Anda di halaman 1dari 2

SWOT atau TOWS

EKO SUPRIYATNO, MTB


Master Terapi Bisnis

Director Terapi Bisnis Consulting

Salah seorang sahabat saya yang bekerja di sebuah perusahaan training menghubungi saya
untuk suatu acara training customer service excellence (CSE) di sebuah perusahaan cargo atau
freight forwarding. Sayangnya waktu itu saya tidak sempat ikut karena kondisi badan yang tidak
prima. Jadilah sahabat saya yang pergi menemui calon klien. Alhasil, keesokan harinya saya
dikontak kembali oleh sobat tadi dan katanya si calon konsumen minta ketemu dengan saya.
Jadilah dua hari berselang saya ketemu dengan petinggi perusahaan yang ternyata anak dari
pemilik perusahaan tersebut. Hebatnya, anak sipemilik ini masih tergolong cukup belia untuk
ukuran memimpin sebuah perusahaan yang lumayan besar. Yang buat saya mengacungkan
jempol padanya adalah, ia sangat mengetahui kebutuhan training yang sangat mendesak buat
karyawannya.

Saya tanyakan kepada anak pemilik tersebut, ”Ibu, mengapa merasa penting mengadakan
training CSE? Katanya, baru-baru ini Ia mengadakan survey secara tidak terstruktur kepada
para pelanggan. Hasilnya, Ia mendapati beberapa customernya mengeluh soal bagaimana
mereka diperlakukan tidak sebagaimana mestinya. Lalu, saya tanyakan maksudnya, apa Bu?
Meniru ucapan pelanggan, Ia katakan, “ Pelayanan perusahaan Anda memang cepat, tapi
sayangnya tidak punya sedikitpun keramah-tamahan”. Sambil menghela napas, ia melanjutkan:
Kalau begini caranya, bukannya membuat pelanggan kabur pak? Tanyanya pada saya. Saya
anggukan kepala tanda setuju padanya.

Dengan menggunakan ilmu selling skill, kemudian saya explore lagi dengan pertanyaan lain.
Kira-kira tujuan dari training ini sebenarnya apa bu? Ia menjawab: “Untuk memberikan
pemahaman kepada karyawan bahwa pelayanan kepada pelanggan adalah sangat penting
untuk menjaga survival perusahaan”. Dan langsung saya katakan, “luar biasa, ternyata filosofi
hidupnya perusahaan sudah Ibu tangkap”. Rupanya si Ibu ini sangat khawatir dengan
keberlangsungan perusahaan, karena beberapa bulan belakangan ini omsetnya mengalami
penurunan yang cukup signifikan.

Setelah itu saya coba lakukan matching, maksudnya adalah situasi dimana saya berusaha
menemukan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh calon klien (find appropriate product).
Ternyata persoalannya adalah soal mindset atau paradigma dalam memandang pelanggan.
Buat para karyawannya ternyata pelanggan tak lebih hanyalah seorang pembeli yang tidak
punya hubungan emosional jangka panjang dengan perusahaan. Sehingga setiap pembeli yang
membeli jasa freight forwarding dianggap tidak punya efek besar buat perusahaan dan tentunya
buat shareholder maupun karyawan. Rupanya, para karyawan tidak menyadari bahwa yang
dibutuhkan oleh pelanggan adalah benefit, baik secara fungsional maupun emosional.
Pantaslah setiap transaksi yang terjadi tidak mempunyai makna ikatan batin yang kuat antara
perusahaan yang diwakili karyawan dengan pelanggannya. Disinilah letak persoalan
mendasarnya. Kemudian saya lakukan closing bahwa yang sangat urgen untuk segera
ditangani adalah soal merubah pola pikir karyawan terhadap pelanggan. Sebab, bila tidak cepat
dirubah, maka penurunan omset akan terus terjadi dan akibat lanjutannya adalah kerugian
besar bagi perusahaan, dan tentu saja jalan akhirnya adalah PHK. Inilah yang membuat si
pemilik merasa sangat risau memperhatikan perkembangan bisnisnya. Ia sangat tidak ingin
melakukan pengurangan karyawan, mengingat kondisi ekonomi yang masih agak lesu.

Sayangnya kesadaran ini timbulnya setelah terdapat penurunan sales dan bukan karena
pemahaman soal antisipasi. Dan ironisnya, kebanyakan dari kita tingkat kesadaran antisipasi
terhadap berbagai masalah di perusahaan munculnya setelah ada penyimpangan dengan
standar rencana. Ini yang saya sebut kekeliruan memahami SWOT. Seharusnya yang lebih pas
adalah TOWS. Filosofi keduanya mengandung makna berbeda. Pendekatan SWOT adalah
paradigma yang mengedepankan faktor internal terlebih dahulu ketimbang factor eksternal.
Coba anda bayangkan kalau kita ingin berburu ke hutan. Katakanlah kita ingin sekali berburu
rusa. Kemudian tanpa kita mengenali hutan lebih dalam, tentunya kita tidak tahu ada berapa
banyak binatang buasnya seperti macan, singa maupun beruang. Jangan-jangan sebelum kita
berburu, justru kita yang akan diburu terlebih dahulu.

Sementara pendekatan TOWS, justru lebih melihat ke eksternal terlebih dahulu ketimbang
internal. Mengapa demikian? Karena dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang
kondisi eksternal, maka internal dapat berbenah diri sesegera mungkin untuk melakukan
matching strategy agar output strategi tidak terlampau berbeda dengan rencana bisnis.

Yang perlu kita ingat adalah bahwa situasi eksternal sangatlah sulit diprediksi, karena
perubahan demi perubahan sering terjadi. Sehingga ketidapastian justru sangat sering terjadi.
Rangkaian satu garis bisnis dengan garis yang lain seringkali terputus dan tidak berjalan linier.
Oleh sebab itu yang paling penting adalah bagaimana kita dapat mengumpulkan berbagai
fenomena eksternal untuk dijadikan informasi akurat dalam setiap aspek pengambilan
keputusan strategi bisnis di perusahaan. Jadi menurut hemat saya, TOWS lebih pas untuk
menyongsong Disruption Era.

Anda mungkin juga menyukai