banten

Pada zaman dahulu, ada banyak kerajaan yamg berdiri di Indonesia. Salah
satunya Kesultanan Banten yang merupakan sebuah kerajaan Islam dan pernah
berdiri di Provinsi Banten.

Awal Mula Berdirinya Kerajaan Bsnten

Semula, Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya


mengadakan hubungan dengan portugis di Malaka untuk membendung meluasanya
kekuasaan Demak. Oleh karena itu, Sultan Trenggana dari Demak mengutus
Fatahillah untuk merebut Banten. Usaha itu berhasil secara gemilang. Banten,
Sunda Kelapa, dan Cirebon jatuh ke tangan Fatahillah. Sejak saat itu, agama Islam
berkembang pesat di Jawa Barat. Banten segera tumbuh menjadi Pelabuhan
penting di Selat Sunda stelah Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511). Hal itu
disebabkan pedagang dari Gujarat, India, Timur Tengah, dan Arab enggan
berlabuh di Malaka setelah dikuasai Portugis.

Sunan Gunungjati/Fatahillah berhasil menguasai Banten pada 1525-1526 M.


Setelah berhasil menguasai Banten, Sunan Gunungjati segera mengambil alih
pemerintahan, tetapi tidak mengangkat dirinya sebagai Raja. Pada tahun 1552
Fatahillah/Sunan Gunungjati menyerahkan pemerintahan Banten kepada Putranya,
Hasanuddin yang sekaligus menjadi Raja Pertama. Fatahillah kemudian pergi ke
Cirebon untuk meluaskan pemerintahan Bukit gunung Jati sehingga terkenal
dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin,
Banten berkembang pesat. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu,
dan Palembang.
Ibukota Kesultanan Banten adalah Surosowan, Banten Lama, Kota Serang.
Dulu awal berdirinya sekitar tahun 1526, Ketika Kerajaan Demak memperluas
pengaruhnya ke Kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa
Kawasan Pelabuhan dan menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasann
perdagangan. Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati bertindak dalam
penaklukan tersebut

Sesudah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng


pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian dijadikan pusat
pemerintahan sesudah Banten dijadika kesultanan yang berdiri sendiri. Sultan
Hasanuddin digantikan oleh Maulana yusuf, dan Maulana Yususf digantiikan oleh
Maulana Muhammad. Pada akhir kekuasaanya, Maulana Muhammad menyerang
Kesultanan Palembang. Dalam usaha menaklukkan Palembang, Maulana
Muhammad tewas. Gugurnya Maulana Muhammad menyebabkan kosongnya tahta
Kerajaan Banten. Adapun Putra Maulana Muhammad yang Bernama Abu
Mufakhir masih berusia lima bulan. Pemerintahan Banten untuk sementara
dijalankan oleh Badan Perwalian yang diketuai oleh Jayanegara (Wali Kerajaan)
dan Nyai Emban Rangkung (pengasuh pangeran). Pada masa inilah, armada
dagang Belanda pertama kali tiba di Kerajaan Banten dan dipimpin oleh Cornelis
de Houtman.

Abu Mufakhir resmi menjalankan kekuasaan pada tahun 1596 M. Tahun


1638 M, khalifah Usmaniyah memberikan gelar Sultan kepada Abu Mufakhir. Abu
Mufakhir wafat pada tahun 1651 M. Putranya meneruskan pemerintahan Banten
dengan gelar Sultan Abu Ma’ali Ahmad Rahmatullah, tetapi tidak lama kemudian
ia wafat, ia memimpin dari 1647-1651 M.
Masa Kejayaan Kerajaan Banten

Raja Banten berikutnya adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Di bawah


pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kerajaan Banten berhasil mencapai
kejayaan. Beberpa hal yang dilakukannya untuk memajukan Kesultanan Banten
dianttaranya sebagai berikut :

- Memajukan wiayah perdagangan Banten hingga ke bagian selatan Pulau


Sumatera dan Kalimantan
- Banten dijadikan tempat perdagangan Internasional yang mempertemukan
pedagang local dengan pedagang Eropa
- Memajukan Pendidikan dan Kebudayaan Islam
- Melakukan Modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas
Cardeel
- Membangun armada laut untuk meliindungi perdagangan dari kerajaan lain
dan serangan pasukan eropa.

Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai raja yang gigih menentangg
pendudukan VOC di Indonesia. Sultan Ageng Tirtayasa berusaha keras mengusir
kekuasaan armada dagang belanda (VOC) dari Kerajaan Banten. Pemerintahan
Banten mendukung usaha Mataram untuk mengusir Belanda dari Batavia. Namun
demikian. Usaha ini akhirnya gagal.

Menyadari kekuatan militer Kerajaan Banten yang tidak seimbanng dengan


Belanda, Sultan Ageng Tirtayasa mengentikan taktik konfrotasi langsung. Sebagai
ganti, ia memerintahkan perampokan dan perusakan perkebunan tebu Belanda
serta berusaha menyaingi perdagangan Belanda. Pada tahun 1671 M, Sultan Ageng
Tirtayasa mengangkatt puttra mahkotanya, Sultan Abdul Kahar atau Sultan Haji
sebagai Raja Muda. Pemerintahan sehati-hari dijalankan oleh Sultan Haji,
sementara Sultan Ageng Tirtayasa tetap mengawasi.

Masa Kemunduran Kerajaan Banten

Kegigihan Sulta Ageng Tirtayasa dalam melawan VOC mendorong Belanda


unruk melakukan Adu Domba. Politik adu domba ditujukan kepada Sultan Ageng
Tirtayasa dengan Putranya, Sultan Haji, yang kala itu sedang terlibat konflik.
Siasat VOC pun berhasil, hingga Sultan Haji mau bekerjasama dengan Belanda
demi meruntuhkan kekuasaan ayahnya.

Penangkapan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda berkibarnya kekuasaan


VOC di Banten. Meski Sultan Haji diangkat menjadi raja, tetapi pengangkatan
tersebut disertai beberapa persyaratan yang tertuang dalam Perjanjian Banten.
Sejak saat itu, Kesultanan Banten tidak lagi memiliki kedaulatan dan penderitaan
rakyat semakin berat.

Dengan kondisi demikian, sangat wajar apabila masa pemerintahan Sultan


Haji dan sultan-sultan setelahnya terus diwarnai banyak kerusuhan,
pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang. Perlawanan rakyat Banten
terhadap VOC berlangsung hingga awal abad ke-19. Untuk mengatasi hal itu, pada
1809 Gubernur Jenderal Daendels menghapus Kesultanan Banten.

Raja Raja Kerajaan Banten

Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin (1552-1570)

Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana (1570-1585)

Abu Mufakhir (1585-1596)


Pangeran Ratu (1596-1647)

Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad (1647-1651)

Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682)

Abdul Fattah (1651-1682)

Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar (1683-1687)

Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya (1687-1690)

Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin (1690-1733)

Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa zainul Arifin (1733-1747)

Ratu Syarifah Fatimah (1747-1750)

Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri (1753-1773)

Sultan Abul Mafakhir Muhammad Muhyiddin Zainussalihin (1799-1803)

Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin (1803-1808)

Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin (1809-1813)

Peninggalan Kerajaan Banten

Anda mungkin juga menyukai