Anda di halaman 1dari 11

KESULTANAN BANTEN

Kelompok 3 :

1. Fadil Aji Pasopati (12)


2. Meila Iscahyani (19)
3. Muhammad Abdul Halim (20)
4. Salsa Billa Rahma Dewi(28)
5. Yesy Meilia Ervinasari (33)
X MIPA 5
Identitas
Kesultanan Banten adalah sebuah kerajaan Islam
yang pernah berdiri di Tatar Pasundan, Provinsi
Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526,
selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu
bertahan bahkan mencapai kejayaan yang luar
Bendera
biasa, yang di waktu bersamaan penjajah dari
Eropa telah berdatangan dan menanamkan
pengaruhnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten
akhir runtuh pada tahun 1813 setelah sebelumnya
Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di
Kota Intan dihancurkan, dan pada masa-masa akhir
pemerintahannya, para Sultan Banten tidak lebih
dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Lambang

Hindia Belanda.
Raja Terbaik

Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertakhta 1651-1682)


dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah
dia, Banten memiliki armada yang mengesankan,
dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah
orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam
mengamankan jalur pelayarannya Banten juga
mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau
Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang)
dan menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini
Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang
dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan
blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.
Raja Terburuk

Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683 – 1687.
Sejak Sultan Haji bertahta banyak peristiwa-peristiwa yang
sangat merugikan Kesultanan Banten, baik masalah
perekonomian negara maupun perpolitikannya. Banyak sudah
pemberontakan yang dilakukan rakyat termasuk para pendukung
setia Sultan Ageng. Tabiat Sultan Haji dalam menghadapi
Belanda pun sangat bertolak belakang dengan para pendahulunya.
Sultan Haji sangat mengandalkan bantuan militer dan bantuan
ekonomi Belanda, berakibat Banten tidak lagi memiliki
kedaulatan penuh, bahkan Belanda sangat mempengaruhi struktur
Peninggalan

 Masjid Agung Banten


Masjid yang berada di desa Banten Lama,
kecamatan Kasemen ini masih berdiri kokoh sampai
sekarang. Masjid Agung Banten dibangun pada tahun
1652.
 Istana Keraton Kaibon
Istana ini dulunya digunakan sebagai tempat
tinggal Bunda Ratu Aisyah yang merupakan ibu dari
Sultan Syaifudin.
 Istana Keraton Surosowan
Istana ini digunakan sebagai tempat tinggal Sultan
Banten sekaligus menjadi tempat pusat pemerintahan.
 Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk adalah peninggalan kerajaan
Banten sebagai bentuk dalam membangun poros
pertahanan maritim kekuasaan kerajaan di masa lalu.
Benteng setinggi 3 meter ini dibangun pada tahun 1585.
 Danau Tasikardi
Di sekitar Istana Keraton Kaibon, ada sebuah danau
buatan yaitu Danau Tasikardi yang dibuat pada tahun
1570 – 1580 pada masa pemerintahan Sultan Maulana
Yusuf.
 Vihara Avalokitesvara
Tempat ibadah umat Budha tersebut yaitu Vihara
Avalokitesvara yang sampai sekarang masih berdiri
kokoh.
 Meriam Ki Amuk
Dinamakan seperti itu, karena konon
katanya meriam ini memiliki daya
tembakan sangat jauh dan daya ledaknya
sangat besar. Meriam ini adalah hasil
rampasan kerajaan Banten terhadap
pemerintah Belanda pada masa perang.
Peranan Bagi Wilayah Nusantara
 Islamisasi
Sepeninggal Sunan Gunung Jati, putranya, Hasanuddin, melanjutkan islamisasi. Ia
membangun tempat-tempat ibadah (masjid agung Banten dan Pacinan) dan sarana
pendidikan berupa pesantren di Kasunyatan.
 Melawan Penjajah
Setelah Banten dikuasai Kompeni, sementara sultan tidak bisa berbuat apa-apa
kecuali menuruti kebijaksanaan Kompeni, muncullah pergerakan perlawanan serta
pemberontakan yang terjadi di seluruh pelosok Banten.
 Birokrat
Tidak sedikit kaum ulama yang ditempatkan di posisi terhormat dalam sistem
administrasi negara, baik pusat maupun di tingkat lokal (daerah) di samping kelas
administrasi sekuler, bahkan terdapat suatu lembaga tinggi pemerintah yang secara
spesifik pengelolaannya diserahkan kepada kaum ulama yaitu Mahkamah Agung
dengan gelar resminya Fakih Hajamuddin.
Hubungan dengan VOC / Penjajah
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng, putranya yang bernama Sultan Haji meminta
bantuan VOC untuk memperebutkan kekuasaan di Kesultanan Banten, sehingga perang
saudara tidak dapat dielakkan.Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti
dibayar dengan memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12 Maret
1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC.

Perjanjian Banten (1684). Perjanjian Banten terjadi akibat Sultan Ageng Tirtayasa
mengalami kekalahan terhadap VOC. Hasil dari Perjanjian Banten antara lain:
(1) Sultan Haji menjadi raja Banten
(2) Banten harus membayar biaya perang,
(3) Banten harus mengakui monopoli VOC,
(4) Kepulauan Maluku tertutup untuk pedagang Banten,
(5) Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC, dan
(6) Hanya VOC yang berhak mengekspor lada dari Banten.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai