Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Kajian Teoritis

Pada awalnya untuk menyebut suatu organisasi, lembaga, atau kelompok


yang bergerak atau aktif dalam kegiatan nya memperjuangkan kepentingan
masyarakat disebut sebagai Non-Government Organization (NGO). Kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi Organisasi non pemerintah (Ornop).
Istilah Ornop tidak lagi diteruskan penggunaan nya karena memberi kesan seolah-
olah merupakan oposisi dari pemerintah, sehingga pada tahun 1981 istilah Ornop
secara resmi tidak digunakan kembali dan digantikan oleh istilah LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat). Seiring dengan semakin berkembang dan kompleksnya
masyarakat, baik gerakan masyarakat maupun kelompok kepentingan yang lain,
memperlakukan organisasi sebagai salah satu sarana perjuangan untuk mencapai
tujuan atau sasaran yang disepakati hal ini yang mendorong semakin
berkembangnya LSM yang ada di Indonesia.
Lembaga Swadaya Masyarakat secara umum dapat diartikan sebagai
sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang
yang bekerja secara sukarela untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
umum atau memperhatikan kepentingan masyarakat tanpa bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari kegiatannya tersebut. Berbeda dengan organisasi
politik yang berorientasi kekuasaan dan swasta yang berorientasi komersial,
secara konsepsional, LSM yang berkarakteristik: nonpartisan yaitu tidak mencari
keuntungan ekonomi, bersifat sukarela, bersendi pada gerakan moral, dan dapat
bergerak secara luwes tanpa dibatasi oleh ikatan-ikatan motif politik dan ekonomi.
Karakteristik inilah yang membuat LSM dapat menyuarakan aspirasi dan
melayani kepentingan masyarakat yang luput dari perhatian sektor politik dan
swasta.Kemunculan LSM merupakan reaksi atas melemahnya peran kontrol
lembaga-lembaga negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan fungsi
pengawasan ditengah dominasi pemerintah terhadap masyarakat. Sehingga pada
awal sejarah perkembangan lahirnya LSM, terutama yang bergerak dibidang
sosial politik, tujuan utama pembentukan LSM adalah bagaimana mengontrol
kekuasaan negara, tuntutan pers yang bebas, tuntutan kebebasan berorganisasi,
advokasi terhadap kekerasan negara dan kebijakan-kebijakan yang merugikan
rakyat.
Pendekatan yang selama ini dilakukan selama ini dilakukan dalam menata
kehidupan bernegara lebih bersifat top down. Masyarakat cenderung dibiarkan
pasif, dimanjakan dan dipaksa untuk melaksanakan program yang berasal dari atas
tanpa adanya usaha memandirikan mereka. Revolusi Hijau dengan swasembada
beras sebagai icon keberhasilan pada era 80-an menjadi bukti bahwa pendekatan
top down bukan strategi yang tepat bagi pembangunan di Indonesia. Untuk itulah
diperlukan strategi pembangunan yang tepat. Sheperd (1998) mengkritik
pendekatan pembangunan yang dilakukan oleh negara yang cenderung top down,
perlu adanya kelompok sosial yang menggerakkan komunitas sehingga berdaya
dimana publik mengenalnya sebagai organisasi gerakan sosial. Gerakan
masyarakat sipil yang memperkuat entitas ini berhadapan dengan pasar dan
negara. Gerakan sosial yang terorganisir dengan baik, dimana rencana aksi
kolektif mewujud dalam perancangan kegiatan nyata pada masyarakat akar
rumput, diantaranya ditunjukkan oleh gerakan sosial akar rumput, yang dikenal
luas sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).1
Ormas atau LSM merupakan bagian dari masyarakat sipil (civil society)
yang dijabarkan Konsep Ormas dan LSM menurut ilmuan (Holloway 1997)
bahwa bentuk organisasi yang memperhatikan kepentingan masyarakat yang
secara mandiri dan bukan untuk mencari keuntungan atau organisasi yang
memberikan manfaat kepada masyarakat. Sedangkan masyarakat sipil (Holloway
1997) adalah suatu pergerakan sosial dari lapisan masyarakat yang terorganisir
dimana menghadirkan banyak orang yang berbeda dan terkadang berlawanan.
Menurut (Fowler 1997) yang mengklarifikasi tentang perbedaan antara Ormas dan
Non-Organisasi. Organisasi masyarakt sipil: tidak dibentuk untuk menjadi
organisasi yang mapan, tidak harus dibutuhkan, tetapi sebagai pilihan masyarakat
yang secara sukarela untuk membantu masyarakat dalam hokum, dibentuk oleh
individu yang mandiri dan bukan bagian dari pemerintah ataupun dikendalikan

1
Hussein Ass’adi, “Independensi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Tengah Kepentingan
Donor”, Jurnal Sosiologi Pedesaan Institut Pertanian Bogor Vol.3 No.2, hlm. 232
oleh suatu badan publik, organisasi masyarakat sipil ini mematuhi aturan undang-
undang, mendaftarkan diri kepada pemerintah, dan mengola sumber daya ormas,
tercatat sebagai organisasi untuk pengenalan sosial dan menerima prinsip
tanggung jawab social. Sedangkan NGOs (atau organisasi pengembangan dan
kesejahteraan masyarakat) yaitu: suatu legitimasi di masyarakat yang
lemah/miskin yaitu terjadi ketidakadilan dan mereka alami, melakukan aksi ketika
adanya dukungan dan memberikan bantuan dana untuk masyarakat miskin,
sebagian besar anggota beroperasi atas berbagai yang secara parsial (sebagian
datang dari pemerintah dan sektor bisnis), didasarkan pada nilai-nilai sukarela.
Dalam proses pembangunan se-buah negara, LSM/NGO memainkan tiga
jenis peranan yang sangat penting, yaitu: (1) Mendukung dan member-dayakan
masyarakat pada tingkat “gras-sroots”, yang sangat esensial dalam rangka
penanggulangan kemiskinan. (2) Meningkatkan pengaruh politik yang luas,
melalui jaringan kerja sama, baik di dalam negeri maupun dengan lembaga-
lembaga internasional. (3) Ikut mengambil bagian dalam penentuan arah dan
agenda pembangunan.2
Peran Ormas dan LSM dalam pembangunan masyarakat antara lain
pertama sebagai kreator pengetahuan. Ormas dan LSM dapat melakukan riset dan
analisis yang hasilnya untuk memperkuat ataupun mengkritisi kebijakan yang ada.
Hasil riset Ormas dan LSM pun dapat digunakan untuk kepentingan pemerintah.
Kedua, LSM sebagai penyalur pengetahuan, artinya mereka berperan untuk
menyalurkan informasi ilmiah dan teknis yang dihasilkan oleh para peneliti
akademis dan pemerintah untuk memahami pembuat kebijakan, media, dan publik
dalam rangka merumuskan rekomendasi pada penyusunan hukum peraturan,
kebijakan dan inisiatif untuk merespons informasi. Ketiga, Ormas dan LSM dapat
berperan sebagai entrepreneur kebijakan yang mewakili dan meningkatkan isuisu
tertentu untuk menjadi perhatian dalam suatu proses kebijakan. Keempat, Ormas
dan LSM dapat berperan sebagai kontributor dalam proses implementasi
kebijakan dan penyediaan layanan publik. Kelima, Ormas dan LSM dapat menjadi

2
Mery Afriska, “Pengawasan Terhadap Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Di Kabupaten
Tulang Bawang Barat”, Jurnal PPKn & Hukum Vol.12 No.2, 2017, hlm. 5
penyedia utama informasi publik, pendidikan, motivasi, dan perhatian terhadap
isu-isu seperti perdagangan internasional, pangan berkelanjutan, dan energi
terbarukan.3
Corrothers & Suryatna (dalam Gaffar, 2006) mengidentifikasikan empat
peranan yang dapat dimainkan oleh LSM dalam sebuah negara yaitu: 1.) katalisasi
perubahan sistem, yang dilakukan dengan jalan mengangkat sejumlah masalah
yang penting dalam masyarakat dan melakukan advokasi semi perubahan negara;
2.) memonitor pelaksanaan sistem dan penyelenggaraan negara, yang dilakukan
dengan melalui penyampaian kritik atau pelaporan penyimpangan dan
penyalahgunaan kekuasaan; 3.) memfasilitasi rekonsiliasi warga dengan lembaga
peradilan melalui aktifitas pembelaan dan pendampingan terhadap warga korban
kekerasan; 4.) implementasi program pelayanan di mana LSM dapat
menempatkan diri sebagai lembaga yang mewujudkan sejumlah program.4
Terdapat beberapa LSM yang bergerak di bidang tertentu, seperti bergerak
untuk menyalurkan dan mengelola aspirasi masyarakat. Masyarakat dapat
memberikan aspirasinya kepada LSM yang kemudian disalurkan kepada lembaga
politik atau pemerintah yang bersangkutan. Contoh dari peran ini diambil oleh
LSM yang bergerak di bidang lingkungan, seperti Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI), yang salah satu kontribusinya yaitu menerima ataupun
mengumpulkan keluhan-keluhan dari masyarakat terkait permasalahan lingkungan
di sekitar mereka. Keluhan-keluhan tersebut kemudian disampaikan kepada
institusi terkait, misalnya Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) sebagai
instansi pemerintah. Pada proses ini, pemerintah mendapatkan asistensi dari LSM
lingkungan dengan menerima informasi tentang keadaan masyarakat yang
dirugikan akibat pengelolaan lingkungan yang tidak sesuai. Atas informasi dan
aspirasi masyarakat yang didapatkan dari LSM tersebut, dinas pemerintahan yang
bersangkutan dapat menindaklanjuti melalui kebijakan atau tindakan. Contoh
3
Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, “SOSIOGLOBAL”, Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Sosiologi, Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
hlm 56
4
Sorni Paskah Daeli, “Eksistensi Lembaga Swadaya Masyarakat di Kalimantan Barat”, Jurnal
Bina Praja Vol. 4 No. 1, 2016. Hlm. 59
tersebut memberikan gambaran tentang pola kemitraan LSM dan pemerintah
dalam aspek pengelolaan aspirasi masyarakat.
Adapun contoh lain dalam skala besar yang bergerak dalam kemanusiaan
yaitu perlindungan buruh migran Indonesia yaitu Gerakan Perempuan untuk
Perlindungan Buruh Migran (GPPBM). Organisasi tersebut adalah koalisi dari
beberapa organisasi perempuan yang peduli terhadap buruh migran Indonesia
yang bergerak dalam politik internasional, di antaranya Kongres Wanita Indonesia
(KOWANI), Solidaritas Perempuan, Fatayat NU, Perempuan Marhean, dan
Perempuan Katolik. Ormas ini terbentuk untuk mewadahi aspirasi Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) yang bekerja di Arab Saudi dengan tujuan untuk memperkuat
peran institusi pemerintah dalam menangani permasalahan TKI khususnya tenaga
kerja perempuan. GPPBM menggagas empat point pembenahan dalam
perlindungan buruh migran perempuan di Arab Saudi, point tersebut yaitu; 1)
bilateral agreement, 2) draft kontrak kerja, 3) sosialisasi hak-hak buruh migran
dan 4) kurikulum pelatihan (CARAM 2003). Banyaknya migran pekerja
perempuan di Arab Saudi tidak memahami keberadaannya dan hak-haknya belum
tersosialisasi dengan baik, sehingga tidak jarang tenaga kerja perempuan ini di
eksploitasi atau mengalami kekerasan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan. Atas
dasar hal tersebut aliansi gerakan perempuan ini dibentuk, dan tidak terlepas
bermitra dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan untuk kemudahan dalam
mencapai tujuan bersama. Gerakan yang ditunjukkan oleh GBPPM menujukkan
bahwa peran organisasi non pemerintah sangat penting dalam proses perlindungan
masyarakat.5
Terdapat pula ormas dan LSM dapat berperan dalam mengawasi proses
pembangunan. Dalam upaya membangun pemerintahan yang responsif terhadap
tuntutan masyarakat, LSM juga turut terlibat dalam dialog-dialog dengan birokrasi
pemerintah dapat mengakomodasi tuntutan masyarakat. LSM lain yang bergerak
di bidang pengawasan proses pembangunan adalah MCW (Malang Corruption
Watch). MCW adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat Anti Korupsi yang
berawal dari komunitas diskusi yang terdiri dari kumpulan kecil aktivis yang

5
ibid
sudah berjalan sebelum reformasi 1998. MCW resmi berubah menjadi LSM pada
31 Mei 2000 dan terinspirasi oleh adanya Indonesia Corruption Watch (ICW).
MCW menjadi rujukan publik dan media massa di Malang Raya terkait kasus
korupsi yang terjadi di wilayah Malang Raya yang meliputi Kabupaten Malang,
Kota Malang, dan Kota Batu (Malang Corruption Watch, 2014).
Capaian MCW antara lain yaitu terlibat dan berperan dalam beberapa
monitoring, advokasi, dan investigasi kasus korupsi yang terjadi di Malang seperti
kasus pungli di dunia pendidikan kota Malang, korupsi pengadaan lahan RSUD
Kota Malang, denda drainase Jalan Tidar senilai Rp 39 miliar yang molor dari
target, dugaan korupsi jembatan Kedungkandang senilai Rp 9,7 miliar, dugaan
korupsi pengadaan buku perpustkaan kelurahan senilai Rp 2,2 miliar, dugaan
penggelapan pajak 2012 sebesar Rp 4,6 miliar,pungutan liar SMA 10 sebesar Rp
2,25 miliar, dan juga kasus korupsi yang terjadi dalam pilkada (Surabaya Pagi,
2014). Dalam membongkar kasus korupsi yang terjadi di Malang Raya MCW
telah mendapatkan dukungan dari ICW berupa pengawalan. Sehingga, dalam
perkembangannya, MCW telah tumbuh menjadi organisasi masyarakat sipil yang
ditakuti oleh para koruptor karena selalu vokal menghadapi kasus korupsi yang
terjadi di Malang Raya.6

6
Latifah Dinda Larasati, “Demokrasi dan Organisasi Masyarakat Sipil: Malang Corruption
Watch”, Jurnal Sospol Vol 4 No 1. Hlm 173.

Anda mungkin juga menyukai