Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
Surat Pernyataan
Mahasiswa
Kejujuran
Akademik
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam
pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya
sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan
tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui
media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan
akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
……., ………………………
Nama Mahasiswa
LEMBAR JAWABAN
Kebebasan beragama kebebasan beragama dapat diartikan sebagai hak untuk memeluk
suatu kepercayaan dan melakukan suatu peribadatan dengan bebas tanpa diikuti
kekhawatiran. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam AlQur’an :
a. Surat Yunus ayat 99 ”Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang
yang di muka bumi seluruhnya, maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang-orang yang beriman semua.”
b. Surat Al-Baqaroh ayat 256 “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama
Islam, sesungguhnya telah ada jalan yang benar dari jalan yang salah.”
Kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat Dalam hal ini kebebasan berfikir dan
mengemukakan pendapat telah dijelaskan di dalam firman Allah SWT :
a. Surat Al-Baqarah ayat 260 “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata : Ya Tuhanku,
perlihatkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati. Allah
berfirman Apakah kamu belum percaya ? Ibrahim menjawab saya telah percaya akan
tetapi agar bertambah tetap hati saya. Allah berfirman (kalau demikian), ambillah empat
ekor burung lalu jinakkanlah burung-burung itu kapadamu, kemudian tiap-tiap seekor
dari padanya atas tiap-tiap bukit. Sesudah itu panggillah dia, niscaya ia kan datang
kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah SWT Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
b. Surat Al-Kahfi ayat 54 “Dan sesungguhnya kami telah mengulang-ulangi bagi manusia
dalam Al-Qur’an ini dari bermacam-macam perumpamaan dan manusia adalah mahluk
yang paling banyak membantah.”
Kebebasan berkehendak Di jelaskan dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat: 11 “Sesungguhnya
Allah tidak merubah sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum maka tak
ada yang dapat menolongnya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia18”
2. Berikan penjelasan tentang peran dan fungsi ilmu terhadap iman dan amal seseorang,
disertai dengan menyebutkan ayat Al-Quran tentang larangan orang yang taklid buta
tanpa penalaran dan pemahaman yang benar tentang keyakinannya hanya ikut-ikutan
saja!
Agama Islam tidak memperkenankan seorang untuk bertaklid pada suatu pendapat tanpa
memperhatikan dalilnya. Berikut beberapa ayat al-Quran yang menerangkan bahwa taklid
buta tidak semestinya dilakukan oleh seorang muslim:
Allah ta’alla memerintahkan para hamba-Nya untuk memikirkan (bertafakkur) dan
merenungi (bertadabbur) ayat-ayat-Nya. Allah ta’alla berfirman,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Rabb kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 190-191).
Allah ta’alla mencela taklid dan kaum musyrikin jahiliyah yang mengekor perbuatan nenek
moyang mereka tanpa didasari ilmu. Allah ta’alla berfirman,
Mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan “
sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.” (QS.
.(Az Zukhruf: 22
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah dan
(juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah: 31).
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah
berdusta (terhadap Allah). (QS. Al-An’am: 116).
Namun, yang patut diperhatikan adalah zhan yang tercela dalam agama ini adalah praduga yang
tidak dilandasi ilmu. Adapun zhan yang berlandaskan pengetahuan, maka ini tergolong sebagai
ilmu yang membuahkan keyakinan sebagaimana firman Allah,
“(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Rabb-nya, dan bahwa mereka
akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 46).
Bagaimana upaya yang dapat dilakukan umat beragama dalam mewujudkan masyarakat
madani tersebut?
Pemberdayaan Masyarakat
Dalam hal ini yang paling mendasari ialah bagaimana cara memberikan kebebasan kepada
masyarakat luas untuk melakukan hal yang terbaik dengan prinsip mengutamakan yang terabaikan,
dalang menghargai perbedaan, keterbukaan terhadap masyarakat, dan lain sebagainya.
Dengan adanya IPTEK ini dapat meningkatkan taraf hidup bangsa serta sebagai jalan peningkatan
nilai sumber daya manusia. Kemudian IMTAQ, hal ini sangat sejalan dengan pengertian masyarakat
madani diatas yang didasari oleh prinsip moral. Manusia yang agamis memiliki solidaritas yang
tinggi, perilaku yang berjiwa demokratis, berbudi pekerti luhur, disiplin waktu, dan yang terpenting
semua itu berdasar iman dan takwa. Keterpaduan IPTEK dan IMTAQ sendiri dalam mewujudkan
masyarakat Indonesia seutuhnya tergambar dalam masyarakat madani.
Mewujudkan tata sosial politik yang demokratis dan sistem ekonomi yang adil.
Sebagai advokasi bagi masyarakat yang "teraniaya", tidak berdaya membela hak-hak dan
kepentingan mereka (masyarakat yang terkena pengangguran, kelompok buruh, TKI,
TKW yang digaji atau di PHK secara sepihak, di siksa bahkan di bunuh oleh majikannya
dan lainlain).
Pertama, tentang kehormatan martabat manusia surat al Isra: 70 “Dan sesungguhnya Kami
telah memuliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka di daratan dan lautan, Kami beri
mereka rizki dari yang baik-baik serta Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan ciptaan Kami”.
Kedua, tentang Kebebasan. Al-Qur'an menyebut manusia sebagai khalifah fi al Ardh.
Yakni pemegang amanat Allah. (QS. al-Baqarah: 30, QS. al-Ahzab: 72). Ini karena
manusialah makhluk-Nya yang paling unggul dan dimuliakan di antara makhluk-Nya
yang lain.
Keunggulan dan kemuliaan manusia atas yang lain itu lebih karena manusia diberikan akal-
pikiran. Tidak ada ciptaan Allah yang memiliki fasilitas paling canggih ini. Dengan potensi
akal pikiran inilah manusia menjadi makhluk yang bebas untuk menentukan sendiri nasibnya
di dalam menjalani kehidupannya di dunia ini. Dengan akal-intelektualnya pula manusia
menciptakan peradaban dan kebudayaan. Akan tetapi bersamaan dengan itu manusia juga
harus menanggung risiko dan bertanggungjawab atas segala tindakannya itu di hadapan Allah,
kelak. Ini menunjukkan bahwa kebebasan selalu mengandung makna tanggungjawab dan
bersifat moral. Al-Qur’an juga menyatakan :”La Ikrah fi al-Din” (tidak ada paksaan dalam
agama). Ini adalah pernyataan paling eksplisit tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan,
sekaligus larangan memaksakan kehendak keyakinan agama terhadap orang lain. Bahkan Nabi
sekalipun tidak berhak memaksa orang lain untuk mengikuti agamanya.
Kewajiban Nabi hanyalah menyampaikan peringatan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam
Al-Qur’an surat al-Ghasyiyah: 21-22 "Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi
petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang
yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk".
Ketiga, tentang kesetaraan manusia surat al-Hujurat: 13 “Wahai manusia Kami ciptakan kamu
dari laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa
agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
adalah yang paling bertaqwa kepadaNya”.
Dalam ayat yang lain dijelskan surat al Nisa: 1 “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri (entitas) yang satu, dan daripadanya Allah
menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak”.
Pernyatan paling eksplisit lainnya mengenai hal ini dinyatakan dalam surat al Ahzab: 35
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang
mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan
perempuanyang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang
khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memlihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyedikan ampunan dan pahala yang besar”.
Demikian juga dalam QS al-Nahl, 97, QS Ali Imran, 195, QS al-Mukmin 40, dan lain-lain.
Keempat, tentang pengakuan terhadap eksistensi dan kebenaran kitab-kitab sebelum Islam.
Taurat dan Injil, misalnya, disebut al-Qur’an sebagai petunjuk (hudan) dan penerang (nar)
dalam surat Al-Maidah/5:44 “Sungguh, Kami yang menurunkan Kitab Taurat; di
dalamnya
(ada) petunjuk dan cahaya. Yang dengan Kitab itu para nabi yang berserah diri kepada Allah memberi
putusan atas perkara orang Yahudi, demikian juga para ulama dan pendeta- pendeta mereka, sebab
mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu
janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepadaKu. Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-
Ku dengan harga murah. Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itulah orang-orang kafir”.
Kelima, tentang pengakuan terhadap para pembawa agama sebelumnya seperti Musa dan
Isa al-Masih. Sebagaimana perintah mengimani kitab-kitab wahyu, umat Islam diharuskan mengimani
para nabi dan rasul, minimal 25 rasul, karena jumlah nabi dan rasul menurut hadits nabi diperkirakan
mencapai 124.000 orang nabi dan 315 orang rasul.
Keenam, secara eksplisit al-Qur’an menegaskan bahwa siapa saja – Yahudi, Nashrani,
Shabi’in, dll – yang menyatakan hanya beriman kepada Allah, percaya pada Hari Akhir, dan melakukan
amal saleh, tak akan pernah disia-siakan oleh Allah. Mereka akan mendapatkan balasan yang setimpal
atas keimanan dan jerih payahnya seperti dalam surat Al-Maidah/5: 69 “Sesungguhnya orang-orang
yang beriman, orang-orang Yahudi, Şābi'īn dan orang-orang Nasrani, barangsiapa beriman kepada
Allah, kepada hari kemudian, dan berbuat kebajikan, maka tidak ada rasa khawatir padanya dan
mereka tidak bersedih hati”.
Pada surat al-Baqarah/2: 62 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-
orang Nasrani dan orang-orang Şābi'īn, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada
mereka, dan mereka tidak bersedih hati”.
Ketujuh, al-Qur’an membolehkan umat Islam berteman dengan umat agama lain, selama
umat agama lain itu tak memusuhi dan tak mengusir dari tempat tinggalnya. Sekiranya mereka
melakukan permusuhan, maka wajar kalau umat islam diperintahkan melakukan pertahanan diri seperti
dalam surat AlMumtahanah/60:7-9 “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang di antara kamu
dengan orang-orang yang pernah kamu musuhi di antara mereka. Allah Mahakuasa. Dan Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang (7) Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung
halamanmu.
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil (8) Sesungguhnya Allah hanya melarang
kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama
dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.
Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim.”