EPILEPSI
Oleh:
Pembimbing:
DOKTER INTERNSIP
2020
EPILEPSI
1. latar belakang
Epilepsi menjangkiti sekitar 50-70 juta jiwa di seluruh dunia dan merupakan
0,75% dari seluruh beban penyakit di dunia. Insiden tahunan dan prevalensi epilepsi
sekitar 50 orang setiap 100.000 penduduk. Sekitar 2,4 juta orang terdiagnosis
dengan epilepsi setiap tahun. Bahkan pada tahun 2012, sekitar 20,6 juta kehidupan
mengalami disabilitas serta kecacatan karena epilepsi (Trinka et al, 2019).
Sekitar 80% penderita epilepsi tinggal di negara berpenghasilan rendah dan
menengah dengan sumber daya yang terbatas (Asia Tenggara, Amerika Latin,
Afrika sub-Sahara), di mana tingkat kasus baru yang terjadi bisa mencapai dua kali
lipat daripada negara berpenghasilan tinggi. Sebanyak tiga perempat orang dengan
epilepsi di negara berpenghasilan rendah tidak memiliki akses ke pengobatan yang
mereka butuhkan karena ketersediaan yang rendah. Namun, 60% -70% orang
dengan epilepsi dapat menjalani kehidupan normal jika diobati dengan benar dengan
obat anti epilepsy. Namun di banyak wilayah di dunia, kesalahpahaman, stigma, dan
diskriminasi adalah hambatan yang lebih besar bagi kesejahteraan orang dengan
epilepsi daripada kurangnya perawatan kesehatan yang memadai (Trinka et al,
2019).
2. Pengertian
- Definisi Konseptual
Kelainan otak yang ditandai dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan
epileptik yang terus menerus , dan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis,
dan social.
- Definisi Operasional.
Penyakit otak yang ditandai oleh gejala atau kondisi sebagai berikut :
a. Setidaknya ada dua kejang tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks yang
berselang lebih dari 24 jam
b. Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan reflek dengan adanya
kemungkinan bangkitan berulang dengan risiko rekurensi sama dengan dua
bangkitan tanpa provokasi (setidaknya 60%), yang dapat timbul hingga 10 tahun ke
depan (Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor
pencetus tertentu seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitif, dan
somatomotorik)
c. Dapat ditegakkannya diagnosis sindrom epilepsy
3. Anamnesis
Auto dan allo-anamnesis dari orang tua atau saksi mata mengenai hal hal dibawah
ini :
a. Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pasca bangkitan :
- Sebelum bangkitan/gejala prodromal:
Kondisi fisik dan psikis yang mengindikasikan akan terjadinya bangkitan,
misalnya perubahan perilaku, perasaan lapar, berkeringat, hipotermi, mengantuk,
menjadi sensitif, dan lain-lain.
- Selama bangkitan/iktal:
1. Apakah terdapat aura, gejala yang dirasakan pada awal bangkitan?
2. Bagaimana pola/bentuk bangkitan, mulai dari deviasi mata, gerakan
kepala, gerakan tubuh, vokalisasi, otomatisasi, gerakan pada salah satu
atau kedua lengan dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia,
lidah tergigit, pucat, berkeringat, dan lain-lain. (Akan lebih baik bila
keluarga dapat diminta untuk menirukan gerakan bangkitan atau
merekam video saat bangkitan)
3. Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan?
4. Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya?
5. Aktivitas penyandang saat terjadi bangkitan, misalnya saat tidur, saat
terjaga, bermain video game, berkemih, dan lain-lain.
- Pasca bangkitan/ post iktal:
Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd’s paresis.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum
Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya:
1. Trauma kepala,
2. Tanda-tanda infeksi,
3. Kelainan kongenital,
4. Kecanduan alkohol atau napza,
5. Kelainan pada kulit (neurofakomatosis)
6. Tanda-tanda keganasan.
Pemeriksaan neurologis
Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat
berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah
bangkitan maka akan tampak tanda pasca bangkitan terutama tanda fokal yang
tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti:
1. Paresis Todd
2. Gangguan kesadaran pascaiktal
3. Afasia pascaiktal
5. Kriteria Diagnosis
1. Setidaknya ada dua kejang tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks yang
berselang lebih dari 24 jam
2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan reflek dengan adanya
kemungkinan bangkitan berulang dengan risiko rekurensi sama dengan dua
bangkitan tanpa provokasi (setidaknya 60%), yang dapat timbul hingga 10
tahun ke depan (Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat
induksi oleh faktor pencetus tertentu seperti stimulasi visual, auditorik,
somatosensitif, dan somatomotorik)
3. Dapat ditegakkannya diagnosis sindrom epilepsy
6. Diagnosis Banding
1. Sinkop
2. Bangkitan Non Epileptik Psikogenik
3. Aritmia Jantung
4. Sindroma hiperventilasi atau serangan panic
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
a) Darah Hematologi Lengkap
b) Ureum, kreatinin
c) SGOT/SGOT
d) Profil lipid
e) GDP/GD2PP
f) Faal hemostasis
g) Asam urat
h) Albumin
i) Elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, Magnesium)
j) Lumbal Pungsi
k) EKG
l) Kadar Obat Anti Epilepsi dalam darah
b. Pemeriksaan Radiologi
a) Rontgen Thoraks
b) BMD
c) MRI otak
c. Elektrodiagnosis
a) EEG rutin
b) EEG deprivasi tidur
c) EEG monitoring
d. Pemeriksaan Neurobehavior (Fungsi Luhur)
8. Tatalaksana
a. Terapi Medikamentosa (sesuai indikasi, tipe kejang dan sindrom epilepsi)
a) Fenitoin 4-6 mg/kgBB bid
b) Carbamazepin XR 15-18 mg/kgBB bid
c) Asam valproate 20-60 mg/kgBB od/bid
d) Levetiracetam 20-40 mg/kgBB bid Topiramat 3-9 mg/kgBB bid
e) Lamotrigin 100-400 mg bid
f) Oxcarbazepin 300-900 mg bid
g) Zonisamid 100-300 mg tid
h) Clonazepam 2-8 mg bid
i) Clobazam 10-30 mg tid
j) Fenobarbital 2-4mg/kgBB bid
k) Gabapentin 300-900mg tid
l) Pregabalin 150-600mg b/tid
9. Edukasi
a) Edukasi mengenai minum obat secara teratur
b) Edukasi mengenai penghindaran faktor pencetus
c) Edukasi kontrol ulang secara teratur
d) Edukasi epilepsi pada kehamilan
10. Prognosis
Ad vitam : dubia adbonam
Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
I. Identitas
Nama : Tn. TS
Umur : 21 tahun
Pekerjaan :-
II. Anamnesis
KU : kejang
Pasien datang dengan keluhan kejang sejak 6 jam smrs +/-. Pasien kejang sebanyak 4x
dengan durasi 10 menit. Kejang kelojotan. Saat kejang dan setelah kejang tidak sadar.
Demam (-), mual dan muntah (-), bapil (-), riw. Berpergian atau kontak covid disangkal.
Trauma kepala (-).
RPD :
DM (-), HT (-), retardasi mental sejak kecil. Tidak bisa bicara sejak kecil. Riw. Kejang
sebelumnya tidak pernah
RPK :
R. social :
Pasien hanya bekerja membantu di rumah. Perawatan rutin di poli jiwa sebelumnya
tidak ada.
R. imunisasi : lengkap
GCS 4x6
St. neurologis :
N XII : SDE
Afasia motoric : +
Laboratorium :
Lab 28/08/2020
Hb 16,0
Eritrosit 5,34
Leukosit 22,0
HCT 47,5
Trombosit 301.000
MCV 89,0
MCH 30,0
MCHC 33,7
RDW-CV 15,4
PDW 18,0
MPV 6,4
Diff count :
Eosinophil 5,3
Basophil 0,6
Neutrophil 55,1
Limfosit 32,0
Monosit 7,0
IV. Assessment
V. Planning
- NC 3 lpm
- Inf. Assering 16 tpm
- Inj. Extra sancorbin 1 amp
- Inj. Ranitidine 1 amp
Konsul dr. SpS, advis :
- Inf. Pz 16 tpm
- MRS r. biasa
- Bila kejang inj. Diazepam 1 amp iv, diencerkan
- Inj. Citicholin 2 x 500 mg
Po :
- Tab fenitoin 3 x 100 mg