Anda di halaman 1dari 19

ETIKA PROFESI LEMBAGA SWADAYA

MASYARAKAT (LSM)
“Somasi Nusa Tenggara Barat”

Dosen Pengampu :
Ni Putu Sinta Dewi, M.I.Kom

Disusun Oleh :
Teknologi Informasi A
Semester 3

TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BUMIGORA
2022/2023
Abstrak
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau dalam istilah lainnya sebagai Non-Governmental
Organization (NGO) memegang peranan penting sebagai pilar demokrasi yang mewujudkan
masyarakat sipil (civil society) yang kuat dan mampu memperjuangkan hak-hak rakyat dalam
kehidupan bernegara. LSM merupakan organisasi yang didirikan oleh individu atau kelompok
secara sukarela yang bertujuan untuk mendukung dan menopang aktivitas atau kepentingan publik
tanpa bermaksud mengambil keuntungan finansial. LSM merupakan organisasi legal di mata
hukum yang bekerja tanpa adanya ketergantungan dari pemerintah, atau setidaknya pengaruh dari
pemerintah tidak diberikan secara langsung. Pada kasus dimana LSM mendapatkan dana dari
pemerintah, tetap tidak boleh ada keanggotaan LSM tersebut dari unsur pemerintah. Ada beberapa
jenis organisasi yang terbentuk antara lain LSM, yayasan sosial, organisasi keagamaan, organisasi
Kepemudaan, dan organisasi yang didasarkan atas profesi.
Di Nusa Tenggara Barat terdapat lembaga swadaya masyarakat bernama Solidaritas
Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) Nusa Tenggara Barat Somasi NTB adalah
sebuah organisasi non-pemerintah yang bersifat nirlaba dan independen.Somasi NTB
berkedudukan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan secara resmi menjadi badan hukum
pada tanggal 23 Nopember 2000 dengan Akte Notaris No. 21 melalui Kantor Notaris Sri
Hartati, SH. Somasi NTB akan memberikan pelayanan kepada kelompok-kelompok
tertindas, seperti buruh, petani, rakyat miskin kota, kelompok perempuan dan individual
progresif melalui pendidikan kritis, distribusi informasi, pengorganisasian, dan
pendampingan. Banyak undang-undang yang mengatur dalam pemberantasan korupsi di
Nusa Tenggara Barat.

i
BAB I
PENDAHULUAN
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau dalam istilah lainnya sebagai Non-
Governmental Organization (NGO) memegang peranan penting sebagai pilar demokrasi
yang mewujudkan masyarakat sipil (civil society) yang kuat dan mampu
memperjuangkan hak-hak rakyat dalam kehidupan bernegara. LSM merupakan
organisasi yang didirikan oleh individu atau kelompok secara sukarela yang bertujuan
untuk mendukung dan menopang aktivitas atau kepentingan publik tanpa bermaksud
mengambil keuntungan finansial. LSM merupakan organisasi legal di mata hukum yang
bekerja tanpa adanya ketergantungan dari pemerintah, atau setidaknya pengaruh dari
pemerintah tidak diberikan secara langsung. Pada kasus dimana LSM mendapatkan dana
dari pemerintah, tetap tidak boleh ada keanggotaan LSM tersebut dari unsur pemerintah.
Ada beberapa jenis organisasi yang terbentuk antara lain LSM, yayasan sosial, organisasi
keagamaan, organisasi Kepemudaan, dan organisasi yang didasarkan atas profesi. Dalam
pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, terdapat suatu jaminan bagi seluruh warga negara
Indonesia untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun
tulisan dan sebagainya. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan
negara. Setiap orang memiliki hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat. Maksud dari kebebasan berserikat dan berkumpul berdasarkan
UUD 1945 antara lain membentuk koperasi sebagai sarana peningkatan kesejahteraan
ekonomi, membentuk badan usaha, lembaga amal atau yayasan, partai politik, dan
organisasimasyarakat.
Namun demikian, kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat tetaplah harus
merujuk pada asas Indonesia sebagai negara hukum. Artinya, bentuk- bentuk institusi dan
organisasi yang ada harus tunduk dan patuh pada konstitusi, sistem hukum, dan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Keberadaan LSM telah diatur oleh
Intruksi Menteri Dalam Negeri (Inmedagri) No. 8 tahun 1990, pengertian LSM dalam
Instruksi ini adalah organisasi/lembaga yang dibentuk oleh warga negara Indonesia secara
sukarela atas kehendak sendiri yang berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu
sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat. Pembentukan maupun LSM merupakan wujud partisipasi
masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang
menitik beratkan kepada pengabdian secara swadaya. Kemunculan LSM tidak terlepas
dari kepentingan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan melakukan
perubahan sosial bagi masyarakat itu sendiri, dimana aspek kesejahteraan tersebut

2
tidak dapat dipenuhi hanya dari unsur pemerintah. Setelah Orde Baru tumbang
akibat tuntutan demokratisasi, terjadi perubahan paradigma dalam dinamika sosial
politik dari yang berbasis elit menjadi berbasis masyarakat. Pemerintahan yang
pada mulanya bersifat sentralistik, dengan diberlakukannya UU No 22/1999 dan
kemudian UU No. 32/2004, berubah menjadi sistem pemerintahan yang
desentralistik dengan tujuan untuk lebih mengakomodir aspirasi dan
mengembangkan daerah sesuai dengan potensi sosial ekonomi dan budaya
setempat. Di sisi lain, di dalam tuntutan demokratisasi terkandung tuntutan supaya
pemerintahan dijalankan dengan prinsip-prinsip akuntabilitas, partisipasi,
transparansi, dan anti korupsi. Pemerintah harus menjamin proses pembangunan
benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat dan dilaksanakan secara profesional.
Karena itu, dalam rangka turut menciptakan pemerintahan yang menjalankan
program pembangunan yang menyasar pada terpenuhinya kepentingankepentingan
publik, elemen-elemen masyarakat turut berpartisipasi baik melalui mekanisme
pengawasan informal maupun dengan menjalin kerjasama kemitraan dengan
pemerintah. Pola kemitraan antara organisasi sipil dan pemerintah dalam menopang
pembangunan semakin dikuatkan. Hal tersebut mencerminkan berlangsungnya
sistem pemerintahan yang demokratis dan memprioritaskan kepentingan rakyat.
Dengan demikian, di era demokrasi baru ini, LSM mempunyai fungsi strategis
sebagai pelopor yang melayani perubahan sosial dalam penguatan ranah sipil.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Somasi Nusa Tenggara Barat
Somasi NTB adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang bersifat nirlaba dan
independen. Dibentuk pada 23 Mei 1998, dan dideklarasikan pada tanggal 5
Oktober 1998. Somasi NTB didirikan oleh 10 orang yang berlatar belakang tokoh
masyarakat, tokoh agama, akademisi, wartawan, Aktivis mahasiswa, Aktivis NGO,
dan praktisi hukum. Somasi NTB berkedudukan di Provinsi Nusa Tenggara Barat
dan secara resmi menjadi badan hukum pada tanggal 23 Nopember 2000 dengan
Akte Notaris No. 21 melalui Kantor Notaris Sri Hartati, SH. Somasi NTB akan
memberikan pelayanan kepada kelompok-kelompok tertindas, seperti buruh,
petani, rakyat miskin kota, kelompok perempuan dan individual progresif melalui
pendidikan kritis, distribusi informasi, pengorganisasian, dan pendampingan.
Tujuan pelayanan tersebut guna membangun kemandirian rakyat untuk terlibat
dalam dinamika perubahan sosial menuju tatanan sosial yang lebih adil dan
sejahtera. Somasi Nusa Tenggara Barat mempunyai jenis plat Merah / GONGO
(Government NGO). Plat merah ini diperuntukan untuk LSM langsung dibentuk
oleh pemerintah tetapi dalam beberapa kasus bisa saja organisasinya berdiri dengan
platform independent namun pengurusnya adalah orang-orang titipan pemerintah
dengan segala fasilitas yang diberikan oleh pemerintah.

2.1.1 Visi
Terwujudnya tata pemerintahan yang transparan, partisipatif, dan Somasi NTB
sebagai gerakan rakyat anti korupsi untuk membangun tatanan sosial yang adil
secara ekonomi, demokratis secara politik dan setara secara sosial.

2.1.2 Misi
1.Penguatan masyarakat sipil untuk advokasi korupsi dan kebijakan publik yang
berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan rakyat miskin dan perempuan.
2.Mendorong reformasi kebijakan publik dan perbaikan pelayanan publik yang
berorientasi kebutuhan rakyat miskin dan perempuan
3. Mendorong reformasi hukum yang meningkatkan efektivitas pemberantasan
korupsi dan tersedianya akses keadilan bagi rakyat miskin dan perempuan
4. Mempengaruhi perubahan sistem politik yang lebih menjamin lahirnya
penyelenggara negara yang bersih dan kapable, serta perbaikan representasi
politik dan akuntabilitas politik kepada rakyat

2.1.3 Bentuk Pelayanan


Bentuk pelayanan yang diberikan perkumpulan, antara lain :
1. Bantuan advokasi non-litigasi (lintas isu-sektor) untuk warga miskin dan
perempuan
2. Pengaduan masyarakat, pendampingan dan konsultasi advokasi kasus
korupsi

4
3. Up-dating informasi perkembangan/trend korupsi dan kinerja aparat hukum
untuk publik luas
4. Sekolah anggaran dan antikorupsi untuk warga, aktivis mahasiswa,
NGO,Ormas
5. Pelayanan data dan informasi untuk warga dan aktivis
6. Pelayanan tenaga asistensi dan monev program untuk jaringan NGO
7. Pelayanan tenaga fasilitator pendidikan orang dewasa untuk organisasi
mahasiswa, NGO, ormas
8. Fasilitasi pengembangan kapasitas organisasi rakyat dan jaringan
masyarakat sipil

2.1.4 Analisa Kinerja Somasi NTB


Kinerja dari somasi NTB dalam kontribusi pemberantasan korupsi yaitu
sudah efektif namun kinerja dari beberapa lembaga lain dalam ikut
berkontribusi masih belum efektif. Beberapa kontribusi dari Somasi NTB yaitu,
antara lain :
1. Pembentukan posko pemantauan dan pengaduan masyarakat NTB sebagai
wadah pemantauan kinerja pemberantasan korupsi di wilayah NTB.
2. Melakukan pengawasan dalam upaya pengadaan barang dan jasa di NTB.
3. Pemantauan keterbukaan informasi publik

2.2 Undang-Undang Yang Mendukung Upaya Pencegahan Dan


Pemberantasan Korupsi

2.2.1 UU No. 3 tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


Undang-undang ini dikeluarkan di masa Orde Baru pada kepemimpinan
Presiden Soeharto. UU No. 3 tahun 1971 mengatur pidana penjara maksimum
seumur hidup serta denda maksimal Rp 30 juta bagi semua delik yang
dikategorikan korupsi.
Walau UU telah menjabarkan dengan jelas tentang definisi korupsi, yaitu
perbuatan merugikan keuangan negara dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain, namun kenyataannya korupsi, kolusi, dan nepotisme
masih marak terjadi di masa itu. Sehingga pada pemerintahan-pemerintahan
berikutnya, undang-undang antikorupsi bermunculan dengan berbagai macam
perbaikan di sana-sini. UU No. 3 tahun 1971 ini dinyatakan tidak berlaku lagi
setelah digantikan oleh Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2.2.2 Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)

5
Usai rezim Orde Baru tumbang diganti masa Reformasi, muncul Tap MPR
Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas
KKN. Sejalan dengan TAP MPR tersebut, pemerintah Presiden Abdurrahman
Wahid membentuk badan-badan negara untuk mendukung upaya
pemberantasan korupsi, antara lain: Tim Gabungan Penanggulangan Tindak
Pidana Korupsi, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemeriksa Kekayaan
Pejabat Negara dan beberapa lainnya. Dalam TAP MPR itu ditekankan soal
tuntutan hati nurani rakyat agar reformasi pembangunan dapat berhasil, salah
satunya dengan menjalankan fungsi dan tugas penyelenggara negara dengan
baik dan penuh tanggung jawab, tanpa korupsi. TAP MPR itu juga
memerintahkan pemeriksaan harta kekayaan penyelenggara negara, untuk
menciptakan kepercayaan publik.
2.2.3 UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
KKN
Undang-undang ini dibentuk di era Presiden BJ Habibie pada tahun 1999
sebagai komitmen pemberantasan korupsi pasca tergulingnya rezim Orde
Baru. Dalam UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN ini dijelaskan definisi soal korupsi, kolusi dan
nepotisme, yang kesemuanya adalah tindakan tercela bagi penyelenggara
negara. Dalam UU juga diatur pembentukan Komisi Pemeriksa, lembaga
independen yang bertugas memeriksa kekayaan penyelenggara negara dan
mantan penyelenggara negara untuk mencegah praktik korupsi. Bersamaan
pula ketika itu dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan
Ombudsman.
2.2.4 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Undang-undang di atas telah menjadi landasan hukum pemberantasan tindak
pidana korupsi di tanah air. UU ini menjelaskan bahwa korupsi adalah tindakan
melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau
yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara. Definisi korupsi
dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU ini.

6
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dipetakan ke dalam 30 bentuk,
yang dikelompokkan lagi menjadi 7 jenis, yaitu penggelapan dalam jabatan,
pemerasan, gratifikasi, suap menyuap, benturan kepentingan dalam
pengadaan, perbuatan curang, dan kerugian keuangan negara.
2.2.5 Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Melalui peraturan ini, pemerintah ingin mengajak masyarakat turut
membantu pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat yang
diatur dalam peraturan ini adalah mencari, memperoleh, memberikan data atau
informasi tentang tindak pidana korupsi. Masyarakat juga didorong untuk
menyampaikan saran dan pendapat untuk mencegah dan memberantas korupsi.
Hak-hak masyarakat tersebut dilindungi dan ditindaklanjuti dalam
penyelidikan perkara oleh penegak hukum. Atas peran sertanya, masyarakat
juga akan mendapatkan penghargaan dari pemerintah yang juga diatur dalam
PP ini.

2.2.6 UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi menjadi pencetus lahirnya KPK di masa Kepresidenan
Megawati Soekarno Putri. Ketika itu, Kejaksaan dan Kepolisian dianggap
tidak efektif memberantas tindak pidana korupsi sehingga dianggap pelu
adanya lembaga khusus untuk melakukannya. Sesuai amanat UU tersebut,
KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun. UU ini kemudian disempurnakan dengan revisi UU KPK pada 2019
dgn terbitnya Undang-Undang No 19 Tahun 2019. Dalam UU 2019 diatur soal
peningkatan sinergitas antara KPK, kepolisian dan kejaksaan untuk
penanganan perkara tindak pidana korupsi.

7
2.2.7 UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Pencucian uang menjadi salah satu cara koruptor menyembunyikan atau
menghilangkan bukti tindak pidana korupsi. Dalam UU ini diatur soal
penanganan perkara dan pelaporan pencucian uang dan transaksi keuangan
yang mencurigakan sebagai salah satu bentuk upaya pemberantasan korupsi.
Dalam UU ini juga pertama kali diperkenalkan lembaga Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengkoordinasikan pelaksanaan
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di
Indonesia.
2.2.8 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional
Pencegahan Korupsi (Stranas PK)

Perpres ini merupakan pengganti dari Perpres No 55 Tahun 2012 tentang


Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang
Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 yang dianggap
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan pencegahan
korupsi.Stranas PK yang tercantum dalam Perpres ini adalah arah kebijakan
nasional yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi yang digunakan
sebagai acuan kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan pemangku
kepentingan lainnya dalam melaksanakan aksi pencegahan korupsi di
Indonesia. Sementara itu, Aksi Pencegahan Korupsi (Aksi PK) adalah
penjabaran fokus dan sasaran Stranas PK dalam bentuk program dan
kegiatan.Ada tiga fokus dalam Stranas PK, yaitu Perizinan dan Tata Niaga,
Keuangan Negara, dan Penegakan Hukum dan Demokrasi Birokrasi.
2.2.9 Peraturan Presiden No.102/2020 tentang tentang Pelaksanaan Supervisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Diterbitkan Presiden Joko Widodo, Perpres ini mengatur supervisi KPK
terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana
korupsi, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik
Indonesia.

8
Perpres ini juga mengatur wewenang KPK untuk mengambil alih perkara
tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh Polri dan Kejaksaan.
Perpres ini disebut sebagai bagian dari upaya untuk memperkuat kinerja
KPK dalam pemberantasan korupsi.
2.2.10 Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban
Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi
Pemberantasan korupsi bukan sekadar penindakan, namun juga
pendidikan dan pencegahan. Oleh karena itu Menteri Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi mengeluarkan peraturan untuk menyelenggarakan
pendidikan antikorupsi (PAK) di perguruan tinggi. Melalui
Permenristekdikti Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban
Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi,
perguruan tinggi negeri dan swasta harus menyelenggarakan mata kuliah
pendidikan antikorupsi di setiap jenjang, baik diploma maupun sarjana.
Selain dalam bentuk mata kuliah, PAK juga bisa diwujudkan dalam bentuk
kegiatan Kemahasiswaan atau pengkajian, seperti kokurikuler,
ekstrakurikuler, atau di unit kemahasiswaan. Adapun untuk Kegiatan
Pengkajian, bisa dalam bentuk Pusat Kajian dan Pusat Studi Kegiatan
pengajaran PAK ini harus dilaporkan secara berkala ke Kementerian
melalui Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan.

9
2.3 Analisis Kasus
“Kasus Kematian Wartawan Udin Yang Tak Pernah Terungkap Tuntas”

2.3.1 Kronologi Kasus

Kasus pembunuhan wartawan Fuad Muhammad Syafruddin yang akrab


dipanggil Udin pada 16 Agustus 1996 dan belum terungkap pelakunya sampai saat
ini, menjadi bahan diskusi aktivis Malaysia di Petaling Jaya, sabtu, 21 Mei 2022.
Ketua aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Shinta Maharani
mengemukakan hal itu saat diskusi “ Media Solidarity Awards 2022: Sembang
Lintas Negara Tantangan Wartawan Melawan” yang diselengarakan Center For
Independent Journalism, Gerakan Media Merdeka (Geramm) Malaysia dan AJI di
The Biblio Cafe. Pada kesempatan tersebut Shinta mengatakan, sebelum ke
Malaysia, dia terlebih dahulu bertemu dengan istri Udin, Marsi.

“Sebelum ke Malaysia saya telah bertemu mbak Marsi. Dia kecewa karena polisi
gagal mengungkapkan pelaku pembunuhan Udin. Polisi semestinya mengakui saja
kalau tidak mampu. Jangan diambangkan,” ujar Shinta menirukan Marsi.

Kasus pembunuhan Wartawan Udin ini bermula dari ketika Udin bergergas
pulang menggunakan honda Tiger 2000 berwarna merah hati selepas
merampungkan pekerjaan. Jam menunjukan pukul 21.30, kalender mencatat
tanggal 13 Agustus 1996. Raut wajahnya Nampak tegang dan gelisah. Tidak
nyangka nasib buruk memang menimpanya malam itu. Ia dianiyaya (dipukul,
kepala dihantam, dan perut di tusuk besi) oleh orang tak dikenal disekitar rumahnya.
Udin terluka parah dan tak sadarkan diri. Hal ini yang membuatnya menderita gegar
otak dan dilarikan ke rumah sakit Bethesda untuk menjalani perawatan intensip.
Tiga hari kemudian Jumat, 16 Agustus 1996 pihak RS Bethesda memberi kabar:
operasi tak mampu menghenetikan pendarahan hebat di kepala. Nyawa Udin tak
tertolong. Ia meninggal dunia pukul 16.50 meninggalnya Udin adalah bukti betapa
beruntalnya rezim Orde Baru yang tak menghargai nyawa manusia. Udin tewas
tanpa tau siapa yang membunuhnya dana pa motif dibelakangnya.

10
Udin, yang punya nama lengkap Fuad Muhammad Syafruddin, adalah
wartawan surat kabar harian asal Yogyakarta, Bernas. Semasa bekerja sebagai
wartawan, Udin sudah banyak menulis laporan yang membikin telinga penguasa
panas. Sebelum meninggal, Udin disibukkan dengan peliputan pemilihan Bupati
Bantul untuk masa jabatan 1996-2001. Ia mengikuti tiap perkembangan peristiwa
dengan saksama. Pemilihan saat itu dianggap alot dan rumit. Pasalnya, terdapat tiga
calon yang maju dan semuanya berlatar belakang militer. Satu calon yang mencolok
ialah sang petahana, Sri Roso Sudarmo. Keikutsertaan Sri Roso sebetulnya cukup
mengejutkan. Pasalnya, menurut Danrem 072/Pamungkas Kolonel (Inf.) Abdul
Rahman Gaffar, Sri Roso bakal dipindahtugaskan ke daerah lain. Entah mengapa
yang terjadi justru sebaliknya. Masuknya kembali Sri Roso ke gelanggang memicu
Udin membongkar borok pemerintahan. Selama memegang kendali kekuasaan, Sri
Roso dianggap tidak kompeten dan penuh praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme). Maka, jadilan laporan-laporan yang sarat kritik macam “Tiga Kolonel
Ramaikan Bursa Calon Bupati Bantul,” “Soal Pencalonan Bupati Bantul: Banyak
‘Invisible Hand’ Pengaruhi Pencalonan,” “Di Desa Karangtengah Imogiri, Dana
IDT Hanya Diberikan Separo,” hingga “Isak Tangis Warnai Pengosongan
Parangtritis.” Tak cuma menyerang Suroso, laporan Udin juga menampar Orde
Baru yang kala itu telah berada di senja kala kekuasaan. Laporan paling bikin
gempar adalah soal surat kaleng yang menuturkan ada calon bupati yang diduga
kuat bakal memberikan dana sebesar satu miliar rupiah kepada Yayasan Dharmais
milik Soeharto. Walaupun tidak dijelaskan siapa calon yang dimaksud, belakangan
jelas bahwa sosok tersebut adalah Sri Roso. Hal ini dibuktikan dengan penemuan
“surat pernyataan” bersegel yang ditulis dan ditandatangani oleh Sri Roso. Surat
tersebut menjelaskan bahwa Sri Roso setuju “membantu” pendanaan Yayasan
Dharmais apabila terpilih sebagai Bupati Bantul periode 1996-2001.

Udin bukannya tak khawatir dengan semua laporan yang ditulisnya. Ia sadar
sedang melawan tiran. Berkali-kali ia sadar tengah diikuti orang tak dikenal yang
mengawasi gerak-geriknya. Namun rasa takut tak menghentikan niatnya untuk
menulis dan menyebarkan kebenaran kepada publik.

11
Keberanian itu pula yang menuntunnya pada laporan terakhir tentang dugaan
kasus korupsi pembangunan jalan. Tulisan yang kelak diberi judul “Proyek Jalan 2
Km, Hanya Digarap 1,2 Km” tersebut terbit sehari sebelum Udin meninggal. Isi
laporannya: memblejeti kejanggalan proyek peningkatan jalan di ruas Tamantirto-
Pengkolan, Kasihan, Bantul.

Kasus Udin menemui jalan buntu. Hal ini disebabkan karena Polisi tak bekerja
maksimal dalam mengusust tuntas kasus pembunuhan Udin ini. Meskipun polisi
menangkap “pelaku” pembunuhan Udin yang bernama Dwi Sumaji alias Iwik yang
bekerja sebagai sopir perusahaan iklan. Akan tetapi, Iwik bukanlah pelaku
sebenarnya. Iwik merupakan seorang Tumbal dari pelaku sebenarnya. Pada
persidangan 5 Agustus 1997, Iwik terpaksa mengaku bahwa ia membunuh Udin.
Iwik terpaksa mengak di bawah ancaman dan pengaku alcohol yang di suplai Serma
Pol Edy Wuryanto alias Franki, Kanitserse Polres Bantu. Iwik dijadikan tumbal
demi melindungi kepentingan bisnis, politik, serta nama baik Sri Roso. Pada
November 1997, pengadilan akhirnya memvonis bebas Iwak. Majelis Hakim
berpendapat tidak ada bukti yang menguatkan Iwik adalah pelaku pembunuhanya.
Penangkapan Iwik merupakan salah satu keganjilan dalam kasus Udin.

Muncul pengakuan lain dari Tri Sumaryani yang mengatakan diiming-imingi


sejumlah uang oleh “oknum tertentu” jika bersedia berkata pada public dan
persidangan bahwa ia berselingkuh dengan Udin. Perseingkuhan tersebut menurut
Tri Sumaryanii, membuat suaminya murka dan akhirnya membunuh Udin.

Akhirnya beberapa rekan Udin membuat tim investigasi pencarian fakta.


Berdasarkan penyelidikan, tim menyimpulkan bahwa tewasnua Udin tak bias
dilepaskan dari berita-beria yang ia tulis. Laporan Udin dipandang memancing
kemarahan penguasa. Dalang di balik pembunuhan Udin mengerucut pada sati
nama yaitu Sri Roso. Tentu Sri Roso menolak hasil penyelidikan. Sepekan setelah
kematian Udin, Sri Roso menggelar konferesi Pers dan menyatakan sama sekali tak
terlibat dalam pembunuhan. Pernyataan Sri Roso dipertegas kepolisian. Di wakili
Kapolres Bantul, Letkol Pol Ade Subardan, polisi mengatakan kasus Udin tak
punya dalang dan pembunuhnya akan ditangkap dalam kurun waktu tiga hari.

12
Tidak sampai itu. Masalah barang bukti yang dihilangkann juga menjadi salah
satu persoalan. Lagi-lagi yang bertanggung jawab ialah Edy Wuryanto. Edy
melarang sampel darah serta mengambil buku catatan milik Udin. Alasannya demi
“kepentingan penyelidikan dan penyidikan.”. Tindakan Edy digugat oleh istri Udin
pada April 1997, Majelis Hakim menyatakan Edy bersalah dan dianggap
melakukan tindakan melanggar hukum. Namun saat itu Edy hanya dimutasi ke
Mabes Polri, alih-alih dijerat hukuman. Pada 2003 dihukum 10 buan atas kasus
menggelapkan barang bukti.

Belum ada tanda-tanda kasus Udin akan diselesaikan secara tuntas kendati telah
berlalu dua dekade. Apparat masih belum bisa mengungkap siapa dalang yang
membunuh Udin dan apa motif yang melatarisnya. Sri Roso memang dicolok polisi,
namun bukan karena terlibatt dalam pembunuhan melainkan gara-gara kasus suap
kepada Yayasan Dharmais. Orde Baru sudah tumbang dan tergantikan oleh
reformasi. Sayang, kebebasan pers masih punya pekerjaan rumah besar yang belum
terselesaikan. Dan kasus Udin menginngatkan kita akan hal itu.

2.3.2 Undang-undang

Undang-undang wartawan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun


1999 Pasal 2 tentang asas pers menyatakan bahwa, kemerdekaan pers adalah salah
satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan,
dan supremasi hukum. Pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi
masssa yang melaksanakan tugas-tugas jurnalis//kewartawanan. Tugas tersebut
menurut undang-undang ini yaitu mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dalam bentuk sesuai dengan media
publikasi yang digunakan yaitu bentuk teks, gambar, suara dan gambar, data dan
grafik, maupun dalam bentuk lainnya. Tugas wartawan yaitu menyajikan berita
yang menarik, mendalam, actual, padat dan jelas, memiliki daya Tarik (vitalisasi),
disajikan dengan gaya Bahasa yang hidup dan lincah, sederhana atau lebih dikenal
dengan gaya bahasa popular.

13
Pasal 28 UUD 1945 menjadi dasar lahirnya undang-undang yang
menjamin kebebasan pers dan memuat ketentuan-ketentuan tentang
kebebasan pers yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999. Dalam UU
Nomor 40 Tahun 1999 kemerdekaan pers disebut secara ekplisit. Dalam
Pasal 4 ayat (1) menyatakan “kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi
warga negara adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan,
pelarangan, dana tau penekanan agar hak masyarakat untukk memperoleh
informasi terjamin.”
Dalam Pasal 4 Ayat (1) dinyatakan pers bebas dari tindakan
penyensoran dan pemberedalan. Penyensoran dijabarkan dalam Pasal 1
angka 8 dapat berupa:
1. penghapusan secara paksa sebagai atau seluruh materi informasi yang
akan diterbitkan atau disiarkan.
2. Tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak
manapun. Dan
3. Kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam
pelaksanaan kegiatan jurnalis.

Sedangkan untuk tindakan pemberedalan dijelaskan pada Pasal 1 angka


9 yaitu penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa
atau melawan hukum. Penyensoran adalah tindakan preventif dan
pemberedalan adalah tindakan represif. Selain itu Undang-Undang Pasal 40
Tahun 1999 Ayat 8 menjamin perlidungan hukum bagi media dan jurnalis
dapat dilihat dari bunyi pasal tersebut “Dalam melaksanakan profesinya
wartawan mendapatkan perlindungan hokum”. Akan tetapi dalam tataran
praktis, masih belum dapat menjamin media dan jurnalis dapat
melaksanakan pekerjaannya terbebas dari tindak kekerasan. Seperti hal nya
kasus Terbunuhnya wartawan Udin.

Tindakan kekerasan dan perusakan barang bukti jelas telah


menghambat kerja jurnalis unnntuk menyampaikan informasi kepada
masyarakat. Perampasaan, perusakan barang bukti dan kekerasan itu

14
melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 4 dan 8 tayat 1 “kemerdekaan
pers dijamin sebagai hak asasi warga negara”. Sehingga wartawan dan
jurnalis di berikan kebebasan dalam menyampaikan semua informasi yang
dimilikinya, selama informasi tersebut tidak melanggar aturan yang berlaku
lainnya. Kebebasan dalam berekspresi mendapatkan jaminan dalam hokum
nasional yaitu Pasal 28E dan F UUD 1945. Diperkuat lagi melalui TAP
MPR Nomor XVVI Tahun 1998 Pasal 14, 19, 20, 21, 42 dan UU Nomor 9
tentang kebebasan menyatkan Pendapat di muka umum. Jaminan serupa
dipertajam oleh UU Hak Asasi Manusia Nomor 39 Pasal 23 Ayat (2) dan
tentu saja UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

2.3.2 Analisis
Dalam Kasus terbunuhnya Wartawan Udin sudah jelas bahwa dia tidak
mendapatkan perlindungan dari hukum. Seperti yang sudah dijelaskan
diatas bahwa seorang jurnalis ataupun wartawan dilindungi oleh Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 1999. Pada Undang-Undang lain dan Pasal yang
lainnya sudah dijelaskan bahwa setiap orang berhak untuk menyatakan
pendapatnya melalui media yang tersedia, terlebih lagi seorang Jurnalis
ataupun Wartawan tentunya memiliki hak tersebut. Namun banyak kita
dengar dan baca bahwa seorang wartawan atau jurnalis masih banyak
medapatkan kekerasan, terlebih lagi dari pihak yang berkuasan. Seorang
wartawan yang ingin mengungkapkan kepada masyarakat luas mengenai
fakta yang ada, akan tetapi dia mendapatkan tindak kekerasan bahkan
cacian.
Seperti Kasus Wartawan Udin ini, kasus pembunuhannya belum
memiliki titik terang dalam menemukan pelakunya. Sehingga perlu kita
pertanyakan, Undang-Undang perlindungan Pers atau Jurnalis ataupun
Wartawan ini tidak berjalan sesuai dengan bunyi dari Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999. Disini dapat kita perjelas bahwa hukum di Negara
kita belum berjalan secara maksimal.
Kita mengetahui bahwa seorang wartawan sering kali mendapatkan
tuntutan hukum kriminal, akan tetapi mereka seolah-olah melupakan hukum

15
perlindungan bagi seorang wartawan ataupun jurnalis. Serta dapat kita lihat
juga pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Jadi pada kasus Pembunuhan Wartawan Udin ini sudah banyak
melupakan Undang-Undang yang ada. Sehingga seorang wartawan yang
ingin mengunggkapkan sebuah fakta sering kali mendapatkan ancaman
kekerasan.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
LSM telah diatur oleh Intruksi Menteri Dalam Negeri (Inmedagri) No. 8 tahun
1990, LSM dalam Instruksi ini adalah organisasi/lembaga yang dibentuk oleh
warga negara Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri yang berminat serta
bergerak di bidang kegiatan tertentu sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam
upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Dari pemaparan
materi diatas, Somasi NTB adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang bersifat
nirlaba dan independen. Somasi NTB akan memberikan pelayanan kepada
kelompok-kelompok tertindas, seperti buruh, petani, rakyat miskin kota, kelompok
perempuan dan individual progresif melalui pendidikan kritis, distribusi informasi,
pengorganisasian, dan pendampingan. Tujuan pelayanan tersebut guna membangun
kemandirian rakyat untuk terlibat dalam dinamika perubahan sosial menuju tatanan
sosial yang lebih adil dan sejahtera. Somasi Nusa Tenggara Barat mempunyai jenis
plat Merah / GONGO (Government NGO). Plat merah ini diperuntukan untuk LSM
langsung dibentuk oleh pemerintah tetapi dalam beberapa kasus bisa saja
organisasinya berdiri dengan platform independent namun pengurusnya adalah
orang-orang titipan pemerintah dengan segala fasilitas yang diberikan oleh
pemerintah.

17
DAFTAR PUSTAKA
https://repository.ummat.ac.id/4323/
https://tirto.id/kematian-wartawan-udin-yang-kasusnya-tak-pernah-terungkap-
tuntas-dal6
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/19954

https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220510-kenali-dasar-hukum-
pemberantasan-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia
https://somasintb.org/

Anda mungkin juga menyukai