tidak sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan lain yang tertuang pada dokumen
kontrak. Kecenderungan adanya gejala di mana pencapaian mutu hasil
pembangunan baik berupa gedung, konstruksi jalan dan jembatan, serta bangunan
irigasi, tidak konsisten dengan perencanaan teknis, di mana terlihat dari hasil
pembangunan yang ternyata rentan mengalami kerusakan dan usia ekonomisnya
lebih pendek dari perkiraan rencana semula. Jika hal ini terjadi tentu yang dirugikan
adalah pemilik modal/investor.
Untuk meminimalkan terjadinya penyalahgunaan, maka peran seorang QC dalam
hal ini sangat diperlukan untuk melakukan inspeksi dan pengawasan, memonitor
dan mengevaluasi pekerjaan yang dilakukan. Salah satu upaya untuk mencapai
sasaran itu adalah dengan memberdayakan sumber daya manusia agar
memiliki Quality Control of Civil Work yang memiliki kemampuan
mengendalikan mutu proyek-proyek yang ditanganinya.
Inspeksi konstruksi, Pilar Manajemen Kualitas Konstruksi. Beberapa elemen
proyek secara tradisional diuji oleh organisasi pihak ketiga; contoh dari ini adalah
kekuatan beton, pemadatan tanah, dll. Inspeksi bersama tes untuk ini biasanya
dilakukan selama pelaksanaan pekerjaan di mana kualitas produk dipastikan dan
dilaporkan segera di samping kemajuan setelah inspeksi. Selain kontraktor atau
manajer proyek, kualitas elemen-elemen proyek tertentu diperiksa dan ditentukan
oleh arsitek atau konsultan pihak ketiga selama kunjungan lapangan yang
dijadwalkan. Untuk produk di tempat yang tidak lulus inspeksi awal dan uji
kualitas, arsitek atau manajer proyek akan membuat daftar punch item yang perlu
diperbaiki dan diperbaiki untuk memenuhi spesifikasi proyek yang ditetapkan dan
standar kualitas.
1. Pengertian Inspeksi
Di dalam manajemen pengendalian kualitas. Inspeksi adalah suatu elemen
yang memiliki peranan penting. Inspeksi ini dibutuhkan agar bisa
memastikan kualitas produk yang dihasilkan bisa sesuai dengan ketentuan
dan juga standar, sehingga hasil kepuasan pelanggan bisa dijaga dengan
baik. Selain itu, inspeksi juga mampu mengurangi berbagai biaya
manufakturing karena buruknya kualitas produksi, seperti biaya
pengembalian produk dari konsumen, biaya pembuatan ulang dalam
kuantitas yang banyak, dan juga biaya pembuangan bahan yang sudah tidak
sesuai lagi dengan ketentuan yang berlaku.