Skripsi
Guna Memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
Jeffrey Satria Rahadian
2004-70-033
Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Jakarta
Juni 2010
DINAMIKA KONFLIK PERAN PADA SATUAN POLISI
PAMONG PRAJA KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT
Oleh
Jeffrey Satria Rahadian
2004-70-033
Dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 03 Agustus 2010
Menyetujui,
Pembimbing Skripsi
Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta
Agustus 2010
ABSTRAK
Ucapan puji syukur dan terima kasih yang berlimpah dihaturkan peneliti kepada
Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan kekuatan dan hikmat dalam
pembuatan penelitian ini. Atas kasih karuniaNya, maka penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Peneliti juga ingin berterima kasih kepada beberapa orang yang telah mengambil
bagian penting dalam proses penyelesaian penelitian ini, yaitu :
1. Pembimbing skripsi, Dr. Nani Nurrachman yang telah memberikan
bimbingan dan sumbangan berupa ide dan sumber-sumber bacaan yang
berguna untuk menyelesaikan penelitian ini.
2. Pembimbing akademik, Maria Theresia Asti Wulandari, Psi yang telah
memberikan bimbingan akademis dan moral selama peneliti menimba
ilmu di fakultas Psikologi Unika Atma Jaya.
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel iv
Daftar Bagan v
Daftar Lampiran
vi
BAB I PENDAHULUAN 1
I.A. Latar Belakang 2
I.B. Perumusan Masalah 6
I.C. Tujuan Penelitian 6
I.D. Manfaat Penelitian 6
I.D.1. Manfaat Teoritis 6
I.D.2. Manfaat Praktis 6
I.E. Sistematika Penulisan 7
Daftar Pustaka
Lampiran
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR BAGAN
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Jakarta, ibukota Indonesia yang disebut juga sebagai kota megapolitan ternyata
budaya, sosial, hukum, suku, agama, dan lainnya. Dalam program pembangunan
daerah atau properda, DPRD DKI Jakarta merumuskan 6 masalah khas yang
peran serta masyarakat dalam pembangunan, dan keterbatasan daya dukung lahan
dan lingkungan hidup kota. Keenam masalah tersebut dapat dirangkum menjadi
satu bagian permasalahan yaitu ketertiban umum DKI Jakarta. Masalah ketertiban
kota inilah yang menjadi acuan terbentuknya Peraturan Daerah No.8 tahun 2007
Perda No.8 tahun 2007 merupakan keputusan DPRD provinsi DKI Jakarta
sebagai lembaga legistlatif pemerintah provinsi DKI Jakarta. Perda No. 8 tahun
2007 yang dibentuk oleh komisi E DPRD provinsi DKI Jakarta merupakan hasil
revisi dari Perda sebelumnya yaitu Perda No. 11 tahun 1988. Perda No.8 tahun
2007 ini juga menjadi dasar hukum bagi dinas ketentraman, ketertiban, dan
provinsi DKI Jakarta. Tugas utama dari dinas ketentraman, ketertiban, dan
masyarakat adalah polisi pamong praja atau sering disebut dengan Satpol PP.
kandungan peran. Allen & Van de Vliert (1984) menyatakan bahwa peran sosial
atau social role akan menentukan tindakan yang akan diambil di dalam sebuah
konteks sosial. Dalam teori peran atau role theory yang dikemukakan oleh Sarbin
& Allen (1968) diketahui bahwa istilah peran atau role dalam sebuah sistem sosial
sosial. Dalam menjalankan perannya, individu harus memiliki petunjuk dan syarat
yang akan mengatur tingkah laku dan perbuatannya. Petunjuk dan syarat tersebut
yang secara langsung dan tidak langsung mengatur para pemegang peran. Hal itu
“suami,” “polisi,” yang dibentuk atas dasar perilaku-perilaku yang berlainan dan
2
tidak terikat satu dengan yang lain. Ekspektansi peran juga berbicara tentang
Misalkan seorang polisi tidak hanya perlu berpakaian rapi dengan seragam coklat
saja, namun ia dituntut mempunyai sikap tegas, adil, berwibawa. Jadi ekspektansi
waktu dan tempat yang tepat. Individu yang berada dalam peran sosial secara
bertindak sesuai dengan hak-hak istimewa, hukum, tugas dan kewajiban yang
Dikaitkan dengan Satpol PP, maka tindakan dan sikap yang seharusnya
dilakukan oleh pamong praja didasarkan pada hak-hak istimewa, tugas, hukum,
dan kewajiban yang telah tercatat dalam deskripsi tugas dan peraturan yang
tidak melakukan tugas sesuai dengan ekspektansi mereka. Hal tersebut dapat
Hal ini tentu saja kontras dengan tujuan dari pembentukan Satpol PP itu sendiri,
3
dimana mereka bertugas sebagai pembina ketentraman, ketertiban dan
perlindungan masyarakat.
Hal tersebut dinamakan oleh Sarbin & Allen (1968) sebagai konflik peran.
Konflik peran yang digambarkan melalui kasus ini adalah intrarole conflict.
masyarakat yang menonton mereka. Selain itu ada pula interrole conflict, yaitu
konflik peran yang terjadi ketika seseorang memiliki dua peran dan ekspektansi
keduanya saling bertumpuk. Dalam kasus ini Satpol PP harus memilih antara
kelas bawah, yang dimana mereka juga anggota masyarakat tersebut. Kedua
konflik di atas adalah konflik yang terjadi pada diri individu. Selain itu terdapat
pula konflik antara role enactment atau tindakan atau tingkah laku yang
Konflik ini adalah konflik peran yang terjadi antara individu dengan masyarakat.
Oleh karena hal di atas, maka perlu adanya sebuah penelitian yang dapat
sebagai Satpol PP. Hal ini dikarenakan individu yang berada di dalam
pertentangan atau konflik peran bisa jadi tidak menjalankan perannya dengan
maksimal. Individu yang mengalami intrarole conflict harus memilih salah satu
4
mengalami interrole conflict mungkin mengalami pertentangan ketika harus
menertibkan masyarakat dengan kelas sosial yang sama dengan mereka. Selain itu
dilakukan. Dalam hal ini perlu digambarkan apa yang menjadi penyebabnya.
yaitu Perda No. 8 Tahun 2007. Daerah Jakarta Barat, meliputi daerah Kembangan,
Pasar Slipi Jaya, penertiban pedagang kios di Pasar Asemka, dan penertiban
PMKS di Jalan Daan Mogot no. 14. Oleh karena itu tidak sedikit juga masalah-
masalah yang terjadi berkaitan dengan kasus penertiban di atas, seperti konflik
Razia, Satpol PP Nyaris Bentrok dengan Preman”, 2009). Maka dari itu peneliti
melibatkan peran Satpol PP Jakarta Barat juga sudah cukup banyak terjadi.
5
I.B. PERUMUSAN MASALAH
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali gambaran dinamika konflik
peran yang terjadi pada anggota Satpol PP wilayah Kotamadya Jakarta Barat.
Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi pada
teori peran yang sudah ada, terutama pada konflik antara role enactment dan role
6
I.E. SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I pada penulisan skripsi ini merupakan pendahuluan yang mencakup latar
manfaat penelitian.
teori peran yang dikemukakan oleh Theodore R. Sarbin dan Vernon L. Allen, teori
social role dari Allen dan Van de Vliert, dan teori karakter dan struktur sosial dari
Bab III merupakan bab metode penelitian. Bab ini akan menjabarkan jenis
Selanjutnya, bab IV akan menjabarkan analisis dan interpretasi data yang telah
Pada akhirnya, bab V akan berisi kesimpulan akhir dari penelitian, diskusi, dan
7
BAB II
LANDASAN TEORITIS
Konsep peran telah banyak digunakan oleh banyak peneliti untuk membantu
penelitian mereka. Sarbin & Allen (1968) mengungkapkan bahwa ratusan studi
Peran pada mulanya adalah sebuah kiasan atau metafora yang bertujuan untuk
memberikan simbol yang mengarah pada sebuah bagian atau posisi dalam sebuah
drama atau permainan teatrikal. Individu yang memiliki peran dalam sebuah
membaca dan bertindak sesuai dengan arahan sang penulis naskah. Kehidupan
nyata sama sekali tidak memberikan pengaruh dan dipengaruhi oleh apa yang
individu lakukan di dalam drama tersebut. Kiasan ini berkembang dari sebuah
menjalankan perannya dalam kehidupan nyata atau disebut juga sebagai role
enactment.
8
II.A.1.a. Role Enactment
dimainkan oleh seorang aktor dalam sebuah drama dengan peran yang dimainkan
oleh individu di dunia nyata. Dalam sebuah drama, seorang aktor akan
enactment peran yang dilakukan oleh individu adalah asli tanpa kepalsuan, serius,
dan melibatkan dirinya sendiri. Dengan kata lain role enactment adalah tingkah
laku atau segala perbuatan yang dilakukan oleh individu yang memiliki peran-
Maka dari itu penelitian pada teori peran yang berpusat pada role enactment tidak
konseptual dan praktikal. Dimensi yang pertama adalah number of roles atau
banyaknya peran. Hal ini dikemukakan oleh Cameron (dalam Sarbin, 1968) yang
mengembangkan lebih dari satu peran, atau perilaku peran jika ia ingin
efektif dengan sesamanya. Individu yang terlatih untuk dapat melakukan berbagai
peran dengan baik lebih siap untuk menghadapi situasi-situasi baru dan situasi-
situasi kritis, dibandingkan dengan individu yang kurang terlatih untuk dapat
9
melakukan berbagai peran dengan baik. Untuk menentukan berapa banyak peran
yang seseorang lakukan atau mainkan tidaklah sulit, karena hanya dibutuhkan
sebuah observasi secara konstant untuk melihat setiap gejala tingkah laku dan
Dimensi yang kedua yang terdapat dalam role enactment adalah organismic
keterlibatan individu dalam peran tersebut. Sebagai contoh, seorang kasir bioskop
pada hari-hari tertentu memiliki keterlibatan yang rendah sebagai kasir bioskop.
menyerahkan karcis bioskop akan jauh lebih sedikit dibandingkan pada hari-hari
lain. Berbeda halnya dengan seorang pemain sepakbola dengan posisi penyerang
individu dalam menjalankan sebuah peran dilihat dari frekuensi gerakan otot,
frekuensi keterlibatan organ-organ dalam tubuh dan sistem saraf, baik simpatik
maupun parasimpatik.
Pada individu yang memerankan peran sebagai Satpol PP, maka individu
pedagang kaki lima yang berjualan secara liar, dan berusaha mengamankan proses
penggusuran dari massa yang tidak setuju. Selain daripada aktivitas dan kegiatan
sekali antara individu dengan perannya dalam jangka waktu yang cukup
lama. Satpol PP yang berada dalam tingkatan ini mungkin mengalami cuti
yang cukup panjang, atau terkena sanksi skors yang membuatnya tidak
2. Tingkat kedua adalah casual role enactment. Peran dalam tingkat ini
3. Tingkat ketiga adalah ritual acting. Peran dalam tingkat ini terbatas pada
bertanya atau melibatkan emosi terlalu banyak seperti apel pagi, patroli,
pada saat itu ia akan memisahkan dirinya dengan identitas sebelumnya dan
Satpol PP dan berada dalam tingkatan ini bisa menjalankan perannya tanpa
lagi bersikap dan bertindak sebagai ayah, namun sebagai petugas lapangan.
5. Tingkat kelima adalah classical hypnotic role taking. Dalam tingkat ini
mereka rasakan pada saat itu. Dalam menjalankan perannya, mereka juga
12
menghayati peran tersebut. Gaya bicara, berpakaian dan segala tingkah
peran dalam tingkat ini tidak dapat ditemui dalam aktivitas biasa sehari-
hari, oleh karena itu tidak mungkin mencontohkan hal ini di dalam
aktivitas Satpol PP. Dalam tingkat ini keterlibatan organismik pada diri
laku yang berlebihan. Contoh nyata yang dapat terjadi adalah ketika
seorang fans secara histeris bertemu dengan para idolanya, atau para
Tuhan.
yang dihabiskan oleh individu dalam sebuah peran tergantung oleh apa yang ia
bisa dapatkan dari peran tersebut. Jadi individu akan lebih tertarik untuk
13
menghabiskan waktunya dalam peran-peran yang memiliki hasil berupa imbalan
Jika dikaitkan dengan fokus penelitian, maka individu yang bekerja sebagai
masyarakat agar tidak mengalami kesulitan dan dapat mengembangkan kerja sama
menjalankan peran sebagai seorang ayah, maka ia tidak akan mengalami kesulitan
dalam bergaul dengan anggota Satpol PP lainnya yang juga menjalankan peran
sebagai ayah.
pelatihan yang diberikan oleh kesatuan polisi pamong praja akan semakin
mendalami perannya sebagai Satpol PP. Selain itu peran sebagai Satpol PP
dan tunjangan pegawai negeri, tunjangan hari raya, dan kedudukan di masyarakat.
Oleh karena itulah individu yang menjalankan perannya sebagai Satpol PP, akan
14
II.A.1.b. Role Expectations
Dalam role enactment tingkah laku yang muncul pada individu adalah respon
ekspektansi peran.
peran dengan institusi sosial. Dalam hal ini, ekspektansi peran akan menjadi tolak
ukur benar atau salahnya individu yang menjalankan peran dari sudut pandang
institusi sosial. Jadi ekspektansi peran memiliki dua fungsi yaitu sebagai panduan
seseorang dalam menjalankan peran dan menjadi tolak ukur penilaian bagi
individu yang menjalankan peran. Tolak ukur penilaian juga berdasar pada syarat-
syarat dan petunjuk yang diwujudkan dalam teks-teks ekologis, dan artefak-
artefak. Namun semuanya tidak memberikan tolak ukur yang pasti, karena
masyarakat dan setting lingkungan dapat sewaktu-waktu berubah. Oleh karena itu
diharapkan individu yang menjalankan suatu peran dalam posisi sosial untuk
Ekspektansi peran berdasar pada tugas, hukum, dan obligasi yang secara
otomatis menempel pada diri individu ketika ia mengambil sebuah peran sosial di
dalam institusi sosial. Hukum, tugas dan obligasi yang menempel pada individu
akan berlaku ketika ia mulai berhubungan dengan individu lain yang memiliki
peran sosial yang berbeda di dalam institusi sosial. Diharapkan bahwa individu
15
yang mengisi sebuah peran, menjalankan tugas dan kewajiban atas peran yang
diberikan kepadanya.
Ekspektansi peran dibagi menjadi dua menurut lingkungan dimana peran atau
1. Informal
kecil dan berada dalam konteks interpersonal Bales & Slater (dalam Sarbin,
1968). Ekspektansi peran yang muncul tidak terlalu ketat, dan lebih
oleh istri dan anaknya dan ekspektansi peran tersebut tidak diatur secara
ketat.
2. Formal
hak dan kewajiban yang resmi. Dengan kata lain sang pemegang peran
mempunyai tugas dan hak yang resmi dan teratur. Jelas dalam hal ini,
16
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ekspektansi peran dapat
menjadi tolak ukur dan batasan tingkah laku yang dapat ditoleransi ketika seorang
perannya, tingkah laku individu yang berada di dalam sebuah peran sosial diatur
oleh peraturan yang diberikan kepadanya. Hubungan ini terjadi ketika ada
antara ekspektansi peran dengan individu yang menjalankan peran Gross, Mason,
akan cenderung untuk tetap bertingkah laku sesuai dengan ekspektansi yang
diberikan kepadanya. Hal ini disebabkan karena institusi sosial juga menjadi
sosial tersebut.
Ekspektansi peran juga dapat memprediksi tingkah laku yang muncul dari
individu yang sedang menjalankan peran. Hal tersebut terjadi karena ada
berperan akan menjalankan peran sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Jika
individu yang berada dalam posisi sosial tersebut tidak menjalankan peran sesuai
posisi sosialnya. Dalam hal ini individu yang berperan sebagai Satpol PP mungkin
17
Selain menjadi petunjuk dan batasan dalam menjalankan peran, ternyata
tertentu :
menetapkan ekspektansi bagi mereka. Hal ini tentu saja dapat dikurangi
pimpinannya.
18
masyarakat luar yang tidak terlibat dalam pemilihan individu atas peran,
Ketidakjelasan atas ekspektansi peran juga dipengaruhi oleh struktur sosial dari
masyarakat. Ada perbedaan konsep terhadap sebuah peran dalam sebuah struktur
sosial. Kelas masyarakat atas memiliki konsep atas sebuah peran yang berbeda
dengan kelas masyarakat yang ada di bawahnya Slater (dalam Sarbin, 1968).
Dengan penjelasan atas role enactment dan role expectations di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa role expectations adalah sebuah konsep sentral yang
dependent variable yaitu role enactment, dan role expectancy adalah independent
ekspektansi peran dari institusi sosialnya. Ekspektansi peran dari Satpol PP akan
sosialnya. Ekspektansi sosial Satpol PP dibentuk oleh hukum, tugas dan fungsi
dari Satpol PP itu sendiri. Tugas dan fungsi dari Satpol PP dijalankan oleh
19
individu-individu yang memegang peran sebagai Satpol PP, dan bertingkah laku
perannya sebagai Satpol PP tidak diterima dengan baik oleh masyarakat. Beberapa
masyarakat. Hal ini berbeda dengan tugas dan fungsinya, dengan kata lain terjadi
di masyarakat, maka pada saat itu pula dapat terjadi konflik pada dirinya. Ada dua
Konflik peran yang pertama adalah interrole conflict. Konflik peran ini terjadi
seseorang memiliki dua peran dan ekspektansi dari kedua peran tersebut
menumpuk. Jika dikaitkan dengan Satpol PP, maka individu yang berperan
Konflik peran yang kedua adalah intrarole conflict. Konflik peran ini terjadi
ketika ada perbedaan ekspektansi antara dua pihak. Dalam hal ini individu yang
memiliki peran di dalam masyarakat harus memilih salah satu dari ekspektansi
yang diberikan. Dikaitkan dengan Satpol PP, maka individu yang berperan
20
yang berupa tugas penertiban dengan segala macam cara, atau menerima
ekspektansi dari masyarakat yaitu agar tidak melakukan penertiban dan kekerasan.
Untuk dapat mengkaji gambaran dinamika konflik peran yang terjadi pada
Satpol PP Jakarta Barat dibutuhkan sebuah kajian teori kepribadian yang dapat
membantu untuk mengerti dinamika konflik peran dan hubungannya dengan sisi
person.
terjadi pada individu yang menjalankan peran sebagai Satpol PP. Namun Allport
tersebut, maka dari itu peneliti memaparkan terlebih dahulu teori tentang struktur
21
II.A.2.a. Character Structure
individu. Dengan kata lain merujuk integrasi dari struktur psikis yang
Person
ROLE
INSTITUTIONS
Economic Order
Sumber : Gerth, Hans dan Mills, C. Wright. (1969). Character and Social
Structure
Dari skema di atas, dapat dijabarkan bahwa individu dibagi atas tiga komponen,
yaitu person, organism, dan psychic structure. Organism merujuk pada entitas
22
biologis individu. Entitas biologis terbentuk dalam struktur-struktur mekanisme
mempengaruhi psychic structure. Lebih jauh lagi, kondisi fisiologis yang berubah
ORGANISM PERSON
PSYCHIC STRUCTURE
Structural Impulse Purpose Roles,
limitations Impression Perception Meanings,
Feeling Emotion Gestures
Sumber : Gerth, Hans dan Mills, C. Wright. (1969). Character and Social
Structure
Sedangkan person dalam hal ini merujuk pada individu sebagai aktor sosial.
berbagai gagasan objektif dan nilai-nilai yang mengarahkan individu pada tingkah
oleh peran-peran yang dimainkan oleh individu di dalam sebuah institusi sosial
baik yang formal maupun informal. Peran dalam institusi sosial yang formal
diatur oleh ekspektansi yang dipegang oleh parental authority, dimana parental
authority dapat memberikan sanksi jika peran yang dimainkan oleh individu tidak
23
Dalam hal ini tentu saja individu yang berperan sebagai Satpol PP memiliki
individu sebagai person berarti melihat motivasi di balik tingkah laku individu
mempengaruhi baik secara langsung atau tidak langsung. Jadi individu yang
berperan sebagai Satpol PP juga memiliki motivasi dibalik setiap tingkah lakunya,
dan motivasi yang ia lakukan berdasar pada ekspektansi peran yang melekat di
pada dirinya
organisasi yang dinamis dalam sebuah individu, yang dimana unsur psikis dan
Kepribadian bagi Allport (dalam Hall, 1978) adalah sesuatu yang melakukan
sesuatu, dengan kata lain kepribadian merujuk pada individu yang berada di balik
motivasi dalam setiap tingkah laku atau tindakan. Motivasi yang dimaksudkan
adalah motivasi yang sehat, yang tidak memiliki hubungan dengan masa kecil
seseorang. Dengan kata lain Allport mengatakan bahwa manusia dewasa yang
sehat tidak akan bertindak atau bertingkah laku berdasar pada apa yang ada saat
ini. Motivasi ini sendiri disebut oleh Allport dengan istilah functional autonomy.
hidup individu dan sejajar serta dapat bertahan dengan sendirinya namun
dan tidak terikat pada masa kanak-kanak. Pada akhirnya functional autonomy
akan dibagi menjadi dua yaitu perseverative functional autonomy yang dimana
merujuk pada habits atau kebiasaan. Tingkah laku yang tidak lagi menjalankan
tujuan aslinya, namun tetap bertahan dan berlangsung. Functional autonomy yang
adalah behavior yang dijalankan atas dasar motivasi mandiri, yang terbentuk dari
berbagai motivasi dari semenjak masa kanak-kanak namun tidak lagi memiliki
merupakan apa yang disebut sebagai self atau ego di dalam kepribadian. Hal itu
termasuk juga segala hal yang penting dan vital dalam kepribadian yaitu bodily
thingking, self image, propriate striving, cognitive style, dan function of knowing.
Semua hal tersebut yang memiliki kesamaan dan kepentingan bagi individu
perkembangan propium.
1. Bodily sense
25
2. Self identity
Berkembang juga pada dua tahun pertama, pada saat ini individu juga
mulai menemukan bahwa dirinya hadir dan nyata, memiliki masa lalu,
5. Self image
6. Rational agent
Terjadi pada usia enam sampai dua belas tahun. Pada tahap ini individu
26
7. Propriate striving
Berkembang setelah usia dua belas tahun. Pada tahap ini individu
mulai memiliki tujuan, rencana di dalam hidup. Pada tahap ini Allport
8. The knower
ayah, suami, dan lainnya membentuk sisi person di pada dirinya. Melihat individu
yang menjalankan peran di dalam sebuah institusi sosial berarti melihat individu
tersebut dari sisi person, dan sisi person berbicara mengenai motivasi dari setiap
Tindakan yang individu lakukan akan berdasar pada ekspektansi peran yang
melekat di pada dirinya, dengan kata lain ekspektansi peran turut serta dalam
membangun motivasi individu. Motivasi individu yang baik seperti dikatakan oleh
Allport adalah motivasi yang tidak dipengaruhi oleh masa lalu individu tersebut.
Jika dikaitkan dengan individu yang menjalankan peran sebagai Satpol PP, maka
individu tersebut haruslah memiliki motivasi berdasar atas ekspektansi peran yang
diberikan oleh organisasi dan memiliki motivasi berdasar pada hidupnya saat ini,
27
II.A.3. Satuan Polisi Pamong Praja
Sebagai fokus pada penelitian ini, tentunya Satpol PP sebagai badan eksekutif
dijelaskan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2004, fungsi dan
Daerah;
Kepala Daerah;
lainnya;
28
e. Pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan menaati
Fungsi dan tugas Satpol PP di atas berdasar pada Peraturan Pemerintah, dan
berdasarkan oleh Peraturan Pemerintah tersebut maka dibentuk pula fungsi dan
Jakarta (http://www.jakarta.go.id/v70/index.php/en/perangkat-daerah/158-
dan
Kedua belas fungsi di atas mengatur Satpol PP DKI Jakarta, termasuk Satpol
memiliki dasar hukum ketertiban yaitu Perda No. 8 tahun 2007. Perda No. 8 tahun
2007 memberikan ketentuan yang jelas terhadap tempat-tempat umum dan sarana-
sarana umum yang harus dijaga oleh para petugas Satpol PP di lapangan, serta
sekitar.
tempat dan sarana-sarana umum yang dipakai oleh pedagang kaki lima di Jakarta.
Penggusuran rumah kumuh kerap kali dilakukan secara membabi buta (“Petugas
GMKI Kembali Diserang Satpol PP”, 2008),dan penembakan yang dilakukan oleh
tersebut hanyalah beberapa contoh kekerasan yang kerap dilakukan oleh satuan
Semua kejadian itu tentunya bertentangan dengan fungsi dari satuan polisi
ketentuan dan hukum yang mengatur tidak seharusnya para petugas melakukan
tindakan seperti itu. Hal ini diperkuat dengan adanya syarat-syarat pengangkatan
untuk perempuan
31
Syarat ke lima merupakan alasan mengapa seorang polisi pamong praja tidak
Selain itu pimpinan dari satuan polisi pamong praja DKI Jakarta Bp. Harianto
SATPOL PP
ROLE ENACTMENT
ROLE EXPECTATION
INSTITUTION
Gerth, Hans dan Mills, C. Wright. (1969). Character and Social Structure
Dari bagan struktur di atas dapat dilihat bahwa fokus utama dari penelitian ini
adalah menggali gambaran dinamika konflik peran pada diri individu yang
32
berperan sebagai Satpol PP. Individu atau person dibentuk oleh psychic dan
individu berdasar pada ekspektansi peran yang diberikan oleh institusi. Institusi
seperti masyarakat dan keluarga akan memberikan ekspektansi yang tidak terikat,
namun berpengaruh.
Konflik peran akan terjadi pada individu yang berperan sebagai Satpol PP,
dimana peran yang ia jalankan didasarkan pada ekspektansi peran yang ia terima
tidak sesuai dengan kejadian atau fakta yang terjadi di lapangan. Seperti yang
sebelumnya telah dikatakan bahwa dalam beberapa berita dikatakan bahwa Satpol
33
BAB III
METODE PENELITIAN
konflik peran yang terjadi pada diri individu, yang menjalankan perannya sebagai
kepada para anggota Satpol PP DKI Jakarta menjadi dasar mengapa penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian yang akan diteliti yaitu gambaran dinamika
konflik peran pada diri individu yang menjalankan peran sebagai Satpol PP, maka
yang menjadi subjek atau partisipan penelitian adalah Satpol PP. Satpol PP adalah
34
langsung di bawah provinsi dan kabupaten. Dalam penelitian ini Satpol PP yang
penelitian, maka peneliti menggunakan beberapa kriteria yang juga sesuai dengan
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu
lapangan.
Kepala Seksi Satuan Polisi Pamong Praja wilayah Jakarta Barat untuk memilihkan
sebelumnya.
Berdasar pada Poerwandari (2001) maka jumlah subjek yang akan dipakai
dalam penelitian ini tidak berjumlah besar, karena penelitian kualitatif diarahkan
Jumlah subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang.
Dua di antaranya adalah anggota Satpol PP yang aktif bertugas di lapangan, dan
yang juga memiliki masa tugas paling lama. Ketiga subjek tersebut bekerja di
pertama dengan subjek yang ketiga untuk memberikan eksplorasi lebih terhadap
36
masalah fokus penelitian yaitu konflik antara ekspektansi peran yang diberikan
oleh pimpinan dengan tindakan atau tingkah laku yang dilakukan di lapangan.
Data-data yang akan dipakai dalam penelitian ini bersumber dari dua hal. Yang
resmi seperti media cetak dan berbagai foto serta video juga merupakan salah satu
tipe sumber data yang dapat dipakai dalam penelitian kualitatif. Sedangkan
sumber data yang kedua berasal dari partisipan dengan menggunakan beberapa
metode pengumpulan data. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang
yang akan dilakukan akan terfokus pada perihal dinamika antara permainan peran
akan digunakan untuk memudahkan peneliti dalam menggali data-data yang tepat
pada sasaran yaitu role enactment dan role expectation pada diri individu.
37
Tabel III.C.1. Panduan Wawancara
38
sebagai Satpol PP,
menandakan peran yang
dimainkan memberikan
imbalan bagi dirinya
3. Role Expectations Ekspektansi peran yang Ekspektansi peran Satpol PP menurut subjek. Menurut anda apakah yang menjadi
Sebuah tolak ukur benar dimiliki oleh Satpol PP Bagaimana hubungan komitmen antara subjek tuntutan atau ekspektansi dari peran anda?
atau salah tingkah laku Komitmen yang terjadi dengan organisasi badan hukum yang Apakah pernah terjadi konflik antara anda
individu dalam antara subjek yang mengaturnya. dengan badan hukum yang mengatur tugas
menjalankan perannya. menjalankan peran Adakah ketidaksetujuan antara subjek dengan anda? Atau dengan pimpinan anda?
Dalam perihal Satpol sebagai Satpol PP dan pemberi peran. Bagaimana konflik itu terjadi?
PP, maka role organisasi berbadan Bagaimana subjek menafsirkan ekspektansi Mengapa konflik itu bisa terjadi?
expectations secara hukum yang peran yang diberikan kepadanya. Menurut anda pimpinan dan masyarakat
formal digunakan. mengaturnya. anda menginginkan atau menuntut anda
Ketidakcocokan antara bertindak seperti apa?
pemegang peran dengan Apakah terjadi ketidaksesuaian antara anda
pemberi peran, yang dengan organisasi?
dalam hal ini dapat Ketidaksesuaian seperti apakah yang
berarti dua hal yaitu terjadi?
ketidaksesuaian
peraturan atau kesalahan
tafsir dari pemegang
peran
4. Person Propriate functional Bagaimana motivasi Bisa ceritakan alasan anda menjadi Satpol
Person terbentuk oleh autonomy atau tingkah yang terdapat pada diri subjek dalam PP?
peran-peran yang laku yang didasarkan menjalankan perannya sebagai Satpol PP
dimainkan oleh oleh motivasi mandiri Bagaimana dinamika antara motivasi subjek
39
individu. Melihat yang terbentuk dari dalam menjalankan perannya sebagai Satpol
individu sebagai person motivasi sejak kanak- PP dengan ekspektansi yang diberikan
berarti melihat motivasi kanak, namun tidak kepadanya.
yang ada di balik orang dipengaruhi oleh masa
tersebut. lalu.
Motivasi yang
mendorong tingkah laku
individu yang
menjalankan peran
sejalan atau tidak dengan
ekspektansi peran yang
diberikan kepada
individu.
40
III.D. PROSEDUR PENELITIAN
Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan data dari berbagai media cetak dan
peneliti membuat sebuah kerangka panduan wawancara berdasar pada teori yang
telah ditentukan yaitu role enactment dan role expectation. Kerangka panduan
Barat. Hasil wawancara uji coba dan diberikan kepada dosen pembimbing untuk
Sebelum memulai pengambilan data baik data uji coba panduan wawancara
dan ditujukan kepada Kepala Kantor Satpol PP Jakarta Barat. Surat permohonan
ijin wawancara merupakan syarat yang diberikan oleh Kepala Seksi Satpol PP
Jakarta Barat yang telah ditemui sebelum uji coba panduan wawancara untuk
41
III.D.2. Tahap Pengumpulan Data
hari yang sama dengan wawancara pertama. Hal ini dilakukan oleh
42
telah dibuat sebelumnya, namun ada pertanyaan-pertanyaan tambahan
diteliti.
43
Tabel III.D.2.1. Proses Pengumpulan Data
2. BT 09-12-2009 Kantor Walikotamadya Jakarta Barat 31 menit Subjek terlihat sangat antusias dalam
menceritakan pengalaman-pengalaman
yang terjadi di lapangan. Beberapa kali
subjek mengalami kebingungan dalam
menjawab pertanyaan, sehingga
pertanyaan harus diulang.
3. BO 09-12-2009 Kantor Walikotamadya Jakarta Barat 27 menit Subjek memperlihatkan kemarahan, dan
suara sedikit meninggi saat menceritakan
pengalamannya ketika mengalami
bentrokan dengan massa. Ia juga terlihat
sangat serius dalam sesi wawancara.
4. AR 08-02-2010 Kantor Walikotamadya Jakarta Barat 29 menit Subjek terlihat tenang, bahkan pada saat
interviewer bertanya tentang pengalaman-
pengalaman kerja yang berhubungan
dengan bentrokan massa. Sesekali
melemparkan candaan, dan tertawa. Tutur
kata subjek sangat sopan, dan gaya bicara
sangat diplomatis.
44
III.D.3. Tahap Analisis Data
sebuah tabel yang berisi jawaban dari subjek didasarkan pada kategori-
kategori yang telah tersedia. Tabel ini merupakan hasil dari diskusi
silang.
Metode analisis data yang akan dipakai dalam penelitian ini berhubungan
Poerwandari (2001) disebutkan bahwa tahap awal dalam analisis awal adalah
wawancara yang dilakukan kepada subjek yang dalam penelitian ini adalah
45
muncul akan disusun sehingga menampilkan pola hubungan antar kategori atau
cross-cases.
interpretasi terhadap data-data yang telah ada. Interpretasi dilakukan pada hasil
wawancara dan sumber data dari media cetak dan media elektronik dilakukan
berlandaskan teori-teori yang ada pada bab sebelumnya. Dalam hal ini interpretasi
Jakarta Barat dan beberapa tulisan yang ada dalam media elektronik.
Dalam penelitian ini, kualitas penelitian akan dijamin dari tiga aspek, yaitu
kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Untuk penelitian ini
kredibilitas akan dapat dilihat dari kondisi kasus atau fenomena yang akan
digambarkan secara objektif atau “apa adanya” dari keadaan yang diteliti. Jadi
kasus atau fenomena mengenai gambaran dinamika tanggung jawab sosial Satpol
46
PP DKI Jakarta dalam menjalankan ekspektansi perannya akan digambarkan
III.E.2.b. Dependability
menuliskan prosedur penelitian secara rinci dan transparan. Hal-hal penting dalam
dan alat penelitian yang dilakukan akan dituliskan secara rinci dan transparan.
III.E.2.c. Transferability
Untuk dapat dipakai dalam penelitian yang serupa maka peneliti akan
hasil penelitian dapat diterapkan dalam konteks situasi dengan parameter teoritis
yang serupa.
III.E.2.d. Triangulasi
Triangulasi data dilakukan dengan cara mengambil variasi data, terutama data
47
BAB IV
Jumlah Peran 3 4 3
yang merupakan komandan pleton adalah atasan langsung dari kedua subjek.
48
IV.B. HASIL ANALISA
IV.B.1. Subjek BT
Number of Roles
sebagai seorang suami dan ayah dari satu orang anak. Subjek juga tidak memiliki
kegiatan lain selain bekerja sebagai Satpol PP, dan menjalankan peran di dalam
rumah tangga. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan subjek :
terhadap perannya sebagai suami dan ayah di rumah. Hal tersebut dapat juga
Teori role enactment yang diungkapkan oleh Cameron (1975) bahwa semakin
banyak peran yang dimiliki oleh seseorang, maka ia akan dapat bekerja sama
secara efektif dengan sesamanya dan akan terlatih untuk menghadapi situasi baru
49
dan situasi-situasi kritis. Walaupun ada perbedaan lingkungan antara peran subjek
sebagai ayah dan suami dengan Satpol PP, tetapi kedua peran tersebut seharusnya
berpengaruh pada saat subjek menjalankan peran sebagai Satpol PP. Tetapi
dengan minimnya peran subjek, maka dapat dikatakan bahwa subjek BT mungkin
kurang dapat menghadapi situasi-situasi baru dan kritis. Hal tersebut dapat
dikatakan wajar jika melihat jam kerja subjek yang tidak menentu.
Organismic Involvement
dapat dinilai cukup dalam. Hal tersebut dapat dilihat dari seberapa banyak gerakan
fisik yang melibatkan otot, dan organ-organ tubuhnya ketika melakukan tindakan
dalam hal waktu dan kesediaan subjek untuk bekerja hingga larut malam dan
50
dalam menjalankan perannya sebagai satpol PP. Hal tersebut dapat dilihat dari
memiliki pengalaman yang melibatkan adu fisik, dan kecelakaan saat bekerja
51
Mengacu pada hasil wawancara yang telah didapat, peneliti dapat memasukkan
dan subjek BT termasuk dalam tingkat keempat yaitu engrossed acting. Dalam
sebelumnya dan mengambil identitas dari peran yang ia mainkan, namun tidak
peran sebagai Satpol PP dengan baik, namun ia berusaha untuk melepaskan diri
dari identitasnya sebagai seorang suami dan ayah ketika ia menjadi Satpol PP.
Selain itu ia berusaha menumpahkan dirinya ke dalam peran secara penuh. Hal
Preemptiveness of Role
menghabiskan waktu sebanyak 9 jam sebagai Satpol PP. Dalam keadaan tertentu
ia diharuskan untuk mengambil piket 24 jam, dan siaga di malam hari jika ada
memberikan imbalan bagi dirinya. Dalam hal ini subjek memang mendapatkan
imbalan secara materiil yang dapat dilihat dari kutipan wawancara sebagai
berikut :
52
“Ya Alhamdulilah kalau itu ya kita kan di
Jakarta ibaratnya sekarang susah cari
pekerjaan apalagi ribuan kalau mau
ngantri misalnya kalau saya keluar nih,
ribuan yang masuk. Itu bermanfaat banget,
kita bisa menghidupi buat keluarga kita,
walaupun saya masih ngontrak nih, saya
masih ngontrak nih pak berapa tahun.
Belum punya rumah. Iya, masih ngontrak
rumah, bisa buat bayar kontrakan,
Alhamdullilah sekarang juga udah kredit
lunas motor gitu.”
menjadi Satpol PP. Selain itu ada rasa kebersamaan yang meningkat semenjak ia
53
IV.B.1.b. Role Expectations
institusi sosialnya. Institusi sosial akan dibagi menjadi dua menurut lingkungan
dimana peran tersebut dijalankan, yang dalam hal ini subjek menjalankan
tingkah laku subjek selama menjadi Satpol PP diatur dan disusun di dalam hak
dan kewajiban yang resmi. Subjek memahami betul bahwa ada peraturan yang
mengatur tingkah laku dan tindakannya dalam menjalankan peran sebagai Satpol
bahwa masyarakat belum sepenuhnya melihat bahwa perilaku subjek yang diatur
54
kesmrawutan Jakarta itu jadi tertib, bagus.
Seperti PMKS di jalanan, tidur di jalanan,
itu kan gak bagus pak. Kita bawa ke panti
sosial, nah nanti di panti sosial dibina,
dikasih makan apa gitu kan. Seperti kayak
pengamen-pengamen apa e... pengamen
banyak itu, ibaratnya itu ada gembongnya
seperti itu. Mereka setoran. Pengamen
kayak di Grogol banyak. Ibunya duduk aja,
anaknya masih kecil-kecil itu kita ambil
kita ambil dia nangis gitu. Ibarat sekarang
kan e... kalau PMKS gitu kan bukan
sekedar mencari makan pak, profesi itu.
Penghasilannya besar pak, mereka bisa
seratus ribu sehari, kalah gaji kita
(tertawa kecil).”
Dalam perihal kekerasan yang dilakukan satpol PP, subjek menyatakan bahwa
media hanya menyorot bagian dari kekerasan yang dilakukan Satpol PP.
luapan emosi. Luapan emosi para anggota Satpol PP ternyata dinilai subjek wajar,
tingkah laku yang dikeluarkan dengan ekspektansi dari organisasi Satpol PP yang
jelas melarang adanya kekerasan. Di lain pihak juga terjadi adanya konflik peran
pada diri Satpol PP antara ekspektansi dari masyarakat baik yang terlibat maupun
55
yang tidak terlibat dalam kekerasan dengan ekspektansi peran dari organisasi yang
meminta para anggotanya menertibkan suatu daerah dengan cara apapun juga.
Namun konflik peran tidak membuat subjek untuk berhenti melakukan tugasnya,
subjek menceritakan bahwa tugasnya harus tetap dilakukan. Hal tersebut seperti
yang dikatakan oleh Sarbin (1968) bahwa subjek harus terus melakukan apa yang
menjadi ekspektansi perannya sebagai Satpol PP, karena ia dinilai oleh rekan
kerjanya, pimpinan, dan organisasi yang mengaturnya. Selain itu peran sebagai
Satpol PP sudah terbukti memberikan imbalan bagi subjek, oleh karena itu ia tetap
organisasi.
yang menyatakan bahwa ia sudah ada di tempat kerja sebelum jam 7, dan selalu
mungkin dilanggar atau tidak dilakukan. Walaupun begitu ia mengakui bahwa ada
perasaan yang kurang nyaman ketika harus melaksanakan perintah atau peraturan
yang berhubungan dengan penggusuran atau pengusiran. Dari hal tersebut peneliti
perintah dari atasan dan organisasi dengan baik. Peneliti menyatakan hal tersebut
yang telah tertulis. Kembali lagi fakta bahwa adanya imbalan yang diterima dari
perannya sebagai Satpol PP akan menjadi alasan utama mengapa subjek dapat
Subjek juga dapat digambarkan tidak memiliki masalah dengan pimpinan yang
berlaku. Ia menyatakan bahwa pimpinan yang ada sudah mengatur sesuai dengan
jalur yang berlaku. Ia juga menjelaskan bahwa pimpinan yang ada di Provinsi,
tentu saja menginginkan segala pekerjaan yang ada diselesaikan dengan baik,
namun adanya halangan dari masyarakat membuat proses kerja semakin menjadi
sulit. Dari pernyataan subjek dapat juga digambarkan bahwa subjek merasa bahwa
masyarakat.
58
lah, bagus ini Jakarta Barat. Yang
tertinggi sana tuh provinsi, kan mereka
kan inginnya semua selesai. Kayak
pekerjaan misalnya penggusuran, kayak
pembersihan selokan gitu selesai. Ya kan
pinginnya bagus, cuman kadang
masyarakat lah yang menimbulkan lagi.
Jadi ntar nanti pimpinan negor, itu kok
belum beres-beres. Padahal kita sudah
kerjakan gitu.”
hubungan yang terjadi antara role enactment dan role expectations pada diri
subjek. Seperti yang telah dibicarakan pada bab III bahwa role atau peran adalah
penghubung antara subjek dengan institusi sosialnya. Dalam hal ini institusi sosial
dari subjek adalah masyarakat yang terlibat langsung dengan Satpol PP, dan
organisasi Satpol PP. Kedua institusi sosial ini berhubungan langsung dengan
Sebagai Satpol PP, subjek menjalankan perannya dengan cukup baik. Dapat
menjalankan perannya, dan terlibat dalam berbagai aktivitas fisik. Peneliti dapat
penuh.
Dari sini dapat digambarkan konflik yang terjadi antara ekspektansi dari
Konflik ini disebut dengan konflik intrarole. Peneliti melihat bahwa subjek harus
memilih untuk bertingkah laku antara ekspektansi dari organisasi atau menerima
berdasar ekspektansi yang diberikan oleh organisasi. Hal ini tentu saja disebabkan
karena perannya sebagai Satpol PP memberikan imbalan bagi dia, dan komunitas
dari Satpol PP juga memperhatikan dan mengamati tingkah lakunya. Subjek bisa
dibebas tugaskan sebagai Satpol PP jika ia tidak mematuhi perintah dan tugas
pada diri subjek. Subjek di satu sisi harus menjalankan tugas yang diberikan
dengan segala cara, namun di sisi lain harus berupaya agar kekerasan tidak timbul.
Pada akhirnya tetap subjek harus mengakui bahwa kekerasan harus timbul untuk
60
Peneliti juga mengindikasikan adanya imunitas akan perasaan yang
berkembang pada diri subjek. Imunitas atau kekebalan itu terjadi dimungkinkan
karena beberapa pekerjaan yang telah Satpol PP lakukan kembali dirusak oleh
beberapa warga masyarakat yang ditertibkan. Beberapa kasus seperti tidak jeranya
karena pimpinan merasa bahwa subjek belum menyelesaikan tugas dengan baik,
karena melihat hasil di lapangan menunjukkan bahwa PMKS atau PKL masih
melihat bahwa hal ini dapat mengakibatkan subjek bisa lebih banyak
menggunakan kekerasan.
IV.B.2. Subjek BO
Number of Roles
Subjek BO memiliki tiga peran lain selain menjadi Satpol PP. Ketiga peran
tersebut adalah menjadi suami, ayah, dan pengurus Pramuka Jakarta Barat. Subjek
ia menjalankan peran sebagai suami dan ayah di rumah, namun tidak sebaliknya.
Hal tersebut dapat digambarkan dari pernyataan subjek yang menyatakan bahwa :
61
disitu.”
membawa dampak yang baik, dan dapat membantu subjek dalam menjalankan
pernannya sebagai seorang suami dan ayah, namun sebaliknya peran sebagai
seorang suami dan ayah tidak membantu subjek dalam menjalankan tugas sebagai
Satpol PP. Dari kutipan wawancara di bawah, akan terlihat jelas bukti yang
pengurus Pramuka dan Satpol PP. Digambarkan bahwa subjek yang berperan
menginformasikan peraturan dengan cara lebih efektif. Hal ini terlihat dari kutipan
62
masalah kita tentang lapangan. Kan ilmu
kita ada disitu juga pak, sembari
ngomongin masalah peraturan nih
“ngerokok disini sembarangan nih.” Ya
kan? Lebih-lebih kalo orang kayak kampus
atau apa kan SMA lebih ngerti gitu loh.
Saya juga sering ditanya “emang gak
boleh?”, “kenapa sih gak boleh?”, itu
begini, begini gitu...”
Organismic Involvement
tinggi dalam menjalankan perannya tersebut. Hal tersebut dapat digambarkan dari
Lamanya waktu yang subjek habiskan di tempat kerja tentu saja berpengaruh
cukup tinggi. Lamanya waktu yang ia habiskan dalam sehari untuk menjalankan
berikut :
63
Banyaknya gerakan otot yang dilakukan oleh subjek untuk membuktikan
yang subjek lakukan seperti apel pagi, dan berpatroli di sekeliling Jakarta Barat.
pagi hari. Hal tersebut membuktikan bahwa secara fisik, subjek terlibat penuh
64
dateng ada yang ngerti itu langsung kabur
gitu kan.”
perannya sebagai Satpol PP. Dari pengalaman tersebut juga tergambarkan sejauh
mana subjek mendalami perannya sebagai Satpol PP. Subjek juga menyatakan
bahwa ia bangga jika ia meninggal di dalam tugas. Hal tersebut terdapat dalam
66
Dari faktor-faktor di atas, peneliti mengkategorikan subjek BO ke dalam
classical hypnotic role taking. Dalam tingkat ini keterlibatan subjek BO secara
Selain itu subjek juga bisa menceritakan bagaimana seakan-akan malu terhadap
tertibkan.
Preemptiveness of Role
dalam menjalankan perannya sebagai Satpol PP. Hal ini memang sesuai, karena
perannya yang lain. Beberapa imbalan materiil diungkapkan subjek dalam kutipan
67
Selain imbalan materiil, subjek juga menyatakan bahwa ada keuntungan-
sebagai Satpol PP. Sebelumnya telah dijelaskan dalam bagian number of roles,
tertentu ketika berperan sebagai ayah, suami dan pengurus Pramuka. Subjek juga
menjadi orang. Hal itu diungkapkan subjek dalam kutipan wawancara sebagai
berikut :
Dari imbalan dan keuntungan yang diperoleh, maka dapat dikatakan bahwa
68
IV.B.2.b. Role Expectations
sosialnya. Institusi sosial akan difokuskan pada masyarakat dan organisasi yang
mengatur subjek. Dari sini akan terlihat gambaran tanggung jawab subjek
terhadap institusi sosialnya. Sebagai Satpol PP, eskpektansi peran subjek tentu
saja masuk ke dalam kategori formal, dimana segala tugas dan kewajiban subjek
diatur secara resmi menurut undang-undang yang berlaku. Subjek mengerti betul
tentang hal tersebut, dan ia menyatakan bahwa segala yang ia kerjakan berasal
Di luar perintah dari Perda dan atasan, subjek juga memahami bahwa ada
dilakukan.
69
melanggar Perda kan tipiring untuk
penjaringan, nanti malah kita yang kena
tindakan beratnya kan?”
Menyingkapi masalah kekerasan fisik yang dilakukan oleh Satpol PP, subjek
menyatakan bahwa dirinya sebagai manusia masih bisa terpancing oleh emosi,
dan melakukan kekerasan fisik. Hal itu juga ia lakukan untuk membantu
yang menonton atau audiens menganggap hal itu bertentangan dengan ekspektansi
mereka. Hal ini seperti yang dikatakan Sarbin (1968) bahwa subjek akan terus
dengan masyarakat sekitar. Hal tersebut terjadi karena subjek terikat oleh
peran. Jika dikaitkan dengan tingkat keterlibatan organismik dari subjek yang
ternyata cukup tinggi, maka wajar kiranya jika subjek tetap melaksanakan
perintah atau tugas sekalipun harus melakukan kekerasan yang dibatasi (dalam hal
70
punya payung hukum jadi kita mulai
berani. Saya disana ya... bukan ngajak
berkelahi atau apa, satu lawan satu sih
disana kan. Kalau kita gak bela diri
bagaimana?! Kan kita sendiri yang kena
kan. “
“Kronologisnya kan kita eee... untuk
merapikan, merapikan tanah yang punya
pemerintah gitu kan. Bukan punya pribadi,
jadi kita kan kerja menurut peraturan kan.
Ada surat tugasnya ada macemnya kan.
Ada payung hukum bekerja untuk
mengosongkan lahan tersebut, tapi dari
pihak orang-orang disitu gak mau juga
kan. Masa kita nyerah aja? Kita kan ada
payung hukumnya disitu gitu kan. Jadi kita
kerja gak sembarangan kerja, kita ada
payung hukum.”
anggapan yang kurang baik pada awalnya, namun seiring berjalannya waktu
Satpol PP.
71
“Dari pertama kali saya masuk ke pol pp
gitu pak, tahun 2000 itu memang jadi
masalah, masyarakat Jakarta belum ngerti
gitu pak. Tapi mulai sekarang-sekarang
mulai alhamdullilah sudah ngerti, paham
gitu. Mulai mengerti bahkan banyak yang
membutuhkan kita gitu. Ya intinya di
kelurahan gitu kan pak, dia malah minta
tolong kita apa gitu, dia memerlukan kita
gitu. Yang dicari kita, yang dicari pol
ppnya. Sekarang-sekarang ini yang di
kelurahan atau di mana di kecamatan itu
yang dicari kita pol pp nya. Ada di macet,
macet gitu kan bukan polisi tuh disuruh
pak, “ini pol ppnya mana?” gitu kan. Jadi
secara tidak langsung masyarakat masih
membutuhkan kita, kan gitu?”
“Itu yang macet doank pak, terus ada
pengamen di lampu merah banyak, gitu
kan, “kok pol pp gak ada nih?”, “nertibin
pengamen.”. Jadi secara gak sadar dia
masih membutuhkan kita gitu, ya kan. Jadi
untuk bangga kita, oh jadi saya masih
dibutuhkan di masyarakat ini. Itu buat
kebanggaan juga pak.”
baik terus menerus terhadap diri subjek sebagai Satpol PP. Dalam beberapa
72
hendak melakukan apa yang menjadi tugasnya dalam membantu kelancaran
fasilitas umum.
organisasi kepada dirinya juga dapat tergambar dari komitmen subjek terhadap
tersebut adalah hal yang biasa terjadi, karena pelanggaran yang ia lakukan hanya
sebatas pelanggaran administratif biasa. Selain itu komitmen bisa dilihat dari lama
subjek bekerja sebagai Satpol PP, yaitu 10 tahun sejak menjadi PTT.
Ekspektansi peran yang diberikan kepada subjek oleh pemberi peran dapat
terlihat melalui ambiguitas yang terjadi antara subjek dengan pemberi peran.
Dalam hal ini pemberi peran dibagi menjadi dua yaitu peraturan dan pimpinan.
yang berlaku dan subjek juga tidak mengalami masalah dalam menjalankan
74
“Kalau tidak setuju itu kan tidak mungkin,
“saya gak setuju!”, gak mungkin begitu kan
pak?”
“Kalau saya sih nggak pak, perintah
pimpinan begitu pertama saya kerjakan dulu
gitu kan. Kalau ada slack atau apa di
lapangan kita panggil pimpinan yang
nyuruh kita donk. Ya kan? Karena kita
diperintahkan, kita cari yang
memerintahkan kalau ada apa-apa, ada
masalah di lapangan. Yang penting intinya
kita bekerja dulu, kita laksanakan perintah-
perintah dulu.”
role enactment dengan role expectations pada diri subjek dan bagaimana kedua
75
Dari segi role enactment, subjek memiliki kelekatan yang dalam terhadap
perannya, hal ini dapat dilihat dari bagaimana ia menyatakan bahwa ia siap mati
dan bangga jika mati ketika bertugas. Subjek BO memang memiliki tingkat
organismik yang tinggi dalam menjalankan perannya, selain itu ia juga memiliki
lebih banyak peran dibanding dua subjek lainnya. Peran-perannya yang lain dapat
meningkatkan kinerja subjek, dan hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana
masyarakat tentang peraturan yang ada. Seperti subjek sebelumnya, subjek juga
mengalokasikan waktunya lebih banyak ke dalam peran sebagai Satpol PP, karena
pada diri subjek. Konflik peran pada diri subjek terjadi ketika ia harus memilih
antara melakukan ekspektansi peran dari organisasi dan pimpinan atau bertingkah
laku dan bereaksi terhadap ekspektansi dari masyarakat yang ia tertibkan. Harus
kekerasan yang dilakukan diakui subjek tidak diperkenankan. Dari kedua hal itu
dapat digambarkan bahwa subjek mengalami konflik baik intrarole dan interrole.
Ketika terjadi konflik intrarole pada diri subjek, subjek memilih untuk tetap
menaati peraturan dari organisasi dan pimpinan. Menurut subjek, peraturan dari
organisasi dan perintah dari komandan adalah yang terpenting dalam menjalankan
Sedangkan konflik yang kedua yaitu konflik interrole terjadi ketika subjek
harus menertibkan masyarakat yang notabene adalah masyarakat kecil yang sama
dimana ia berasal pula. Walaupun ada, tetapi peneliti melihat bahwa konflik ini
enactment dengan expectations pada diri subjek. Subjek mengerti bahwa ada dasar
lain. Jika ia tidak melakukan hal tersebut, maka pekerjaan yang diberikan tidak
selesai, dan pada akhirnya ia harus menerima resiko sanksi berupa hukuman dari
subjek tidak lagi mendapatkan imbalan atau gaji yang digunakan untuk
dirinya dan keluarganya di masa depan. Hal ini yang dikatakan Allport sebagai
77
manusia dewasa. Namun di sisi lain memungkinkan adanya fungsi yang kurang
berjalan baik, karena subjek masih dipengaruhi oleh masa lalunya yang kurang
baik.
Peneliti melihat bahwa belum terjadi imunitas emosi pada diri subjek. Subjek
IV.B.3. Subjek AR
Number of Roles
Barat, suami, dan ayah dari tiga anak. Peran subjek sebagai Satpol PP diceritakan
kedisiplinan, keterampilan, dan jiwa sosial yang ia dapatkan dari pelatihan sebagai
mereka, dan ia menyatakan bahwa hal itu juga ia tularkan kepada keluarganya.
78
“Tidak ada, fokus kepada ini aja.”
“...walaupun hanya pendidikan sebulan itu
memang membentuk karakter kita untuk,
ya disiplin, kerapian, jiwa sosial kita,
kekeluargaan, akhirnya kebawa juga ke
keluarga.”
“He eh, katakanlah seperti bangun pagi.
Saya sampai sekarang ini, setengah lima
itu dah bangun, otomatis, sudah
dibiasakan ini. Mengatur anak juga mau
gak mau kita, kita iniin, kita tularkan gitu.”
“Hal yang positif, positif. Kemudian juga
setelah saya bertugas di lapangan dengan
keluarga-keluarga yang katakanlah
kurang mampu, yang... ya saya ceritakan
juga ke anak saya, ke istri saya, bahwa di
lapangan itu seperti ini lho, keluarga
ternyata begini, begini. Banyak yang gak
makan, banyak yang tidur di atas kayu, di
atas got, gak punya tempat tinggal. Ya kita
bersyukur, kita masih bisa tinggal di
pemerintah begini, ya kita syukuri, yang
walaupun hanya menghemat tapi ada
harapan gitulah dari gaji pemerintah gitu.
Saya sangat bersyukur untuk itu, karena
saya dari kalangan yang paling, paling...
itu masih ada yang gak, ya gak punya
tempat tidur, yang gak makan berapa hari,
yaa paling bawah lah, masyarakat kelas
bawah. Jadi saya sangat bersyukur gitu
loh, dan itu saya kasih tau ke keluarga,
79
makanya kita harus syukuri bahwa kita
seperti ini gitu loh.”
Organismic Involvement
pleton dapat digambarkan memiliki keterlibatan yang tinggi, terutama secara fisik.
Hal tersebut dapat dilihat dari apa yang dikatakan oleh subjek mengenai jam kerja
80
Subjek juga menceritakan bahwa tugas yang ia lakukan tidak terpaku pada
jam-jam kantor saja, ia harus siap 24 jam untuk piket malam yang tentunya
memerlukan keterlibatan fisik yang cukup besar. Selain itu subjek juga
pengalaman menarik pada saat tugasnya, dan pengalaman menarik tersebut juga
memerlukan keterlibatan fisik yang tinggi. Dari pengalaman tersebut subjek juga
81
terkepung di dalam, ya udah pengalaman
seperti itu.Begitu kita di kendaraan
meninggalkan suatu tempat, kita diserang
pake hujan batu. Seperti kayak di Tambora
itu jalanan kecil, di pasar itu, kita masuk
diserbu massa bbuaahh... sering
mengalami seperti itu.”
“Kita tenang, yang penting posisi kita
jangan membalik. Kita mundur
menghadap mereka dengan tenang, agar
jangan kena kepala, jadi bisa menangkis.
Ya misalnya minimal ada satu pleton
katakanlah 30 orang ya membantu juga,
gitu.”
dilihat dari bagaimana ia menghargai perannya. Hal tersebut dapat tergambar dari
cerita subjek mengenai suka dan duka yang ia alami selama berperan sebagai
Satpol PP. Subjek menyatakan bahwa selama ia berperan sebagai Satpol PP, ia
bagaimana subjek dapat menjiwai peran yang ia jalankan sebagai Satpol PP.
Tigkat keterlibatan organismik yang tinggi juga dapat dilihat dari bagaimana
82
subjek telah melakukan peran sebagai Satpol PP selama lebih dari 10 tahun.
Preemptiveness of Role
harus melihat seberapa banyak waktu yang ia habiskan dalam berperan sebagai
menghabiskan waktu 10 tahun untuk membangun karirnya, dan jumlah peran pada
subjek hanyalah sebatas suami dan ayah. Dengan kata lain subjek berfokus pada
perannya sebagai Satpol PP. Imbalan yang subjek terima selama bekerja sebagai
83
“...Itu juga menurut saya juga sudah
haaa.. lumayan lah. Untuk katakanlah
makan tahu tempe, itu juga udah... udah
tercukupi lah di Pemda, Pemda DKI ini
yah. Karena kesejahteraan...
kesejahteraan kita juga yah lumayanlah “
lebih tinggi lagi. Subjek menyatakan bahwa dengan berperan sebagai Satpol PP ia
84
Yang peneliti paparkan di atas adalah hasil-hasil materiil yang diperoleh subjek
dalam menjalani perannya sebagai Satpol PP. Hasil-hasil non materiil ternyata
Dari segi preemptiveness of role, dapat dilihat bahwa memang subjek akan
mendatangkan hasil, terutama berupa imbalan materi yang dapat digunakan untuk
menghidupi keluarganya. Oleh karena itu dari ketiga aspek yang telah dijabarkan
85
IV.B.3.b. Role Expectations
Segi role expectations pada diri subjek dapat dilihat dari beberapa segi. Segi
Satpol PP. Dalam hal ini subjek yang juga berpangkat sebagai PPNS atau
Penyidik Pegawai Negeri Sipil, memiliki pengetahuan yang cukup luas mengenai
perannya sebagai Satpol PP. Hal ini ditunjukan oleh subjek dalam kutipan
diberikan oleh masyarakat. Dalam hal ini, subjek melihat bahwa masyarakat
terdiri dari dua kubu yaitu pro dan kontra. Pihak yang pro adalah masyarakat yang
tidak terlibat dalam penggusuran atau penertiban yang dilakukan, dan sebaliknya
pihak kontra adalah masyarakat yang menjadi korban Satpol PP selama ini. Ia
86
menambahkan walaupun banyak masyarakat yang menginginkan terjadinya
pembubaran Satpol PP, namun lebih banyak dari mereka yang mendukung Satpol
87
Komitmen antara subjek dengan organisasi juga dapat menggambarkan
besarnya role expectations pada subjek. Untuk melihat seberapa besar komitmen
Komitmen subjek juga tergambar dari seberapa banyak waktu yang ia berikan
dalam satu hari untuk menjalankan perannya sebagai Satpol PP, dan hal tersebut
Dalam role expectations terdapat dua aspek ambiguitas. Peneliti menggali hal
dilihat cukup tinggi, karena subjek dapat mengesampingkan segala hal pribadi dan
Komitmen subjek terhadap peraturan juga tercermin jelas dari segala perintah
yang telah ia jalankan selama lebih dari 10 tahun. Subjek menjalankan segala
perintah dan peraturan yang dibuat oleh organisasi karena organisasi memberikan
imbalan bagi subjek baik berupa materiil dan non-materiil. Jika subjek tidak
mengikuti perintah, maka organisasi yang mengatur segala tugas dan obligasi
Aspek ambiguitas yang kedua adalah ada atau tidaknya kesepakatan subjek
dengan pimpinannya. Dalam hal ini tidak ada ketidaksepakatan antara subjek
pada tahun 2005 lalu. Subjek menyatakan bahwa dirinya tidak menyetujui tentang
89
penggunaan senjata api di Satpol PP, dan tidak membenarkan penggunaan
Dari deskripsi peneliti tentang role enactment pada subjek dan role
expectations pada diri subjek, maka dapat digambarkan hubungan dari kedua
unsur tersebut. Hubungan tersebut akan membentuk gambaran role atau peran
secara nyata. Subjek sebagai komandan pleton memiliki kelekatan yang tinggi
diberikan oleh peran mendukung hal tersebut. Dari segi role expectations, subjek
yang telah menjalankan peran sebagai Satpol PP sadar betul akan posisinya
90
sebagai komandan pleton, dan tugas-tugas serta obligasi yang ia jalankan di dalam
Satpol PP. Selain itu subjek juga sadar bagaimana masyarakat sebagai bagian dari
institusi lainnya memandang Satpol PP dalam dua pandangan yaitu pro dan kontra
Dari sisi role expectations subjek dapat menjelaskan tugasnya dengan baik, dan
dapat menjalankan tugas dan obligasi yang diberikan dengan baik, tetapi ada
beberapa hal yang tidak subjek setujui. Penggunaan kekerasan dan senjata api
menurut subjek tidak sesuai dengan apa yang menjadi tugasnya sebagai Satpol PP.
diberikan atasan. Disini dapat digambarkan adanya konflik interrole pada diri
menertibkan masyarakat, namun di sisi lain ada hal-hal yang ia tidak setujui dalam
pelaksanaanya. Namun pada akhirnya ia tetap melakukan perintah tersebut, hal ini
Konflik intrarole juga terjadi pada diri subjek. Subjek mengakui bahwa ada
masyarakat yang kontra dengan keberadaannya sebagai Satpol PP. Hal itu berarti
bahwa ada perbedaan ekspektansi peran dari dua institusi sosial. Ada perbedaan
Peneliti juga dapat melihat adanya konflik yang terjadi antara enactment
dengan expectations pada diri subjek. Subjek yang membantah bahwa Satpol PP
91
hukum yang mengatur Satpol PP dilarang untuk melakukan kekerasan. Subjek
Peneliti melihat subjek juga terlihat lebih tenang dibanding kedua subjek
sebelumnya. Hal ini mungkin disebabkan karena subjek terlalu biasa mendapat
perlakuan yang sama di masyarakat, sehingga ia tidak lagi merasa bahwa hal itu
adalah hal yang aneh. Dikatakan bahwa benturan dan bentrokan memang sudah
merupakan bagian dari perannya sebagai Satpol PP, karena itu subjek tidak lagi
merasa kaget dengan hal tersebut. Jadi peneliti melihat bahwa subjek tidak lagi
subjek mengalami gejala imunitas akan perspektif negatif terhadap dirinya sebagai
Satpol PP.
Peneliti juga melihat bahwa subjek sudah dapat dikatakan sebagai manusia
dewasa. Subjek memiliki motivasi yang tertuju ke masa depan dan tingkah laku
membiayai hidup dirinya dan keluarganya. Namun melihat bahwa adanya tindak
92
BAB V
V.A. KESIMPULAN
Mereka terlibat penuh dalam setiap kegiatan yang ada di dalam perannya.
3. Para subjek mengerti betul tentang tugas dan tanggung jawab mereka
diberikan oleh organisasi Satpol PP. Hal itu menimbulkan konflik antara
masyarakat.
Satpol PP adalah negatif. Jadi ada perbedaan antara tingkah laku Satpol PP
hal dianggap bukan hal yang negatif. Jika ada kekerasan yang dilakukan
maka hal itu berdasar pada pembelaan diri. Disini dapat disimpulkan
bahwa ada konflik peran pada diri masing-masing subjek, dimana subjek
subjek.
diberikan oleh organisasi Satpol PP. Imbalan yang diterima berupa gaji
tindakan berdasar atas motivasi yang ada saat ini. Motivasi yang ada saat
ini seperti bekerja untuk menghidupi atau menjalani panggilan adalah hal
94
V.B. DISKUSI
Dalam usaha menggambarkan konflik peran yang terjadi pada diri masing-
datang dari masalah teknis, dimana proses wawancara berlangsung sangat ketat.
Proses wawancara yang dilakukan di sebuah ruang rapat, diawasi oleh kepala
seksi Satpol PP Jakarta Barat. Dalam proses wawancara para subjek juga terkesan
Ada tiga konflik peran yang terjadi pada masing-masing subjek. Konflik yang
pertama adalah konflik intrarole yang sangat jelas terjadi. Yang kedua adalah
subjek. Konflik yang ketiga adalah konflik antara melaksanakan tugas yang
diberikan dengan cara apapun juga dengan resiko melanggar hukum atau
ekspektansi dari organisasi. Tetapi ketiga konflik yang terjadi tidak serta merta
mempengaruhi kinerja subjek dalam menjalankan peran sebagai Satpol PP. Peran
sebagai Satpol PP dan segala tindakan kekerasan yang mungkin dilakukan akan
terus dilakukan dan hal itu membuktikan bahwa subjek tidak lagi menghiraukan
saja memberikan sanksi berupa cemooh atau tindakan langsung fisik,, namun hal
itu tidak membuat subjek yang berperan sebagai Satpol PP mundur. Hal ini dapat
95
membuat subjek menggantungkan harapan satu-satunya dari pekerjaan atau peran
juga patut diwaspadai. Menghadapi berbagai konflik peran yang terjadi pada
seluruh Satpol PP menjadi terbiasa akan adanya tekanan dari pihak masyarakat.
Jika pihak Satpol PP terus dihadapkan dengan masyarakat, maka bisa jadi anggota
Satpol PP tidak lagi memiliki ketakutan atau perasaan empati terhadap masyarakat.
Tidak adanya lagi perasaan takut atau empati akan membuat anggota Satpol PP
Dalam penelitian ini, peneliti tidak melihat adanya korban ataupun pelaku.
Dalam studi literatur baik dari media cetak maupun elektronik, memang
masyarakat yang ditertibkan oleh Satpol PP adalah korban, namun dengan hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti dapat dilihat bahwa Satpol PP adalah
pelaku pasif dan melakukan penertiban atas dasar ketaatan. Bagi peneliti, Satpol
PP juga merupakan korban, yang dimana mereka harus tetap mengerjakan apa
yang menjadi tugas dan obligasi mereka di bawah dua tekanan yaitu organisasi
dan masyarakat.
Selain itu perekrutan Satpol PP juga menjadi salah satu faktor yang penting
untuk dicermati ke depannya. Perekrutan yang dilakukan oleh dinas Satpol PP,
96
terkesan tidak sistematis. Subjek-subjek yang diwawancara peneliti pun tidak
masuk ke dalam jajaran Satpol PP melalui tes, tapi melalui perekrutan seadanya
dan menjadi PTT. Salah satu subjek bahkan menyatakan bahwa beberapa dari
mereka masuk melalui Kamra tanpa proses seleksi terlebih dahulu. Peneliti
mengetahui pada akhirnya memang ada beberapa tes psikologis yang dilakukan
untuk menyeleksi, namun tidak mengetahui jenis tes seperti apa yang dilakukan
untuk menyeleksi para calon Satpol PP. Selain itu peneliti mendapatkan informasi
dari pihak ketiga bahwa tingkat pendidikan dari para anggota Satpol PP juga
sangat beragam dan cenderung rendah dan beberapa dari mereka adalah mantan
narapidana.
yang menewaskan 3 orang anggota Satpol PP, melukai 80 anggota Satpol PP, 11
anggota polri, dan 65 orang warga setempat. Kerugian yang ditaksir mencapai 3
kekerasan dalam insiden ini begitu keras dan mengakibatkan pencopotan Kepala
V.C. SARAN
97
V.C.1. Saran Teoritis
Dalam teori peran tidak banyak yang diungkapkan mengenai konflik psikologis
yang terjadi pada pemegang peran jika ekspektansi peran yang diberikan harus
bahwa perlu adanya sebuah teori yang dikembangkan untuk melihat efek atau
dampak psikologis yang terjadi apabila ekspektansi dari sebuah peran berbenturan
dengan pandangan dari parental authority. Dengan kata lain sudut pandang
psikologis yang kurang dalam teori peran hendaknya perlu dikaji lebih dalam lagi.
psikologi klinis dalam aspek kekerasan dan dampak yang dilakukan oleh petugas
Satpol PP. Selain itu analisa kesehatan mental juga perlu dilakukan, mengingat
tekanan dari konflik peran dapat berdampak pada kesehatan mental individu yang
Peneliti melihat bahwa dibutuhkan sebuah seleksi yang lebih terfokus dalam
dikembangkan sebuah alat tes untuk mencari subjek-subjek yang lebih tepat lagi
dalam topik penelitian ini. Subjek-subjek yang memiliki tingkat stress tinggi
98
Selain itu peneliti juga melihat adanya kebutuhan untuk mengadakan observasi
secara berkala kepada masing-masing subjek dalam penelitian ini. Hal itu perlu
dilakukan untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang tugas dan fakta kondisi
Untuk peneliti yang akan melakukan kajian lebih dalam penelitian ini, sangat
diharapkan untuk melakukan wawancara dengan para subjek secara privat, dan
tidak diawasi. Hal tersebut dapat dinegosiasikan dengan pemimpin seksi Satpol
PP. Pencocokan jadwal juga sebaiknya dilakukan dengan cermat, agar subjek
yang bekerja sebagai Satpol PP tidak merasa terburu-buru dalam setiap sesi
mengikutsertakan ahli ilmu sosial atau psikologi sosial klinis, untuk mengawasi
99
Teori BT BO AR
Role Description
a) Data lengkap subjek Oh ya baik. Nama saya, nama Nama saya BO. Umur 32 tahun, Ya, nama saya AR, umur 37 tahun.
lengkap saya BT, umur 26 tahun, sudah berkeluarga anak satu. Eee, jabatan saya disini komandan
kelahiran Jakarta 1983. Iya, dari jaman PTT dulu, jaman- pleton.
Mengawali karir saya di Satpol jaman sampai sekarang. Sekarang He eh, kemudian saya sudah
Pp tahun 2004 itu sebagai PTT. diangkat jadi pegawai negeri udah berkeluarga, anak tiga.
Sudah berkeluarga 10 tahun. Kalau saya sih memang sudah
Eee, kalau satpol pp... PTT nya lama. Saya dari abis lulus SMA,
yah, PTT nya kemarin udah 4 saya magang dulu dari tahun 92,
tahun. Terus baru bulan maret.. baru lulus SMA, sampai tahun eee
mei.. saya diangkat jadi PNS seribu, eh 98.
Ya, sudah PNS, dan juga sudah
mengikuti pendidikan Prispong
Praja. Sudah mengikuti pendidikan
PPNS. PPNS itu penyidik pegawai
negeri sipil. Kita semua pegawai
PNS menjadi PPNS. Menjadi
pegawai khusus untuk penyidik.
b) Pengalaman-pengalaman Suka : Suka : Suka :
selama berperan menjadi Sukanya kita disini ibaratnya Ya, sukanya satpol pp banyak Ya, sukanya sih setelah kita
satpol pp membentuk disiplin, temen sekarang geluti, kita nikmati, ya semua
kebersamaan, ya gitu. Iya, begitu kan, banyak teman tugas itu ya mulia juga. Yang
dan juga saya belajar menjadi penting dilaksanakan dengan
orang. keikhlasan kita. Kita isi
Ya, dari orang yang dengan aturan yang ada. Ya
sembarangan kan, yang gak tau menurut saya dimana saja kita
peristiwa atau yang lain, duduk- ditempatkan akhirnya kalau
duduk di rumah. Kan nanti bisa kita jiwai ya happy-happy
dibawa ke situ, motor keluarga. saja.
1
Saya lagi belajar ke situ.
3
urusannya jangan pake timbul keberanian gitu kan. pengalaman seperti itu.Begitu
kekerasan, kita nasehatin ee Soalnya kita kan punya payung kita di kendaraan
orang apa masyarakatnya itu kita hukum jadi kita mulai berani. meninggalkan suatu tempat,
nasehatin tenang dulu, kita kasih Saya disana ya... bukan ngajak kita diserang pake hujan batu.
tau bahwa disini lahan dilarang, berkelahi atau apa, satu lawan Seperti kayak di Tambora itu
ini milik pemerintah dan umum satu sih disana kan. Kalau kita jalanan kecil, di pasar itu, kita
gitu. Jadi tidak boleh misalnya gak bela diri bagaimana?! Kan masuk diserbu massa
jualan, bu tidak boleh jualan kita sendiri yang kena kan. bbuaahh... sering mengalami
disini. Jadi tenangin dulu mereka Nah itu mulai ada keberanian seperti itu.
gitu. Kita kasih peringatan, disitu. Dulu saya takut untuk Iyah, ya memang kenyataanya.
sekarang ibu kita hanya kasih berantem pak. Dari sejak Ya memang waktu pertama
peringatan. Ibu silahkan sekolah, sekolah di Jakarta kali memang shock banget
dipinggirin, jangan jualan disini. kan, berantem saya takut, gak perasaannya. Wah bagaimana
Nanti kalau ada suatu saat saya berani gitu kan. Tapi kejadian pekerjaan seperti ini, tapi ya
kesini, ibu masih disini, saya itu mulai ada gitu kan, setelah lama ini ya, gpp.
kasih peringatan kedua. Gak keberanian dikit-dikit untuk Ya, karena kita udah ada
secara tertulis kalau yang di menghadapi orang gitu. Yang berhubungan dengan hal
trotoar itu, yang sedikit, yang penting saya bener gitu kan. seperti itu, dan juga kita aliran
sedikit, yang bisa diangkat itu. Kalau saya salah pasti saya penyidikan. Kita tenang, yang
Tapi ketiga kalinya ya otomatis takut. Kalau bener saya berani penting posisi kita jangan
udah pasti kita angkat, angkat untuk menghadapi orang. membalik. Kita mundur
kita bawa ke gudang kita data, Kronologisnya kan kita eee... menghadap mereka dengan
nanti baru dikasih surat untuk merapikan, merapikan tenang, agar jangan kena
pernyataan dari pimpinan gitu. tanah yang punya pemerintah kepala, jadi bisa menangkis.
gitu kan. Bukan punya pribadi, Ya misalnya minimal ada satu
jadi kita kan kerja menurut pleton katakanlah 30 orang ya
peraturan kan. Ada surat membantu juga, gitu. Ya
tugasnya ada macemnya kan. memang kalau berbenturan itu
Ada payung hukum bekerja sudah pasti ada.
untuk mengosongkan lahan Tidak selalu setiap saat.
tersebut, tapi dari pihak orang- Kadang-kadang lihat
4
orang disitu gak mau juga kan. kondisinya juga, karena ya
Masa kita nyerah aja? Kita kan masyarakat itu juga ada
ada payung hukumnya disitu beberapa kelas. Ada yang
gitu kan. Jadi kita kerja gak berpendidikan, ada yang
sembarangan kerja, kita ada kurang pendidikannya, ada
payung hukum. yang berlatar belakang budaya
keras, ada yang latar belakang
kedaerahan, karena dia orang
betawi katakanlah betawi
merasa kampungnya,
katakanlah madura, ya dia
adatnya lebih keras lagi, apa
pake samurai. Ada organisasi-
organisasi masyarakat atau
preman yang mengamankan
itu suatu kelas dan mereka
diakui disitu, ya kita harus
berhadapan dengan mereka.
Ada yang memang karena
lapar, mungkin karena gak
dapet penghidupan untuk
sehari-hari, ya lalu ia nekat.
Secara pribadi gitu.
c) Deskripsi tugas-tugas dan Ya awalnya dari peraturan kita ya Tugas saya menurut Perda dan Yak, khusus di operasional
tanggung jawab selama menegakkannya. Ee saya sih kalau perintah dari komandan, gitu kan? sebagaimana aturan yang
menjadi satpol pp ditugasin di satpol pp saya bangga, Yang penting, kalau mau Perda itu kan mengatakan bahwa polisi pamong
saya suka gitu, karena sesuai Peraturan Daerah. Siapa yang praja adalah penegak peraturan
dengan jiwa saya gitu. Kalau ada melanggar pasti ditindak gitu kan? daerah dan menegakkan surat
pengemis apa, seperti menertibkan Cuman gak sampe langsung ditindak keputusan Gubernur di lapangan.
pengamen. Pengamen kan kita gak gitu kan? Harus ada pembicaraan Ya, yang berhubungan dengan itu
langsung tertibin. Kalau kata orang dengan orang yang bersangkutan ya yang menyangkut ketertiban
5
itu kan halal cari rejekinya, boleh tersebut. Gak juga semua tempat umum.
lah halal, cuman kita kan ada dilanggar ya, baik di trotoar atau apa Yaah, ini kan PPNS, penyidik
peraturan. Selain itu kita juga itu yang kena itu. Di publik itu masuk pegawai negeri sipil.
aspirasi dari masyrakat ada juga Perda. Itu yang kerja bukan tempat
“Pak tolong dong yang di bis ini sembarangan
tertibkan pengamen, karena sering
memaksa.” Itu yang kita ambil, jadi
seperti itu, gak langsung ambil-
ambil aja gitu
Role Enactment
a) Number of roles Peran dibagi menjadi 3 yaitu Gak pak, jadi tugas kerja kantor ya Tidak ada, fokus kepada ini aja.
suami dari satu istri, ayah dari kantor, di rumah ya rumah gitu kan. Ah, karena sejak kita masuk
seorang anak, dan anggota satpol Cuman untuk belajar kedisipilnan disini memang pendidikan kita
pp. kita terapin kepada keluarga disitu. juga ada apa namanya, ada
Oh kalau saya sih kebanyakan. Ya dulu kita kan diberi pendidikan, pendidikan khusus kita, melatih
Gak karena saya kebanyakan terdidiknya misalnya bangun ketrampilan kita, melatih
sibuk di kantor, jadwalnya malem dan kita kerja sendiri disana kedisiplinan kita, karena kita
kadang banyak gitu, kebanyakan kan. Itu kita terapin di rumah, seperti pol pp ini kan sebulan
di rumah aja, ngabisin waktu buat bangun pagi. Kita belajar untuk masuk kayak katakanlah ada
keluarga. Soalnya waktu buat membantu keluarga kayak kayak lembaga seperti polisi, ada
keluarga juga dikit. membantu istri atau apa kan. Kita yang masuk ke ringdam. Itu
Oh tidak, kalau di rumah ya gak belajar mandiri dulu disana, jadi membentuk kita, walaupun hanya
seperti di kantor. Di rumah ya jangan terpaku pada istri semuanya pendidikan sebulan itu memang
seperti biasa. Di kantor aja kita kita serahkan tugas-tugas di rumah. membentuk karakter kita untuk,
bawaannya tegas, kalau di rumah Kalau kita bisa bantu ya kita bantu ya disiplin, kerapian, jiwa sosial
ya seperti biasa aja. kerjakan gitu kan. kita, kekeluargaan, akhirnya
Terbatas. (Waktu untuk keluarga) kebawa juga ke keluarga.
He eh, katakanlah seperti bangun
pagi. Saya sampai sekarang ini,
setengah lima itu dah bangun,
6
otomatis, sudah dibiasakan ini.
Mengatur anak juga mau gak mau
kita, kita iniin, kita tularkan gitu.
Hal yang positif, positif.
Kemudian juga setelah saya
bertugas di lapangan dengan
keluarga-keluarga yang
katakanlah kurang mampu,
yang... ya saya ceritakan juga ke
anak saya, ke istri saya, bahwa di
lapangan itu seperti ini lho,
keluarga ternyata begini, begini.
Banyak yang gak makan, banyak
yang tidur di atas kayu, di atas
got, gak punya tempat tinggal. Ya
kita bersyukur, kita masih bisa
tinggal di pemerintah begini, ya
kita syukuri, yang walaupun
hanya menghemat tapi ada
harapan gitulah dari gaji
pemerintah gitu. Saya sangat
bersyukur untuk itu, karena saya
dari kalangan yang paling,
paling... itu masih ada yang gak,
ya gak punya tempat tidur, yang
gak makan berapa hari, yaa
paling bawah lah, masyarakat
kelas bawah. Jadi saya sangat
bersyukur gitu loh, dan itu saya
kasih tau ke keluarga, makanya
kita harus syukuri bahwa kita
7
seperti ini gitu loh.
b) Organismic Involvement
i. Seberapa banyak Pagi kita apel kan, mengecek Ya, kita tiap pasukan ada apel pagi Yah, karena kita itu seperti
kegiatan yang subjek kekuatan, kekuatan nih seberapa pak. komando lah kita itu, pagi itu
lakukan dalam 1 hari kekuatan. Nanti kan ada kegiatan, Ya, kita sebelum tugas ada apel begitu sampai disini apel dulu,
kita kan kegiatan kalau misalnya pagi, untuk mengetahui kekuatan. siapkan anggota, apa tugas-tugas
tidak ada pembongkaran, kita Nah setelah itu baru kita keluar. kita hari ini kita bagi. Penertiban
rutin patroli di perbatasan Kekuatan pasukan yang ada itu loh, apa, tugas kemana, kan ada pleton-
kalideres sana, lari terus nyampe mengecek kekuatan ya kan. Kita pletonnya. Kemudian sore kita
slipi. Di situ kita mengantisipasi bekerja tuh kira-kira ada kekuatan kembali, kita apel lagi, cek pasukan
pedagang kaki lima, PMKS. berapa orang? Kita kan di lapangan lagi.
Yang sering kita ambil PMKS kan gak tau pak, nanti kalo ada Ya ganti-gantian kita. Itu dah rutin
dan pengamen. Terus setiap hari kejadian apa-apa kehilangan satu itu tiap hari.
selalu dapat. itu kita kan gak tahu. Karna Ikut juga, kan ada beberapa,
Oh, boleh di cek kalau saya pak. awalanya belom di cek ya bisa aja kadang-kadang kegiatan yang
Sejak masuk boleh di cek dari tau-tau ada yang ketinggalan satu harus. Wilayah sana, wilayah sana,
sini. Tidak pernah terlambat, kan gitu. Ya kan? Dari awal kita yang pasti di Jakarta Barat. Ya kita
karena saya sebagai provost ya. cek dulu berapa orang, baru kita dampingi mereka di lapangan.
Saya setengah tujuh udah datang, keluar. Baru melaksanakan yang Kadang-kadang jam kantor
pulang juga bisa terakhir. Setiap perda tadi kan. Yaa PMKS, atau pegawai Pemda itu kan setengah 4,
libur ada kegiatan, ada saya. spanduk-spanduk liar yang jam 4.
Cuman kalau di luar anggota, mengotori, kaki lima. Kalau kita tuh ya belum tentu, liat
kalau misalnya ada yang Ya kita sekeliling Jakarta Barat kondisi aja, masih ada dibutuhkan
terlambat itu diberi sanksi. saja, mulai dari sini walikota kan, di lapangan? Ya bisa sampai jam 8,
Kalau jadwal tetapnya dari jam 7 terus sekeliling Jakarta Barat aja bisa sampai jam 7, kadang-kadang
sampai jam 4. Ditinggal itu yang pak. juga kita piket sampai pagi.
piket. Kita ada piket juga 24 jam. Ya, setiap hari pak, pagi, siang. Yah, untuk meneriman dan eee...
Jam 7 sampai jam 7. Pagi jam 8 sampai jam 12, siang melakukan eee... membantu di
Jam kerjanya kita kan gak tentu jam 1 sampai jam 4. lapangan juga, katakanlah seperti
tapi kalau eeh suatu saat eee... seperti... eee... pohon
8
dibutuhkan malam, kita hadir tumbang, atau musim hujan gitu,
malam. Kalau kita dibutuhkan tawuran warga, kebakaran, kita
jam 6 pagi udah berangkat ke ikut membantu itu.
monas seperti sekarang demo, 24 jam. Kebakaran, tawuran,
kesana. kadang-kadang juga tawuran
Makanya kita selalu on time, ini sekolah, tawuran warga, pohon
apa, handphone. Handphone saya tumbang, tiba-tiba ada... Ya
sendiri. macam-macam pengaduan lah.
ii. Pengalaman yang Pengalaman dengan kekerasan : Itu, waktu operasi becak saya. Ya, itu seperti penertiban becak,
sekiranya Oke, seperti saya kejadian di Untuk operasi becak di jelambar. ya kita berbenturan dengan
mengindikasikan Mangga Besar tahun 2005. Jelambar ya di situ (sambil massa. Kita dilempar, kita
seberapa jauh Penggusuran di belakang tuh, di menunjuk ke arah kanan) dikepung begitu kita masuk ke
keterlibatan subjek Mangga Besar. Kita kan Kita dijebak oleh pengemudi becak gang, gang udah dibakar pake
atas perannya berhadapan pake tameng. “Pak itu, satu mobil. ban, kita terkepung di dalam, ya
tolong ini tanah mau kita Masuk ke dalem di dalem udah ada udah pengalaman seperti
eksekusi, tanah ini eee bukan kerumunan massa dan tukang becak itu.Begitu kita di kendaraan
milik anda.” “Jadi mohon itu, dengan membawa segala meninggalkan suatu tempat, kita
ditinggalkan.” ”Kita udah macam senjata tajam, senjata kayu, diserang pake hujan batu. Seperti
ngelayangin surat beberapa kali, bata, batu semacam itu, ngelempar kayak di Tambora itu jalanan
tapi bapak tidak mengindahkan ke mobil kita. Kita cuman enam kecil, di pasar itu, kita masuk
peringatan itu.”. Nah kita orang. Tapi dengan niat gitu kan diserbu massa bbuaahh... sering
bergabung dengan TNI, Polri, kita, kerja bener, berusahalah kita mengalami seperti itu.
selalu koordinasi dengan mereka kabur dari situ. Bukannya kita gak
kan. Oke udah seperti itu. Kita mau ngelawan, kita kabur. Jaga diri
udah tenang kan, tenang. Dari seperti yang tadi saya bilang kan.
belakang, dari masyarakat batu Itu ada pisau segala macem, ni
dilempar. Akhirnya kita maju balok kayu, golok di depan mata
pelan-pelan, maju pelan-pelan, kita. 1 mobil terus turun-turun,
udah kita dobrak keluar. Seperti mundur-mundur ke belakang terus
itu, sering, banyak yang terluka.
9
Kepalanya terbelah, sekarang tuh kita jalan, itu kejadiannya. Jadi kita
yang cacat di kebon jeruk, saya kan kerja bener. Ya alhamdulillah
ni kakinya retak (sambil kan Tuhan masih melindungi kita
menunjuk dan memperlihatkan kan. Itu karena itu jebakan. Itu kalo
tempurung lutut) kena batako. kita kabur kita lepasin dia, apa kata
Banyak juga yang... dia kan. Kita mau kabur mereka
nguber terus karena ngambil barang
itu becak dia. Kan di Jakarta ini
becak gak boleh kan?
Nah itu, tapi karena di dalam ada
massa yang sudah menunggu!
Menunggu kita, ya itu kejadiannya.
Jadi kayaknya saya udah ikhlas aja
lah, meninggal, meninggal saya
disitu, saya bilang begitu, ya kan.
Tapi meninggal karena tugas
bangga saya, karena tugas ya saya
bangga, karena sudah tugas. Bukan
saya gak mau meninggal, pas
meninggal itu kan, kalau meninggal
dalam tugas saya bangga, itu aja.
Kebanggaan.
c) Preemptiveness of role Jam kerjanya kita kan gak tentu Ya kalo untuk hasil kerja Yah, setelah saya jiwai, setelah
tapi kalau eeh suatu saat alhamdullilah saya punya rumah, saya apa namanya, lakukan
dibutuhkan malam, kita hadir punya kendaraan. Itu hasil kerja sekian tahun ini, ya menurut saya
malam. Kalau kita dibutuhkan saya itu pak, dan punya istri tadi, ya ya menyenangkan juga buat saya.
jam 6 pagi udah berangkat ke karena kerja. Ya kalo saya gak kerja Ya, karena semua tugas itu kalau
monas seperti sekarang demo, gak mungkin saya punya istri pak. kita laksanakan dengan itu ya
kesana. Ya puas saya pak, kalau manusia tugas yang mulia juga.
Kalau jadwal tetapnya dari jam 7 kan gak ada puasnya. Saya ingin Sebagaimana juga kalau itu
10
sampai jam 4. Ditinggal itu yang lebih ini gitu kan. Pingin lebih dari katakanlah tidak ada yang
piket. Kita ada piket juga 24 jam. ini. Ya ada kebanggaan tersendiri, mengurusi masalah ketertiban ini
Jam 7 sampai jam 7. walaupun banyak yang nyemooh, dalam tempo sebulan Jakarta
Makanya kita selalu on time, ini tapi keluarga ya bangga gitu kan. sudah seperti apa bentuknya? Ini
apa, handphone. Handphone saya Saya bisa membanggakan keluarga. tuh terjadi paska eee... kerusuhan
sendiri. kemarin itu, paska reformasi itu.
Ya Alhamdulilah kalau itu ya Dalam 1 bulan semua lampur
kita kan di Jakarta ibaratnya merah penuh kaki lima, penuh
sekarang susah cari pekerjaan wuah semerawut dah tempat-
apalagi ribuan kalau mau ngantri tempat sarana Pemda, prasarana
misalnya kalau saya keluar nih, Pemda di tempat yang tidak ber,
ribuan yang masuk. Itu ini ber... tidak ditempati itu... Jadi
bermanfaat banget, kita bisa ya mulia juga tugas kita. Di satu
menghidupi buat keluarga kita, sisi ya orang lain juga bisa
walaupun saya masih ngontrak menikmati bagaimana lalu lintas
nih, saya masih ngontrak nih pak bisa lancar, trotoar juga bisa
berapa tahun. Belum punya berfungsi, taman juga bisa
rumah. Iya, masih ngontrak berfungsi sebagaimana taman
rumah, bisa buat bayar gitu. Jadi menurut saya ini hal...
kontrakan, Alhamdullilah hal yang baik. Bagus.
sekarang juga udah kredit lunas Ya kalau emangnya, apa
motor gitu. namanya... kurang sih semua juga
Kalau dihitung-hitung, kalau mengatakan kurang, tapi kalau
kayak dulu kan PTT tuh pas, pas bisa dicukupkan ya dicukupkan.
banget (dengan suara mengecil), Itu juga menurut saya juga sudah
jadi kita atur-aturlah gitu. Pas haaa.. lumayan lah. Untuk
banget, tapi setelah jadi pegawai katakanlah makan tahu tempe, itu
kan bertambah, ada tunjangan juga udah... udah tercukupi lah di
lain. Itu sekarang Alhamdullilah Pemda, Pemda DKI ini yah.
cukup. Cuman kan masih banyak Karena kesejahteraan...
kesejahteraan kita juga yah
11
yang PTT gitu. lumayanlah
Ya, betul. He eh, kualitas kerja He eh, puas-puas saja. Karena
lebih. Kerapihan, disiplin, jadi kita terjun ke lapangan itu, kita
semangat ya. mengenal banyak orang. Banyak
orang di lapangan, kita mengenal
wilayah, kita mengenal
bermacam-macam karakter orang
di lapangan, yak menurut saya
asik juga.
Lebih menyenangkan kalau buat
saya. Karena memang sejak saya
di sini saya di lapangan. Mulai
dari tukang las, mulai dari tukang
bongkar, mulai dari tukang
panggul, terus saya mengalami
seperti itu, memang kalau disuruh
staff memang kurang
menyenangkan. Hahaha...
Yah saya juga itu apa namanya...
saya kan masuk ke sini dari SMA,
nah setelah eee... tahun berapa
saya masuk, akhirnya saya juga
akhirnya ikut kuliah gitu. Saya
juga kuliah dan sudah selesai.
Sudah kuliah dan sudah selesai.
Yah, ya lumayanlah. Itu juga
kemarin juga dah ikut tes karena
SMA itu kan golongan 2, setelah
kita lulus, kita ikut ujian, baru
bisa disesuaikan. Ujian dulu,
12
kadangkala dari UI kemarin.
Udah lulus, akhirannya saya
sudah menyesuaikan pangkat
kerja saya. Jadi seperti abang ini
saya pernah. Hahaha...
Role Expectations
a) Ekspektansi peran pada
satpol pp
i. Ekspektansi Peran Ya awalnya dari peraturan kita ya Tugas saya menurut Perda dan Yak, khusus di operasional
menurut dirinya menegakkannya. Ee saya sih kalau perintah dari komandan, gitu kan? sebagaimana aturan yang
sendiri ditugasin di satpol pp saya bangga, Yang penting, kalau mau Perda itu kan mengatakan bahwa polisi pamong
saya suka gitu, karena sesuai Peraturan Daerah. Siapa yang praja adalah penegak peraturan
dengan jiwa saya gitu. Kalau ada melanggar pasti ditindak gitu kan? daerah dan menegakkan surat
pengemis apa, seperti menertibkan Cuman gak sampe langsung ditindak keputusan Gubernur di lapangan.
pengamen. Pengamen kan kita gak gitu kan? Harus ada pembicaraan Ya, yang berhubungan dengan itu
langsung tertibin. Kalau kata orang dengan orang yang bersangkutan ya yang menyangkut ketertiban
itu kan halal cari rejekinya, boleh tersebut. Gak juga semua tempat umum.
lah halal, cuman kita kan ada dilanggar ya, baik di trotoar atau apa Ya, sudah PNS, dan juga sudah
peraturan. Selain itu kita juga itu yang kena itu. Di publik itu masuk mengikuti pendidikan Prispong
aspirasi dari masyrakat ada juga Perda. Itu yang kerja bukan tempat Praja. Sudah mengikuti pendidikan
“Pak tolong dong yang di bis ini sembarangan PPNS. PPNS itu penyidik pegawai
tertibkan pengamen, karena sering negeri sipil. Kita semua pegawai
memaksa.” Itu yang kita ambil, jadi PNS menjadi PPNS. Menjadi
seperti itu, gak langsung ambil- pegawai khusus untuk penyidik.
ambil aja gitu
ii. Ekspektansi peran Iya memang hehe kadang sih, Dari pertama kali saya masuk ke Yaa, masyarakat itu terdiri dari
dari masyarakat kebanyakan sih kalau orang pol pp gitu pak, tahun 2000 itu pro-kontra, artinya kalau
menurut dirinya belum tahu tugas kita sebener- memang jadi masalah, masyarakat masyarakat lingkungan
sendiri benernya mungkin menilainya Jakarta belum ngerti gitu pak. Tapi masyarakat yang kita tertibkan itu
13
negatif kali ya. Karena yang mulai sekarang-sekarang mulai mendukung, katakanlah
disorot kita kalau di media alhamdullilah sudah ngerti, paham pengendara sudah melanggar,
kekerasan saja, seperti gitu. Mulai mengerti bahkan warga sekitar situ pasti
penggusuran, pemukulan. banyak yang membutuhkan kita mendukung. Ya yang gak
Ya berharap sih, sebenernya gitu. Ya intinya di kelurahan gitu mendukung itu ya mereka yang
pekerjaan kita tuh gak hina. Gak, kan pak, dia malah minta tolong kita tertibkan itu. Jadi kendala itu
gak identik dengan kekerasan, kita apa gitu, dia memerlukan kita pasti dua. Yang ditertibkan itu
karena kita itu e... m... membuat gitu. Yang dicari kita, yang dicari keberatan, tapi warga yang sekitar
apa, kesmrawutan Jakarta itu jadi pol ppnya. Sekarang-sekarang ini situ pasti mendukung.
tertib, bagus. Seperti PMKS di yang di kelurahan atau di mana di Iya, ada dua... makanya yang
jalanan, tidur di jalanan, itu kan kecamatan itu yang dicari kita pol berkoar-koar bubarkan satpol pp
gak bagus pak. Kita bawa ke pp nya. Ada di macet, macet gitu ya mereka itu yang jadi korban
panti sosial, nah nanti di panti kan bukan polisi tuh disuruh pak, itu. He eh yang merasa ketakutan
sosial dibina, dikasih makan apa “ini pol ppnya mana?” gitu kan. itu. Kalau pada masyarakat umum
gitu kan. Seperti kayak Jadi secara tidak langsung sih pasti mendukung lah. Cuma
pengamen-pengamen apa e... masyarakat masih membutuhkan ya karena suara itu langsung itu
pengamen banyak itu, ibaratnya kita, kan gitu? ya diliat banyak orang. Kalau
itu ada gembongnya seperti itu. Itu yang macet doank pak, terus ada secara umum di... di... apa, bisa di
Mereka setoran. Pengamen kayak pengamen di lampu merah banyak, data, ini pasti itu mendukung.
di Grogol banyak. Ibunya duduk gitu kan, “kok pol pp gak ada nih?”, He eh, cuman kan tindakan-
aja, anaknya masih kecil-kecil itu “nertibin pengamen.”. Jadi secara tindakan itu langsung diekspos
kita ambil kita ambil dia nangis gak sadar dia masih membutuhkan media massa karena itu ya
gitu. Ibarat sekarang kan e... kita gitu, ya kan. Jadi untuk bangga pengaruhnya sangat besar.
kalau PMKS gitu kan bukan kita, oh jadi saya masih dibutuhkan
sekedar mencari makan pak, di masyarakat ini. Itu buat
profesi itu. Penghasilannya besar kebanggaan juga pak
pak, mereka bisa seratus ribu
sehari, kalah gaji kita (tertawa
kecil).
b) Komitmen antara subjek Oh, boleh di cek kalau saya pak. Pasti ada pak, manusia pasti ada Wah, tidak terlalu sering yah. Kalau
14
dengan organisasi Sejak masuk boleh di cek dari sini. terlambat, atau sakit. Ijin atau gak bolos itu gak pernah, kecuali yang
Tidak pernah terlambat, karena saya masuk itu wajar. Pernah saya sangat-sangat, apa... kepentingan
sebagai provost ya. Saya setengah melakukan itu. Tindakan yang yang sangat ini di keluarga, baru
tujuh udah datang, pulang juga bisa diberikan ya sama, besok waktu masuk kita... Sepanjang tidak ada
terakhir. Setiap libur ada kegiatan, ditegor, atau ya biasa ya disuruh push kepentingan yang perlu yak...
ada saya. Cuman kalau di luar up atau squat jump. Wajar kalo gitu Makanya kita dipilih di lapangan
anggota, kalau misalnya ada yang kan? Kalo tanpa ijin, tanpa penjelasan
terlambat itu diberi sanksi. kan push up, latian gitu.
c) Ketidakcocokan antara
pemegang peran dengan
pemberi peran
i. Ketidakcocokan Ooh, kalau peraturan sih, itu Kalau tidak setuju itu kan tidak Ya kita harus menyesuaikan diri.
dengan peraturan peraturan kan udah diolah. Yang mungkin, “saya gak setuju!”, gak Artinya ya kalau udah perintah itu,
membuat kan juga bukan kita ya, mungkin begitu kan pak? ya sudah dengan pertimbangan-
yang buat kan orang atas situ, kayak pertimbangan. Ya memang kadang-
DPR itu udah dikaji-kaji sama kadang gak sesuai dengan nurani
mereka. Ya kita kan e... seperti kita, harus kita kesampingkan.
kayak kita ada workshop atau apa Karena ini peraturan orgnisasi, ya
kita datangi itu, oo iya bagus ini kita, apa.. aturan organisasi, ya itu
peraturannya dibikin seperti itu. yang kita lakukan, kita ikuti. Kalau
Cuman yang ibaratnya dari hati kita kita pribadi kan menyesuaikan.
aja, menggusur mereka, ada
perasaan kita gitu. Kita sebagai
orang miskin juga kasihan ke dia.
Kadang juga gak tega juga gitu.
Cuman kan ibaratnya ini lho
peraturan, kita harus tegakkan,
kalau tidak apa jadinya nanti?
ii. Ketidakcocokan Oh gak, kalau kita mah selama Kita jalanin perintah dia, kita Yaa.. sebagaimanapaun kalau itu
dengan pimpinan diperintah pimpinan itu sejalur, jalanin aja walaupun dalam hati perintah, ya kita harus ikutin
komando. Ya memang diperintahkan,
15
yang porsinya porsi pekerjaan kayaknya gak sepadan gitu. Tetep ya itu kita laksanakan. Walaupun kita
kita. jalanin, tetep jalan, karena anak kadang-kadang kurang puas ya kita
Kalau bertindak sih sudah, buah dan pasukan begitu. Pimpinan kasih masukin, masalahnya seperti
cuman ibaratnya kalau mereka yang perintah ya kita jalan, tetep itu. Tetapi komando ya tetap kita
kan diperintahkan disini untuk jalan. Gak mungkin pimpinan laksanakan.
e... ibaratnya membikin bagus menjerumuskan kita. Gak ada pak,
lah, bagus ini Jakarta Barat. Yang gak ada pimpinan menjerumuskan
tertinggi sana tuh provinsi, kan kita. Cuman kita diuji bisa respek
mereka kan inginnya semua dan punya pemikiran dewasa, nah
selesai. Kayak pekerjaan disitu kita diuji. Jadi kita diuji
misalnya penggusuran, kayak supaya bisa respek dan punya
pembersihan selokan gitu selesai. pemikiran dewasa dalam tugas.
Ya kan pinginnya bagus, cuman Kalau saya sih nggak pak, perintah
kadang masyarakat lah yang pimpinan begitu pertama saya
menimbulkan lagi. Jadi ntar nanti kerjakan dulu gitu kan. Kalau ada
pimpinan negor, itu kok belum slack atau apa di lapangan kita
beres-beres. Padahal kita sudah panggil pimpinan yang nyuruh kita
kerjakan gitu. donk. Ya kan? Karena kita
diperintahkan, kita cari yang
memerintahkan kalau ada apa-apa,
ada masalah di lapangan. Yang
penting intinya kita bekerja dulu,
kita laksanakan perintah-perintah
dulu.
16