Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ronaldo Doanda Amos Sinambela

NIM : C1051181034

Mata Kuliah : Reklamasi dan Tata Air Lahan Basah Gambut

Artikel I

Definisi Reklamasi Lahan Basah Gambut

Reklamasi adalah usaha memperluas tanah dengan memanfaatkan daerah yang


semula tidak berguna. Misalkan dengan cara menguruk daerah rawa-rawa, dan pengurukan
tanah untuk membuka lahan yang digarap. Di sisi lain, reklamasi dilakukan untuk
kepentingan negara, seperti memperbarui daratan yang mengalami erosi cukup parah.

Definisi Reklamasi Lahan basah – Gambut adalah memanfaatkan lahan gambut untuk
berbagai kegunaan seperti membuat lahan gambut untuk bisa di pakai untuk pengaplikasian
pertanian, Pemanfaatan yang tepat, pengembangan yang seimbang dan pengelolaan yang
sesuai dengan karakteristik, sifat dan kelakuan lahan rawa, dapat menjadikan lahan rawa
sebagai lahan pertanian yang produktif, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Source : https://media.neliti.com/media/publications/140236-ID-teknologi-pengelolaan-
lahan-rawa-berkela.pdf

Artikel 2

Pemanfaatan Lahan Basah Gambut Untuk Pertanian Berkelanjutan

Namun harus disadari bahwa pemanfaatan lahan gambut memiliki risiko lingkungan,
karena gambut sangat rentan mengalami degradasi. Degradasi lahan gambut bisa terjadi bila
pengelolaan lahan tidak dilakukan dengan baik, sehingga laju dekomposisi terlalu besar dan
atau terjadi kebakaran lahan yang menyebabkan emisi GRK besar

Dan pada umumnya lahan gambut tergolong sesuai marjinal untuk berbagai jenis
tanaman pangan dengan faktor pembatas utama kondisi media perakaran tanaman yang
kurang kondusif bagi perkembangan akar. Beberapa faktor pembatas yang dominan adalah
kondisi lahan yang jenuh air, bereaksi masam dan mengandung asam organik yang beracun
serta status unsur hara rendah. Upaya meningkatkan produktivitas lahan gambut, dapat
dilakukan dengan menerapkan teknologi pengelolaan air, ameliorasi dan pemupukan serta
pemilihan komoditas yang tepat.

Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan harus dimulai dari


perencanaan penataan lahan yang disesuaikan dengan karakteristik lahan gambut setempat,
dan komoditas yang akan dikembangkan. Penataan lahan meliputi aktivitas mengatur
jaringan saluran drainase, perataan tanah (leveling), pembersihan tunggul, pembuatan surjan,
guludan, dan pembuatan drainase dangkal intensif. Dimensi dan kerapatan jaringan drainase
disesuaikan dengan komoditas yang dikembangkan apakah untuk tanaman pangan, sayuran,
perkebunan atau hutan tanaman industri (HTI). Perataan tanah penting jika akan
dikembangkan tanaman pangan dan sayuran. Pembersihan tunggul juga sangat membantu
meningkatkan produktivitas, karena keberadaan tunggul akan membatasi area yang bisa
ditanami dan menjadi sarang hama.

Source : https://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/subiksa2.pdf

Artikel 3

Penanggulangan Permasalahan Pada Lahan Gambut

1. Kebakaran Hutan

Hutan dan lahan gambut dapat terbakar karena kesengajaan atau ketidaksengajaan.
Faktor pemicu parahnya kebakaran hutan dan lahan gambut adalah kemarau yang ekstrim
(misalnya pada tahun El-Nino) dan/atau penggalian drainase lahan gambut secara berlebihan.
Api dapat dicegah melalui perbaikan sistem pengelolaan air (meninggikan muka air tanah),
peningkatan kewaspadaan terhadap api serta pengendalian api apabila terjadi kebakaran.
Salah satu bentuk pengendalian kebakaran adalah dengan cara memblok saluran drainase
yang sudah terlanjur digali, terutama pada lahan terlantar seperti di daerah eks Pengelolaan
Lahan Gambut (PLG) sehingga muka air tanah lebih dangkal.
2. Penanaman kembali dengan tanaman penambat karbon

Tanaman pohon-pohonan menyumbangkan karbon lebih tinggi dibandingkan dengan


tanaman semusim. Penambatan karbon mendekati nol pada sistem padi dan sekitar 9 t CO2
ha-1 tahun-1 untuk tanaman sagu, karet atau sawit. Namun karena sawit memerlukan
drainase yang relatif dalam, maka penambatan karbon oleh tanaman sawit jauh lebih rendah
dibandingkan dengan emisi karena terdekomposisinya gambut.

3. Pengelolaan tata air dilahan gambut

Pengelolaan air tanah gambut, penggunaan lahan yang memerlukan drainase dangkal
seperti perkebunan karet, sagu, atau sawah dapat mengurangi jumlah emisi dibandingkan
dengan sistem yang memerlukan drainase dalam. Selain itu lahan yang sudah terlanjur
didrainase, apalagi lahan gambut yang terlantar, perlu dinaikkan kembali muka air tanahnya,
misalnya dengan membuat pintu air sehingga proses dekomposisi aerob dapat dikurangi.

Drainase sebidang lahan gambut tidak hanya berpengaruh pada bidang lahan yang
didrainase saja, tetapi juga terhadap lahan dan hutan gambut di sekitarnya. Semakin dalam
saluran drainase semakin besar dan luas pula pengaruhnya dalam menurunkan muka air lahan
gambut sekitarnya, yang selanjutnya mempercepat emisi GRK. Oleh sebab itu konservasi
lahan gambut melalui pendekatan hidrologi harus diterapkan pada seluruh hamparan (kubah)
gambut.

4. Memanfaatkan lahan semak belukar yang terlantar

Tidak semua lahan yang mendapatkan konsesi penanaman sawit benar-benar


digunakan untuk perkebunan kelapa sawit, sehingga berubah menjadi lahan terlantar. Lahan
terlantar ini perlu diprioritaskan untuk perluasan areal pertanian. Dengan penggunaan semak
belukar yang cadangan karbonnya yang kecil Selain itu karena rendahnya jumlah biomassa
yang dapat terbakar, maka ketebalan gambut yang terbakar sewaktu pembukaan lahan semak
belukar juga dapat dikurangi.

Source :
https://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/buku/booklet_gambut_final.pdf

Anda mungkin juga menyukai