Anda di halaman 1dari 12

TUGAS INSTITUSI SOSIAL

LI1IkLAI1AN IN81I1L8I POII1IL dan NIcAkA


DINcAN LOMI8I YLDI8IAI




Disusun Oleh :
TRI NUGRAHANI NOVITA SARI
09/283063/SP/23663


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2011

A I
PENDAHULUAN

A. LATAR ELAKANG
Institusi atau pranata bukanlah sebuah atau sesuatu yang bersiIat konkret dan nyata.
Institusi atau pranata merupakan suatu sistem norma/aturan untuk mencapai suatu tujuan
yang dianggap penting oleh msyarakat. Dalam kehidupan sehari hari, istilah pranata serig
dikacaukan dengan istilah institute yang memiliki makna organisasi. Padahal dalam
keyataan, organisasi lebih condong pada struktur sedangkan lembaga lebih mengarah pada
perangkatnya. Menurut Horton dan Hunt (1987), yang dimaksud dengan pranata sosial
adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat
dipandang penting. Lembaga sosial merupakan seperangkat ketentuan, aturan, norma sosial
yang sudah sedemikian melembaga sehingga keberadaanya disepakati dengan rasa tanggung
jawab seluruh masyarakat. Hampir seluruh lembaga sosial memilki tingkat kekekalan
tertentu sehingga dianggap sebagai himpunan norma yang sewajarnya harus dipertahankan
keberadaannya. Sistem disini merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan satu sama
lain dan bekerja sama untuk tujuan tertentu dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan
utuh yang bersiIat organis.
Lembaga sosial mengatur berbagai pola kehidupan tertentu dalam masyarakat,
misalnya dalam keluarga, bidang keagamaan, bidang pendidikan, bidang perekonomian,
bidang politik dan pemerintahan, serta bidang rekreasi dan kesenian. Di dalam kehidupan
bermasyarakat, institusi sosial dibedakan dalam jenis jenis yang bertujuan untuk mengatur
kehidupan bermasyarakat, baik yang merupakan hak maupun kewajiban. Pembagian ini
dilakukan untuk menjamin kehidupan masyarakat berjalan tertib dan teratur sehingga
mengurangi potensi konIlik, sebagai pedoman perilaku masyarakat, menjaga kebersamaan
dan integritas, serta sebagai alat pengendalian sosial. Peran lembaga sosial sangat penting
dalam mengatur pola perilaku masyarakat sehingga tercipta keselarasan dalam kehidupan
sehari hari.
Lembaga sosial berkembang dalam lima klasiIikasi lembaga yang disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat, yakni lembaga keluarga, lembaga agama, lembaga ekonomi,
lembaga pendidikan, serta lembaga politik & negara. Masing masing jenis lembaga sosial
memiliki peranan sesuai dengan Iungsinya dalam kehidupan masyarakat. Misalkan lembaga
pendidikan memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sedangkan lembaga
keluarga bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada anak supaya sesuai dengan

3
keinginan orang tuanya dan sebagainya. Dalam menjalankan Iungsi dan tujuannya lembaga
sosial tersebut memiliki unsur unsur yang terdiri dari adat/kebiasaan, tradisi, nilai nilai
dalam masyarakat, norma, simbol/lambang, serta ideologi/kepercayaan dalam lingkungn
sosial. Unsur unsur pembentuk tersebut pada akhirnya menjadi sebuah keajegan yang
berubah sesuai dengan perubahan jaman dari waktu ke waktu. Adanya norma dalam
lembaga sosial membuat masyarakat dapat diatur sehingga pengendalian sosial dapat
dlaksanakan. Norma dapat berubah seiring dengan perkembangan zaman meskipun norma
selalu memiliki keajegan. Manusia harus mampu menyesuaikan diri agar tidak terjadi
tabrakan atau kesimpangsiuran.

. Rumusan Masalah
1. Apakah lembaga politik dan negara itu?
2. Bagaimana kedudukan Komisi Yudisial dan keterkaitannya dengan lembaga politik
dan negara?



4
A II
PEMAHASAN

A.Lembaga Politik
Sejak zaman dulu, politik menjadi sesuatu yang penting mengingat masyarakat sering
dihadapkan pada terbatasnya sumber alam sehingga perlu pengaturan secara kolektiI agar
sumber alam yang terbatas mampu terdistribusi dengan baik dan masyarakat merasa puas dan
bahagia. Secara singkat, politik diartikan sebagai usaha menggapai kehidupan yang baik. Hal ini
sesuai dengan deIinisi politik menurut Aristoteles yang menyatakan politik sebagai usaha
mencapai masyarakat politik yang terbaik. Yang mana dalam masyarakat politik, manusia akan
hidup bahagia bila memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengann rasa
kemasyarakatan, dan hidup dalam moralias tinggi.
Menurut Rod Hauge politik merupakan kegiatan menyangkut cara bagaimana kelompok
mencapai keputusan-keputusan yang bersiIat kolektiI dan mengikat melalui usaha untuk
mendamaikan perbedaan diantara anggotanya sedangkan menurut Andrew Heywood, politik
adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuatm mempertahankan, dan
mengamandemen peraturan peraturan umum yang mengatur kehidupannya yang berarti tidak
terlepas dari gejala konIlik dan kerjasama (Budiardjo, 2008:16). Dari deIinisi politik tersebut
tiba pada kesimpulan bahwa politk dalam suatu negara berkaitan dengan masalah 54er
(kekuasaan), desici4n making (pengambilan keputusan), 5ublic 54licy (kebijakan publik), dan
alokasi/distribusi. Dalam pelaksanaan kebijakan publik yang menyangkut pengaturan dan
alokasi sumber daya alam perlu dimiliki kekuasaan (54er) dan wewenang (auth4rity).
Kekuasaan diperlukan untuk membina kerjasama maupun dalam penyelesaian konIlik yang
mungkin timbul dalam proses politik. Cara yang dipakai dapat bersiIat persuasiI ataupun melalui
paksaan karena tanpa paksaan perumusan kebijakan hanyalah keinginan belaka.
Dari berbagai deIinisi politik diatas, terlihat bagaimana kekompleksan dari istilah politik
teresebut. DeIinisi politik secara normatiI tersebut pada kenyataannya tidak demikian terjadi
dalam kehidupan nyata. Dalam kegiatan politik disamping memiliki kegiatan kegiatan yang
baik juga mencakup kegiatan kegiatan negariI yang disebabkan akibat politik merupakan
cerminan tabiat manusia, baik naluri baik maupun naluri yang buruk. Sehingga dalam kehidupan
politik terkadang ditemukan politik dalam bentuk buruk seperti yang diutarakan oleh Peter
Merkl (Budiardjo, 2008:16) bahwa politik terburuk merupakan perebutan kekuasaan,
kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan sendiri. Karena itulah politik menjadi populer
sebagai alat dalam perebutan kuasa, takhta, dan harta. Akibat dari fudgemenet dari politik

5
tersebut memunculkan persepsi bahwa politik dipenuhi oleh kebohongan dan kecurangan demi
kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik. Perilaku politik
sendiri adalah perilaku yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam memenuhi hak dan
kewajibannya sebagai insan politik. Dimana setiap warga negara diwajibkan oleh negara untuk
melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik. Misalnya ikut serta dalam
partisipasi politik, mengikuti pemilihan umum, atau menjadi anggota atau pengikut suatu partai
politik. Lembaga politik menginginkan adanya keteraturan dan pengendalian yang eIektiI dan
hal ini merupakan kebutuhan setiap warga masyarakat. Lembaga politik harus mampu menjaga
adanya 4rder atau keteraturan seperti yang diharapkan.
Lembaga politik mempunyai peran yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu
negara karena mengatur dalam distribusi jabatan dalam pemerintahan dan akses dalam
pengambilan keputusan atau kebijakan negara yang tidak lepas dari tujuan negara semula.
Institusi ini, mempunyai Iungsi mengintruksikan norma lewat peraturan perundang undangan,
melaksanakan undang undang yang telah disetujui, menyelesaikan konIlik yang terjadi
walaupun hal ini tidak diharapkan tetapi hal ini juga tidak dapat dihindari dalam kehidupan
nyata. Selain itu juga mempunyai Iungsi menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat,
melindungi warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia, bertindak sebagai pemaksa
hukum yang ada pada masyarakat, mengatur proses persaingan pencapaian kekuasaan, dan
memelihara ketertiban dan mengusahakan kesejahteraan masyarakat.
Di Indonesia, lembaga politik dibagi dalam tiga klasiIikasi, yakni eksekutiI, yudikatiI,
dan legislatiI. LegislatiI berIungsi dalam membuat peraturan perundang undangan yang
kekuasaanya dipegang oleh Parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat). Kekuasaan eksekutiI
berIungsi menjalankan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan peraturan yang telah dibuat
oleh lembaga legislatiI. Kekuasaan eksekutiI dipegang oleh Kepala Negara (raja atau presiden)
serta menteri menterinya. Sedangkan yudikatiI berIungsi mengadili terhadap pelanggaran
pelaksanaan peraturan. Kekuasaannya dipegang oleh Mahkamah Agung dan jajarannya,
Mahkamah Konstitusi, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Komisi Yudisial. Lembaga
lembaga dalam trsebut saling bekerja sama dalam menjalankan tugasnya demi menjaga
kelangsungan negara serta memajukan kehidupan rakyatnya.
Namun, dalam perjalanannya masing masing lembaga yang seharusnya saling bekerja
sama membentuk harmonisasi kehidupan politik di Indonesia terkadang tidak bisa berjalan
sesuai dengan yang seharusnya. Masing masing lembaga berusaha menunjukkan bahwa
lembaganya memiliki taring dan porsi yang paling dominan diantara lembaga lembaga lainnya.

6
Akibatnya timbul persaingan masing masing lembaga untuk menonjolkan perannya dihadapan
publik untuk membentuk persepsi bahwa lembaganya merupakan lembaga yang bekerja paling
baik sesuai dengan Iungsinya. Bahkan buakn hanya hal hal positiI dari kinerja yang
ditonjolkan saja di media melainkan banyak hal negatiI yang dilakukan oleh elite elite politik.
Perilaku menonjol elite politik yang sekarang sering disorot adalah mengenai masalah korupsi
yang menimpa hampir semua pejabat publik, mulai dari yang telah terbukti melakukan,
terindikasi melakukan, sampai yang dituduh melakukan. Korupsi umumnya dilakukan demi
kepentingan pribadi masing masing elite. Mudahnya aturan dilanggar sehingga memudahkan
dilakukannya korupsi dilakukan. Dan yang lebih parah korupsi dilakukan bukan dalam jumlah
yang kecil. Korupsi sendiri mempunyai arti perilaku pejabat baik politikus maupun pegawai
negeri yang secara tidak wajar memperkaya diri atau mereka yang dekat dengannya melalui
penyalah gunaan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dari sudut pandang
hukum, korupsi menyangkut unsur unsur perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan
kewenangan atau sarana, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pejabat pejabat mulai berduyun duyun pindah ke hotel prodeo karena terbukti
melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut. Pejabat pejabat tersebut juga harus
merasakan kursi sebagai pesakitan di pengadilan. Kini yang lebih parah elite elite politik yang
terjerat masalah korupsi itu justru melakukan perbuatan melanggar hukum yang ganda. Kasus
suap menyuap kini marak dilakukan pejabat untuk menyelamatkan dirinya dari jeratan hukum.
Tak jarang mereka menyuap aparat hukum, seperti hakim ataupun jaksa penuntut umum untuk
meloloskan diri dari jeratan hukum. Banyaknya kasus kasus penyuapan terhadap aparat hukum
untuk meloloskan pejabat korupsi dari hukuman membuat citra hukum Indonesia menjadi buruk.
Banyak anggapan yang menyebutkan bahwa hukum pun bisa dibeli sehingga hukum yang
dianggap paling mampu memberikan eIek jera melalui hukuman yang diberikan telah
terkontaminasi akibat oknum oknumnya yang bisa disuap untuk melanggar peraturan hukum.
Semakin buruknya citra aparat hukum terutama hakim membuat publik berpikir negatiI
terkait kenetralan hukum di Indonesia. Hal ini juga berimbas pada penilaian kinerja Komisi
Yudisial selaku lembaga yang berwenang mengusulkan hakim agung dan menegakkan
kehormatan dan perilaku hakim. Sehingga dengan semakin banyaknya hakim yang terjerat kasus
suap ketika menangani kasus korupsi pejabat membuat kinerja Komisi Yudisial menjadi
dipertanyakan. Komisi Yudisial dianggap tidak mampu melakukan pengawasan terhadap
perilaku hakim sehingga memberi celah bagi mereka untuk melakukan perbuatan melanggar
hukum padahal mereka merupakan aparat penegak hukum. Sehingga kiranya perlu dilihat sejauh
mana Komisi Yudisial melakukan tugasnya sesuai dengan Iungsinya sebagai lembaga politik di

7
Indonesia. Kredibilitas dan kinerja Komisi Yudisial menjadi diragukan akibat banyaknya
pelanggaran oknum di bawah pengawasan Komisi Yudisial. Untuk itu saya menitikberatkan
pada peran komisi yudisial dalam menjalankan Iungsinya sebagai lembaga politik.
. Kedudukan Komisi Yudisial Dan Keterkaitan Dengan Lembaga Politik
Komisi Yudisial di Indonesia termasuk dalam kekuasaan yudikatiI yang berkaitan dengan
pengadilan terhadap pelanggaran. Komisi yudisial dibentuk berawal pada tahun 1968 muncul ide
pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) yang berIungsi untuk
memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan akhir mengenai saran-saran dan atau
usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian dan
tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak berhasil dimasukkan dalam
undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman. Pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001 yang
membahas amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang berkenaan dengan kekuasaan
kehakiman, termasuk di dalamnya Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga
itulah dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan
di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
Komisi yudisial merupakan suatu lembaga yang bersiIat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,serta perilaku hakim. Anggota Komisi
Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat (Pasal 24B). Komisi Yudisial berperan dalam melakukan pengawasan perilaku para
hakim di Indonesia agar kenetralan hukum tetap terjaga.
Komisi Yudisial sebelumnya memang jarang terlihat meonjol kinerjanya karena selama ini
hukum di Indonesia dianggap berjalan dengan baik meskipun ada pelanggaran yang dilakukan
hakim dalam menangani perkara tetapi itu hanya dilakukan beberapa oknum saja. Komisi
Yudisial semakin disorot akhir akhir ini untuk dipertanyakan mengenai kinerjanya akibat
banyak terkuaknya maIia hukum dari kalangan hakim. Terutama yang berkaitan dengan kasus
elite politik di Indonesia. Banyaknya pejabat publik yang melakukan hal yang bertentangan
dengan hukum membuat hakim menjadi tujuan penyelamatan elite politik dari jeratan hukuman.
Akibatnya tak jarang hakim tergiur dengan imbalan uang 'terima kasih dari oknum pejabat
untuk membantunya lepas dari jeratan hukum.

8
Dengan maraknya kasus pelanggaran hukum yang melibatkan hakim selaku penegak
hukum memperburuk citra hukum dan hakim di Indonesia. Akibatnya juga berimbas pada
Komisi Yudisial. Komisi Yudisial yang memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan
terhadap hakim hakim di Indonesia ternyata sering kecolongan dengan perbuatan hakim yang
justru menjadi konsumsi media. Komisi Yudisial seolah tak bertaring menghadapu ulah oknum
oknum yang seharusnya diawasinya. Sehingga sangatlah wajar jika kini ditanyakan mengenai
kredibilitas dan kinerja Komisi Yudisial. Bagaimana mereka bekerja dan kenapa sampai marak
kasus yang melibatkan hakim selaku pemutus perkara di pengadilan. Komisi Yudisial memang
baru tujuh tahun terbentuk dan memiliki tugas yang bisa dikatakan tidak mudah mengingat
politik merupakan dunia yang memiliki judgement yang bisa dikatakan buruk.
Keberadaan Komisi Yudisial berIungsi menegakkan independensi hakim di Indonesia.
Seperti yang dituturkan oleh Imam Anshori Saleh, Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY),
mengatakan Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal perilaku hakim merupakan buah manis
reIormasi. Keberadaannya bukan untuk mengintervensi independensi hakim tetapi justru untuk
menegakkan independensi hakim melalui mandat konstitusionalnya. 'Dengan posisi seperti itu
KY sesungguhnya adalah mitra strategis hakim dalam rangka menciptakan peradilan bersih.
Komisi Yudisial begitu gigih memperjuangkan untuk mencari solusi untuk menegakkan
perilaku hakim agar sesuai dengan kode etik. Namun, hakim rupanya masih saja mencari celah
untuk melakukan pelanggaran. Seperti yang paling gress terjadi pada hakim SariIuddin yang
tertangkap basah sedang melakukan transaksi dengan kliennya. Ulah hakim ini kemudian
membuat citra hukum di Indonesia seolah olah mampu dibeli. Sepak terjangnya pun menjadi
semakin dipertanyakan, mengingat ia yang memutus kasus pembunuhan yang dituduhkan pada
Antasari Azhar dan putusan bebas pada Gubernur Bengkulu yang melakukan korupsi. Komisi
Yudisial tak mampu menunjukkan taring menghadapi ulah oknum ini. Padahal dalam undang
undang Komisi Yudisial memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap
pelanggaran perilaku hakim. Namun, dalam kasus ini Komisi Yudisial tak memiliki porsi apapun
karena masalah ini telah ditangani oleh KPK.
Fungsi Komisi Yudisial sebagai lembaga politik untuk menegakkan independensi hakim
agar sesuai dengan kode etik kehakiman tentu memiliki porsi keterkaitan dalam kehidupan
berbangsa di Indonesia. Komisi Yudisial yang berusaha untuk menjaga independensi kehakiman
di Indonesia melalui pengawasan perilaku hakim. Pekerjaan Komisi Yudisial memang tidaklah
mudah mengingat banyaknya laporan yang masuk yang mana sebagian memang membuktikan
bahwa hakim melakukan pelanggaran dan sebagian lagi melapor akibat ketidakpuasan terhadap
keputusan hakim di pengadilan. Komisi Yudisial harus mampu menyeleksi laporan yang masuk

9
sehingga benar benar mampu membuktikan hakim melakukan pelanggaran kode etik. Komisi
Yudisial membutuhkan kehati hatian dalam mencari bukti dan melakukan pemeriksaan
sebelum memberikan sanksi hukum maupun sanksi administratiI. Sehingga kesan lamban sering
terjadi dan menyebabkan trust publik turun padahal Komisi Yudisial hanya berhati hati
mengingat oknum oknum yang pandai berkelit dan menghilangkan bukti bahkan mencari
sca5e g4at untuk masalahnya.
Keberadaan Komisi Yudisial dalam kaitannya sebagai lembaga hukum sangatlah penting.
Tanpa adanya lembaga ini perilaku hakim tidak akan diawasi sehingga perwujudan peradilan
yang jujur, transparan, bersih dan proIesional tidak akan terwujud. Komisi Yudisial menjadi alat
untuk melakukan pengawasan secara intensiI terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
yang melibatkan unsur unsur masyarakat. Komisi Yudisial juga menjadi penghubung
kekuasaan pemerintah dengan kekuasaan kehakiman untuk menjamin kemandirian dan
konsistensi kekuasaan kehakiman. Namun, tujuan dari Komisi Yudisial tidak akan terwujud jika
tidak dibarengi dengan kerjasama dan pastisipasi masyarakat. Komisi Yudisial dapat bekerja
sama dengan lembaga politik lainnya untuk menegakkan jalannya kekuasaan kehakiman agar
sesuai dengan koridor yang berlaku, seperti dengan Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan
Korupsi, Kepolisian, dan lain sebagainya. Komisi Yudisial juga dapat mengajak masyarakat ikut
serta membantu bila melihat adanya pelanggaran yang dilakukan hakim.

10
A II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga sosial merupakan suatu sistem norma untuk mencapai tujuan tertentu daripada di
dalamnya ada sekumpulan dari kebiasaan serta tata cara atau kelakuan yang berkisar dari suatu
kegiatan yang pokok dari manusia. Dimana lembaga sendiri mempunyai hubungan yang erat
dalam masyarakatnya. Dalam lembaga sendiri dibagi dalam beberapa macam seperti lembaga
politik, lembaga agama, lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, lembaga keluarga. Dimana
setiap lembaga mempunyai Iungsi Iungsi tertentu yang yang dibagi dalam Iungsi laten dan
maniIest tetapi dalam intinya mempunyain Iungsi inti untuk mengatur kehidupan masyarakat
sehingga tidak melanggar norma dan aturan yang berlaku.
Lembaga politik sendiri merupakan suatu wadah yang digunakan untuk berpartisipasi
dalam dunia politik atau wadah untuk menerapkan perilaku politik. Dimana hal ini merupakan
hak dan kewajiban sebagai warga negara. Lembaga politik mempunyai Iungsi dalam penentuan
jabatan di pemerintahan serta pengambilan kebijakan yang tetap memperhatikan kepentingan
rakyat dan tidak menyimpang dari tujuan negara. Selain itu lembaga dibagi bagi pula menjadi
beberapa bentuk yaitu legislatiI, eksekutiI, yudikatiI, yang bertujuan untuk memberikan suatu
batas yang jelas dalam proses kerjanya sehingga tidak ada kesalah pahaman dalam pemerintahan
yang ada atau dalam lembaga politik tersebut.
Dalam kancah perpolitikan tidak terlepas dari adanya gejala konIlik karena pada
hakikatnya dalm politik terjadi perebutan kuasa, harta, dan takhta. Sehingga sering pula terjadi
pelanggaran pelanggaran yang dilakukan elite politik demi memenangkan pertarungan politik.
Banyak cara cara kotor dilakukan, mulai dari menjatuhkan lawan politik, melakukan korupsi,
melakukan mark up, menjadi calo anggaran yang pada intinya untuk memperkaya diri. Ketika
menjadi pesakitan di pengadilan ia melakukan upaya untuk tetap bisa bebas atau mendapatkan
hukuman seringan mungkin. Cara yang paling mutakhir ditempuh adalah melakukan suap pada
hakim. Sehingga disinilah letak kerja Komisi Yudisial. Komisi Yudisial bertugas mengawasi dan
menjaga independensi hakim sehingga tercipta peradilan yang bersih, jujur, transparan, dan
proIesional. Perilaku hakim perlu diawasi oleh lembaga independen dan itulah Komisi Yudisial.
. Saran
Keberadaan lembaga sosial, tentulah sangat erat dalam kehidupan masyarakat sehari hari
karena selain digunakan dalam pedoman pemecahan masalah yang ada tetapi juga dimanIaatkan
dalam pengendalian sosial. Melihat pentingnya institusi sendiri maka sudah wajar apabila dalam

11
tubuh institusi sendiri harus dalam keadaan yang bersih. Bersih disini, maksudnya bebas dari
tindak kejahatan baik yang dilakukan oleh oknum dalam maupun luar. Karena apabila dalam
tubuh sendiri sudah ada tanda tanda yang menyimpang maka bukan mustahil kalau lingkungan
sekitar akan lebih parah. Hal ini disebabkan tidak adanya contoh yang baik yang pantas
dijadikan teladan. Sehingga penting sekali apabila dalam lembaga masing masing dijalankan
sesuai dengan nilai dan norma yang ada hal ini dikarenakan politik yang identik dengan
perebutan dan sering timbulnya konIlik dan persaingan.
Lembaga politik yang sering mejadi sorotan dalam kehidupan masyarakat merupakan
akibat dari para pelaku politik sendiri yang bersikap tanpa memperhatikan akibatnya terlebih
dahulu tetapi menitik beratkan pada keuntungannya. Hal ini seharusnya dihilangkan dalam
lembaga politik khususnya dalam pelaku politik karena dengan adanya hal tersebut membawa
dampak yang negatiI tidak hanya pada dirinya sendiri tetapi pada orang lain pula atau rakyat
karena perlu disadari bahwa lembaga politik mempunyai lingkup yang luas dan berperan dalam
pengambilan kebijakan. Selain itu peluang peluang yang mengakibatkan munculnya upaya
korupsi harusnya ditutup dan menerapkan hukum yang tegas dan setimpak bagi pelaku korupsi
sendiri. Selain itu akan lebih baik apabila pendidikan tentang bahaya korupsi mulai dilakukan di
sekolah sekolah sejak dini sehingga dapat memperkecil potensi korupsi bagi penerus penerus
bangsa. Dimana hal ini akan membawa kemajuan dalam pemerintahan yang akan datang apabila
pendidikan tersebut berjalan sesuai dengan harapan.
Netralitas lembaga politik harus mampu dijaga semua lembaga politik. Termasuk disini
yang harus juga dilakukan oleh Komisi Yudisial. Hal ini harus dilakukan mengingat KY
merupakan lembaga yang memiliki wewenang dalam mengawasi kekuasaan peradilan. Netralitas
KY haruslah dijaga agar peradilan yang diadakan di Indonesia merupakan peradilan yang jujur,
bersih, transparan, dan jujur. Mereka yang bersalah mendapatkan hukuman sesuai dengan
perbuataannya. Hakim mampu menjaga martabatnya untuk senantiasa menjunjung hukum yang
sesuai dengan peraturan perundang undangan. Sehingga, saran yang mampu saya anjurkan
disini adalah senantiasanya KY menjaga netralitasnya karena banyak lembaga poltik lain yang
cenderung tebang pilih ketika menangani kasus pejabat publik. Sehingga pengawsan terhadap
hakim perlu ditingkatkan disertai independensi sehingga kualitas peradilan di Indonesia bisa
sesuai dengan yang diharapkan.

1
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2008. asar dasar Ilmu P4litik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Pratikto D. 2011. Materi Kuliah Institusi S4sial. Yogyakarta : tidak dipublikasi.
http://www.komisiyudisial.go.id/index.php?optioncomcontent&taskview&id6&Itemid36
&langin diakses pada 31 Mei 2011 pukul 20.05
http://id.wikipedia.org/wiki/KomisiYudisial#KomisiYudisial diakses pada 31 Mei 2011 pukul
20.07
http://www.komisiyudisial.go.id/index.php?optioncomcontent&taskview&id123&Itemid
93&langin diakses pada 31 Mei 2011 pukul 20.06
http://www.komisiyudisial.go.id/index.php?optioncomcontent&taskcategory&sectionid1&i
d11&Itemid2&langin diakses pada 31 Mei 2011 pukul 20.11

Anda mungkin juga menyukai