Anda di halaman 1dari 10

REVIEW JURNAL

Jurnal 01
Judul PENGARUH TEMPERATUR PADA SEEDING DAN
AKLIMATISASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
(LCPKS) DALAM BIOREAKTOR ANAEROBIK
Jurnal Prosiding
Volume & Vol 02 dan hal 122-129
Halaman
Tahun 2019
Penulis Abdul Kahar, Rahmat Gunawan, Nanang Tri Widodo, dan Alimuddin
Reviewer Alfan Nurullah dan M. Akbar Hidayatullah
Tanggal 22 oktober 2022

Abstrak Pengolahan biologis, limbah cair yang mengandung substrat organik


terlarut dalam bioreaktor anaerobik juga ditentukan oleh proses seeding
dan aklimatisasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pH
seeding dan aklimatisasi POME terhadap COD, BOD dan tekanan
biogas dalam bioreaktor anaerobik. Seeding dan aklimatisasi dilakukan
pada pH ambient, pH 7.2 dan dan pH 8.0 serta temperature ambient.
Tekanan biogas seeding dan aklimatisasi POME dalam bioreaktor
anaerobik pada pH 7.2 lebih besar dari pH ambient lebih besar dari pH
8.0, berturut-turut adalah 637 mmH2O; 627 mmH2O dan 598.6
mmH2O. BOD removal padapH ambient, ph 7.2 dan pH 8.0 berturut-
turut adalah 50.1%, 48.86% dan 47.25%. BOD removalrata-rata
sebesar 48.74%. COD removal padapH ambient, ph 7.2 dan pH 8.0
berturut-turut adalah 52.08%, 43.68% dan 43.18%. COD removalrata-
rata sebesar 46.31%. Rasio BOD/COD yang menunjukkan
biodegradabilitas seeding dan aklimatisasi POME, pada pH ambient,
pH 7.2 dan pH 8.0 berturut-turut adalah 0.505, 0.443 dan 0.478, dengan
BOD/COD rata-rata adalah 0.475.
Pengantar POME merupakan campuran air, serpihan kulit sawit dan residu lemak
yang dihasilkan pada proses awal crudepalmoil (CPO). POME adalah
cairan kental berwarna kecoklatan dengan padatan tersuspensi koloid
halus dengan kisaran pH 4-5. POME bertemperatur panas, pH asam,
mengandung bahan organic, minyak dan lemak serta padatan
tersuspensi yang sangat tinggi, sehingga memiliki COD dan BOD
yang tinggi. Oleh karena itu, POME harus diolah terlebih dahulu
sebelum dibuang ke lingkungan
Metode Penelitian Bioreaktor seeding dan aklimatisasi yang digunakan memiliki volume
27 L. Perbandingan volume POME:biogas pada bioreactor adalah
70:30. Volume POME yang digunakan adalah 70% dari volume
bioreactor, sehingga diperoleh 19 L untuk POME dan 8 L untuk volume
biogas.
Seeding dan aklimatisasi dilakukan pada temperatur ambient, 35°C
dan 45°C serta pH ambient. Untuk mempertahankan temperatur seeding
dan aklimatisasi digunakan thermocouple. POME diumpan masuk ke
bioreactor pada bagian atas. Sebelum mengumpankan POME ke dalam
bioreaktor anaerobik, POME dipanaskan sesuai dengan temperatur
seeding aklimatisasi masing-masing perlakuan. Tekanan biogas yang
dihasilkan volumenya diukur dengan mengamati perbedaan ketinggian
pada manometer.
Proses seeding dan aklimatisasi dianggap berhasil jika pertambahan
produksi biogas bertambah ±10% atau pada kondisi tekanan biogas
mengalami peningkatan secara eksponensial. Sampling POME dan
analisis uji dilakukan setiap dua hari sekali.
Hasil Penelitian Pada Tekanan Biogas, memperoleh data yang tertinggi yaitu temperatur
35C dengan tekanan sebesar 732,5 mm h2o, sedangkan temperatur 45C
dengan tekanan sebesar 698,5 mm h2o, dan temeratur ambient dengan
tekanan sebesar 627 mm h2o.

Pada temperatur ambient rentang phnya 4.5 - 6.7, sedangkan pada


temperatur 35C rentang phnya 4.4-6.5, dan pada temperatur 45C
rentang phnya sebesar 4.4-6.9.

Pada BOD, Memperoleh Data Pada temperatur ambient, BOD


mengalami penuruan sekitar 50.1%, mulai dari 10191.44 mg/L menjadi
5185.9 mg/L. Pada temperatur 35ºC, BOD mengalami penuruan sekitar
60.72%, mulai dari 10191.44 mg/L menjadi 4533.50 mg/L. Sedangkan
Pada temperatur 45ºC, BOD mengalami penuruan sekitar 58.05%,
mulai dari 10191.44 mg/L menjadi 4756.50mg/L

Pada COD, Memperoleh data Pada temperatur ambient, COD


mengalami penuruan sekitar 48,5%, mulai dari 4732,56 mg/L menjadi
2437,9 mg/L. Pada temperatur 35ºC, COD mengalami penuruan sekitar
64,8%, mulai dari 4732,56 mg/L menjadi 1666,0 mg/L. Sedangkan
Pada temperatur 45ºC, COD mengalami penuruan sekitar 63,5%, mulai
dari 7715,68 mg/L menjadi 2810,88 mg/L.
Kesimpulan Tekanan biogas seeding dan aklimatisasi POME dalam bioreaktor
anaerobik pada pH 7.2 lebih besar dari pH ambient lebih besar dari pH
8.0, berturut-turut adalah 637mm H2O; 627mm H2O dan 598.6mm
H2O. BOD removal pada pH ambient, ph 7.2 dan pH 8.0 berturut-turut
adalah 50.1%, 48.86% dan 47.25%. BOD removal rata-rata sebesar
48.74%. COD removal pada pH ambient, ph 7.2 dan pH 8.0 berturut-
turut adalah 52.08%, 43.68% dan 43.18%. COD removal rata-rata
sebesar 46.31%. dan Rasio BOD/COD yang menunjukkan
biodegradabilitas seeding dan aklimatisasi POME, pada pH ambient,
pH 7.2 dan pH 8.0 berturut-turut adalah 0.505, 0.443 dan 0.478, dengan
BOD/COD rata-rata adalah 0,475.
Kekuatan Teori, metode, hasil yang sudah disajikan sangat lengkap
Kelemahan -
Jurnal 02
Judul PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP COD, BOD DAN VFA
PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
DALAM BIOREAKTOR ANAEROBIK.
Jurnal Chemurgy
Volume & Vol 04 dan hal 8-14
Halaman
Tahun 2020
Penulis Yulius Sitama Lewar, Herawati, dan Abdul Kahar
Reviewer Alfan Nurullah dan M. Akbar Hidayatullah
Tanggal 22 oktober 2022

Abstrak Limbah cair industri kelapa sawit yang paling utama adalah palm oil mill
effluent (POME). POME dapat merusak ekosistem perairan dan
mengkontaminasi rantai makanan jika dibuang langsung ke saluran
pembuangan tanpa diolah terlebih dahulu. Dalam limbah cair kelapa sawit
terdapat beberapa komponen penyusun diantaranya adalah Biochemical
Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Volatile Fatty
Acid (VFA) yang dapat digunakan untuk memproduksi biogas dalam suatu
reaktor anaerobik. Perubahan terhadap kandungan yang terkandung dalam
limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) tersebut akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor salah satunya adalah temperatur. Pada penelitian ini
Temperatur yang digunakan adalah temperatur ambient yaitu mengikuti
temperatur lingkungan, temperatur 35˚C dan temperatur 45˚C, peningkatan
temperatur bertujuan untuk mempercepat laju perombakan, sehingga
menghasilkan gas lebih optimal dan proses perombakan yang lebih efisien.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Temperatur terhadap
perubahan kadar COD, BOD, dan VFA yang terkandung dalam limbah cair
pabrik kelapa sawit (LCPKS). Adapun persentase removal BOD, COD yaitu
sebesar 83,96 %, 84,02% dan untuk VFA tertinggi terdapat pada temperatur
35˚C yaitu sebesar 9.912,45.
Pengantar LCPKS atau palm oil mill effluent (POME) merupakan salah satu jenis limbah
organik agroindustri berupa air, minyak dan padatan organik yang berasal
dari hasil samping proses pengolahan TBS kelapa sawit untuk menghasilkan
CPO. Limbah cair yang dihasilkan dari Pabrik pengolahan minyak Kelapa Sawit
(PKS) dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan karena memiliki
kandungan Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen
Demand (COD) yang sangat tinggi, untuk itu sebelum dialirkan ke lahan
perkebunan, BOD dan COD dari limbah cair tersebut harus diturunkan.
Metode Penelitian 1. Pengolahan Pome dalam bioreactor anaerobic
Pengolahan LCPKS dalam bioreaktor anaerobik dilakukan pada skala pilot
dengan volume 160 L. Sistem yang digunakan untuk proses pengolahan
LCPKS adalah sistem batch. Dengan perbandingan yang sama untuk LCPKS
dan ruangan kosong untuk biogas adalah 70:30, sehingga diperoleh volume
untuk LCPKS: ruang kosong = 112 L: 48 L. Pengolahan LCPKS dilakukan pada
temperatur ambient, temperatur 35°C dan tempeatur 45°C. Thermocouple
digunakan untuk mempertahankan temperatur pada kondisi operasi masing-
masing. Selanjutnya, LCPKS dipanaskan pada temperatur masingmasing
kondisi operasi dalam bioreaktor. Umpan LCPKS yang sudah siap kemudian
dimasukkan ke dalam bioreaktor melalui bagian atas. Kemampuan
pengolahan anaerobik dalam menurunkan substrat (COD) berkisar 60-80%
dalam waktu 14 hari. Jika pada proses pengolahan LCPKS belum mencapai
60-80% dalam 14 hari, maka waktu pengolahan akan ditambah 7 hari.

2. Analisis Hasil Pengolahan Pome


Selama proses pengolahan POME berlangsung, analisis sampel dilakukan
pada effluent, meliputi parameter: BOD, COD, VFA. Karakterisasi dan analisis
kualitas POME dilakukan dengan standart method for the examination of
water and wastewater. Analisis COD menggunakan metode kalium dikromat
dengan refluks tertutup secara titrimetri, BOD menggunakan metode winkler
berdasarkan prinsip titrasi iodometri, dan analisis VFA menggunakan metode
Steam Distillation.
Hasil Penelitian 1. Didapatkan persentase removal COD pada tempratur ambien,
tempratur 35°C dan temperatur 45°C yaitu sebesar 80,45%, 86,11% dan
85,51%. Adapun persentase BOD removal pada temperatur ambien
sebesar 80,56%, pada temperatur 35°C sebesar 86,35% dan pada
temperatur 45°C sebesar 84,96%. Dan Hasil yang didapat pada VFA
Temperatur ambient memperoleh data dengan nilai tertinggi kisaran
8380,60 mg/l. sedangkan pada temperatur 35 memperoleh nilai
tertinggi kisaran 9912,45 mg/l. dan pada temperatur 45 memperoleh
nilai tertinggi kisaran 9367,4 mg/l.

Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa


kenaikan temperatur dapat mempengaruhi kadar kandungan COD,
BOD, dan VFA yang terdapat dalam limbah cair pabrik kelapa sawit
atau POME dalam proses dengan menggunakan reaktor anaerobik.
Kadar penurunan COD dan BOD pada temperatur 35°C lebih baik
dikarenakan subtrat akan terdegradasi lebih cepat dan memudahkan
bahan difusi mudah terlarut, sehingga pembentukan gas akan lebih
cepat yang terkandung dalam limbah cair kelapa, dan temperatur 35°C
juga merupakan temperatur optimum untuk bakteri mesofilik. pada
pembentukan VFA pada limbah cair tersebut, semakin tinggi
temperatur yang diberikan maka semakin tinggi pula kandungan VFA
pada LCPKS.
Kekuatan Teori, metode, hasil yang sudah disajikan sangat lengkap
Kelemahan -

Jurnal 03
Judul Analisis pH dan Pengadukan Terhadap Produksi Biogas dari Limbah
Cair Kelapa Sawit
Jurnal Riset Sains dan Teknologi
Volume & Vol 02 dan hal. 1-7
Halaman
Tahun 2018
Penulis Faizah Suryani, Ozkar Firdausi Homsah, dan Mahmud Basuki
Reviewer Alfan Nurullah dan M. Akbar Hidayatullah
Tanggal 22 oktober 2022
Abstrak Limbah Cair Kelapa Sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME) merupakan
salah satu sumber yang berpotensi untuk diolah menjadi biogas karena
kandungan gas metana yang tinggi. Selain itu ketersediaan limbah cair
kelapa sawit ini cukup memadai seiring dengan berkembangnya
industri minyak kelapa sawit di Indonesia. Pada tahun 2014, luas kebun
kelapa sawit mencapai 10,9 Ha dengan produksi 29,3 juta ton CPO.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pH dan pengadukan
pada digester untuk mendapatkan hasil biogas yang optimal. Percobaan
dilakukan dengan membuat digester bervolume 3 L, dioperasikan pada
temperatur kamar, dengan mevariasikan pH 7,5 ;8 dan 8,5, waktu
fermentasi 7, 10, 13, 15 dan 17 hari dan memakai digester berpengaduk
dan tidak berpengaduk. Pada larutan ditambahkan NaOH sebagai
pengatur pH larutan agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan.
Kondisi yang paling baik dalam menghasilkan biogas adalah pH 8,5
waktu fermentasi 13 hari dengan digester berpengaduk, dengan
konsentrasi biogas sebesar 195,41 ppm.
Pengantar Limbah padat pabrik kelapa sawit berupa cangkang serta fiber yang
selama ini dipakai untuk bahan bakar boiler, dan tandan kosong yang
dipergunakan kembali untuk pupuk (mulsa) bagi tanaman. Sedangkan
limbah cair biasanya langung dibuang ke kolam pembuangan dan
dibiarkan tanpa proses penanganan lebih lanjut. Padahal limbah cair
kelapa sawit tersebut mengandung metana (CH4). Pada saat limbah
mengami fermentasi anaerob di dalam kolom, gas metana terlepas ke
udara dan dilepaskan ke atmosfer secara langsung.
Metode Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah cair kelapa
sawit (POME) yang didapatkan dari pabrik kelapa sawit di daerah
Banyuasin Sumatera Selatan, Natrium hidroksida (NaOH), aktivator
pembangkit metana. Dan Percobaan ini dilakukan pada volume digester
3 L dan temperatur kamar, dan kondisi anaerob dengan memvariasikan
waktu fermentasi dan pH serta pengadukan pada digester. Waktu
fermentasi yang dipakai adalah 7, 9, 11, 13, 15 dan 17 hari dan hari serta
pH 7; 7,5; 8 dan 8,5. Untuk menetralkan pH pada larutan dilakukan
penambahaan NaOH.
Hasil Penelitian Pada L2A5S3 Ph 6,5 dicapai pada hari ke 13, pada L3 1/2 A3 1/2 S3
1/2 Ph 6,5 dicapai pada hari ke 16, dan pada L5A2S3 Ph 6,5 dicapai
pada hari ke 19. Pada L5A2S3 didapatkan suhu awal sebesar 33,7°C,
pada L3 1/2 A3 1/2 S3 1/2 didapatkan suhu awal sebesar 32,9°C, dan
pada L2A5S3 didapatkan suhu awal sebesar 32°C. Pada L5A2S3
didapatkan tekanan awal sebesar 102,82kPa, pada L3 1/2 A3 1/2 L3 1/2
didapatkan tekanan awal sebesar 102,56kPa, dan Pada L2A5S3
didapatkan tekanan awal sebesar 102,2kPa. Dan terakhir Pada L5A2S3
didapatkan volume awal sebesar 1,4 L, pada L3 1/2 A3 1/2, L3 1/2,
didapatkan volume awal sebesar 1,2 L, dan Pada L2A5S3 didapatkan
Volume awal sebesar 1 L.
Kesimpulan Hasil dari penelitian diatas menunjukkan bahwa kondisi yang baik
untuk menghasilkan biogas dari limbah cair kelapa sawit adalah pH 8,5
dengan waktu fermentasi 13 hari. Sedangkan Digester berpengaduk
menghasilkan biogas lebih optimal dibandingkan dengan biodigester
tanpa pengaduk. Biogas yang dihasilkan pada pH 8,5, waktu fermentasi
13 hari dengan digester berpengaduk adalah 195,41 ppm.
Kekuatan Teori, metode, hasil yang sudah disajikan sangat lengkap
Kelemahan -

Jurnal 04
Judul The impact of thermal pretreatment on various solid-liquid ratios of
palm oil mill effluent (POME) for enhanced thermophilic anaerobic
digestion performance.
Jurnal Chemurgy
Volume & Vol 04 dan hal 8-14
Halaman
Tahun 2020
Penulis Yulius Sitama Lewar, Herawati, dan Abdul Kahar
Reviewer Alfan Nurullah dan M. Akbar Hidayatullah
Tanggal 22 oktober 2022

Abstrak Kemajuan dalam proses pengolahan limbah pabrik kelapa sawit (POME)
diusulkan dimana teknologi pra-pengolahan dan perangkat dewatering
diperkenalkan ke dalam proses pengolahan yang ada. Pretreatment termal
adalah teknik yang kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan laju dan
meningkatkan produksi biogas dari pencernaan anaerobik. Perangkat
dewatering akan memberikan sarana kontrol pada beban digester, yang
memungkinkan penghilangan mikroba dan kotoran serta membantu
menghilangkan sisa minyak. Kemajuan yang diusulkan untuk proses
pengolahan memungkinkan penghapusan kolam pendingin membuat proses
pengolahan lebih berkelanjutan dalam hal pengurangan substansial dalam
jumlah emisi gas rumah kaca, peningkatan efisiensi penghilangan minyak sisa
dalam aliran limbah, dan kualitas limbah yang diolah lebih baik. Namun,
untuk dapat menerapkan metode pengolahan inovatif ini secara efektif,
penting untuk mengetahui bagaimana perlakuan awal termal yang dilakukan
pada kandungan padat POME berdampak pada kinerja proses pencernaan
anaerobik. Untuk melakukan penelitian yang disebutkan di atas, POME diberi
perlakuan awal pada 120 C dan dibiarkan mengendap untuk memisahkan
suspensi yang mengendap dan fase cairan bening (selanjutnya dilambangkan
"padat" sebagai S dan "cair" sebagai L). Digesti anaerobik termofilik batch
dilakukan pada berbagai rasio padat: cair (yaitu, 20S:80L, 40S:60L, 50S:50L,
75S:25L, dan 100S). Ditemukan bahwa rasio optimal adalah 20S:80L dan
40S:60L, yang masing-masing menghasilkan sekitar 9 kali lipat dan 6 kali
lipat lebih tinggi hasil metana, berbeda dengan rekan mereka yang tidak diberi
perlakuan. Pemuatan padat 40S:60L yang diolah secara termal menunjukkan
efisiensi penyisihan yang lebih tinggi dalam hal permintaan oksigen kimia
(COD), permintaan oksigen biologis (BOD), padatan tersuspensi total (TSS),
dan minyak & lemak (O&G), hasil metana yang lebih tinggi sebesar 328 mL
CH4/g COD dihilangkan dan produksi biogas 1886 ± 21 mL dari volume kerja
100 mL dibandingkan dengan semua rasio pra-perlakuan dan tanpa perlakuan
lainnya.
Pengantar Palm Oil Mill Effluent (POME) adalah limbah yang terkait dengan produksi
minyak sawit. Ini adalah penyumbang limbah utama di Malaysia, yang
merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia (Lam dan Lee,
2010). Pembuangan dan pengelolaan limbah POME menjadi perhatian utama
Malaysia karena POME dapat menyebabkan polusi ketika dibuang ke aliran
air karena tingginya jumlah bahan organik yang mudah terdegradasi, sehingga
mengacu pada kebutuhan oksigen kimia (COD), kebutuhan oksigen biologis
(BOD) yang tinggi. ) dan kandungan total padatan tersuspensi (TSS) yang
merupakan proses pengolahan saat ini berkontribusi terhadap beban
lingkungan yang signifikan dalam hal emisi gas rumah kaca yang berlebihan
dan polusi air, yang merusak ekosistem perairan.
Metode Penelitian Pemisahan padat-cair, Untuk memisahkan padatan dari fase cair, 5L
POME dituangkan dengan hati-hati ke dalam kolom pengendapan
setinggi 0,7 m dengan beberapa lubang pengambilan sampel untuk
memungkinkan penghilangan setiap fase.
Perlakuan awal termal, memanaskan padatan pada suhu 120 C selama
satu jam dalam oven. Suhu pretreatment termal dapat berkisar dari 100
hingga 190 C, dan pretreatment termal yang dilakukan pada suhu di
bawah 150 C.
Prosedur eksperimental pencernaan, anaerobik Pencernaan anaerobik
batch termofilik adalah mode yang dipilih dari pencernaan anaerobik.
Rasio yang diperlukan ditempatkan dalam botol Schott 250 ml dengan
dua outlet. Volume kerja sistem ditetapkan sebagai 100 mL. Lumpur
benih anaerobik (inokulum) diperoleh dari kolam pengolahan anaerobik
di lokasi pabrik. Volume inokulum diambil dan dipertahankan sebagai
20% dari volume kerja selama percobaan. Tiga pengujian untuk setiap
rasio (20S:80L, 40S:60L, 50S:50L, 75S:25L, dan 100S) dilakukan
untuk setiap pengujian yang terdiri dari tiga digester anaerobik batch
yang memberikan total 9 digester anaerobik per rasio. Triplikat juga
digunakan untuk melakukan analisis fisiko-kimia. Set-up ini
menghasilkan total 9 set data untuk setiap kondisi, yang menyajikan
data yang cukup untuk analisis eksperimental yang efisien untuk
penelitian ini Analisis
Hasil Penelitian (COD), memperoleh Data:
- 20S:80L Mendapatkan nilai COD removal sebesar 62.53% pada
untreat pome, dan nilai COD removal sebesar 84.50% pada pretreat
pome. 40S:60L Mendapatkan nilai COD removal sebesar 48.89%
pada untreat pome, dan nilai COD removal sebesar 81.63% pada
pretreat pome. 50S:50L Mendapatkan nilai COD removal sebesar
33.26% pada untreat pome, dan nilai COD removal sebesar 65.38%
pada pretreat pome. 75S:25L Mendapatkan nilai COD removal sebesar
23.11% pada untreat pome, dan nilai COD removal sebesar 51.51%
pada pretreat pome. 100S:0L Mendapatkan nilai COD removal sebesar
7.67% pada untreat pome, dan nilai COD removal sebesar 41.40%
pada pretreat pome.

(BOD), memperoleh Data:


- 20S:80L Mendapatkan nilai BOD removal sebesar 58.07% pada
untreat pome, dan nilai BOD removal sebesar 84.41% pada pretreat
pome. 40S:60L Mendapatkan nilai BOD removal sebesar 32.64%
pada untreat pome, dan nilai BOD removal sebesar 81.01% pada
pretreat pome. 50S:50L Mendapatkan nilai BOD removal sebesar
23.97% pada untreat pome, dan nilai BOD removal sebesar 62.73%
pada pretreat pome. 75S:25L Mendapatkan nilai BOD removal sebesar
24.10% pada untreat pome, dan nilai BOD removal sebesar 50.88%
pada pretreat pome. 100S:0L Mendapatkan nilai BOD removal sebesar
21.78% pada untreat pome, dan nilai BOD removal sebesar 40.12%
pada pretreat pome.

(TSS),memperolehData:
- 20S:80L Mendapatkan nilai TSS removal sebesar 55.44% pada
untreat pome, dan nilai TSS removal sebesar 83.03% pada pretreat
pome. 40S:60L Mendapatkan nilai TSS removal sebesar 39.57% pada
untreat pome, dan nilai TSS removal sebesar 80.72% pada pretreat
pome. 50S:50L Mendapatkan nilai TSS removal sebesar 29.40% pada
untreat pome, dan nilai TSS removal sebesar 67.20% pada pretreat
pome. 75S:25L Mendapatkan nilai TSS removal sebesar 20.76% pada
untreat pome, dan nilai TSS removal sebesar 53.32% pada pretreat
pome. 100S:0L Mendapatkan nilai TSS removal sebesar 19.06% pada
untreat pome, dan nilai TSS removal sebesar 40.59% pada pretreat
pome.

Kesimpulan POME yang diolah secara termal menghasilkan produksi biogas yang
lebih baik, kemurnian yang lebih tinggi bersama dengan hasil metana,
dan efisiensi penyisihan untuk COD, BOD, TSS, dan O&G jauh lebih
unggul dibandingkan dengan POME yang tidak diolah. Kondisi kinerja
terbaik ditetapkan pada beban padat 40S:60L yang diolah secara termal,
yang menghasilkan produksi biogas maksimum 1886,11 ± 21,63 mL,
dimana komposisi metana diukur menjadi 83,40 ± 0,31%. Hasil metana
yang dihitung untuk pembebanan padat 40S:60L yang diolah secara
termal adalah 328,73 mL CH4/g COD yang dihilangkan. Untuk
40S:60L yang diberi perlakuan termal, efisiensi penyisihan COD, BOD,
TSS, dan O&G yang dicapai masing-masing adalah 80,63 ± 0,46, 81,01
± 1,16, 80,72 ± 0,16, dan 80,02 ± 0,11%. POME yang diolah
sebelumnya memberikan kualitas limbah yang diolah lebih baik
sehingga ketika limbah yang diolah dikirim untuk pengolahan sekunder,
yang terakhir dapat secara efektif mengurangi COD, BOD, TSS, dan
O&G sehingga limbah yang diolah sesuai dengan standar lingkungan
yang ditetapkan. Studi tentang pembebanan padat pra-perlakuan ini
menunjukkan bahwa proses pencernaan anaerobik kompleks dapat
dibuat lebih fleksibel dan dapat disesuaikan berdasarkan hasil yang
diinginkan dengan memungkinkan sarana kontrol pada beban digester.
Menerapkan pra-perlakuan termal dan langkah pemisahan padat-cair
dalam proses menunjukkan potensi luar biasa dalam meningkatkan
proses pengolahan POME, sambil menghasilkan jumlah biogas yang
jauh lebih tinggi dengan komposisi metana yang ditingkatkan dan
meningkatkan kualitas limbah yang diolah sehingga membuat proses
berkelanjutan dan lebih bersih karena juga mengurangi beban
lingkungan dan limbah yang dihasilkan dengan memungkinkan
penggunaan limbah yang diolah sebagai pupuk.
Kekuatan Teori, metode, hasil yang sudah disajikan sangat lengkap
Kelemahan -
Jurnal 05
Judul Pengolahan Palm Oil Mill Effluent (POME) menjadi Biogas dengan
Sistem Anaerobik Tipe Fixed Bed tanpa Proses Netralisasi
Jurnal Teknologi Lingkungan
Volume & Vol 20 dan hal 143-150
Halaman
Tahun 2019
Penulis WIDIATMINI SIH WINANTI, PRASETIYADI, Dan WIHARJA
Reviewer Alfan Nurullah dan M. Akbar Hidayatullah
Tanggal 23 oktober 2022

Abstrak Limbah cair industri minyak kelapa sawit atau POME saat ini belum
dimanfaatkan secara maksimal. Pengolahan limbah POME umumnya
menggunakan teknologi covered lagoon dengan sistem anaerobik, dimana
umumnya teknologi ini beroperasi baik pada kondisi limbah yang netral
dengan pH 7 dan menggunakan proses mesopilik pada suhu sekitar 35oC.
Sehingga diperlukan tahap pendinginan dan tahap netralisasi terlebih dahulu
sebelum POME diumpankan ke reaktor, yaitu dengan mencampurkannya
dengan POME yang sudah terdegradasi di dalam reaktor, karena sifatnya
sudah berubah menjadi basa. Hal ini berguna untuk memastikan bahwa suhu
POME sebelum masuk reaktor sudah mendekati suhu lingkungan dan tingkat
keasaman POME sudah mendekati netral (pH =7). Pengolahan POME
menggunakan covered lagoon umumnya memerlukan waktu tinggal di dalam
reaktor(HRT) sekitar 30 hari. Reaktor anaerobik tipe Fixed Bed mampu
mengolah limbah dengan pH rendah, sehingga POME yang mempunyai pH 4,
tidak perlu dinetralkan terlebih dahulu. Hal ini akan menyederhanakan proses
pengolahan, menurunkan biaya investasi dan biaya operasi. Tujuan penelitian
ini adalah mengolah limbah POME dengan menggunakan reaktor anaerobik
tipe Fixed Bed tanpa tahap proses netralisasi. Metode pengolahan anaerobik
dengan menggunakan reaktor tipe Fixed Bed, terbagi menjadi dua tahapan
proses yaitu proses inokulasi bakteri dan proses adaptasi limbah POME. Hasil
penelitian dapat menurunkan HRT menjadi 20 hari, dengan pengumpanan
POME optimal pada 150 liter/hari. Persentase gas metana adalah 66%. Hasil
produksi gas metana adalah 0,52 liter/gram COD atau lebih besar dari hasil
proses menggunakan covered lagoon, yaitu 0,35 liter/ gram COD.
Pengantar Proses degradasi anaerobik merupakan proses fermentasi bahan organik
oleh aktivitas bakteri anaerob pada kondisi tanpa oksigen bebas dan
merubahnya dari bentuk tersuspensi menjadi terlarut dan biogas. Proses
anaerobik adalah salah satu teknologi yang paling hemat energi dan ramah
lingkungan untuk produksi bioenergi. Pengolahan limbah secara anaerobik
dapat diartikan sebagai proses biokimia yang menghasilkan biogas dengan
merubah bahan organik kompleks menjadi sumber energi terbarukan.
Metode Penelitian Tahap Inokulasi, Inokulasi adalah pemindahan suatu mikroorganisme
ke dalam mikroorganisme lain Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 20,
No 1, Januari 2019 147 atau ke dalam suatu substrat. Pada tahap
inokulasi ini digunakan kotoran sapi yang telah disaring dan
ditambahkan dengan air. Kotoran sapi dipilih karena mengandung poli
bakteria dan terdapat didalamnya bakteri pembentuk metan. Cairan
kotoran sapi dibuat ini dengan mengencerkan kotoran padat sapi dan air
dengan perbandingan 1:1. Campuran air ini di maksudkan untuk
mempermudah kotoran sapi untuk dapat dipompakan dan masuk
kedalam digester.
Tahap Adaptasi Limbah POME, Setelah proses inokulasi berjalan
dengan baik, kemudian reaktor tersebut diadaptasikan secara anaerobik
dengan POME yang dilakukan secara kontinu dimulai dari beban
organik dalam jumlah rendah hingga beban organik dengan jumlah
yang tinggi. Proses adaptasi POME ini dilakukan pada suhu mesofilik
atau pada kondisi ruang. Sistem aliran pada reaktor ini adalah
menggunakan tipe aliran up flow. sistem up flow adalah substrat umpan
masuk melalui dasar reaktor yang kemudian terdistribusi diantara
material penyangga dan keluar pada bagian atas.. Akumulasi bakteri
yang terjadi di material penyangga, dapat mempermudah bakteri utuk
menempel pada permukaan material penyangga.
Hasil Penelitian Tahap start up dilakukan menggunakan starter kotoran sapi Setelah
kondisi stabil. dimulai pengumpanan menggunakan limbah POME
secara bertahap, sampai sekitar 100 hari. Hasil pengamatan harian pada
sampel ke 91 adalah titik optimum dengan kondisi pemasukan umpan
POME sebanyak 150 liter perhari. Berdasarkan hasil pengamatan titik
optimum pemasukan umpan, maka dapat dihitung waktu tinggal
substrat di dalam reaktor. Waktu tinggal optimum POME didalam
reaktor yang dihasilkan pada sampel ke 91 adalah sebesar 20 hari.
Pengukuran beban COD pada sampel ke 91 didapat sebesar 17.783,25
mg/liter. Berdasarkan beban COD tersebut dapat dihitung volume gas
metana yang terbentuk. Berdasarkan data-data pengukuran pada sampel
ke 91 tersebut dapat terlihat bahwa 1 g COD dapat menghasilkan 0,52
liter gas metana.
Kesimpulan Rata-rata kandungan gas metan yang dihasilkan adalah 64%. Produksi
tebaik diperoleh pada sampel ke 91, dengan input POME150 liter, dan
HRT 20 hari. Persentase gas metan yang terukur pada sampel ke 91
adalah 66%. Hasil gas metan pada sampel ke 91 adalah 0,52 liter/gram
COD (lebih besar dari standar 0,35 liter yang disebabkan kemungkinan
karena terdegradasinya padatan yang terikut).
Kekuatan Teori, metode, hasil yang sudah disajikan sangat lengkap
Kelemahan -

Anda mungkin juga menyukai