Anda di halaman 1dari 6

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam.

(Jakarta :

Prenadas Media, 2009), hal. 183

Pengertian motivasi

motivasi merupakan istilah yang lebih umum yang menunjuk pada proses gerakan, termasuk situasi
yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang menimbulkannya, dan
tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Karena itu, bisa juga dikatakan bahwa motivasi berarti
membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau mengerakkan seseorang atau diri sendiri untuk
berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan.

Menurut M. Utsman Najati dalam Abdul Rahman Shaleh7 motivasi adalah kekuatan penggerak yang
membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya
menuju tujuan tertentu.

Pendapat yang sama juga dikatan oleh Hoy dan Miskel dalam Abdul Rahman Shaleh8, dimana motivasi
adalah kekuatan-kekuatan yang kompleks, dorongan-dorongan, kebutuhan-kebutuhan, pernyataan-
pernyataan, ketegangan (tension states), atau mekanisme-mekanisme lainnya yang memulai dan
menjaga kegiatan-kegiatan yang diinginkan ke arah pencapaian tujuan-tujuan personal.

Sedangkan menurut Sumadi Suryabrata dalam Prof H. Djaali9 adalah keadaan yang terdapat dalam diri
seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan.
Sementara itu, Gates dkk mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan psikologis
yang terdapat dalam diri seseorang yang mengatur tindakannya dengan cara tertentu. Pendapat yang
sama juga dikatakan oleh Greenberg dalam Djaali10 yang mengatakan bahwa motivasi adalah proses
pembangkitan, mengarahkan, dan memantapkan perilaku arah suatu tujuan.

Alex Sobur, Psikologi Umum. (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal. 270

1. Pengertian motif

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian motif. Motif, atau dalam bahasa Inggris “motive” berasal
dari kata movere atau motion, yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. dalam psikologis, istilah
motif erat hubungannya dengan “gerak”, yaitu gerakan yang dilakukan oleh manusia atau disebut juga
perbuatan atau perilaku.

Menurut Sherif & Sherif dalam Alex Sobur menyebut motif sebagai suatu istilah generik yang meliputi
semua faktor internal yang mengarah pada berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh
internal, seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan,
aspirasi dan selera sosial, yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut. Selain itu pendapat lain juga
dikatakan oleh Giddens dalam Alex Soburyang mengartikan motif sebagai impuls atau dorongan yang
memberi energi pada tindakan manusia sepanjang lintasan kognitif/perilaku kearah pemuasan
kebutuhan. Menurut Giddens dalam Alex Sobur, motif tidak harus dipersepsikan secara sadar. Ia lebih
merupakan suatu “keadaan perasaan”.Secara singkat, Nasution menjelaskan bahwa motif adalah segala
daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

R. S. Woodworth dalam Alex Sobur5 mengartikan motif sebagai suatu set yang dapat atau mudah
menyebabkan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu (berbuat sesuatu) dan untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Klasifikasi motivasi

Menurut Chaplin dalam Abdur Rahman Shaleh–Muhbib Abdul Wahab12,motivasi dapat dibagi menjadi
dua, yaitu psychological drive dan social motives. Psychological drive adalah dorongan-dorongan yang
bersifat fisik, seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan social motives
adalah dorongan-dorongan yang berhubungan dengan orang lain, seperti estetis, dorongan ingin selalu
berbuat baik, dan etis.

Selain itu, Wood Worth dan Marquis dalam Abdur Rahman Shaleh-Muhbib Abdul Wahab13,
menggolongkan motivasi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Kebutuhan-kebutuhan organis, yaitu motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan dengan dalam,
seperti: makan, minum, kebutuhan bergerak dan istirahat/tidur, dan sebagainya.

b. Motivasi darurat yang mencakup dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas,
dorongan untuk berusaha, dorongan untuk mengejar, dan sebagainya. Motivasi ini timbul jika situasi
menuntut timbulnya kegiatan yang cepat dan kuat dari diri manusia. Dalam hal ini, motivasi timbul tidak
atas keinginan seseorang, tetapi karena perangsang dari luar.

c. Motivasi objektif, yaitu motivasi yang diarahkan kepada objek atau tujuan tertentu di sekitar kita,
motif ini mencakup; kebutuhan untuk eksplorasi, manipulasi, menaruh minat. Motivasi ini tibul karena
dorongan untuk menghadapi dunia secara efektif.

Selain itu, Wood Worth juga mengklasifikasikan motivasi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Unlearned motives, adalah motivasi pokok yang tidak dipelajari atau motivasi bawaan. Yaitu motivasi
yang dibawa sejak lahir, seperti dorongan untuk makan, minum, seksual, bergerak dan istirahat. Motif
ini sering disebut juga motivasi yang diisyaratkan secara biologis.

b. Learned motives, adalah motivasi yang timbul karena dipelajari, seperti misalnya: dorongan untuk
belajar cabang ilmu pengetahuan, mengejar jabatan, dan lain sebagainya. Motivasi ini sering disebut
motivasi yang diisyaratkan secara sosil, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial.

Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi Dapat dibagi menjadi tiga
golongan yakni: kebutuhan-kebutuhan organis, motivasi darurat, dan motivasi objektif

Dadang Sulaeman, Psikologi Remaja Dimensi-Dimensi Perkembangan. (Bandung: Mandar Maju, 1995),
hal. 1
Teori pendukung motivasi

Teori motivasi yang dikembangkan oleh aliran psikologis humanis (pemenuhan kebutuhan yang tersusun
secara hierarkis):

1. Kebutuhan fisiologis

2. kebutuhan akan keselamatan (security)

3. kebutuhan akan cinta dan kasih

4. kebutuhan akan harga diri

5. kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri.

Teori lain tentang motivasi

1. Homeostatis,Diturunkan dari teori drive dan aurosal.Teori drive: tubuh akan selalu berusaha untuk
menjaga keseimbangan (homeostatis) dari segala kekurangan yang dialaminya.Teori aurosal:
Keseimbangan dicapai dalam ketegangan yang tidak terlalu.

2. Teori Atribusi,Motivasi seseorang ditentukan oleh determinan-determinan lingkungan.

3. Teori harapan,Motivasi merupakan produk kombinasi antara besarnya keinginan seseorang untuk
mendapatkan reward.

4. Aktualisasi Diri, Maslow: “motivasi tertinggi dalam kehidupan manusia adalah aktualisasi diri”.

5. Teori Motif Berprestasi (David Mc Clelland);a. Tercermin dari perilaku yang mengarah kepada tugas
yang menantang tanggung jawab secara pribadi. b. Motivasi lain: 1. Kebutuhan kekuasaan; 2. kebutuhan
berafiliasi.

6. Motivasi Takut Berprestasi.

Jalaluddin, Psikologi Agama. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 74-77

Teori pendukung motif

Teori Insting

Wiliam Jammes mengatakan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh insting. Insting adalah suatu
proposisi (kecenderungan) yang ditentukan oleh secara genetis untuk berperilaku dengan cara tertentu
bila dihadapkan pada rangsang-rangsang tertentu.

Teori Dorongan (drive theory)

Teori ini didasarkan atas determinan-determinan yang sifatnya biologis. Clark Leonard Hull dan kawan-
kawan berpendapat, bahwa bila tubuh organisme kekurangan zat tertentu, seperti lapar atau haus,
maka akan timbul suatu ketegangan tubuh, keadaan ini akan mendorong organisme untuk
menghilangkan ketegangan dengan makan atau minum.

Teori Atribusi

Teori ini melandaskan pemikiranya tidak pada determinan-determinan biologis melainkan psikologis dan
lingkungan. Menurut Fritz Heider, seorang ahli terkemuka, perilaku tergantung dari kombinasi antara
daya –daya efektif dalam diri individu dan daya-daya efektif dari lingkungan. Orang yang cenderung
beranggapan bahwa perilakunya didorong oleh faktorfaktor di luar dirinya disebut mempunyai lokus
control eksternal, sedangkan orang-orang yang beranggapan bahwa perilakunya didorong oleh faktor-
faktor di dalam dirinya disebut lokus kontrol internal, mereka terakhir ini yang dipandang lebih mandiri
dan bertanggung jawab atas perilakunya.

Teori Harapan

Victor E. Vroom pencetus teori harapan dan pendukungnya beranggapan bahwa motivasi merupakan
produk kombinasi antara besarnya keinginan seseorang untuk mendapatkan reward tertentu (valensi),
besarnya kemungkinan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diperlukan (harapan) dan keyakinan
bahwa prestasinya tersebut akan menghasilkan hadiah yang ia inginkan (instrumentalitas).

Teori Aktualisasi diri

Manusia adalah makhluk rasional, oleh karena itu setiap rangsang akan mengalami prosess kognitif
sebelum terjadinya suatu respons. Seorang tokoh psikoanalitis, C. G. Jung menyatakan bahwa motif
tertinggi manusia adalah mengembangkan kapasitas atau potensi-potensinya setinggi mungkin, motif ini
dinamakan aktualisasi diri. Istilah aktualisasi diri kemudian dikembangkan berdasarkan penelitian-
penelitian Rogers dan Maslow. Rogers berpendapat perilaku manusia dikuasai oleh the actualizing
tendency, yaitu suatu kecendrungan inheren manusia untuk mengembangkan kapasitasnya sedemikian
rupa guna memelihara dan mengembangkan diri. Motivasi yang timbul ini dapat meningkatkan
kemandirian dan meningkatkan kreativitas.

Teori Motif Berprestasi

Pada tahun 1940-an John Atkinson dan David McClelland mempelajari motivasi untuk keperluan yang
lebih luas, mereka yakin bahwa pengetahuan akan faktor-faktor yang mendasari manusia mempunyai
dampak yang amat luas, hasil-hasil penelitian mereka menghasilkan teori motivasi berprestasi yang
bermanfaat yang dampaknya dibidang ekonomi cukup luas dan mendalam. McClelland membedakan
tiga kebutuhan utama yang mempengaruhi perilaku manusia , yaitu:

-Kebutuhan berprestasi atau n-ach

-Kebutuhan untuk berkuasa atau n-power

-Kebutuhan untuk berafiliasi atau n-affiliasi

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, 70-71


Wood Worth dan Marquis dalam bukunya Psychology (1962)

Klasifikasi motif

1) Motif yang tergantung pada keadaan dalam jasmani.Motif ini merupakan kebutuhan organik.
Misalnya: makan, minum.

2) Motif yang tergantung hubungan individu dengan lingkungan. Motif ini dibedakan menjadi:

a) Emergency motive/ motif darurat. Ini adalah motif yang membutuhkan tindakan segera karena
keadaan sekitarnya menuntut demikian. Misalnya: motif untuk melepaskan diri dari bahaya, melindungi
matanya dan sebagainya

b) Objektif motive/ motif objektif motif yang berhubungan langsung dengan lingkungan baik berupa
individu maupun benda. Misalnya: penghargaan, memiliki mobil, memiliki rumah bagus dan sebagainya.

Teevan dan Smith (1964) dalam Sarlito (2002:43) menggolongkan motif atau dasar perkembangannya
menjadi dua kelompok yaitu:

1) Motif primer kebutuhan motive (need) perilaku adalah motif yang timbulnya berdasarkan proses
kimiawi fisiologik dan diperoleh dengan tidak dipelajari. Contohnya: haus dan lapar.

2) Motif sekunder adalah motif yang timbulnya tidak secara langsung berdasarkan proses kimiawi
psikologik dan umumnya diperoleh dari proses belajar baik melalui pengalaman maupun lingkungan.

Menurut M. Sherif & C.W. Sherif dalam Sarlito (2002:45) berdasarkan asalnya ada dua jenis motif:

1) Motif Biogenetis

Motif biogenetis merupakan motif-motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan organisme orang demi
kelanjutan kehidupannya secara biologis. Motif biogenetis ini bercorak universal dan kurang terikat
dengan lingkungan kebudayaannya tempat manusia itu kebetulan berada dan berkembang, motif
biogenetis ini adalah asli di dalam diri dan berkembang dengan sendirinya.

2) Motif Sosiogenetis

Motif sosiogenetis adalah motif-motif yang dipelajari orang dan berasal dari lingkungan kebudayaan
tempat orang itu berada dan berkembang. Motif sosiogenetis tidak berkembang dengan sendirinya
tetapi berdasarkan interaksi sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang. Macam motif
sosiogenetis banyak sekali dan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang terdapat di
antara berbagai corak kebudayaan di dunia.

Dari dua macam jenis motif di atas, dalam bukunya Alex Sobur (2003:298) menjelaskan bahwa motif
dibagi menjadi tiga yaitu Motif Biognetis, Motif Sosiognetis, dan Motif Teognetis.

3) Motif Teogenetis
Motif teogenetis adalah motif-motif yang berasal dari interaksi antara manusia dengan tuhan seperti
yang terwujud dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari dimana ia berusaha
merealisasikan norma-norma agamanya. Sementara itu, manusia memerlukan interaksi dengan
tuhannya untuk dapat menyadari akan tugasnya sebagai manusia yang berketuhanan di dalam
masyarakat yang heterogen.

Anda mungkin juga menyukai