Anda di halaman 1dari 198

IMPLEMENTASI BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT)

DANA DESA DI DESA BOTORECO KECAMATAN

KUNDURAN KABUPATEN BLORA

Skripsi

Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Sarjana


Departemen Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Diponegoro

Penyusun
IRMA DWI DAMAYANTI
NIM. 14020118130089

DEPARTEMEN ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
(SKRIPSI)

Saya yang bertandatangan dibawah ini:


1. Nama Lengkap : Irma Dwi Damayanti
2. Nomor Induk Mahasiswa : 14020118130089
3. Tempat / Tanggal Lahir : Blora, 9 Oktober 2000
4. Jurusan / Program Studi : Administrasi Publik
5. Alamat : Desa Talokwohmojo, 02/04, Ngawen, Blora

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah (Skripsi / TA) yang saya
tulis berjudul: “Implementasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di Desa
Botoreco Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora.
Adalah benar-benar Hasil Karya Ilmiah Tulisan Saya Sendiri, bukan hasil karya
ilmiah orang lain dan tidak mengandung plagiasi dari sumber informasi lainnya.
Hal ini diperkuat dengan hasil uji kemiripan Turnitin yang kurang dari 20 %.
Apabila dikemudian hari ternyata karya ilmiah yang saya tulis itu terbukti bukan
hasil karya ilmiah saya sendiri atau hasil plagiasi karya orang lain, maka saya
sanggup menerima sanksi berupa pembatalan hasil karya ilmiah saya dengan
seluruh implikasinya, sebagai akibat kecurangan yang saya lakukan.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan dengan
penuh kesadaran serta tanggung jawab.

Mengetahui, Semarang, 15 Agustus 2022


Dosen Pembimbing Pembuat Pernyataan

Amni Zarkasyi Rahman, S.A.P., M.Si Irma Dwi Damayanti


NIP.198107212006042002 NIM. 14020118130089

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Implementasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana


Desa di Desa Botoreco Kecamatan Kunduran
Kabupaten Blora
Nama Penyusun : Irma Dwi Damayanti
Departemen : Administrasi Publik

Semarang,
Dekan Wakil Dekan I

Dr. Drs. Hardi Warsono, MTP Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin
NIP. 19640827199001001 NIP. 196908221994031003

Dosen Pembimbing

Amni Zarkasyi Rahman, S.A.P., M.Si (…………………………….)

Retna Hanani, S.Sos, MPP (…………………………….)

Dosen Penguji

Dr. Dra. Retno Sunu Astuti, M.Si (…………………………….)

Amni Zarkasyi Rahman, S.A.P., M.Si (…………………………….)

Retna Hanani, S.Sos, MPP (…………………………….)

ii
MOTTO

“Ketika kita mempunyai sebuah mimpi atau tujuan yang hendak dicapai, selaraskan

usaha duniawi dan ukhrawi. Karena jika hanya usaha jalur dunia tidak akan cukup,

begitu pula dengan sebaliknya. Gantungkanlah mimpi dan tujuan itu pada Allah,

memantaskan diri dengan usaha. InsyaaAllah apapun hasil yang diberikan kepada

kita adalah rezeki terbaik yang pantas untuk kita.”

“Kemudahan tidak hanya datang setelah kesulitan, tapi kemudahan selalu

beriringan dengan kesulitan. Jadi jangan pernah menyerah, karena ketika kamu

menghadapi sebuah kesulitan, percayalah akan ada kemudahan bersamanya. Allah

tidak pernah ingkar janji, dan Allah selalu sayang kepada hambanya yang mau

berusaha, dan bersyukur dalam situasi dan kondisi apapun.”

“Slowly is the fastest way to get to where you want to be.”

“Skripsi yang baik adalah skripsi yang selesai, jadi ketika memulai mengerjakan

skripsi, jangan terlalu terpaku untuk menciptakan gebrakan yang besar, cukup

niatkan, kerjakanlah dengan serius dan kontinyu, bersemangatlah, karena prosesmu

akan lekas sampai pada garis finish.”

iii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk berbagai pihak yang telah berperan

dalam mendukung kesuksesan skripsi ini khususnya untuk:

1. Kedua orangtua beserta keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa

untuk kelancaran penyusunan skripsi.

2. Kepada teman-teman satu kelompok bimbingan (Sherin, Erjak, Dinda,

Tavida, Sugiarto), yang telah berjuang bersama dalam proses penyusunan

skripsi mulai dari seminar proposal hingga ujian skripsi.

3. Kepada Wardah, Tiara, dan Maulida, yang telah memberikan dukungan, dan

menjadi sahabat yang baik selama kuliah.

4. Kepada Sherin, yang telah berkenan untuk berjuang bersama dalam

perjalanan penulisan skripsi.

5. Kepada Rifa yang sudah membantu peneliti untuk menyelesaikan keperluan

sidang skripsi, dan telah memberikan dukungan baik dalam berorganisasi

maupun kesibukan kuliah lainnya.

6. Kepada Naila, teman organisasi baik di BEM maupun di organisasi lainnya.

7. Kepada teman-teman Administrasi Publik 2018, yang telah berjuang

bersama selama kurang lebih 4 (tahun) di bangku perkuliahan.

8. Kepada keluarga BEM FISIP Undip, khususnya Departemen Pengabdian

Masyarakat yang telah menjadi ruang bagi peneliti untuk mengembangkan

diri, yang selalu memberikan dukungan dan menjadi tempat berbagi cerita.

iv
9. Kepada Arfa Bahrul Ulum, terimakasih sudah berkenan menjadi teman

berjuang selama di Dimas BEM FISIP. Selain itu menjadi teman organisasi

yang sangat baik dan kooperatif meskipun harus beradu pendapat.

10. Kepada Keluarga GUM Jilid VI khususnya Keluarga Wanaraja, yang

menjadi salah satu keluarga manis sekaligus menjadi tempat bercerita yang

baik.

11. Kepada Tim Kampus Mengajar (Yulia, Misbach, Mbak Alya, Sinta, Alfi)

yang juga turut memberikan dukungan dan semangat.

v
IMPLEMENTASI BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DANA DESA
DI DESA BOTORECO KECAMATAN KUNDURAN
KABUPATEN BLORA

ABSTRAK

Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa merupakan salah satu upaya
penanganan terhadap dampak pandemi covid-19 yang diberlakukan di tingkat
pedesaan sejak tahun 2020. Realisasi penyaluran BLT Dana Desa di Desa Botoreco
hanya mencapai 6,1% dari 30% yang seharusnya diberikan kepada kelompok
sasaran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses implementasi BLT
Dana Desa di Desa Botoreco, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora. Selain itu,
untuk menganalisis faktor pendorong dan faktor penghambat proses implementasi
tersebut. Penelitian ini menggunakan teori implementasi kebijakan dengan konsep
teori dari Donald Van Meter dan Carl Van Horn untuk mengidentifikasi faktor.
Penelitian ini juga mengacu pada Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 tahun 2020 dan Peraturan Bupati Blora
Nomor 77 tahun 2022. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif
dengan teknik pengambilan data melalui wawancara, studi pustaka, dan observasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa BLT Dana Desa sudah diberikan secara tepat
waktu kepada kelompok sasaran, monitoring dan evaluasi juga dilakukan secara
rutin. Namun, proses pendataan yang dilakukan belum tepat sasaran. Realisasi
penyaluran belum maksimal karena anggaran dana desa digunakan untuk
pembangunan fisik desa. Sehingga BLT Dana Desa hanya diberikan kepada 25
KPM. Proses implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco didorong oleh faktor
sumber daya kebijakan dan karakteristik instansi pelaksana. Selain itu, proses
implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco juga terhambat oleh faktor standar
dan tujuan kebijakan; komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan;
lingkungan kondisi sosial, ekonomi dan politik; serta disposisi implementor.
Dengan demikian, saran yang dapat diberikan antara lain perlu adanya penyesuaian
kriteria sasaran, perlu adanya pembaruan data yang terintegrasi, pendampingan
rutin dalam proses implementasi BLT Dana Desa, Pemerintah desa perlu menyusun
skala prioritas terutama dalam penanganan dampak covid-19.

Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, BLT Dana Desa, Prioritas dana desa.

vi
IMPLEMENTATION OF DIRECT CASH ASSISTANCE (BLT) VILLAGE
FUND IN BOTORECO VILLAGE, KUNDURAN DISTRICT
BLORA DISTRICT

ABSTRACT

The Village Fund Direct Cash Assistance (BLT) is one of the efforts to deal with
the impact of the COVID-19 pandemic which has been implemented at the rural
level since 2020. The realization of the distribution of Direct Cash Assistance (BLT
DD) in Botoreco Village only reached 6.1% of the 30% that should have been
given to groups target. This study aims to analyze the process of implementing the
Village Fund’s Direct Cash Assistance in Botoreco Village, Kunduran District,
Blora Regency. In addition, to analyze the driving factors and inhibiting factors of
the implementation process. This study uses the theory of policy implementation
with the theoretical concepts of Donald Van Meter and Carl Van Horn to identify
factors. This research also refers to the Regulation of the Minister of Villages,
Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration Number 6 of 2020
and Regulation of the Regent of Blora Number 77 of 2022. This study uses
descriptive qualitative methods with data collection techniques through interviews,
literature study, and observation. The results showed that the Village Fund’s Direct
Cash Assistance had been given in a timely manner to the target group, monitoring
and evaluation were also carried out routinely. However, the data collection process
carried out was not right on target. The realization of distribution has not been
maximized because the village fund budget is used for village physical
development. So that the Village Fund’s Direct Cash Assistance is only given to 25
recipients. The process of implementing the Village Fund’s Direct Cash Assistance
in Botoreco Village is driven by policy resource factors and the characteristics of
the implementing agency. In addition, the process of implementing the Village
Fund’s Direct Cash Assistance in Botoreco Village was also hampered by standard
factors and policy objectives; communication between organizations and
implementation activities; environmental social, economic and political conditions;
and the disposition of the implementor. Thus, suggestions that can be given include
the need for adjustment of target criteria, the need for integrated data updates,
routine assistance in the process of implementing the Village Fund’s Direct Cash
Assistance, the village government needs to set a priority scale, especially in
handling the impact of covid-19.

Keywords: Policy Implementation, Direct Cash Assistance (BLT), Priority of


Village Funds.

vii
viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga atas izinnya penulisan skripsi dengan judul “Implementasi
Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di Desa Botoreco Kecamatan
Kunduran Kabupaten Blora” dapat terselesaikan dengan baik. Penyusunan skripsi
ini digunakan untuk memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar S-1 pada
Program Strudi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Diponegoro.
Peneliti memperoleh banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak

dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti

ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hardi Warsono, MTP selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang.

2. Ibu Dr. AP. Tri Yuningsih, M.Si selaku Ketua Departemen Administrasi

Publik.

3. Ibu Dra. Maesaroh, M.Si selaku Ketua Program S-1 Administrasi Publik.

4. Bapak Amni Amni Zarkasyi Rahman, S.A.P., M.Si dan Ibu Retna Hanani,

S.Sos, MPP selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah berkenan untuk

memberikan bimbingan dalam proses penyusunan skripsi.

5. Ibu Dr. Dra. Retno Sunu Astuti, M.Si selaku dosen wali.

6. Kepala Desa Botoreco beserta perangkat desa dan seluruh unsur

pemerintahan Desa Botoreco, yang telah berkenan untuk menjadi subjek

penelitian dalam skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Departemen Administrasi Publik.

ix
8. Seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa kemungkinan terdapat kekurangan dalam

penulisan skripsi. Sehingga dengan kerendahan hati, peneliti bersedia menerima

saran untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, peneliti berharap semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru bagi semua pihak.

Semarang, 15 Agustus 2022

Irma Dwi Damayanti

x
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH......................................i


HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
MOTTO..................................................................................................................iii
PERSEMBAHAN...................................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................................vi
ABSTRACT...........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR..........................................................................................viii
DAFTAR ISI............................................................................................................x
DAFTAR TABEL..................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................9
1.4 Kegunaan Penelitian.................................................................................9
1.5 Tinjauan Pustaka.....................................................................................10
1.5.1 Penelitian Terdahulu...........................................................................10
1.5.2 Administrasi Publik............................................................................14
1.5.3 Paradigma Administrasi Publik..........................................................15
1.5.4 Kebijakan Publik................................................................................18
1.5.5 Implementasi Kebijakan.....................................................................21
1.5.6 Dana Desa dan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021..........27
1.5.7 Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa......................................28
1.6 Operasionalisasi Konsep.........................................................................31
1.7 Argumen Penelitian.................................................................................33
1.8 Metode Penelitian...................................................................................35
1.8.1 Desain Penelitian................................................................................35
1.8.2 Situs Penelitian...................................................................................35
1.8.3 Subjek Penelitian................................................................................36
1.8.4 Jenis Data............................................................................................36
1.8.5 Sumber Data.......................................................................................36
1.8.6 Teknik Pengumpulan Data.................................................................37

xi
1.8.7 Analisis & Intepretasi Data................................................................39
1.8.8 Kualitas Data......................................................................................40
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN......................................41
2.1 Kondisi Demografis Desa Botoreco.......................................................41
2.2 Kondisi Ekonomi Desa Botoreco............................................................43
2.3 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Botoreco......................................44
2.4 Struktur Organisasi Relawan Desa/Satgas Covid Desa Botoreco..........46
2.5 BLT Dana Desa di Desa Botoreco..........................................................48
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................51
3.1 Identifikasi Informan...............................................................................51
3.2 Hasil Penelitian.......................................................................................52
3.2.1 Implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco, Kecamatan
Kunduran, Kabupaten Blora...............................................................52
3.2.2 Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Implementasi BLT Dana
Desa....................................................................................................71
3.3 Analisis Hasil Penelitian.......................................................................106
3.3.1 Implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco, Kecamatan
Kunduran, Kabupaten Blora.............................................................106
3.3.2 Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Implementasi BLT Dana
Desa..................................................................................................115
BAB IV PENUTUP.............................................................................................123
4.1 Kesimpulan...........................................................................................123
4.2 Saran.................................................................................................125
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................127
LAMPIRAN.........................................................................................................131

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1. Penelitian Terdahulu.........................................................................................


Tabel 1. 2. Model Implementasi Kebijakan........................................................................
Tabel 2. 1. Jumlah Penduduk dan Persentase Penduduk menurut Desa di
Kecamatan Kunduran tahun 2020....................................................................
Tabel 2. 2. Jumlah Penduduk di Desa Botoreco Berdasakan Usia.....................................
Tabel 2. 3. Jumlah Penduduk di Desa Botoreco Berdasarkan Jenis Mata
Pencaharian Tahun 2021..................................................................................
Tabel 2. 4. Daftar Keanggotaan Satgas Covid-19 Desa Botoreco......................................
Tabel 2. 5. Daftar Keanggotaan Satgas Covid-19 Desa Botoreco......................................
Tabel 3. 1. Daftar Informan Penelitian...............................................................................
Tabel 3. 2. Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Proses Implementasi BLT
Dana Desa di Desa Botoreco...........................................................................

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1. Matriks Proses Analisis Data Kualitatif.........................................................


Gambar 2. 1. Peta Wilayah Desa Botoreco..........................................................................
Gambar 2. 2. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Botoreco.........................................

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang besar bagi negara di

seluruh dunia. Indonesia pada kuartal II tahun 2020 perekonomian Indonesia

mengalami kontraksi sangat dalam hingga mencapai minus 5,32 persen

(Cnbcindonesia.com, 28/8/20). Hal tersebut menunjukkan bahwa pandemi

tidak hanya menyerang kesehatan, tetapi juga sektor lain diluar kesehatan

terutama perekonomian suatu negara. Kondisi tersebut semakin terlihat

semenjak adanya kebijakan pembatasan sosial yang berlangsung cukup lama,

yang membuat mobilitas masyarakat menjadi terbatas, kegiatan sehari-hari

termasuk bekerja, sekolah, dan aktivitas lain terpaksa terhenti sementara dan

sebagian lagi dialihkan secara daring.

Berbicara mengenai kebijakan dalam penanganan covid-19, sejak awal

pemerintah telah memberlakukan kebijakan work from home (WFH) yang

dijalankan beriringan dengan pembatasan sosial. Aturan tersebut berlangsung

cukup lama mengingat covid-19 semakin hari semakin banyak memakan

korban dan menjangkiti banyak masyarakat. Kondisi tersebut pada akhirnya

membuat sejumlah lapangan kerja melakukan pengurangan karyawan. Seperti

yang dilansir dalam CNBC Indonesia (7/10/2020) bahwa terdapat 35%

pekerja terkena PKH dan 19% pekerja dirumahkan sementara. Para pekerja,

pedagang, dan usaha UMKM terpaksa harus berhenti karena adanya

pembatasan sosial yang mau tidak mau harus dipatuhi demi alasan kesehatan

1
(BBC.com, 16/4/2020). Sebagai dampak dari adanya situasi tersebut, memicu

meningkatnya angka pengangguran dan munculnya orang miskin baru yang

secara agregat mengakibatkan angka kemiskinan juga meningkat selama

pandemi covid-19. Badan Pusat Statistik menerangkan bahwa hingga tahun

2021 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 26,50 juta orang. Angka

tersebut menunjukkan tren kenaikan dari tahun 2019 (sebelum covid-19)

jumlah penduduk miskin masih berada di angka 24,79 juta orang.

Peningkatan angka kemiskinan juga terjadi di pedesaan. Selama

pandemi, jumlah penduduk miskin di pedesaan pada tahun 2020 mencapai

14,64 juta orang. Kondisi tersebut tentunya menjadi sebuah perhatian bagi

pemerintah. Sehingga membuat pemerintahan di tingkat desa turut ikut dalam

upaya penanganan dampak covid-19 terutama dalam menyikapi situasi darurat

akibat wabah covid, termasuk juga menyikapi angka kemiskinan yang

meningkat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan

refocusing penggunaan dana desa. Dana Desa merupakan salah satu sumber

pendapatan desa yang diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) yang di transfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) Kabupaten/kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara Pasal 5 ayat (2) menjelaskan bahwa dana desa yang

diperoleh setiap desa berbeda-beda, menyesuaikan bagaimana kondisi desa.

Selama pandemi covid-19 dana desa difokuskan untuk membantu penanganan

covid-19 yang ada di desa salah satunya melalui BLT Dana Desa. Peraturan

2
tersebut diperkuat dengan diundangkannya Peraturan Menteri Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 tahun 2020

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 tahun 2019 tentang Prioritas

Penggunaan Dana Desa Tahun 2020. Pemerintah desa diminta untuk

melakukan refocusing anggaran dana desa untuk bencana nonalam, yang salah

satunya adalah pandemi covid-19. Penanganan dampak pandemi covid-19

yang dimaksud adalah membentuk tim relawan desa atau satgas covid untuk

tingkat desa dan melaksanakan Bantuan Langsung Tunai yang kemudian

disebut sebagai BLT-Dana Desa.

BLT-Dana Desa menjadi program baru yang muncul di tengah-tengah

pandemi covid-19 sebagai jaring pengaman sosial bagi masyarakat yang ada

di desa. Sama halnya dengan program bantuan sebelumnya, BLT-Dana Desa

juga diperuntukkan untuk keluarga miskin yang ada di desa. Dalam Peraturan

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6

tahun 2020, telah dijelaskan bahwa keluarga miskin yang dimaksudkan untuk

menerima BLT-Dana Desa adalah keluarga yang kehilangan pekerjaan selama

pandemi covid-19, selain itu juga keluarga yang memang belum terdata

sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non

Tunai (BPNT), dan kartu pra kerja, atau keluarga yang memiliki anggota

keluarga dengan penyakit menahun atau kronis.

Berdasarkan penjelasan yang tertera pada Peraturan Menteri Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 tahun 2020

3
Lampiran II poin Q, BLT-Dana Desa diberikan melalui mekanisme pendataan

hingga mekanisme penyaluran. Proses pendataan dilakukan oleh Relawan

Desa atau Tim Satuan Tugas di desa yang bersangkutan. Pendataan dilakukan

dengan berfokus mulai dari tingkat RT, RW, dan Desa. Seluruh hasil

pendataan yang telah dilakukan, kemudian dikumpulkan dan dibahas dalam

musyawarah desa khusus dengan agenda tunggal, yaitu validasi dan finalisasi

data penerima BLT. Hasil final dari musyawarah desa khusus tersebut

kemudian ditandatangani oleh kepala desa dan diverifikasi untuk kemudian di

laporkan kepada Bupati/Wali Kota melalui Camat, untuk segera dilaksanakan

dalam kurun waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah laporan hasil

diterima oleh pihak Kecamatan.

Tahapan berikutnya adalah mekanisme penyaluran. Pada awal

munculnya program BLT Dana Desa, dana bantuan yang diberikan selama 3

(tiga) bulan pertama yaitu Bulan April-Juni tahun 2020 dengan besaran

bantuan yang diterima oleh masing-masing keluarga sebesar Rp 600.000,00

per bulan. Seluruh dana bantuan untuk BLT-Dana Desa disalurkan oleh

pemerintah desa dengan metode non tunai atau cash less pada masing-masing

tahap penyaluran. Kemudian terjadi perubahan dalam Peraturan Menteri Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 tahun 2020

melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2020. Dalam perubahan regulasi tersebut tidak

terdapat perubahan atas sasaran program, mekanisme pendataan hingga

finalisasi data penerima. Namun terdapat penambahan periode BLT-Dana

4
Desa untuk bulan selanjutnya yaitu Bulan Juli hingga September 2020 dengan

besaran BLT Dana Desa yang diterima masing-masing keluarga sebesar Rp

300.000,00 per bulan, dengan data penerima yang sama dengan periode

sebelumnya, kecuali jika ada perubahan penerima yang telah disetujui dalam

musyawarah desa khusus. Sementara metode penyalurannya dapat dilakukan

secara non tunai (cashless) atau secara tunai. Perubahan regulasi terhadap

prioritas penggunaan dana desa tahun 2020 juga terjadi kembali dengan

diterbitkannya Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi Nomor 7 tahun 2020 dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan

Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 14 tahun 2020. Tidak terdapat

banyak perubahan, hanya saja terdapat perubahan dalam BLT-Dana Desa,

yaitu penambahan periode penyaluran untuk Bulan Oktober hingga Desember

2020. Namun untuk periode tersebut sifatnya tidak wajib, sehingga dapat

diberikan apabila masih terdapat anggaran dana desa tahun 2020 yang masih

tersedia untuk disalurkan.

Pemberian BLT-Dana Desa tidak berhenti di tahun 2020 saja,

melainkan masih terus berlanjut hingga tahun 2021, dengan diterbitkannya

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Nomor 13 tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021.

Dimana dalam prioritas penggunaan dana desa untuk tahun anggaran 2021,

BLT-Dana Desa menjadi bagian dari prioritas utama dari penggunaan dana

desa. Berbeda dengan BLT di periode sebelumnya, dimana untuk periode

tahun 2021 besaran BLT Dana Desa yang harus diberikan adalah Rp

5
300.000,00 per keluarga setiap bulannya, yang harus disalurkan selama dua

belas bulan terhitung sejak Bulan Januari hingga Desember 2021. Hingga

akhir tahun 2021 Program BLT-Dana Desa berjalan, dalam proses

pelaksanaanya tidak serta merta berjalan sesuai dengan harapan yang

diinginkan oleh pemerintah. Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian

Keuangan mengatakan bahwa realisasi penyaluran BLT-Dana Desa hanya

tersalurkan 70,29% dari pagu dana desa sebesar Rp 28,8 triliun (Kompas.com

20/1/2021). Salah satu yang menyebabkan realisasi penyaluran BLT belum

mencapai 100% adalah kurangnya peranan dari desa dan pemerintah daerah

dalam proses pelaksanaannya, sehingga perlu adanya dorongan untuk

menunjang keaktifan baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah desa.

Selain itu, permasalahan klasik yang hingga saat ini pun masih kerap

terjadi, seperti ketidaktepatan sasaran, tumpang tindih antara bantuan satu

dengan bantuan yang lain masih kerap terjadi. Penelitian yang dilakukan oleh

(Herdiana et al., 2021), terkait implementasi BLT-Dana Desa di Kabupaten

Sumedang menunjukkan bahwa terdapat isu dan tantangan dalam pelaksanaan

BLT-Dana Desa, dimana kapasitas pemerintah desa yang masih kurang dalam

melaksanakan program, ketimpangan data penerima yang harus disesuaikan,

serta proses mulai dari pendataan hingga penyaluran yang dianggap cukup

rumit. Selain itu, Program BLT-Dana Desa bukanlah satu-satunya program

bantuan yang ada di desa, beberapa jenis bantuan baru yang juga muncul

selama pandemi selain BLT-Dana Desa diantaranya seperti PKH, BPNT,

6
Bantuan Sembako, BST, Subsidi listrik, Kartu Pra-kerja, dan Subsidi Gaji

karyawan (Kompas.com 26/8/2020).

Kabupaten Blora menjadi salah satu kabupaten yang turut menjalankan

Program BLT-Dana Desa di desa-desa yang ada di Kabupaten Blora yang

kemudian diperkuat melalui Peraturan Bupati Blora Nomor 77 tahun 2020

tentang Tata Cara Pembagian, Rincian dan Prioritas Penggunaan Dana Desa

Setiap Desa di Kabupaten Blora Tahun 2021. Sebagai informasi selama masa

pandemi tingkat kemiskinan yang ada di Kabupaten Blora meningkat 0,64%

di tahun 2020. Salah satu penyumbangnya adalah kondisi perekonomian

masyarakat yang mengalami penurunan selama adanya pembatasan sosial.

Kanal berita lokal (Bloraupdates.com, 30/7/21) melansir bahwa di awal tahun

2021, sempat terjadi kericuhan terkait pelaksanaan BLT-Dana Desa. Pasalnya

terdapat beberapa desa yang dianggap masih kurang optimal dalam

pelaksanaan program. Salah satu desa yang dimaksud adalah Desa Botoreco

yang ada di Kecamatan Kunduran.

Desa Botoreco merupakan desa yang memiliki pagu dana desa

tertinggi pada tahun 2021 jika dibandingkan dengan desa lain yang ada di

Kecamatan Kunduran, dengan pagu dana desa sebesar Rp 1.476.340.000,00

(Peraturan Bupati Blora Nomor 77 tahun 2020). Salah satu aspek ketercapaian

implementasi BLT-Dana Desa adalah dengan terserapnya anggaran dana desa

untuk BLT sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Karena anggaran

untuk BLT-Dana Desa sifatnya wajib, dan realisasi dari penyaluran BLT

tersebut akan berpengaruh terhadap pencairan anggaran dana desa di tahap

7
berikutnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti dari Laporan Dinas

Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Blora,

terdapat 10 (sepuluh) desa yang realisasi BLT-Dana Desa untuk tahap 1

periode tahun 2021 belum maksimal. Salah satunya adalah Desa Botoreco

yang ada di Kecamatan Kunduran.

Pada BLT Dana Desa tahun 2021, Pemerintah Kabupaten Blora

memberikan persentase anggaran untuk BLT Dana Desa sebanyak 30% dari

dana desa untuk BLT Dana Desa. Sehingga masing-masing desa yang ada di

Kabupaten Blora diarahkan untuk dapat memaksimalkan penyalurannya

hingga 30% dengan tujuan agar dapat menjangkau lebih banyak masyarakat

yang terdampak covid-19. Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Dinas

Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Blora,

Desa Botoreco pada tahun 2021, hanya menyalurkan sebesar 6,1% dari

anggaran dana desa, dengan jumlah KPM sebanyak 25 orang. Sehingga masih

terdapat 23,9% belum dapat disalurkan oleh Desa Botoreco. Kondisi tersebut

membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai BLT-Dana

Desa, untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana proses implementasi

yang telah dilakukan oleh Pemerintah Desa Botoreco sehingga hanya

menyalurkan sebesar 6,1% dari 30% yang seharusnya diberikan kepada

kelompok sasaran.

8
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan

demikian dapat dirumuskan rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain

sebagai berikut;

1) Bagaimana implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco, Kecamatan

Kunduran, Kabupaten Blora?

2) Apa faktor pendorong dan penghambat dalam proses implementasi BLT

Dana Desa Tahun di Desa Botoreco, Kecamatan Kunduran, Kabupaten

Blora?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat diperoleh tujuan dari penelitian

antara lain sebagai berikut:

a. Menganalisis bagaimana implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco,

Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora.

b. Menganalisis faktor pendorong dan faktor penghambat proses

implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1.4.1 Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan peneliti selama di bangku kuliah. Terutama dalam hal

analisis implementasi keijakan BLT dana desa di Desa Botoreco,

9
Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora. Sehingga peneliti dapat

membandingkan antara teori yang ada dengan kondisi yang sebenarnya

di lapangan.

1.4.2 Bagi Pemerintah Desa Botoreco

Hasil dari penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan gambaran

mengenai bagaimana implementasi kebijakan BLT dana desa.

Sehingga dapat menunjang pelaksanaan program yang lebih baik untuk

periode berikutnya.

1.4.3 Bagi Pembuat Kebijakan

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi gambaran

mengenai implementasi BLT Dana Desa di lapangan yang sebenarnya.

Hasil dari penelitian ini juga dapat menjadi bahan evaluasi untuk

kebijakan serupa di masa mendatang.

1.4.4 Pembaca dan Pihak Lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

sumbangan pemikiran bagi pihak lain yang hanya membaca maupun

akan melakukan penelitian lanjutan.

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang membahas tentang implementasi Bantuan

Langsung Tunai (BLT) Dana Desa telah dilaksanakan oleh Dian Herdiana,

Idah Wahidah, Neni Nuraeni dan Annisa Nur Salam pada tahun 2021 dengan

10
judul “Implementasi Kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa

Bagi Masyarakat Terdampak Covid-19 di Kabupaten Sumedang: Isu dan

Tantangan”. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif deskriptif

dengan metode pengambilan data melalui wawancara dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa isu dalam pelaksanaan BLT Dana Desa

terdiri dari kapasitas pemerintah desa, masyarakat sasaran yang masih terdapat

kesalahan dalam pendataan, dan mekanisme dari proses pelaksanaan program.

Sementara itu, tantangan dalam pelaksanaan BLT Dana Desa mengacu pada

proprosionalitas anggaran desa yang ditujukan untuk penanganan Covid-19

dan pemanfaatan BLT Dana Desa oleh masyarakat.

Penelitian terdahulu mengenai implementasi Bantuan Langsung Tunai

(BLT) Dana Desa juga dilaksanakan oleh Cecelia Helenia Sasuwuk, Florence

Daicy Lengkong, dan Novie Anders Palar pada tahun 2021 dengan judul

“Implementasi Kebijakan Penyaluran Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT

DD) Pada Masa Pandemi Covid-19 di Desa Sea Kabupaten Minahasa ”. Penelitian

tersebut menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan metode

pengambilan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang

digunakan dalam penelitian faktor yakni faktor yang mempengaruhi

implementasi dari Van Meter dan Van Horn (1975). Hasil penelitian

menunjukkan adanya kesesuaian antara karakteristik pelaksana, keterlibatan

antara lingkungan sosial dan ekonomi, serta sikap atau disposisi para pelaksana

dengan yang semestinya. Namun standar kebijakan masih terjadi maladministrasi

dalam pendataan dan keterbatasan.

11
Penelitian terdahulu selanjutnya mengenai implementasi Bantuan

Langsung Tunai (BLT) Dana Desa juga telah dilaksanakan oleh Suryaningsih

Aseh, Tengku Fahrul Gafar, dan Zamhasari pada tahun 2021 dengan judul

“Problematika Penyaluran Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) Tahun

2020”. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif eksplanatori dengan

metode pengambilan data melalui observasi, wawancara, dan studi

kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan adanya ketidakjelasan kriteria

penerima akibat perubahan regulasi. Selain itu, terdapat inkonsistensi regulasi

dan permasalahan ternis lainnya.

Penelitian terdahulu lainnya mengenai implementasi Bantuan

Langsung Tunai (BLT) Dana Desa juga telah dilaksanakan oleh Saroh dan

Panjaitan pada tahun 2021 dengan judul “Desa Terdampak Covid-19: Menilik

Implementasi Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) ”. Penelitian tersebut

menggunakan metode kualitatif dengan metode pengambilan data melalui

wawancara dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mekanisme distribusi BLT-DD di Desa Kedawung telah dilaksanakan sesuai

dengan prosedur. Namun jumlah, waktu, dan sasaran BLT-DD belum tepat.

Masalah utama yang ditemukan adalah ketentuan yang tidak luwes dan kemunculan

program dalam waktu yang mendesak. Penyesuaian data yang menyita waktu, dan

permasalahan terkait kriteria KPM.

Penelitian selanjutnya mengenai implementasi Bantuan Langsung

Tunai (BLT) Dana Desa juga telah dilaksanakan oleh Ni Made Kitty Putri Suari,

dan Ni Putu Niti Suari Giri pada tahun 2021 dengan judul “ Analisis Terhadap

Potensi Maladministrasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa selama Pandemi

12
Covid-19”. Penelitian tersebut menggunakan metode yuridis normatif dengan

metode pengambilan data melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat beberapa potensi maladministrasi dalam pelaksanaan

BLT DD diantaranya desa yang belum memiliki PPID sebagai penyalur informasi

yang cukup banyak, adanya pengaturan mekanisme pengawasan yang jelas terhadap

penyaluran, dan tidak ada kewenangan pemerintah desa dalam penentuan bearan atau

bentuk bantuan yang sesuai dengan kebutuhan desa.

Dari penelitian terdahulu yang telah dijelaskan di atas, penelitian

tentang implementasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Desa Botoreco,

Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora memberikan kebaruan dalam

penelitian implementasi kebijakan. Khususnya dalam konteks kebijakan

penanganan dampak covid-19 di desa. Penelitian terdahulu secara lebih

ringkas tersaji dalam tabel 1.1 berikut ini:

Tabel 1. 1. Penelitian Terdahulu

Penulis, Tahun Tujuan Metode Hasil Penelitian


Penelitian
Dian Herdiana, Menganalisis Kualitatif Terdapat 3 (tiga) isu yang ditemukan
Idah Wahidah, permasalahan deskriptif dalam pelaksanaan BLT DD yaitu
Neni Nuraeni, dalam kapasitas pemerintah desa, masyarakat
dan Annisa Nur pelaksanaan sasaran yang masih terdapat kesalahan
Salam (2021) BLT DD serta dalam pendataan, dan mekanisme dari
untuk proses pelaksanaan program. Sementara
menemukan isu untuk tantangannya lebih kepada
dan tantangan proprosionalitas anggaran desa yang
dalam ditujukan untuk penanganan Covid-19,
pelaksanannya. serta bagaimana masyarakat mampu
memanfaatkan BLT DD dengan
semestinya. Namun keberadaan BLT
DD mampu membantu masyarakat yang
kurang mampu di lokasi penelitian
(Herdiana et al., 2021).

13
Cecelia Helenia Mengetahui Kualitatif Berdasarkan segi karakteristik
Sasuwuk, bagaimana Deskriptif pelaksana, keterlibatan antara
Florence Daicy implementasi lingkungan sosial dan ekonomi, serta
Lengkong, BLT DD di sikap atau disposisi para pelaksana dapat
Novie Anders Desa Sea dikatakan sudah sesuai dengan
Palar (2021) Kabupaten semestinya. Namun dari segi standar
Minahasa kebijakan masih terjadi maladministrasi
dalam pendataan, dan dari segi sumber
daya, terdapat keterbatasan anggaran
sehingga belum mampu menjangkau
seluruh masyarakat miskin yang ada
(Sasuwuk et al., 2021).
Suryaningsih Mengetahui Kualitatif Problematika yang terjadi dalam
Aseh, Tengku lebih jauh pelaksanaan program adalah pertama
Fahrul Gafar, faktor apa saja berkaitan dengan kejelasan isi kebijakan
dan Zamhasari yang menjadi khususnya kriteria penerima BLT DD di
(2021) masalah dalam tahun 2020 berulang kali mengalami
pengimplement perubahan, kedua berkaitan dengan
asian inkonsistensi regulasi, dan ketiga
penyaluran BLT berkaitan dengan faktor teknis yang
DD. dirasa cukup panjang (Aseh et al.,
2021).
Zakiyatus Alisa Menggali Kualitatif Mekanisme distribusi BLT-DD di Desa
Saroh dan penerapan BLT- Kedawung sudah dilakukan sesuai
Parulian Rido D dan prosedur dan tepat. Namun dari segi
Panjaitan menerangkan jumlah, waktu, dan sasaran masih belum
(2021) masalah yang tepat sepenuhnya. Masalah utama yang
dialami dalam ditemukan adalah ketentuan yang tidak
proses tersebut. luwes dan kemunculan program dalam
waktu yang mendesak. Penyesuaian data
yang menyita waktu, dan permasalahan
terkait kriteria KPM (Saroh & Panjaitan,
2021).
Ni Made Kitty Membahas Yuridis Terdapat beberapa potensi
Putri Suari, Niterkait BLT DD normatif maladministrasi dalam pelaksanaan BLT
Putu Niti Suaridari perspektif DD diantaranya desa yang belum
Giri (2021) hukum memiliki PPID sebagai penyalur
administrasi informasi yang cukup banyak, belum
negara serta adanya pengaturan mekanisme
mengetahui pengawasan yang jelas terhadap
maladministrasi penyaluran, dan tidak ada kewenangan
yang terjadi pemerintah desa dalam penentuan
dalam bearan atau bentuk bantuan yang sesuai
pelaksanaan dengan kebutuhan desa (Suari, Ni Made
BLT DD. Kitty Putri; Giri, 2021).
Sumber: diolah peneliti, 2022

14
1.5.2 Administrasi Publik

. Nicholas Henry dalam Anggara Sahya (2016: 46) mendefinisikan

administrasi publik sebagai wujud kombinasi yang kompleks antara teori

dengan praktik, dengan tujuan untuk menyebarluaskan pemahaman terhadap

pemerintah yang berkaitan dengan masyarakat, dan mendorong responsivitas

kebijakan publik terhadap kebutuhan sosial, agar kebijakan publik lebih

responsif dengan kebutuhan publik. Dengan demikian secara sederhana

administrasi publik diartikan sebagai suatu ilmu yang didalamnya mempelajari

tentang apa yang menjadi keresahan publik, permasalahan yang ada serta

solusi kebijakan apa yang seharusnya diambil. Menurut Felix A. Nigro dan

Lloyd G. Nigro yang dikutip oleh Inu Kencana Syafiie (2010: 24) menyatakan

secara garis besar bahwa public administration merupakan suatu kerja sama

kelompok dalam lingkungan pemerintah, selain itu juga berkaitan erat dengan

kelompok swasta dan perorangan. Dalam hal ini, administrasi publik tidak

hanya berkaitan dengan kelembagaan yang ada dalam pemerintahan saja

melainkan juga berkaitan dengan kelompok swasta atau peorangan.

1.5.3 Paradigma Administrasi Publik

Seperti halnya dengan ilmu pengetahuan, maka administrasi publik

juga termasuk bagian dari ilmu yang melewati beberapa fase dalam

perkembangannya. Perkembangan ilmu administrasi publik dapat dipelajari

melalui perubahan-perubahan dalam paradigma administrasi publik.

Paradigma memiliki arti sebagai cara pandang, nilai-nilai, metode, atau cara

15
pemecahan suatu masalah, yang dipercaya dan digunakan oleh seseorang

dalam kurun waktu tertentu (Thomas Khun dalam Kadir, 2020). Dalam

administrasi publik, paradigma berarti cara pandang terhadap ilmu

administrasi publik terhadap bidang kajian yang ada dalam ilmu administrasi

publik. Perkembangan administrasi publik melewati 6 (enam) paradigma,

antara lain sebagai berikut:

a. Dikotomi Politik dan Administrasi (1900-1926)

Paradigma I memberikan pemisahan terhadap fokus antara politik dan

administrasi. Frank J. Goodnow berpendapat bahwa “Politik” harus

berhubungan dengan kebijaksanaan atau permasalahan yang berkaitan

dengan pencapaian tujuan. Sementara “Administrasi” harus berhubungan

dengan bagaimana kebijaksanaan tersebut dilaksanakan. Sementara itu

Leonard D. White memberikan gagasannya bahwa politik tidak

seharusnya bercampur dengan administrasi, dimana manajemen mampu

menjadi bidang studi yang berdiri sendiri, dan administrasi negara mampu

menjadi ilmu yang “bebas nilai”. Sehingga dalam paradigma I ini,

pembagian kekuasaan menjadi hal yang sangat penting.

b. Prinsip-Prinsip Administrasi Negara (1927-1937)

Pada paradigma II ini, para peneliti seperti Mary Parker Follett, Henry

Fayol, James D.Mooney dan Alan C. Reiley, Frederick W. Taylor, dan

Luther H. Gulick dan Lyndoll Urwick mencoba untuk mengembangkan

gerakan fisik yang lebih efisien melalui prinsip-prinsip yang sama dengan

prinsip manajerial. Yang pada akhirnya paradigma II melahirkan prinsip-

16
prinsip administrasi negara yang dianagramkan dengan “POSDCORB”,

adapun kepanjangan dari POSDCORB adalah (1) Planing (Perencanaan),

(2) Organizing (Pengorganisasian), (3) Staffing (Pengalokasian SDM), (4)

Directing (Pengarahan), (5) Cordinating (Pengkoordinasian), (6)

Organizing (Pengorganisasian), (7) Reporting (Pelaporan), (8) Budgeting

(Penganggaran)

c. Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik (1950-1970)

Dalam paradigma III, administrasi negara mendapati tantangan secara

konseptual, dimana terdapat pertentangan terhadap dikotomi politik dan

administrasi serta terhadap prinsip-prinsip administrasi negara. Penolakan

terhadap dikotomi bukan semata-mata karena dikotomi memisahkan

politik dengan administrasi, melainkan karena mengggabungkan keduanya

dengan pelanggaran terhadap norma pluralis. Sementara itu kritik terhadap

prinsip-prinsip administrasi negara dimana Hebert Simon berpendapat

bahwa prinsip-prinsip tersebut dianggap tidak konsisten. Sehingga pada

paradigma III ini, dikotomi politik dan administrasi dan prinsip-prinsip

administrasi ditinggalkan.

d. Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi (1956-1970)

Pada paradigma IV, para ahli berusaha untuk menemukan fokus dari ilmu

administrasi, dimana hasil yang diperoleh bahwasanya fokus dari ilmu

administrasi adalam ilmu administrasi itu sendiri, dan bukan menjadi

bagian dari politik, yang didasarkan pada teori organisasi dan manjemen.

Sehingga dalam paradigma IV ini, diperlukan riset dengan berbagai

17
metode maupun studi kasus untuk membuktikan apakah memang ilmu

administrasi mampu berdiri sendiri, dan untuk membuktikan bagaimana

implementasiannya.

e. Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi Negara (1970)

Pada paradigma V ini, secara jelas telah memiliki fokus dan lokus.

Dimana administrasi negara berfokus dalam teori organisasi, manajemen,

dan kebijakan publik. Sementara lokusnya yaitu berbagai permasalahan

dan kepentingan publik yang berorientasi pada pemecahan masalah.

f. Governance

Paradigma VI dalam perkembangan administrasi negara pada akhirnya

memberikan pandangan baru mengenai tata kelola pemerintahan dengan

adanya konsep governance. Fokus dari governance adalah untuk

memperbaiki kinerja dan tata kelola pemerintahan. Dalam paradigma

governance ini, keberhasilan dari sebuah kebijaksanaan adalah adanya

partisipasi dari segala pihak. Tidak hanya dari sektor publik saja,

melaunkan juga dari pihak swasta dan masyarakat.

Berdasarkan enam paradigma yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini

termasuk ke dalam paradigma kelima. Karena dalam proses implementasi

kebijakan dilaksanakan oleh implementor yang terdiri dari organisasi

pemerintahan sebagai bagian dari fokus administrasi negara. Sementara itu,

BLT Dana Desa sebagai kebijakan publik yang menjadi bagian dari lokus

administrasi negara.

18
1.5.4 Kebijakan Publik

Kebijakan publik pada hakekatnya merupakan keputusan dari berbagai

pilihan alternatif yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan,

sementara lingkungan kebijakan merupakan keadaan atau kondisi yang

melatarbelakangi isu kebijakan itu muncul, sehingga mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh pelaku kebijakan itu sendiri, Tachjan dalam (D. Herdiana,

2018). Lebih lanjut Thomas R. Dye yang dikutip oleh Sahya Anggara (2018:

35) mendefinisikan yang artinya kebijakan publik merupakan segala sesuatu

yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah. Definisi ini

mengartikan bahwa pemerintah harus lebih bijak dalam memutuskan

kebijakan mana yang lebih sesuai. Hal ini harus didasarkan pada pertimbangan

manfaat yang akan diperoleh nantinya. Lebih jauh Bridgman dan Davis yang

dikutip oleh Sahya Anggara (2018: 36) mengungkapkan bahwa kebijakan

publik paling tidak memiliki tiga dimensi yang saling berkaitan yaitu tujuan

(objective), pilihan tindakan legal dan sah secara hukum (authoritative

choice), dan sebagai hipotesis (hypothesis). Definisi tersebut menegaskan

bahwa sebuah kebijakan tidak dengan sembarangan dibuat dan ditetapkan,

karena ada tujuan tertentu yang hendak dicapai. Sementara itu hasil dari

sebuah kebijakan dibuat oleh lembaga yang memiliki legitimasi tersendiri

dalam pemerintahan, serta dalam proses perumusannya harus didasarkan pada

teori, model, sebab serta akibat tertentu yang melatarbelakangi kebijakan

tersebut dibuat. Berdasarkan konsep-konsep tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebijakan publik merupakan sebuah keputusan yang dibuat oleh

19
pemerintah dan lembaga lain yang berkaitan yang ditujukan untuk memenuhi

kepentingan masyarakat, dan bersifat legal dan sah secara hukum.

Kebijakan publik memiliki beberapa proses yang diawali dari

penyusunan hingga pada tahap evaluasi kebijakan. Anderson (1997)

menyebutkan bahwa terdapat 5 (lima) proses kebijakan publik yakni:

1. Problem Formulation (Formulasi Masalah), proses ini berisikan tentang

identifikasi permasalahan apa yang sedang berkembang sebagai latar

belakang perlunya kebijakan dibuat, serta bagaimana permasalahan yang

berhasil dikumpulkan ini dapat masuk kedalam agenda pemerintah.

2. Policy Formulation (Formulasi Kebijakan), proses ini menjadi tanggapan

dari identifikasi masalah yang sudah dilakukan. Proses ini dikembangkan

dengan beberapa alternatif untuk menjawab permasalahan yang ada, serta

pihak mana saja yang nantinya akan terlibat.

3. Adapting Formulation (Penentuan Kebijakan), proses ini mencakup

tentang pemilihan dan penetapan alternatif yang paling tepat untuk

dijadikan sebagai sebuah kebijakan. Selain itu, proses ini juga mencakup

aktor-aktor yang akan menjalankan kebijakan dan proses/cara yang akan

digunakan dalam pelaksanannya.

4. Implementation (Implementasi), pada proses ini lebih berfokus pada aktor

yang akan menjalankan kebijakan, termasuk pekerjaan seperti apa dan

bagaimana yang harus dilakukan oleh pihak-pihak implementor dan

dampak yang kemungkinan terjadi dari pelaksanaan kebijakan.

20
5. Evaluation (Evaluasi), proses ini merupakan proses terakhir dari proses

kebijakan publik yang digagas oleh Anderson. Proses ini berisi

pengukuran terhadap tingkat keberhasilan dari kebijakan yang telah

dijalankan, termasuk siapa yang menilai dan konsekuensi yang

ditimbulkan. Hasil dari evaluasi kebijakan akan digunakan sebagai bahan

perbaikan pada kebijakan yang akan datang.

Berdasarkan lima proses kebijakan yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini

menggunakan pendekatan implementasi kebijakan. Karena, melalui

implementasi kebijakan, peneliti dapat mengetahui serta menganalis secara

komprehensif tentang keberjalanan BLT Dana Desa. Penelitian ini berfokus

untuk menganalisis proses implementasi BLT Dana Desa yang dilaksanakan

oleh Pemerintah Desa Botoreco, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora.

1.5.5 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan salah satu proses kebijakan publik

yang tidak hanya berkaitan dengan penjabaran keputusan politik melalui

saluran birokrasi, melainkan berkaitan dengan konflik, keputusan, dan siapa

memperoleh apa dari kebijakan tersebut (Sahya Anggara, 2016). Pada tahap

implementasi kebijakan, seluruh hasil formulasi dan penetapan kebijakan

publik mulai dijalankan. Mazmanian dan Sebatier dalam Yulianto Kadji

(2015:48) mengatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan kegiatan

yang berisi pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, baik dalam bentuk

undang-undang, perintah, ataupun keputusan yang mengidentifikasikan

21
permasalahan yang akan diatasi, serta tujuan yang akan dicapai, serta cara-

cara untuk mengatur proses implementasinya. Van Matter dan Van Horn

dalam Yulianto Kadji (2015:49) juga mengatakan bahwa implementasi

kebijakan diartikan sebagai rangkaian kegiatan secara sadar atau sengaja

dilakukan untuk mencapai kinerja. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut

dapat diartikan bahwa implementasi merupakan sebuah proses pelaksanaan

hasil keputusan kebijakan dalam apapun bentuknya, untuk mencapai tujuan

dalam upaya pemecahan masalah publik.

Wahab dalam Sahya Anggara (2016) mengatakan bahwa jika

implementasi kebijakan menjadi aspek yang amat penting. Karena sebuah

kebijakan jika tidak ada implementasi kebijakan, maka tujuan yang sudah

ditetapkan tidak akan pernah tercapai. Implementasi kebijakan juga menjadi

aspek yang cukup krusial dalam penerapannya dan menjadi posisi yang

penting dalam pembahasan mengenai kebijakan publik. Terdapat beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam menjalankan proses implementasi kebijakan,

diantaranya: i) seorang implementor harus tau apa yang akan dilaksanakan,

dalam artian penguasaan terhadap kebijakan yang akan dilaksanakan, ii)

kebijakan yang akan dijalankan harus ditransmisikan kepada pihak yang tepat

sesuai dengan sasaran dan arahan kebijakan, iii) kebijakan yang akan

dijalankan harus dapat diterima secara jelas siapa yang menjadi sasaran

kebijakan dan bagaimana tujuan serta arahan dari kebijakan tersebut (Yulianto

Kadji, 2015: 50). Secara lebih lanjut, terdapat beberapa model kebijakan dari

22
para tokoh ahli, yang diidentifikasikan berdasarkan dua pendekatan yaitu

pendekatan top down dan pendekatan bottom up.

1.5.5.1 Model Implementasi Kebijakan

a. Model Implementasi dengan pendekatan Top Down

Pendekatan top down lebih menekankan pada pengefektifan

pelaksanaan dari sebuah kebijakan. Dimana proses kebijakan merupakan

serangkaian perintah dari atasan/pimpinan untuk menjalankan kebijakan

birokrasi. Menurut Sabatier yang dikutip oleh Rulinawaty (2013) bahwa

pendekatan top down dalam analisis implementasi kebijakan dilakukan mulai

dengan keputusan keijakan ditetapkan, dan kemudian memeriksa sejauh mana

tujuan dari kebijakan tersebut tercapai secara hukum dari waktu ke waktu.

Pendekatan ini juga disebut sebagai”Policy centered” karena berfokus pada

kebijakan serta berusaha untuk mendapatkan fakta-fakta apakah kebijakan

tersebut jika dilaksanakan mampu mencapai tujuan yang seharusnya atau tidak

(Hogwood & Gunn dalam Rulinawaty, 2013).

b. Model Implementasi dengan pendekatan Bottom Up

Pendekatan bottom up lebih menekankan pada pengkajian terhadap

faktor-faktor yang bersumber dari level bawah. Pendekatan ini hadir sebagai

wujud ketidakpuasan terhadap pendekatan top down yang dianggap

menyederhanakan masalah atau dalam artian hanya memperhatikan efektivitas

implementasi kebijakan. Sementara pada realitanya, implementasi kebijakan

dapat saja menjadi lebih kompleks yang tidak hanya berkaitan dengan

23
efektivitas dan efisiensi semata. Para penganut pendekatan bottom up

mencoba untuk lebih menekankan pada pentingnya memperhatikan aspek lain

yang cukup tergolong penting dalam implementasi yaitu birokrat pada level

bawah (street level bereaucrat) dan kelompok sasaran dari suatu kebijakan

(target group) (Rulinawaty, 2013).

Implementasi kebijakan memiliki beberapa model yang terdiri dari

pendekatan top down dan bottom up. Model pendekatan tersebut tersaji dalam

tabel 1.2.

Tabel 1. 2. Model Implementasi Kebijakan

Pendekatan Teori Faktor


Top Down Donald Van Meter & a) Standar dan tujuan kebijakan
Carl Van Horn (1975) b) Sumber kebijakan
c) Komunikasi antar organisasi
dan kegiatan pelaksanaan
d) Karakteristik instansi
pelaksana
e) Kondisi sosial, ekonomi, dan
politik
f) Disposisi implementor
Merilee S. Grindle a) Content of Policy
(1980) - Interest affeted
- Type of benefit
- Extent of change
envisioned
- Site of decision making
- Program implementors
- Resources commited
b) Contex of Implementation
- Power
- Pinterest strategies of
actor involved
- Institution and regime
characteristic
- Compliance and
responsivnes

24
George Edwards III a) Komunikasi
(1980) b) Sumber daya
c) Disposisi
d) Struktur birokrasi
Bottom Up Richard Elmore (1979), a) Content of policy
Michael Lipsky (1971), b) Contex of implementation
dan Benny Hjern & c) Impact
David O’Porter (1981)

Sumber: Yulianto Kadji, 2015 (diolah peneliti)

Penelitian ini menggunakan pendekatan top down. Karena selama

pandemi covid-19, Program BLT Dana Desa menjadi satu-satunya kebijakan

yang diberlakukan oleh pemerintah pusat untuk memberikan bantuan

pemenuhan kebutuhan pokok kepada masyarakat di desa. Program tersebut

dianggarkan melalui dana desa sekaligus menjadi prioritas utama dalam

penggunaan dana desa. Selain itu, Program BLT dana desa juga menjadi

kebijakan yang wajib dilaksanakan oleh aktor kebijakan yang ada di bawah

pemerintah pusat, yaitu pemerintah desa.

Sementara itu, untuk model implementasi peneliti menggunakan teori

yang disampaikan oleh (Van Meter & Van Horn, 1975). Model tersebut

menerangkan bahwa proses implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 6

(enam) faktor, yang terdiri dari:

a) Standar dan Tujuan Kebijakan

Standar dan tujuan dari kebijakan berarti menguraikan apa yang menjadi

standar dan tujuan dari sebuah kebijakan, yang seringkali tercantum dalam

dokumen kebijakan. Dalam beberapa kebijakan standar dan tujuan

disebutkan secara jelas dan terukur. Namun dalam beberapa kebijakan

25
mungkin juga terdapat standar dan tujuan yang harus disimpulkan atau

diterjemahkan terlebih dahulu oleh implementor.

b) Sumber Kebijakan

Sumber Daya kebijakan tidak hanya regulasi, tetapi juga penunjang lain

yang mempengaruhi keberjalanan kebijakan, dapat berupa sumber daya

manusia, sumber dana, maupun insentif lainnya.

c) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan

Konsistensi dari tujuan dan ukuran dasar yang dikomunikasikan dengan

berbagai sumber informasi menjadi poin penting dalam efektivitas

implementasi kebijakan.

d) Karakteristik instansi pelaksana

Karakteristik instansi pelaksana berkaitan dengan karakteristik lembaga

yang turut dalam proses implementasi kebijakan. Pada poin ini mencakup

didalamnya kompetensi staf dan pola hubungan dalam lingkungan

organisasi pelaksana kebijakan.

e) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik

Berkaitan dengan kecukupan sumber ekonomi pada organisasi dalam

mendukung keberhasilan kebijakan, sejauh mana kondisi sosial ekonomi

berpengaruh pada implementasi kebijakan, seberapa penting isu kebijakan

yang berkaitan, dukungan/penentangan dari elite dalam implementasi

kebijakan, adanya dukungan pengikut bagi kebijakan, dan

dukungan/penentangan dari swasta yang berkepentingan.

f) Disposisi implementor

26
Disposisi implementor lebih kepada menilai kecenderungan dari

implementor, yang dapat diidentifikasi melalui (1) kognisi (komprehensi

& pemahaman) tentang kebijakan, (2) tanggapan (penerimaan, netralisasi,

& penolakan) yang diberikan, dan (3) intensitas dari tanggapan yang

diberikan.

Penelitian ini menggunakan model implementasi dari Van Meter dan

Van Horn (1975) karena peneliti berfokus melakukan analisis terhadap proses

implementasi BLT Dana Desa, untuk mengetahui faktor pendorong dan faktor

penghambat dalam proses implementasi tersebut. Van Meter dan Van Horn

juga menawarkan faktor-faktor dalam model implementasi yang melibatkan

isu kebijakan dengan kinerja kebijakan. Dengan demikian, peneliti dapat

menganalisis proses implementasi BLT Dana Desa secara lebih komprehensif.

1.5.6 Dana Desa dan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021

Dana Desa merupakan salah satu sumber pendapatan desa yang

diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di

transfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Kabupaten/kota. Pada tahun 2021, untuk desa reguler penyaluran dana desa

dibagi menjadi 3 (tiga) tahap dengan skema 40% di tahap pertama, 40% di

tahap kedua, dan 20% di tahap ketiga. Sementara itu, untuk desa mandiri

penyaluran dana desa dibagi menjadi 2 (dua) tahap dengan skema 60% di

tahap pertama dan 40% di tahap kedua. Berdasarkan Peraturan Menteri Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 13 tahun 2020

tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2021, dana desa selama satu

27
tahun kedepan diarahkan untuk percepatan pencapaian SDGs Desa memalui

kegiatan yang berkaitan dengan:

a. Pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa, dapat berupa

pembentukan, pengembangan, dan revitalisasi Bumdes untuk pertumbuhan

ekonomi desa secara merata, penyediaan listrik desa, dan pengembangan

usaha ekonomi produktif.

b. Program prioritas nasional sesuai kewenangan desa, dapat berupa

pendataan desa, pemetaan potensi dan sumber daya, dan pengembangan

teknolohi informasi dan komunikasi, pengembangan desa wisata,

penguatan ketahanan pangan dan pencegahan stunting, desa inklusif.

c. Adaptasi kebiasaan baru, berupa perwujudan desa aman covid-19, dan

desa tanpa kemiskinan melalui Bnatuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT

DD).

1.5.7 Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa

Bantuan Langsung Tunai Dana Desa yang kemudian disebut BLT DD

merupakan bantuan yang diberikan kepada penduduk miskin yang diambilkan

dari Dana Desa (Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,

dan Transmigrasi No. 6 tahun 2020). Pengertian tersebut diperjelas dalam

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Nomor 13 tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021

bahwa Bantuan Langsung Tunai Dana Desa merupakan kegiatan uang berisi

pemberian bantuan langsung berupa uang tunai yang bersumber dari dana

desa, yang ditujukan untuk keluarga penerima manfaat dengan kriteria yang

28
sudah disepakati melalui musyawarah Desa. Sesuai dengan Dokumen

Pedoman Penyaluran Dana Desa, bahwa BLT Dana Desa untuk tahun 2021

harus diberikan selama 12 bulan terhitung sejak bulan pertama (Januari)

hingga bulan kedua belas (Desember).

Berkaitan dengan mekanisme pelaksanaan, sudah diatur dalam

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Nomor 6 tahun 2020 pada Lampiran II poin Q, yang menerangkan bahwa

BLT Dana Desa diberikan melalui beberapa tahapan mulai dari melakukan

pendataan, validasi dan finalisasi data melalui musyawarah desa khusus,

penyaluran, serta monitoring dan evaluasi.

- Sasaran dari BLT merupakan keluarga non PKH/BPNT, keluarga yang

kehilangan mata pencaharian, keluarga yang belum terdata, dan keluarga

yang memiliki anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis.

- Mekanisme pendataan, dilakukan oleh Relawan Desa Lawan Covid-19,

dan dilakukan terfokus mulai dari RT, WR, dan Desa.

- Hasil pandataan kemudian dilakukan validasi dan finalisasi data melalui

musyawarah desa khusus dengan agenda tunggal yaitu validasi dan

finalisasi data, kemudian legalitas dokumen hasil tersebut ditandatangani

oleh Kepala Desa untuk diserahkan kepada Bupati/Wali Kota melalui

camat. BLT Dana Desa dapat dilaksanakan selambat-lambatnya 5 (lima)

hari kerja dari tanggal diterimanya dokumen tersebut oleh kecamatan.

- Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa

(BPD), Camat, dan Inspektorat Kabupaten/Kota.

29
Sementara itu, Kabupaten Blora mengatur BLT Dana Desa dalam

Peraturan Bupati Blora Nomor 77 tahun 2020 tentang Tata Cara Pembagian,

Rincian dan Prioritas Penggunaan Dana Desa Setiap Desa di Kabupaten Blora

Tahun 2021, dengan mekanisme pelaksanaan antara lain sebagai berikut:

- Pemerintah Desa wajib menganggarkan dan melaksanakan kegiatan BLT

Dana Desa.

- Sasaran BLT DD adalah keluarga yang berdomisili di desa bersangkutan

dan memiliki NIK, kemudian keluarga yang kehilangan mata pencaharian,

belum terdata (exclusion error), dan mempunyai anggota keluarga yang

rentan sakit menahun/kronis, serta keluarga yang belum menerima

program PKH/BPNT/Kartu sembako/Kartu Pra kerja/Bansos

tunai/program bantuan pemerintah lainnya.

- Ketentuan atas kepemilikan NIK dapat dikecualikan bagi calon keluarga

penerima manfaat yang memenuhi syarat antara lain tidak terdapat anggota

keluarga yang memiliki NIK, dan kepala keluarga/anggota keluarga tidak

dapat melakukan perekaman data untuk penerbitan NIK karena kondisi

fisik/kesehatan. Namun perlu dilengkapi dengan Surat Keterangan

Domisili dari Kepala Desa.

- Pendataan dilakukan dengan mempertimbangkan Data Terpadu

Kesejahteraan Sosial (DTKS), namun tidak terpatok dengan DTKS,

artinya pemerintah desa atau pihak yang bertugas melakukan pendataan

boleh mengajukan penerima untuk kemudian dicatat dalam DTKS sesuai

dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

30
- Besaran BLT Dana Desa yang diberikan adalah sebesar Rp 300.000,00

untuk bulan pertama hingga bulan keduabelas diberikan secara non tunai

(kecuali bagi penerima yang tidak memiliki NIK seperti yang dijelaskan

pada poin c di atas).

- Apabila anggaran yang dianggarkan untuk BLT DD masih tersisa maka

dapat dipergunakan untuk progam stimulus desa lainnya.

1.6 Operasionalisasi Konsep

Fokus penelitian ini adalah bagaimana implementasi Program BLT

Dana Desa di Desa Botoreco, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora. Fokus

tersebut didasarkan pada permasalahan utama yang terjadi di lokasi penelitian

bahwasanya pada Desa Botoreco pada tahun 2021, hanya menyalurkan

sebesar 6,1% dari yang seharusnya disalurkan 30% dari anggaran dana desa.

Dengan adanya analisis terkait implementasi BLT Dana Desa ini, peneliti akan

mampu menganalisis faktor-faktor yang menjadi pendorong atau penghambat

dalam proses pelaksanaan implementasi tersebut.

Peneliti menganalisis dan memaparkan implementasi Program BLT

Dana Desa berpedoman pada regulasi yang memuat aturan serta mekanisme

pelaksanaan dari BLT Dana Desa yaitu pada Peraturan Menteri Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 tahun 2020 dan

regulasi dari pemerintah kabupaten melalui Peraturan Bupati Blora Nomor 77

tahun 2020 tentang Tata Cara Pembagian, Rincian dan Prioritas Penggunaan

Dana Desa Setiap Desa di Kabupaten Blora Tahun 2021. Dengan demikian

31
peneliti akan melakukan analisis dan memaparkan hasil penelitian mengenai

implementasi Program BLT Dana Desa melalui beberapa hal, yaitu:

1) Implementasi Program BLT Dana Desa di Desa Botoreco, Kecamatan

Kunduran, Kabupaten Blora

a) Proses pendataan: Proses pendataan dilakukan oleh Relawan Desa

lawan Covid-19 atau Satgas Covid-19 (sesuai dengan penamaan di

desa), yang terdiri dari Kepala desa beserta perangkatnya hingga

tingkat RT, RW. Proses pendataan dilakukan dengan memperhatikan

kriteria KPM sesuai dengan Permendes Nomor 6 tahun 2020 atau

Peraturan Bupati Blora nomor 77 tahun 2020.

b) Validasi dan finalisasi data penerima: Proses pembahasan hasil

pendataan yang dilakukan melalui Musyawarah Desa Khusus dengan

agenda tunggal untuk memvalidasi dan menghasilkan hasil final terkait

nama-nama penerima BLT-Dana Desa.

c) Proses penyaluran: Proses penyerahan dana bantuan BLT-Dana Desa

kepada penerima yang dilakukan oleh Pemerintah Desa secara

cashless atau non tunai.

d) Monitoring dan evaluasi: Proses evaluasi terhadap keberjalanan BLT-

Dana Desa pada tahap sebelumnya, serta pelaporan hasil pelaksanaan.

2) Faktor pendorong dan penghambat implementasi Program BLT Dana Desa

di Desa Botoreco, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora.

32
Faktor-faktor tersebut dideskripsikan melalui kriteria faktor

keberhasilan implementasi menurut Van Meter dan Van Horn (1975) yang

terdiri dari:

a) Standar dan tujuan kebijakan: Standar dan tujuan dari Program BLT-

Dana Desa, yang selanjutnya standar dan tujuan tersebut diuraikan

secara jelas, termasuk mekanisme dan sasaran penerima BLT-Dana

Desa.

b) Sumber kebijakan: Sumber daya untuk menunjang keberjalanan BLT-

Dana Desa terjamin ketersediaannya baik dari sumber daya manusia

yang berasal dari pemerintah desa beserta tim yang dibentuk, dan

sumber daya anggaran dari dana desa yang telah di refocusing untuk

BLT-Dana Desa.

c) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan: Terjalin

komunikasi yang baik antara tiap-tiap pemerintah desa dengan tim

pelaksana program, yang tercermin dari pemahaman implementor

terkait dengan Program BLT Dana Desa.

d) Karakteristik instansi pelaksana: Pemerintah desa selaku implementor

memiliki kompetensi yang cukup dalam mengimplementasikan BLT-

Dana Desa, dan saling memahami pola hubungan yang harus

dijalankan dalam proses implementasi tersebut.

e) Kondisi sosial, ekonomi, dan politik: Mencakup keberadaan pengaruh

dari kondisi ekonomi, kondisi sosisal, dan kondisi elite politik dalam

keberjalanan implementasi BLT-Dana Desa.

33
f) Disposisi implementor: Kecenderungan dari implementor dalam hal ini

adalah pemerintah desa dalam bentuk tanggapan terhadap BLT-Dana

Desa.

1.7 Argumen Penelitian

Peneliti memahami bahwa implementasi kebijakan merupakan sebuah

proses dinamis dalam melaksanakan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh

pembuat kebijakan. Peneliti meyakini bahwa implementasi kebijakan

merupakan tahapan penting dalam proses kebijakan, karena tanpa adanya

implementasi, maka kebijakan yang ada hanya akan menjadi kebijakan

semata, sehingga perlu adanya proses implementasi untuk mencapai tujuan

dari kebijakan itu sendiri. Selain itu, dengan mengetahui bagaimana jalannya

implementasi kebijakan, para implementor maupun pembuat kebijakan akan

dapat mengetahui apa yang menjadi pendorong serta penghambat dari proses

implementasi tersebut.

Penelitian ini penting untuk mengetahui bagaimana implementasi

BLT Dana Desa di lokasi penelitian yaitu Desa Botoreco, Kecamatan

Kunduran, Kabupaten Blora. Karena berdasarkan berdasarkan Dokumen

Laporan yang diberikan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Kabupaten Blora, Desa Botoreco memiliki alokasi BLT paling sedikit dari

desa lain yang ada di Kecamatan Kunduran. Hal tersebut bertolakbelakang

dengan besaran pagu dana desa Desa Botoreco yang memiliki pagu dana desa

tertinggi di Kecamatan Kunduran. Peneliti meyakini bahwa melalui

34
penelitian ini nantinya dapat mengetahui kendala apa yang terjadi, serta

faktor apa yang mungkin menghambat jalannya implementasi BLT. Dengan

demikian, hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi

implementor maupun pembuat kebijakan untuk melakukan perbaikan

terhadap kebijakan tersebut.

Sementara itu, secara konseptual peneliti menganalisis hasil penelitian

dengan mendasarkan pada standar dan mekanisme yang diamanatkan dalam

Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 6 tahun 2020 dan Peraturan Bupati

Blora Nomor 77 tahun 2020. Selain itu, untuk menganalisis faktor yang

mempengaruhi proses implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco

dengan menggunakan konsep teori dari Donald Van Meter dan Carl Van

Horn (1795), kemudian dianalisis untuk mengetahui faktor pendorong dan

faktor penghambat. Dengan demikian peneliti dapat memberikan

saran/rekomendasi sesuai dengan hasil yang diperoleh.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif menurut Strauss dan Corbin (1990) yang dikutip oleh Salim &

Syahrum (2012) merupakan prosedur penelitian dimana dalam

pelaksanaannya tidak menggunakan prosedur statistik ataupun kuantifikasi.

Pembahasan masalah dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif untuk

memperoleh hasil dan pemecahan yang lebih jelas dan komprehensif. Peneliti

memilih metode kualitatif dengan tujuan untuk menggali lebih dalam dari

35
berbagai sumber data dan informan terkait dengan Implementasi Bantuan

Langsung Tunai (BLT) DD di Desa Botoreco Kecamatan Kunduran

Kabupaten Blora.

1.8.2 Situs Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Botoreco yang beralamat di Jl.

Kunduran-Doplang Km 7, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Provinsi

Jawa Tengah.

1.8.3 Subjek Penelitian

Pemilihan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan metode

purposive sampling. Pengambilan subjek ini didasarkan pada beberapa

pertimbangan tertentu, seperti orang yang lebih mengetahui atau memiliki

otoritas pada objek atau situasi yang akan diteliti. Informan yang menjadi

sasaran pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Pemerintah Desa

Botoreco yang terlibat langsung dalam proses implementasi BLT Dana Desa

di Desa Botoreco.

1.8.4 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data

kualitatif yang berupa data teks serta kata-kata tertulis untuk mendukung

penguatan pengkajian permasalahan yang akan diteliti. Data-data tersebut

bersumber dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa narasumber

36
yang sudah ditentukan. Sumber data lainnya diperoleh dari buku maupun

artikel ilmiah lain yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam

penelitian ini.

1.8.5 Sumber Data

Sumber data merupakan segala sesuatu dimana data-data tersebut

diperoleh. Data primer merupakan data pertama yang diperoleh peneliti secara

langsung dari lokasi penelitian. Sementara itu, data sekunder merupakan data

yang diperoleh dari sumber lain yang memberikan tambahan data yang

berguna dalam pelaksanaan penelitian. Sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain sebagai berikut:

a. Data primer, diperoleh melalui wawancara yang dilakukan secara

mendalam dengan beberapa informan terkait, dan observasi langsung di

lokasi penelitian.

b. Data sekunder, diperoleh dari data-data yang dimiliki oleh Pemerintah

Desa Botoreco. Selain itu, diperoleh dari dokumen-dokumen pedukung

termasuk dari kanal berita, website resmi pemerintah untuk perolehan

regulasi, dokumen dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Kabupaten Blora untuk perolehan informasi terkait Dana Desa terhadap

masing-masing desa, laporan perencanaan serta realisasi BLT DD

khususnya untuk Desa Botoreco, serta didukung juga dengan peraturan

perundang-undangan dan artikel ilmiah terkait.

37
1.8.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan segala usaha yang dilakukan

oleh peneliti untuk mengumpulkan data-data pendukung yang bermanfaat

untuk penelitian yang sedang dilakukan. Pengumpulan data pada penelitian

kualitatif menyasar pada segala sesuatu yang berkaitan dengan latar sosial.

Situasi sosial yang ada terdiri dari 3 (tiga) elemen penting dan pokok yaitu

tempat, aktor yang berperan, dan kegiatan-kegiatan (Spradley dalam Salim &

Syahrum, 2012). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Wawancara

Teknik wawancara merupakan kegiatan yang dilakukan dengan cara

melakukan tanya jawab antara peneliti dengan informan atau narasumber

untuk memperoleh informasi penting yang berkaitan dengan topik yang

akan diteliti (Harahap, 2019). Melalui wawancara ini, peneliti akan

memiliki ruang yang cukup luas untuk menggali informasi sedalam

mungkin terkait sejauhmana Pemerintah Desa Botoreco melaksanaan

Program BLT DD di tahun 2021, kemudian dijadikan data yang

selanjutnya diolah serta dianalisis.

b. Studi pustaka dan telaah dokumen

Studi pustaka atau telaah dokumen merupakan metode pengumpulan data

yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang

berkaitan dengan topik penelitian (Sugiyono, 2014). Dokumen-dokumen

yang terdiri dari artikel imliah dengan tema terkait, dokumen dari

38
peaturan perundang-undangan, maupun dokumen seperti laporan

perencanaan dan realisasi anggaran untuk BLT DD, data penduduk

miskin, data penerima KPM yang sudah diverifikasi, informasi penting

lainnya yang bersumber dari website desa, website resmi pemerintah,

maupun kanal berita untuk kemudian dikaji dan dianalisis sebagai

informasi pendukung dalam penelitian yang sedang dilakukan.

c. Observasi

Observasi merupakan teknik yang dilakukan dengan cara melakukan

pengamatan secara langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Objek

observasi dalam penelitian ini adalah hubungan antara pemerintah desa

sebagai pelaksana kebijakan dengan berbagai aktor terkait, selain itu juga

melihat bagaimana kehidupan masyarakat penerima BLT Dana Desa.

1.8.7 Analisis & Intepretasi Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif harus dilakukan oleh peneliti

adalah menemukan benang merah atau keterkaitan yang komprehensif dari

data yang sudah didapatkan (Salim & Syahrum, 2012). Adapun tahapan yang

perlu dilakukan dalam analisis data kualitatif dapat digambarkan melalui

matriks sebagai berikut:

Gambar 1. 1. Matriks Proses Analisis Data Kualitatif

39
Pengumpulan Data Penyajian Data

Kesimpulan-kesimpulan:
Reduksi Data
Penarikan/Verifikasi

Sumber: (Rijali, 2019)

1) Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi

pustaka seperti yang telah dijelaskan dalam teknik pengumpulan data.

2) Reduksi data merupakan proses memilih, memfokuskan, dan

menyederhanakan data yang mengarah pada kesimpulan.

3) Penyajian data dapat dilakukan setelah proses reduksi data. Data disajikan

dalam bentuk sederhana sehingga mudah dipahami oleh pembaca.

4) Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dari proses analisis data.

Kesimpulan merupakan hasil akhir dari penelitian yang menjadi acuan

dalam membuat implikasi.

1.8.8 Kualitas Data

Kualitas data pada penelitian ini diuji dengan menggunakan uji

triangulasi. Uji triangulasi merupakan uji validitas pada penelitian kualitatif.

Uji triangulasi merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh kebenaran

dan keabsahan data dengan menggunakan metode lebih dari satu (ganda)

(Bachri, 2010). Uji triangulasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan hal

lain diluar data, hal ini dilakukan untuk melakukan pengecekan serta menjadi

40
bahan pembanding terhadap data yang ada. Kualitas data pada penelitian ini

diukur menggunakan teknik triangulasi sumber data, yakni mengarahkan

peneliti untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber, kemudian

dibandingkan satu sama lain dari data yang telah diperoleh (Nugrahani, 2014,

p. 116).

41
BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Kondisi Demografis Desa Botoreco

Desa Botoreco merupakan salah satu desa di Kecamatan Kunduran

yang memiliki jumlah penduduk tertinggi setelah Kunduran.

Tabel 2. 1. Jumlah Penduduk dan Persentase Penduduk menurut Desa di


Kecamatan Kunduran tahun 2020

No. Desa/Kelurahan Jumlah Persentase


Penduduk Penduduk
1. Botoreco 6.003 9,07
2. Buloh 3.518 5,32
3. Kemiri 2.853 4,31
4. Kodokan 749 1,13
5. Sonokidul 2.657 4,01
6. Sempu 2.534 3,83
7. Cungkup 987 1,49
8. Plosorejo 2.613 3,95
9. Ngilen 1.948 2,94
10. Bakah 3.008 4,54
11. Kalangrejo 1.382 2,09
12. Blumbangrejo 1.144 1,73
13. Tawangrejo 3.226 4,87
14. Klokah 3.469 5,24
15. Jetak 742 1,12
16. Muraharjo 2.256 3,41
17. Jagong 2.524 3,81
18. Kunduran 6.607 9,98
19. Gagaan 1.568 2,37
20. Sambiroto 2.723 4,11
21. Bejirejo 2.095 3,17
22. Karanggeneng 3.052 4,61
23. Balong 1.228 1,86
24 Ngawenombo 1.726 2,61
25. Sendangwates 1.708 2,58
26. Kedungwaru 3.869 5,85

42
Sumber: Kecamatan Kunduran Dalam Angka 2021, BPS Kab. Blora,

diolah

Jumlah penduduk tertinggi di Kecamatan Kunduran pada tahun 2020 yang

tersaji dalam Tabel 2.2 adalah Kunduran dengan jumlah penduduk 6.607 jiwa,

diikuti oleh Desa Botoreco dengan jumlah penduduk 6.003 jiwa, dengan

persentase penduduk secara berturut-turut 9,98 dan 9, 07 dari keseluruhan

penduduk di Kecamatan Kunduran. Sementara untuk desa dengan jumlah

penduduk paling sedikit adalah Desa Jetak yaitu 742 jiwa dengan persentase

penduduk 1,12%.

Desa Botoreco terdiri dari 9 dusun yang terdiri dari Dusun Kawisan,

Dusun Nguter, Dusun Balong, Dusun Tanduran, Dusun Ngreco, Dusun

Nglencong, Dusun Pungkruk, Dusun Ngrapoh, dan Dusun Gabluk.

Gambar 2. 1. Peta Wilayah Desa Botoreco

43
Sumber: Dokumentasi peneliti

Desa Botoreco merupakan desa dengan jumlah penduduk tertinggi kedua di

Kecamatan Kunduran yaitu sebanyak 6.058 orang yang terbagi atas 3.083

orang penduduk laki-laki, dan 2.975 orang penduduk perempuan. Jumlah

tersebut didominasi oleh masyarakat yang memeluk agama islam yaitu

sebanyak 6.050 orang. Sementara itu, sebanyak 8 orang beragama kristen

protestan. Penduduk Desa Botoreco juga terdiri dari beragam usia antara lain

sebagai berikut:

Tabel 2. 2. Jumlah Penduduk di Desa Botoreco Berdasakan Usia


Tahun 2021

Usia (tahun) Jumlah Penduduk


0–5 533
6 – 15 949
16 – 60 3.920
60 – keatas 654

44
Sumber: Profil Desa Botoreco, diolah peneliti

Penduduk Desa Botoreco seperti yang tersaji dalam Tabel 2.3 menunjukkan

bahwa terdapat lebih dari 3 ribu penduduk didominasi oleh penduduk usia

produktif daripada penduduk usia non produktif.

2.2 Kondisi Ekonomi Desa Botoreco

Penduduk Desa Botoreco mayoritas memiliki mata pencaharian di

bidang pertanian. Secara lebih lanjut mengenai mata pencaharian penduduk di

Desa Botoreco dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 2. 3. Jumlah Penduduk di Desa Botoreco Berdasarkan Jenis Mata


Pencaharian Tahun 2021

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk


1. Petani
- Petani Pemilik Sawah 3.557
- Petani Penggarap Sawah -
- Buruh Tani 916
2. Nelayan -
3. Pengusaha sedang/besar -
4. Pengrajin/industri kecil 14
5. Buruh industri -
6. Buruh bangunan -
7. Buruh pertambangan 13
8. Buruh perkebunan -
9. Perdagangan 98
10. Pengangkutan 2
11. Pegawai negeri sipil 21
12. Anggota TNI 16
13. Pensiunan PNS/TNI 3
Sumber: Profil Desa Botoreco, diolah peneliti

45
Berdasarkan Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa lebih dari 50% mayoritas

penduduk di Desa Botoreco bekerja sebagai petani. Sehingga selama pandemi

covid-19, sebenarnya tidak begitu berdampak pada masyarakat di Botoreco,

karena sebagian besar mata pencaharian berasal dari desa itu sendiri. Namun,

covid-19 berdampak pada pemasaran hasil pertanian, harga hasil panen

menurun, dan mobilitas masyarakat yang terbatas sehingga menghambat

proses pemasaran hasil panen.

2.3 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Botoreco

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa,

Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah,

memiliki kewenangan untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan

pemerintahannya. Urusan pemerintahan desa yang dimaksud adalah

kepentingan masyarakat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan

hak tradisional yang diakui dan dihormati oleh masyarakat yang ada di

wilayah desa tersebut. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa dilakukan

oleh pemerintahan desa yang dipimpin oleh kepala desa, dengan dibantu oleh

perangkat desa hingga lembaga kemasyarakatan desa yang ada dibawahnya.

Secara lebih rinci, strutur organisasi pemerintah desa dapat dilihat dalam

gambar bagan berikut ini:

Gambar 2. 2. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Botoreco

46
Sumber: Profil Desa Botoreco, diolah peneliti

Berdasarkan Gambar 2.2 menunjukkan bahwa kepala desa tidak menjalankan

pemerintahan dengan tangannya sendiri. Berdasarkan garis strukturalnya

kepala desa dalam membuat sebuah kebijakan atau keputusan apapun harus

berdasarkan konsultasi atau diskusi dengan BPD selain dengan perangkat

desa. Karena BPD merupakan perwakilan dari masyarakat desa. Sementara

itu, dalam hal kemitraan kepala desa selalu berhubungan dengan LKMD atau

LKM. Urusan pemerintahan desa, kepala desa selalu dibantu oleh perangkat

desa. Komposisi perangkat desa di Desa Botoreco belum lengkap. Terdapat

beberapa posisi yang masih kosong, yaitu sekretaris desa, Kaur Perencanaan,

dan Kepala dusun di Dusun Kawisan, Dusun Nguter, Dusun Balong, Dusun

Tanduran, Dusun Ngreco, dan Dusun Nglencong.

47
2.4 Struktur Organisasi Relawan Desa/Satgas Covid Desa Botoreco

Sesuai amanat dari Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 tahun 2020 tepatnya pada penjelasan di

Lampiran II poin Q terkait Pencegahan dan Penanganan Bencana Alam dan

Non Alam, desa diarahkan untuk membentuk sebuah struktur organisasi yang

bernama Relawan Desa Lawan Covid-19 yang beranggotakan Kepala desa

beserta bagian dari pemerintah desa yang lainnya. Sama halnya dengan Desa

Botoreco, namun dengan penamaan yang berbeda, dimana Struktur Organisasi

di Desa Botoreco disebut sebagai Satuan Tugas Covid Desa Botoreco. Dengan

keanggotaan sebagai berikut:

Tabel 2. 4. Daftar Keanggotaan Satgas Covid-19 Desa Botoreco

No. Kedudukan dalam Satgas Jabatan Organisasi


1. Ketua Kepala Desa
2. Wakil Ketua Ketua BPD
3. Anggota Perangkat Desa
4. Anggota Perangkat Desa
5. Anggota Perangkat Desa
6. Anggota Perangkat Desa
7. Anggota Perangkat Desa
8. Anggota Perangkat Desa
9. Anggota Perangkat Desa
10. Anggota Perangkat Desa
11. Anggota Perangkat Desa
12. Anggota Perangkat Desa
13. Anggota Perangkat Desa
14. Anggota Perangkat Desa
15. Anggota Staf Desa
16. Anggota Ketua Karang Taruna

48
17. Anggota Ketua RW 1
18. Anggota Ketua RW 2
19. Anggota Ketua RW 3
20. Anggota Ketua RW 4
21. Anggota Ketua RW 5
22. Anggota Ketua RW 6
23. Anggota Ketua RW 7
24. Anggota Ketua RW 8
25. Anggota Ketua RW 9
26. Anggota Bidan Desa
27. Anggota Bidan Desa
28. Mitra Babinkamtibmas
29. Mitra Babinsa
30. Mitra Pendamping Desa
Sumber: Data Desa Botoreco, diolah peneliti, 2022

Daftar keanggotaan yang tersaji dalam Tabel 2.6, memiliki tugas untuk upaya

pencegahan dan penangan covi-19 di tingkat desa. Sementara itu, dalam upaya

penangan dampak covid-19, utamanya dalam memberikan jaring pengaman

sosial, yang memiliki peranan penting dan terjun secara langsung adalah

perangkat desa setempat dalam artian RT yang merupakan unit terkecil di

desa. Namun keputusan tetap dibahas dan diputuskan dalam musyawarah yang

dihadiri tidak hanya dari kelompok satgas saja, melainkan tiap-tiap elemen

dari unsur desa.

2.5 BLT Dana Desa di Desa Botoreco

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa menjadi salah

satu bentuk penanganan terhadap dampak pandemi, yang manfaatnya

ditujukan untuk masyarakat miskin yang ada di desa. Program BLT-Dana

Desa menjadi salah satu prioritas utama dari penggunaan dana desa sejak

adanya perubahan terhadap prioritas penggunaan dana desa tahun 2020. BLT-

49
Dana Desa masih terus dilanjutkan hingga tahun 2021 dan tahun 2022. Pada

satu tahun terakhir yaitu tahun 2021, realisasi penyaluran BLT-Dana Desa

hanya tersalurkan 70,29% dari pagu dana desa sebesar Rp 28,8 triliun

(Kompas.com 20/1/2021). Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian

Keuangan mengatakan bahwa salah satu hal yang menyebabkan realisasi

penyaluran BLT belum mencapai 100% adalah kurangnya peranan dari desa

dan pemerintah daerah dalam proses pelaksanaannya, sehingga perlu adanya

dorongan untuk menunjang keaktifan baik dari pemerintah daerah maupun

pemerintah desa.

Desa Botoreco telah melaksanakan Program BLT Dana Desa sejak

tahun 2020 hingga ssat ini. Sama seperti program bantuan pada umumnya,

BLT Dana Desa juga mengharuskan pemerintah desa untuk melakukan

pendataan baru, untuk menentukan KPM sebagai penerima BLT. Pendataan

dilakukan oleh perangkat desa setempat yaitu RT yang dibantu oleh RW serta

BPD. Berikut ini merupakan daftar KPM BLT Dana Desa di Desa Botoreco

tahun 2021:

Tabel 2. 5. Daftar Keanggotaan Satgas Covid-19 Desa Botoreco

No. Nama KPM Alamat


1. Ngasri Desa Botoreco RT 01 RW 09
2. Paningrum Desa Botoreco RT 03 RW02
3. Sri Lestari Desa Botoreco RT 02 RW09
4. Suparmi Desa Botoreco RT 04 RW06
5. Rakiyem Desa Botoreco RT 01 RW06
6. Sugiyarti Desa Botoreco RT 06 RW 04
7. Wadirem Desa Botoreco RT 02 RW 01
8. Sumarni Desa Botoreco RT 01 RW 01
9. Simpen Desa Botoreco RT 08 RW 03

50
10. Wadirah Desa Botoreco RT 08 RW 03
11 Lasimin Desa Botoreco RT 02 RW 05
12. Nur Eka Susanti Desa Botoreco RT 01 RW 05
13. Supi Desa Botoreco RT 02 RW 02
14. Parsem Desa Botoreco RT 01 RW01
15. Karmini Desa Botoreco RT 03 RW 07
16. Rumini Desa Botoreco RT 02 RW 07
17. Yadi Desa Botoreco RT 05 RW 06
18. Koni’ah Desa Botoreco RT 05 RW 04
19. Sukarmi Desa Botoreco RT 01 RW 07
20. Lasinem Desa Botoreco RT 01 RW 02
21. Jarum Desa Botoreco RT 03 RW 03
22. Amirul Ma’ruf Desa Botoreco RT 03 RW 06
23. Suti Desa Botoreco RT 02 RW 07
24. Agus Purnomo Desa Botoreco RT 03 RW 08
25. Kateno Desa Botoreco RT 02 RW 09
Sumber: Data Desa Botoreco, diolah peneliti, 2022

Daftar KPM yang tersaji dalam Tabel 2.7, merupakan hasil dari kesepakatan

melalui musyawarah desa khusus dengan agenda tunggal. Agenda tunggal

merupakan agenda penentuan KPM, atau monitoring dan evaluasi terkait

BLT. Sehingga dalam musyawarah khusus tersebut, hanya berisi pembahasan

terkait BLT Dana Desa. Berkaitan dengan proses yang terjadi di dalamnya,

sebelum musyawarah desa khusus dilakukan, kepala desa beserta perangkat

desa terlebih dahulu menentukan jadwal, untuk kemudian diberitahukan

kepada unsur desa lainnya, mulai dari perangkat desa, BPD, LKMD, Kader,

RT dan RW, Kepala Dusun, serta perwakilan dari tokoh masyarakat. Ketika

proses musyawarah desa khusus berlangsung, BPD berperan dalam

memimpin jalannya rapat, sekaligus menjadi moderator di dalamnya.

Selanjutnya masing-masing dusun memberitahukan usulan nama calon KPM

kepada forum yang diwakili oleh kepala dusun. Apabila dari keseluruhan

51
usulan calon KPM sudah sesuai dengan kebutuhan anggaran BLT Dana Desa,

maka usulan tersebut dapat langsung diputuskan tanpa adanya seleksi atau

pengurangan. Namun jika usulan tersebut melebihi anggaran yang

direncanakan, maka perlu dilakukan peninjauan kembali untuk kemudian

dilakukan pengurangan. Apabila hasil sudah didapatkan, maka kepala desa

beserta BPD menyepakati nama-nama calon KPM untuk dapat diserahkan ke

tingkat kecamatan.

52
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Identifikasi Informan

Hasil penelitian diperoleh dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti

dengan sejumlah informan. Adapun informan dalam penelitian ini yakni pihak-

pihak yang terlibat dalam proses implementasi BLT-Dana Desa di Desa Botoreco.

Berikut daftar informan yang telah melaksanakan wawancara dengan peneliti:

Tabel 3. 1. Daftar Informan Penelitian

No. Informan Jabatan


1. Informan 1 Kepala Desa Botoreco
2. Informan 2 Kasie. Kesejahteraan Desa Botoreco
3. Informan 3 Ketua RT 06 RW 04
4. Informan 4 Ketua BPD Desa Botoreco
5. Informan 5 Ketua RT 03 RW 08
6. Informan 6 Anggota BPD
Sumber: Data Peneliti (2022)

Informan-Informan yang tersaji dalam Tabel 3.1 merupakan aktor pelaksana

Program BLT-Dana Desa di Desa Botoreco. Oleh karena penelitian ini

menggunakan pendekatan top down, maka peneliti mengambil subjek penelitian

dari para implementor yang terdiri dari kepala desa hingga RT, seperti yang tersaji

dalam tabel di atas. Pemilihan RT didasarkan pada arahan yang diberikan oleh

kepala desa dan kasie kesejahteraan, yang menyasar pada RT yang pada saat

proses implementasi BLT Dana Desa sempat terjadi ketidakpuasan dari

masyarakat, dan terjadi data ganda antara penerima BLT Dana Desa dengan

53
bantuan diluar BLT Dana Desa. Informan dari perwakilan BPD yang terdiri dari

ketua dan anggota sebagai informan didasarkan pada keterlibatannya dalam proses

implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco. Ketua BPD memiliki peranan

penting dalam proses implementasi tersebut baik dalam musyawarah desa,

maupun dalam proses monitoring dan evaluasi.

3.2 Hasil Penelitian

3.2.1 Implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco, Kecamatan

Kunduran, Kabupaten Blora

Proses implementasi suatu kebijakan merupakan kegiatan yang berisi

pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, baik dalam bentuk undang-undang,

perintah, ataupun keputusan yang mengindentifikasikan permasalahan yang akan

di atasi, serta tujuan yang akan dicapai, serta cara-cara untuk mengatur proses

implementasinya (Mazmanian dan Sebatier dalam Yulianto Kadji, 2015:48).

Pengertian tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa dalam proses

implementasi harus sesuai dengan apa yang menjadi dasar kebijakan yang sedang

diimplementasikan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses

implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco. Peneliti telah melakukan

wawancara dengan beberapa informan. Hal pertama yang menjadi pembahasan

adalah mekanisme pelaksanaan dari BLT Dana Desa. Informasi pertama diperoleh

dari Informan 1 yang menyatakan bahwa:

“Sebenarnya BLT ini kan sama ya seperti bantuan pada umumnya, hanya
saja istilahnya BLT ini mengcover orang-orang yang belum mendapat
bantuan kan gitu. Makanya perlu adanya pendataan ulang, nah nanti dari
pendataan itu diputuskan di musdes, musdessus namanya. Baru kalau

54
sudah dapat siapa saja yang menerima, baru kita lanjutkan ke penyaluran
atau penyerahan BLT nya. Kalau semuanya sudah disalurkan, kami selalu
membuat semacam SPJ sebagai bentuk pertanggungjawaban. Dan juga
evaluasi dengan BPD.” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul
10.15).

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Informan 2, yang menerangkan bahwa:

“O ya ada semuanya, pembuatan tim, petugas satgasnya, jumlahnya


kemarin itu ada 30 orang, melibatkan termasuk kader posyandu, bidan
desa itu kan masuk satgas covid, ya ada ini tempat karantina, di semua itu
ada semua ada tempat isolasi, itu semuanya ada. Itu untuk tim satgasnya,
nah nanti khusus untuk RT nya itu mendata kan, mendata warga mereka,
nanti hasilnya disampaikan dan diputuskan di musdes, baru nanti
disetorkan kepada camat, ke kecamatan. Kalau datanya sudah diterima
beberapa waktu kemudian baru dapat dilakukan penyaluran.” (Wawancara
Hari Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00).

Selain kedua jawaban tersebut, penjelasan mengenai tahapan BLT Dana Desa juga

disampaikan oleh Informan 3 yang menerangkan bahwa:

“Kalau secara singkatnya itu kemarin dijelaskan, dan kebetulan kami dari
RT yang ditugasi untuk mendata, jadi nanti saya dan kawan-kawan RT ini
mendata atau mengusulkan lah siapa yang mau dikasih. Habis itu dibahas,
biasanya kalau sudah mendata itu diadakan musdes, semua hasilnya
dikumpulkan dan di apa namanya, dibuat laporan lah, diputuskan bersama
sama. la kalau untuk penyaluran itu ya terakhir, kalau pas tahap
penyaluran itu ngikut saja ya, kan saya RT jadi kalau ada info penyaluran
ya langsung saya kabarkan.” (Wawancara Hari Senin, 6 Juni 2022, Pukul
11.00).

Pernyataan tersebut kemudian ditambahkan oleh pernyataan yang disampaikan

oleh Informan 5, bahwa:

“Yang jelaskan saya selaku RT ini mendata dulu nggih, setelah itu
sebelum ke musdes ini ya, seletah mendata di kasihlah ke perangkat
biasanya nanti sama Pak Kasie atau BPD, berdua itu yang ngurusi, untuk
disurvey. Kalau sudah ya langsung dilanjut di musdes. Karena kalau
sekarang ini harus ada bukti e mbak, jadi meskipun saya RT gak bisa

55
sembarang mengusulkan, karena nanti akan didatangi rumah orangnya
untuk difoto. Nah nanti baru dimusdeskan bersama.” (Wawancara Hari
Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 19.51).

Sementara itu, Informan 4 juga menyampaikan hal yang sedikit berbeda berkaitan

dengan proses tahapan BLT Dana Desa, dengan pernyataan bahwa:

“Jadi alurnya itu dari RT setempat, kemudian RW, nah nanti BPD juga
ikut. Nah saya nanti laporan di ruang lingkup desa, di musdes maksudnya
bahwasanya data saya ini, nah kalau laporan RT terusan laporan dari
perangkat nanti disandingkan laporan dari BPD.” (Wawancara Hari
Kamis, 23 Juni 2022, Pukul 09.30).

Pernyataan tersebut turut didukung oleh pernyataan yang disampaikan oleh

Informan 6 bahwa:

“Awalnya ada pendataan, pendataan baru, kemudian ada survey, hanya


beberapa semua, sehingga surveynya gak semua rumah kita datangi, tapi
hanya beberapa sebagai sampel saja, kalau semuanya sudah selesai baru ke
musdes, musdes berjalan kalau setuju lanjut ke tindak lanjut penyaluran.”
(Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 10.53).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, menunjukkan bahwa BLT Dana Desa di

Desa Botoreco, diimplementasikan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama

yaitu melakukan pendataan dan tindak lanjut dari BPD. Tindak lanjut yang

dimaksud adalah melakukan pengecekan langsung ke rumah calon KPM untuk

pengambilan bukti berupa foro rumah calon KPM. Tahap keduda yaitu

musyawarah desa khusus untuk memvalidasi dan memfinalisasikan data KPM.

Proses tersebut juga berisi diskusi terkait hasil pendataan untuk dapat diputuskan

dan disepakati dalam musyawarah desa. Hasil tersebut kemudian diserahkan ke

kecamatan untuk dapat dilakukan penyaluran bantuan dalam beberapa hari

56
kedepan. Tahap akhi adalah pemerintah desa membuat laporan

pertanggungjawaban, dan melakukan evaluasi bersama BPD.

Selanjutnya, berkaitan dengan proses implementasi BLT Dana Desa secara

lebih rinci berdasarkan tahapannya, peneliti telah melakukan wawacara dengan

hasil sebagai berikut:

a. Proses Pendataan

Berdasarkan hasil wawancara, berkaitan dengan Proses Pendataan yang

dilakukan dalam proses implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco,

Informan 1 menyatakan bahwa:

“Kalau pendataan itu kan memang RT dan perangkat setempat itu sendiri
semua punya datanya. Kalau gak punya datanya, seandainya bulan ini
mecairkan sekian, jadi semuanya ada datanya. Fixnya semuanya di
operator ada. Jadi dukuh ini sekian gitu, memang sesuai kebutuhan gitu.
Dan mungkin kadang bisalah 1 dukuh berbeda dengan dukuh lain. ada
yang dukuh penduduknya kecil tapi penerima BLT DD tinggi, karena apa,
karena warganya memang membutuhkan gitu.” (Wawancara Hari Kamis, 2
Juni 2022, Pukul 10.15).

Senada dengan pernyataan yang disampaikan oleh Informan 1, pernyataan serupa

juga disampaikan oleh Informan 2, yang menyatakan bahwa:

“Ya itu kita melibatkan tiap perangkat desa setempat, untuk mendata
warganya yang tidak tercover di BPNT dan PKH itu kita masukkan ke
BLT-DD. Itu dimusdeskan, setelah ada pendataan dari perangkat setempat,
itu kita musdeskan di balai desa. Kalau sudah disetujui kita laksanakan.”
(Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00)

Berkaitan dengan apa yang disampaikan oleh Informan 1 dan Informan 2, secara

lebih rinci mengenai proses pendataan yang dilakukan di lapangan, Informan 3

menyampaikan bahwa:

57
“Kalau saya itu mengusulkan sama RT yang lainnya itu sama. Jadi saya
amati, kan sehari-harinya keliatan tuh kondisi mereka bagaimana.
Sebelumnya saya sudah punya data, saya mengusulkan, kemarin lansia ada
yang saya usulkan karena punya stroke sudah 2 tahun alhamdulillah
kemarin sudah dapat bantuan. Anaknya kaya, tapi kan orangtuanya gak
bisa berobat. Saya kan ada PKH, ada BPNT, yang sekiranya sudah dapet
itu berarti ya gak dikasih. Jadi yang sudah dapat PKH yasudah, BPNT ya
sudah gitu. Untuk BLT itu ya untuk orang yang nol, ada yang lansia, ada
ibarate yang punya rumah kecil gak dapet bedah rumah, gak dapet
penghasilan, itu nanti saya kumpulin, kesepakatannya gimana yang pantas
yang dapet si ini ntar di reng-reng ibarate satu Botoreco itu berapa orang,
sekiranya kebanyakan kan dikurangi.” (Wawancara Hari Senin, 6 Juni
2022, Pukul 11.00).

Senada dengan jawaban yang disampaikan oleh Informan 3, Informan 5 juga

menyampaikan bahwa:

“Mendata biasa, saya tengok sekeliling saya yang sekirangnya kurang


kalau dibanding yang lain. Istilahnya saya gak dateng satu per satu gitu,
jadi langsung saya usulkan gitu aja. Karena kan kepala desa sudah
memberikan tanggungjawab ke tiap-tiap RT.” (Wawancara Hari Sabtu, 30
Juli 2022, Pukul 19.51).

Dari pernyataan yang disampaikan oleh Informan 3, terdapat tambahan yang

disampaikan oleh Informan 4 berkaitan dengan proses pendataan BLT Dana Desa,

yaitu:

“Kalau menurut desa itu kan dari RT, dari perangkat. Tapi kan saya
kurang pas lah, karena kan usulan nanti malah ternyata yang diajukan
justru orang terdekat, jadi dari BPD itu sifatnya harus netral, bener-bener
untuk mendata warga saya itu bener-bener tingkat kemiskinannya
terendah. Jadi kita se tim survey. Oiya bener ini yang harus dikasih
anggaran dari dana desa, ini yang tidakJadi alurnya itu dari RT setempat,
kemudian RW, nah nanti BPD juga ikut. Nah saya nanti laporan di ruang
lingkup desa, di musdes maksudnya bahwasanya data saya ini, nah kalau
laporan RT terusan laporan dari perangkat nanti disandingkan laporan dari
BPD.” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul 09.30).

58
Dari pernyataan yang disampaikan oleh Informan 4, kemudian ditambahkan oleh

jawaban dari Informan 6 yang menyatakan bahwa:

“Kalau saya kan BPD ya, jadi gak ikut mendata, hanya saja saya ikut ini
ikut survey, jadi kalau pendataan itu urusan RT. Nah kalau untuk
surveynya sendiri biasanya gak blusukan satu-satu gitu nggak. Tapi kita
datangi rumahnya, kita foto kondisi rumahnya. Karena sekarang itu
gakboleh asal usul, harus ada bukti yang menunjukkan oh ini benar gak
mampu, ini berhak begitu.” (Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul
10.53).

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh para informan menunjukkan

bahwa proses pendataan dilakukan oleh perangkat desa setempat yaitu RT. Hal

tersebut dikarenakan RT yang lebih mengetahui kondisi warganya di tingkat

terkecil. Pendataan dilakukan melalui pengamatan tanpa harus mendatangi rumah

per rumah. Selain melibatkan perangkat desa setempat, dalam proses pendataan

juga melibatkan BPD untuk menindaklanjuti usulan yang diberikan oleh RT

sebelum nantinya dibahas dalam musyawarah desa. Bentuk tindak lanjut yang

dimaksud adalah dengan melakukan survey untuk mengetahui kondisi yang

sebenarnya serta mengambil bukti berupa foto rumah calon penerima.

Pengambilan bukti foto tersebut digunakan untuk membandingkan calon KPM

satu dengan yang lainnya. Sehingga Pemerintah Desa pada saat musyawarah desa

khusus nantinya dapat menjadi pertimbangan.

Berdasarkan hasil wawancara juga diperoleh informasi bahwa

pertanggungjawaban dalam proses pendataan menjadi lebih ketat. Karena program

bantuan yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih dari satu program sehingga

diharapkan dengan adanya penambahan bantuan tersebut dapat lebih menjangkau

masyarakat miskin di desa. Pengambilan bukti gambar juga difungsikan sebagai

59
bentuk tanggungjawab atas pelaksanaan tugas yang telah dilakukan oleh

perangkat desa setempat. Sehingga perangkat desa setempat yang bertugas untuk

melakukan pendataan tidak bisa mendata calon KPM secara sembarangan.

Sementara itu, hal yang perlu diperhatikan dalam proses pendataan adalah,

pelaksana BLT Dana Desa harus mengetahui dan memahami kriteria sasaran dari

BLT Dana Desa itu sendiri. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan,

Informan 1 menyampaikan bahwa:

“Sebetulnya kriteria dari atas, pemerintah ya itu tidak dirambu-rambu,


yang berhak dibantu ya dibantu. Satu, opo jenenge atap e belum genteng
atau kasebot dadi iseh alang-alang atau jerami, dua papannya itu to bukan
dari papan yang layak, yang ketiga alas rumah itu masih tanah, yang
keempat listrik atau jaringan PLN itu belum masuk kesini. Tapi kan
sekarang nggak ada to, jadi ya kemarin saya sampaikan kepada RT yang
mendata itu, silahkan diusulkan yang benar-benar butuh, rata-rata itu yang
janda gak punya penghasilan, trus orang yang sudah sepuh gitu yang sudah
gak bisa bekerja, dan yang terpenting bukan penerima PKH ataupun
BPNT gitu aja, jadi ya bebas aja mana yang butuh silahkan diusulkan.”
(Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Pernyataan tersebut kemudian ditambahkan oleh Informan 2, yang menyatakan

bahwa:

“Kriteria yang dapat ya sama sebenarnya dengan PKH atau BPNT. Kalau
PKH sama BPNT kemarin itu kan sebenarnya datanya kan dari pusat, yang
data kan bukan perangkat. Banyak yang salah kaprah, yang mampu malah
dapat. Makanya kita musdeskan untuk kemudian dikembalikan. Kemudian
yang lain setelah PKH dan BPNT desa itu kan masih kesulitan desa masih
kesulitan untuk itu. Sementara untuk BLT-DD, karena itu dari anggaran
desa, jadi desa punya kewenangan untuk menentukan siapa yang dapat,
yang kriterianya itu yang benar-benar tidak mampu. Yang kita kumpulkan
di perangkat desa setempat. Kalau perangkat desa setempat itu
mendatanya salah ya biar dia yang menanggung.” (Wawancara Hari
Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00).

60
Sementara itu, Informan 3 selaku aktor yang berperan untuk melakukan

pendataan, terkait kriteria yang digunakan sebagai acuan dalam proses pendataan

yakni:

“Untuk BLT itu ya untuk orang yang nol, ada yang lansia, ada ibarate
yang punya rumah kecil gak dapet bedah rumah, gak sapet penghasilan, itu
nanti saya kumpulin, kesepakatannya gimana yang pantas yang dapet si ini
ntar di reng-reng ibarate satu Botoreco itu berapa orang, sekiranya
kebanyakan kan dikurangi” (Wawancara Hari Senin, 6 Juni 2022, Pukul
11.00).

Pernyataan tersebut kemudian didukung dengan pernyataan yang disampaikan

oleh Informan 3, kemudian oleh Informan 5 menambahkan bahwa:

“Kalau kriteria yang saya gunakan biasanya saya ambil dulu orang-orang
tua yang udah gak bisa apa-apa, istilahnya untuk kemana-mana aja itu sulit
karena sudah tua. Kemudian janda yang gak ada yang nafkahi tapi punya
tanggungan banyak kan itu juga perlu dibantu istilahnya diberi stimulus
bantuan, yang penting kan gak bentrok dengan bantuan yang lain.”
(Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 19.51).

Selain itu, kriteria sasaran juga disampaikan oleh Informan 4, yang menyatakan

bahwa:

“Ya kalau aturannya itu dari Dinas PMD diambil keluarga yang termiskin,
dana yang digelontorkan, yang diplotkan untuk Deaa Botoreco itukan
sekitar 600 jutaan lah yang diambil dari dana desa, untuk keluarga yang
paling miskin dulu kita ambil. Biasanya kalau ini di kriteria termiskin itu
yang pertama, kedua itu orang tua yang tidak di urus anaknya atau hidup
sebatang kara, kriterianya dari musdes itu dulu. Kalau di musdes itu kita
juga sifatnya demokratis, kita punya dukuh 9, tentu banyak dong yang
diusulkan keluarga miskin, mau gak mau kita tampung dulu, nanti kita
survey. Kalau dari dukuh A dan dukuh B misalkan istilahnya ada yang
miskin, kok ada lagi yang lebih miskin, ya kita kasihkan ke yang lebih
miskin” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul 09.30).

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa kriteria sasaran

yang digunakan dalam proses pendataan disesuaikan dengan arahan yang

61
disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten Blora melalui Dinas PMD Kabupaten

Blora. Adapun kriteria sasaran yang berhak dimasukkan dalam proses pendataan

adalah keluarga yang benar-benar tidak mampu, seperti janda yang tidak memiliki

harta atau tidak ada yang memberi nafkah dengan jumlah tanggungan yang tidak

sedikit. Selain itu, lansia yang sudah tidak bisa bekerja dan tidak diurus oleh

anaknya atau sudah tidak memiliki sumber penghasilan. Selain itu, yang menjadi

syarat utama adalah keluarga yang belum tercover atau tidak menjadi penerima

bantuan lain seperti PKH ataupun BPNT.

b. Validasi dan Finalisasi Data

Tahap kedua merupakan tahap validasi dan finalisasi data. Implementor

BLT Dana Desa membahas hasil pendataan untuk dapat disepakati melalui

musyawarah desa khusus dengan agenda tunggal bersama dengan seluruh unsur

dari pemerintah desa. Berkaitan dengan jalannya musyawarah desa khusus

tersebut, Informan 1 menyampaikan bahwa:

“Iya kalau finalnya itu memang di musdes, musdessus namanya. Nah


kalau di musdes ini kemudian dari data-data RT itu kemudian kita cek
ulang, kalau benar-benar sudah gak ada yang bentrok langsung kita
sepakati, langsung kita putuskan sebagai KPM. Musdessus dilakukan oleh
pemerintah desa, yang terdiri dari kepala desa beserta perangkat, kemudian
ada LKMD, ada RT RW, ada Kader, Tokoh masyarakat, BPD, jadi semua
unsur dilibatkan kalau musdes. Jadi gini, sebelumnya kita umumkan dulu,
kita jadwalkan untuk musdessus, lalu kita umumkan ke yang lain ke
perangkat, LKMD, semua elemen. Kemudian di forumnya kita
kelompokkan dulu ya per RT juga per RW biar kalau diskusi itu lebih
enak. Nanti BPD yang membuka, saya hanya bagian awalan saja, urusan
membuka dan memimpin itu dari BPD. Nanti masing masing dusun,
disampaikan ada berapa total yang diusulkan, nah nanti dijadikan satu dari
9 dusun. Kalau misalkan memang sudah pas, sudah sesuai dengan kuota
desa, bisa langsung kita putuskan. Tapi kalau misal katakanlah kelebihan

62
baru nanti dibicarakan, mana yang perlu dikurangi kan gitu.” (Wawancara
Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Sementara itu, Informan 2 juga menyatakan bahwa:

“Semua elemen kita libatkan, dari RT, RW BPD, LKMD, semua kita
libatkan. Sehingga hasilnya pun diketahui dan disepakati dari masing-
masing perwakilan kan. Kalau untuk prosesnya sendiri, dari BPD yang
mengontrol, istilahnya yang memimpinlah. Nah nanti ya biasa perwakilan
dusun menyampaikan mana saja yang diberi, kita bahas bersama, nanti
diakhir baru diputuskan.” (Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022, Pukul
09.00).

Disisi lain, dalam proses musyawarah desa khusus yang dilakukan, Informan 3

menyatakan bahwa:

“Kalau saat musdes itu gini, sebelumnya maksudnya sebelum musdes data
itu sudah dikumpulkan, karena harus dicek dulu sama BPD. Makanya saat
musdes itu RT sudah gak ngomong, maksudnya gak mengutarakan siapa
saja gitu, paling nanti diwakilkan sama kadus. Dari BPD menyampaikan
hasilnya bagaimana, nah nanti forum yang menanggapi, kalau misalnya
RT nih punya ruang untuk memperjuangkan warganya, kok ternyata dari
BPD nya gak menerima, itu bisa istilahnya menanggapi, didiskusikan.”
(Wawancara Hari Senin, 6 Juni 2022, Pukul 11.00).

Seperti yang telah disampaikan oleh Informan 3, berkaitan dengan musyawarah

desa Informan 5 juga menyampaikan bahwa:

“Biasanya itu dikelompokkan dulu mbak, per dusun biar lebih enak
diskusinya. Ya kita mengikuti alurnya aja karena kan yang mimpin itu
BPD, saya sebagai RT hanya jadi peserta forum istilahnya. Kecuali kalau
misal ada masalah dengan apa yang saya usulkan, nah itu baru mungkin
saya merespon.” (Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 19.51).

Sementara itu, dari sisi yang lain pula, Informan 4 juga turut menyampaikan

dalam proses musyawarah desa khusus bahwa:

“Lewat musdes kan, BPD yang memimpin jalannya itu, saya ketua BPD
nanti yang memimpin musdes, nah nanti disitu didiskusikan lagi. Kemarin

63
kan BPD dapat hasil data dari perangkat setempat, kemudian dicek oleh
BPD, nah hasilnya semua itu disampaikan di musdes itu tadi, kita diskusi
diskusi sampai tersisa 25 itu tadi.” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022,
Pukul 09.30).

Berkaitan dengan hal tersebut, kemudian oleh Informan 6 menyatakan bahwa:

“Kalau saya itu kadang juga gak ikut musdes e mbak, karena kadang harus
kerja ngurusi sawah. Tapi ya jarang sih. Kan udah ada ketua saya, kalau
ketua BPD selalu hadir karena dia yang pegang musdes, jadi dia yang
lebih banyak tau isi musdes itu seperti apa.” (Wawancara Hari Sabtu, 30
Juli 2022, Pukul 10.53).

Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah disampaikan di atas menunjukkan

bahwa proses validasi dan finalisasi data KPM dilakukan melalui musyawarah

desa khusus dengan agenda penentuan KPM yang fix yang dipimpin langsung

oleh BPD. Proses musyawarah desa khusus dilakukan oleh Kepala desa beserta

perangkatnya. Selain itu juga dihadiri oleh perangkat desa setempat yang terdiri

dari RT dan RW, BPD, LKMD, Kader, dan perwakilan dari tokoh masyarakat.

Proses musyawarah desa khusus dipimpin oleh BPD dengan pembahasan yang

didiskusikan dalam tahap tersebut adalah penentuan KPM dari nama-nama calon

KPM yang telah diusulkan sebelumnya. Pembahasan diawali dari laporan hasil

pendataan yang telah dilakukan oleh perangkat desa setempat. Laporan hasil

pendataan disampaikan oleh kepala dusun dari tiap-tiap dusun di Desa Botoreco.

Diskusi dilakukan dengan melakukan pencocokan usulan dari RT dengan laporan

survey yang telah dilakukan oleh BPD. Data KPM yang telah disetujui akan

disepakati dan ditandatangani, kemudian diserahkan kepada bupati melalui camat.

c. Tahap Penyaluran

64
Tahap penyaluran merupakan tahap dimana KPM yang sudah ditetapkan

dalam musyawarah desa khusus menerima bantuan dari BLT Dana Desa.

Berkaitan dengan Proses penyaluran yang dilakukan di Desa Botoreco, Informan

1 menyatakan bahwa:

“Penyalurannya semuanya dilakukan secara tunai. Tergantung bank lah,


kita kan ngikutin dari Bank Jateng, nek BLT DD itu biasanya berkumpul
dari ketiga atau keempat desa berkumpul di mana gitu, kan yang
menentukan bukan kita, tapi dari di bank. Nanti dikasih tau kumpulnya
dimana kan, dan kita dikasih jamnya berapa gitu, dan kita menyiapkan
warga kita, wara-wara sama warga gitu jamnya untuk bisa standby disini
untuk pengambilan uang BLT. Jadi duit itu tidak masuk di desa/rekening
desa, tapi langsung tunai. Karena apa, kita mengampu dari NIKnya. Yang
menyalurkan dari sini itu bank, bank jateng. Petugas bank datang kesini,
warga yang mendapat BLT-DD ke kantor sini untuk mengambil,
prosesnya seperti itu. Selama ini memang dari bank sampai tahun 2021 ini
penyaluran sudah selesai. Tidak ada keterlambatan. Ya biasanya
disalurkan 3 bulan sekali, atau 2 bulan sekali. Juga ada yang ditahun 2021
itu mendekati lebaran satu bulan dicairkan, melihat situasi dan kondisi dari
bank. Jadi tidak 3 bulan trus 3 bulan gitu nggak. Tapi untuk yang kemarin
itu alhamdulillah 1 tahap selesai semua yang tahun 2022.” (Wawancara
Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Pernyataan yang disampaikan oleh Informan 1, kemudian oleh Informan 2

menambahkan bahwa:

“Semua diberikan secara tunai, dengan nominal 300 ribu. Dari tahun 2021
nominalnnya sama segitu. La untuk penyalurannya itu kita fokuskan di
satu titik, di balai desa. Yang ikut penyaluran dari pihak bank juga sama
saya kasie nya, dibantu oleh perangkat desa setempat, ada bapinsa dan
bapinmas juga untuk keamanan dan pengawasan. Kalau penyalurannya itu
kan kita ada yang namanya yang hadir kan harus tandatangan. Nah setelah
ini kita menerima dari bank siapa yang belum ngambil dan yang udah
ngambil itu siapa nah evaluasinya itu. Kalau mewakili ngambil harus satu
KK. Kalau tidak satu KK itu gak mau saya.” (Wawancara Hari Jumat, 3
Juni 2022, Pukul 09.00).

Selain itu, Informan 3 juga turut menyampaikan bahwasanya:

65
“Kalau saat penyaluran itu saya hanya ini memastikan warga saya yang
dapat itu hadir, jadi sebelumnya saya yang menyebarkan undangan, kan
biasanya ada undangannya, disuruh ngambil di balai jam sekian gitu. Jadi
saya terlibatnya hanya disitu.” (Wawancara Hari Senin, 6 Juni 2022, Pukul
11.00).

Senada dengan jawaban yang disampaikan oleh Informan 3, Informan 5 juga

menyatakan bahwa:

“Memang dari bank kalau penyalurannya itu mbak, makanya disalurkan


langsung secara tunai, setau saya gitu. Kalau saya sih gak ikut waktu
penyaluran, Cuma wara-wara (memberi pengumuman) aja ke yang dapet
untuk mengambil.” (Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 19.51).

Sementara itu, berkaitan dengan jalannya proses penyaluran BLT Dana Desa,

Informan 4 menyampaikan bahwa:

“Penyaluran itu saya gak ikut dari awal sampai akhir ya, hanya tengok-
tengok aja, memastikan sudah tertib atau belum. Paling yang memantau itu
Pak Kasie, karena dia perangkat desa yang ngurusi, yang kontekan terus
dengan pihak bank. Dan untuk penyalurannya yang saya tau memang
selalu diberikan secara tunai sampai sekarang.” (Wawancara Hari Kamis,
23 Juni 2022, Pukul 09.30).

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa proses

penyaluran melibatkan pihak bank utamanya Bank Jateng untuk menyalurkan

bantuan BLT Dana Desa. Selain itu terdapat keterlibatan dari Kasie

Kesejahteraan, dan perangkat desa setempat yaitu dari RT atau RW yang

bertanggungjawab atas kehadiran warganya yang menerima bantuan. Sementara

dari unsur pengawasan dan keamanan, terdapat keterlibatan dari Bapinsa dan

Bapinmas yang bertanggungjawab atas keamanan serta ketertiban dalam

penyaluran BLT Dana Desa. Mekanisme penyaluran diberikan secara tunai

dengan besaran uang Rp 300.000,00 per KPM. Jangka waktu penerimaannya juga

66
mengikuti kesiapan dari bank. Perbedaan penyaluran BLT Dana Desa tahun 2021

dengan tahun sebelumnya adalah BLT Dana Desa di tahun sebelumnya diberikan

setiap 3 (tiga) bulan sekali, sedangkan untuk periode tahun 2021 BLT Dana Desa

diberikan secara fluktuatif waktunya. BLT Dana Desa dapat diberikan selama tiga

bulan sekali, atau 2 bulan sekali, atau bahkan setiap bulan, tergantung kesiapan

dari bank. Pengambilan bantuan harus dilakukan oleh KPM yang bersangkutan.

Jika terdapat KPM yang berhalangan atau tidak memungkinkan untuk mengambil

bantuan sendiri, maka dapat diwakilkan oleh anggota keluarganya yang lain. KPM

hanya dapat diwakilkan oleh keluarga yang masing dalam satu Kartu Keluarga

dengan KPM tersebut.

d. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi merupakan tahapan akhir dalam mekanisme BLT

Dana Desa. Berkaitan dengan monitoring dan evaluasi yang dilakukan dalam

proses implementasi BLT Dana Desa, Informan 1 menyatakan bahwa:

“Trus kalau monitoring itu dilakukan setiap pencairan. Jadi kita kan tetep
laporan, kita kan ada 3 tahap, BLT DD itu ada 3 tahap, jadi gini sebelum
kita fix atau belum melaporkan kinerja kita, tidak akan bisa mencairkan
tahap yang berikutnya. Jadi monitoring tersebut, kita bisa mencairkan
tahap kedua setelah ada laporan final dari tahap pertama gitu. Jadi kita
tidak perbulan berapa kali itu nggak, tetapi kita mengacu ke tahapan
BLTnya. Kita evaluasi, kita kumpulkan seperti tadi apakah ada yang ganda
kan gitu. Kalau tidak melihat bantuan-bantuan yang lain kan kita gak tau
kan gitu. Jadi sebelum kita menentukan KPM yang akan dapat di tahap
berikutnya itu kita cek dulu supaya gak tumpuk terus. Memang ada desa
yang penerimanya hanya itu-itu saja ya mungkin karena tidak pernah ada
yang bentrok atau bagaimana. Tapi sekarang untuk Desa Botoreco itu
lebih ekstra. Karena KPMnya banyak dan warganya juga banyak kan
gitu.” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

67
Jawaban tersebut kemudian ditambahkan oleh Informan 2 yang menyatakan

bahwa:

“Kita setiap 6 bulan sekali bersama BPD, itu kita musyawarah, musdessus
namanya. Itu mengevaluasi itu, yang udah terserap berapa, kan sekalian itu
mengevaluasi yang bentuk fisik dan lain sebagainya yang dari dana desa
itu sudah turun berapa persen gitu, pelaksanaannya sudah sampai berapa
persen kan gitu.” (Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00).

Sementara itu, jawaban lain juga disampaikan oleh Informan 4, yang menyatakan

bahwa:

“Untuk memonitor itu biasanya setelah tahapan BLT selesai, misalnya


tahap 1 selesai, itu ada perwakilan dari kecamatan dan inspektorat
kabupaten yang datang untuk memonitor, nanti bersama saya juga selaku
BPDnya, nanti bareng sama Kepala Desa dan Pak Kasie juga. Trus nanti
kalau tahap 2 begitu lagi, dan seterusnya” (Wawancara Hari Kamis, 23
Juni 2022, Pukul 09.30).

Jawaban dari Informan 4, kemudian ditambahkan oleh Informan 6 yang

menyampaikan bahwa:

“Lewat ketua BPD biasanya mbak, jadi kalau misal ada monitoring dari
atasan itu gak semua anggota BPD ikut. Kecuali kalau yang memonitor itu
jumlahnya banyak. Karena kan biasanya hanya 2 sampai 3, hanya
perwakilan aja, jadi langsung bersama Ketua BPDnya.” (Wawancara Hari
Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 10.53).

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah

Desa melakukan monitoring dan evaluasi setiap penyaluran BLT selesai

dilaksanakan. Monitoring dan evaluasi terdiri dari 2 (dua) mekanisme yakni

secara internal dan eksternal. Monitoring dan evaluasi secara internal dilakukan

oleh pemerintah desa melalui musyawarah desa, untuk mengevaluasi bagaimana

68
penyaluran BLT Dana Desa yang telah dilaksanakan. Pada saat monitoring dan

evaluasi, selalu dilakukan pengecekan untuk mengetahui bahwa KPM yang

terdata sudah benar-benar hanya menerima satu jenis bantuan saja atau justru

malah memperoleh bantuan lain diluar BLT Dana Desa. Jika terdapat

ketimpangan penerima bantuan, maka akan dilakukan pergantian KPM untuk

penyaluran di tahap berikutnya. Namun jika tidak terjadi perubahan KPM, maka

musyawarah desa tidak dilakukan. Sementara itu, monitoring dan evaluasi juga

dilakukan secara eksternal. Monitoring dan evaluasi secara eksternal dilakukan

oleh Kepala desa didampingi oleh BPD bersama dengan dengan pemonitor yang

merupakan perwakilan dari pihak kecamatan dan inspektorat setiap tahapan

penyaluran selesai dilakukan.

Setelah mengetahui proses implementasi BLT Dana Desa dari masing-

masing tahapan yang telah dilakukan, selanjutnya peneliti melakukan wawancara

terkait dengan ketepatan dari proses implementasi yang telah dilakukan dengan

kriteria sasaran, waktu, dan target yang seharusnya. Berdasarkan hasil wawancara

yang telah dilakukkan, ketepatan target dengan hasil implementasi BLT Dana

Desa yang telah dilakukan oleh Desa Botoreco, Informan 1 memberikan

penjelasan sebagai berikut:

“Satu-satu ini ya, kalau dari segi sasaran saya lihat sekarang ini sudah
tepat, hanya sempat waktu itu, tahun lalu tahun 2021 tepatnya di tahap
1nya kita sempat kecolongan, bentrok dengan bantuan lain. Dan itu terjadi
karena satu, sebelumnya kita gak tau perkembangan PKH dan BPNT, saya
juga kadesnya gak tau siapa saja yang dapat PKH itu, karena kan itu gak
dari desa bantuannya, sehingga desa gak tau nih perkembangan penerima
PKH dan BPNT. Kedua, ketika data penerima PKH dan BPNT sampai ke
desa, langsung kita gunakan untuk mengecek data data yang sudah
dikumpulkan sama RT. La ndelalah ada beberapa nama yang ternyata di
data PKH dan BPNT sudah gak ada tapi pas penyaluran BLT kok yo

69
nompo PKH barang. Jadi kan dobel itu. Artinya apa, data PKH dan BPNT
ini kurang sesuai kan. Trus ada lagi, yang sebenarnya berhak mendapat
BLT DD tapi gak punya KK. Tapi kan itu gak salah kita, karena gini, kita
kan kemarin 2020 itu perdukuh di datangi untuk mengaktifkan KTP atau
yang belum punya bikinlah KTP. Alah wis tuo gitu. Saya sampaikan nanti
kalau ada bantuan atau apapun nek kamu gak punya KTP berarti jangan
salahkan saya. Pernah kejadian itu gini mbak, namanya sama tapi NIK nya
beda. Nah ini juga sempat kejadian. Itu banyak terjadi malah mbak.
Katakanlah dari Dukuh Balong namanya Sulastri, Sulastri itu ada 4 orang
misalnya, tapi Rtnya gak sama, atau mungkin Rtnya sama tapi kan NIK
nya gak Sama. Sehingga itu pernah salah orang waktu penyaluran, dan
waktu itu dari Rtnya juga kebetulan kok gak ndampingi. Ngerti-ngerti
esokke ngomong, loh pak kae wargaku wingi masuk BLT tapi kok ora
nompo, jare wis ono sing jupuk. Lah jebule malah sing jupuk wong liyo
tapi asmane podho.” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Jawaban tersebut, kemudian ditambahkan oleh Informan 1 dengan penjelasan


sebagai berikut:
“Terus yang selanjutnya tadi apa mbak, waktu ya, ini waktu penyaluran
berarti ya. Kalau penyaluran alhamdulilah gak pernah ada keterlambatan.
Semua untuk BLT ini sudah disalurkan dan tepat waktu semua, jadi saya
kira gak ada masalah. Yang target ini yang jumlah penerima itu ya, oh oke.
Jadi gini Desa Botoreco ini bisa dibilang desa besar ya, memang
penduduknya banyak, anggarannya banyak, dan kemiskinannya juga
tertinggi disini. Makanya gak heran kalau Desa Botoreco dikasih target
untuk BLT itu kemarin 123 KPM, kalau dipersentase sekitar 30% dari
dana desa anggarannya. Tapi kenapa kok kita hanya ambil 25 itu karena
pertama 30% atau 35% itu batas maksimal, artinya saya boleh dong ambil
dibawahnya. Kedua karena hasil musdessus sepakat kita pakai untuk
pembangunan fisik saja sisanya. Ketiga, karena kita sudah bingung mau
ngasih BLT ke siapa lagi.” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul
10.15).

Penjelasan yang telah disampaikan oleh informan 1, Informan 2 juga turut

menyampaikan bahwa:

“Untuk sasaran insyaaAllah sudah sesuai, karena kita juga sudah


sampaikan ke semuanya jangan sampai salah sasaran supaya gak banyak
orang yang protes. Terus untuk waktu penyaluran juga gak ada
keterlambatan, sama target ini yang apa mbak, yang kenapa gak sesuai
target 123 KPM itu, itu memang sudah kesepakatan o mbak, yang
namanya udah kesepakatan musdes kan ya pripun nggih ya memang

70
sepakatnya Cuma 25. Memang dari forum itu masih ingin melanjutkan
pembangunan fisik desa, akhirnya yaudahlah kita berikan kepada 25 KPM,
dan itu sudah disaring untuk diberikan ke warga yang benar-benar miskin.
Dan salah satu alasan lain, kami juga bingung menentukan KPMnya
sebenarnya. Karena disini itu ketokke gak duwe tapi jebul yo ladang e
akeh. Rata-rata seperti itu mbak, jadi ya memang melanjutkan
pembangunan fisik, tapi juga karena sudah kesulitan memilih KPM.”
(Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00).

Penjelasan-penjelasan tersebut kemudian disampaikan juga oleh Informan 4, yang

menyatakan bahwa:

“Kalau salah sasaran saya kira kita nggak ya, makanya itu tadi, kita
mencoba kasih inisiatif ayo disurvey, dicantumkan bukti kalau memang
dia layak. Jadi itu bentuk upaya supaya gak salah sasaran. Kalau dobel itu
pernah kejadian di tahun 2021 awal itu, dan itupun antara data dinsos yang
gak valid, tapi setelah itu langsung kita ganti lagi. Jadi hanya sekali aja itu
kejadian. Untuk waktu, sejauh yang saya ikuti penyaluran selalu tepat
waktu. Sementara untuk ketepatan target, dari Dinas PMD sendiri
mengambil keluarga yang termiskin biar istilahnya Desa Botoreco itu bisa
melakukan pembangunan fisik. Sehingga waktu musdes itu disepakati agar
BLT-DD sebagian tidak disalurkan. Bukan karena gaktau persentasenya,
kami tau harus disalurkan berapa, cuma ya itu tadi memang plotnya
memang sudah di atur waktu itu sekitar 480juta sekian lah uangnya untuk
BLT-DD untuk sekita 120an orang penerima. Tapi kan anjurannya diminta
untuk mengambil masyarakat yang termiskin, yaudah kita ikuti, akhirnya
kuta hanya mengambil 33, kemudian dikurangi lagi tinggal 20an sekian
saja. Karena sisanya dipakai untuk fisik. Sebenernya angka 30% itu
sumbernya karena DD kita banyak mbak, paling banyak se kecamatan dan
warga kita banyak. Makanya diarahkan seperti itu.” (Wawancara Hari
Kamis, 23 Juni 2022, Pukul 09.30).

Selain itu, Informan 3 juga turut menyampaikan bahwa:

“Oh kalau itu saya beneran gak tau, wis tak takoni jare 5 sasi rak entok
bantuan, akhire tak masukke BLT to mbak, la kok malah entok e dobel.
Kalau kejadiannya kok bisa dobel itu saya kurang paham, kan saya hanya
ngusulke mawon. Kebeneran dobelnya kenapa bisa gitu saya kurang
paham. Sama waktu itu, ada yang memang butuh mbak, kebetulan RT
saya juga. Tapi sayange kok gak punya KK, trus saya tanyakan, wah
gakbisa katanya, karena syaratnya harus pakai KK. Nggih sami mbak, saya
hanya mengikuti arahan saja ya mbak, ya kalau dimintanya 25 saja ya

71
kami sebagai RT mengikuti. Awalnya itu 33, kemudian pas musdes
diseleksi lagi akhirnya 25 itu. Kalau soal pembangunan fisik ya kalau saya
dikasih pilihan mau nambah BLT atau pembangunan ya mending
pembangunan to, bisa dirasakan semuanya. Sementara BLT yang dapet
hanya berapa, protesnya itu yang malah lebih banyak.” (Wawancara Hari
Senin, 6 Juni 2022, Pukul 11.00).

Pernyataan senada juga disampaikan oleh Informan 5, yang menyatakan bahwa:

“Sesuai pengalaman saya, saya kan sudah mengusulkan beberapa nama,


nggih sampun ngoten mawon. Dadosipun misal ada yang dobel ya saya
anggap resekine wae lah, tapi kan setelah itu sama musdes langsung kita
ganti mbak tahap berikutnya yang dobel itu. Wah kalau itu saya gak
paham ya, tapi kalau kesepakatan itu memang benar. Awalnya kan
memang dari teman-teman itu semacam usul gitu pembangunan jalan salah
satunya. Nah di satu sisi kok ada kebijakan BLT ini. Jadi akhirnya
kesepakatan biar bisa dua-duanya jalan ya itu mungkin ya BLTnya sedikit
dulu. Sisanya tetap ke PPKM dan pembangunan. Tapi itu tahun lalu mbak,
kalau sekarang gak segitu, malah jauh lebih banyak nambahnya.”
(Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 19.51).

Sementara itu, Informan 6 meyampaikan bahwa:

“Sebenarnya saya juga ikut mendukung pembangunan fisik sih mbak,


karena ya gimana ya kalau BLT itu istilahnya udah ada banyak bantuan
kan, jadi saya kira udah cukup. Kalau misalkan untuk pembangunan fisik
seperti jalan di nglencong itu buruk banget sekarang sudah mendingan
karena pembangunan itu tadi, dan bahkan lebih bisa dirasakan oleh banyak
orang to daripada BLT.” (Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul
10.53).

Berdasarkan jawaban-jawaban yang telah disampaikan oleh informan-informan di

atas, dapat disimpulkan bahwa berkaitan dengan waktu penyaluran sudah

dilakukan dengan tepat waktu. Hal tersebut menunjukkan bahwa BLT Dana Desa

tidak mengalami keterlambatan dalam proses penyaluran. Penyaluran dilakukan

secara tunai oleh Pemerintah Desa Botoreco bekerja sama dengan Bank. Jika

terjadi keterlambatan penyaluran, bantuan tersebut akan disalurkan bersamaan

72
dengan penyaluran di bulan selanjutnya. Sementara berkaitan dengan ketepatan

sasaran dianggap sudah tepat sasaran. Pemerintah Desa Botoreco juga berusaha

untuk memberikan BLT secara tepat sasaran dengan adanya inisiatif survey pada

proses pendataannya. Namun sempat terjadi timpang tindih bantuan BLT dengan

bantuan lain yang disebabkan oleh tidak update-nya data PKH/BPNT dari Dinas

Sosial. Selain itu juga sempat terdapat warga yang berhak dan layak memperoleh

BLT. Oleh karena tidak keluarga tersebut tidak memiliki Kartu Keluarga, pada

akhirnya tidak dimasukkan kedalam data sebagai calon KPM. Kemudian

berkaitan dengan target KPM, terdapat ketidaksesuaian dimana target yang

diberikan adalah 123 KPM, sementara hasil kesepakatan musyawarah desa hanya

menyepakati 25 KPM saja dengan alasan sulit menentukan KPM, kebutuhan akan

pembangunan fisik, dan hanya mengambil yang termiskin dari yang miskin.

Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2021, Pemerintah

Desa Botoreco memprioritaskan pembangunan fisik desa terlebih dahulu di

samping pemberian BLT Dana Desa kepada masyarakat miskin.

3.2.2 Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Implementasi BLT Dana

Desa

Proses implementasi dari sebuah program ataupun kebijakan akan selalu

terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi.

Pada bagian ini, peneliti menuliskan hasil temuan penelitian serta analisis dari

hasil temuan tersebut yang berkaitan dengan faktor-faktor yag mempengaruhi

keberhasilan implementasi Program BLT Dana Desa di Desa Botoreco,

73
Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora berdasarkan teori Van Meter dan Van

Horn sebagai berikut:

a. Standar dan tujuan kebijakan

Standar dan tujuan dari kebijakan berarti menguraikan apa yang menjadi

standar dan tujuan dari sebuah kebijakan, yang seringkali tercantum dalam

dokumen kebijakan. Kinerja implementasi kebijakan/program dapat diukur dari

tingkat keberhasilannya ketika standar dan tujuan dari kebijakan/program tersebut

realistis dengan sosio-kultur yang ada di lingkungan pelaksana kebijakan. Jika

standar dan tujuan tersebut terlalu ideal untuk dilaksanakan di lingkungan

pelaksana kebijakan, maka kebijakan/program tersebut akan sulit untuk

direalisasikan hingga tujuan dari kebijakan itu tercapai. Berdasarkan hasil

wawancara berkaitan dengan tujuan, Informan 1 menyatakan bahwa:

“Gini, sebenarnya tujuannya BLT itu untuk membantu meringankan,


membantu meringankan lo ya. Tapi yo piye, padahal uang itu untuk
menunjang ekonomi. Minimal ditukokke pitik opo wedhus kan akan
bertambah nantinya. Tapi gaya hidup warga kita gak seperti itu. Bar entok
duit yowis entek langsung.” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul
10.15).

Pernyataan tersebut kemudian ditambahkan oleh Informan 2 dengan pernyataan

bahwa:

“Tujuannya ya itu, untuk meringankan beban masyarakat yang kurang


mampu, sesuai intruksinya Kementerian Sosial, setelah itu kan kriterianya
itu kan kembali ke tadi itu kan, intinya dari desa itu hanya menjalankan
program dari pemerintah, untuk membantu meringankan, bukan
membantu sepenuhnya.” (Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022, Pukul
09.00).

74
Sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Informan 1 dan Informan 2,

kemudian oleh Informan 4 menambahkan bahwa:

“Bantuan langsung tunai itu kan sebetulnya kalau menurut saya itu
mengcover, istilahnya warga khususnya Botoreco yang kesulitan, yang
miskin, yang belum dapat bantuan dari Dinas Sosial. Karena saya melihat
itu Dinas Sosial itu baisanya kalau ada laporan dari perangkat biasanya
gak tercover. Terus disusuli dengan bantuan BLT-DD ini yang belum
tercover atau masuk dari Dinas Sosial itu dimasukkan ke BLT-DD.”
(Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul 09.30).

Kemudian, Informan 3 juga turut memberikan pendapat mengenai tujuan dari

BLT-Dana Desa, antara lain:

“Tujuannya ya untuk membantu orang yang kesusahan, apalagi pas


pandemi begini kan semua naik ya harganya, kebutuhan pokok itu jadi
mahal-mahal apalagi minyak goreng itu kemarin walah, jadi ya adanya
BLT ini tujuannya untuk bisa membantu itu.” (Wawancara Hari Senin, 6
Juni 2022, Pukul 11.00).

Pernyataan senada dengan yang disampaikan oleh Informan 3, Informan 5 juga

menyampaikan bahwa:

“Yang jelas untuk meringankan, ya kayak program-program bantuan itu


lah mbak, wong sebenere podho wae, hanya beda nama bantuannya saja.”
(Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 19.51).

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan bahwa:

“Yang saya pahami yang namanya program bantuan itu kan untuk
membantu yang sekiranya masih kurang, ya sama halnya BLT DD ini kan
gitu konsepnya, untuk meringankan, untuk membantu kebutuhan dasar.”
(Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 10.53).

75
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa, tujuan dari

BLT Dana Desa diartikan sebagai upaya pemerintah untuk mengcover masyarakat

desa utamanya masyarakat miskin yang belum memperoleh bantuan sebelumnya.

BLT Dana Desa dipahami sebagai upaya yang digagas oleh pemerintah untuk

memberikan bantuan kepada masyarakat miskin di desa untuk memenuhi

kebutuhan dasar terutama di kondisi pandemi covid-19, sehingga sifatnya hanya

membantu meringankan, bukan membantu secara penuh. Namun kesesuaian

tujuan tersebut dengan yang terjadi di lapangan juga tidak serta merta berlaku

demikian, karena hal tersebut kembali lagi kepada keluarga penerima dan

bagaimana mereka memanfaatkan bantuan tersebut.

Selain tujuan, hal selanjutnya yang digunakan mengukur keberhasilan dari

proses implementasi BLT Dana Desa adalah dengan mengetahui standar

kebijakan/program yang digunakan, serta kesesuaian standar tersebut dengan

kebutuhan masyarakat di Desa Botoreco. Berdasarkan wawancara yang dilakukan

oleh peneliti, Informan 1 menyatakan bahwa:

“Kalau standar itu jelas mengikuti dari pusat. Kita tetap mengikuti aturan
dari menteri dan pak bupati mengarahkannya seperti apa. Ada dana desa
sekian, diambil sekian persen untuk BLT untuk warga miskin. Dengan
kriteria penerima yang sudah disebutkan tadi. Jadi dari pusat itu ke
pemerintah daerah biasanya lewat dinas juga, trus kita juga tiap tahuh kan
pasti ada perbub tentang ini dana desa harus untuk apa aja. Kalau BLT kan
sebetulnya sama ya dengan bantuan pada umumnya, hanya sumber
uangnya yang beda. Jadi kita masih pakai yang permendes nomor berapa
ya, nomor 6 kayanya, yang awal banget itu. Trus oleh Pak Bupati kan ada
perbub juga, yang mengatur pembagian dana desa juga peruntukannya. Itu
kalau gak salah nomor 70, eh 77 nomornya, yang sisinya itu penggunaan
dana desa. Nah untuk kesesuaiannya, saya rasa kalau tujuan sesuai sesuai
saja wong siapa sih yang gak pengen dibantu kan gitu. nah tapi untuk
kriteria sasarannya ini yang agak gimana ya. Jadi gini, ambil satu contoh
aja masalah kehilangan pekerjaan di sini itu sebenarnya gak ada tapi

76
diregulasi itu harus begitu, rata-rata di desa itu pasti punya pekerjaan,
hanya saja memang gak menentu, karena kan kebanyakan petani, buruh
tani. Makanya saya katakan di desa itu sebenarnya gak begitu merasakan
dampaknya. Tapi yo arep piye meneh, aturan dari pusat kudu diwenehi
bantuan, yowis kami jalankan. Tapi untuk yang tadi yang gak terdata itu
memang betul. Kita cari yang belum dapat bantuan PKH sama BPNT itu
kita saring. Sama paling yang itu yang keluarganya sakit. Tapi rata-rata
orang tua yang sepuh, yang gak diurus anak, atau yang gak punya sumber
penghasilan itu diusulkan.” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul
10.15).

Pernyataan tersebut turut didukung oleh pernyataan yang disampaikan oleh

Informan 2, yang menyatakan bahwa:

“Mengikuti dari atas. Dasar hukumnya kan dari pemerintah pusat, dari
pemerintah pusat itu harus menyalurkan BLT-DD yang bersumber dari
dana desa sebanyak 60%. Itu harus tersalurkan. Yang sekian persen itu ada
untuk PPKM mikronya, jadi ya sumbernya dari situ. Kita sesuai dengan
prosedurnya. Pokoknya kita mengikuti aturan dari pusat. Aturannya saya
tau mbak, tapi detailnya lupa itu nomor berapanya. Karena kan pak lurah
selalu share ke grup wa begitu, biar kita semua tau, waktu musdes juga
dijelaskan sih, tapi ya kalau untuk menghapal sedetail itu saya gak tau.
Tapi yang jelas kan intinya tau, oh ternyata harus begini, diberikannya
begini, teknisnya paham. Kalau saya menyoroti di sasaran mungkin ya
mbak, kalau disini itu sebenarnya orang kehilangan pekerjaan itu gak ada.
Karena adanya covid kan sebenarnya ditingkat desa imbasnya tidak terasa.
Yang terasa kan di wilayah perkotaan. Kalau disini, ngambil orang yang
gak punya pekerjaan itu juga kesulitan. Cuma ya aturannya itu yang
namanya orang kehilangan pekerjaan itu kan tidak bekerja sama sekali. Ya
terpaksa kita kriterianya sesuai dengan lingkungan dukuhan masing-
masing, itu kalau kamu memang sudah tau kriteria di dukuhan itu memang
orangnya kurang mampu ya silahkan untuk diusulkan.” (Wawancara Hari
Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00).

Pendapat lain juga disampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan bahwa:

“Sebelumnya itu kami dapar aturan dari kabupaten yang isinya petunjuk
pelaksanaan lah, tapi saya gak tau persisnya nomor aturannya intinya dari
kabupaten. Nah disitu ada beberapa kriteria dan mekanisme apa yang
harus di jalani. Kalau mekanisme saya rasa gak ada masalah ya, hanya

77
untuk kriteria ini kurang sesuai menurut saya masih ada bentrok. Karena
gini kehidupan di desa itu susah intepretasinya. Misalkan orang ini
kelihatan kaya, rumahnya bagus, tapi kan gak menjamin, padahal
sebenarnya dia kurang mampu. Ada yang rumahnya jelek, tapi sebenarnya
kaya punya sawah banyak tapi gak mau bangun rumah. Jadi kriteria yang
dimaksudkan di pentunjuk itu kurang sesuai sama masyarakat sini.”
(Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 10.53).

Pendapat yang sedikit berbeda dengan kedua pendapat sebelumnya, dimana

Informan 4 menyatakan bahwa:

“Kalau aturan hukumnya saya belum tau masalah dana desa itu, tapi kalau
yang saya ketahui segelintir tentang BPD saja. Kalau soal dana desa ini
belum tau. Tapi kan yang jelas seperti saya ngomong tadi, dari Dinas PMD
diambil keluarga yang termiskin, dan orang tua yang tidak di urus anaknya
atau hidup sebatang kara.” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul
09.30).

Pendapat serupa dengan yang disampaikan oleh Informan 4, Informan 3 juga

menyatakan bahwa:

“Kalau detailnya standarnya yang secara tulisan itu saya gak begitu tau ya.
Saya taunya ya hanya penyampaian dari Pak Lurah waktu musdes itu kan
disampaikan kalau kita ada BLT gitu aja.” (Wawancara Hari Senin, 6 Juni
2022, Pukul 11.00).

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Informan 5, yang menyatakan bahwa:

“Standarnya yang disampaikan dimusdes. Wis tuo mbak gak mudeng, yen
ngakone ngene yo manut saja.” (Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022,
Pukul 19.51).

Berdasarkan pernyataan yang telah disampaikan oleh Informan 1 dan Informan 2

menunjukkan bahwa standar pelaksanaan yang digunakan mengikuti peraturan

dari pemerintah pusat yaitu Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah

78
Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 tahun 2020, dan arahan dari Pemerintah

Kabupaten Blora yang termuat dalam Peraturan Bupati Nomor 77 Tahun 2020.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang lainnya mengaku tidak mengetahui

secara detail aturan hukum yang dijadikan sebagai standar pelaksanaan. Sehingga

pihaknya hanya menjalankan peran dan tugasnya sesuai arahan yang disampaikan

oleh Kepala Desa ataupun Kasie Kesejahteraan. Sementara itu, berkaitan dengan

kesesuaian standar pelaksanaan dengan kondisi di Desa Botoreco, dari Informan

1, Informan 2, dan Informan 6 mengungkapkan bahwa terdapat ketidaksesuaian

pada kriteria sasaran. Penjelasan kriteria sasaran yang termuat dalam Peraturan

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 tahun

2020, salah satu kriteria sasaran BLT Dana Desa yang harus dipenuhi adalah

keluarga yang kehilangan mata pencaharian. Hal tersebut tidak sesuai dengan

kondisi masyarakat di Desa Botoreco. Masyarakat yang kehilangan pekerjaan di

Desa Botoreco sebenarnya tidak ada, karena meskipun pandemi, penghasilan

masyarakat masih bisa didapatkan melalui sektor pertanian. Kondisi masyarakat

di desa juga sulit untuk diintepretasikan jika hanya dilihat dari kepunyaan fisik

ataupun benda. Selain itu seperti yang disampaikan oleh Informan 4, BLT Dana

Desa diberikan kepada masyarakat termiskin, sementara tidak ada kejelasan

indikator yang mengkategorikan masyarakat termiskin, terlebih di desa. Karena

perekonomian masyarakat yang tidak berbeda jauh dari satu dengan yang lainnya.

Sementara itu berkaitan dengan realialisasi penyaluran BLT Dana Desa tahun

2021, tidak ada batas minimal persentase untuk BLT Dana Desa, sehingga

pemerintah desa pada akhirnya hanya menyalurkan 6,1% saja.

79
b. Sumber kebijakan

Sumber kebijakan tidak hanya berasal dari regulasi, tetapi juga penunjang

lain yang mempengaruhi keberjalanan kebijakan. Sumber kebijakan yang

dimaksud dapat berupa sumber daya manusia, sumber daya anggaran, maupun

insentif lainnya. Sumber daya kebijakan digunakan sebagai penunjang

keberhasilan dari proses implementasi kebijakan agar dapat mencapai tujuan dari

kebijakan tersebut. Peneliti menganalisis sumber daya kebijakan dari sumber daya

manusia dan sumber daya anggaran yang digunakan dalam proses implementasi

BLT Dana Desa.

 Sumber Daya Manusia

Berkaitan dengan ketersediaan sumber daya manusia dalam pelaksanaan

Program BLT-Dana Desa di Desa Botoreco, Informan 1 menyatakan bahwa:

“Mengenai sumber daya saya rasa gak ada kendala ya, gak ada. Karena
kita bekerja sama dengan semua unsur ya. Apalagi di Satgas itu kan gak
hanya perangkat saja, tapi semua unsur jadi satu. Penanggungjawab
semuanya tetap kepala desa. Kemudian bendahara, karena bendahara tetep
memantau kaitannya dengan duit kan. Bendahara koordinasi dengan
operator sama kasie. Jadi tiga orang tersebut, yang akan mendampingi
penerimaan, walaupun yang menyalurkan itu bank. Kemudian kalau RT
itu mengusulkan warganya yang ini lo yang layak, pendataan kan
musdesnya disini. Pendataan tetap langsung di operator desa. Tapi RT
tersebut kan punya data, di Rtku ini ini ini, semua dikumpulkan di operator
diperangkat. Jadi semuanya tau kan gitu. Yang dari luar, luar pemerintah
desa ya itu dari bank, karena bank yang memberi dana langsung ke
penerima, sama Bapinmas Bapinsa keamanan, tapi mereka itu hanya
waktu penyaluran tugasnya. Kalau dari kuantitas itu sudah lebih dari
cukup, RT nya saja ada banyak kan, sehingga gak ada kekurangan dari
segi jumlahnya. Kalau dari kualitas, ya gitu-gitu aja, ya memang ada
beberapa yang sudah sepuh yang barangkali kemampuannya jelas bedalah
sama yang muda-muda, tapi disini istilahnya itu saling membantu. Jadi

80
insyaaAllah kinerja gak akan terganggu.” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni
2022, Pukul 10.15).

Pernyataan tersebut, juga didukung oleh pernyataan dari Informan 2, yang

menyatakan bahwa:

“Cukup, cukup mbak, karena kan kita gak hanya perangkat saja. Justru
perangkat desa gak begitu apa ya istilahnya gak melu langsung. justru kita
itu melibatkan dari perangkat desa setempat dari RT. Detailnya dari Satgas
itu kan isinya ada Perangkat, dari Kader Posyandu, dari Bapinsa,
Bapinmas, Lembaga, RT, RW, semua terlibat. Gak semuanya campur
tangan di BLT. RT sama RW yang mendata warganya. BPD yang
menindaklanjuti. Tapi karena putusan akhir itu lewat musdes, yang mana
kalau musdes semua perwakilan pasti ada. Sehingga semua unsur tetap
diundang untuk memberi suara, meskipun gak ikut kiprah mendata. Jadi
saya rasa ketersediaan sdm kita sudah cukup memadai, sementara dari segi
kualitas, ya namanya orang gak semuanya pinter kan gitu. tapi karena
sejak awal sudah disosialisasikan, sudah diberitahu, jadi semuanya sudah
mengerti apa yang harus dilakukan.” (Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022,
Pukul 09.00).

Selain kedua pernyataan tersebut, Informan 4 juga turut memberikan tanggapan

bahwa:

“Ya kalau untuk orang-orangnya sih sudah cukup saya kira, karena kita
istilahnya punya banyak pasukan, apalagi dari RT kan banyak. Kalau
untuk BPD sendiri juga cukup lah, karena kan keanggotaan BPD itu paten
mbak, istilahnya sudah ada yang mengatur jumlahnya harus berapa.
Misalkan kekurangan orang misal kayak ngambil gambar ke rumah-rumah
palingan kita dibantu dengan perangkat desa yang lain.” (Wawancara Hari
Kamis, 23 Juni 2022, Pukul 09.30).

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

ketersediaan sumber daya manusia dalam proses implementasi BLT-Dana Desa

sudah memadai. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat kekurangan

sumber daya manusia untuk melaksanakan BLT Dana Desa. Sementara itu, untik

81
pihak-pihak yang terlibat terdiri dari berbagai unsur masyarakat, artinya tidak

hanya kepala desa dan perangkat saja yang berperan. Adapun pihak-pihak yang

terlibat, juga menjadi bagian dari anggota Satgas Covid-19 Desa Botoreco yang

terdiri dari Kepala Desa selaku penanggungjawab, BPD, perangkat desa, Kader

Posyandu, LKMD, RT, RW, diikuti oleh Bapinsa dan Bapinmas. Namun dari

pihak-pihak yang tergabung dalam satgas tersebut, tidak semuanya terjun secara

langsung dalam pelaksanaan BLT. Aktor pelaksana yang memiliki peran utama

adalah kepala desa dengan kasie kesejahteraan, RT dan RW yang bertugas

mendata, BPD yang bertugas dalam melakukan cross check hasil pendataan dan

Bapinsa juga Bapinmas yang bertugas dalam proses pengawasan dan

pengamanan, terutama pada saat penyaluran bantuan.

 Sumber Daya Anggaran

Selain sumber daya manusia, yang menjadi sumber daya kebijakan adalah

sumber daya anggaran. Ketersediaan sumber daya anggaran untuk pelaksanaan

Program BLT-Dana Desa dapat diketahui melalui wawancara yang telah

dilakukan dengan Informan 1, yang menyatakan bahwa:

“Seperti yang saya bilang tadi to, kalau penganggaran kita dari desa tidak
punya hak gitu. Karena memang dana dari pusat sekian banyak, 40%
untuk BLT DD, 20% untuk Ketahanan pangan, dan yang 8% tersendiri itu
kan memang untuk PPKM Mikro. Jadi untuk 100% desa kebijakannya
desa hanya tinggal 32%. Sementara 68% sudah diatur dari atas. Jadi kalau
anggaran nek diarani aman yo aman, tapi kalau diarani kurang ya kurang.
Anggaran berapapun akan kurang. Tapi ya kalau untuk BLT DD malah
lebih to. Itu kan dari 40% sudah dilebihke sitik. Karena minimal 40% bisa
juga 70% tergantung kebutuhan desa. Nek tak umbulno sampek 50%,
nanti yang lainnya gak uman podho wae. Karena gini, dari yang turah 30%
itu kan untuk anggaran yang lain. untuk kesehatan, pendidikan, anak
balita, stunting, itu kan dari situ. Termasuk penganggaran kader-kader

82
posyandu yang membantu kesehatan di desa. Nek iku tak umbulno meneh,
la mereka-mereka iku sing meh bayar sopo meneh kan gitu.” (Wawancara
Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Pernyataan tersebut, kemudian ditambahkan oleh pernyataan dari Informan 2,

yang menjelaskan bahwa:

“Sumber daya anggaran ya dari dana desa itu, yang dari sekian persennya
itu. Jadi kan tahun 2021 itu ada 1.400sekian lah dana desa kita. Nah 8%
kan memang untuk PPKM kalau gak salah, 30% untuk BLT arahannya
seperti itu. Jadi yang tahun 2021 untuk BLT itu 90 jutaan untuk 25 KPM
selama setahun yang diambil dari 6,1% dana desa. Beda kalau tahun
sekarang, jauh lebih banyak sampe 40% lebih hanya untuk BLT. Sehingga
untuk anggaran ya bisa dikatakan cukup lah. Ya kalau misalkan ada yang
kurang itu kan Pak Kepala Desa diambilkan dari PAD, karena kan desa
kita juga punya PAD. Tapi ga kalau untuk BLT-DD DD anggarannya
cukup. Jadi mengenai sumber daya saya rasa gak ada kendala ya, gak ada.”
(Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00)

Selain kedua pernyataan tersebut, Informan 4 juga turut memberikan tanggapan

bahwa:

“Gak ada kekurangan, karena ya gimana ya mbak kan dana desa kita
paling banyak he he. Makanya kan karena pandemi kegiatan dikurangi jadi
kita bisa mendahulukan pembangunan jalan, BLT juga. Ya kalau ditanya
cukup atau nggak bisa saya katakan kalau anggarannya cukup dan lebih
malah.” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul 09.30).

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui

bahwa sumber anggaran dalam Program BLT-Dana Desa sepenuhnya bersumber

dari dana desa. Pada tahun 2021, Desa Botoreco menganggarkan 6,1% dari dana

desa untuk BLT Dana Desa. Persentase tersebut diperoleh dari jumlah penerima

yaitu sebanyak 25 dikalikan dengan besaran bantuan yang diberikan sebesar RP

300.000,00/KPM, sehingga diperoleh anggaran untuk BLT sebesar Rp

83
90.000.000,00 untuk 12 bulan. Berbeda dengan periode tahun 2022, dimana

besaran BLT mengalami peningkatan. Pembagian dana terbagi atas 40% untuk

BLT-Dana Desa, 8% untuk PPKM, 20% untuk ketahanan pangan, dan sisanya

32% untuk urusan desa lainnya diluar program penanganan covid-19. Dari

persentase pembagian tersebut, dengan jelas dikatakan bahwa BLT-Dana Desa

menempati persentase paling banyak yaitu 40% dari keseluruhan dana desa.

Sehingga, sejalan dengan jawaban yang disampaikan oleh Informan 1 dan

Informan 2 bahwasanya ketersediaan sumber daya anggaran sudah memadai,

bahkan justru lebih sebenarnya.

Dengan demikian, terkait dengan sumber daya kebijakan dalam proses

pelaksanaan Program BLT-Dana Desa di Desa Botoreco sudah cukup memadai.

Sumber daya manusia terdiri dari Kepala Desa beserta perangkatnya, yang turut

dibantu oleh BPD, LKMD, RT/RW, Tokoh Masyarakat. Sementara sumber daya

anggaran sepenuhnya diambilkan dari anggaran dana desa.

c. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan

Komunikasi antar organisasi dan pelaksana dalam proses implementasi

juga menjadi hal penting yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu

implementasi. Komunikasi merupakan mekanisme ataupun syarat utama yang

mampu menjadi penentu keberhasilan dari proses implementasi kebijakan.

Semakin baik komunikasi antara aktor-aktor pelaksana kebijakan, akan semakin

baik pula koordinasi yang terjalin di dalamnya, dengan demikian kesalahan akan

minim terjadi. Berkaitan dengan komunikasi yang terjalin antara tiap-tiap unsur di

84
Pemerintah Desa Botoreco yang terlibat dalam proses implementasi Program BLT

Dana Desa, Informan 1 menyatakan bahwa:

“Komunikasi kita baik, kalau di kantor begini kan juga sering ngobrol atau
mau diskusi biasanya. Kita juga kan ada grup, ada grup di wa. Misal
kepala desa telah menyelesaikan bahwa jam ini ini saya kasihkan. Nanti
semuanya kan jadi tau. Dan setelah tau itu langsung getok tular door to
door ke yang lain. Kalau rapat ya lewat musdes itu. Kalau gak ada
perubahan ya gak ada musdes. Kalau ada perubahan kita harus musdeskan
lagi kan gitu. Sesuai KPM yang kita tentukan.” (Wawancara Hari Kamis, 2
Juni 2022, Pukul 10.15).

Pernyataan tersebut didukung oleh penjelasan yang disampaikan oleh Informan 2,

bahwa:

“Hubungannya sejauh ini baik semua, karena kan ini program berlangsung
terus ya. Jadi ya setiap mau ganti tahapan itu selalu kita ada koordinasi
baik langsung maupun gak langsung. Koordinasinya setiap waktu ada,
karena kita ada grup whatsapp nya. Kalau ada apa-apa pasti Pak Kades
tau. Sudah baik lah Koordinasinya.” (Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022,
Pukul 09.00).

Senada dengan kedua pernyataan di atas, peneliti juga melakukan wawancara

dengan Informan 4, yang memberikan pernyataan bahwa:

“Ya kalau masalah koordinasi atau komunikasi kita baik, kita gak pernah
ada gap. Masalahnya BPD sendiri sekarang itu dengan BPD yang dulu kan
beda. Kalau sekarang BPD itu mitra kerjanya kepala desa. Apa yang
dibutuhkan kepala desa, BPD yang mengusulkan. BPD cuma dapat
informasi dari masyarakat, nanti yang menyalurkan pemikiran masyarakat
kita yang mengajukan di musdes. Dimana disitu terdapat ada kepala desa,
BPD dan LKMD. Kita selalu ada komunikasi baik. Komunikasi biasanya
lewat musyawarah desa bisa, terus kalau ada masalah itu biasanya BPD
diundang atau kita ngantor bareng-bareng terus kita ngobrol bareng
dengan kepala desa. Permasalahan antara BPD dengan kepala desa saya
rasa gak ada ya gapnya.” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul
09.30).

85
Selain itu, Informan 3 juga turut memberikan informasi yang menyatakan bahwa:

“Baik mbak, efektif juga meskipun kami banyak lah yang gak begitu
paham wa gitu-gitu tapi kan ada telpon biasa, dadi yo iso kabar-kabaran.
Trus ibarate kita ya meskipun RT, karena di saya kan gak ada bayan, tapi
ada pak lurahnya, jadi saya sama RT kalau ada apa apa langsung
konsultasi ke Pak Lurah.” (Wawancara Hari Senin, 6 Juni 2022, Pukul
11.00).

Komunikasi yang baik juga disampaikan oleh Informan 5, yang mengatakan

bahwa:

“Berjalan dengan baik, baik-baik aja.” (Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli


2022, Pukul 19.51).

Sementara itu, pendapat lain juga disampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan

bahwa:

“Komunikasi kita sih baik, selalu berjalan dengan baik koordinasinya.


Hanya saja kadang adu pendapat itu wajarlah ya namanya manusia. Tapi
setelah dibicarakan ya baik-baik saja. Koordinasi masih terus berjalan.
“(Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 10.53).

Berdasarkan pernyataan dari keempat narasumber di atas, dapat dikatakan bahwa

hubungan antar pelaksana terjalin dengan baik. Komunikasi serta koordinasi

dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Keberadaan teknologi

memberikan kemudahan dalam menjaga komunikasi dan koordinasi antar

pelaksana, seperti adanya grup whatsapp. Meskipun terdapat beberapa anggota

pemerintah desa yang kurang memahami tentang whatsapp atau teknologi

sejenisnya, Kepala Desa memberikan ruang bagi setiap anggotanya untuk dapat

melakukan komunikasi maupun koordinasi melalui telepon seluler, ataupun

disampaikan secara “getok tular” yang berarti sambung menyambung, dari pihak

86
satu ke pihak yang lain, sehingga ketika terdapat informasi, setiap pihak dapat

mengetahuinya.

Selain menjalin komunikasi yang baik antara tiap-tiap unsur dari

Pemerintah Desa, Pemerintah Desa juga harus memiliki komunikasi yang baik

dan efektif juga dengan pihak lain yang mungkin terlibat dalam proses

implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco. Berdasarkan hasil wawancara

yang telah dilakukan, Informan 1 menyatakan bahwa:

“Ya sama saja, baik juga, komunikasi jalan terus, koordinasi juga. Jadi
koordinasi itu kan gak sama pemerintah saja, tapi juga dengan yang
lainnya, seperti dengan dinas sosial itu terkait data PKH atau BPNT, kalau
kita gak saling berkomunikasi kan gak akan tau kita siapa saja yang dapat
PKH ataupun BPNT. Jadi ada bantuan opo jenenge PKH BPNT, semuanya
dari Dinas Sosial. Sedangkan Dinas Sosial seandainya gak ada covid ini
mungkin PKH dan BPNT itu desa gak boleh tau mbak. Dulunya gak boleh
tau, karena benturan dengan itu dan tidak boleh ganda, akhirnya dari pihak
desa diberi kewenangan boleh menanyakan siapa siapa wargaku yang
dapat. Nah makanya perlu adanya komunikasi itu tadi kan supaya saling
tau.” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Pernyataan tersebut kemudian didukung oleh pernyataan yang disampaikan oleh

Informan 4, bahwa:

“Kalau yang disampaikan oleh Pak Kepala Desa itu sih komunikasinya
baik ya, buktinya sampai sekarang gak da konflik, yang diperintahkan
pemerintah juga nyatanya sampai ke kita, nah itu kan artinya
komunikasinya jalan terus. Sehingga ada arahan untuk BLT, ya ayo kita
juga turut menjalankan” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul
09.30).

Sementara itu, Informan 2 memiliki jawaban yang sedikit berbeda, dimana

pihaknya menyatakan bahwa:

“Kalau saya sih biasanya berhubungannya dengan operator dinas sosialnya


yang tau datanya. Karena kan gak boleh dobel, jadi harus tau ini siapa saja

87
yang sudah tercover kan gitu.” (Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022,
Pukul 09.00).

Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah disampaikan di atas, menunjukkan

bahwa pemerintah desa menjalin hubungan komunikasi dan koordinasi yang baik

dengan dinas sosial kaitannya dengan pencocokan data penerima PKH/BPNT,

untuk mengetahui siapa saja warga Desa Botoreco yang memperoleh kedua

bantuan tersebut. Sehingga pada saat melakukan proses pendataan, bagi

masyarakar yang sudah terdata sebagai penerimba bantuan maka tidak dapat

dimasukkan kedalam daftar calon penerima BLT Dana Desa. Namun, komunikasi

tersebut tidak terjalin secara intens. Pemerintah Desa tidak mengetahui

masyarakat yang terdata sebagai penerima PKH maupun BPNT. Pemerintah desa

mengetahui data tersebut ketika BLT Dana Desa dimunculkan. Sehingga terdapat

data penerima PKH/BPNT yang tumpang tindih dengan dengan penerima BLT

Dana Desa.

Meskipun dari hasil wawancara tersebut menyebutkan bahwa komunikasi

dan koordinasi sudah berjalan dengan baik, namun masih terdapat kemungkinan

terjadi hambatan di dalamnya. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan,

Informan 1 menyatakan bahwa:

“Kalau dengan perangkat saya sebenernya gak ada, ya meskipun gak


semua paham wa, tapi kan informasi itu bisa sampai dengan getok tular
tadi, jadi saya rasa itu aman. Hanya saja waktu dengan dinas sosial terkait
data itu sebenernya ya komunikasi aman, tapi kok seperti waktu itu kita
masukkan 25 di tahap pertama, ternyata setelah penyaluran kok menerima
pencairan lagi mereka dari bantuan lain, akhirnya kita musdes pengganti
25 tersebut. Nah itu juga terjadi karena data PKH dan BPNT yang gak
update, jadi yang disampaikan oleh dinas sosial itu gak update. Akhirnya
kan seperti ganda dapat ya. Oh ini kadang itu kalau musdes ada beberapa
yang gak datang, nah itu yang jadi masalah, di musdes kita sampaikan

88
banyak hal, oleh karena dia gak datang akhirnya informasi yang dia
pahami kan gak sesuai kadang” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022,
Pukul 10.15).

Pernyataan tersebut juga turut didukung dengan pernyataan yang disampaikan

oleh Informan 2, bahwa:

“Gak ada masalah, semua berjalan dengan baik, hanya yang data ganda itu
tadi, tapi kan bukan salah kita sebenarnya, memang dari dinasnya yang
menyampaikan data yang gak update, gitu aja” (Wawancara Hari Jumat, 3
Juni 2022, Pukul 09.00).

Hambatan dalam komunikasi dan koordinasi juga dirasakan oleh Informan 4,

yang menyatakan bahwa:

“Paling ini sih anggota yang lama bales grup. Kadang kita itu butuh survey
cepet, malah infonya lama diterima, bukan salah saya yang
menyampaikan, tapi salah dia yang gak buka grup. Selebihnya gak ada
masalah.” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul 09.30).

Kendala lain juga disampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan bahwa:

“Komunikasi kita sih baik, selalu berjalan dengan baik koordinasinya.


Hanya saja kadang adu pendapat itu wajarlah ya namanya manusia. Tapi
setelah dibicarakan ya baik-baik saja. Koordinasi masih terus berjalan.”
(Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 10.53).

Berbeda dengan pernyataan tersebut, berdasarkan wawancara yang dilakukan

dengan Informan 3 pada Hari menerangkan bahwa,

“Gak ada mbak kalau dari saya gak ada masalah”. (Wawancara Hari Senin,

6 Juni 2022, Pukul 11.00).

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut terkait dengan kendala komunikasi

seringkali di alami ketika pencocokan data dari dinas sosial. Seperti yang sudah

89
dijelaskan sebelumnya bahwa penerima BLT Dana Desa tidak boleh ganda

dengan bantuan yang lain, sehingga desa memerlukan data penerima PKH dan

BPNT dari Dinas Sosial, namun data penerima PKH/BPNT sejak awal tidak

diketahui oleh pemerintah desa, dan data tersebut baru diketahui pada saat

pemerintah desa diminta untuk mengimplementasikan BLT Dana Desa.

Sementara itu, data terkait PKH/BPNT yang diberikan juga tidak update, sehingga

menyebabkan tumpang tindih penerimaan bantuan pada tahap pertama. Dengan

demikian, Desa Botoreco harus menyiapkan data kembali untuk mengganti nama-

nama yang menerima bantuan ganda tersebut. Selain itu, kendala dalam

komunikasi juga sempat dialami pada saat penyampaian informasi melalui

musyawarah desa, ketika terdapat anggota yang tidak hadir. Sehingga

penyampaian informasi menjadi terhambat. Selain itu, perbedaan pendapat ketika

diskusi juga sempat dialami oleh beberapa aktor pelaksana.

d. Karakteristik instansi pelaksana

Karakteristik instansi pelaksana berkaitan dengan karakteristik lembaga

yang turut dalam proses implementasi kebijakan. Faktor karakteristik instansi

pelaksana akan membahas mengenai kompetensi staf, tingkat pengawasan, dan

pola hubungan yang terjalin antar aktor pelaksana kebijakan. Pelaksana dari

sebuah kebijakan atau program juga harus memahami tugas dan fungsinya sesuai

dengan perannya masing-masing. Berdasarkan hasil wawancara mengenai

kompetensi staf, Informan 1 menyatakan bahwa:

“Kalau SDM ya kemampuannya ya ginilah, ada yang kurang, tapi ya


dikita itu saling menutupi dan saling membantu. Kadang gini, perangkat-

90
perangkat itu kan ada yang produk lama, jangankan ini android aja angel
apalagi komputer kan gitu. Karena wis tuo-tuo kan gitu. Alhamdulillah
kan ada yang baru-baru ini, jadi tetep bisa menutupi kekurangan yang
lama tadi gitu aja. Dan dikondisi itu pemerintah kita tetep berjalan. Yang
penting kan itu, bisa telpon dengan wa bisa telpon langsung ke nomer hp
kalo yang gak bisa wa. Dan minta tolong dengan teman yang bisa.”
(Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Sementara itu, Informan 2 juga memberikan tanggapan, dimana pihaknya

menyampaikan bahwa:

“Ya kalau ditanya semua memahami, saya rasa semua paham ya. Karena
sudah dijelaskan sejak awal tugasnya apa saja kan gitu. RT RW nya juga
aktif, la wong mereka juga menerima honor kok. Walaupun 50rb perbulan,
makanya mereka aktif. Kalau saya sebenarnya kan kasie kesra, yang
ngurusi urusang sosial dan kesejahteraan, semacam bantuan ini kan salah
satu urusan bagian saya. Jadi bisa dibilang juga ikut bertanggungjawab
dalam pelaksanaannya. Nek ditakoni sesuai atau nggak, ya sesuai bagi
saya. Dan saya juga biasa mengurusi hal semacam ini.” (Wawancara Hari
Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00).

Selain kedua pernyataan tersebut, Informan 4 juga turut memberikan tanggapan

bahwa:

“Kalau ada apa-apa itu kan pasti disampaikan di musdes ya, nah kebetulan
musdes itu biasanya saya yang mbuka dan memandu. Jadi saya kira semua
paham karena sudah dijelaskan di awal. Nah untuk BPD sendiri juga saya
sudah pastikan untuk ikut mengawal, karena kan BLT ini juga
tanggungjawabnya BPD, gak hanya kepala desa saja. Yo meskipun tetep
ketuane sing kudu aktif.” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul
09.30).

Berkaitan dengan kompetensi, Informan 3 juga menyampaikan pemahamannya

terhadap peran dan tugasnya dalam proses implementasi BLT Dana Desa, bahwa:

“Kalau saya itu mengusulkan sama RT yang lainnya itu sama. Sebelumnya
saya sudah punya data, saya mengusulkan, kemarin lansia ada yang saya
usulkan karena punya stroke sudah 2 tahun alhamdulillah kemarin sudah
dapat bantuan. Anaknya kaya, tapi kan orangtuanya gak bisa berobat. Saya
kan ada PKH, ada BPNT, yang sekiranya sudah dapet itu berarti ya gak

91
dikasih. Jadi yang sudah dapat PKH yasudah, BPNT ya sudah gitu. Selain
itu membagikan brosur juga untuk yang dapat, kan kemarin yang dapat
dari balai desa, membagikan brosur yang undangan itu secara langsung ke
penerimanya. Sesuai sesuai saja mbak, la kalau gak ada RT kan Pak Lurah
gak bisa menjangkau satu satu, apalagi Botoreco ini luas, dusunnya saja
ada sembilan.” (Wawancara Hari Senin, 6 Juni 2022, Pukul 11.00).

Pemahaman serupa juga disampaikan oleh Informan 5, yang menyatakan bahwa:

“Mendata kan, wis pokoke manut perintah saja kula niki. Karena saya
sudah gak seaktif yang lain pergerakannya, jadi kadang-kadang mendata
juga dibantu sama kanan kiri rumah mbak.” (Wawancara Hari Sabtu, 30
Juli 2022, Pukul 19.51).

Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Informan 3, dimana Informan 4

menyampaikan bahwa:

“Kalau saya selaku BPD itu sebagai pengawas, yang memimpin sama
yang membuka kalo BPD di musdes itu. Kalau BPD itu mengusulkan
untuk di cek lokasi (survey), itu biar antara si A dan si B itu bener-bener
kita datangi untuk mengetahui opo itu jenenge tingkat kemiskinannya, itu
usulan BPD memang begitu. Kalau menurut desa itu kan dari RT, dari
perangkat. Tapi kan saya kurang pas lah, karena kan usulan nanti malah
ternyata yang diajukan justru orang terdekat, jadi dari BPD itu sifatnya
harus netral, bener-bener untuk mendata warga saya itu bener-bener
tingkat kemiskinannya terendah. Jadi kita se tim survey. Oiya bener ini
yang harus dikasih anggaran dari dana desa, ini yang tidak. Biar gak kayak
bantuan sebelumnya itu banyak yang salah sasaran sebenarnya, agak
semrawut lah datanya, asal-asalan. Jadi kita gak mau seperti itu.
Kesesuaiannya ya sudah sesuai, sudah jadi tugas dan fungsinya BPD untuk
membantu kepala desa.” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul
09.30).

Jawaban lain juga disampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan bahwa:

“Sebagai anggota BPD mungkin tugasnya gak sebanyak Ketua BPD,


mbaknya juga sudah wawancara to dengan Ketuanya. Jadi kalau saya
sebagai anggota ya mengikuti saja apa yang diperintahkan ketua.
Kaitannya minta survey ya saya lakukan dengan teman-teman yang lain.
Sehingga yang lebih aktif itu sebenarnya ketua BPD nya. Dalam artian
seperti monitoring begitu itu kan ketua saja cukup, sudah diwakilkan lah

92
istilahnya, makanya sibuk itu sekarang pak ketua.” (Wawancara Hari
Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 10.53).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa masing-masing dari

sumber daya manusia yang terlibat memiliki kelebihan dan kekurangan masing-

masing. Sumber daya manusia yang terlibat juga terdiri dari berbagai usia,

Bahkan beberapa sudah tidak lagi muda usianya. Sehingga kompetensi yang

dimiliki juga tidak sama dengan sumber daya manusia yang masih berusia muda.

Kelemahan yang paling terlihat adalah kemampuan dalam mengoperasikan

komputer dan android. Meskipun demikian, kekurangan tersebut tidak serta merta

dirasakan berpengaruh terhadap kinerja dari pemerintah desa. Karena masing-

masing individu saling melengkapi dari setiap kelebihan dan kekurangan yang

ada. Sementara itu, berkaitan dengan kompetensi sumber daya manusia dalam

melaksanakan BLT-Dana Desa, berdasarkan hasil wawancara menujukkan bahwa

baik dari Kasie, RT yang bersentuhan langsung dengan sasaran program, dan juga

BPD memiliki peran dan tugas masing-masing dalam proses implementasi BLT

Dana Desa, dan masing-masing dari mereka memahami apa yang menjadi

tanggungjawabnya.

Aspek selanjutnya dalam faktor karakteristik instansi pelaksana, tingkat

pengawasan juga menjadi salah satu yang dapat berpengaruh terhadap

keberhasilan proses implementasi kebijakan. Berdasarkan hasil wawancara yang

telah dilakukan, berkaitan dengan tingkat pengawasan dalam proses implementasi

BLT Dana Desa, Informan 1 menyatakan bahwa:

“Tingkat pengawasan ee ya itu tadi to yang saya jelaskan, yang monitoring


tadi itu kan salah satu bentuk pengawasan. Sekarang ini pemerintah lebih

93
ini menguatkan pengawasan, segala sesuatu harus ada laporan, yen gaono
SPJne podo karo bohong kalau sekarang. Dan untuk BLT ini kan sudah
tersalurkan dan kita sudah memberi apa itu bentuknya SPJ kan gitu. Selain
tertulis harus ada bukti gambar. Sama yang diini, penyaluran itu ada
keterlibatan bapinsa, babinmas, itu juga bentuk pengawasan pada saat
penyaluran, biar uang itu benar-benar diterima ke orangnya.” (Wawancara
Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Pernyataan tersebut, kemudian ditambahkan oleh pernyataan yang disampaikan

Informan 2, yang menyatakan bahwa:

“Tingkat pengawasan disini baik ya termasuk dalam pelaksanaan BLT itu


baik lah saya katakan. Laporan selalu detail, peninjauan dari atasan selalu
ada meskipun gak setiap hari, tapi kan setiap tahapan selesai selalu ada
yang memonitor, jadi saya rasa tingkat pengawasannya sudah lebih bagus
sekarang ini.” (Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00).

Selain itu, Informan 4 juga menambahkan bahwasanya:

“Untuk pengawasan yang saya tau itu memang ada dari pihak kecamatan
bersama inspektorat kaitannya untuk memastikan duit BLT ini bener untuk
BLT atau untuk yang lain, bersama saya juga itu, ya sekarang ini BPD itu
memang harus bisa mengawasi juga, makanya kenapa setiap ada musdes
ataupun monitoring semacam ini, BPD selalu ikut.” (Wawancara Hari
Kamis, 23 Juni 2022, Pukul 09.30).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, menunjukkan bahwa pengawasan terhadap

proses implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco dilakukan melalui

monitoring yang dilakukan oleh pihak kecamatan dan inspektorat. Bentuk

pengawasan selain dalam bentuk monitoring yang dilakukan secara langsung

(face to face), juga dilakukan melalui pelaporan hasil penyaluran dari BLT Dana

Desa dari tiap tahapan yang telah dilaksanakan.

Selanjutnya, karakteristik instansi pelaksana juga membahas mengenai

hubungan pemerintah desa dengan pembuat kebijakan, dalam hal ini adalah

94
pemerintah pusat yang mengeluarkan kebijakan BLT Dana Desa, dan pemerintah

kabupaten yang meneruskan kebijakan tersebut hingga sampai pada pemerintah

desa untuk diimplementasikan. Berkaitan dengan hal tersebut, berdasarkan

wawancara yang telah dilakukan, Informan 1 menyatakan bahwa:

“Sebenarnya hubungan desan pemerintah kabupaten kita baik, kalau ada


apa-apa selalu melapor kan gitu, dari pemerintah kabupaten pu misal pusat
punya kebijakan apa dari kabupaten menyikapi, misale kudu dijalankan
oleh desa, arahannya juga pasti ke desa, makanya kan kita ada grus kades,
salah satunya ya untuk itu, untuk saling berhubungan.” (Wawancara Hari
Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Sementara itu, berkaitan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Informan 1,

kemudian ditambahkan oleh Informan 2 yang menyatakan bahwa:

“Biasanya kalau dari pemerintah kabupaten itu lewatnya langsung Pak


Kades nggih, karena kan saya perangkat, jadi yang tau duluan kan Pak
Kades, baru disampaikan ke kami.” (Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022,
Pukul 09.00).

Berdasarkan kedua pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa hubungan yang

terjalin antara Pemerintah Desa Botoreco dengan pembuat kebijakan terjalin

dengan baik dan efektif. Koordinasi dengan pembuat kebijakan seringkali

dilakukan oleh Kepala Desa selaku penanggungjawab dan pimpinan di pemerintah

desa. Sehingga segala bentuk informasi maupun kebijakan yang diterbitkan oleh

pemerintah pusat/kabupaten disampaikan melalui kepala desa untuk kemudian

diteruskan kepada tiap-tiap unsur yang ada di pemerintahan desa bahkan kepada

masyarakat di desa tersebut.

e. Kondisi sosial, ekonomi dan politik

95
Berkaitan dengan kecukupan sumber ekonomi pada organisasi dalam

mendukung keberhasilan kebijakan, sejauh mana kondisi sosial ekonomi

berpengaruh pada implementasi kebijakan, seberapa penting isu kebijakan yang

berkaitan, dukungan/penentangan dari elite dalam implementasi kebijakan.

Berkaitan dengan dukungan ekonomi terhadap pelaksanaan Program BLT-Dana

Desa, berdasarkan hasil wawancara dengan Informan 1 diperoleh hasil bahwa:

“Kalau dukungan secara ekonomi dalam bentuk materi itu gak ada, karena
kan BLT itu dari anggaran desa, dari dana desa jadi ya dari segi ekonomi
cuma mengandalkan dari dana desa saja. Kondisi ekonomi di Botoreco itu
sebetule nek diomong gak apik itu salah, karena gini, dari pajak bumi dan
bangunan rangking satu itu Botoreco, dadi nek pajak tanahe akeh dadi
ekonomine tetep apik. Berarti lahan pertanian Botoreco artinya kan luas.
Itu yang masuk PBB, belum yang petani hutan. Petani hutan karena
Botoreco dikelilingi hutan, jadi untuk ekonomi sendiri Botoreco aman
sebetulnya. Tapi tergantung, aman gak tergantung kerjo opo ora. Jadi
masalah ekonomi itu tergantung mereka, tergantung pribadi mereka
masing-masing.” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Pernyataan tersebut kemudian didukung oleh pernyataan dari Informan 2, yang

menyatakan bahwa:

“Gak ada kalau dukungan ekonomi itu, cuma ini gaktau masuk dukungan
atau justru hambatan dimana perekonomian warga disini itu gah jauh-jauh
banget. Makanya kalau disuruh milih mana yang termiskin itu sebenere
agak susah. Karena kalau disini ekonomi warga ya rata-rata lah, 45%
cukup. Banyak yang masih berkecukupan. Tidak ada yang sampai gak bisa
makan itu gak ada. Kebanyakan bekerja petani sama perantauan biasanya
yang anak-anak mudanya.” (Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022, Pukul
09.00).

Pendapat tersebut turut didukung oleh Informan 4 yang memberikan pendapat

senada, yaitu:

“Kalau dukungan ekonomi gak ada karena semua kan diambil dari dana
desa. Ya paling kan pembangunan tertunda, trus ya beberapa hal juga

96
tertunda. Kalau dukungan lainnya itu paling dari PAD kalau misalkan
bener-bener butuh. Cuma sejauh ini keseluruhan dari BPD. Kalau melihat
kondisi ekonomi masyarakat seblum dan sesudah BLT-DD itu ya saya rasa
sama aja ya, gak ada bedanya. Cuman kadang itu kalau BLT-DD itu saya
rasa tetep terbantu ya saya rasa, karena kan yang dapet juga yang bener-
bener butuh. Kecuali bantuan yang lain itu mohon maaf saja kan gak dari
desa datanya gak melibatkan desa, jadi ya kadang ada yang dipakai foya-
foya itu ya ada.” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul 09.30).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa kondisi ekonomi

masyarakat di Desa Botoreco tergolong rata-rata tingkatannya. Mata pencaharian

masyarakat didominasi oleh petani, dan sebagian yang lain merantau. Kondisi

pandemi memberikan dampak kepada masyarakat yang merantau di ibu kota dan

kota-kota lain yang terpaksa harus menganggur sementara waktu. Sementara itu,

para petani di Desa Botoreco juga memiliki lahan pertanian sendiri, namun ada

juga yang menjadi buruh tani, yang artinya tidak bekerja pada lahan pertaniannya

sendiri.

Berdasarkan kondisi perekonomian tersebut, ternyata berpengaruh

terhadap pelaksanaan BLT-Dana Desa. Namun pengaruh tersebut lebih mengarah

pada sulitnya memilih masyarakat yang dianggap miskin. Karena jika

dibandingkan satu dengan yang lainnya, taraf hidup masyarakat hampir sama, dan

dampak pandemi sebenarnya juga dirasakan oleh semua masyarakat. Sementara

itu, keberadaan BLT diharapkan mampu membantu perekonomian masyarakat

miskin di desa selama pandemi covid-19. Dan berdasarkan hasil wawancara

menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat baik sebelum maupun sesudah

menerima BLT dikatakan sama saja dan tidak ada perbedaan atau perubahan

dalam kondisi perekonomian masyarakat.

97
Selanjutnya, berkaitan dengan dukungan sosial terhadap Pelaksanaan

Program BLT-Dana Desa, berdasarkan hasil wawancara dengan Informan 1,

menyatakan bahwa:

“Kalau ini saya rasa semua mendukung, ibarate sopo wonge sing gak
gelem diwenehi duit. Yen iso malah kabeh diwenehi kan ngono. Tapi
disamping itu juga tetep ada yang iri-irinan. Karena rupa duit itu
jangankan yang gak punya, yang kaya aja arep-arep kok. Jadi semacam
protes dari masyarakat itu biasa mbak. Mulai 2020 sampai 2022 itu
alhamdulilah saya banyak panen pisuh. Tapi ya gakpapa, adanya itu kan
karena ada kecemburuan karena dia gak dapat kan. Memang gak ada yang
bisa dipuaskan. Karena apa, anggaran segitu. Anggaran 2 milyar pun tidak
akan cukup. Karena apa, kebutuhan orang disana itu yang berhak
mendapatkan hanya berapa KK, beberapa KPM. Sedangkan di Botoreco
kan 2.100 sekian KK. Nek sing entok mung 168 KPM, kan yang lain
masih belum kan gitu. Itupun sudah anggaran 600juta koma sekian kan
gitu.Kondisi sosial ya rata-rata lah biasa, tapi alhamdulillah semua dusun
ini selain Ngrapoh, ada dukuh yang memang dijak sosial tapi angel ki yo
ada nek sing liyane gotong royong masih mau. Kepeduliannya masih ada.
Tapi mereka ya adalah yang susah koyo diajak kerja bakti jare mosok wis
2020 iseh ono kerja bakti. Padahal saling membantu iku yo menjadi suatu
keharmonisan keluarga.” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul
10.15).

Secara lebih lanjut, pernyataan tersebut kemudian diperjelas oleh pernyataan dari

Informan 2, yang menyatakan bahwa:

“Kalau dukungan sosial saya kira lebih ke pengaruhnya ya. Karena kalau
ditanya masyarakat mendukung atau tidak, itu pasti semua mendukung,
tapi sayangnya gak semua bisa dikasih bantuan. Kondisi sosial di Botoreco
itu ya dibilang sudah menginjak di atas pra sejahtera itu juga bisa. Bisa
dikatakan sejahtera juga bisa, dikatakan di bawah sejahtera juga bisa.
Dibilang sejahtera, tapi kenyataannya data dari dinsos kemiskinannya
masih tinggi, kita masih di garis merah. Kemiskinan di Botoreco masih
sekian persen. Kita bilang kurang sejahtera, nyatanya warganya masuknya
di pra sejahtera. Makanya kita kan beda ya di lapangan dengan di data kan
beda. Di data seperti ini, padahal kenyataannya di lapangan seperti itu,
punya sawah luas, sapinya lima. Kan beda jadinya. Angka kemiskinan
kalau di Botoreco sementara ini di grafiknya Kabupaten Blora itu

98
Kecamatan Kunduran tertinggi. Karena penerima BPNT itu ada 478 orang,
PKHnya 110 orang, BSTnya itu 100an ada kemarin, tapi kan data itu
sebenarnya ngawur, yang dikembalikan juga banyak. Makanya saya bilang
kesulitan penyaluran BLT-DD nya kan disitu. Sudah tercover sekian
banyak, padahal di DTKS saya hanya 634 penerima untuk yang keluarga
miskin. Sudah dicover dari BPNT saja itu sudah 478, PKHnya sudah 110,
La kok masih BLT-DD 168, la kan kelebihan sebenarnya. dan kalau
bantuan ini semakin bertambah itu justru gak kebantu loh, malahan
kemiskinan itu makin tinggi, kalau warga yang menerima bantuan itu
bertambah.” (Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00).

Pernyataan serupa dengan kedua pernyataan yang sudah disebutkan sebelumnya,

Informan 4 juga memberikan pendapat senada, yaitu:

“Kalau masalah BLT-DD itu saya rasa masyarakat semua mendukung ya,
cuma kadang ya ada yang bilang wong koyo ngono kok entok bantuan, ya
wajarlah. Cuma saat ini BLT-DD itu gak kaya gitu, karena milihnya juga
bener-bener surveynya.” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul
09.30).

Sementara itu, senada dengan pernyataan Informan 4, kemudian Informan 3

memberikan pernyataan bahwa:

“Ya pengaruh kayak gitu wajar ya, dari dulu lah, apapun bantuan sudah
dilakukan seadil-adilnya tetep ada yang, Apapun keadilane awake dewe,
artine wis disaring mana yang pantas, tetep ada aja yang protes, tapi ya
hanya sehari dua hari, kalau udah berjalan ya sudah, mau protes
gampangane gak dapet ya saya katakan yang data bukan saya (bantuan
diluar BLT), la ternyata data ini kan keluar e dari sana. Saya kan hanya
membagikan undangan ke siapa-siapa saja yang dapat gitu aja. Gak
panjang lebar alasannya cuma itu.” (Wawancara Hari Senin, 6 Juni 2022,
Pukul 11.00).

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Informan 5, yang menyatakan bahwa:

99
“Program bantuan yo biasa ngenukui, sing do pengen entok, sing do muni
kok aku ra entok pak, ya banyak lah yang seperti itu. Dirungokke wae.”
(Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 19.51).

Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwasanya kondisi sosial

masyarakat di Desa Botoreco masih kental dengan istilah gotong-royong. Budaya

saling membantu, dan kerjasama masih dilestarikan dalam kehidupan

bermasyarakat hingga saat ini. Namun, masyakarat di Dukuh Ngrapoh tidaklah

demikian, dimana kemauan dan kepedulian terhadap sesama sudah mulai luntur

jika dibandingkan dengan masyarakat di dukuh yang lainnya.

Berkaitan dengan dukungan dan pengaruh kondisi sosial terhadap Program

BLT-Dana Desa, secara umum masyarakat mendukung adanya program tersebut.

Karena kembali lagi, program ini hadir dengan mendatangkan bantuan kepada

sejumlah masyarakat dalam bentuk uang tunai, sehingga dapat memberi manfaat

juga kepada masyarakat selaku sasaran program. Meskipun demikian, selalu ada

sebagian masyarakat yang mengajukan protes terhadap pelaksanaan program. Hal

tersebut biasa terjadi sebagai respon dari adanya program bantuan. Pemerintah

desa mengatakan bahwa pihaknya sering menerima komplain dari warganya yang

merasa berhak memperoleh bantuan namun tidak diberi bantuan. Hal tersebut

dikatakan wajar oleh pemerintah desa. Meskipun BLT Dana Desa dikelola dan

salurkan langsung oleh Pemerintah desa, namun belum mampu menjangkau

seluruh masyarakat terdampak covid-19. Penerima BLT hanya diperuntukkan

untuk masyarakat yang lebih membutuhkan diantara masyarakat terdampak

lainnya.

100
Hal menarik yang terjadi dilapangan kaitannya dengan adanya Program

BLT-Dana Desa. BLT Dana Desa menjadi program bantuan baru yang muncul

disamping program bantuan lain yang masih terus berjalan. Kondisi sosial di Desa

Botoreco masih kurang sejahtera, karena Desa Botoreco secara data masih

tergolong desa merah yang artinya angka kemiskinan masih berada di atas 30%.

Namun angka tersebut dalam realita yang sebenarnya, kehidupan masyarakat

masih terbilang sejahtera, karena kepemilikan lahan pertanian yang cukup luas,

kepemilikan terhadap hewan ternak, dll. Namun dari data DTKS Kecamatan

Kunduran merupakan kecamatan dengan tingkat kemiskinan tertinggi di

Kabupaten Blora, dan salah satu penyumbangnya adalah Desa Botoreco.

Masyarakat miskin di Desa Botoreco berkisar di angka 634 orang. Angka

tersebut terdiri dari 478 orang terdata sebagai penerima bantuan BPNT, sebanyak

110 orang terdata sebagai penerima bantuan PKH, dan sekitar 100 orang terdata

sebagai penerima bantuan BST. Sehingga sebenarnya seluruh masyarakat miskin

di Desa Botoreco sudah tercover dengan ketiga bantuan tersebut. Berdasarkan

pada fakta tersebut, membuat pemerintah desa kesulitan untuk mencari penerima

BLT Dana Desa. Sementara BLT Dana Desa harus diberikan kepada 123

KPMuntuk tahun 2021 dan sebanyak 168 untuk tahun 2022. Selain itu,

keberadaan BLT-Dana Desa seharusnya ditujukan untuk membantu masyarakat

miskin, namun realita di lapangan BLT Dana Desa justru menambah angka

masyarakat miskin. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan yang disampaikan

oleh Informan 2 bahwa ketika program bantuan yang diberlakukan oleh

pemerintah bertambah, secara tidak langsung akan meningkatkan data penerima

101
bantuan. Data penerima bantuan yang terus meningkat akan berimbas pada

meningkatnya angka kemiskinan. Karena penerima bantuan merupakan

masyarakat yang dianggap miskin, sehingga perlu untuk diberi bantuan.

Selanjutnya, berkaitan dengan dukungan politik dalam proses

implementasi BLT-Dana Desa, Informan 1 menyatakan bahwa:

“Dukungan politik saya kira gak ada, ya dukungan kita hanya dari
pemerintah kabupaten saja, dari dinas sosial, dari dinas PMD, hanya itu
saja.” (Wawancara Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Jawaban tersebut kemudian didukung oleh pernyataan yang disampaikan oleh

Informan 2, bahwa:

“Sementara ini dari politik gak ada, yang berkaitan dengan politik gak ada
dukungan yang masuk. Biasanya kalau politik itu ada dukungan kalau
mereka ada kepentingan misal kalau mau pencalonan. Biasalah yang
namanya politik seperti itu. Tapi kalau dari pemerintah pusat daerah itu ya
jelas. Karena kan memang kebijakan ini datangnya dari pusat. Kalau
bentuk dukungannya ya apa ya mungkin fasilitasi gitu, maksudnya
pengarahan supaya kita itu menjalankan sesuai aturan.” (Wawancara Hari
Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00).

Hal serupa juga disampaikan oleh Informan 4, yang memberikan pernyataan

bahwa:

“Sejauh yang saya tau sih gak ada kalau dukungan yang dalam bentuk
misalnya anggota dewan, atau dari partai politik datang kesini dan
memberikan dukungan dalam bentuk uang misalnya itu gak ada. Kita
berjalan sendiri sesuai aturan dan arahan dari pemerintah pusat dan
kabupaten, yang saya tau itu sih.” (Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022,
Pukul 09.30).

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Informan 6, yang menyatakan bahwa:

“Nah kalau untuk politik ini setau saya juga gak ada, mungkin desa lain
ada tapi kalau disini kami netral terhadap politik, berlaku sesuai aturannya

102
saja, gak ada kalau dukungan atau dorongan dari politik.” (Wawancara
Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 10.53).

Sementara itu, berbeda dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya, yang

berkaitan dengan dukungan politik, Informan 3 menjelaskan bahwa:

“Wahh kalau itu saya gak tau dan gak ngerti mbak, nanti njenengan
tanyakan mawon ke pak lurah atau pak kasie mungkin lebih mengerti.”
(Wawancara Hari Senin, 6 Juni 2022, Pukul 11.00).

Berbeda dengan lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial, dimana dalam

keberjalanan BLT-Dana Desa, tidak ada bentuk dukungan dari elite politik.

Berdasarkan tanggapan yang disampaikan oleh keempat narasumber, selama ini

dukungan politik hanya hadir ketika mendekati pemilu, dan itupun dilakukan

sebagai bentuk kampanye. Oleh karena BLT ini dijalankan diluar pemilu bahkan

tidak beriringinan dengan pelaksanaan pemilu, jadi tidak terdapat bentuk

dukungan dari politik. Namun, terdapat dukungan dari pemerintah daerah, seperti

dari dinas sosial ataupun dari dinas PMD. Bentuk dukungan yang diberikan

seperti fasilitasi, dan pengarahan tentang bagaimana BLT ini dijalankan. Sehingga

dapat berjalan sesuai dengan aturan yang semestinya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas dapat

disimpulkan bahwa pada aspek lingkungan ekonomi, sosial, dan politik dalam

keberjalanan BLT-Dana Desa lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi

dan sosial masyarakat. Lingkungan ekonomi memberikan hambatan pada proses

pengkategorisasian kondisi masyarakat yang tidak miskin, miskin, dan termiskin

dengan taraf perekonomian yang hampir setara. Lingkungan sosial masyarakat

memberikan hambatan karena secara data, Desa Botoreco memiliki angka

103
kemiskinan yang tinggi, namun banyak yang sudah tercover oleh bantuan diluar

BLT-Dana Desa. Dengan demikian, keberadaan BLT Dana Desa menjadikan

angka kemiskinan mengalami peningkatan. Namun wujud oposisi yang berupa

protes dan keluh kesah yang bersumber dari masyarakat, namun tidak

menghambat jalannya implementasi Program BLT-Dana Desa. Sementara itu,

lingkungan politik tidak terdapat pengaruh dan tidak terpengaruh dengan adanya

BLT Dana Desa.

f. Disposisi implementor

Disposisi implementor merupakan sikap atau kecenderungan dari

pelaksana kebijakan, dapat berupa penerimaan maupun penolakan terhadap

kebijakan tersebut. Hal tersebut dapat terjadi karena kebijakan yang

diimplementasikan dirasakan tidak dapat menjadi jawaban dari permasalahan

yang sedang dialami oleh masyarakat setempat. Terutama pada kebijakan dengan

pendekatan top down, dimana para pengambil kebijakan tidak mengetahui

bagaimana kebutuhan, keinginan, serta permasalahan yang ingin diselesaikan oleh

masyarakat. Kecenderungan para implementor terhadap Program BLT-Dana Desa

dapat diketahui dari hasil wawancara yang telah dilakukan. Peneliti telah

melakukan wawancara dengan Kepala Desa, Kasie Kesejahteraan, Ketua BPD,

dan Ketua RT. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, Informan 1

menyampaikan tanggapannya bahwa:

“Sebetule karena ada BLT itu akan memperkeruh dan akan menguak luka
lama. Saya sangat tidak setuju dengan BLT sebenarnya. Karena setiap ada
BLT itu kemanjaan warga akan muncul lagi. Semua kepala desa sebanrnya
kita itu dirugikan karena itu. Yang dulunya itu untuk pembangunan,

104
akhirnya nggak bisa membangun, dan dengan adanya BLT apakah kita
bisa meningkatkan ekonomi kita? Nggak bisa. Bar entok duit mok nggo
opo, kadang entok duit untuk hal yang gak penting malah itu. Makane
dengan adanya banyak bantuan seperti BLT itu sangat merugikan bagi
saya. Karena apa, seandainya itu tidak ada BLT DD, yang 600jutaan kan
itu, itu nek tak nggo mbangun wis entok akeh. Dan itu akan dirasakan
semua warga, bahkan bukan warga Botoreco saja yang merasakan
nantinya. Dadi karena adanya itu, kita dirugikan. Dan mau gak mau BLT
DD itu harus dilaksanakan. Kalau kita gak melaksanakan itu, tahun 2023
akan dipotong BLT kita karena tidak mengikuti aturan atas. Karena apa,
sudah dianggap mampu untuk menjalankan tapi gak mau mengikuti
aturan. Kita itu tetep dipaksa, walaupun itu kita pemerintahan desa punya
kebijakan, tapi kebijakan itu terenggut oleh atasan kita. Kewenangan kita
direnggut, hilang. Nak dulunya kan sebelum ada BLT, kebijakan kan
hanya gini aja untuk sosial sekian, untuk ngopeni anak-anak balita dan
stunting sekian, kan hanya gitu. Tapi karena ini yang 60% ee 68% harus
gini, kita kebagian sing 30% untuk kegiatan, jadi kita gak bisa. Sedangkan
nek dulu-dulu alokasi itu terserah desa. Tapi kalo ini nggak.” (Wawancara
Hari Kamis, 2 Juni 2022, Pukul 10.15).

Berdasarkan tanggapan yang disampaikan oleh Informan 1, Informan 2 juga

menyampaikan tanggapan bahwa:

“Kalau saya kan sudah bilang sejak awal. Ini program pemerintah
sebenarnya arahnya itu kemana gitu lo, sudah dicover di A di B, kita
laporan sekian, kok masih harus adalagi BLT-DD sekian persen,
seharusnya kan gausah seperti itu. Itu kan menghambat pembangunan
yang lain kan gitu. Jadi kalau secara pribadi saya sebenarnya ya kurang
pas. Kecuali tidak dicover dari PKH, tidak dicover dari BPNT, ya silahkan
saja. Kalau BLT-DD tidak dibatasi maksimal sekian minimal sekian kan
cukup sebenarnya, tidak harus pull sekian harus habis kan seperti itu
menurut saya. Dan sebenarnya kan covid juga sudah menurun gitu lo, kok
program BLT masih dijalankan gitu, kalau pandangan saya gitu lo ya. Tapi
karena intruksi dari atas seperti itu ya mau gimana lagi, tetap harus
dijalankan dan wajib, karena ya kalau gak dijalankan nanti kan dana desa
gak bisa turun. Harus habis sekian persen, ya kayak kebijakan sepihak gitu
lo. Ya sopo wonge sing gak gelem diwenehi duit. Tapi kan ya uangnya
jadi sia-sia kalau seperti itu. Wong nyatanya yang dapet 900ribu itu gak
dipakai untuk kebutuhan kok, malah untuk foya foya, sampai saya jengkel
lo mbak. Makanya serba susah di desa itu. Dan sebenarnya ya adanya BLT
itu justru malah kesejahteraan sosial masyarakat jadi tambah miskin, la
wong kita kalau semakin banyak yang dapat bantuan datanya tambah naik,
ya pada akhirnya angka kemiskinan Botoreco juga tambah banyak.”
(Wawancara Hari Jumat, 3 Juni 2022, Pukul 09.00).

105
Pendapat berbeda disampaikan oleh Informan 4 yang memberikan tanggapan

sebagai berikut:

“Kalau bagi saya pribadi ya setuju, karena bener-bener membantu untuk


keluarga miskin. Itu tadi lain dengan bantuan dari yang lainnya. Tapi kalau
BLT-DD itu saya menghimbau untuk setuju dan diteruskan. Tapi semua
itu kan ada aturan dari atas, kalau misal buat fisik ya untuk fisik, istilahnya
buat BLT ya kita salurkan. Kita mengikuti kebijakan dari atas.”
(Wawancara Hari Kamis, 23 Juni 2022, Pukul 09.30).

Pendapat serupa juga diperoleh dari Informan 3 juga menyampaikan tanggapan

sebagai berikut:

“Saya sih setuju setuju aja ya dengan kebijakan ini, kalau memang yang
dapat itu bener-bener orang yang layak mendapatkan. Gak ada paksaan,
ibarate wis dadi kewajiban o mbak.” (Wawancara Hari Senin, 6 Juni 2022,
Pukul 11.00).

Pendapat berbeda juga disampaikan kembali oleh Informan 6, yang menyatakan

bahwa:

“Bagi saya sih setuju setuju, ini pandangan saya kan? Ya kalau pandangan
saya saya setuju setuju saja sebenarnya. Jika bantuan tersebut tepat
sasarannya, memang diberikan ke yang berhak. Tapi, ada tapinya juga.
Jika ibaratnya disuruh milih mending milih bangun jalan atau hal lain,
yang lebih bisa dirasakan manfaatnya oleh orang banyak. Karena begini,
bantuan ya oke untuk membantu, tapi tetap saja tuh ada yang digunakan
untuk hal lain diluar kebutuhan pokok. Sia-sia kan jadinya, sementara
kalau untuk pembangunan kan lebih jangka panjang, lebih merata.
Makanya tahun 2021 itu sebagian dipakai untuk mbangun jalan.
Alhamdulillah sekarang sudah mendingan jalan Nglencong, sebelumnya
wah parah banget, jadi seperti itu pandangan saya.” (Wawancara Hari
Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 10.53).

Selain itu, Informan 5 juga menyatakan bahwa:

106
“Karena ini yang buat pemerintah pusat, ya mau gak mau, mau setuju atau
enggak kan tetap harus dijalankan to. Tapi yo ojo akeh-akeh nek menurut
saya sih gitu aja.” (Wawancara Hari Sabtu, 30 Juli 2022, Pukul 19.51).

Berdasarkan hasil wawancara berkaitan dengan bagaimana kecenderungan

implementor terhadap adanya Program BLT-Dana Desa. Tanggapan pertama

disampaikan oleh Informan 1 yang merasa bahwa keberadaan BLT-Dana Desa

hanya akan memperkeruh keadaan, dimana masyarakat menjadi dimanjakan

dengan adanya bantuan ini. Hal tersebut menyebabkan pihaknya tidak setuju

dengan adanya Program BLT-Dana Desa. Alasan lain yang diungkapkan adalah,

dengan adanya BLT yang diambilkan dari dana desa dan menjadi prioritas utama

dalam penggunaan dana desa justru dirasakan merugikan desa. Karena

pembangunan desa menjadi terhambat, sementara BLT belum bisa memberikan

dampak yang signifikan. Jika dibandingkan antara BLT dengan pembangunan,

BLT hanya dapat dirasakan oleh orang-orang tertentu yang memang menerima,

namun pembangunan di desa akan lebih merata manfaatnya sama seperti

tanggapan yang diberikan oleh Informan 6. Selain itu, alokasi dari dana desa

menjadi kewenangan desa untuk mengelola sendiri pembagian dana desa sesuai

dengan kondisi dan kebutuhan desa. Namun selama pandemi, pembagian dana

desa sudah ditentukan oleh pemerintah pusat. Sehingga desa hanya bisa

menjalankan, sesuai aturan yang berlaku, supaya tidak ada pemangkasan untuk

dana desa pada tahun anggaran berikutnya.

Sementara itu, wujud tidak setuju juga disampaikan oleh Informan 2, yang

mengaku bahwa keberadaan BLT hanya akan menghambat pembangunan di desa.

Masyarakat miskin yang ada di Desa Botoreco sudah tercover dalam bantuan

107
PKH, BPNT, BST. Selain itu, pihaknya mengaku bahwa seharusnya BLT-Dana

Desa seharusnya tidak perlu diberikan batasan harus tersalurkan sekian persen,

dengan kondisi masyarakat di desa yang sebenarnya tidak begitu merasakan

dampak dari covid-19. Sementara yang terjadi di lapangan, bantuan yang diterima

tidak semuanya diperuntukkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok, namun justru

diperuntukkan untuk kebutuhan sekunder maupun tersier. Selain itu, keharusan

untuk menjalankan BLT-Dana Dea tidak meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

namun justru meningkatkan angka kemiskinan masyarakat. Karena, ketika data

penerima bantuan meningkat, maka angka masyarakat miskin juga turut

meningkat.

Tanggapan berbeda disampaikan oleh Informan 3, Informan 4 dan

Informan 5. Informan-informan tersebut mengaku setuju dengan adanya BLT-

Dana Desa. Pihak BPD merasa bahwa adanya BLT-Dana Desa mampu membantu

masyarakat miskin yang menerimanya. Jika dibandingkan dengan bantuan yang

lainnya, pihaknya mengaku lebih setuju terhadap Program BLT-Dana Desa karena

dalam pelaksanaannya yang menentukan siapa yang berhak menerima adalah dari

desa sendiri. Sementara itu dari pihak RT juga mengaku setuju dengan Program

BLT-Dana Desa, dengan catatan orang-orang yang menerima bantuan tersebut

benar-benar orang-orang yang layak untuk mendapatkan bantuan. Pihaknya juga

mengaku berkomitmen penuh untuk menjalankan perannya karena sudah menjadi

kewajiban selaku bagian dari pemerintah desa dan bagian dari Kelompok Satgas

Desa.

108
3.3 Analisis Hasil Penelitian

3.3.1 Implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco, Kecamatan

Kunduran, Kabupaten Blora

Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa merupakan salah satu bentuk

penanganan terhadap dampak pandemi, yang manfaatnya ditujukan untuk

masyarakat miskin yang ada di desa. Program BLT-Dana Desa menjadi salah satu

prioritas utama dari penggunaan dana desa sejak adanya perubahan terhadap

prioritas penggunaan dana desa tahun 2020. BLT Dana Desa tidak berhenti di

tahun 2020 saja, BLT-Dana Desa masih terus dilanjutkan hingga tahun 2021 dan

tahun 2022. Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 tahun 2020, yang dijelaskan dalam

Lampiran II poin Q menerangkan bahwa BLT Dana Desa diberikan melalui

beberapa mekanisme yakni, (1) Mekanisme Pendataan; (2) Validasi dan Finalisasi

Data; (3) Tahap Penyaluran; dan (4) Monitoring dan Evaluasi. Sehingga dalam

penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai implementasi BLT Dana Desa di

Desa Botoreco dengan menggunakan keempat tahapan tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dipaparkan sebelumnya, Desa

Botoreco mengimplementasikan BLT Dana Desa sesuai dengan keempat tahapan

tersebut yang dimulai dari tahap pendataan hingga monitoring dan evaluasi.

Meskipun secara garis besar mengikuti keempat tahapan tersebut, namun pada

tahap pendataan terdapat pendekatan lain yang digunakan oleh Pemerintah Desa

Botoreco yang ditujukan untuk memastikan bahwa usulan-usulan calon KPM dari

perangkat setempat (RT) memang sudah tepat. Pendekatan yang dimaksud adalah

109
survey secara langsung ke setiap rumah calon KPM. Sehingga mengenai

mekanisme yang diterapkan oleh Desa Botoreco dalam mengimplementasikan

BLT Dana Desa dimulai dari: (1) Tahap pendataan, yang didalamnya terdiri dari

pendataan oleh RT setempat, selanjutnya ditindaklanjuti oleh BPD untuk

dilakukan survey lokasi; (2) Validasi dan finalisasi data, yang dilakukan melalui

musyawarah desa khusus; (3) Tahap penyaluran, yang dibantu oleh bank; dan (4)

Monitoring dan evaluasi.

a. Proses Pendataan

Tahap pendataan merupakan tahap awal yang harus dilakukan dalam

proses implementasi BLT Dana Desa. Proses pendataan dilakukan oleh Relawan

Desa dengan pendataan berfokus mulai dari RT, RW, dan Desa. Sesuai dengan

mekanisme tersebut, dalam proses implementasi BLT Dana Desa di Desa

Botoreco, proses pendataan dilakukan oleh perangkat desa setempat yaitu RT.

Relawan Desa Botoreco yang kemudian disebut Satgas Covid-19 Desa Botoreco

tidak semuanya terjun secara langsung dalam proses pendataan, hanya RT saja

yang memiliki peran untuk melakukan pendataan. Pendataan dilakukan melalui

pengamatan tanpa harus mendatangi rumah per rumah. Menanggapi hal tersebut,

pendataan yang dilakukan oleh perangkat desa setempat masih bersifat subjektif.

Karena pendata hanya melakukan pendataan sebatas melihat dan memperhatikan

110
saja. Sementara itu, kondisi perekonomian dan sosial masyarakat tidak hanya

terlihat secara kasat mata.

Seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwa dalam proses pendataan ini,

Desa Botoreco memiliki pendekatan yang berbeda dengan apa yang diamanatkan

dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020 dan Peraturan Bupati Blora Nomor 77 Tahun

2020. Proses pendataan yang dilakukan oleh Desa Botoreco tidak berhenti pada

pengusulan nama-nama calon KPM saja, melainkan terdapat tindak lanjut dari

BPD. Tindak lanjut tersebut merupakan survey di lapangan. Survey dilakukan

dengan mendatangi beberapa rumah yang tercantum dalam usulan RT sebagai

calon KPM BLT Dana Desa. Survey tersebut dilakukan untuk melakukan

pengecekan dan membuktikan bahwa usulan yang telah disampaikan oleh RT dan

RW sudah tepat. Hal yang dilakukan dalam survey tersebut berupa pengambilanl

bukti gambar rumah dari calon KPM. Bukti gambar tersebut dimaksudkan untuk

lebih menguatkan bahwa usulan yang diberikan oleh RT tidak dilakukan secara

sembarangan, sekaligus bukti gambar tersebut digunakan untuk bahan

pertimbangan dalam validasi data nantinya. Survey yang dilakukan oleh BPD

hanya dilakukan ke beberapa rumah, sehingga belum dapat menjamin

objektivitasnya. BPD hendaknya melakukan peninjauan ke semua rumah calon

KPM. Hal tersebut diperlukan untuk mempersiapkan pembanding yang lebih kuat.

Karena jika hanya dilakukan terhadap beberapa rumah saja, sementara calon KPM

jauh lebih banyak, maka akan menimbulkan gejolak di kalangan masyarakat.

Sehingga dalam proses peninjauan ini masih belum optimal pelaksanaannya.

111
Selanjutnya, yang menjadi aspek penting dalam melakukan pendataan

adalah pemahaman terhadap kriteria sasaran dari BLT Dana Desa. Kriteria utama

dari sasaran BLT antara lain keluarga yang kehilangan pekerjaan atau yang tidak

memiliki penghasilan, kemudian keluarga yang tidak terdata, dan keluarga yang

belum menjadi penerima PKH dan BPNT. Jika dibandingkan dengan proses

pendataan calon KPM BLT Dana Desa di Desa Botoreco, dari kriteria-kriteria

sasaran tersebut, yang menjadi acuan utama adalah keluarga yang belum

menerima bantuan dalam jenis apapun termasuk PKH ataupun BPNT. Sehingga

Kepala Desa Botoreco selaku penanggungjawab dalam implementasi BLT Dana

Desa, memberikan kebebasan bagi perangkat desa setempat (RT) untuk

mengusulkan warga di lingkungan RT-nya yang dianggap berhak untuk mendapat

bantuan. Seperti yang terjadi di lapangan, perangkat desa setempat (RT)

mengusulkan janda yang tidak memiliki harta atau tidak ada yang memberi

nafkah dengan jumlah tanggungan yang tidak sedikit, lansia yang sudah tidak bisa

bekerja dan tidak diurus oleh anaknya atau sudah tidak memiliki sumber

penghasilan, dan yang pasti belum tercover atau tidak menjadi penerima bantuan

lain seperti PKH ataupun BPNT.

Kriteria “tidak memiliki atau kehilangan pekerjaan” tidak sesuai dengan

situasi dan kondisi yang ada di Desa Botoreco. Karena masyarakat Desa Botoreco

hampir semuanya memiliki pekerjaan, meskipun pendapatannya berbeda-beda.

Sehingga pada pemenuhan kriteria ini, Desa Botoreco melakukan penyesuaian.

Penyesuaian tersebut berupa pengusulan yang menyasar pada masyarakat yang

dianggap membutuhkan, dan menyasar pada masyarakat yang memiliki

112
kemampuan pemenuhan kebutuhan lebih sulit dibandingkan dengan yang lainnya.

Namun dalam melakukan pemenuhan tersebut, pemerintah desa masih melakukan

dengan praduga. Hal tersebut tidak dilakukan dengan membuat prioritas atau

pengkategorisasian secara lebih objektif. Sehingga, dari masing-masing perangkat

desa setempat menyiapkan argumen masing-masing untuk menguatkan hasil

usulan calon KPM di RT masing-masing.

Berdasarkan proses pendataan yang telah dilakukan, ternyata masih

terdapat masalah di tahap pertama, yang membuat Desa Botoreco kemudian

melakukan pendataan ulang untuk tahap berikutnya. Seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya bahwa salah satu kriteria utama KPM BLT Dana Desa adalah

keluarga yang tidak terdata sebagai penerima PKH/BNPT. Hal tersebut diartikan

bawha bagi masyarakat yang sudah menerima PKH/BPNT tidak diperkenankan

untuk dimasukkan sebagai KPM BLT. Namun realita yang terjadi di Desa

Botoreco, terjadi ketimpangan penerimaan bantuan terhadap 25 KPM. Sebanyak

25 KPM BLT Dana Desa juga menerima pencairan dari bantuan lain. Setelah

dikonfirmasi, hal tersebut terjadi karena sejak awal Pemerintah Desa Botoreco

tidak mengetahui siapa-siapa saja yang menerima PKH/BPNT. Sementara itu,

ketika data tersebut diterima oleh desa, justru data tersebut tidak update.

Ketimpangan tersebut terjadi karena nama-nama yang terdata sebagai penerima

PKH/BPNT sebanarnya sudah tidak memperoleh pencairan selama beberapa

bulan terakhir. Sehingga, desa mengkhawatirkan bahwa kondisi mereka,

mengingat 25 KPM yang timpang tersebut juga masih tergolong keluarga yang

kurang mampu. Sehingga 25 KPM di cover sebagai KPM BLT Dana Desa.

113
Namun pada realita yang terjadi justru 25 KPM tersebut masih menerima

pencairan, bersamaan dengan penyaluran BLT Dana Desa.

Masalah selanjutnya yang masih berkaitan dengan sasaran, dari hasil

wawancara yang telah dipaparkan sebelumnya terdapat ketidaktepatan sasaran

dalam proses pendataan BLT Dana Desa. Terdapat masyarakat yang dianggap

layak dan berhak memperoleh bantuan, namun tidak dapat didata karena tidak

memiliki Kartu Keluarga, karena salah satu syarat KPM adalah harus memiliki

NIK. Sementara dalam Peraturan Bupati Blora Nomor 77 Tahun 2020 Pasal 18

ayat (3) dijelaskan bahwa untuk syarat kepemilikan KK terdapat pengecualian

bagi keluarga yang memang tidak memiliki anggota keluarga yang ber-NIK, dan

keluarga yang kepala/anggota keluarganya tidak dapat melakukan perekaman atau

penerbitan NIK karena kondisi fisik/kesehatan. Aturan tersebut sebanrnya secara

jelas sudah menerangkan bahwa jika terdapat masyarakat miskin yang layak

memperoleh bantuan dapat diusulkan meskipun tidak memiliki kartu keluarga

dengan alasan yang sudah tertera dalam regulasi. Menyikapi kondisi tersebut,

calon KPM dapat dimasukkan kedalam pendataan dengan Surat Keterangan

Domisili dari Kepala Desa. sehingga dalam kondisi di Desa Botoreco tersebut,

agar BLT Dana Desa dapat dirasakan oleh orang-orang yang memang memiliki

hak dan layak memperolehnya, meskipun tidak memiliki Kartu Keluarga

sekalipun.

b. Validasi dan Finalisasi Data

114
Validasi dan finalisasi data pada dasarnya merupakan agenda tunggal dari

musyawarah desa khusus yang dilaksanakan oleh Desa untuk membahas hasil

pendataan yang telah dilakukan sebelum akhirnya ditandatangani oleh Kepala

Desa. Tidak terdapat aturan atau mekanisme khusus dalam hal ini, sehingga tiap-

tiap desa dapat melaksanakan sesuai dengan musyawarah desa yang biasa

dilakukan di desa tersebut. Desa Botoreco dalam melaksanakan musyawarah desa

khusus diagenda setelah semua pendataan selesai dilakukan. musyawarah desa

khusus dilakukan bersama kepala desa, perangkat desa, BPD, LKMD, Kader, RT

dan RW, Kepala Dusun, serta perwakilan dari tokoh masyarakat. Ketika proses

musyawarah desa khusus berlangsung, BPD berperan dalam memimpin jalannya

rapat, sekaligus menjadi moderator di dalamnya. Selanjutnya masing-masing

dusun memberitahukan usulan nama calon KPM kepada forum yang diwakili oleh

kepala dusun. Jika dari keseluruhan usulan calon KPM sudah sesuai dengan

kebutuhan anggaran BLT Dana Desa, maka usulan tersebut dapat langsung

diputuskan tanpa adanya seleksi atau pengurangan. Namun jika usulan tersebut

melebihi anggaran yang direncanakan, maka perlu dilakukan peninjauan kembali

untuk kemudian dilakukan pengurangan ataupun penambah jika masih terdapat

kuota yang masih tersisa. Jika hasil sudah didapatkan, maka kepala desa beserta

BPD menyepakati nama-nama calon KPM untuk dapat diserahkan ke tingkat

kecamatan.

Berdasarkan hasil final data KPM yang telah disepakati ternyata juga

masih terdapat permasalahan berkaitan dengan target jumlah KPM. Desa

Botoreco dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang tinggi, anggaran dana

115
desa yang besar, dan angka kemiskinan tertinggi di Kecamatan Kunduran pada

akhirnya diberikan target KPM sebanyak 123 KPM oleh Kabupaten Blora atau

setara dengan 30% anggaran dana desa untuk BLT Dana Desa. Namun pada

kesepakatan akhir yang dicapai hanya diberikan kepada 25 KPM atau setara

dengan 6,1% dari anggaran dana desa untuk BLT Dana Desa tahun 2021.

Beberapa alasam yang mendasari hal tersebut juga sempat didiskusikan dalam

musyawarah desa khusus. Dalam Musyawarah desa khusus tersebut disampaikan

bahwa besaran 30%-35% dari dana desa untuk BLT Dana Desa merupakan

besaran maksimal, sehingga desa dapat menyalurkan dibawah angka persentase

tersebut. Alasan berikutnya adalah karena Pemerintah Desa Botoreco masih

memprioritaskan pembangunan fisik desa, sehingga besaran dana desa masih

dialihkan untuk pembangunan tersebut disamping upaya penanganan covid-19.

Selain itu karena penyaringan terhadap usulan-usulan yang diberikan dari

perangkat desa setempat (RT) untuk menentukan calon KPM yang termiskin.

Sehingga diperoleh 25 KPM tersebut sebagai penerima BLT Dana Desa tahun

2021.

c. Tahap Penyaluran

Tahap penyaluran merupakan tahap pemberian bantuan kepada KPM

setelah dokumen nama-nama KPM diterima oleh Bupati/Walikota. Berdasarkan

Peraturan Bupati Blora Nomor 77 Tahun 2020 tepatnya pasal 18 ayat (7)

disebutkan bahwa besaran BLT Dana Desa yang harus diterima oleh masing-

116
masing KPM adalah Rp 300.000,00 per bulannya. Kemudian pada pasal 18 ayat

(8) menyebutkan bahwa besaran bantuan tersebut diberikan kepada KPM secara

non tunai kecuali bagi KPM yang tidak memiliki KK (menggunakan surat dari

kepala desa). Sementara itu, dalam implementasi BLT Dana Desa di Desa

Botoreco, dari hasil wawancara yang telah dipaparkan, besaran bantuan yang

diberikan kepada KPM adalah sebesar Rp 300.000,00. Namun untuk mekanisme

penyalurannya sendiri dilakukan oleh Bank Jateng secara tunai. Sehingga terdapat

perbedaan dalam mekanisme penyaluran. Setelah dikonfirmasi pada saat

melakukan wawancara dengan peneliti, sejak awal tahun 2021, Desa Botoreco

memang selalu bekerja sama dengan pihak bank dalam proses penyaluran. Hal

tersebut dilakukan agar bantuan tersebut langsung diterima kepada KPM yang

bersangkutan. Sementara itu, untuk proses penyaluran juga sudah dilakukan

secara tepat waktu. Artinya, penyaluran selalu dilakukan tepat waktu dan tidak

terjadi keterlambatan setiap tahapan penyalurannya. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa mekanisme penyaluran sudah tepat waktu, namun mekanisme

penyalurannya tidak sesuai dengan aturan yang diamanahkan dalam Peraturan

Bupati Blora Nomor 77 Tahun 2020 yang mengisyaratkan penyaluran secara non

tunai, tetapi justru disalurkan secara tunai.

d. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi merupakan tahapan akhir dalam mekanisme BLT

Dana Desa. Tidak terdapat ketentuan khusus mengenai kapan monitoring dan

evaluasi tersebut dilakukan. Namun dalam proses tersebut paling tidak monitoring

117
dan evaluasi harus dilakukan oleh Badan Pemusyawaratan Desa (BPD), Camat,

dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan proses monitoring dan

evaluasi yang dilakukan di Desa Botoreco, monitoring dan evaluasi dilakukan

setiap tahapan penyaluran selesai. BLT Dana Desa disalurkan selama 3 (tiga)

dalam setahun, sehingga monitoring dan evaluasi juga dilakukan selama 3 (tiga)

kali dalam setahun. Berkaitan dengan mekanismenya sendiri, monitoring dan

evaluasi dilakukan dengan 2 (dua) cara, secara internal dengan unsur-unsur

pemerintah desa serta dengan monitoring langsung bersama Camat dan

Inspektorat. Untuk monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara internal, tidak

merujuk pada tahapan dari BLT Dana Desa, melainkan musyawarah desa untuk

evaluasi pelaksanaan dilakukan apabila terdapat perubahan data KPM, sementara

untuk monitoring dari pihak kecamatan dan inspektorat kabupaten dilakukan

selama 3 (tiga) tahap sesuai dengan tahapan dari BLT Dana Desa bersama dengan

BPD dan kepala desa.

3.3.2 Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Implementasi BLT Dana

Desa

Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya,

peneliti melakukan pengkategorisasian faktor implementasi menjadi 2 (dua) yakni

faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor implementasi yang digunakan

didasarkan pada teori yang digagas oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn

(1975) yang terdiri dari (1) standar dan tujuan kebijakan, (2) sumber daya

kebijakan, (3) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan penegakan, (4)

118
Karakteristik instansi pelaksana, (5) Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik, dan

(6) Disposisi Implementor. Keenam faktor tersebut dikategorikan antara lain

sebagai berikut:

Tabel 3. 2. Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Proses Implementasi


BLT Dana Desa di Desa Botoreco

Faktor Pendorong Faktor Penghambat


- Sumber daya kebijakan - Standar dan tujuan kebijakan
- Komunikasi antar organisasi dan
kegiatan penegakan
- Karakteristik instansi - Lingkungan ekonomi, sosial, dan
pelaksana politik
- Disposisi Implementor
Sumber: Data Peneliti, diolah (2022)

Faktor-faktor tersebut dibahas dan dianalisis secara lebih rinci sebagai berikut:

a. Faktor Pendorong

1) Sumber daya kebijakan

Faktor pendorong yang pertama yaitu sumber daya kebijakan, yang terdiri

dari sumber daya manusia dan sumber daya anggaran. Desa Botoreco

memiliki sumber daya manusia yang memadai, artinya tidak terdapat

kekurangan dari porsi sumber daya manusia yang dilibatkan mulai dari

kepala desa beserta perangkatnya, BPD, LKMD, dan RT RW yang terjun

secara langsung mulai dari proses pendataan hingga penyaluran.

Sementara itu, terkait sumber daya anggaran, Desa Botoreco memiliki

pagu dana desa tahun 2021 sebesar Rp 1.476.340.000,00. Besaran

anggaran tersebut, sejumlah 6,1% atau setara dengan Rp 90.000.000,00

119
anggaran dari dana desa dialokasikan untu BLT Dana Desa. Sehingga dari

sumber daya anggaran pun Desa Botoreco sudah cukup memadai.

2) Karakteristik instansi pelaksana

Berkaitan dengan karakteristik instansi pelaksana, keberhasilan

implementasi BLT Dana Desa juga didorong dengan kompetensi dari staf

atau aktor pelaksana yang terlibat dalam proses implementasi tersebut.

Masing-masing aktor pelaksana yang terlibat memiliki peran dan tugas

yang berbeda-beda. Masing-masing aktor pelaksana juga memiliki

kompetensi yang cukup terhadap peranan dan tugas yang diembannya.

Selain itu, setiap aktor pelaksana juga memahami apa yang menjadi

perannya, dan mengerti tugas-tugas yang harus dilaksanakan serta

bagaimana tugas tersebut diselesaikan. Selanjutnya, keberhasilan dari

proses implementasi BLT Dana Desa juga didorong dari tingkat

pengawasan yang telah dilakukan. Tingkat pengawasan tersebut dilakukan

melalui monitoring dan evaluasi yang dilakukan setiap tahapan penyaluran

selesai dilakukan. Selain itu hubungan yang terjalin antara pemerintah

desa dengan pemerintah kabupaten juga berjalan dengan baik, dan

koordinasi juga selalu dilakukan. Sehingga jika terdapat bentuk informasi

maupun kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat/kabupaten

disampaikan melalui kepala desa untuk kemudian diteruskan kepada tiap-

tiap unsur yang ada di pemerintahan desa bahkan kepada masyarakat di

desa tersebut.

120
b. Faktor Penghambat

1) Standar dan tujuan kebijakan

Faktor pertama berkaitan dengan standar dan tujuan kebijakan dari BLT

Dana Desa. Standar pelaksanaan yang digunakan oleh Pemerintah Desa

Botoreco sejalan dengan peraturan perundang-undangan dari pemerintah

pusat, sehingga terdapat keserasian tujuan yang ingin tercapai serta

mekanisme dari BLT Dana Desa. Dengan demikian proses pelaksanaan

Program BLT di Desa Botoreco, dapat berjalan sesuai dengan arahan dari

pemerintah pusat yang kemudian diturunkan melalui pemerintah

kabupaten/kota. Namun, dari standar dan tujuan tersebut, terdapat

ketidaksesuaian kriteria sasaran yang tercantum dalam standar pelaksanaan

dengan kondisi masyarakat yang ada di Desa Botoreco. Berdasarkan

aturan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi Nomor 6 tahun 2020, salah satu kriteria sasaran BLT Dana

Desa yang harus dipenuhi adalah keluarga yang kehilangan mata

pencaharian. Hal tersebut tidak sesuai dengan kondisi masyarakat di Desa

Botoreco, dimana untuk masyarakat yang kehilangan pekerjaan

sebenarnya tidak ada, karena meskipun pandemi, penghasilan masyarakat

masih bisa didapatkan melalui sektor pertanian. Selain itu tidak ada

kejelasan indikator yang mengkategorikan masyarakat termiskin, terlebih

di desa. Karena perekonomian masyarakat yang tidak berbeda jauh dari

satu dengan yang lainnya. Sementara kondisi masyarakat di desa sulit

121
untuk diintepretasikan jika hanya dilihat dari kepunyaan fisik ataupun

benda.

2) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan penegakan

Komunikasi serta koordinasi dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Keberadaan teknologi memberikan kemudahan dalam menjaga

komunikasi dan koordinasi antar pelaksana, seperti adanya grup whatsapp.

Meskipun terdapat beberapa anggota pemerintah desa yang kurang

memahami tentang whatsapp atau teknologi sejenisnya, Kepala Desa

memberikan ruang bagi setiap anggotanya untuk dapat melakukan

komunikasi maupun koordinasi melalui telepon seluler, ataupun

disampaikan secara “getok tular” yang berarti sambung menyambung, dari

pihak satu ke pihak yang lain, sehingga ketika terdapat informasi, setiap

pihak dapat mengetahuinya. Komunikasi dan koordinasi yang baik juga

terjalin antara Pemerintah Desa Botoreco dengan stakeholder lain diluar

pemerintah desa salah satunya Dinas sosial. Meskipun komunikasi dan

koordinasi sudah berjalan dengan baik, namun masih terdapat beberapa

kendala yang di alami. Kendala komunikasi seringkali di alami ketika

pencocokan data dari dinas sosial. Dimana data yang diberikan tidak

update, sehingga menyebabkan tumpang tindih penerimaan bantuan pada

tahap pertama. KPM yang seharusnya hanya menerima BLT Dana Desa

karena sudah tidak tercover dengan PKH dan BPNT, namun setelah

penyaluran diberikan, ternyata KPM tersebut masih menerima penyaluran

dari PKH dan BPNT. Selain itu, kendala dalam komunikasi juga sempat

122
dialami pada saat penyampaian informasi melalui musyawarah desa,

ketika terdapat anggota yang tidak hadir. Sehingga penyampaian informasi

menjadi terhambat baik terhadap sesama anggota pemerintah desa maupun

dengan masyarakat. Karena informasi yang sampai kepada masyarakat

disampaikan melalui perangkat desa setempat yaitu melalui RT. Selain itu

juga perbedaan pendapat ketika diskusi juga sempat dialami oleh beberapa

aktor pelaksana.

3) Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik juga dapat memberikan pengaruh

dalam keberjalanan proses implementasi. Bentuk dukungan sosial yang

mendorong keberhasilan implementasi BLT Dana Desa adalah keberadaan

Program BLT Dana Desa sebagai upaya penekanan kemiskinan di desa,

memperoleh respon baik dari masyarakat. Masyarakat sangat mendukung

adanya program tersebut, terlebih terdapat kewenangan bagi desa untuk

menentukan sendiri siapa saja yang harus menerima. Dukungan tersebut

juga mengisyaratkan agar pemerintah desa benar-benar dapat memilih

dengan tepat siapa saja yang harus diberikan bantuan tersebut. Selain itu,

dalam proses implementasi yang telah dilakukan, tidak terdapat pengaruh

politik dari pihak manapun, sehingga desa dapat mengimplementasikan

BLT Dana Desa sesuai dengan kewenangannya sendiri. Meskipun

demikian, kondisi perekonomian di Desa Botoreco memberikan pengaruh

tersendiri dalam pelaksanaan BLT-Dana Desa. Kondisi perekonomian

masyarakat yang terbilang rata-rata ternyata juga menyulitkan pemerintah

123
desa untuk menentukan masyarakat miskin sebagai penerima BLT Dana

Desa. Karena jika dibandingkan dari satu dengan yang lainnya, taraf hidup

masyarakat hampir sama, dan dampak pandemi sebenarnya juga dirasakan

oleh semua masyarakat. Sehingga menimbulkan dilematis bagi pemerintah

desa untuk menentukan siapa yang benar-benar layak menerima BLT.

Selanjutnya berkaitan dengan lingkungan sosial, selain dukungan dari

masyarakat, ternyata juga terdapat respon kurang baik dari masyarakat.

Protes menjadi hal wajar yang menjadi respon dari adanya program

bnatuan. Selain itu, secara sosial berdasarkan data, angka kemiskinan di

Desa Botoreco mencapai 634 orang. Dari angka tersebut, sebanyak 478

orang sudah tercover dalam bantuan BPNT, sebanyak 110 sudah tercover

dalam bantuan PKH, dan sekitar 100 orang sudah tercover dalam bantuan

BST. Sehingga sebenarnya seluruh masyarakat miskin di Desa Botoreco

sudah tercover dengan ketiga bantuan tersebut, yang pada akhirnya

menjadi kesulitan bagi pemerintah desa untuk mencari penerima BLT-

Dana Desa, yang harus diberikan sebanyak 123 untuk tahun 2021 dan

sebanyak 168 untuk tahun 2022.

4) Disposisi implementor

Faktor terakhir yaitu disposisi implementor, merupakan bentuk

penerimaan ataupun penolakan terhadap BLT Dana Desa. Meskipun

dalam kenyataannya para pelaksana memiliki komitmen untuk menjalan

Program BLT Dana Desa, namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat

ungkapan tidak setuju terhadap program tersebut. Hal tersebut didasari

124
pada alasan bahwa keberadaan BLT yang ditujukan untuk membantu

masyarakat miskin justru menjadi salah satu upaya dalam memanjakan

masyarakat. Selain itu, keberadaan BLT dianggap mengganggu proses

pembangunan desa, karena sebagaian dari dana desa harus dialihkan untuk

BLT. Pemerintah desa diberikan kewenangan dalam mengelola BLT, pada

akhirnya tidak sepenuhnya berjalan demikian, karena dari anggaran yang

harus dialokasikan pun sudah ditentukan dari pemerintah pusat. Alasan

lain yang menuai bentuk tidak setuju dengan adanya Program BLT Dana

Desa yaitu ketidakjelasan dari harapan dan tujuan BLT itu sendiri. BLT

dikatakan sebagai upaya perlindungan sosial di kondisi pandemi, sekaligus

untuk menekan kemiskinan di tengah pandemi. Namun realita yang

terjadi, berkaca dari program bantuan sebelumnya, bahwa semakin banyak

bantuan akan semakin banyak menambah data penerima yang akan

berimbas pada semakin bertambahnya jumlah masyarakat miskin. Adanya

BLT juga dianggap demikian, BLT Dana Desa menuntut adanya daftar

penerima bantuan baru, secara tidak langsung akan menambah data

penerima bantuan. Yang pada akhirnya akan menjadi sumbangan

meningkatnya angka kemiskinan di desa. Kecenderungan tersebut yang

pada akhirnya juga membuat kesepakatan pada proses validasi dan

finalisasi data untuk menyalurkan BLT Dana Desa hanya kepada 25 KPM

saja, sementara anggaran dana desa yang lain masih difokuskan untuk

pembangunan fisik desa.

125
126
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1) Implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco, Kecamatan Ngawen,

Kabupaten Blora

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab

sebelumnya, dengan ini peneliti menyimpulkan bahwa implementasi Bantuan

Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di Desa Botoreco sudah sesuai dengan

ketentuan yang seharusnya.

a) Proses pendataan, terdapat ketidaksesuaian dan ketidaktepatan dari segi

sasaran. Sebanyak 25 KPM menerima lebih dari satu bantuan. Terdapat

sejumlah masyarakat yang seharusnya berhak menerima namun tidak bisa

terdata karena tidak memiliki kartu keluarga dan pemerintah desa juga

tidak mengusahakan untuk memberikan surat keterangan domisili.

b) Validasi dan finalisasi data, proses ini dilakukan dalam musyawarah desa

khusus. Pada hasil musyawarah desa khusus diperoleh hanya 25 KPM dari

123 KPM yang harus dipenuhi. Karena anggaran dana desa digunakan

untuk pembangunan fisik desa.

c) Tahap penyaluran, penyaluran BLT Dana Desa sudah dilakukan secara

tepat waktu, sehingga tidak terdapat keterlambatan dalam penyaluran.

d) Monitoring dan evaluasi, proses ini dilakukan secara internal mengenai

musyawarah desa jika terdapat perubahan data. Selain itu juga

127
dilaksanakan oleh Kepala desa bersama BPD dengan Kecamatan dan

inspektorat.

2) Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat dalam Proses Implementasi

BLT Dana Desa

Proses implementasi BLT Dana Desa juga tidak lepas dari faktor yang

mendorong serta menghambat keberjalanan proses implementasi tersebut.

Adapun faktor-faktor yang mendorong keberhasilan proses implementasi

tersebut yakni, (1) Sumber daya kebijakan yang memadai baik dari sumber

daya manusia yang terlibat dan sumber daya anggaran yang digunakan; dan

(2) Karakteristik instansi pelaksana, dimana tiap-tiap aktor pelaksana

memahami peranan dan tugasnya, selain itu didukung dengan tingkat

pengawasan yang dilakukan. Sedangkan, faktor penghambat dalam proses

implementasi BLT Dana Desa di Desa Botoreco antara lain, (1) Standar dan

tujuan kebijakan, terdapat ketidaksesuaian kriteria sasaran yang tercantum

dalam standar pelaksanaan dengan kondisi masyarakat yang ada di Desa

Botoreco; (2) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan penegakan, meskipun

komunikasi dan koordinasi sudah berjalan dengan baik, namun masih terdapat

beberapa kendala yang di alami seperti miss comunication di dalamnya; (3)

Lingkungan ekonomi yang menimbulkan kesulitan tersendiri dalam proses

pendataan, serta lingkungan sosial yang kerap kali memberikan protes dan

dilematisasi terhadap pemerintah desa; serta (4) Disposisi implementor, yang

memberika tanggapan tidak setuju dengan adanya BLT Dana Desa, dan lebih

128
memilih untuk melakukan pembangunan fisik desa daripada harus menambah

anggaran untuk BLT Dana Desa.

4.2 Saran
Dengan demikian, peneliti memberikan saran antara lain sebagai berikut:

a) Perlu adanya penyesuaian terkait kriteria sasaran BLT Dana Desa, agar

lebih sesuai dengan kondisi masyarakat di pedesaan. Selain itu juga perlu

adanya kejelasan mengenai batas minimal dan batas maksimal anggaran

yang harus dialihkan untuk BLT Dana Desa. Sehingga pemerintah desa

dapat melakukan penganggaran secara lebih rinci dan terarah.

b) Perlu adanya pembaruan data bantuan secara up to date dan terintegrasi.

Sehingga data penerima bantuan dapat diketahui oleh pihak mana saja

termasuk pemerintah desa. Hal tersebut untuk menghindari ketimpangan

penerimaan bantuan satu dengan bantuan yang lainnya. Sementara itu,

pemerintah desa juga perlu membangun inisiatif untuk terus berkoordinasi

dengan pemerintah kabupaten ataupun dinas terkait mengenai data

penerima bantuan. Karena bagaimana pun, warga desa berada dalam

naungan pemerintah desa, sehingga pemerintah desa juga perlu tau

program bantuan apa saja yang masuk ke desa dan siapa saja yang

menerima.

c) Perlu adanya pendampingan rutin melalui pemerintah kabupaten atau

kecamatan kepada pemerintah desa pada awal tahapan BLT Dana Desa

dimulai. Pendampingan tersebut dilakukan sekaligus untuk memberikan

129
pemahaman dan arahan yang benar-benar sesuai dengan dasar hukum yang

berlaku. Sehingga pemerintah desa dapat memahami dengan baik sesuai

dengan dasar hukum yang digunakan.

d) Pemerintah desa perlu membuat skala prioritas dan tetap

mengkoordinasikannya dengan kecamatan ataupun kabupaten dalam

menentukan program apa yang harus diutamakan terlebih disituasi

pandemi covid-19.

130
DAFTAR PUSTAKA

Referensi Jurnal
Aseh, S., Gafar, T. F., & Zamhasari, Z. (2021). Problematika Penyaluran Bantuan
Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) Tahun 2020. JOELS: Journal of
Election and Leadership, 2(1). https://doi.org/10.31849/joels.v2i1.7661

Bachri, B. S. (2010). Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi Pada


Penelitian Kualitatif. Teknologi Pendidikan, 10, 46–62.

D. Herdiana. (2018). Sosialisasi Kebijakan Publik: Pengertian dan Konsep Dasar.


Jurnal Ilmiah Wawasan Insan Akademik, I(November 2018), 13–26.

Harahap, A. S. (2019). Teknik Wawancara Bagi Reporter Dan Moderator Di


Televisi. Jurnal Komunikologi, 16(1), 1–6.

Herdiana, D., Wahidah, I., Nuraeni, N., & Salam, A. N. (2021). Implementasi
Kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa bagi Masyarakat
Terdampak COVID-19 di Kabupaten Sumedang : Isu dan Tantangan. Jurnal
Inspirasi, 12(1), 1–16.

Rijali, A. (2019). Analisis Data Kualitatif. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah,


17(33), 81. https://doi.org/10.18592/alhadharah.v17i33.2374

Saroh, Z. A., & Panjaitan, P. R. (2021). Desa Terdampak Covid-19: Menilik


Implementasi Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD). Jurnal
Administrasi Negara, 27(2), 110–113.

Sasuwuk, C. H., Lengkong, F. D., & Palar, N. A. (2021). Implementasi Kebijakan


Penyaluran Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (Blt-Dd) Pada Masa
Pandemi Covid-19 Di Desa Sea Kabupaten Minahasa. Jap, VII(108), 78–89.

Suari, Ni Made Kitty Putri; Giri, N. P. N. S. (2021). Analisis Terhadap Potensi


Maladministrasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa Selama
Pandemi Covid-19. Jurnal Kertha Negara, 9(2), 107–119.

Van Meter, D. S., & Van Horn, C. E. (1975). The Policy Implementation Process:
A Conceptual Framework. Administration & Society, 6(4), 445–488.
https://doi.org/https://doi.org/10.1177/009539977500600404

Referensi Buku

Anderson, James A. (1997). Public Policy Making Third Edition. USA: Houghton
Miffin Company

131
Anggara, Sahya. (2016). Ilmu Administrasi Negara, Bandung: CV Pustaka Setia

_____________. (2018). Kebijakan Publik Pengantar Prof. Dr. H. Endang


Soetari, A.D., M.Si. Bandung: Pustaka Setia

Badan Pusat Statisktik Kabupaten Blora. (2021). Kecamatan Kunduran Dalam


Angka 2021. Nomor Katalog: 1102001.3316150

Kadir, Abdul. (2020). Fenomena Kebijakan Publik dalam Perspektif Administrasi


Publik di Indonesia. Medan: CV Dharma Persada

Kadji, Y. (2015). Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik Kepemimpinan


dan Perilaku Birokrasi dalam Fakta Realistis. Gorontalo: UNG Press
Gorontalo

Kasmad, Rulinawaty. (2013) Studi Implementasi Kebijakan Publik. Makassar:


Kedai Aksara

Nugrahani, F. (2014). Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan


Bahasa. Cakra Books.
http://e-journal.usd.ac.id/index.php/LLT%0Ahttp://jurnal.untan.ac.id/
index.php/jpdpb/article/viewFile/11345/10753%0Ahttp://dx.doi.org/
10.1016/j.sbspro.2015.04.758%0Awww.iosrjournals.orgSalim dan
Syahrum. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Citapustaka
Media

Sugiyono. (2014). Memahami Studi Dokumen dalam Penelitian Kualitatif.


Wacana, 13(2), 177-181.

Syafiie, Inu Kencana. (2010). 6 Dimensi Ilmu Administrasi Publik Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.

Referensi Kanal Berita

Admin. (20 Januari 2022). Kemenkeu Sebut Realisasi Penyaluran BLT Dana Desa
2021 Hanya 70,29%. Kompas.com
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/money/read/
2022/01/20/203500726/kemenkeu-sebut-realisasi-penyaluran-blt-dana-desa-
2021-hanya-70-29-persen. Diakses pada tanggal 25 Januari 2022, pukul
18.15 WIB

Admin. (30 Juli 2021). 10 Desa Terburuk Realisasi BLT DD Tidak Berbenah,
Mantan DPRD Blora Ancam adukan ke Kementrian. Bloraupdates.com
https://www.bloraupdates.com/2021/07/10-desa-terburuk-realisasi-blt-dd-
tidak.html?m=1. Diakses pada tanggal 5 Januari 2022, pukul 10.49 WIB

132
Ihsanuddin. (26 Agustus 2020). Ada 7 Bantuan Pemerintah Selama Pandemi
Covid-19, Berikut Rinciannya. Kompas.com
https://amp.kompas.com/nasional/read/2020/08/26/09222471/ada-7-
bantuan-pemerintah-selama-pandemi-covid-19-berikut-rinciannya. Diakses
pada tanggal 5 Januari 2022, pukul 11.51 WIB

Putri, Cantika Adinda. (7 Oktober 2020). Survei: Karena Covid-19, 35% Pekerja
di Indonesia Kena PHK. Cnbcindonesia.com
https://www.cnbcindonesia.com/news/20201007145144-4-192535/survei-
karena-covid-19-35-pekerja-di-indonesia-kena-phk. Diakses pada tanggal 10
Januari 2022, pukul 19.11 WIB

Sembiring, Lidya Julita. (28 Agustus 2020). Update Sri Mulyani Krisis Ekonomi
Akibat Corona, Simak! Cnbcindonesia.com
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200828104326-4-182671/update-
sri-mulyani-soal-krisis-ekonomi-akibat-corona-simak. Diakses pada tanggal
5 Januari 2022, pukul 10.53 WIB

Wijaya, Callistasia. (16 April 2020). Virus Corona: Sejumlah usaha kecil &
menengah ‘tutup hingga rumahkan karyawan’, Pemerintah diminta
‘dahulukan bantuan bagi usaha strategis’. BBC.com
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52283321. Diakses pada tanggal
5 Januari 2022, pukul 11.17 WIB

Referensi Regulasi

Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber


dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Peraturan Bupati Blora Nomor 77 tahun 2020 tentang Tata Cara Pembagian,
Rincian dan Prioritas Penggunaan Dana Desa Setiap Desa di Kabupaten Blora
Tahun 2021
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 6 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 tahun 2019 tentang
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 7 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 tahun 2019 tentang
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 14 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Desa,

133
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 tahun 2019 tentang
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 13 tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2021
Peraturan Daerah Kabupaten Blora Nomor 7 tahun 2021 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Blora Tahun 2021-2026

134
LAMPIRAN

Dokumentasi Penelitian

Wawancara dengan Informan 1

Wawancara dengan Informan 2

135
Wawancara dengan Informan 3

Wawancara dengan Informan 4

136
Wawancara dengan Informan 5

Wawancara dengan Informan 6

137
Surat Izin Penelitian

138
Surat Keterangan telah menyelesaikan penelitian

139
Transkrip Wawancara

No. Daftar Pertanyaan Jawaban Keterangan

1. Bagaimana mekanisme Informan 1: Positif


pelaksanaan BLT Dana Desa Sebenarnya BLT ini kan sama ya seperti bantuan pada
yang telah dilaksanakan? umumnya, hanya saja istilahnya BLT ini mengcover orang-
Bagaimana proses tahapannya. orang yang belum mendapat bantuan kan gitu. Makanya
perlu adanya pendataan ulang, nah nanti dari pendataan itu
diputuskan di musdes, musdessus namanya. Baru kalau
sudah dapat siapa saja yang menerima, baru kita lanjutkan ke
penyaluran atau penyerahan BLT nya. Kalau semuanya
sudah disalurkan, kami selalu membuat semacam SPJ
sebagai bentuk pertanggungjawaban. Dan juga evaluasi
dengan BPD.
Positif
Informan 2:
O ya ada semuanya, pembuatan tim, petugas satgasnya,
jumlahnya kemarin itu ada 30 orang, melibatkan termasuk
kader posyandu, bidan desa itu kan masuk satgas covid, ya
ada ini tempat karantina, di semua itu ada semua ada tempat
isolasi, itu semuanya ada. Itu untuk tim satgasnya, nah nanti
khusus untuk RT nya itu mendata kan, mendata warga
mereka, nanti hasilnya disampaikan dan diputuskan di
musdes, baru nanti disetorkan kepada camat, ke kecamatan.
Kalau datanya sudah diterima beberapa waktu kemudian
baru dapat dilakukan penyaluran.
Positif

1
Informan 3:
Kalau secara singkatnya itu kemarin dijelaskan, dan
kebetulan kami dari RT yang ditugasi untuk mendata, jadi
nanti saya dan kawan-kawan RT ini mendata atau
mengusulkan lah siapa yang mau dikasih. Habis itu dibahas,
biasanya kalau sudah mendata itu diadakan musdes, semua
hasilnya dikumpulkan dan di apa namanya, dibuat laporan
lah, diputuskan bersama sama. la kalau untuk penyaluran itu
ya terakhir, kalau pas tahap penyaluran itu ngikut saja ya,
kan saya RT jadi kalau ada info penyaluran ya langsung saya
kabarkan. Positif

Informan 4:
Jadi alurnya itu dari RT setempat, kemudian RW, nah nanti
BPD juga ikut. Nah saya nanti laporan di ruang lingkup desa,
di musdes maksudnya bahwasanya data saya ini, nah kalau
laporan RT terusan laporan dari perangkat nanti
disandingkan laporan dari BPD. Positif

Informan 5:
Yang jelaskan saya selaku RT ini mendata dulu nggih,
setelah itu sebelum ke musdes ini ya, seletah mendata di
kasihlah ke perangkat biasanya nanti sama Pak Kasie atau
BPD, berdua itu yang ngurusi, untuk disurvey. Kalau sudah
ya langsung dilanjut di musdes. Karena kalau sekarang ini
harus ada bukti e mbak, jadi meskipun saya RT gak bisa
sembarang mengusulkan, karena nanti akan didatangi rumah
orangnya untuk difoto. Nah nanti baru dimusdeskan Positif

2
bersama.

Informan 6:
Awalnya ada pendataan, pendataan baru, kemudian ada
survey, hanya beberapa semua, sehingga surveynya gak
semua rumah kita datangi, tapi hanya beberapa sebagai
sampel saja, kalau semuanya sudah selesai baru ke musdes,
musdes berjalan kalau setuju lanjut ke tindak lanjut
penyaluran.

2. Bagaimana proses pendataan Informan 1: Positif


yang dilakukan? Kalau pendataan itu kan memang RT dan perangkat
setempat itu sendiri semua punya datanya. Kalau gak punya
datanya, seandainya bulan ini mecairkan sekian, jadi
semuanya ada datanya. Fixnya semuanya di operator ada.
Jadi dukuh ini sekian gitu, memang sesuai kebutuhan gitu.
Dan mungkin kadang bisalah 1 dukuh berbeda dengan dukuh
lain. ada yang dukuh penduduknya kecil tapi penerima BLT
DD tinggi, karena apa, karena warganya memang
membutuhkan gitu.
Positif
Informan 2:
Ya itu kita melibatkan tiap perangkat desa setempat, untuk
mendata warganya yang tidak tercover di BPNT dan PKH itu
kita masukkan ke BLT-DD. Itu dimusdeskan, setelah ada
pendataan dari perangkat setempat, itu kita musdeskan di
balai desa. Kalau sudah disetujui kita laksanakan.
Positif

3
Informan 3:
Kalau saya itu mengusulkan sama RT yang lainnya itu sama.
Jadi saya amati, kan sehari-harinya keliatan tuh kondisi
mereka bagaimana. Sebelumnya saya sudah punya data, saya
mengusulkan, kemarin lansia ada yang saya usulkan karena
punya stroke sudah 2 tahun alhamdulillah kemarin sudah
dapat bantuan. Anaknya kaya, tapi kan orangtuanya gak bisa
berobat. Saya kan ada PKH, ada BPNT, yang sekiranya
sudah dapet itu berarti ya gak dikasih. Jadi yang sudah dapat
PKH yasudah, BPNT ya sudah gitu. Untuk BLT itu ya untuk
orang yang nol, ada yang lansia, ada ibarate yang punya
rumah kecil gak dapet bedah rumah, gak dapet penghasilan,
itu nanti saya kumpulin, kesepakatannya gimana yang pantas
yang dapet si ini ntar di reng-reng ibarate satu Botoreco itu
berapa orang, sekiranya kebanyakan kan dikurangi.
Positif
Informan 4:
Kalau menurut desa itu kan dari RT, dari perangkat. Tapi
kan saya kurang pas lah, karena kan usulan nanti malah
ternyata yang diajukan justru orang terdekat, jadi dari BPD
itu sifatnya harus netral, bener-bener untuk mendata warga
saya itu bener-bener tingkat kemiskinannya terendah. Jadi
kita se tim survey. Oiya bener ini yang harus dikasih
anggaran dari dana desa, ini yang tidak. Jadi pada saat
pendataan, keterlibatan BPD itu disitu. Gak mendata seperti
RT, tapi dari laporan RT itu nanti kemudian di cek lagi
secara langsung oleh BPD. Positif

4
Informan 5:
Mendata biasa, saya tengok sekeliling saya yang sekirangnya
kurang kalau dibanding yang lain. Istilahnya saya gak dateng
satu per satu gitu, jadi langsung saya usulkan gitu aja.
Karena kan kepala desa sudah memberikan tanggungjawab
ke tiap-tiap RT. Positif

Informan 6:
Kalau saya kan BPD ya, jadi gak ikut mendata, hanya saja
saya ikut ini ikut survey, jadi kalau pendataan itu urusan RT.
Nah kalau untuk surveynya sendiri biasanya gak blusukan
satu-satu gitu nggak. Tapi kita datangi rumahnya, kita foto
kondisi rumahnya. Karena sekarang itu gakboleh asal usul,
harus ada bukti yang menunjukkan oh ini benar gak mampu,
ini berhak begitu.

3. Bagaimana kriteria KPM dalam Informan 1: Positif


proses pendataan yang Sebetulnya kriteria dari atas, pemerintah ya itu tidak
dilakukan? dirambu-rambu, yang berhak dibantu ya dibantu. Satu, opo
jenenge atap e belum genteng atau kasebot dadi iseh alang-
alang atau jerami, dua papannya itu to bukan dari papan yang
layak, yang ketiga alas rumah itu masih tanah, yang keempat
listrik atau jaringan PLN itu belum masuk kesini. Tapi kan
sekarang nggak ada to, jadi ya kemarin saya sampaikan
kepada RT yang mendata itu, silahkan diusulkan yang benar-
benar butuh, rata-rata itu yang janda gak punya penghasilan,
trus orang yang sudah sepuh gitu yang sudah gak bisa
bekerja, dan yang terpenting bukan penerima PKH ataupun

5
BPNT gitu aja, jadi ya bebas aja mana yang butuh silahkan
diusulkan.
Positif
Informan 2:
Kriteria yang dapat ya sama sebenarnya dengan PKH atau
BPNT. Kalau PKH sama BPNT kemarin itu kan sebenarnya
datanya kan dari pusat, yang data kan bukan perangkat.
Banyak yang salah kaprah, yang mampu malah dapat.
Makanya kita musdeskan untuk kemudian dikembalikan.
Kemudian yang lain setelah PKH dan BPNT desa itu kan
masih kesulitan desa masih kesulitan untuk itu. Sementara
untuk BLT-DD, karena itu dari anggaran desa, jadi desa
punya kewenangan untuk menentukan siapa yang dapat,
yang kriterianya itu yang benar-benar tidak mampu. Yang
kita kumpulkan di perangkat desa setempat. Kalau perangkat
desa setempat itu mendatanya salah ya biar dia yang
menanggung. Positif

Informan 3:
Untuk BLT itu ya untuk orang yang nol, ada yang lansia, ada
ibarate yang punya rumah kecil gak dapet bedah rumah, gak
sapet penghasilan, itu nanti saya kumpulin, kesepakatannya
gimana yang pantas yang dapet si ini ntar di reng-reng
ibarate satu Botoreco itu berapa orang, sekiranya
kebanyakan kan dikurangi. Positif

Informan 4:
Ya kalau aturannya itu dari Dinas PMD diambil keluarga

6
yang termiskin, dana yang digelontorkan, yang diplotkan
untuk Deaa Botoreco itukan sekitar 600 jutaan lah yang
diambil dari dana desa, untuk keluarga yang paling miskin
dulu kita ambil. Biasanya kalau ini di kriteria termiskin itu
yang pertama, kedua itu orang tua yang tidak di urus
anaknya atau hidup sebatang kara, kriterianya dari musdes
itu dulu. Kalau di musdes itu kita juga sifatnya demokratis,
kita punya dukuh 9, tentu banyak dong yang diusulkan
keluarga miskin, mau gak
mau kita tampung dulu, nanti kita survey. Kalau dari dukuh
A dan dukuh B misalkan istilahnya ada yang miskin, kok ada
lagi yang lebih miskin, ya kita kasihkan ke yang lebih Positif
miskin.

Informan 5:
Kalau kriteria yang saya gunakan biasanya saya ambil dulu
orang-orang tua yang udah gak bisa apa-apa, istilahnya untuk
kemana-mana aja itu sulit karena sudah tua. Kemudian janda
yang gak ada yang nafkahi tapi punya tanggungan banyak
kan itu juga perlu dibantu istilahnya diberi stimulus bantuan,
yang penting kan gak bentrok dengan bantuan yang lain.

4. Bagaimana jalannya proses Informan 1: Positif


validasi dan finalisasi yang Iya kalau finalnya itu memang di musdes, musdessus
dilakukan? namanya. Nah kalau di musdes ini kemudian dari data-data
RT itu kemudian kita cek ulang, kalau benar-benar sudah
gak ada yang bentrok langsung kita sepakati, langsung kita
putuskan sebagai KPM. Musdessus dilakukan oleh

7
pemerintah desa, yang terdiri dari kepala desa beserta
perangkat, kemudian ada LKMD, ada RT RW, ada Kader,
Tokoh masyarakat, BPD, jadi semua unsur dilibatkan kalau
musdes. Jadi gini, sebelumnya kita umumkan dulu, kita
jadwalkan untuk musdessus, lalu kita umumkan ke yang lain
ke perangkat, LKMD, semua elemen. Kemudian di
forumnya kita kelompokkan dulu ya per RT juga per RW
biar kalau diskusi itu lebih enak. Nanti BPD yang membuka,
saya hanya bagian awalan saja, urusan membuka dan
memimpin itu dari BPD. Nanti masing masing dusun,
disampaikan ada berapa total yang diusulkan, nah nanti
dijadikan satu dari 9 dusun. Kalau misalkan memang sudah
pas, sudah sesuai dengan kuota desa, bisa langsung kita
putuskan. Tapi kalau misal katakanlah kelebihan baru nanti
dibicarakan, mana yang perlu dikurangi kan gitu.

Informan 2: Positif
Semua elemen kita libatkan, dari RT, RW BPD, LKMD,
semua kita libatkan. Sehingga hasilnya pun diketahui dan
disepakati dari masing-masing perwakilan kan. Kalau untuk
prosesnya sendiri, dari BPD yang mengontrol, istilahnya
yang memimpinlah. Nah nanti ya biasa perwakilan dusun
menyampaikan mana saja yang diberi, kita bahas bersama,
nanti diakhir baru diputuskan.

Informan 3: Positif
Kalau saat musdes itu gini, sebelumnya maksudnya sebelum
musdes data itu sudah dikumpulkan, karena harus dicek dulu

8
sama BPD. Makanya saat musdes itu RT sudah gak
ngomong, maksudnya gak mengutarakan siapa saja gitu,
paling nanti diwakilkan sama kadus. Dari BPD
menyampaikan hasilnya bagaimana, nah nanti forum yang
menanggapi, kalau misalnya RT nih punya ruang untuk
memperjuangkan warganya, kok ternyata dari BPD nya gak
menerima, itu bisa istilahnya menanggapi, didiskusikan.

Informan 4: Positif
Lewat musdes kan, BPD yang memimpin jalannya itu, saya
ketua BPD nanti yang memimpin musdes, nah nanti disitu
didiskusikan lagi. Kemarin kan BPD dapat hasil data dari
perangkat setempat, kemudian dicek oleh BPD, nah hasilnya
semua itu disampaikan di musdes itu tadi, kita diskusi
diskusi sampai tersisa 25 itu tadi.

Informan 5: Positif
Biasanya itu dikelompokkan dulu mbak, per dusun biar lebih
enak diskusinya. Ya kita mengikuti alurnya aja karena kan
yang mimpin itu BPD, saya sebagai RT hanya jadi peserta
forum istilahnya. Kecuali kalau misal ada masalah dengan
apa yang saya usulkan, nah itu baru mungkin saya merespon.

Informan 6: Positif
Kalau saya itu kadang juga gak ikut musdes e mbak, karena
kadang harus kerja ngurusi sawah. Tapi ya jarang sih. Kan
udah ada ketua saya, kalau ketua BPD selalu hadir karena dia
yang pegang musdes, jadi dia yang lebih banyak tau isi

9
musdes itu seperti apa.

5. Bagaimana proses penyaluran Informan 1: Positif


BLT Dana Desanya? Penyalurannya semuanya dilakukan secara tunai. Tergantung
bank lah, kita kan ngikutin dari Bank Jateng, nek BLT DD
itu biasanya berkumpul dari ketiga atau keempat desa
berkumpul di mana gitu, kan yang menentukan bukan kita,
tapi dari di bank. Nanti dikasih tau kumpulnya dimana kan,
dan kita dikasih jamnya berapa gitu, dan kita menyiapkan
warga kita, wara-wara sama warga gitu jamnya untuk bisa
standby disini untuk pengambilan uang BLT. Jadi duit itu
tidak masuk di desa/rekening desa, tapi langsung tunai.
Karena apa, kita mengampu dari NIKnya. Yang
menyalurkan dari sini itu bank, bank jateng. Petugas bank
datang kesini, warga yang mendapat BLT-DD ke kantor sini
untuk mengambil, prosesnya seperti itu. Selama ini memang
dari bank sampai tahun 2021 ini penyaluran sudah selesai.
Tidak ada keterlambatan. Ya biasanya disalurkan 3 bulan
sekali, atau 2 bulan sekali. Juga ada yang ditahun 2021 itu
mendekati lebaran satu bulan dicairkan, melihat situasi dan
kondisi dari bank. Jadi tidak 3 bulan trus 3 bulan gitu nggak.
Tapi untuk yang kemarin itu alhamdulillah 1 tahap selesai
semua yang tahun 2022.

Informan 2: Positif
Semua diberikan secara tunai, dengan nominal 300 ribu. Dari
tahun 2021 nominalnnya sama segitu. La untuk
penyalurannya itu kita fokuskan di satu titik, di balai desa.

10
Yang ikut penyaluran dari pihak bank juga sama saya kasie
nya, dibantu oleh perangkat desa setempat, ada bapinsa dan
bapinmas juga untuk keamanan dan pengawasan. Kalau
penyalurannya itu kan kita ada yang namanya yang hadir kan
harus tandatangan. Nah setelah ini kita menerima dari bank
siapa yang belum ngambil dan yang udah ngambil itu siapa
nah evaluasinya itu. Kalau mewakili ngambil harus satu KK.
Kalau tidak satu KK itu gak mau saya.

Informan 3: Positif
Kalau saat penyaluran itu saya hanya ini memastikan warga
saya yang dapat itu hadir, jadi sebelumnya saya yang
menyebarkan undangan, kan biasanya ada undangannya,
disuruh ngambil di balai jam sekian gitu. jadi saya
terlibatnya hanya disitu.

Informan 4: Positif
Penyaluran itu saya gak ikut dari awal sampai akhir ya,
hanya tengok-tengok aja, memastikan sudah tertib atau
belum. Paling yang memantau itu Pak Kasie, karena dia
perangkat desa yang ngurusi, yang kontekan terus dengan
pihak bank. Dan untuk penyalurannya yang saya tau
memang selalu diberikan secara tunai sampai sekarang.

Informan 5: Positif
Memang dari bank kalau penyalurannya itu mbak, makanya
disalurkan langsung secara tunai, setau saya gitu. Kalau saya
sih gak ikut waktu penyaluran, Cuma wara-wara (memberi

11
pengumuman) aja ke yang dapet untuk mengambil.

6. Untuk tahap akhir, monitoring Informan 1: Positif


dan evaluasi, bagaimana Trus kalau monitoring itu dilakukan setiap pencairan. Jadi
prosesnya? kita kan tetep laporan, kita kan ada 3 tahap, BLT DD itu ada
3 tahap, jadi gini sebelum kita fix atau belum melaporkan
kinerja kita, tidak akan bisa mencairkan tahap yang
berikutnya. Jadi monitoring tersebut, kita bisa mencairkan
tahap kedua setelah ada laporan final dari tahap pertama gitu.
Jadi kita tidak perbulan berapa kali itu nggak, tetapi kita
mengacu ke tahapan BLTnya. Kita evaluasi, kita kumpulkan
seperti tadi apakah ada yang ganda kan gitu. Kalau tidak
melihat bantuan-bantuan yang lain kan kita gak tau kan gitu.
Jadi sebelum kita menentukan KPM yang akan dapat di
tahap berikutnya itu kita cek dulu supaya gak tumpuk terus.
Memang ada desa yang penerimanya hanya itu-itu saja ya
mungkin karena tidak pernah ada yang bentrok atau
bagaimana. Tapi sekarang untuk Desa Botoreco itu lebih
ekstra. Karena warganya juga banyak kan gitu.

Informan 2: Positif
Kita setiap 6 bulan sekali bersama BPD, itu kita
musyawarah, musdessus namanya. Itu mengevaluasi itu,
yang udah terserap berapa, kan sekalian itu mengevaluasi
yang bentuk fisik dan lain sebagainya yang dari dana desa itu
sudah turun berapa persen gitu, pelaksanaannya sudah
sampai berapa persen kan gitu.

12
Informan 4: Positif
Untuk memonitor itu biasanya setelah tahapan BLT selesai,
misalnya tahap 1 selesai, itu ada perwakilan dari kecamatan
dan inspektorat kabupaten yang datang untuk memonitor,
nanti bersama saya juga selaku BPDnya, nanti bareng sama
Kepala Desa dan Pak Kasie juga. Trus nanti kalau tahap 2
begitu lagi, dan seterusnya.

Informan 6: Positif
Lewat ketua BPD biasanya mbak, jadi kalau misal ada
monitoring dari atasan itu gak semua anggota BPD ikut.
Kecuali kalau yang memonitor itu jumlahnya banyak.
Karena kan biasanya hanya 2 sampai 3, hanya perwakilan
aja, jadi langsung bersama Ketua BPDnya.

Ketepatan target dengan hasil implementasi

7. Berkaitan ketepatan baik dari Informan 1: Negatif


segi sasaran, waktu, dan target - Satu-satu ini ya, kalau dari segi sasaran saya lihat
dari implementai BLT Dana sekarang ini sudah tepat, hanya sempat waktu itu, tahun
Desa di Desa Botoreco? lalu tahun 2021 tepatnya di tahap 1nya kita sempat
kecolongan, bentrok dengan bantuan lain. Dan itu terjadi
karena satu, sebelumnya kita gak tau perkembangan
PKH dan BPNT, saya juga kadesnya gak tau siapa saja
yang dapat PKH itu, karena kan itu gak dari desa
bantuannya, sehingga desa gak tau nih perkembangan
penerima PKH dan BPNT. Kedua, ketika data penerima
PKH dan BPNT sampai ke desa, langsung kita gunakan

13
untuk mengecek data data yang sudah dikumpulkan sama
RT. La ndelalah ada beberapa nama yang ternyata di data
PKH dan BPNT sudah gak ada tapi pas penyaluran BLT
kok yo nompo PKH barang. Jadi kan dobel itu. Artinya
apa, data PKH dan BPNT ini kurang sesuai kan. Trus ada
lagi, yang sebenarnya berhak mendapat BLT DD tapi gak
punya KK. Tapi kan itu gak salah kita, karena gini, kita
kan kemarin 2020 itu perdukuh di datangi untuk
mengaktifkan KTP atau yang belum punya bikinlah
KTP. Alah wis tuo gitu. Saya sampaikan nanti kalau ada
bantuan atau apapun nek kamu gak punya KTP berarti
jangan salahkan saya. Negatif
- Pernah kejadian itu gini mbak, namanya sama tapi NIK
nya beda. Nah ini juga sempat kejadian. Itu banyak
terjadi malah mbak. Katakanlah dari Dukuh Balong
namanya Sulastri, Sulastri itu ada 4 orang misalnya, tapi
Rtnya gak sama, atau mungkin Rtnya sama tapi kan NIK
nya gak Sama. Sehingga itu pernah salah orang waktu
penyaluran, dan waktu itu dari Rtnya juga kebetulan kok
gak ndampingi. Ngerti-ngerti esokke ngomong, loh pak
kae wargaku wingi masuk BLT tapi kok ora nompo, jare
wis ono sing jupuk. Lah jebule malah sing jupuk wong
liyo tapi asmane podho. Positif
- Terus yang selanjutnya tadi apa mbak, waktu ya, ini
waktu penyaluran berarti ya. Kalau penyaluran
alhamdulilah gak pernah ada keterlambatan. Semua
untuk BLT ini sudah disalurkan dan tepat waktu semua,
jadi saya kira gak ada masalah. Yang target ini yang

14
jumlah penerima itu ya, oh oke. Jadi gini Desa Botoreco
ini bisa dibilang desa besar ya, memang penduduknya
banyak, anggarannya banyak, dan kemiskinannya juga
tertinggi disini. Makanya gak heran kalau Desa Botoreco
dikasih target untuk BLT itu kemarin 123 KPM, kalau
dipersentase sekitar 30% dari dana desa anggarannya.
Tapi kenapa kok kita hanya ambil 25 itu karena pertama
30% atau 35% itu batas maksimal, artinya saya boleh
dong ambil dibawahnya. Kedua karena hasil musdessus
sepakat kita pakai untuk pembangunan fisik saja sisanya.
Ketiga, karena kita sudah bingung mau ngasih BLT ke
siapa lagi. Negatif

Informan 2:
- Untuk sasaran insyaaAllah sudah sesuai, karena kita juga
sudah sampaikan ke semuanya jangan sampai salah
sasaran supaya gak banyak orang yang protes. Terus
untuk waktu penyaluran juga gak ada keterlambatan,
sama target ini yang apa mbak, yang kenapa gak sesuai
target 123 KPM itu, itu memang sudah kesepakatan o
mbak, yang namanya udah kesepakatan musdes kan ya
pripun nggih ya memang sepakatnya Cuma 25. Memang
dari forum itu masih ingin melanjutkan pembangunan
fisik desa, akhirnya yaudahlah kita berikan kepada 25
KPM, dan itu sudah disaring untuk diberikan ke warga
yang benar-benar
miskin. Dan salah satu alasan lain, kami juga bingung
menentukan KPMnya sebenarnya. Karena disini itu

15
ketokke gak duwe tapi jebul yo ladang e akeh. Rata-rata
seperti itu mbak, jadi ya memang melanjutkan
pembangunan fisik, tapi juga karena sudah kesulitan
memilih KPM. Negatif

Informan 4:
- Kalau salah sasaran saya kira kita nggak ya, makanya itu
tadi, kita mencoba kasih inisiatif ayo disurvey,
dicantumkan bukti kalau memang dia layak. Jadi itu
bentuk upaya supaya gak salah sasaran. Kalau dobel itu
pernah kejadian di tahun 2021 awal itu, dan itupun antara
data dinsos yang gak valid, tapi setelah itu langsung kita
ganti lagi. Jadi hanya sekali aja itu kejadian. Untuk
waktu, sejauh yang saya ikuti penyaluran selalu tepat
waktu. Sementara untuk ketepatan target, dari Dinas
PMD sendiri mengambil keluarga yang termiskin biar
istilahnya Desa Botoreco itu bisa melakukan
pembangunan fisik. Sehingga waktu musdes itu
disepakati agar BLT-DD sebagian tidak disalurkan.
Bukan karena gaktau persentasenya, kami tau harus
disalurkan berapa, cuma ya itu tadi memang plotnya
memang sudah di atur waktu itu sekitar 480juta sekian
lah uangnya untuk BLT-DD untuk sekita 120an orang
penerima. Tapi kan anjurannya diminta untuk mengambil
masyarakat yang termiskin, yaudah kita ikuti, akhirnya
kuta hanya mengambil 33, kemudian dikurangi lagi
tinggal 20an sekian saja. Karena sisanya dipakai untuk
fisik. Sebenernya angka 30% itu sumbernya karena DD

16
kita banyak mbak, paling banyak se kecamatan dan
warga kita banyak. Makanya diarahkan seperti itu. Negatif

Informan 3:
- Oh kalau itu saya beneran gak tau, wis tak takoni jare 5
sasi rak entok bantuan, akhire tak masukke BLT to mbak,
la kok malah entok e dobel. Kalau kejadiannya kok bisa
dobel itu saya kurang paham, kan saya hanya ngusulke
mawon. Kebeneran dobelnya kenapa bisa gitu saya
kurang paham. Sama waktu itu, ada yang memang butuh
mbak, kebetulan RT saya juga. Tapi sayange kok gak
punya KK, trus saya tanyakan, wah gakbisa katanya,
karena syaratnya harus pakai KK. Nggih sami mbak,
saya hanya mengikuti arahan saja ya mbak, ya kalau
dimintanya 25 saja ya kami sebagai RT mengikuti.
Awalnya itu 33, kemudian pas musdes diseleksi lagi
akhirnya 25 itu. Kalau soal pembangunan fisik ya kalau
saya dikasih pilihan mau nambah BLT atau
pembangunan ya mending pembangunan to, bisa
dirasakan semuanya. Sementara BLT yang dapet hanya
berapa, protesnya itu yang malah lebih banyak. Negatif

Informan 5:
- Sesuai pengalaman saya, saya kan sudah mengusulkan
beberapa nama, nggih sampun ngoten mawon.
Dadosipun misal ada yang dobel ya saya anggap resekine
wae lah, tapi kan setelah itu sama musdes langsung kita
ganti mbak tahap berikutnya yang dobel itu. Wah kalau

17
itu saya gak paham ya, tapi kalau kesepakatan itu
memang benar. Awalnya kan memang dari teman-teman
itu semacam usul gitu pembangunan jalan salah satunya.
Nah di satu sisi kok ada kebijakan BLT ini. Jadi akhirnya
kesepakatan biar bisa dua-duanya jalan ya itu mungkin
ya BLTnya sedikit dulu. Sisanya tetap ke PPKM dan
pembangunan. Tapi itu tahun lalu mbak, kalau sekarang
gak segitu, malah jauh lebih banyak nambahnya. Negatif

Informan 6:
- Sebenarnya saya juga ikut mendukung pembangunan
fisik sih mbak, karena ya gimana ya kalau BLT itu
istilahnya udah ada banyak bantuan kan, jadi saya kira
udah cukup. Kalau misalkan untuk pembangunan fisik
seperti jalan di nglencong itu buruk banget sekarang
sudah mendingan karena pembangunan itu tadi, dan
bahkan lebih bisa dirasakan oleh banyak orang to
daripada BLT.

Faktor pendorong dan faktor penghambat

8. Sejauh yang anda ketahui, apa Informan 1: Positif


tujuan dari BLT Dana Desa? Gini, sebenarnya tujuannya BLT itu untuk membantu
meringankan, membantu meringankan lo ya. Tapi yo piye,
padahal uang itu untuk menunjang ekonomi. Minimal
ditukokke pitik opo wedhus kan akan bertambah nantinya.
Tapi gaya hidup warga kita gak seperti itu. Bar entok duit
yowis entek langsung.

18
Informan 2: Positif
Tujuannya ya itu, untuk meringankan beban masyarakat
yang kurang mampu, sesuai intruksinya Kementerian Sosial,
setelah itu kan kriterianya itu kan kembali ke tadi itu kan,
intinya dari desa itu hanya menjalankan program dari
pemerintah, untuk membantu meringankan, bukan
membantu sepenuhnya.

Informan 3: Positif
Tujuannya ya untuk membantu orang yang kesusahan,
apalagi pas pandemi begini kan semua naik ya harganya,
kebutuhan pokok itu jadi mahal-mahal apalagi minyak
goreng itu kemarin walah, jadi ya adanya BLT ini tujuannya
untuk bisa membantu itu.

Informan 4: Positif
Bantuan langsung tunai itu kan sebetulnya kalau menurut
saya itu mengcover, istilahnya warga khususnya Botoreco
yang kesulitan, yang miskin, yang belum dapat bantuan dari
Dinas Sosial. Karena saya melihat itu Dinas Sosial itu
baisanya kalau ada laporan dari perangkat biasanya gak
tercover. Terus disusuli dengan bantuan BLT-DD ini yang
belum tercover atau masuk dari Dinas Sosial itu dimasukkan
ke BLT-DD.
Positif
Informan 5:
Yang jelas untuk meringankan, ya kayak program-program

19
bantuan itu lah mbak, wong sebenere podho wae, hanya beda
nama bantuannya saja.
Positif
Informan 6:
Yang saya pahami yang namanya program bantuan itu kan
untuk membantu yang sekiranya masih kurang, ya sama
halnya BLT DD ini kan gitu konsepnya, untuk meringankan,
untuk membantu kebutuhan dasar.

9. Berkaitan dengan SOP Informan 1: Positif dan negatif


pelaksanaan program, Kalau standar itu jelas mengikuti dari pusat. Kita tetap
bagaimana regulasi atau mengikuti aturan dari menteri dan pak bupati
peraturan yang digunakan mengarahkannya seperti apa. Ada dana desa sekian, diambil
sebagai standar pelaksanaan sekian persen untuk BLT untuk warga miskin. Dengan
dalam mengimplementasikan kriteria penerima yang sudah disebutkan tadi. Jadi dari pusat
BLT Dana Desa? Apakah itu ke pemerintah daerah biasanya lewat dinas juga, trus kita
standar tersebut sesuai dengan juga tiap tahuh kan pasti ada perbub tentang ini dana desa
kondisi masyarakat di Desa harus untuk apa aja. Kalau BLT kan sebetulnya sama ya
Botoreco? dengan bantuan pada umumnya, hanya sumber uangnya
yang beda. Jadi kita masih pakai yang permendes nomor
berapa ya, nomor 6 kayanya, yang awal banget itu. Trus oleh
Pak Bupati kan ada perbub juga, yang mengatur pembagian
dana desa juga peruntukannya. Itu kalau gak salah nomor 70,
eh 77 nomornya, yang sisinya itu penggunaan dana desa. nah
untuk kesesuaiannya, saya rasa kalau tujuan sesuai sesuai
saja wong siapa sih yang gak pengen dibantu kan gitu. nah
tapi untuk kriteria sasarannya ini yang agak gimana ya. Jadi
gini, ambil satu contoh aja masalah kehilangan pekerjaan di

20
sini itu sebenarnya gak ada tapi diregulasi itu harus begitu,
rata-rata di desa itu pasti punya pekerjaan, hanya saja
memang gak menentu, karena kan kebanyakan petani, buruh
tani. Makanya saya katakan di desa itu sebenarnya gak
begitu merasakan dampaknya. Tapi yo arep piye meneh,
aturan dari pusat kudu diwenehi bantuan, yowis kami
jalankan. Tapi untuk yang tadi yang gak terdata itu memang
betul. Kita cari yang belum dapat bantuan PKH sama BPNT
itu kita saring. Sama paling yang itu yang keluarganya sakit.
Tapi rata-rata orang tua yang sepuh, yang gak diurus anak,
atau yang gak punya sumber penghasilan itu diusulkan.

Informan 2: Positif dan negatif


Mengikuti dari atas. Dasar hukumnya kan dari pemerintah
pusat, dari pemerintah pusat itu harus menyalurkan BLT-DD
yang bersumber dari dana desa sebanyak 60%. Itu harus
tersalurkan. Yang sekian persen itu ada untuk PPKM
mikronya, jadi ya sumbernya dari situ. Kita sesuai dengan
prosedurnya. Pokoknya kita mengikuti aturan dari pusat.
Aturannya saya tau mbak, tapi detailnya lupa itu nomor
berapanya. Karena kan pak lurah selalu share ke grup wa
begitu, biar kita semua tau, waktu musdes juga dijelaskan
sih, tapi ya kalau untuk menghapal sedetail itu saya gak tau.
Tapi yang jelas kan intinya tau, oh ternyata harus begini,
diberikannya begini, teknisnya paham. Kalau saya menyoroti
di sasaran mungkin ya mbak, kalau disini itu sebenarnya
orang kehilangan pekerjaan itu gak ada. Karena adanya
covid kan sebenarnya ditingkat desa imbasnya tidak terasa.

21
Yang terasa kan di wilayah perkotaan. Kalau disini, ngambil
orang yang gak punya pekerjaan itu juga kesulitan. Cuma ya
aturannya itu yang namanya orang kehilangan pekerjaan itu
kan tidak bekerja sama sekali. Ya terpaksa kita kriterianya
sesuai dengan lingkungan dukuhan masing-masing, itu kalau
kamu memang sudah tau kriteria di dukuhan itu memang
orangnya kurang mampu ya silahkan untuk diusulkan.

Informan 3: Negatif
Kalau detailnya standarnya yang secara tulisan itu saya gak
begitu tau ya. Saya taunya ya hanya penyampaian dari Pak
Lurah waktu musdes itu kan disampaikan kalau kita ada BLT
gitu aja. Sehingga kalau ditanya sesuai atau tidak ya semoga
sesuai, karena yang saya kerjakan hanya sesuai perintah aja.

Informan 4: Negatif
Kalau aturan hukumnya saya belum tau masalah dana desa
itu, tapi kalau yang saya ketahui segelintir tentang BPD saja.
Kalau soal dana desa ini belum tau. Tapi kan yang jelas
seperti saya ngomong tadi, dari Dinas PMD diambil keluarga
yang termiskin, dan orang tua yang tidak di urus anaknya
atau hidup sebatang kara.

Informan 5: Negatif
Standarnya yang disampaikan dimusdes. Wis tuo mbak gak
mudeng, yen ngakone ngene yo manut saja.

Informan 6: Positif dan negatif

22
Sebelumnya itu kami dapar aturan dari kabupaten yang
isinya petunjuk pelaksanaan lah, tapi saya gak tau persisnya
nomor aturannya intinya dari kabupaten. Nah disitu ada
beberapa kriteria dan mekanisme apa yang harus di jalani.
Kalau mekanisme saya rasa gak ada masalah ya, hanya untuk
kriteria ini kurang sesuai menurut saya masih ada bentrok.
Karena gini kehidupan di desa itu susah intepretasinya.
Misalkan orang ini kelihatan kaya, rumahnya bagus, tapi kan
gak menjamin, padahal sebenarnya dia kurang mampu. Ada
yang rumahnya jelek, tapi sebenarnya kaya punya sawah
banyak tapi gak mau bangun rumah. Jadi kriteria yang
dimaksudkan di pentunjuk itu kurang sesuai sama
masyarakat sini.

10. Bagaimana ketersediaan sumber Informan 1: Positif


daya manusia yang terlibat Mengenai sumber daya saya rasa gak ada kendala ya, gak
dalam implementasi BLT Dana ada. Karena kita bekerja sama dengan semua unsur ya.
Desa? Bagaimana kondisi dari Apalagi di Satgas itu kan gak hanya perangkat saja, tapi
segi kuantitas maupun semua unsur jadi satu. Penanggungjawab semuanya tetap
kualitasnya? kepala desa. Kemudian bendahara, karena bendahara tetep
memantau kaitannya dengan duit kan. Bendahara koordinasi
dengan operator sama kasie. Jadi tiga orang tersebut, yang
akan mendampingi penerimaan, walaupun yang
menyalurkan itu bank. Kemudian kalau RT itu mengusulkan
warganya yang ini lo yang layak, pendataan kan musdesnya
disini. Pendataan tetap langsung di operator desa. Tapi RT
tersebut kan punya data, di Rtku ini ini ini, semua
dikumpulkan di operator diperangkat. Jadi semuanya tau kan

23
gitu. Yang dari luar, luar pemerintah desa ya itu dari bank,
karena bank yang memberi dana langsung ke penerima, sama
Bapinmas Bapinsa keamanan, tapi mereka itu hanya waktu
penyaluran tugasnya. Kalau dari kuantitas itu sudah lebih
dari cukup, RT nya saja ada banyak kan, sehingga gak ada
kekurangan dari segi jumlahnya. Kalau dari kualitas, ya gitu-
gitu aja, ya memang ada beberapa yang sudah sepuh yang
barangkali kemampuannya jelas bedalah sama yang muda-
muda, tapi disini istilahnya itu saling membantu. Jadi
insyaaAllah kinerja gak akan terganggu.

Informan 2: Positif
Cukup, cukup mbak, karena kan kita gak hanya perangkat
saja. Justru perangkat desa gak begitu apa ya istilahnya gak
melu langsung. justru kita itu melibatkan dari perangkat desa
setempat dari RT. Detailnya dari Satgas itu kan isinya ada
Perangkat, dari Kader Posyandu, dari Bapinsa, Bapinmas,
Lembaga, RT, RW, semua terlibat. Gak semuanya campur
tangan di BLT. RT sama RW yang mendata warganya. BPD
yang menindaklanjuti. Tapi karena putusan akhir itu lewat
musdes, yang mana kalau musdes semua perwakilan pasti
ada. Sehingga semua unsur tetap diundang untuk memberi
suara, meskipun gak ikut kiprah mendata. Jadi saya rasa
ketersediaan sdm kita sudah cukup memadai, sementara dari
segi kualitas, ya namanya orang gak semuanya pinter kan
gitu. tapi karena sejak awal sudah disosialisasikan, sudah
diberitahu, jadi semuanya sudah mengerti apa yang harus
dilakukan.

24
Positif
Informan 4
Ya kalau untuk orang-orangnya sih sudah cukup saya kira,
karena kita istilahnya punya banyak pasukan, apalagi dari
RT kan banyak. Kalau untuk BPD sendiri juga cukup lah,
karena kan keanggotaan BPD itu paten mbak, istilahnya
sudah ada yang mengatur jumlahnya harus berapa. Misalkan
kekurangan orang misal kayak ngambil gambar ke rumah-
rumah palingan kita dibantu dengan perangkat desa yang
lain.
11. Bagaimana sumber daya Informan 1: Positif
anggaran yang digunakan dalam Seperti yang saya bilang tadi to, kalau penganggaran kita
proses implementasi BLT Dana dari desa tidak punya hak gitu. Karena memang dana dari
Desa? apakah sudah pusat sekian banyak, 40% untuk BLT DD, 20% untuk
mencukupi? Ketahanan pangan, dan yang 8% tersendiri itu kan memang
untuk PPKM Mikro. Jadi untuk 100% desa kebijakannya
desa hanya tinggal 32%. Sementara 68% sudah diatur dari
atas. Jadi kalau anggaran nek diarani aman yo aman, tapi
kalau diarani kurang ya kurang. Anggaran berapapun akan
kurang. Tapi ya kalau untuk BLT DD malah lebih to. Itu kan
dari 40% sudah dilebihke sitik. Karena minimal 40% bisa
juga 70% tergantung kebutuhan desa. Nek tak umbulno
sampek 50%, nanti yang lainnya gak uman podho wae.
Karena gini, dari yang turah 30% itu kan untuk anggaran
yang lain. untuk kesehatan, pendidikan, anak balita, stunting,
itu kan dari situ. Termasuk penganggaran kader-kader
posyandu yang membantu kesehatan di desa. Nek iku tak
umbulno meneh, la mereka-mereka iku sing meh bayar sopo

25
meneh kan gitu.
Positif
Informan 2:
Sumber daya anggaran ya dari dana desa itu, yang dari
sekian persennya itu. Jadi kan tahun 2021 itu ada
1.400sekian lah dana desa kita. Nah 8% kan memang untuk
PPKM kalau gak salah, 30% untuk BLT arahannya seperti
itu. Jadi yang tahun 2021 untuk BLT itu 90 jutaan untuk 25
KPM selama setahun yang diambil dari 6,1% dana desa.
Beda kalau tahun sekarang, jauh lebih banyak sampe 40%
lebih hanya untuk BLT. Sehingga untuk anggaran ya bisa
dikatakan cukup lah. Ya kalau misalkan ada yang kurang itu
kan Pak Kepala Desa diambilkan dari PAD, karena kan desa
kita juga punya PAD. Tapi ga kalau untuk BLT-DD DD
anggarannya cukup. Jadi mengenai sumber daya saya rasa
gak ada kendala ya, gak ada. Positif

Informan 4:
Gak ada kekurangan, karena ya gimana ya mbak kan dana
desa kita paling banyak he he. Makanya kan karena pandemi
kegiatan dikurangi jadi kita bisa mendahulukan
pembangunan jalan, BLT juga. Ya kalau ditanya cukup atau
nggak bisa saya katakan kalau anggarannya cukup dan lebih
malah.

12. Bagaimana komunikasi dan Informan 1: Positif


koordinasi yang terjalin antara Komunikasi kita baik, kalau di kantor begini kan juga sering
tiap-tiap unsur yang ada dalam ngobrol atau mau diskusi biasanya. Kita juga kan ada grup,

26
Pemerintah Desa, kaitannya ada grup di wa. Misal kepala desa telah menyelesaikan
dengan proses implementasi bahwa jam ini ini saya kasihkan. Nanti semuanya kan jadi
BLT Dana Desa? tau. Dan setelah tau itu langsung getok tular door to door ke
yang lain. Kalau rapat ya lewat musdes itu. Kalau gak ada
perubahan ya gak ada musdes. Kalau ada perubahan kita
harus musdeskan lagi kan gitu. Sesuai KPM yang kita
tentukan.

Informan 2: Positif
Hubungannya sejauh ini baik semua, karena kan ini program
berlangsung terus ya. Jadi ya setiap mau ganti tahapan itu
selalu kita ada koordinasi baik langsung maupun gak
langsung. Koordinasinya setiap waktu ada, karena kita ada
grup whatsapp nya. Kalau ada apa-apa pasti Pak Kades tau.
Sudah baik lah Koordinasinya.

Informan 3: Positif
Baik mbak, efektif juga meskipun kami banyak lah yang gak
begitu paham wa gitu-gitu tapi kan ada telpon biasa, dadi yo
iso kabar-kabaran. Trus ibarate kita ya meskipun RT, karena
di saya kan gak ada bayan, tapi ada pak lurahnya, jadi saya
sama RT kalau ada apa apa langsung konsultasi ke Pak
Lurah.
Positif
Informan 4:
Ya kalau masalah koordinasi atau komunikasi kita baik, kita
gak pernah ada gap. Masalahnya BPD sendiri sekarang itu
dengan BPD yang dulu kan beda. Kalau sekarang BPD itu

27
mitra kerjanya kepala desa. Apa yang dibutuhkan kepala
desa, BPD yang mengusulkan. BPD cuma dapat informasi
dari masyarakat, nanti yang menyalurkan pemikiran
masyarakat kita yang mengajukan di musdes. Dimana disitu
terdapat ada kepala desa, BPD dan LKMD. Kita selalu ada
komunikasi baik. Komunikasi biasanya lewat musyawarah
desa bisa, terus kalau ada masalah itu biasanya BPD
diundang atau kita ngantor bareng-bareng terus kita ngobrol
bareng dengan kepala desa. Permasalahan antara BPD
dengan kepala desa saya rasa gak ada ya gapnya.
Positif
Informan 5:
Berjalan dengan baik, baik-baik aja.
Positif
Informan 6:
Komunikasi kita sih baik, selalu berjalan dengan baik
koordinasinya. Hanya saja kadang adu pendapat itu wajarlah
ya namanya manusia. Tapi setelah dibicarakan ya baik-baik
saja. Koordinasi masih terus berjalan.

13. Bagaimana komunikasi dan Informan 1: Positif


koordinasi yang terjalin antara Ya sama saja, baik juga, komunikasi jalan terus, koordinasi
Pemerintah Desa dengan juga. Jadi koordinasi itu kan gak sama pemerintah saja, tapi
stakeholder lain diluar juga dengan yang lainnya, seperti dengan dinas sosial itu
pemerintah desa dalam proses terkait data PKH atau BPNT, kalau kita gak saling
implementasi BLT Dana Desa? berkomunikasi kan gak akan tau kita siapa saja yang dapat
PKH ataupun BPNT. Jadi ada bantuan opo jenenge PKH
BPNT, semuanya dari Dinas Sosial. Sedangkan Dinas Sosial

28
seandainya gak ada covid ini mungkin PKH dan BPNT itu
desa gak boleh tau mbak. Dulunya gak boleh tau, karena
benturan dengan itu dan tidak boleh ganda, akhirnya dari
pihak desa diberi kewenangan boleh menanyakan siapa siapa
wargaku yang dapat. Nah makanya perlu adanya komunikasi
itu tadi kan supaya saling tau.

Informan 2: Positif
Kalau saya sih biasanya berhubungannya dengan operator
dinas sosialnya yang tau datanya. Karena kan gak boleh
dobel, jadi harus tau ini siapa saja yang sudah tercover kan
gitu.
Positif
Informan 4:
Kalau yang disampaikan oleh Pak Kepala Desa itu sih
komunikasinya baik ya, buktinya sampai sekarang gak da
konflik, yang diperintahkan pemerintah juga nyatanya
sampai ke kita, nah itu kan artinya komunikasinya jalan
terus. Sehingga ada arahan untuk BLT, ya ayo kita juga turut
menjalankan.

14. Bagaimana hambatan Informan 1: Negatif


komunikasi yang dialami Kalau dengan perangkat saya sebenernya gak ada, ya
kaitannya dalam proses meskipun gak semua paham wa, tapi kan informasi itu bisa
implementasi BLT Dana Desa? sampai dengan getok tular tadi, jadi saya rasa itu aman.
Hanya saja waktu dengan dinas sosial terkait data itu
sebenernya ya komunikasi aman, tapi kok seperti waktu itu
kita masukkan 25 di tahap pertama, ternyata setelah

29
penyaluran kok menerima pencairan lagi mereka dari
bantuan lain, akhirnya kita musdes pengganti 25 tersebut.
Nah itu juga terjadi karena data PKH dan BPNT yang gak
update, jadi yang disampaikan oleh dinas sosial itu gak
update. Akhirnya kan seperti ganda dapat ya. Oh ini kadang
itu kalau musdes ada beberapa yang gak datang, nah itu yang
jadi masalah, di musdes kita sampaikan banyak hal, oleh
karena dia gak datang akhirnya informasi yang dia pahami
kan gak sesuai kadang.
Negatif
Informan 2:
Gak ada masalah, semua berjalan dengan baik, hanya yang
data ganda itu tadi, tapi kan bukan salah kita sebenarnya,
memang dari dinasnya yang menyampaikan data yang gak
update, gitu aja.

Informan 3: Positif
Gak ada mbak kalau dari saya gak ada masalah,

Informan 4: Negatif
Paling ini sih anggota yang lama bales grup. Kadang kita itu
butuh survey cepet, malah infonya lama diterima, bukan
salah saya yang menyampaikan, tapi salah dia yang gak buka
grup. Selebihnya gak ada masalah.

Informan 6: Negatif
Komunikasi kita sih baik, selalu berjalan dengan baik
koordinasinya. Hanya saja kadang adu pendapat itu wajarlah

30
ya namanya manusia. Tapi setelah dibicarakan ya baik-baik
saja. Koordinasi masih terus berjalan.

15. Menurut Anda (kepala desa) Informan 1: Positif


bagaimana kompetensi yang Kalau SDM ya kemampuannya ya ginilah, ada yang kurang,
dimiliki oleh pemerintah desa tapi ya dikita itu saling menutupi dan saling membantu.
kaitannya dalam Kadang gini, perangkat-perangkat itu kan ada yang produk
mengimplementasikan BLT lama, jangankan ini android aja angel apalagi komputer kan
Dana Desa? gitu. Karena wis tuo-tuo kan gitu. Alhamdulillah kan ada
yang baru-baru ini, jadi tetep bisa menutupi kekurangan yang
lama tadi gitu aja. Dan dikondisi itu pemerintah kita tetep
berjalan. Yang penting kan itu, bisa telpon dengan wa bisa
telpon langsung ke nomer hp kalo yang gak bisa wa. Dan
minta tolong dengan teman yang bisa.

Informan 2: Positif
Ya kalau ditanya semua memahami, saya rasa semua paham
ya. Karena sudah dijelaskan sejak awal tugasnya apa saja
kan gitu. RT RW nya juga aktif, la wong mereka juga
menerima honor kok. Walaupun 50rb perbulan, makanya
mereka aktif.

Informan 4:
Kalau ada apa-apa itu kan pasti disampaikan di musdes ya,
nah kebetulan musdes itu biasanya saya yang mbuka dan
memandu. Jadi saya kira semua paham karena sudah
dijelaskan di awal. Nah untuk BPD sendiri juga saya sudah
pastikan untuk ikut mengawal, karena kan BLT ini juga

31
tanggungjawabnya BPD, gak hanya kepala desa saja. Yo
meskipun tetep ketuane sing kudu aktif.

16. Bagaimana pemahaman anda Informan 2: Positif


terhadap tugas dan peran yang Kalau saya sebenarnya kan kasie kesra, yang ngurusi
anda jalankan dalam urusang sosial dan kesejahteraan, semacam bantuan ini kan
mengimplementasikan BLT salah satu urusan bagian saya. Jadi bisa dibilang juga ikut
Dana Desa? apakah peran bertanggungjawab dalam pelaksanaannya. Nek ditakoni
tersebut sesuai dengan cakupan sesuai atau nggak, ya sesuai bagi saya. Dan saya juga biasa
urusan anda? mengurusi hal semacam ini.

Informan 3: Positif
Kalau saya itu mengusulkan sama RT yang lainnya itu sama.
Sebelumnya saya sudah punya data, saya mengusulkan,
kemarin lansia ada yang saya usulkan karena punya stroke
sudah 2 tahun alhamdulillah kemarin sudah dapat bantuan.
Anaknya kaya, tapi kan orangtuanya gak bisa berobat. Saya
kan ada PKH, ada BPNT, yang sekiranya sudah dapet itu
berarti ya gak dikasih. Jadi yang sudah dapat PKH yasudah,
BPNT ya sudah gitu. Selain itu membagikan brosur juga
untuk yang dapat, kan kemarin yang dapat dari balai desa,
membagikan brosur yang undangan itu secara langsung ke
penerimanya. Sesuai sesuai saja mbak, la kalau gak ada RT
kan Pak Lurah gak bisa menjangkau satu satu, apalagi
Botoreco ini luas, dusunnya saja ada 9.

Informan 4: Positif
Kalau saya selaku BPD itu sebagai pengawas, yang

32
memimpin sama yang membuka kalo BPD di musdes itu.
Kalau BPD itu mengusulkan untuk di cek lokasi (survey), itu
biar antara si A dan si B itu bener-bener kita datangi untuk
mengetahui opo itu jenenge tingkat kemiskinannya, itu
usulan BPD memang begitu. Kalau menurut desa itu kan dari
RT, dari perangkat. Tapi kan saya kurang pas lah, karena kan
usulan nanti malah ternyata yang diajukan justru orang
terdekat, jadi dari BPD itu sifatnya harus netral, bener-bener
untuk mendata warga saya itu bener-bener tingkat
kemiskinannya terendah. Jadi kita se tim survey. Oiya bener
ini yang harus dikasih anggaran dari dana desa, ini yang
tidak. Biar gak kayak bantuan sebelumnya itu banyak yang
salah sasaran sebenarnya, agak semrawut lah datanya, asal-
asalan. Jadi kita gak mau seperti itu. Kesesuaiannya ya sudah
sesuai, sudah jadi tugas dan fungsinya BPD untuk membantu
kepala desa.

Informan 5: Positif
Mendata kan, wis pokoke manut perintah saja kula niki.
Karena saya sudah gak seaktif yang lain pergerakannya, jadi
kadang-kadang mendata juga dibantu sama kanan kiri rumah
mbak.

Informan 6: Positif
Sebagai anggota BPD mungkin tugasnya gak sebanyak
Ketua BPD, mbaknya juga sudah wawancara to dengan
Ketuanya. Jadi kalau saya sebagai anggota ya mengikuti saja
apa yang diperintahkan ketua. Kaitannya minta survey ya

33
saya lakukan dengan teman-teman yang lain. Sehingga yang
lebih aktif itu sebenarnya ketua BPD nya. Dalam artian
seperti monitoring begitu itu kan ketua saja cukup, sudah
diwakilkan lah istilahnya, makanya sibuk itu sekarang pak
ketua.

17. Bagaimana tingkat pengawasan Informan 1: Positif


terhadap proses implementasi Tingkat pengawasan ee ya itu tadi to yang saya jelaskan,
BLT Dana Desa? yang monitoring tadi itu kan salah satu bentuk pengawasan.
Sekarang ini pemerintah lebih ini menguatkan pengawasan,
segala sesuatu harus ada laporan, yen gaono SPJne podo
karo bohong kalau sekarang. Dan untuk BLT ini kan sudah
tersalurkan dan kita sudah memberi apa itu bentuknya SPJ
kan gitu. Selain tertulis harus ada bukti gambar. Sama yang
diini, penyaluran itu ada keterlibatan bapinsa, babinmas, itu
juga bentuk pengawasan pada saat penyaluran, biar uang itu
benar-benar diterima ke orangnya.

Informan 2: Positif
Tingkat pengawasan disini baik ya termasuk dalam
pelaksanaan BLT itu baik lah saya katakan. Laporan selalu
detail, peninjauan dari atasan selalu ada meskipun gak setiap
hari, tapi kan setiap tahapan selesai selalu ada yang
memonitor, jadi saya rasa tingkat pengawasannya sudah
lebih bagus sekarang ini.

Informan 4: Positif
Untuk pengawasan yang saya tau itu memang ada dari pihak

34
kecamatan bersama inspektorat kaitannya untuk memastikan
duit BLT ini bener untuk BLT atau untuk yang lain, bersama
saya juga itu, ya sekarang ini BPD itu memang harus bisa
mengawasi juga, makanya kenapa setiap ada musdes ataupun
monitoring semacam ini, BPD selalu ikut.

18. Bagamana hubungan Informan 1: Positif


Pemerintah Desa dengan Sebenarnya hubungan desan pemerintah kabupaten kita baik,
pemerintah pusat maupun kalau ada apa-apa selalu melapor kan gitu, dari pemerintah
kabupaten? kabupaten pu misal pusat punya kebijakan apa dari
kabupaten menyikapi, misale kudu dijalankan oleh desa,
arahannya juga pasti ke desa, makanya kan kita ada grus
kades, salah satunya ya untuk itu, untuk saling berhubungan.

Informan 2: Positif
Biasanya kalau dari pemerintah kabupaten itu lewatnya
langsung Pak Kades nggih, karena kan saya perangkat, jadi
yang tau duluan kan Pak Kades, baru disampaikan ke kami.

19. Apakah terdapat dukungan Informan 1: Negatif


ekonomi dalam pelaksanaan Kalau dukungan secara ekonomi dalam bentuk materi itu gak
BLT-Dana Desa? Bagaimana ada, karena kan BLT itu dari anggaran desa, dari dana desa
bentuk dukungan tersebut? jadi ya dari segi ekonomi cuma mengandalkan dari dana desa
saja. Kondisi ekonomi di Botoreco itu sebetule nek diomong
gak apik itu salah, karena gini, dari pajak bumi dan
bangunan rangking satu itu Botoreco, dadi nek pajak tanahe
akeh dadi ekonomine tetep apik. Berarti lahan pertanian
Botoreco artinya kan luas. Itu yang masuk PBB, belum yang

35
petani hutan. Petani hutan karena Botoreco dikelilingi hutan,
jadi untuk ekonomi sendiri Botoreco aman sebetulnya. Tapi
tergantung, aman gak tergantung kerjo opo ora. Jadi masalah
ekonomi itu tergantung mereka, tergantung pribadi mereka
masing-masing.

Informan 2: Negatif
Gak ada kalau dukungan ekonomi itu, cuma ini gaktau
masuk dukungan atau justru hambatan dimana perekonomian
warga disini itu gah jauh-jauh banget. Makanya kalau
disuruh milih mana yang termiskin itu sebenere agak susah.
Karena kalau disini ekonomi warga ya rata-rata lah, 45%
cukup. Banyak yang masih berkecukupan. Tidak ada yang
sampai gak bisa makan itu gak ada. Kebanyakan bekerja
petani sama perantauan biasanya yang anak-anak mudanya.

Informan 4: Positif dan negatif


Kalau dukungan ekonomi gak ada karena semua kan diambil
dari dana desa. Ya paling kan pembangunan tertunda, trus ya
beberapa hal juga tertunda. Kalau dukungan lainnya itu
paling dari PAD kalau misalkan bener-bener butuh. Cuma
sejauh ini keseluruhan dari BPD. Kalau melihat kondisi
ekonomi masyarakat seblum dan sesudah BLT-DD itu ya
saya rasa sama aja ya, gak ada bedanya. Cuman kadang itu
kalau BLT-DD itu saya rasa tetep terbantu ya saya rasa,
karena kan yang dapet juga yang bener-bener butuh. Kecuali
bantuan yang lain itu mohon maaf saja kan gak dari desa
datanya gak melibatkan desa, jadi ya kadang ada yang

36
dipakai foya-foya itu ya ada.

20. Apakah terdapat dukungan Informan 1: Positif dan negatif


sosial dalam pelaksanaan BLT- Kalau ini saya rasa semua mendukung, ibarate sopo wonge
Dana Desa? bagaimana bentuk sing gak gelem diwenehi duit. Yen iso malah kabeh
dukungan tersebut? diwenehi kan ngono. Tapi disamping itu juga tetep ada yang
iri-irinan. Karena rupa duit itu jangankan yang gak punya,
yang kaya aja arep-arep kok. Jadi semacam protes dari
masyarakat itu biasa mbak. Mulai 2020 sampai 2022 itu
alhamdulilah saya banyak panen pisuh. Tapi ya gakpapa,
adanya itu kan karena ada kecemburuan karena dia gak dapat
kan. Memang gak ada yang bisa dipuaskan. Karena apa,
anggaran segitu. Anggaran 2 milyar pun tidak akan cukup.
Karena apa, kebutuhan orang disana itu yang berhak
mendapatkan hanya berapa KK, beberapa KPM. Sedangkan
di Botoreco kan 2.100 sekian KK. Nek sing entok mung 168
KPM, kan yang lain masih belum kan gitu. Itupun sudah
anggaran 600juta koma sekian kan gitu.Kondisi sosial ya
rata-rata lah biasa, tapi alhamdulillah semua dusun ini selain
Ngrapoh, ada dukuh yang memang dijak sosial tapi angel ki
yo ada nek sing liyane gotong royong masih mau.
Kepeduliannya masih ada. Tapi mereka ya adalah yang susah
koyo diajak kerja bakti jare mosok wis 2020 iseh ono kerja
bakti. Padahal saling membantu iku yo menjadi suatu
keharmonisan keluarga.
Positif dan negatif
Informan 2:
Kalau dukungan sosial saya kira lebih ke pengaruhnya ya.

37
Karena kalau ditanya masyarakat mendukung atau tidak, itu
pasti semua mendukung, tapi sayangnya gak semua bisa
dikasih bantuan. Kondisi sosial di Botoreco itu ya dibilang
sudah menginjak di atas pra sejahtera itu juga bisa. Bisa
dikatakan sejahtera juga bisa, dikatakan di bawah sejahtera
juga bisa. Dibilang sejahtera, tapi kenyataannya data dari
dinsos kemiskinannya masih tinggi, kita masih di garis
merah. Kemiskinan di Botoreco masih sekian persen. Kita
bilang kurang sejahtera, nyatanya warganya masuknya di pra
sejahtera. Makanya kita kan beda ya di lapangan dengan di
data kan beda. Di data seperti ini, padahal kenyataannya di
lapangan seperti itu, punya sawah luas, sapinya lima. Kan
beda jadinya. Angka kemiskinan kalau di Botoreco
sementara ini di grafiknya Kabupaten Blora itu Kecamatan
Kunduran tertinggi. Karena penerima BPNT itu ada 478
orang, PKHnya 110 orang, BSTnya itu 100an ada kemarin,
tapi kan data itu sebenarnya ngawur, yang dikembalikan juga
banyak. Makanya saya bilang kesulitan penyaluran BLT-DD
nya kan disitu. Sudah tercover sekian banyak, padahal di
DTKS saya hanya 634 penerima untuk yang keluarga
miskin. Sudah dicover dari BPNT saja itu sudah 478,
PKHnya sudah 110, La kok masih BLT-DD 168, la kan
kelebihan sebenarnya. dan kalau bantuan ini semakin
bertambah itu justru gak kebantu loh, malahan kemiskinan
itu makin tinggi, kalau warga yang menerima bantuan itu
bertambah. Negatif

Informan 3:

38
Ya pengaruh kayak gitu wajar ya, dari dulu lah, apapun
bantuan sudah dilakukan seadil-adilnya tetep ada yang,
Apapun keadilane awake dewe, artine wis disaring mana
yang pantas, tetep ada aja yang protes, tapi ya hanya sehari
dua hari, kalau udah berjalan ya sudah, mau protes
gampangane gak dapet ya saya katakan yang data bukan saya
(bantuan diluar BLT), la ternyata data ini kan keluar e dari
sana. Saya kan hanya membagikan undangan ke siapa-siapa
saja yang dapat gitu aja. Gak panjang lebar alasannya cuma Positif
itu.

Informan 4:
Kalau masalah BLT-DD itu saya rasa masyarakat semua
mendukung ya, cuma kadang ya ada yang bilang wong koyo
ngono kok entok bantuan, ya wajarlah. Cuma saat ini BLT-
DD itu gak kaya gitu, karena milihnya juga bener-bener Negatif
surveynya.

Informan 5:
Program bantuan yo biasa ngenukui, sing do pengen entok,
sing do muni kok aku ra entok pak, ya banyak lah yang
seperti itu. Dirungokke wae.

21. Apakah terdapat dukungan dari Informan 1: Positif


elite politik dalam keberjalanan Dukungan politik saya kira gak ada, ya dukungan kita hanya
BLT-DD? Bagaimana bentuk dari pemerintah kabupaten saja, dari dinas sosial, dari dinas
dukungannya? PMD, hanya itu saja.

39
Informan 2: Positif
Sementara ini dari politik gak ada, yang berkaitan dengan
politik gak ada dukungan yang masuk. Biasanya kalau
politik itu ada dukungan kalau mereka ada kepentingan misal
kalau mau pencalonan. Biasalah yang namanya politik
seperti itu. Tapi kalau dari pemerintah pusat daerah itu ya
jelas. Karena kan memang kebijakan ini datangnya dari
pusat. Kalau bentuk dukungannya ya apa ya mungkin
fasilitasi gitu, maksudnya pengarahan supaya kita itu
menjalankan sesuai aturan.
Positif
Informan 3:
Wahh kalau itu saya gak tau dan gak ngerti mbak, nanti
njenengan tanyakan mawon ke pak lurah atau pak kasie
mungkin lebih mengerti.
Positif
Informan 4:
Sejauh yang saya tau sih gak ada kalau dukungan yang
dalam bentuk misalnya anggota dewan, atau dari partai
politik datang kesini dan memberikan dukungan dalam
bentuk uang misalnya itu gak ada. Kita berjalan sendiri
sesuai aturan dan arahan dari pemerintah pusat dan
kabupaten, yang saya tau itu sih.
Positif
Informan 6:
Nah kalau untuk politik ini setau saya juga gak ada, mungkin
desa lain ada tapi kalau disini kami netral terhadap politik,
berlaku sesuai aturannya saja, gak ada kalau dukungan atau

40
dorongan dari politik.

22. Bagaimana komitmen, Informan 1: Negatif


tanggapan, dan respon Anda Sebetule karena ada BLT itu akan memperkeruh dan akan
terhadap Program BLT-Dana menguak luka lama. Saya sangat tidak setuju dengan BLT
Desa? Apakah sebenarnya. Karena setiap ada BLT itu kemanjaan warga
menerima/menolak/atau netral? akan muncul lagi. Semua kepala desa sebanrnya kita itu
Mengapa demikian? dirugikan karena itu. Yang dulunya itu untuk pembangunan,
akhirnya nggak bisa membangun, dan dengan adanya BLT
apakah kita bisa meningkatkan ekonomi kita? Nggak bisa.
Bar entok duit mok nggo opo, kadang entok duit untuk hal
yang gak penting malah itu. Makane dengan adanya banyak
bantuan seperti BLT itu sangat merugikan bagi saya. Karena
apa, seandainya itu tidak ada BLT DD, yang 600jutaan kan
itu, itu nek tak nggo mbangun wis entok akeh. Dan itu akan
dirasakan semua warga, bahkan bukan warga Botoreco saja
yang merasakan nantinya. Dadi karena adanya itu, kita
dirugikan. Dan mau gak mau BLT DD itu harus
dilaksanakan. Kalau kita gak melaksanakan itu, tahun 2023
akan dipotong BLT kita karena tidak mengikuti aturan atas.
Karena apa, sudah dianggap mampu untuk menjalankan tapi
gak mau mengikuti aturan. Kita itu tetep dipaksa, walaupun
itu kita pemerintahan desa punya kebijakan, tapi kebijakan
itu terenggut oleh atasan kita. Kewenangan kita direnggut,
hilang. Nak dulunya kan sebelum ada BLT, kebijakan kan
hanya gini aja untuk sosial sekian, untuk ngopeni anak-anak
balita dan stunting sekian, kan hanya gitu. Tapi karena ini
yang 60% ee 68% harus gini, kita kebagian sing 30% untuk

41
kegiatan, jadi kita gak bisa. Sedangkan nek dulu-dulu alokasi
itu terserah desa. Tapi kalo ini nggak.

Informan 2: Negatif
Kalau saya kan sudah bilang sejak awal. Ini program
pemerintah sebenarnya arahnya itu kemana gitu lo, sudah
dicover di A di B, kita laporan sekian, kok masih harus
adalagi BLT-DD sekian persen, seharusnya kan gausah
seperti itu. Itu kan menghambat pembangunan yang lain kan
gitu. Jadi kalau secara pribadi saya sebenarnya ya kurang
pas. Kecuali tidak dicover dari PKH, tidak dicover dari
BPNT, ya silahkan saja. Kalau BLT-DD tidak dibatasi
maksimal sekian minimal sekian kan cukup sebenarnya,
tidak harus pull sekian harus habis kan seperti itu menurut
saya. Dan sebenarnya kan covid juga sudah menurun gitu lo,
kok program BLT masih dijalankan gitu, kalau pandangan
saya gitu lo ya. Tapi karena intruksi dari atas seperti itu ya
mau gimana lagi, tetap harus dijalankan dan wajib, karena ya
kalau gak dijalankan nanti kan dana desa gak bisa turun.
Harus habis sekian persen, ya kayak kebijakan sepihak gitu
lo. Ya sopo wonge sing gak gelem diwenehi duit. Tapi kan
ya uangnya jadi sia-sia kalau seperti itu. Wong nyatanya
yang dapet 900ribu itu gak dipakai untuk kebutuhan kok,
malah untuk foya foya, sampai saya jengkel lo mbak.
Makanya serba susah di desa itu. Dan sebenarnya ya adanya
BLT itu justru malah kesejahteraan sosial masyarakat jadi
tambah miskin, la wong kita kalau semakin banyak yang
dapat bantuan datanya tambah naik, ya pada akhirnya angka

42
kemiskinan Botoreco juga tambah banyak.
Positif
Informan 3:
Saya sih setuju setuju aja ya dengan kebijakan ini, kalau
memang yang dapat itu bener-bener orang yang layak
mendapatkan. Gak ada paksaan, ibarate wis dadi kewajiban o
mbak.
Positif
Informan 4:
Kalau bagi saya pribadi ya setuju, karena bener-bener
membantu untuk keluarga miskin. Itu tadi lain dengan
bantuan dari yang lainnya. Tapi kalau BLT-DD itu saya
menghimbau untuk setuju dan diteruskan. Tapi semua itu
kan ada aturan dari atas, kalau misal buat fisik ya untuk fisik,
istilahnya buat BLT ya kita salurkan. Kita mengikuti
kebijakan dari atas. Negatif

Informan 6:
Bagi saya sih setuju setuju, ini pandangan saya kan? Ya
kalau pandangan saya saya setuju setuju saja sebenarnya.
Jika bantuan tersebut tepat sasarannya, memang diberikan ke
yang berhak. Tapi, ada tapinya juga. Jika ibaratnya disuruh
milih mending milih bangun jalan atau hal lain, yang lebih
bisa dirasakan manfaatnya oleh orang banyak. Karena
begini, bantuan ya oke untuk membantu, tapi tetap saja tuh
ada yang digunakan untuk hal lain diluar kebutuhan pokok.
Sia-sia kan jadinya, sementara kalau untuk pembangunan
kan lebih jangka panjang, lebih merata. Makanya tahun 2021

43
itu sebagian dipakai untuk mbangun jalan. Alhamdulillah
sekarang sudah mendingan jalan Nglencong, sebelumnya
wah parah banget, jadi seperti itu pandangan saya. Positif dan negatif

Informan 5:
Karena ini yang buat pemerintah pusat, ya mau gak mau,
mau setuju atau enggak kan tetap harus dijalankan to. Tapi
yo ojo akeh-akeh nek menurut saya sih gitu aja.

44

Anda mungkin juga menyukai