Anda di halaman 1dari 100

PROSES PENEMUAN MAKNA HIDUP ORANG TUA

TUNGGAL WANITA AKIBAT PERCERAIAN

Skripsi
Guna Memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :
Eunice Febrina
2003 – 70 – 103

Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Jakarta
April 2010
Proses Penemuan Makna Hidup Orang Tua Tunggal Wanita

Akibat Perceraian

Oleh
Eunice Febrina
2003 – 70 – 103

Dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta
pada tanggal 25 Mei 2010

Menyetujui,
Pembimbing Skripsi

_____________________________________
Wieka Dyah Partasari S.Psi. M.Si

Dekan Fakultas Psikologi


Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

___________________________________
Dr. phil Juliana Murniati, M.Si

Fakultas Psikologi
Universitas Katoli Indonesia Atma Jaya
Mei 2010
ABSTRAK

Eunice ; 2003 – 70 -103

Proses Penemuan Makna Hidup Orang Tua Tunggal Wanita Akibat Perceraian

ix + 75 halaman; 1 tabel; 3 gambar

Bibliografi 26 (1975 - 2008)

Sepuluh tahun terakhir dijumpai semakin banyak orang tua tunggal akibat
perceraian beserta masalah-masalah yang dihadapinya paska perceraian. Orang tua
tunggal wanita yang masih mempunyai anak di bawah usia dewasa (18 tahun) dan
layak secara hukum berhak untuk mengasuh anak-anaknya. Dari permasalahan
yang mereka hadapi paska perceraian, para orang tua tunggal wanita ini berniat
untuk menata ulang kehidupannya. Oleh sebab itu, tujuan penelitian ini untuk
mengetahui tahapan yang dijalani orang tua tunggal wanita dalam menemukan
makna hidupnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam sebagai metode
pengumpulan data. Penelitian dilaksanakan pada dua orang tua tunggal wanita yang
bercerai dan mempunyai anak di bawah usia 18 tahun. Tujuan hidup subjek yang
pertama ialah memiliki kehidupan yang lebih baik untuk dirinya dan anak-anaknya.
Tujuan hidup subjek yang kedua ialah mencukupi kebutuhan hidup anak-anaknya
dengan kualitas yang lebih baik dan menemukan penyebab kekosongan hatinya dan
cara mengatasi kekosongan tersebut. Tahapan orang tua tunggal wanita dalam
menemukan makna hidupnya akan dikaji melalui teori Frankl.
Hasil analisis menunjukkan bahwa subjek pertama dapat mencapai tahapan
akhir dari proses penemuan makna hidup melalui bekerja, fokus kepada anak dan
karier, menjalin hubungan baik dengan lingkungan dan mempunyai hobi. Subjek
kedua baru mencapai tahap kedua yakni tahap penemuan makna dan tujuan hidup
karena belum bekerja lagi, fokus hanya kepada anak, menarik diri dari lingkungan
dan tidak mempunyai hobi. Kesimpulan yang dapat diambil ialah subjek pertama
sudah mencapai tahap akhir yakni kebahagiaan dan subjek kedua baru mencapai
tahap kedua yakni tahap penemuan makna dan tujuan hidup.
Saran metodologis untuk penelitian selanjutnya adalah menggali lebih
dalam faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses penemuan makna hidup.
Saran untuk para orang tua tunggal wanita ialah agar menikmati pekerjaan dan
hobinya di samping menjalin relasi dengan lingkungan serta mengikuti support
group untuk mereka dan anak-anak mereka. Saran untuk konselor atau terapis ialah
i
agar mereka membantu orang tua tunggal untuk menikmati pekerjaan dan hobinya
di samping menjalin relasi mereka dengan lingkungan dan membentuk support
group.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan karena telah menyertai peneliti dalam pembuatan
skripsi ini sampai selesai. Untuk selanjutnya, peneliti mau mengucapkan terima
kasih pada lembaga dan orang-orang di bawah ini :

1. Terima kasih kepada Pembimbing Skripsi dan Pembimbing


Akademik; Ibu Wieka Dyah Partasari S.Psi. M.Si yang telah
bersabar membimbing peneliti dalam proses pembuatan skripsi
sampai selesai.

2. Terima kasih kepada Perpustakaan Pusat Universitas Katolik


Indonesia Atma Jaya yang telah memfasilitasi peneliti dengan buku-
buku serta website yang berguna bagi penelitian ini.

3. Terima kasih kepada kedua partisipan, Rasti dan Darsi (nama


samaran) yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini. Dengan bantuan mereka, penelitian dapat berjalan dengan
lancar.

4. Terima kasih kepada orang tua yang memberikan materi dan


semangat kepada peneliti agar penelitian ini cepat selesai.

5. Terima kasih kepada kekasih peneliti yang telah memberikan


semangat kepada peneliti agar penelitian ini cepat selesai.

6. Terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam


pembuatan penelitian ini dan teman-teman yang pernah
mengerjakan tugas kelompok bersama dengan peneliti yang tidak
bisa peneliti sebutkan satu persatu.

iii
Demikian rasa terima kasih peneliti, semoga Tuhan memberkati
segala usaha yang telah dilakukan oleh peneliti selama ini.

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

Abstrak i
Kata Pengantar iii
Daftar Isi v
Daftar Tabel vii
Daftar Gambar viii
Daftar Lampiran ix

BAB I PENDAHULUAN 1
I.A. Latar Belakang Masalah 1
I.B. Rumusan Masalah 13
I.C. Tujuan Penelitian 13
I.D. Manfaat Penelitian 13
I.D.1. Manfaat Teoritis 13
I.D.2. Manfaat Praktis 13
I.E. Sistematika Penulisan 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15
II.A. Perceraian 15
II.A.1. Definisi 15
II.A.2. Penyebab Perceraian 15
II.A.3. Dampak perceraian pada wanita 18
II.B. Orang Tua Tunggal 20
II.B.1. Orang Tua Tunggal Wanita 20
II.B.2. Masalah Orang Tua Tunggal Wanita 20
II.C. Makna Hidup 22
II.C.1. Pengertian Makna Hidup 22
II.C.2. Makna Hidup berdasarkan teori Frankl 23
II.C.3. Proses Pencarian Makna Hidup 26
II.C.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses penemuan
Makna Hidup 31
II.D. Cara menemukan Makna Hidup 33
II.E. Proses Penemuan Makna Hidup pada Orang Tua Tunggal
Wanita 34
BAB III METODE PENELITIAN 38
III.A. Jenis Penelitian 38
III.B. Metode Pengumpulan Data 39

v
III.C. Subjek Penelitian 39
III.C.1. Karakteristik Subjek 39
III.C.2. Metode Pengambilan Sampel 40
III.C.3. Jumlah Subjek 41
III.D. Alat Penelitian 41
III.E. Prosedur Penelitian 42
III.E.1. Persiapan Penelitian 42
III.E.2. Pelaksanaan Penelitian 43
III.E.3. Proses Analisis Data 43
III.F. Kredibiliatas Penelitian Kualitatif 44
BAB IV HASIL DAN ANALISIS BANDING 45
IV.A. Hasil Penelitian 45
IV.A.1. Subjek Pertama 45
IV.A.2. Subjek Kedua 58
IV.B. Analisis Banding 66
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 69
V.A. Kesimpulan 69
V.B. Diskusi 69
V.C. Saran 71
V.C.1. Saran Penelitian 71
V.C.2. Saran Praktis 71
V.C.2.1. Saran untuk Orang Tua Tunggal Wanita 71
V.C.2.2. Saran untuk Konselor/ Terapis 72
Daftar Pustaka 73
Lampiran

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Analisis Banding 61

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Konsep Teori Frankl untuk pencari dan penemu makna


hidup 25

Gambar 2 Tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan


Hidup tak bermakna menjadi bermakna 27

Gambar 3 Skema proses penemuan makna hidup orang tua tunggal


Wanita 35

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Pertanyaan Wawancara

Lampiran 2 Laporan Hasil Try Out

Lampiran 3 Informed Consent

ix
BAB I

PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang Masalah

Data Biro Pusat Statistik (dalam Susenas, 2004) mengungkapkan

jumlah perceraian di Indonesia tahun 2000 mencapai 1.073.231, yakni 2,26%

dari jumlah penduduk Indonesia. Empat tahun kemudian, jumlah perceraian

tersebut meningkat jumlahnya menjadi 1.161.660, yakni meningkat sebesar

0,13%.

Dengan terjadinya perceraian, banyak keluarga yang tidak utuh

karena sudah tinggal terpisah. Kondisi tersebut menyebabkan banyak keluarga

dikepalai oleh orang tua tunggal. Ortigas (1991) mengemukakan bahwa

karakteristik utama orang tua tunggal ialah orang tua yang mengasuh anak

sendirian tanpa kerjasama dengan pasangan dalam waktu yang lama entah pria

ataupun wanita. Biro Pusat Statistik(1990) mengemukakan bahwa ada 902.715

wanita di perkotaan yang mendapatkan hak asuh anak setelah bercerai dengan

suaminya. Selain itu, orang tua tunggal wanita yang mendapatkan hak asuh

anak tersebut ialah wanita yang menurut pengadilan negara layak untuk

mengasuh anaknya karena dianggap dapat memenuhi kebutuhan anak dan

berkelakuan baik sebagai orang tua di mata hukum. Karakteristik orang tua

tunggal wanita ialah wanita yang memiliki hak asuh anak. Mereka tinggal

bersama anak-anaknya serta masih membiayai anak-anaknya untuk melanjutkan

pendidikannya (Wiludjeng, 2003).

1
Menurut Ortigas(1991), wanita yang menjadi orang tua tunggal khawatir

akan tanggung jawab finansial mereka baik untuk anak dan keperluan rumah

tangga yang lainnya. Ortigas juga mengemukakan bahwa wanita lebih cepat

lelah secara fisik dibandingkan pria yang menjadi orang tua tunggal. Ortigas

lebih lanjut mengemukakan bahwa orang tua tunggal wanita mengalami

perasaan kehilangan, besarnya tuntutan akan anaknya yang harus dibesarkan

tanpa suami, merasa lebih kesulitan dalam hal finansial karena mengalami

perubahan yang tadinya didukung oleh suami sebelum mereka bercerai, mereka

menjadi pejuang tunggal dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga yang baru.

Mereka juga mendapat tekanan sosial karena perubahan status dari menikah

menjadi berstatus janda. Para orang tua tunggal wanita ini, merasa lebih

tertekan dengan pandangan masyarakat yang menganggap keluarga utuh adalah

hal baik dan bercerai adalah hal buruk (Kissman, 1993).

Beberapa penelitian mengenai orang tua tunggal wanita telah dilakukan

di Jakarta. Penelitian Anita (2004) mulai membahas stres, coping, dan

adjustment orang tua tunggal wanita sedangkan Nurhandini (2006) membahas

stres orang tua tunggal wanita secara lebih mendalam. Pada penelitian Anita,

stres orang tua tunggal wanita meliputi masalah ekonomi, praktis, psikologis,

emosional, sosial, kesepian, pengasuhan anak, masalah seksual, dan perubahan

konsep diri. Anita mengemukakan coping yang digunakan orang tua tunggal

wanita terdiri dari dua bagian yakni ‘problem focused coping’ meliputi

confrontative, planful problem solving, serta seeking sosial support dan

‘emotion focused coping’ meliputi self control, distancing, positif reappraisal,

2
accept responsibility, serta escape / avoidance. Menurutnya, adjustment yang

dapat dicapai orang tua tunggal wanita ialah punya hidup bermakna dan tujuan

hidup, mengalami satu atau lebih transisi penting dalam usia dewasa dan telah

menghadapinya dengan cara personal dan kreatif, jarang merasa dikecewakan

kehidupan, mencapai beberapa tujuan penting, puas dengan pertumbuhan dan

perkembangan pribadi, dan memiliki banyak teman. Penelitian lanjutan

dilakukan oleh Nurhandini, stres orang tua tunggal wanita disebabkan oleh

perasaan kesepian karena berpisah dari orang yang pernah dicintainya, tanggung

jawab berubah dari yang hanya melakukan pekerjaan domestik menjadi

melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga, munculnya perasaan tak menentu

dan merasa identitas tidak utuh dari status menikah menjadi berstatus janda,

merasa tidak terpenuhi kebutuhan seksualnya, dan konsep dirinya berubah dari

pandangan positif terhadap dirinya menjadi berpandangan negatif terhadap

dirinya.

Beberapa tahun sebelumnya Wiludjeng (1999) mengemukakan bahwa

orang tua tunggal wanita akan mengalami tiga permasalahan utama yakni

masalah emosi, masalah beban fisik, dan masalah ekonomi. Emosi yang muncul

pada orang tua tunggal wanita ialah perasaan bersalah, benci, marah, malu, dan

cemas akan masa depan. Mereka juga mengalami masalah beban fisik saat

mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai seorang ibu sekaligus sebagai

seorang ayah. Mereka harus menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran yang lebih

banyak dibandingkan harus menjalankan satu peran saja. Masalah ekonomi

3
akan dirasakan bila pendapatannya setelah menjadi orang tua tunggal tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan anak.

Heins dan Seiden (1987) mengemukakan bahwa orang tua tunggal

wanita ini menjadi lebih penting bagi anak dan perkembangannya, karena orang

tua tunggal ini tidak mempunyai pasangan untuk saling menopang. Selain

berperan sebagai ayah dan ibu, menjadi orang tua tunggal wanita harus

memenuhi kebutuhan akan kasih sayang dan juga keuangan, serta

mengendalikan kemarahan atau stres yang dialami oleh anaknya maupun

dirinya sendiri. Orang tua yang demikian mengalami masalah karena terkucil

secara sosial dari kelompok orang tua yang masih lengkap (berpasangan).

Perbedaan antara orang tua tunggal wanita karena kematian pasangan

dan orang tua tunggal wanita karena bercerai dengan pasangan terletak pada

emosi dan pandangan orang lain terhadap status barunya. Dalam hal emosi,

orang tua tunggal wanita karena kematian pasangan tidak dapat melawan

kehendak Tuhan dan mau tidak mau akhirnya harus berpasrah juga kepadaNya.

Hal ini berbeda dengan yang dialami orang tua tunggal wanita karena

perceraian. Ketika bercerai, orang tua tunggal wanita masih mengalami rasa

sakit hati akibat berpisah dengan pasangan hidupnya dan terjadi pergulatan

batin karena mereka berpikir mengapa perceraian harus terjadi pada mereka.

Dalam pandangan orang terhadap status barunya, orang tua tunggal wanita

karena kematian pasangan akan mendapat belas kasihan dari orang lain

walaupun statusnya janda. Namun, tidak demikian yang terjadi pada orang tua

tunggal wanita karena bercerai dengan pasangan. Orang lain akan menganggap

4
mereka berstatus janda karena kehidupan rumah tangga mereka buruk dan tidak

bisa dipertahankan (Kissman, 1993).

Ortigas (1991) mengemukakan ada enam tahapan yang dilalui orang tua

tunggal wanita untuk menerima situasi pasca perceraian, yakni shock and

denial, anger and depression, grieving and mouning, acceptance and

understanding, recovery and growth, dan outreach stage. Pada tahapan shock

and denial, orang tua tunggal wanita masih mengalami rasa tidak percaya

bahwa dirinya telah bercerai dan mereka pun bertanya kepada diri mereka

sendiri kenapa perceraian itu harus terjadi pada dirinya. Pada tahapan anger and

depression, orang tua tunggal wanita mengalami rasa marah, kesal, dan depresi

karena mereka belum bisa menerima keadaannya di situasi yang baru. Pada

tahapan grieving and mouning, mereka berduka karena merasa kesepian, dan

takut tidak bisa menghadapi situasi yang baru. Pada tahapan acceptance and

understanding, orang tua tunggal wanita mencoba menerima keadaannya di

situasi yang baru dan mencoba untuk berpandangan lebih positif terhadap

keadaannya. Pada tahapan recovery and growth, orang tua tunggal wanita mulai

meneruskan kehidupannya di situasi yang baru dan belajar untuk menikmati

hidup di situasi barunya. Pada tahapan terakhir ini, orang tua tunggal wanita

akan mengalami suatu pencapaian di dalam situasi yang baru.

Ketika melalui tahapan yang disebutkan Ortigas (1991) dan dalam

menghadapi permasalahan di situasi yang baru, orang tua tunggal wanita dapat

merasa bingung terhadap tujuan hidupnya, merasa hidup tak berarti, hampa,

gersang dan merasa bosan di situasi yang baru dan apatis. Hal ini karena

5
masalah dan tahapan yang dilalui orang tua tunggal wanita dalam menghadapi

perceraian dapat mengakibatkan stres bagi mereka, menekan, dan

menganggapnya sebagai peristiwa tragis. Yang dimaksud dengan peristiwa

tragis tersebut ialah peristiwa saat orang tidak menyangka bahwa situasi yang

tidak dibayangkan oleh mereka sebelumnya ternyata menimpa mereka. Dalam

hal perceraian, para wanita tersebut tidak menyangka bahwa pada akhirnya ia

harus berpisah dengan suaminya. Peristiwa perceraian tersebut membawa

mereka pada kondisi hidup tak bermakna.

Penelitian yang sudah ada membahas seputar permasalahan yang

dialami orang tua tunggal wanita, bagaimana dampak, dan cara mengatasinya.

Peneliti belum menemukan penelitian yang membahas makna hidup orang tua

tunggal wanita akibat perceraian. Oleh sebab itu, penelitian ini akan

memfokuskan pada orang tua tunggal wanita dalam menemukan makna

hidupnya setelah perceraian mereka.

Frankl (dalam Bastaman 1996) menyebutkan bahwa kondisi hidup tak

bermakna ialah kondisi pada saat manusia seakan-akan tidak mengetahui lagi

apa yang benar-benar mereka inginkan dan apa yang seharusnya mereka

lakukan. Allport (dalam Bastaman 1996) mengemukakan bahwa manusia dalam

kondisi seperti ini kurang sadar bahwa kehidupan itu sendiri secara potensial

mengandung dan menawarkan makna untuk dipenuhi. Ada faktor lain yang

turut membuka peluang meluasnya frustasi dan perasaan hampa bagi orang tua

tunggal wanita seperti perasaan rendah diri, perasaan bahwa mereka hanya

6
dibentuk oleh lingkungan dan bawaan, serta menganggap bahwa yang paling

ideal ialah hidup seimbang tanpa ketegangan.

Untuk dapat menemukan makna hidup pada kondisi hidup tak

bermakna, manusia dapat melakukan pendalaman Tri-nilai yakni pendalaman

nilai-nilai kreatif, pendalaman nilai-nilai penghayatan, dan pendalaman nilai-

nilai bersikap seperti yang dikemukakan oleh Bastaman (1996). Nilai kreatif

ialah nilai yang memberikan sesuatu yang berharga dan berguna pada

kehidupan. Kegiatan berkarya yang paling nyata ialah bekerja. Makna dari

kegiatan berkarya terletak pada sikap dan cara kerja serta hasilnya, dalam arti

dedikasi dan cinta kerja serta kesungguhan dalam mengerjakannya akan

menghasilkan karya-karya dengan kualitas terbaik sekaligus memberikan

makna. Pendalaman nilai ini membantu orang untuk lebih mencintai dan

menekuni pekerjaan yang dihadapi atau sekurang-kurangnya melakukannya

dengan penuh kesungguhan. Nilai penghayatan yaitu nilai saat mengambil

sesuatu yang bermakna dari lingkungan luar dan mendalaminya. Mendalami

nilai-nilai penghayatan berarti mencoba memahami, meyakini, dan menghayati

berbagai nilai dalam kehidupan seperti keindahan, kebenaran, kebaikan,

keimanan, kebijakan, dan cinta kasih. Misalnya dengan menghayati cinta kasih

dapat menimbulkan rasa bahagia, kepuasan, ketentraman, dan perasaan diri

bermakna. Pendalaman nilai yang terakhir, yakni pendalaman nilai bersikap

memberi kesempatan pada seseorang untuk mengambil sikap yang tepat

terhadap kondisi dan peristiwa-peristiwa tragis yang telah terjadi dan tidak

dapat dihindari lagi. Dalam hal ini yang dapat diubah adalah sikap bukan

7
peristiwa tragisnya. Dengan mengambil sikap yang tepat, maka beban

pengamalan-pengalaman tragis itu dapat memberikan pelajaran berharga dan

menimbulkan makna tertentu.

Kratochvil (dalam Bastaman, 1996) mengemukakan bahwa ada dua

kelompok orang yang menemukan makna hidup yakni sekelompok orang yang

menemukan makna hidup dengan sistem piramidal dan sekelompok orang yang

menemukan makna hidup dengan sistem paralel. Sekelompok orang yang

menemukan makna hidup dengan sistem piramidal ialah mereka yang semata-

mata mengorientasikan diri pada nilai tunggal yang dianggapnya tertinggi,

sedangkan nilai-nilai lainnya ditempatkan pada peringkat yang lebih rendah

atau bahkan diabaikan. Contohnya salah satu orang tua tunggal wanita

membaktikan seluruh hidupnya demi satu nilai tertinggi yakni anak-anak

mereka. Ketika anak-anaknya tersebut sudah hidup mandiri dan memisahkan

diri dari mereka, mereka merasa dirinya tak bermakna.

Lukas (1979) mengemukakan bahwa sekelompok orang yang

menemukan makna hidup dengan sistem paralel ialah mereka yang memiliki

beberapa nilai yang bobotnya sama kuat dan sama-sama bermakna dalam hidup

mereka. Contohnya salah satu orang tua tunggal wanita yang mencintai

pekerjaan dan keluarganya, mempunyai teman-teman dan lingkungan pergaulan

yang menyenangkan dan tidak melupakan hobinya serta mendapatkan rasa

keimanan dalam agama yang diyakininya. Dalam ilustrasi ini dapat dirasakan

bahwa nilai-nilai yang dijalankan wanita tersebut bobotnya sama kuat dan

8
sejalan serta pada waktu yang bersamaan mengorientasikannya untuk

memenuhi makna hidupnya.

Lukas juga mengemukakan bahwa bila kedua sistem di atas

dibandingkan, dapat diketahui akibat yang akan terjadi apabila salah satu nilai

mereka tidak terpenuhi. Akibat yang terjadi pada mereka yang menemukan

makna hidup dengan sistem piramidal ialah keputusasaan sebab nilai tertinggi

mereka tak terpenuhi sedangkan pada mereka yang menemukan makna hidup

dengan sistem paralel ialah tetap menjalankan hidupnya yang bermakna sebab

mereka masih mempunyai nilai lain yang sama kuat dengan satu nilai yang tak

dapat mereka penuhi tersebut.

Frankl (dalam Bastaman, 1996) juga mengemukakan urutan proses

perubahan hidup dari kondisi hidup tanpa makna menjadi kondisi hidup

bermakna sebagai berikut : pengalaman tragis, penghayatan tak bermakna,

pemahaman diri, penemuan makna dan tujuan hidup, pengubahan sikap,

keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup, hidup bermakna,

kebahagiaan.

Beliau mengatakan bahwa ketika sudah menemukan makna hidup, orang

tua tunggal wanita akan memiliki nilai-nilai dan tujuan hidup yang jelas serta

menghayati hidupnya yang bermakna bahkan bersedia mengungkapkan

pengalaman dan pandangan-pandangan hidupnya. Mereka akan terus

melakukan kebaikan dan menyebarkan kegembiraan, menyadari sepenuhnya

bahwa ia memiliki nilai dan tujuan hidup yang benar-benar dihayatinya

bermakna dan membahagiakan.

9
Orang tua tunggal yang berhasil membina anak-anak dan rumah

tangganya baik pria ataupun wanita, baik karena kematian pasangan ataupun

karena perceraian umumnya mempunyai ciri sebagai berikut : menerima

tantangan-tantangan yang ada selaku orang tua tunggal dan berusaha melakukan

dengan sebaik-baiknya, pengasuhan anak merupakan prioritas utama, disiplin

diterapkan secara konsisten dan demokratis, orang tua tunggal tidak kaku dan

juga tidak longgar, menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan

pengungkapan perasaan, mengakui kebutuhan untuk melindungi anak-anaknya,

membangun dan memelihara tradisi dan ritual dalam keluarga; misalnya

merayakan ulang tahun bersama dengan doa, percaya diri selaku orang tua

tunggal dan independen, berwawasan luas dan beretika positif, serta mampu

menglola waktu dan kegiatan keluarga (dalam “Keluarga Single”, 2006)

Ciri-ciri yang dimiliki orang tua tunggal yang berhasil ini tampaknya

sejalan dengan ciri orang yang sudah menemukan makna hidup seperti yang

dikemukakan oleh Bastaman (1996) yakni orang yang mampu menentukan

tujuan-tujuan pribadi dan menemukan makna hidup sebagai sesuatu yang sangat

berharga dan tinggi nilainya. Mereka yang menghayati hidup bermakna ialah

orang-orang yang sadar bahwa ada hikmah di balik penderitaannya, orang-orang

yang benar-benar menghayati bahwa hidup dan kehidupan mereka bermakna.

Dampak hidup bermakna ialah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan,

dapat mengerjakan rutinitas dengan semangat dan bertanggung jawab, lebih

menghargai hidup dan kehidupan, punya tujuan hidup yang jelas, dan bahagia.

10
Untuk keluar dari penderitaan dan penghayatan hidup tak bermakna,

para orang tua tunggal wanita harus berjuang untuk diri mereka sendiri terutama

dalam menemukan kebahagian. Perjuangan ini ada yang membuahkan

keberhasilan dan ada yang berbuah kegagalan. Contoh keberhasilan ialah

mereka yang memiliki nilai-nilai dan tujuan hidup yang jelas serta menghayati

hidupnya yang bermakna bahkan bersedia mengungkapkan pengalaman dan

pandangan-pandangan hidupnya. Mereka akan terus melakukan kebaikan dan

menyebarkan kegembiraan seperti biasa, menyadari sepenuhnya bahwa ia

memiliki nilai dan tujuan hidup yang benar-benar dihayatinya bermakna dan

membahagiakan.

Penelitian yang sudah ada tentang makna hidup ialah seputar pencarian

makna hidup pada penderita ODHA dan attemped suiceder. Penelitian

Widoreri( 2007) mengenai proses pencarian makna hidup pada ODHA

perempuan mengemukakan bahwa para penyandang ODHA perempuan

menemukan makna hidup dengan pendalaman tri nilai yakni pendalaman nilai-

nilai kreatif, pendalaman nilai penghayatan dan pendalaman nilai bersikap.

Pendalaman nilai kreatif yang dilakukan subjek ODHA yaitu dengan bekerja di

suatu lembaga yang di dalamnya terdapat penyandang ODHA pula. Pendalaman

nilai penghayatan yang dilakukan subjek ODHA yakni mereka dapat

memberikan sharing bagi penyandang ODHA lain yang belum menemukan

makna hidup. Pada pendalaman nilai bersikap, yang dilakukan subjek ODHA

yakni memandang hidup dengan lebih positif dengan cara berkeyakinan bahwa

11
dengan menyandang ODHA mereka tetap dapat melakukan aktivitas yang

mereka senangi.

Penelitian Hendarmin(2003) mengenai proses penghayatan makna

hidup pada attemped suicider mengemukakan hal yang serupa. Ia menemukan

bahwa subjek penelitian menemukan makna hidup dengan pendalaman tri nilai

yakni pendalaman nilai kreatif, pendalaman nilai penghayatan, pendalaman nilai

bersikap. Pendalaman nilai kreatif yang dilakukan pada subjek attemped

suicider ialah dengan masuk ke fakultas psikologi agar dapat mengembangkan

dirinya dengan lebih baik. Pendalaman nilai penghayatan yang dilakukan subjek

attemped suicider ialah dengan memahami dan menghayati arti pentingnya

hidup seorang manusia dan mengenal kepribadian manusia dengan baik. Pada

pendalaman nilai bersikap, yang dilakukan subjek attemped suicider ialah

dengan memiliki pandangan bahwa manusia itu berharga dan penting di mata

Tuhan.

Oleh sebab belum adanya penelitian tentang makna hidup pada orang

tua tunggal wanita, maka peneliti ingin meneliti makna hidup pada orang tua

tunggal wanita. Tujuan utamanya ialah memberikan masukan kepada orang tua

tunggal wanita lainnya yang masih dalam proses pencarian makna hidup atau

belum menemukan makna hidupnya agar hidupnya lebih baik dan dapat

menemukan kebahagiaan yang mereka dambakan

12
I.B. Perumusan Masalah

Bagaimana tahapan yang dijalani orang tua tunggal wanita dalam

menemukan makna hidupnya?

I. C. Tujuan Penelitian

Agar dapat mengetahui tahapan yang dijalani orang tua tunggal wanita

dalam menemukan makna hidupnya.

I.D. Manfaat Penelitian

I. D. 1. Manfaat Teoritis

Sebagai sumbangan untuk ilmu pengetahuan akan proses penemuan

makna hidup orang tua tunggal wanita khususnya di bidang psikologi klinis dan

psikologi perkembangan.

I. D. 2. Manfaat Praktis

Sebagai masukan untuk para orang tua tunggal wanita yang belum

menemukan makna hidup supaya dapat termotivasi untuk menjalankan

hidupnya dan dapat menemukan kebahagiaan.

I.E. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran lengkap yang jelas akan penelitian ini, di

bawah ini akan disajikan sistematika penulisan dari setiap bab, antara lain :

BAB 1 Pendahuluan

13
Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, serta sistematika

penulisan.

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Isi dari bab ini berfokus pada kerangka teoritis yang mendasari

masalah penelitian, yakni teori mengenai perceraian, teori

mengenai orang tua tunggal dan orang tua tunggal wanita, dan

teori mengenai makna hidup.

BAB 3 Metode Penelitian

Isi bab ini menguraikan metode penelitian yang dilakukan dalam

penelitian ini. Isinya tentang jenis penelitian yang digunakan,

metode wawancara dan jenis wawancara yang digunakan,

karakteristik subjek penelitian, jumlah dan teknik sampel yang

digunakan, serta analisis yang digunakan.

BAB 4 Hasil dan Analisis

Bab ini berisi analisis masing-masing subjek yang dilanjutkan

dengan analisis banding antar kasus.

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi, Saran

Dalam bab ini, kesimpulan penelitian akan dikemukakan

berdasarkan analisis data pada bab sebelumnya. Hasil

kesimpulan tersebut akan didiskusikan mengacu pada teori-teori

yang sudah diuraikan di bab sebelumnya. Dalam bab ini juga

dikemukakan kekurangan dan saran dalam penelitian ini.

14
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.A. Perceraian

II.A.1. Definisi

Cerai berarti pisah, putus hubungan, pecahnya hubungan suami istri.

Cerai hidup berarti perpisahan antara suami istri yang keduanya masih hidup

(Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, 2008).

Perceraian berarti puncak dari buruknya tingkat penyesuaian perkawinan

yang disebabkan kekurangmampuan suami istri dalam menemukan solusi

terbaik untuk permasalahan yang mereka hadapi (Hurlock, 1986).

Perceraian ialah berpisah dengan pasangan hidup karena berbagai

macam sebab yakni, ketidakserasian peran suami istri, perbedaan cara

menyelesaikan masalah antara pria dan wanita karena sosialisasi yang berbeda,

keperluan hidup bertambah, kebosanan dalam kehidupan perkawinan,

perubahan-perubahan fungsi perkawinan dan kekeluargaan, peningkatan usaha

memenuhi emosi, peningkatan materi pada wanita yang bercerai, harapan yang

berlebihan terhadap peranan istri atau suami (dalam “ Institusi-Keluarga”,

2007).

II.A.2. Penyebab Perceraian

Stewart (2006) mengemukakan bahwa ada sepuluh faktor beresiko yang

dapat menyebabkan perceraian yakni usia muda, penghasilan rendah, perbedaan

ras, mempunyai orang tua yang bercerai, pendidikan yang berbeda, status

15
pekerjaan, perbedaan agama, memiliki anak yang tidak diinginkan, pernah

diperkosa, dan komunikasi yang kurang baik. Beliau mengemukakan bahwa

usia di bawah 25 tahun lebih rentan terhadap perceraian dibandingkan pasangan

yang menikah di atas 25 tahun. Penghasilan kurang dapat menyebabkan

perdebatan antara suami istri yang tak kunjung selesai dan dapat berakibat

terjadinya konflik dalam rumah tangga. Perbedaan ras dapat menyebabkan

konflik antara suami dan istri mengenai ras masing-masing.

Stewart(2006) juga mengemukakan bahwa mempunyai orang tua yang

bercerai lebih rentan terhadap perceraian karena melihat orang tuanya sebagai

role model mereka. Pendidikan yang berbeda ialah di mana suami dan istri

memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda yang dapat menyebabkan

sulitnya menjalin komunikasi yang setara. Status pekerjaan yang berbeda juga

dapat menyebabkan konflik karena terdapat persaingan dalam hal penghasilan

yang dihasilkan suami dan yang dihasilkan istri. Perbedaan agama dapat

menyebabkan konflik antara suami dan istri mengenai agama yang dianut

masing-masing dari mereka. Memiliki anak yang tidak diinginkan

menyebabkan pasangan suami istri dapat saling menyalahkan satu sama lain

sehingga timbul konflik antara mereka. Bila seorang istri pernah diperkosa dan

suaminya tak dapat menerima kondisi istrinya tersebut, maka di antara mereka

dapat terjadi pertengkaran hebat yang berujung pada perceraian.

Komunikasi yang kurang baik karena pasangan suami istri sulit menjalin

komunikasi yang lancar dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian satu

sama lain yang berujung konflik besar. Terjadinya konflik atau tidak tergantung

16
dari pengertian antara suami atau istri itu sendiri. Semakin besar pengertian

mereka terhadap satu sama lain, konflik semakin terhindarkan. Semakin kecil

pengertian mereka terhadap satu sama lain, konflik semakin terjadi.

Hurlock (1986) mengemukakan ada beberapa hal yang juga dapat

menyebabkan perceraian yakni kurangnya kebahagiaan antara suami istri itu

sendiri, kurang terjalinnya hubungan baik antara orang tua dan anak mereka,

kurang penyesuaian diri orang tua terhadap anak, kekurangmampuan suami istri

dalam mengatasi keberbedaan pendapat, kurangnya kebersamaan baik antara

suami istri maupun antara orang tua dan anak mereka, kurangnya keuangan,

kurang rasa kekeluargaan dengan sanak saudara yang lain. Semakin tinggi

kebahagiaan suami dan istri, semakin konflik akan terhindarkan sebaliknya

semakin rendah kebahagiaan suami istri, semakin konflik akan terjadi.

Semakin baik hubungan antara orang tua dan anak, konflik akan

semakin terhindarkan sebaliknya semakin buruk hubungan antara orang tua dan

anak, semakin terjadi konflik. Semakin tinggi penyesuaian anak dan orang tua,

semakin kecil kemungkinan terjadinya konflik sebaliknya semakin rendah

penyesuaian anak dan orang tua, semakin besar konflik akan terjadi. Semakin

mampu suami istri mengatasi perbedaan pendapat, konflik akan terhindarkan

sebaliknya semakin tidak mampu suami istri mengatasi perbedaan pendapat,

terjadinya konflik akan semakin besar.

Semakin tinggi tingkat kebersamaan keluarga inti(antara suami istri

maupun orang tua-anak), konflik akan semakin terhindarkan sebaliknya

semakin rendah tingkat kebersamaan keluarga inti, semakin besar konflik akan

17
terjadi. Semakin bagus keadaan keuangan rumah tangga, semakin kecil

kemungkinan terjadi konflik sebaliknya semakin buruk keadaan keuangan

rumah tangga, semakin besar kemungkinan konflik akan terjadi. Semakin tinggi

rasa kekeluargaan dengan sanak saudara lain, semakin kecil kemungkinan

terjadinya konflik sebaliknya semakin rendah rasa kekeluargaan dengan sanak

saudara lain semakin besar kemungkinan terjadinya konflik.

Miller, Perlman, dan Brehm (2007) menyebutkan bahwa perceraian

disebabkan karena baik istri maupun suami saling mementingkan diri sendiri.

Sikap mementingkan diri sendiri yang ditunjukkan ialah istri menuntut agar

suami mengerti kepentingan istri saja dan sebaliknya suami juga menuntut istri

untuk mengerti kepentingan suami saja. Selain itu, mereka lebih memikirkan

pekerjaan masing-masing daripada memikirkan keluarga sehingga terjadi

konflik yang berujung perceraian.

Dapat disimpulkan bahwa penyebab perceraian ada dua bagian yakni

masalah internal dan masalah eksternal. Masalah internal ialah masalah yang

terjadi di dalam keluarga inti(masalah antara suami-istri dan masalah orang tua-

anak). Masalah eksternal ialah masalah yang terjadi di luar keluarga inti seperti

kurangnya rasa kekeluargaan dengan sanak saudara lain.

II.A.3. Dampak Perceraian pada wanita

Miller, Perlman, dan Brehm (2007) mengemukakan bahwa dampak

perceraian pada wanita dapat berupa perasaan akan hilangnya persahabatan

yang menyenangkan dengan pasangan, pemenuhan kebutuhan seksual tidak

18
terpenuhi, perasaan aman berkurang, perasaan buruk terhadap diri sendiri

karena statusnya menjadi janda bukan menikah lagi, takut akan kekurangan

finansial untuk memenuhi kebutuhan hidup di rumah tangganya yang baru, serta

khawatir anak mereka akan menderita dengan keadaan perceraian orang tuanya.

Stewart(2006) mengemukakan bahwa ada empat efek perceraian bagi

wanita yakni downward mobility, shifts in social networks, role changes, dan

psychological problems. Downward mobility yang dimaksudkan di sini ialah

penghasilan orang yang telah bercerai lebih sedikit dibandingkan dengan

mereka yang tidak bercerai.

Shifts in social networks yang dimaksudkan di sini ialah berkurangnya

jalinan komunikasi dengan keluarga mantan pasangan, kehilangan teman lama

karena mereka yang bercerai memilih untuk mengasingkan diri mereka sendiri

dari pergaulan karena status perceraian itu. Role changes yang berarti

perubahan peran yang dialami wanita yang telah bercerai. Setelah bercerai,

mereka harus berperan sebagai ayah sekaligus sebagai ibu bagi anak-anak

mereka. Hal ini berbeda dengan mereka yang tidak bercerai hanya menjalankan

satu peran saja yakni sebagai ibu saja. Kondisi seperti ini menyebabkan

kemarahan bagi mereka yang bercerai, perasaan cemas, depresi, dan penyakit

mental lainnya. Stewart menambahkan bahwa orang yang telah bercerai lebih

rentan terhadap penyakit fisik karena berhubungan dengan stres yang dialami

mereka setelah bercerai.

Dapat disimpulkan bahwa dampak perceraian wanita ada dua bagian

yakni dampak ke dalam dan dampak ke luar. Dampak ke dalam ialah dampak

19
perceraian yang ada di dalam diri wanita itu sendiri seperti rasa aman

berkurang, perasaan buruk terhadap diri sendiri karena statusnya janda, dan

psychological problems. Dampak ke luar ialah dampak perceraian yang ada di

luar diri wanita tersebut seperti downward mobility, shifts in social networks,

dan role changes.

II.B. Orang tua Tunggal

II.B.1. Definisi Orang tua tunggal wanita

Wanita sebagai orang tua tunggal ialah wanita yang mendapat hak

pengasuhan anak dan tanpa pasangan menjalani kehidupan rumah tangga yang

baru.Dalam hal ini penulis memfokuskan pada orang tua tunggal wanita akibat

perceraian(Wiludjeng, 2003). Orang tua tunggal wanita ini menjalani

pengasuhan anak tersebut sendirian tanpa kehadiran, dukungan dan bertanggung

jawab penuh atas semua tugas rumah tangga yang tadinya dikerjakan bersama-

sama dengan pasangan (Perlmutter dan Hall, 1992).

II.B.2. Masalah Orang tua Tunggal Wanita

Menurut Wiludjeng (1999), masalah utama yang dihadapi orang tua

tunggal ialah masalah emosi, beban fisik(permasalahan praktis), dan ekonomi.

Masalah emosi mencakup perasaan bersalah, benci, marah, malu, dan cemas

akan masa depan. Beban fisik(permasalahan praktis) ialah menghidupi anak

tanpa pasangan dengan bekerja keras sebagai orang tua tunggal dan mencari

cara agar mental anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya menjadi

20
lebih baik atau setara dengan anak yang berasal dari keluarga tak bercerai.

Masalah ekonomi ialah masalah yang timbul karena orang tua tunggal harus

membiayai hidup anaknya di samping membiayai kehidupannya sendiri.

Di samping permasalahan utama di atas, Nurhandini(2006),

mengemukakan ada permasalahan yang muncul setelah bercerai dari pasangan

seperti perasaan kesepian, psikologis, seksual, dan perubahan konsep diri.

Perasaan sepi muncul akibat seseorang yang biasa hidupnya didampingi dan

bekerja sama dengan pasangan harus berjuang sendiri di kondisi setelah

bercerai. Masalah psikologis meliputi sakit hati akan mantan suaminya dan

menanggung status jandanya akibat perceraian yang menurut masyarakat

merupakan hal buruk dan ini dapat menyebabkan orang tua tunggal stres.

Masalah seksual ialah masalah orang tua tunggal yang butuh didampingi oleh

lawan jenis dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Masalah perubahan

konsep diri ialah berubahnya pandangan terhadap diri sendiri dari positif

menjadi negatif. Pandangan positif ke diri sendiri ialah pandangan bahwa ia

masih bisa menjalani rumah tangga dengan pasangan dan berstatus sebagai istri

/ suami orang. Pandangan negatif ke diri sendiri ialah pandangan bahwa ia

sudah bercerai dengan pasangan dan berstatus janda / duda.

Selain permasalahan di atas, Hurlock(1986) mengemukakan ada

permasalahan sosial dan pembagian anak antara orang tua yang bercerai.

Permasalahan sosial timbul karena janda akan dikucilkan dari pergaulan dan

hubungannya hanya terbatas dengan sesama jenis saja. Permasalahan

pembagian anak timbul karena orang tua yang bercerai harus bisa membagi

21
anaknya ke mantan pasangannya dan sebagai orang tua tunggal sebaiknya dapat

mengajarkan anaknya agar mau memahami kondisi mereka sebagai orang tua

tunggal dan kondisi perceraian itu sendiri.

Perlmutter dan Hall (1992) menambahkan bahwa tanggung jawab

sebagai orang tua tunggal wanita dapat mempengaruhi kinerja mereka dalam

menjalani pekerjaannya seperti pekerjaan kantor. Dengan begitu, waktu kerja

mereka berlipat ganda yakni menjalani pekerjaan di luar rumah dan menjalani

pekerjaan rumah tangga(khususnya bagi orang tua tunggal wanita yang

memiliki pekerjaan di luar rumah). Ini berakibat orang tua tunggal wanita

kurang waktu istirahat dibandingkan saat mereka sebelum bercerai yang lebih

berfokus pada urusan rumah tangga saja.

II.C. Makna hidup

II.C.1. Pengertian Makna Hidup

Frankl (dalam Wiebe, 2001) mengkonsepkan meaning sebagai

pengalaman dalam merespon tuntutan dalam kehidupan, menjelajahi dan

meyakini adanya tugas unik dalam kehidupannya, dan membiarkan dirinya

mengalami atau yakin pada keseluruhan meaning. Frankl yakin bahwa setiap

individu memiliki kapasitas untuk melawan lingkungan luar yang sulit,

menahan dorongan fisik maupun psikologis untuk masuk ke dalam dimensi baru

dari eksistensi diri. Dimensi baru ini adalah hal-hal mengenai meaning, dan

meliputi dorongan untuk menjadi signifikan dan bernilai dalam kehidupan. Dari

ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa meaning merupakan proses

22
aktualisasi diri dalam merespon tuntutan hidup karena memiliki nilai dalam

hidup yang mengarah pada tujuan tertentu.

II.C.2. Makna Hidup Berdasarkan teori Frankl

Frankl (dalam Wiebe, 2001) mengemukakan ada tiga sumber meaning

yaitu nilai kreatif, nilai sikap, dan nilai pengalaman. Nilai kreatif ialah apa yang

dapat diberikan individu untuk dunia, misalnya kesuksesan pribadi, perilaku

menolong, dan sebagainya. Nilai sikap ialah bagaimana cara individu

menghadapi situasi yang tidak dapat diubah. Nilai pengalaman ialah

pengalaman langsung orang tersebut di dunia, baik yang buruk ataupun yang

baik.

Frankl (dalam Bastaman, 1996) mengemukakan bahwa dalam

penghayatan hidup tanpa makna, seseorang dapat melakukan perilaku dan

kehendak yang berlebihan yakni kehendak untuk berkuasa(the will to power),

kehendak untuk mencari kenikmatan(the will to pleasure), kehendak untuk

mencari kenikmatan seksual(the will to sex), dan kehendak untuk

mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya(the will to money). Menurut beliau,

perilaku dan kehendak yang berlebihan ini biasanya menutupi penghayatan

hidup tanpa makna.

Frankl (dalam Bastaman, 1996) juga mengemukakan bahwa ada tiga

‘will’ dalam menemukan makna hidup yakni kebebasan berkehendak(freedom

of will), kehendak hidup bermakna(will to meaning), dan makna hidup(meaning

of life). Kebebasan berkehendak ialah kebebasan untuk menentukan apa yang

23
dianggap penting dan baik bagi dirinya. Namun, kebebasan berkehendak harus

diimbangi dengan tanggung jawab agar tidak berkembang menjadi

kesewenangan. Hidup bermakna ialah hasrat yang memotivasi orang untuk

bekerja, berkarya, dan melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya dengan

tujuan agar hidupnya menjadi berharga dan dihayati secara bermakna. Makna

hidup merupakan hal penting yang memberikan nilai khusus bagi seseorang.

Bastaman(1996) mengemukakan bahwa semua orang terbagi menjadi

dua kelompok yakni yang masih mencari makna hidup dan mereka yang

menemukan makna hidup. Mereka yang masih mencari makna hidup terbagi

lagi menjadi dua kelompok yakni mereka yang mengalami kebuntuan pada

pencarian mereka yang berakhir pada keraguan dan mereka yang aktif dalam

mencari makna hidup. Untuk penelitian proses pencarian makna hidup pada

orang tua tunggal wanita, peneliti memfokuskan pada orang tua tunggal wanita

yang menemukan makna hidup.

24
Semua orang

Orang masih Orang yang


mencari menemukan
makna hidup makna hidup

Sistem Sistem
Orang menga- Orang yang
piramidal paralel
lami kebuntuan aktif dalam
dalam penca- mencari makna
rian makna hidup
Nilai utama Nilai utama
hidup
hilang utuh

Orang dalam keraguan Orang dalam keputusasaan

Gambar 1. Konsep teori Frankl untuk pencari dan penemu

makna hidup (Bastaman, 1996)

Bastaman(1996) mengemukakan bahwa semua orang terbagi dua

bagian yakni mereka yang sudah menemukan makna hidup dan mereka yang

masih mencari makna hidup. Orang yang mencari makna hidup dan dalam

proses pencariannya ia menemukan kebuntuan, ia berada dalam keraguan.

Keraguan yang dimaksudkan di sini ialah mereka melakukan kegiatan tertentu

dalam rangka mengisi kehampaan hidup mereka tanpa menemukan tujuan hidup

mereka yang sesungguhnya.

25
Orang-orang yang berhasil menemukan makna hidup dibagi lagi ke

dalam dua sistem yakni sistem piramidal dan sistem paralel. Dalam sistem

piramidal, ketika seseorang kehilangan nilai utamanya, orang tersebut akan

berada dalam keputusasaan. Keputusasaan di sini dirasakan bagi mereka yang

merasa kehilangan arti hidupnya. Orang yang berada dalam sistem piramidal

tidak kehilangan nilai utamanya karena ia mempunyai banyak nilai yang dianut

dalam hidupnya. Dengan demikian ia tidak jatuh akan jatuh dalam keputusasaan

karena satu nilai hilang, nilai lainnya masih ada untuk menggantikannya.

II.C.3. Proses pencarian makna hidup

Proses pencarian makna hidup menurut Bastaman(1996) meliputi

tahapan berikut: pengalaman tragis, penghayatan tak bermakna, pemahaman

diri, penemuan makna dan tujuan hidup, pengubahan sikap, keikatan diri,

kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup yang disertai dukungan sosial,

hidup bermakna, dan kebahagiaan.

26
Pengalaman tragis

Penghayatan tak bermakna

Pemahaman diri

Penemuan makna hidup dan tujuan hidup

Pengubahan sikap

Keikatan diri

Kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup

Hidup bermakna

Kebahagiaan

Gambar 2. Tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan

hidup tak bermakna menjadi bermakna (Bastaman 1996)

Pengalaman tragis, para wanita tersebut tidak menyangka bahwa pada

akhirnya ia harus berpisah dengan suaminya. Ia pun harus menyandang status

janda setelah berpisah dengan suaminya. Pengalaman tragis yang dimaksud di

sini ialah peristiwa yang menimbulkan penderitaan bagi seseorang. Dalam

27
konteks penelitian ini yang dimaksudkan peristiwa yang menimbulkan

penderitaan tersebut ialah peristiwa terpisah dari suami karena perceraian.

Pada tahap penghayatan tak bermakna, orang tua tunggal wanita dalam

menghadapi permasalahan di situasi yang baru, dapat merasa bingung terhadap

tujuan hidupnya, merasa hidup tak berarti, hampa, gersang dan merasa bosan di

situasi yang baru dan apatis(Bastaman, 1996). Hal ini karena masalah dan

tahapan yang dilalui orang tua tunggal wanita dalam menghadapi perceraian

dapat mengakibatkan stres bagi mereka, menekan, dan menganggapnya sebagai

peristiwa tragis (berpisah dengan suami). Hidup tanpa makna yang dimaksud di

sini ialah hidup dengan penghayatan tak menyenangkan atas situasi dan kondisi

yang dialaminya. Dalam hal ini situasi dan kondisi yang tak menyenangkan

ialah kondisi orang tua tunggal wanita setelah bercerai dengan suaminya.

Penghayatan tanpa makna yang dimaksudkan di sini ialah situasi saat seseorang

tidak berhasil menemukan dan memenuhi makna hidupnya.(Bastaman, 1996).

Pada tahap pemahaman diri, orang tua tunggal wanita meningkatkan

kesadaran atas buruknya kondisi diri setelah perceraian dan mempunyai

keinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.

Pemahaman diri yang dimaksudkan ialah kesadaran seseorang atas buruknya

kondisi diri saat itu dan berkeinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah

kondisi yang lebih baik daripada kondisi sebelumnya.

Pada tahap penemuan makna dan tujuan hidup, orang tua tunggal wanita

menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat penting dalam

hidup. Hal-hal berharga dan penting itu mungkin saja berupa nilai-nilai

28
kreatif(nilai yang memberikan sesuatu yang berharga dan berguna pada

kehidupan), nilai-nilai penghayatan(nilai saat mengambil sesuatu yang

bermakna dari lingkungan luar dan mendalaminya), dan nilai-nilai

bersikap(kesempatan orang tua tunggal wanita untuk mengambil sikap yang

tepat terhadap kondisi dan peristiwa-peristiwa tragis yang telah terjadi dan tidak

dapat dihindari lagi) . Bastaman (1996) mengemukakan bahwa penemuan

makna dan tujuan hidup yang dimaksudkan ialah penemuan nilai-nilai penting

yang berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan

hidup yang harus dipenuhi.

Dalam tahap pengubahan sikap, orang tua tunggal wanita menjadi lebih

berani dan realistis menghadapi kondisi perceraian tersebut. Hal ini diiringi

dengan semangat hidup dan gairah kerja yang meningkat. Pengubahan sikap

yang dimaksudkan ialah perubahan sikap dari pelarian diri dan kecenderungan

berontak menjadi lebih realistis dan lebih berupaya untuk menghadapi peristiwa

yang tragis tersebut.

Dalam tahap keikatan diri, orang tua tunggal wanita mau berpikir untuk

mulai mengikuti kegiatan nyata yang lebih terarah. Dalam hal ini mereka

berpikir untuk tidak mau berlarut dalam kesedihan, rasa bersalah, malu, atau

cemas akan masa depan terus menerus. Keikatan diri yang dimaksud Bastaman

(1996) ialah seseorang terlibat dalam suatu kegiatan nyata sesuai dengan tujuan

hidup yang ditetapkan dan makna hidup yang ditemukan sebelumnya.

Dalam tahap kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup, orang tua

tunggal wanita melakukan usaha secara sadar dan sengaja berupa

29
pengembangan potensi-potensi pribadi( seperti bekerja sesuai bakat,

kemampuan, dan keterampilan). Mereka melakukan hal positif bertujuan untuk

membangun relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan

hidup. Untuk itu, mereka memerlukan dukungan sosial yakni hadirnya

seseorang atau sejumlah orang yang dekat, dapat dipercaya dan selalu bersedia

memberikan bantuan pada saat mereka membutuhkannya. Kegiatan terarah

yang dimaksudkan ialah kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja

untuk mengembangkan potensi – potensi pribadi yang positif serta pemanfaatan

relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidupnya.

Hidup bermakna ialah hidup yang telah diisi oleh usaha seseorang dalam

memenuhi makna hidupnya disertai dengan penghayatan tri nilai (nilai kreatif,

nilai penghayatan, dan nilai bersikap), melakukan hal positif yang nyata dan

sengaja serta membangun relasi pribadi disertai dengan dukungan sosial yang

cukup. Mereka yang sudah berada pada tahap hidup bermakna tidak berlarut

dalam kesedihan, rasa malu, rasa bersalah, dan berkurangnya rasa cemas akan

masa depan. Walaupun masih ada masalah lain yang menimpa mereka seperti

mengatasi psikologis anak yang mengalami trauma atas perceraian orang

tuanya, mereka tetap dapat berpikiran dan melakukan hal-hal yang positif.

Mereka yang berada dalam tahap ini akan mendapatkan kebahagiaan karena

mereka cenderung berpikiran positif dan melakukan hal-hal yang positif pula.

Hidup bermakna yang dimaksudkan Bastaman (1996) ialah saat seseorang

berhasil menemukan dan memenuhi makna hidupnya.

30
Jadi, lima tahap dari hidup tak bermakna jadi bermakna ialah tahap

derita (pengalaman tragis, penghayatan tak bermakna), tahap penerimaan diri

(pemahaman diri dan pengubahan sikap), tahap penemuan makna hidup dan

tujuan hidup, tahap realisasai makna (keikatan diri, kegiatan terarah, dan

pemenuhan makna hidup), dan tahap kehidupan bermakna (penghayatan

bermakna dan kebahagiaan).

II.C.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penemuan makna hidup

Bastaman (1996) mengemukakan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi proses pencarian makna hidup di antaranya faktor yang

membantu seseorang dalam menemukan self insight(faktor dari luar diri orang

tersebut), faktor yang berperan dalam pengubahan sikap(faktor dari dalam diri

orang tersebut), faktor dukungan sosial, dan faktor keimanan. Faktor-faktor

yang dapat membantu seseorang dalam menemukan self insight ialah dengan

berkonsultasi dengan para ahli, belajar dari pengalaman orang lain, perjumpaan

dengan orang lain yang berhasil menerima kondisi tragis, hasil bacaan,

mendapat nasihat kebijakan yang menyentuh perasaan dan pikiran. Semakin

banyak faktor-faktor ini dalam hidup, semakin mudah mereka memahami dan

menerima dirinya. Semakin sedikit faktor-faktor tersebut, semakin sulit mereka

memahami dan menerima dirinya.

Faktor yang berperan dalam pengubahan sikap ialah penerimaan

terhadap diri sendiri, mampu memahami situasi pribadi, keberanian, serta

ketegaran orang tersebut. Semakin mereka menerima diri mereka sendiri,

31
pengubahan sikap lebih mungkin untuk dilakukan. Semakin orang tersebut sulit

menerima diri mereka sendiri, pengubahan sikap pun lebih sulit untuk

dilakukan. Semakin tinggi tingkat pemahaman akan situasi pribadinya, maka

pengubahan sikap lebih mungkin untuk dilakukan. Semakin rendah tingkat

pemahaman akan situasi pribadinya, maka pengubahan sikap lebih sulit untuk

dilakukan. Semakin berani dan tegar orang tersebut, maka pengubahan sikap

lebih mungkin untuk dilakukan. Semakin minim keberanian dan ketegaran

orang tersebut, maka pengubahan sikap lebih sulit untuk dilakukan.

Faktor dukungan sosial ialah hadirnya orang-orang tertentu yang secara

pribadi memberikan nasihat, memotivasi, memberikan semangat, mengarahkan

dan menunjukkan jalan keluar bagi mereka saat menghadapi kendala dalam

melakukan kegiatan-kegiatan terarah. Semakin banyak dukungan sosial yang

diterima, semakin mereka percaya diri dalam melakukan pengubahan sikap dan

kegiatan terarah. Semakin minim dukungan sosial yang diterima, semakin

kurang kepercayaan diri mereka dalam melakukan pengubahan sikap dan

kegiatan terarah itu.

Faktor keimanan ialah keyakinan kepada petunjuk dan bimbingan Tuhan

dalam mengubah nasib mereka. Semakin yakin akan petunjuk dan bimbingan

Tuhan, keimanan mereka semakin bertambah dalam menjalani hidupnya di

kondisi tersebut dan membawa mereka pada kondisi yang lebih berdaya.

Semakin tak yakin akan petunjuk dan bimbingan Tuhan, keimanan mereka akan

semakin surut dalam menjalani hidupnya di kondisi tersebut dan membawa

pada kondisi yang lebih tak berdaya.

32
II.D. Cara menemukan makna hidup

Ada dua cara menemukan makna hidup seperti yang

dikemukakan oleh Kratochvil (dalam Bastaman, 1996), yakni sistem piramidal

dan sistem paralel. Sekelompok orang yang menemukan makna hidup dengan

sistem piramidal ialah mereka yang semata-mata mengorientasikan diri pada

nilai tunggal yang dianggapnya tertinggi, sedangkan nilai-nilai lainnya

ditempatkan pada peringkat yang lebih rendah atau bahkan diabaikan. Ciri-ciri

orang yang menemukan makna hidup dengan sistem piramidal ialah bersikap

fanatik dan mempunyai ambang toleransi yang rendah karena menganggap satu

nilai tunggalnya dianggap paling tinggi dan paling benar serta merendahkan

nilai-nilai lainnya. Contohnya salah satu orang tua tunggal wanita membaktikan

seluruh hidupnya demi satu nilai tertinggi yakni anak-anak mereka. Ketika

anak-anaknya tersebut sudah hidup mandiri dan memisahkan diri dari mereka,

mereka merasa dirinya tak bermakna.

Kelompok lainnya ialah orang yang menemukan makna hidup dengan

sistem paralel. Sekelompok orang yang menemukan makna hidup dengan

sistem ini ialah mereka yang memiliki beberapa nilai yang bobotnya sama kuat

dan sama-sama bermakna dalam hidup mereka. Ciri-ciri orang yang

menemukan makna hidup dengan sistem paralel ialah lebih mudah menghargai

pihak-pihak lain yang ragam nilai dan kondisi hidupnya berbeda-beda, lebih

mencintai keluarga, sepenuhnya melibatkan diri dalam pekerjaan, mempunyai

berbagai kegemaran dan lingkungan pergaulan yang menambah gairah hidup,

dan mempunyai keyakinan agama yang mantap dan sehat. Contohnya salah satu

33
orang tua tunggal wanita yang mencintai pekerjaan dan keluarganya,

mempunyai teman-teman dan lingkungan pergaulan yang menyenangkan dan

tidak melupakan hobinya serta mendapatkan rasa keimanan dalam agama yang

diyakininya. Dalam ilustrasi ini dapat dirasakan bahwa nilai-nilai yang

dijalankan wanita tersebut bobotnya sama kuat dan sejalan serta pada waktu

yang bersamaan mengorientasikannya untuk memenuhi makna hidupnya.

Kratochvil (dalam Bastaman, 1996) mengemukakan bahwa bila kedua

sistem di atas dibandingkan, dapat diketahui akibat yang akan terjadi apabila

salah satu nilai mereka tidak terpenuhi. Akibat yang terjadi pada mereka yang

menemukan makna hidup dengan sistem piramidal ialah keputusasaan sebab

nilai tertinggi mereka tak terpenuhi sedangkan pada mereka yang menemukan

makna hidup dengan sistem paralel ialah tetap menjalankan hidupnya yang

bermakna sebab mereka masih mempunyai nilai lain yang sama kuat dengan

satu nilai yang tak dapat mereka penuhi tersebut.

II.E. Proses penemuan makna hidup pada orang tua tunggal wanita

34
Penghayatan tak Tahap kegiatan seseorang dalam
bermakna mengubah penghayatan hidup tak
bermakna menjadi bermakna

1. Pemahaman
Peristiwa
diri
perceraian(tragis)
2. Penemuan makna dan
termasuk
Perceraian tujuan hidup (tri nilai :
permasalahan
nilai kreatif, nilai
yang dialami
penghayatan, nilai
orang tua tunggal
bersikap dan sistem
wanita
piramidal serta
paralel)
3. Pengubahan
sikap
4. Keikatan diri
5. Kegiatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses terarah dan
Pencarian makna hidup pemenuhan
makna hidup
1.Faktor dari luar diri 6. Hidup
2.Faktor dari dalam diri bermakna
3. Dukungan sosial 7. Kebahagiaan
4. Keimanan

Gambar 3. Skema proses penemuan makna hidup orang tua tunggal wanita

35
Masalah orang tua tunggal wanita dapat berupa masalah beban fisik, emosi,

ekonomi, kesepian, psikologis, seksual, perubahan konsep diri, dan sosial. Masalah

seperti ini mengakibatkan stres pada mereka. Kondisi seperti ini membawa mereka

pada kondisi hidup tak bermakna yakni situasi saat seseorang tidak berhasil

menemukan dan memenuhi makna hidupnya. Kemudian, mereka menghayati

kondisi tak menyenangkan yang menimpa dirinya setelah perceraian itu. Gejalanya

ialah mereka merasa hidup tak berarti, bosan (ketidakmampuan membangkitkan

minat), dan apatis(ketidakmampuan untuk mengambil prakarsa)

Untuk mencapai kebahagiaan dan hidup bermakna, maka tahapan yang

harus dilalui setelah pengalaman tragis (perceraian) ialah penghayatan tak

bermakna, pemahaman diri, penemuan makna hidup dan tujuan hidup, pengubahan

sikap, keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup, hidup

bermakna, dan kebahagiaan. Dalam kondisi tak bermakna atau tahapan ini

tergantung dari komponen personalnya yakni orang tua tunggal wanita itu sendiri

mau memahami dirinya lebih positif atau tidak dan mau mengubah sikap ke arah

yang lebih baik atau tidak. Setelah itu, kondisi tersebut mendapat dukungan sosial

atau tidak (komponen sosial) serta mau mengambil hikmah dari kondisi tersebut

dan mau mengikuti kegiatan yang terarah atau tidak (komponen nilai).

Dalam kondisi bermakna, mereka sudah menemukan dan mampu

memenuhi makna hidupnya. Gejala yang dapat ditemui ialah mampu menjalani

36
hidup dengan semangat dan gairah hidup, mempunyai tujuan hidup yang jelas baik

jangka pendek ataupun panjang, dan memiliki kegiatan yang terarah.

Dalam proses pencarian makna hidup, ada faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi yakni dukungan dari dalam diri, dukungan dari luar diri, faktor

sosial, dan faktor keimanan. Faktor-faktor ini dapat membantu mereka dalam

pencarian makna hidupnya.

37
BAB III

METODE PENELITIAN

III.A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena akan

menggali gambaran tentang proses penemuan makna hidup orang tua tunggal

wanita akibat perceraian, juga pola-pola tindakan mereka dalam menemukan

makna hidup tersebut.

Sarantakos (dalam Poerwandari, 1998) mengemukakan keunggulan metode

kualitatif dibandingkan dengan metode kuantitatif ialah data lebih dekat dengan

lapangan penelitian di mana partisipan berada sehingga dengan sendirinya data

lebih dekat dengan realitas sehari-hari subjek yang diteliti. Keunggulan lainnya

ialah upaya pengumpulan informasi tidak secara kaku ditentukan sejak awal,

metode yang dipakai lebih terbuka dan mengikuti konteks lapangan. Aspek

komunikasi menjadi aspek penting baik dalam memperoleh data yang valid (dalam

mendekati partisipan), maupun keterbukaan peneliti mengungkapkan latar belakang

penelitian, asumsinya, dan lain-lain. Adapun kekurangan metode kualitatif ialah

sering dikritiknya penyimpulan-penyimpulan yang spekulatif. Patton(dalam

Poerwandari, 1998) mengemukakan spekulasi bukan sesuatu yang salah selama

peneliti menjelaskan bahwa penyimpulan atau dugaan yang diambilnya bersifat

spekulatif.

38
III.B. Metode Pengumpulan Data

Untuk penelitian proses pencarian makna hidup orang tua tunggal wanita,

peneliti menggunakan wawancara dengan pedoman umum. Poerwandari (1998)

mengemukakan bahwa wawancara dengan pedoman umum peneliti harus

mencantumkan isu dan aspek-aspek yang harus dibahas tanpa menentukan urutan

pertanyaan dan berfungsi sebagai daftar pengecek (checklist). Dalam hal ini,

peneliti harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan konkrit

dalam kalimat tanya dan menyesuaikan pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan

konteks aktual saat wawancara dilakukan.

III.C. Subjek Penelitian

III.C.1. Karakteristik Subjek

1. Orang tua tunggal wanita bercerai hidup secara hukum dan mantan

suaminya masih hidup sampai sekarang serta mengasuh anaknya

sendirian tanpa suami agar dapat menghayati betul perannya sebagai

orang tua tunggal wanita.

2. Orang tua tunggal wanita tinggal bersama anak-anak kandungnya

3. Orang tua tunggal wanita mempunyai tanggungan penuh akan kebutuhan

anak kandungnya

4. Sudah bercerai lebih dari 1 tahun agar dapat mengetahui tahapan makna

hidupnya sampai di mana.

39
5. Usia anak maksimal 18 tahun, Santy(2008) mengemukakan dalam Kitab

UU hukum perdata pasal 330 ayat (1) KUHP Perdata dikatakan bahawa

anak/ belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21

tahun dan tidak terlebih dahulu kawin. Santy(2008) juga mengemukakan

bahwa dalam UU no 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak pada

ketentuan umum pasal 1 ayat (2) dikatakan bahwa anak adalah seseorang

yang belum mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin.

III.C.2. Metode Pengambilan Sampel

Oleh sebab penelitian proses pencarian makna hidup orang tua tunggal

wanita adalah topik yang boleh dikatakan sensitif, maka peneliti menggunakan

purposeful sampling. Sampel yang ditujukan hanya kepada orang tua tunggal

wanita akibat perceraian dan memiliki karakteristik seperti yang telah ditetapkan

oleh peneliti (Patton, 1990).

Purposeful sampling berarti sampel yang dipilih berdasarkan kayanya

infomasi akan kasus tertentu, mempunyai tipe spesifik dan kasus yang dipilih

berdasarkan tujuan penelitian dan sumber yang diperoleh. Peneliti menggunakan

purposive sampling; criterion sampling karena peneliti sudah memiliki kriteria

responden yang akan diwawancarai.

40
III.C.3. Jumlah Subjek

Peneliti berencana menggunakan tiga subjek dalam penelitian ini. Pada

akhirnya, peneliti menggunakan dua subjek dalam penelitian karena salah satu

subjek tidak memenuhi kriteria yang ditentukan. Patton (1990) menyebutkan tidak

ada aturan untuk ukuran sampel dalam penelitian kualitatif. Ia menyebutkan bahwa

sampel penelitian kualitatif spesifik pada sampel minimum berdasarkan cakupan

fenomena yang diajukan dalam tujuan penelitian tersebut. Namun, Patton juga

menyebutkan bahwa desain sampel harus rasional untuk sampel minimum dan

harus dapat dimengerti dan fleksibel.

III.D. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah :

1. Informed consent berisi pernyataan subjek untuk bersedia terlibat dalam

penelitian ini. Informed consent ini dibuat sendiri oleh peneliti dan

dikoreksi serta disetujui oleh pembimbing.

2. Alat perekam berupa tape recorder digunakan saat melakukan

wawancara dengan subjek penelitian setelah mendapat izin dari subjek

tersebut.

41
III.E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian akan dilaksanakan melalui beberapa tahap seperti yang

dikemukakan oleh Poerwandari (1998) yakni : tahap persiapan penelitian, tahap

pelaksanaan penelitian, dan tahap analisis serta interpretasi data. Pada tahap

persiapan penelitian, peneliti menyiapkan pedoman wawancara berisi pertanyaan

mengenai data diri subjek, anak, mantan suami, dan riwayat pernikahan subjek.

Pada tahap pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan wawancara pada ketiga

subjek.

Pada tahap awal analisis dan interpretasi data, peneliti membuat verbatim

dan membaca verbatim tersebut. Dari verbatim tersebut, peneliti melakukan

pengorganisasian data secara sistematis dengan menggunakan coding atau

kategorisasi, menginterpretasi data pada masing-masing kasus berdasarkan teori

pada tinjauan pustaka pada bab dua, serta melakukan analisis perbandingan antar

kasus.

III.E.1 Persiapan Penelitian

1. Melakukan try out pada tanggal 8 November 2009 di rumah subjek

setelah sebelumnya membuat janji dengan subjek tersebut. Subjek ini

didapat dari kenalan peneliti yang mengetahui kondisi subjek sebagai

orang tua tunggal wanita. Durasi satu jam empat puluh lima menit.

42
III.E.2. Pelaksanaan Penelitian

1. Melakukan wawancara subjek kedua pada tanggal 23 Desember 2009 di

rumah subjek setelah sebelumnya membuat janji dengan subjek

tersebut. Subjek ini didapat dari kenalan peneliti yang mengetahui

kondisi subjek sebagai orang tua tunggal wanita. Durasi satu jam tiga

puluh menit.

2. Melakukan wawancara subjek ketiga pada tanggal 12 Januari 2010 di

tempat les anaknya setelah sebelumnya membuat janji dengan subjek

tersebut. Subjek ini didapat dari kenalan peneliti yang mengetahui

kondisi subjek sebagai orang tua tunggal wanita. Durasi satu jam empat

puluh lima menit.

III.E.3. Proses Analisis Data

1. Membuat verbatim dari hasil rekaman.

2. Membuat coding berdasarkan skema proses penemuan makna hidup

orang tua tunggal wanita.

3. Membuat rangkuman dari hasil coding tersebut

4. Melakukan analisis banding

43
III.F. Kredibilitas Penelitian Kualitatif

Peneliti menggunakan validitas ekologis menunjuk pada sejauh mana studi

dilakukan pada kondisi apa adanya dan kehidupan sehari-hari menjadi konteks

penting penelitian. Dalam hal ini melakukan wawancara sesuai dengan apa yang

dialami orang tua tunggal wanita paska perceraian.

Peneliti menggunakan dua reliabilitas untuk penelitian kualitatif yakni

koherensi dan keterbukaan. Koherensi yakni bahwa metode yang dipilih memang

mencapai tujuan yang diinginkan. Keterbukaan yakni sejauh mana peneliti

membuka diri dengan memanfaatkan metode-metode yang berbeda untuk mencapai

tujuan.

44
BAB IV

HASIL DAN ANALISIS

IV.A. Hasil Penelitian

Ada dua orang subjek penelitian, yakni Rasti dan Darsi. Berikut ini akan

diuraikan hasil dan analisis untuk Rasti dan Darsi. Masing-masing hasil terdiri dari

tiga bagian isi yakni riwayat perceraian, riwayat sebagai orang tua tunggal wanita,

dan tahap kegiatan orang tua tunggal wanita dalam mengubah penghayatan hidup

tak bermakna menjadi bermakna.

IV.A.1. Subjek Pertama (Rasti)

Identitas Subjek

Nama : Rasti

Usia : 39 tahun

Suku bangsa : Sumatera Utara

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Pekerjaan : business associate bidang integrated marketing

Communication

Status Perkawinan : cerai

45
Alamat : Jl. XX

Hobi : off road, baca buku, termasuk buku kerohanian

Usia perceraian : empat tahun

Jumlah anak : tiga

Yang masih dibiayai : tiga

Identitas anak

Keterangan Anak pertama Anak kedua Anak ketiga

Nama A B C

Usia 11 tahun (L) 9 tahun (P) 5 tahun (P)

Suku bangsa Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Utara

Agama Islam Islam Islam

Pendidikan 5 SD 4 SD TK

Pekerjaan Pelajar Pelajar Pelajar

Alamat Jl. XX Jl. XX Jl. XX

Riwayat perceraian

Rasti adalah seorang ibu dari tiga orang anak berusia antara lima tahun

sampai sebelas tahun. Ia berusia 39 tahun dan saat ini bekerja sebagai business

associate di perusahaan swasta. Ia sudah menjadi orang tua tunggal sejak empat

tahun yang lalu. Saat ini ketiga anaknya hidup bersama dengan dia. Perceraian

46
dipicu oleh ketidakcocokkan antara Rasti dan suaminya. Hal itu dirasakannya pada

tahun keempat pernikahannya. Ketidakcocokkan semakin meruncing ditandai oleh

tidak adanya komunikasi lagi antara mereka berdua. Rasti dan suaminya saling

menyalahkan satu sama lain dan masing-masing merasa di pihak paling benar.

Ketegangan ini berlangsung selama satu tahun. Kondisi ini akhirnya

menyebabkan Rasti dan suaminya sepakat berpisah daripada ketidakcocokkan

mereka membawa dampak buruk yang berkepanjangan bagi anak-anak mereka.

“Ketidakcocokkannya karena communication breakdown, ketidak samaan persepsi.


Dengan adanya communication breakdown itu makin memperburuk hubungan. Akhirnya
dua-duanya saling menyalahkan saling merasa benar jadi dua-duanya merasa
bercontribute buat keluarga.”

Perceraian tersebut masih meninggalkan masalah yang masih belum selesai

sampai sekarang yaitu, pembagian harta gono gini yang belum diurus tuntas. Rasti

merasa pembagian harta gono gini tidak adil sebab mantan suaminya tinggal di

rumah mereka sementara Rasti yang harus mencari kontrakan. Ketidakadilan juga

dirasakan ketika Rasti juga harus ekstra kerja keras ketika harus membayar rumah

kontrakan.

“kondisnya itu hasil perceraian tidak fair. Jadi sampai sekarang sebenarnya
perceraiannya itu sendiri belom tuntas, karena ada harta gono gini yang belum diurus.
Sementara mantan suami tinggal di rumah tersebut dan kakak yang harus cari
kontrakkan.”

“…kerugian secara financial iya karena harus keluar uang untuk bayar kontrakkan bayar
DP lagi untuk rumah.”

47
Efek perceraian menurut Stewart

Efek perceraian yang dialami Rasti ialah downward mobility, role changes,

dan psychological problems. Rasti mengalami downward mobility yakni

penghasilan orang yang telah bercerai lebih sedikit dibandingkan dengan mereka

yang tidak bercerai. Dalam hal ini penghasilan Rasti lebih sedikit dibandingkan

saat ia masih berstatus istri.

“…dampak financial tadi ya jadi harus cari side job kan…,cari peluang usaha apa yang
bisa dicari untuk menuhin kebutuhan keluarga.”

Rasti juga mengalami efek role changes yakni perubahan peran yang

dialami wanita yang telah bercerai. Dalam hal ini Rasti harus bekerja ekstra keras

sebagai ibu dan pencari nafkah utama bagi anak-anaknya dengan mencari

penghasilan tambahan lewat pekerjaan sampingannya.

“pekerjaanku itu long hour, setengah back office setengah di lapangan”

“ada side job lain yang baru dirintis, itu mostly side job yang concern mengenai masalah
kesehatan tapi tidak memakan waktu sampai seharian”

“….nemenin anak-anak bikin pe-er, nungguin mereka les, nemenin mereka tidur”

Selain efek downward mobility dan role changes, Rasti juga mengami efek

psychological problems yakni masalah psikologis yang dihadapi orang yang telah

bercerai dan menjadi orang tua tunggal wanita. Rasti didiagnosa menderita

penyakit autoimmune atau yang lebih dikenal dengan sebutan lupus.

48
“bagi kakak stresnya ada karena harus kerja leibh keras, nyari side jobnya juga dan yang
paling tidak mengenakkan bagi kakak sampai kakak sakit, didiagnosa lupus yaitu penyakit
autoimmune, triggernya terpicu jadi bikin kacau semua.”

Rasti tidak mengalami efek perceraian shift in social networks yakni

berkurangnya jalinan komunikasi dengan mantan pasangan dan kehilangan teman

lama karena mereka yang bercerai memilih untuk mengasingkan diri mereka

sendiri dari pergaulan karena status perceraian itu. Dalam hal ini Rasti tidak

mengalaminya karena ia masih melakukan komunikasi dengan pihak mantan

suaminya dan keluarga suaminya walaupun hanya sebatas sms saja. Selain itu ia

masih menjalin komunikasi dengan lingkungannya.

“kalo dari pihak suami komunikasinya cuma lewat sms aja.”

“kakak masih menjalin komunikasi dengan lingkungan kok”

Gambaran kehidupan sebagai orang tua tunggal

Ketika awal perceraian, Rasti sering mengalami perasaan pesimis dan lelah

karena masih beradaptasi dengan kondisi kehidupannya sebagai orang tua tunggal.

Saat seperti itu, Rasti menyadari bahwa semua harus dikerjakan sendiri baik

mengurus rumah maupun ketiga anaknya. Hal ini terjadi karena semua harus

dikerjakannya sendiri baik mengurus rumah maupun ketiga anaknya. Rasti merasa

kelelahan baik fisik maupun psikologis dalam menjalani kehidupannya sebagai

orang tua tunggal wanita yang bekerja mencari nafkah untuk ketiga anaknya. Satu

49
hal yang ia syukuri sebagai orang tua tunggal wanita ialah tidak mengalami

kesulitan dalam mengatur waktu antara mengurus anak-anak dan bekerja. Hal ini

dikarenakan Rasti hanya perlu pergi ke kantor dua atau tiga kali dalam seminggu.

Hari lainnya ia dapat mengerjakannya di rumah sambil mengurus anak-anaknya.

Selain kelelahan, Rasti juga mengalami kesulitan ekonomi.

“…dua sampai tiga kali ke kantor atau bisa setiap hari ke kantor tapi setengah hari. Jadi
pasti ada waktu untuk anak-anak bikin pe-er, nungguin mereka les, bahkan waktu mereka
tidur, cerita. Itu yang kita coba quality timenya itu seperti apa.”

Oleh sebab sampai sekarang harta gono gini pasca perceraian belum diurus

tuntas, Rasti merasa pendapatannya kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

dan ketiga anaknya. Hal ini menyebabkan dia harus bekerja lebih keras dan harus

mencari pekerjaan sampingan untuk menutupi kekurangan tersebut. Kesulitan

ekonomi ini merupakan masalah terberat yang dirasakan Rasti sampai sekarang.

Selain mengalami kelelahan dan kesulitan ekonomi, Rasti merasa banyak

orang yang beranggapan negatif pada dirinya sebagai perempuan yang bekerja

sampai larut malam. Anggapan ini terutama diterimanya dari lingkungan sekitar

sperti tetangga. Rasti merasa orang lain kurang memaklumi kondisinya ketika ia

harus pulang kerja larut malam untuk mencari uang demi kebutuhan hidup anak-

anaknya.

“Walaupun bekerja the hole day di kantor, tapi perempuan malem itu udah negatif.”

50
Perasaan lain yang dialami Rasti ialah perasaan malu ketika melihat orang

lain mempunyai keluarga utuh sedangkan keluarganya sudah tidak utuh lagi.

Kondisi ini terutama dirasakan Rasti ketika ia berkumpul dengan teman-teman

wanitanya. Rasti merasa kecil hati ketika istri-istri lain membicarakan suami

mereka.

“ sometimes merasa malu yang lain ngomongin suami itu segala macem. Mereka
membicarakan suatu keluarga yang utuh sementara kakak hanya part of saja.”

Kelelahan fisik dan psikologis, kesulitan ekonomi pembagian harta gono

gini yang tidak tuntas di satu sisi memunculkan stres pada diri Rasti di sisi lain

menimbulkan perasaan dendam dan marah pada suaminya. Saat ini Rasti berusaha

untuk mengurangi kemarahannya dan dendam terhadap suaminya. Alasan utama ia

melakukan ini karena dia menyadari rasa marah dan dendam pada suami dan stres

yang berkepanjangan membawa dampak buruk bagi Rasti. Dampak buruk yang

dialami Rasti ialah penyakit lupus. Rasti perlu merawat dirinya dengan menjaga

agar dirinya tidak terlalu stres agar penyakit lupusnya tidak kambuh.

Walaupun mengalami masalah-masalah yang disebutkan di atas, Rasti

merasa bersyukur akan kehidupannya. Rasa bersyukur ini karena anak-anaknya

yang memberikan semangat pada dirinya. Rasti juga bersyukur akan dukungan

orang-orang sekitar yang bersedia membantu dalam mengurus rumah tangganya.

Contohnya ada tetangga yang bersedia membantu membayar listrik serta mengurus

rumah dan mengasuh anak-anak saat ia bekerja di kantor. Rasti juga merasa

51
bersyukur karena ibunya juga memberi dukungan kepada dirinya saat ia

mengalami kesulitan. Ia juga memperoleh kekuatan untuk menghadapi kesulitan-

kesulitan yang dialaminya sebagai orang tua tunggal dengan berpasrah dan percaya

pada Allah.

“I feel so blessed punya banyak temen-temen yang kasi perhatian dalam bentuk segala
macem baik itu dari materi atau non materi. Bentuk perhatian dari mereka bisa berupa
sms atau telepon atau ngajak ngopi bareng. Pokoknya ada aja yang seperti itu tiap
harinya. Jadi ga ngerasa sendiri. Mungkin ini hadiah dari Yang di Atas ya..”

Tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan hidup tak bermakna

menjadi bermakna

Bagian berikut akan menggambarkan proses subjek mengubah penghayatan

hidup dari tak bermakna menjadi bermakna. Tahapan ini akan dimulai dari

penghayatan diri sampai kebahagiaan. Pada Rasti gambaran proses penghayatan

hidup tak bermakna menjadi bermakna sebagai berikut. Tahapan pertama ialah

pemahaman diri, tahap saat orang tua tunggal wanita meningkatkan kesadaran atas

buruknya kondisi diri setelah perceraian dan mempunyai keinginan kuat untuk

melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik. Pada tahap ini, Rasti

menyadari bahwa pasca perceraian ia mengalami kesulitan ekonomi. Salah satu

penyebabnya ialah harta gono gini yang belum diurus tuntas. Hal ini menyebabkan

ia harus bekerja keras mencari pekerjaan sampingan untuk menutupi kekurangan

finansialnya. Kesulitan ekonomi dan stres yang dialaminya menyebabkan perasaan

dendam dan marah pada suaminya yang berakibat munculnya penyakit lupus.

52
Kemunculan penyakit lupus ini menyadarkan dia bahwa dia harus berbuat sesuatu

agar dia dapat menjalani kehidupan lebih baik dan mampu mengurus anak-anaknya

dengan lebih baik. Pemahaman Rasti akan kondisi penyakitnya yang disebabkan

oleh stres dan kemarahan menyebabkan dia harus melakukan sesuatu.

Tahap kedua merupakan tahap penemuan makna dan tujuan hidup. Pada

tahap ini orang tua tunggal wanita menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-

hal yang sangat penting dalam hidup. Tahap penemuan makna dan tujuan hidup

pada Rasti lebih fokus pada anak-anaknya. Hal ini membuat ia berani bersikap

untuk meredakan kemarahannya dan tidak mempedulikan penilaian negatif orang

lain dan lebih befokus pada kesejahteraan anak-anaknya. Rasti memiliki tujuan

hidup yaitu mencapai kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan anak-anak. Ini

merupakan nilai bersikap dan nilai penghayatan Rasti dalam menemukan makna

dan tujuan hidupnya.

Tahap selanjutnya yaitu tahap pengubahan sikap. Orang tua tunggal wanita

menjadi lebih berani dan realistis menghadapi kondisi perceraian tersebut. Hal ini

juga ditemukan pada Rasti. Kesadaran bahwa suaminya kurang berperan dalam

mengurus anak-anak membuat Rasti mengambil tanggung jawab untuk mengurus

anak-anaknya termasuk dalam menerapkan disiplin pada anak-anaknya. Ia juga

bersikap realistis tidak mengharapakn suaminya mengurus anak-anaknya.

“ada perubahan konsep dalam mendidik anak, disiplinnya jauh lebih ketat, pola
pengasuhannya lebih ketat karena seminggu di ibunya seminggu di ayahnya. Walaupun

53
kita punya kesepakatan pola pengasuhan yang sam tapi itu tidak mudah diimplementasi.
Kontrol dari ayahnya tidak terjun langsung ke lapangan.”

Tahap selanjutnya merupakan tahap keikatan diri,yakni tahap ketika orang

tua tunggal wanita berkomitmen terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan

hidup yang ditetapkan. Hal ini juga ditemukan pada Rasti. Tujuan Rasti

memberikan kehidupan yang lebih baik untuk dirinya dan anak-anaknya. Hal ini

bisa tercapai dengan cara bekerja. Oleh karena itu, Rasti bekerja sebaik mungkin

dalam pekerjaannya saat ini. Ia juga melakukan pekerjaan sampingan seperti

mengikuti off road, menjadi volunteer WWF yang selain menghasilkan pendapatan

tambahan bagi dirinya juga mendatangkan kepuasan baginya. Dengan melakukan

pekerjaan sampingan tersebut Rasti merasa ia masih bisa menyumbangkan waktu

dan tenaga untuk lingkungannya.

“Itu salah satu bentuk kegiatan sosial yang cukup entertaining juga ya buat kakak”

Tahap selanjutnya ialah kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup,

seseorang terlibat dalam suatu kegiatan nyata sesuai dengan tujuan hidup yang

ditetapkan dan makna hidup yang ditemukan sebelumnya. Rasti bekerja lebih

bersemangat agar dapat menghasilkan uang cukup bagi dirinya dan anak-anaknya.

Selain itu Rasti juga bersemangat dalam memberikan perhatian ke teman-teman

yang kondisinya kurang baik dibandingkan dirinya. Rasti merasa karena anak-

anaknya dan teman-temannya yang membuatnya semangat bekerja. Hal lain yang

54
membuat dia bersemangat dalam menjalani kehidupannya ialah bersikap pasrah pd

Allah.

Tahap selanjutnya ialah tahap hidup bermakna yaitu tahapan saat seseorang

mengisi hidupnya dengan usaha dalam memenuhi makna hidupnya disertai dengan

penghayatan tri nilai (nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai bersikap),

melakukan hal positif yang nyata dan sengaja, serta membangun relasi pribadi

disertai dengan dukungan sosial yang cukup. Berdasarkan tahapan ini Rasti mengisi

hidupnya dalam usaha memenuhi makna hidupnya melalui nilai kreatif dan nilai

bersikap. Nilai kreatif terlihat dari Rasti mencari pekerjaan sampingan yang

menyenangkan dirinya. Nilai bersikap muncul ketika dia melupakan dendam dan

marah pada suaminya. Dia bersikap untuk mengambil alih tanggung jawab utk

mengurus anak-anaknya dan bersikap pasrah dan percaya kepada Allah. Selain itu,

Rasti membina hubungan baik dengan tetangga-tetangganya karena mereka yang

siap membantu Rasti ketika Rasti mengalami kesulitan dalam mengurus rumah

tangganya. Tahapan hidup bermakna juga diisi Rasti dengan membina hubungan

baik dengan tetangga yang menerima dan mendukungnya.

Tahap terakhir yaitu tahap kebahagiaan, yaitu tahap saat orang tua tunggal

wanita sudah sepenuhnya menerima keadaannya tersebut dan tidak menjadi

persoalan lagi seperti dulu. Rasti tampaknya sedang bergerak dari tahapan

sebelumnya ke tahap kebahagiaan. Hal ini terlihat karena Rasti merasa bersyukur

karena masih ada uang cukup dan mendapat dukungan dari anak-anak dan teman-

55
temannya dalam menjalani hidup ini. Di samping itu ia tetap ingin mewujudkan

kehidupan yang lebih baik untuk dirinya dan anak-anaknya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penemuan makna hidup

Faktor –faktor yang mempengaruhi Rasti dalam menemukan makna

hidupnya ialah faktor dari luar diri, faktor dari dalam diri, faktor keimanan, dan

faktor dukungan sosial. Faktor dari luar diri didapat Rasti dari hasil membaca buku

rohani. Dari buku rohani tersebut ia mendapatkan ketenangan batin.

“dari buku-buku rohani itu kakak dapat peace of mine”

Faktor dari dalam diri ialah memahami situasi pribadi dan berani

mengambil tindakan untuk menghadapi masalah. Dalam hal ini Rasti paham betul

bahwa anaknya perlu diasuh dengan pola disiplin yang tegas dibandingkan pola

disiplin ayahnya yang kurang. Oleh sebab itu Rasti mengasuh anaknya dengan

disiplin yang tegas.

“perubahannya ya..dalam konsep mendidik anak ya, disiplinnya jauh lebih ketat, pola
pengasuhannya lebih ketat karena seminggu di ibunya seminggu di ayahnya. Ayahnya tidak terjun
langsung ke lapangan”

Berhubungan dengan keimanan, Rasti bersikap pasrah dalam mengatasi

masalah yang dihadapinya sebagai orang tua tunggal wanita.

56
“kuncinya ya pasrah ma Yang di Atas”

Berhubungan dengan faktor dukungan sosial, Rasti mendapatkan dukungan

sosial dari lingkungannya seperti tetangganya, satpam, ibunya dan teman-temannya

yang lain.

“wujud dukungannnya tuh berupa macem-macem ada tetangga yang dititipin jagain anak-
anakku, satpam yang dimintain tolong bayarin listrik, dan support dari ibuku”

Analisis subjek pertama berdasarkan konsep teori Frankl untuk pencari dan

penemu makna hidup

Rasti sudah menemukan makna hidup dengan nilai bersikap yakni

kesempatan orang tua tunggal wanita untuk mengambil sikap yang tepat terhadap

kondisi dan peristiwa perceraian(tragis) yang telah terjadi dan tidak dapat dihindari

lagi. Nilai bersikap Rasti terwujud dari sikapnya yang dewasa dan tegar dalam

menghadapi masalah tanpa peduli perkataan orang lain. Selain itu Rasti

menemukan makna hidup dengan nilai kreatif yakni memberikan sesuatu yang

berharga dan berguna bagi kehidupan. Nilai kreatif Rasti terwujud dengan mencari

kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tujuan hidupnya ialah

memiliki kehidupan lebih baik untuk dirinya dan anak-anak. Cara Rasti

menemukan makna hidupnya ialah dengan sistem paralel yakni fokus lebih dari

satu nilai. Fokusnya Rasti ialah anak, karier, dan teman-temannya.

57
IV.A.2. Subjek Kedua (Darsi)

Identitas Subjek

Nama : Darsi

Usia : 35 tahun

Suku bangsa : Padang

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : D1

Pekerjaan : ibu rumah tangga, mengurus butik teman

Status Perkawinan : cerai

Hobi : tidak ada

Alamat : Jl. BK

Jumlah anak : tiga

Yang masih dibiayai : tiga

Identitas anak

Keterangan Anak pertama Anak kedua Anak ketiga

Nama K L M

Usia 13 tahun (P) 8 tahun (P) 5 tahun (L)

Suku bangsa Padang Padang Padang

Agama Islam Islam Islam

Pendidikan SMP SD TK

58
Pekerjaan Pelajar Pelajar Pelajar

Alamat Jl. BK Jl. BK Jl. BK

Riwayat perceraian

Darsi adalah ibu dari tiga orang anak berusia antara lima tahun sampai tiga

belas tahun. Saat ini ia berusia 35 tahun dan bekerja di butik teman di samping

menjadi ibu rumah tangga. Ia sudah menjadi orang tua tunggal sejak satu setengah

tahun yang lalu. Saat ini ketiga anaknya hidup bersama dengan dia dan tinggal di

rumah orang tua Darsi.

Permasalahan awal muncul karena kurangnya komunikasi antara Darsi dan

suaminya. Oleh sebab kurang komunikasi tersebut, Darsi merasa berumah tangga

seperti tidak mempunyai suami. Permasalahan meruncing ketika Darsi mengetahui

perselingkuhan suaminya saat suami tersebut bekerja di Kalimantan dan ia berada

di Jakarta. Selain itu, Darsi harus menerima kenyataan pahit karena suaminya

mengatakan bahwa ia sudah tidak mencintai Darsi lagi dan meminta cerai darinya

serta menikahi wanita lain. Darsi merasa kecewa dan sedih akan hal tersebut

terlebih karena ia merasa sudah setia sebagai istri dan memberikan anak laki-laki

seperti permintaan suaminya, namun pada akhirnya ia dikhianati suaminya sendiri.

“aku ma dia tuh kurang komunikasi karena kurang komunikasi, aku berumah tangga tuh
seperti tidak punya suami.”

59
“Akhirnya di Kalimantan ia kenal perempuan ini, lebih muda, lebih perhatian. Pas 2008
awal ini dia bilang dia menemukan perempuan ini tapi dia bilang sudah tiga tahun ini aku
dah ga cinta ma kamu, aku bertahan buat anak-anak.”

Efek perceraian menurut Stewart

Efek perceraian yang dialami Darsi ialah downward mobility, role

changes, dan shifts in social networks. Darsi mengalami downward mobility yakni

penghasilan orang yang telah bercerai lebih sedikit dibandingkan dengan mereka

yang tidak bercerai. Dalam hal ini penghasilan Darsi lebih sedikit dibandingkan

saat ia masih berstatus istri.

“harapanku tuh suamiku bawa penghasilan ke rumah setelah bekerja di Kalimantan,


nyatanya dia malah menikah dengan perempuan lain di sana”

“sekarang aku cuma bantuin temen kerja di butik”

Darsi juga mengalami efek role changes yakni perubahan peran

yang dialami wanita yang telah bercerai. Dalam hal ini Darsi harus bekerja ekstra

keras sebagai ibu dan pencari nafkah utama bagi anak-anaknya.

“Aku tu sepeninggal suami harus ekstra keras mikirin gimana caranya menuhin kebutuhan
hidup anak-anak, terkadang aku punya pos untuk meminjam uang.”

“aku mikirin kalo liburan, anak-anak bisanya perginya ke mana ya..”

Selain efek downward mobility dan role changes, Darsi juga mengami efek

shifts in social networks yakni berkurangnya jalinan komunikasi dengan mantan

pasangan dan kehilangan teman lama karena mereka yang bercerai memilih untuk

60
mengasingkan diri mereka sendiri dari pergaulan karena status perceraian itu.

Dalam hal ini Darsi lebih memilih menarik diri dari lingkungan untuk menghindari

pertanyaan yang tidak diinginkannya. Walaupun demikian, ia masih berkomunikasi

dengan ibu mertuanya.

“aku ga mau pertanyaan yang lebih berat itu, makanya aku narik diri”

“aku masih komunikasi sama mama mertuaku walaupun anaknya sendiri dah ga dianggep

lagi”

Efek psychological problems yakni masalah psikologis yang dihadapi orang

yang telah bercerai dan menjadi orang tua tunggal wanita. Hal ini tidak dialami

oleh Darsi.

Gambaran kehidupan sebagai orang tua tunggal

Ketika awal perceraian, Darsi sering mengalami perasaan sedih dan kecewa

karena masih terpukul akan kenyataan pahit yang harus ditanggungnya sendiri,

yakni menjanda karena dikhianati suaminya sendiri. Selain itu Darsi kehilangan

mood untuk bekerja full time dan lebih fokus untuk mengurus ketiga anaknya.

Darsi juga merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ketiga anaknya karena

penghasilan dari bekerja di butik belum mencapai hasil yang maksimal. Di sisi lain,

Darsi bersyukur bahwa ia mempuyai teman yang mau membantunya dalam hal

materi dan teman-teman lainnya yang mau membantu dalam hal moriil. Darsi juga

bersyukur karena mendapat dukungan dari orang tuanya sendiri dan mama

mertuanya yang sudah tidak mengakui anaknya sendiri.

61
“nangis sih pasti, kecewa pasti… Waktu ke Kalimantan itu aku pikir dia bisa
mencukupi kebutuhan keluarga lebih baik dan aku berenti kerja. Tapi ternyata jadinya
kayak begitu. Ya sedih aja.”

“untuk saat ini pendapatan dari butik belum maksimal ya, apa ya
istilahnya…belum mencukupi buat anak-anak gitu.”

“ ya sebenernya sedih ya untuk mencukupi kebutuhan anak-anak aku ga bisa


ngasi biaya yang semaksimal mungkin.”

“aku ga punya duit ni, aku punya pos temenku untuk mencukupi kebutuhan anak-
anak.”

“yang kasih dukungan tuh temen-temen aku, mama dan mama mertua. Karena
ibu mertuaku bilang yang ada hanya aku dan anak-anaknya yang lain selain dari suamiku.
Hubungan antara mertuaku dan mantan suamiku juga kurang baik ya.”

Selain mengalami masalah ekonomi dan emosi, Darsi lebih memilih untuk

menarik diri dari lingkungan terutama dengan orang-orang yang lebih tua darinya.

Hal ini dilakukannya untuk menghindari pertanyaan berat yang menurutnya belum

siap dijawab olehnya. Darsi takut orang lain tahu bahwa ia sudah menjadi orang tua

tunggal wanita akibat dikhianati suaminya.

“aku yaa pasti kesulitan dengan lingkungan karena aku ga mau pertanyaan-pertanyaan
itu… aku ga seneng aja masalah aku jadi bahan omongan. Jadi lingkungan taunya aku
masih berumah tangga karena dia kadang-kadang suka dateng ke rumah. Tapi pas dia ke
rumah, dia seperti bertamu, mungkin tetangga tau, Cuma aku lebih menghindari
pertanyaan yang lebih jauh aja.”

Selain permasalahan ekonomi, emosi dan konsep diri, Darsi juga sering

memikirkan bagaimana memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya tapi dengan

pengeluaran yang diminimalkan. Di samping mengurus anak-anaknya, Darsi juga

62
harus mengurus neneknya yang juga tinggal di rumah orang tua Darsi. Oleh sebab

itu berat badan Darsi turun delapan kilogram.

“kalo fisiknya dulu lebih berat, sekarang turun jauh bisa turun sampai delapan kilogram”

Selain permasalahan di atas, Darsi masih mengalami kesepian sampai

sekarang. Untuk mengatasinya Darsi sering memutar berbagai jenis lagu dari lagu

mellow sampai lagu-lagu keras tetapi menurutnya cara tersebut tidak dapat

menutupi kekosongan di hatinya. Darsi mengupayaan cara lain yaitu berdoa akan

tetapi emosinya tak terbendung dan ia pun menangis.

“kadang-kadang ngerasa sendirinya tuh koq gini banget ya..kayaknya ga adil banget buat
aku. Aku ma suami tuh kurang komunikasi karena kurang komunikasi…aku berumah
tangga tuh seperti tidak punya suami. Jadi waktu bercerai, aku tidak terlalu kaget. Tapi
ngerasa sepi sih pasti. Apalagi kalo dah sendiri, anak-anak nanti liburan pengen ke mana
ya. walaupun aku ga bisa ajak ke luar kota, buat anak-anak gimana ya. Tetep buat anak-
anak aku harus netral ga boleh liat aku sedih.”

Tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan hidup tak bermakna

menjadi bermakna

Bagian berikut akan menggambarkan proses subjek mengubah penghayatan

hidup dari tak bermakna menjadi bermakna. Tahapan ini akan dimulai dari

penghayatan diri sampai tahap pengubahan sikap. Pada Darsi gambaran proses

penghayatan hidup tak bermakna menjadi bermakna sebagai berikut. Pada tahap

pemahaman diri, tahap saat orang tua tunggal wanita meningkatkan kesadaran atas

63
buruknya kondisi diri setelah perceraian dan mempunyai keinginan kuat untuk

melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik. Pada tahap ini Darsi fokus

dalam mengurus anak-anaknya dan mengikuti setiap perkembangan anaknya di

samping perasaan tidak menyenangkan dan masalah lainnya itu. Darsi tidak mau

‘down’ di depan ketiga anaknya agar ketiganya tidak mengikuti perasaaan ibunya

yang sedang ‘down’. Darsi merasa harus bangkit demi ketiga anaknya tersebut.

Pada tahap kedua, yakni tahap penemuan makna dan tujuan hidup ialah

tahap saat orang tua tunggal wanita menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-

hal yang sangat penting dalam hidup. Di tahap ini Darsi mempunyai prinsip bahwa

pengeluaran tidak boleh lebih besar daripada pemasukan. Jadi, bila ia dapat

pemasukan sekian, pengeluarannya pun ditakar olehnya. Cara mengatur

pengeluarannya ialah meminimalisasi pengeluaran yang tidak perlu. Misalnya,

anak-anak dianjurkan ke tempat les Inggris dengan kualitas sama bagus dengan ILP

tapi harganya lebih terjangkau. Ini merupakan nilai bersikap yang dimiliki Darsi

dalam menemukan makna hidupnya. Pada tahap pengubahan sikap, orang tua

tunggal wanita menjadi lebih berani dan realistis menghadapi kondisi perceraian

tersebut. Pada tahap ini Darsi masih berupaya mengumpulkan niat untuk bekerja

lagi agar dapat memberikan biaya maksimal ke anak-anaknya seperti harapannya di

awal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penemuan makna hidup

64
Faktor yang mempengaruhi Darsi dalam menemukan makna hidupnya ialah

dukungan sosial saja. Dalam hal ini Darsi banyak mendapatkan dukungan sosial

dari sahabat-sahabatnya berupa dukungan moril dan bantuan uang.

“ketika menghadapi masalah, aku lebih banyak curhat ke sahabat aku”

“aku punya pos untuk kebutuhan keuanganku ”

Analisis subjek kedua berdasarkan konsep teori Frankl untuk pencari dan

penemu makna hidup

Darsi sudah menemukan makna hidup dengan nilai bersikap yakni

kesempatan orang tua tunggal wanita untuk mengambil sikap yang tepat terhadap

kondisi dan peristiwa perceraian(tragis) yang telah terjadi dan tidak dapat dihindari

lagi. Nilai bersikap Darsi terwujud dari sikapnya dalam mengurus keuangan rumah

tangga yakni dengan berprinsip bahwa pengeluaran tidak boleh lebih besar daripada

pendapatan. Tujuan hidupnya ialah mencukupi kebutuhan hidup anak-anaknya

dengan kualitas yang lebih baik dan menemukan penyebab kekosongan hatinya dan

cara mengatasi kekosongan tersebut. Cara Darsi menemukan makna hidupnya ialah

dengan sistem piramidal yakni fokus pada satu nilai saja yakni fokus kepada anak-

anaknya saja.

IV. B. Analisis Banding

65
Dari pemaparan di atas tampak perbedaan pencapaian tahapan dalam

menemukan makna hidup antara Rasti dan Darsi. Rasti sudah mencapai tahap

terakhir yakni kebahagiaan sedangkan Darsi masih berada pada tahap dua yakni

tahap penemuan makna dan tujuan hidup.

Kedua subjek tersebut juga memiliki persamaan yakni mereka berdua

melewati tahap awal yakni tahap pemahaman diri. Pada Rasti tahap pemahaman

dirinya berfokus ke karier, anak, dan dirinya agar penyakit lupusnya tak kambuh.

Pada Darsi tahap pemahaman dirinya berfokus kepada ketiga anaknya saja.

Tabel 1 Analisis Banding

Tahap kegiatan
seseorang dalam Rasti Darsi
mengubah
penghayatan hidup
tak bermakna
menjadi bermakna
1. Pemahaman diri Menyadari bahwa pasca Menyadari bahwa mantan
perceraian, finansialnya suaminya tak peduli pada
berkurang, ia harus mencari dirinya, ia lebih fokus ke
pekerjaan sampingan untuk ketiga anaknya dan
menutupi biaya hidupnya. mengikuti setiap
perkembangan anaknya
tersebut.
2. Penemuan makna Merasa lebih dewasa dan Merasa bahwa finansial
dan tujuan hidup tegar dalam menghadapi pasca perceraian
masalah yang ada tanpa berkurang, ia menetapkan
mempedulikan perkataan prinsip bahwa
orang lain(nilai bersikap). pengeluaran tidak boleh
lebih besar daripada
pemasukan (nilai
bersikap).

66
3. Pengubahan sikap Menetapkan pola disiplin Masih berupaya
lebih ketat dibandingkan mengumpulkan niat untuk
ayah anak-anak pasca bekerja lagi agar dapat
perceraian. memberikan biaya
maksimal ke anak-
anaknya.
4. Keikatan diri Bekerja sebagai business Belum mengikuti kegiatan
associate dan melakukan yang ia sukai ataupun
kegiatan off road untuk mencari pekerjaan yang
menghibur dirinya dan penghasilannya lebih
berkontribusi bagi menutupi biaya hidup
lingkungan. dibandingkan pekerjaanya
sekarang yang hanya
mengurus butik temannya.
5. Kegiatan terarah Bekerja lebih
dan pemenuhan bersemangat agar -----
makna hidup dapat menghasilkan
uang cukup bagi
dirinya dan anak-
anak

Lebih bersemangat
memberikan
perhatian kepada
teamn-temannya
yang kondisinya
kurang baik

6. Hidup bermakna Mempunyai tiga hal penting


yang memicu semangat
hidupnya yakni ketiga -----
anaknya, pekerjaannya, dan
teman-teman yang
memberiakan dukungan
pada dirinya.

67
7. Kebahagiaan Merasa bersyukur karena
masih ada uang cukup dan ------
mendapat dukungan dari
ketiga anaknya dan
lingkungan dalam menjalani
hidup ini. Akan tetapi masih
mempunyai harapan untuk
membuat dirinya dan ketiga
anaknya mendapatkan
kehidupan yang lebih baik
lagi daripada sekarang.

68
BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

V.A. KESIMPULAN

Subjek pertama sudah mencapai tahap akhir dari proses penemuan makna

hidup, yakni kebahagiaan. Subjek kedua baru mencapai tahap kedua dari proses

penemuan makna hidup yakni tahap penemuan makna dan tujuan hidup. Subjek

kedua saat ini sedang berupaya masuk ke tahapan selanjutnya yakni tahap

pengubahan sikap dengan mengumpulkan niat untuk bekerja kembali demi

memenuhi kebutuhan dirinya dan ketiga anaknya.

V.B. DISKUSI

Ada beberapa faktor penentu yang menyebabkan pencapaian subjek satu

mencapai tahap akhir dan pencapaian subjek kedua baru mencapai tahap kedua

yakni; penyebab perceraian, lama perceraian, kemandirian, faktor dari dalam diri

dan mempunyai hobi atau tidak. Penyebab perceraian subjek pertama karena

ketidakcocokan antara subjek dengan suaminya. Penyebab perceraian subjek kedua

karena dikhianati oleh suaminya. Lama perceraian subjek pertama ialah empat

tahun sedangkan subjek kedua satu setengah tahun. Subjek pertama sudah memiliki

pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan sedangkan subjek kedua masih

mengumpulkan niat untuk bekerja full-time. Faktor dari dalam diri subjek pertama

69
ialah mau menjalin hubungan baik dengan lingkungan sedangkan subjek kedua

lebih memilih menarik diri dari lingkungan. Subjek pertama mempunyai hobi

khusus untuk menghibur dirinya di kala sendiri sedangkan subjek kedua tidak

mempunyai hobi.

Efek perceraian yang dialami subjek pertama ialah downward mobility, role

changes, dan psychological problems. Efek perceraian yang dialami subjek kedua

ialah downward mobility, role changes, dan shifts in social networks.

Faktor –faktor yang mempengaruhi subjek pertama dalam menemukan

makna hidupnya ialah faktor dari luar diri(didapat dari buku-buku rohani), faktor

dari dalam diri(memahami situasi pribadi dan berani mengambil tindakan untuk

menghadapi masalah), faktor keimanan, dan faktor dukungan sosial. Faktor yang

mempengaruhi subjek kedua dalam menemukan makna hidupnya ialah dukungan

sosial saja.

Subjek pertama menemukan makna hidup dengan nilai bersikap dan nilai

kreatif. Subjek kedua menemukan makna hidup dengan nilai bersikap saja. Tujuan

hidup subjek pertama untuk memiliki kehidupan yang lebih baik untuk dirinya dan

anak-anak. Tujuan hidup subjek kedua untuk mencukupi kebutuhan hidup anak-

anaknya dengan kualitas yang lebih baik dan menemukan penyebab kekosongan

hatinya dan cara mengatasi kekosongan tersebut. Cara subjek pertama menemukan

makna hidup dengan sistem paralel. Cara subjek kedua menemukan makna hidup

dengan sistem piramidal.

70
V.C. SARAN

V.C. 1. Saran Penelitian

Hendaknya peneliti melakukan wawancara mendalam pada tahap perceraian

agar mendapatkan informasi lebih banyak apa yang dirasakan subjek saat

perceraian terjadi. Selain itu, peneliti hendaknya membina rapport dengan subjek

lebih baik sebelum wawancara dengan bertemu beberapa kali terlebih dahulu

sebelum melakukan wawancara mendalam sehingga pada saat wawancara,

diharapkan subjek tidak merasa canggung dalam menjawab pertanyaan interviewer

atau peneliti. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi proses penemuan makna hidup digali lebih dalam agar peneliti

dapat mengetahui lebih banyak perbedaan yang menyebabkan satu subjek dapat

mencapai tahap akhir dan subjek lain yang belum mencapai tahap akhir.

V.C.2. Saran Praktis

V.C.2.1. Saran untuk orang tua tunggal wanita

Menyarankan orang tua tunggal untuk menikmati pekerjaan dan hobinya di

samping menjalin relasi dengan lingkungan dan mengikuti support group untuk

mereka dan anak-anak mereka.

71
V.C.2.2. Saran untuk konselor/psikolog/terapis

Menyarankan agar mereka membantu orang tua tunggal untuk menikmati

pekerjaan dan hobinya di samping menjalin relasi mereka dengan lingkungan.

Selain itu, mereka dapat membentuk support group untuk para orang tua tunggal

ini.

72
DAFTAR PUSTAKA

Anita ( 2004 ). Gambaran Stres, Coping, Dan Adjustment orang Tua Tunggal
Wanita akibat Perceraian. Skripsi Sarjana, tidak diterbitkan. Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Antoinette, M.(2007). Personal Meaning. Diakses pada tanggal 10 Maret 2008 dari
rumahbelajarpsikologi.com/index.php/makna-hidup.html

Bastaman, H. D. (1996). Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : Paramadina.

Heins, M.M. D dan Seiden A.M. Single parents. New York : Doubleday &
Company, Inc

Hendarmin, R. (2003). Proses Penghayatan Makna Hidup pada attemped suicider.


Skripsi Sarjana, tidak diterbitkan. Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya,
Jakarta.

Hidayat, L. L.(2002). Panduan Penyusunan dan Penulisan Skripsi. Jakarta :


Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Hurlock, E.B.(1986). Developmental Psychology. New Delhi : McGraw-Hill.

Javascript.(2006, 30 September). Keluarga Single Parents Prima. Diakses pada


tanggal 13 Mei 2008 dari single parent news.
spottnews.com/index.php?option=com_content&task=
category&sectionid=1&id=13&Itemid=2.

Kissman, K. dan Allen, J.A. (1993). Single Parent Families. Newsbury Park : Sage
Publication.

Lukas, E.(1979). The four Steps in Logotherapy”, dalam Logotherapy in Action.


Fabry et.al.(ed). New York : Jason Aronson, Inc.

Miller, R.,S., Perlman, D., dan Brehm, S.S.(2007). Intimate Relationships.


New York : McGraw-Hill.

Nurhandini, A. (2006). Stres pada ibu sebagai orang tua tunggal. Skripsi Sarjana,
tidak diterbitkan. Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Ortigas, C. D. (1991). The Solo- Parent Experience : A Growing Social


Phenomenon. Manila : A Resource Guide on Creative Single Parenting.

73
ed
Patton, M.Q. (1990). Qualitative Research & Evaluation Methods. 3 . Newsbury
Park : Sage Publications.

Perlmutter, M. & Hall, E (1992). Adult Development and Aging. 2nd. Toronto : John
Willey & Sons, Inc.
Poerwandari, E. K. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi.
Depok : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi Universitas Indonesia.

Pusat Bahasa Depdiknas Indonesia. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Online
: Cerai. Diakses pada 4 Mei 2009 dari
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

Reker, G. T., & Chamberlain, K., (2000). Exploring Existential Meaning :


Optimizing Human Development Across the Life Span. Newsbury Park :
Sage Publication

Shuhmy. (2007, April). Institusi Keluarga. Diakses pada 10 Maret 2008 dari
www.scribd.com/doc/2525368/institusi-keluarga

Susenas. (2004). Karakteristik Kepala Rumah Tangga Menurut Status Kawin, 2000
& 2004. [versi elektronik]. Data statistik-Indonesia.

Stewart, E.C. dan Brentano,C.(2006).Divorce causes and consequences.Diakses


pada 11 Juli 2009 dari http://ebooks.katz.cd/download/3435509/eBook/Divorce-
Causes-and-Consequences/

Wiebe, R.L. (2001). The Influence of Personal Meaning on Vicarious


Traumatization in the Rapists. [Versi elektronik]. Diakses pada 27 Maret 2008 dari
www.twu.ca/cpsy/Documents/Theses/Rhonda%20Wiebe%20Thesis.pdf

Widoreri, W. (2007). Gambaran Proses Pencarian Makna Hidup pada ODHA


Perempuan. Skripsi Sarjana, tidak diterbitkan. Universitas Katolik
Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Wiludjeng, J. H. (1999). Permasalahan Orang Tua Tunggal Suatu tinjauan


Literatur. Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Wiludjeng, J. H. (2003). Permasalahan Orang Tua Tunggal Suatu tinjauan


Literatur. Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

74
Wiseman, R. S. (1975). Crisis theory and the process of divorce. Social Casework,
56,205-212. Newsbury Park : Sage Publications.

75
LAMPIRAN 3

INFORMED CONSENT

Jakarta, 23/12/2009

Yang terhormat

Ibu responden

di tempat

Assalamualaikum,

Saya EUNICE, mahasiswi tingkat akhir Fakultas Psikologi Universitas

Katolik Indonesia Atma Jaya, sedang mengerjakan tugas akhir dalam bentuk

penyusunan skripsi. Dalam usaha mendapatkan gambaran sebenarnya mengenai

proses kaum wanita dalam menemukan makna hidup pasca perceraian, perlu

diadakan suatu penelitian untuk membahas dan mengungkapkan proses yang

sebenarnya dihadapi oleh para wanita. Untuk itulah saya memohon kesediaan Ibu
untuk sudi kiranya menjadi narasumber/responden dalam penelitian ini. Saya

memilih Ibu sebagai responden dalam penelitian ini karena saya menganggap Ibu

memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sebelumnya.

Untuk lebih jelasnya, penelitian ini merupakan penelitian kualitatif di mana

pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan Ibu. Saya

pribadi ingin belajar dari pengalaman bagaimana proses yang dijalani Ibu sebagai

orang tua tunggal dalam menemukan makna hidup dan bagaimana Ibu dapat

bangkit dari masalah-masalah yang ibu hadapi sebagai orang tua tunggal.

Sesuai dengan kode etik psikologi, data / informasi yang saya dapatkan dari

hasil wawancara ini tidak akan disebarkuaskan, terjamin kerahasiaannya, dan

identitas Ibu dirahasiakan. Hasil wawancara akan dipergunakan untuk keperluan

penelitian saja. Maka dari itu, Ibu tidak perlu khawatir akan kerahasiaan dari

informasi yang Ibu berikan.

Dalam pelaksanaannya, untuk dapat mewawancarai Ibu secara mendalam,

Saya meminta kesediaan ibu meluangkan waktu untuk bertemu dengan saya dalam

2 atau 3 kali pertemuan di mana setiap pertemuan memakan waktu kurang lebih 1-2

jam. Mengenai tempat dan waktu bertemu, saya mempersilahkan Ibu untuk

menghubungi saya di nomer HP 0816XXXXXXX atau rumah 021XXXXXXX dan

bila Ibu ingin bertanya atau menginginkan informasi lebih lanjut mengenai

penelitian ini. Seandainya Ibu keberatan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini,
maka Ibu berhak untuk mengundurkan diri dari penelitian ini dan tidak ada

kerugian yang akan menimpa Ibu.

Kiranya partisipasi Ibu dalam penelitian ini akan sangat membantu saya

dalam menyelesaikan skripsi saya dan manfaat bagi Ibu adalah Ibu dapat

memahami proses menemukan makna hidup dan bagaimana mewujudkannya.

Tanpa bantuan Ibu, penelitian ini tidak akan berjalan dengan lancar dan berhasil.

Akhir kata, saya mengucapkan banyak terima kasih. Saya sangat

menghargai niat baik dan kerjasama Ibu untuk turut berpartisipasi dalam penelitian

ini demi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang psikologi.

Salam,

( EUNICE ) ( )

2003 70 103

Peneliti inisial responden


LAMPIRAN 1

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA

Daftar Pertanyaan Wawancara

BIODATA

-Inisial ibu?

-Berapa usia ibu?

-Apa pendidikan terakhir ibu?

-Apakah pekerjaan ibu?

-Bekerja sebagai apa?

-Berapa lama ibu bekerja dalam seminggu?

- Apakah ibu bekerja tiap hari?

-Apakah agama ibu?

-Apa saja kegiatan kerohanian yang ibu lakukan?

-Apa yang ibu dapatkan dari kegiatan rohani tersebut?(faktor keimanan)

-Apa suku bangsa ibu?

-Apa aktivitas ibu sehari-hari?

-Berapakah jumlah anak ibu?

-Berapa jumlah anak yang masih dibiayai?

-Berapakah usia anak?

-Apa jenis kelamin anak?


-Apa pendidikan terkhir anak?

-Berapa lama ibu menjadi orang tua tunggal?

-Tinggal dengan siapa sekarang?

RIWAYAT PERCERAIAN

- Kapan ibu merasa tidak cocok dengan suami?

- Faktor apa yang menyebabkan ketidakcocokan antara ibu dengan suami?

- Berapa lama proses ketidakcocokan tersebut sampai perceraian?

- Apa yang menyebabkan ibu bercerai?

PENGHAYATAN TAK BERMAKNA

1. BEBAN FISIK dan PENGASUHAN ANAK

BEBAN FISIK

- Tugas- tugas rumah tangga apa yang dulu ditangani suami tapi sekarang

dikerjakan oleh ibu?

- Seringkali peran ganda sebagai orang tua tunggal mengalami kelebihan

beban misalnya bekerja di luar rumah, mengurus rumah, dan anak.

Apakah ibu mengalami hal serupa?

- Bagaimana pandangan ibu terhadap situasi ini?

- Situasi ini memiliki dampak apa bagi ibu?

PENGASUHAN ANAK
- Apakah ibu mengalami kesulitan dalam membesarkan anak seorang

diri? Bisa tolong ibu ceritakan.

- Bagaimana ibu membagi waktu antara bekerja di luar rumah dan

bertemu dengan anak?

Apakah pembagian waktu tersebut menurut ibu sudah sesuai

keinginan ibu?

Kalau pembagian waktu belum sesuai dengan keinginan ibu,

bagaimana upaya ibu mengatasinya?

2. EKONOMI

- Apakah ada perubahan kondisi ekonomi keluarga dari saat bersuami dan

menjadi orang tua tunggal? Tolong ibu ceritakan.

- Kesulitan apa saja yang ibu hadapi dalam hal ini?

- Apakah situasi ini berdampak pada ibu?

Apa dampaknya?

- Adakah pekerjaan lain yang ibu kerjakan untuk mencukupi kebutuhan

keluarga?

Apakah pekerjaan lain itu?

- Adakah masalah dalam pekerjaan ibu (baik pekerjaan utama maupun

sampingan)?

- Apakah penghasilan ibu mencukupi kebutuhan keluarga?

- Apakah ibu mendapat tunjangan dari mantan suami?


- Apakah anak-anak mendapat tunjangan dari ayahnya?

Jika ya, apakah mencukupi?

- Apakah ibu mendapatkan pembagian harta perceraian ?

- Bagaimana dengan status rumah yang ibu huni sekarang?

-Bagaimana sikap ibu menghadapi hal ini?

3. KESEPIAN

- Setelah berpisah dengan suami, apakah ibu merasa kesepian?

Apa yang ibu lakukan saat merasa kesepian?

- Saat ini, bila menghadapi situasi tersebut, dengan siapa biasanya ibu

bicarakan?

- Situasi ini memiliki dampak apa bagi ibu?

- Bagaimana sikap ibu menghadapi kondisi tersebut?

- Apakah ibu berkeinginan untuk berumah tangga lagi? Mengapa?

4. EMOSI, PSIKOLOGIS, dan KONSEP DIRI

EMOSI

- Ketika awal perceraian, emosi apa yang suka muncul?

- Emosi apa lagi yang muncul?

- Apakah emosi tersebut masih ada sampai sekarang?

- Apakah situasi ini berdampak pada ibu?


Dampaknya seperti apa?

- Bagaimana sikap ibu menghadapi emosi yang muncul tersebut?

PSIKOLOGIS

- Sebelum bercerai dan pasca perceraian, bagaimana penghayatan diri

ibu? Apakah ada perbedaan pada identitas diri yang ibu rasakan?

- Apakah situasi ini memiliki dampak bagi ibu? Apakah ibu mampu

menghadapi kondisi tersebut?

PERUBAHAN KONSEP DIRI

- Kira-kira apa dampak perceraian pada diri ibu?

- Apakah ibu mengalami perubahan kebiasaan hidup sepeninggal suami?

Bisa tolong diceritakan.

- Apakah situasi ini memiliki dampak bagi ibu?

Apakah ada perubahan konsep diri pada ibu dari sebelum

bercerai dan sesudah perceraian?

Apakah ibu mengalami masalah dalam menjalani konsep diri

yang berbeda?Tolong ibu ceritakan.

5. SEKSUAL

- Apa yang ibu rasakan tentang kehidupan seksual pasca perceraian?

- Apa yang ibu lakukan untuk mengatasinya?

- Apakah situasi ini memiliki dampak bagi ibu? Apakah ibu mampu

menghadapi kondisi tersebut?


6. SOSIAL

- Kegiatan lain apa saja yang ibu ikuti saat ini?

apa alasan mengikutinya?

* kalau iya, apakah ibu menikmatinya?

* Kalau tidak, adakah keinginan melakukan kegiatan

lain tersebut?

*Bagaimana perasaan ibu akan keinginan yang tidak

dapat dilakukan tersebut?

* Bagaimana mengatasinya?

- Berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk mengikuti kegiatan

tersebut?

- Bagaimana hubungan ibu dengan tetangga/ lingkungan ?

Kalau tidak dekat, bagaimana persaan ibu atas situasi ini?

- Dengan adanya perubahan status dengan seorang istri menjadi janda,

apakah ibu mengalami kesulitan dalam lingkungan / masyarakat?

- Bagaimana dengan perlakuan masyarakat/ lingkungan terhadap ibu?

- Apakah ibu merasa ingin menarik diri dari lingkungan karena sebagai

janda?

- Apakah ibu menerima dukungan sosial dari pihak lain?(faktor dukungan

sosial)

Siapa saja yang memberikan dukungan?


*Apakah mendapat dukungan dari pihak ibu?

*Apakah mendapat dukungan dari pihak suami?

Wujud dukungannya apa saja?

- Dukungan apa saja yang diberikan keluarga?

Apakah dukungan tersebut meringankan beban ibu?

- Siapa yang paling banyak memberi dukungan ke ibu dalam mengatasi

kesulitan?

- Bagaimana hubungan ibu dengan keluarga besar?

Adakah keinginan ibu untuk dekat dengan keluarga besar?

Kalau tidak terlalu dekat, apakah ada omongan orang lain

akan ketidakdekatan ibu kepada mereka tersebut?

- Apakah situasi ini memiliki dampak bagi ibu? Apakah ibu mampu

menghadapi kondisi tersebut?

MENGECEK KONDISI TAK BERMAKNA

- Apa masalah terberat bagi ibu dari sekian banyak masalah yang masih

terasa sampai sekarang?

- Dampaknya seberapa jauh mempengaruhi ibu?

- Pernahkah ibu mengalami kondisi pesimis/ merasa lelah?

- Berapa lama ibu mengalami hal itu?

- Apa yang membuat ibu ‘bangkit’ dari kondisi tersebut?


TAHAP KEGIATAN SESEORANG DALAM MENGUBAH HIDUP TAK

BERMAKNA MENJADI BERMAKNA

1. PEMAHAMAN DIRI

- Adakah suatu peristiwa yang membuat ibu bersemangat dalam

menjalani kehidupan sebagai orang tua tunggal?

2. PENEMUAN MAKNA DAN TUJUAN HIDUP

- Jika ya, apa yang ibu lakukan saat perasaan bersemangat itu muncul?

- Saat perasaan bersemangat muncul, bagaimana perasaan ibu terhadap

semua permasalahan yang ibu hadapi sebagai orang tua tunggal?

- Apa yang ibu lakukan agar perasaan bersemangat ibu tidak hilang

begitu saja? (faktor dari dalam diri)

- Jika tidak, bagaimana upaya ibu agar dapat menemukan motivasi dalam

mengatasi semua permasalahan yang ada?

3. PENGUBAHAN SIKAP

- Apakah ada suatu hal yang berbeda yang ibu lakukan dari sebelumnya

yang membuat ibu lebih bersemangat menjalani hidup?

- Perubahan itu dipengaruhi oleh apa?

Apakah dari pemikiran ibu?

Apakah dari cara ibu memandang sesuatu?

Apakah dari sikap ibu?


4. KEIKATAN DIRI

- Apakah tetap menjadi pegangan sampai sekarang?

- ada tidak yang memotivasi ibu untuk menjalani kehidupan ini?

Apa yang memotivasi ibu tersebut?

- Dalam proses mengatasi semua permasalahan yang dihadapi, adakah cara-

cara yang ibu ambil agar ibu tertarik dalam menyikapinya?

5. KEGIATAN TERARAH DAN PEMENUHAN MAKNA HIDUP

- Apa yang ibu lakukan saat waktu luang / hari libur?

- Apa ibu juga melakukan kesenangan/ hobby?

- Apa yang ibu rasakan saat melakukan hobby/ kegiatan tertentu di hari

libur?

- Seberapa sering ibu melakukan kesenangan / hobby tersebut?

6. HIDUP BERMAKNA

- Kira-kira hikmah apa yang ibu dapatkan dari pasca perceraian itu?

- Apakah tujuan hidup terpenting bagi ibu saat ini?

- Apakah ibu puas dengan kehidupan yang ibu jalani sekarang?

- Apakah ibu merasa bahagia?


LAMPIRAN 2

LAPORAN HASIL TRY OUT

LAPORAN HASIL TRY OUT

- Pada pertanyaan berapa lama ibu bekerja, sebaiknya ditanyakan berapa

lama ibu bekerja dalam seminggu dan apakah bekerja setiap hari ?

- Pertanyaan kenapa ibu memiliki perasaan X sebaiknya ditanyakan setiap

selesai bertanya apakah ibu memiliki perasaan X?

- Pertanyaan apa yang ibu lakukan untuk mengatasi perasaan-perasaan tak

menyenangkan tersebut sebaiknya ditanyakan setiap selesai bertanya

apakah ibu memiliki perasaan X?

- Pertanyaan bagaimana penghayatan diri ibu sebaiknya diganti dengan

pertanyaan apakah ada perbedaan dalam menghayati peran ibu sebagai istri

dan peran ibu sebagai orang tua tunggal agar lebih dapat dimengerti subjek

lainnya.

- Pertanyaan adakah suatu peristiwa yang membuat ibu bersemangat dalam

menjalani kehidupan sebagai orang tua tunggal akan lebih dimengerti

subjek bila diubah menjadi pertanyaan; dari perasaan lelah/ pesimis tadi apa

yang menguatkan ibu untuk tetap menjalani kehidupan sebagai orang tua

tunggal?
- Setelah bertanya adakah hal berbeda yang membuat ibu bersemangat dalam

menjalani hidup sebaiknya ditanyakan juga pertanyaan terkait yaitu adakah

yang memotivasi ibu dalam menjalani kehidupan ini?

o Apa yang memotivasi ibu tersebut?

Anda mungkin juga menyukai