Anda di halaman 1dari 116

Fearless

Story: Fearless
Storylink: https://www.fanfiction.net/s/13088269
Category: EXO Next Door/우리 옆집에 엑소가 산다
Genre: Adventure/Horror
Author: Baek Sejoo
Authorlink:
Last updated:
Words:
Rating: M
Status: Complete
Content: Chapter 1 to 13 chapters
Source: FanFiction.net

Summary: [COMPLETED] Virus zombie merambah ke seluruh kota. Chanyeol


dan Baekhyun harus sampai ke pusat Seoul sebelum akses isolasi ditutup oleh
pemerintah. Bahkan jika itu sangat berbahaya, menyeramkan dan terlihat tak
mungkin, mereka harus membuang semua rasa takut agar mampu bertahan hidup.
CHANBAEK/YAOI
Chapter 1

FEARLESS; From Gwangju To Seoul


Cast: Park Chanyeol, Byun Baekhyun Support Cast: EXO Member, Gfriend Member,
OC Genre: YAOI, Survival, Thriller, Horor Length: Chaptered
Rated: M
PERINGATAN: terdapat adegan kanibalisme dan adegan gore berdarah
darah.

Suara shutter kamera terdengar untuk kesekian kalinya. Sisa blitz meninggalkan warna hijau
selama seperkian detik sebelum pandangan kembali normal seperti biasa. Dokter muda itu
meletakkan kameranya kembali di atas meja sebelum bergabung dengan rekannya.
"Dia tidak meninggal karena ditusuk."
Ucapan itu menarik perhatian seisi ruangan. Tubuhnya menegak kembali sedang tangannya
yang terbungkus latex mengarah pada bagian dada yang terluka. "Bahkan pisau tidak
mengenai jantungnya atau organ vital yang lain." Dia menyambung. Dr. Choi Junhyung, nama
yang tertera pada snelli yang di sulam rapi itu beralih pada rekannya.
Dr. Kang Hyukjin ikut membungkuk dan menekan seluruh dada dilanjutkan pada bagian perut.
"Seluruh tulang rusuknya remuk." Katanya,
Dr. Choi memberikan anggukan persetujuan. "Pelaku berpikir dia sudah meninggal ketika
pisau ditusukkan padanya. Lalu dia pergi meninggalkan lokasi dan bagaimana mayat ini
ditemukan, itulah penyebab kematiannya."
"Tertimpa benda keras," dr. Kang menyambung.
"Aku akan mulai membedahnya sekarang." Dr. Choi berujar sembari meraih pisau bedah pada
meja di sampingnya. Dr. Kang berjalan mengikuti ketika pintu ruang otopsi itu terbuka dan
rekan mereka yang lain berada di balik pintu sana.
"Dr. Jang ingin bertemu dengan kalian." Dia memberitau,
Dengusan terdengar serentak dari dua dokter itu. "Tidakkah kau lihat kami sedang melakukan
otopsi?"
"Ya, tidakkah kalian tau seperti apa menyeramkannya dr. Jang jika kalian harus membuatnya
menunggu?" pertanyaan retoris itu terhempas balik
Dengusan terdengar sekali lagi sebelum keduanya keluar dari meja bedah dan menarik lepas
sarung tangan latex lantas membuangnya pada tong sampah.
Pintu ruangan itu tertutup bersamaan dengan jemari kaku di atas meja bedah itu bergerak
tiba-tiba.
"Rrrwww"
Diikuti oleh sebuah geraman dari pemilik tubuh yang sama.

BAGIAN 1: VIRUS
"... para ilmuan menemukan virus baru yang berasal dari unggas menyebar cepat di Negara
Asia Tenggara juga benua Australia. Taiwan menjadi Negara Asia yang terkena dampak
paling parah dengan korban jiwa yang masih terus meningkat. WHO tengah meneliti virus ini
dan berusaha keras mencari vaksin yang bisa membentuk imun antibodi.
"Presiden langsung dari Blue House menghimbau agar seluruh masyarakat Korea untuk
menghindari tempat-tempat rawan terjangkit dan pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan
pertolongan pertama. Seluruh masyarakat juga diharapkan untuk
Baekhyun mematikan keran air ketika ponselnya berdering pada meja makan. Ia menglap
tangannya yang basah dengan handuk dan meraih benda pipih itu.
"Halo Chan." Dia menyapa. Pandangannya terarah pada layar televisi dan membaca judul besar
pada layar datar itu dalam hati.
"Hai, sudah bersiap-siap?" di ujung sambungan sana Chanyeol bertanya,
"Aku sudah menggemas barangku dan tinggal berbenah. Kau serius tidak bisa mengantarku,
Chan?" Baekhyun cemberut walau ia tau Chanyeol tak bisa melihatnya. Remote televisi
Baekhyun ambil lalu menekan tombol power membuat layar menghitam seketika. Langkahnya
kembali menuju dapur dan mencomot roti panggang tanpa selai di atas piring.
"Maaf Baeby, aku bahkan tak bisa meninggalkan pekerjaanku hari ini," nada sesal terdengar
dari bicaranya. "Aku berjanji akan menjemputmu nanti."
Baekhyun mendengus, pura-pura kesal dan meneguk minumannya, sampai bersisa setengah.
"Ya sudah, aku akan pergi dengan rombongan." Katanya. "Mungkin Sehun akan pergi
kelayapan entah kemana selama aku pergi, tolong awasi dia, oke?"
Satu-satunya yang Baekhyun khawatirkan adalah Sehun, adiknya si berandal SMA yang suka
membuat keributan sana-sini. Sehun mungkin telah di tahan jika saja Chanyeol tak menjamin
dirinya dan Baekhyun tak berniat membuat adiknya itu lebih besar kepala dengan terus saja
membuat kekecauan karena tau dia akan selamat dengan Chanyeol si detektif yang menjadi
pacar Baekhyun saudara kandungnya.
"Tenang saja," sambut Chanyeol cepat. "Nah, bersiap-siaplah dan nikmati perjalananmu
sayang. Jangan lupa aku mencintaimu."
Baekhyun menahan kikikkan untuk ucapan itu. "Aku mencintaimu juga."
Panggilan terputus. Baekhyun meletakkan ponselnya kembali di atas meja sedang ia bergegas
masuk ke dalam kamar. Baekhyun sudah mandi dan tinggal berganti pakaian dan memoles
sedikit penampilannya.
Hari ini sampai minggu depan nanti, Baekhyun dan anggota organisasi Pecinta Alam
kampusnya akan mengadakan perjalanan wisata ke Daegu, tepatnya gunung Palgong. Minseok,
ketua organisasi telah memesan sebuah vila di dekat kaki gunung yang akan menjadi tempat
mereka menginap selama seminggu disana.
Baekhyun sebenarnya enggan untuk pergi.
Selain karena alasan masuk secara tak sengaja ke dalam organisasi dan membuatnya tak begitu
peduli dengan semua kegiatan-kegiatan itu, Baekhyun juga tak memiliki minat untuk
melakukan hiking naik gunung sembari mengumpulkan sampah-sampah yang ditinggalkan
oleh para pengunjung yang lain. Alasan yang lain lagi adalah Sehun,dan yang paling utama
adalah dia yang harus berjauhan dengan Chanyeol.
Jarak antara Gwangju ke Daegu memakan waktu sekitar 3 jam dengan transportasi mobil. Itu
belum terhitung masuk ke dalam pelosok dan memikirkan sinyal yang mungkin terbatas
membuat Baekhyun semakin urung.
Namun disinilah Baekhyun dengan kekejaman Minseok mencantumkan namanya begitu saja
di dalam daftar. Mereka berjumlah 23 orang dalam organisasi yang di bagi menjadi 4 kelompok.
Kelompok Baekhyun sendiri memiliki 5 anggota; Minseok, Junki, Tao, Luhan dan terakhir
adalah Baekhyun sendiri.
Baekhyun telah bersiap. Koper miliknya telah terisi padat perlengkapan miliknya dengan
sebuah ransel yang berisikan keperluan penting, Baekhyun memanggul ransel, lalu mendorong
koper keluar dari kamar.
Dia mengecek sekali kompor juga listrik yang tak terpakai. Kulkas dalam keadaan penuh
berisikan persedian makan Sehun juga Chanyeol yang akan menginap selama dia tak ada di
rumah. Baekhyun juga tak lupa memastikan jendela juga pintu balkon dalam keadaan terkunci
dan terakhir mengunci pintu utama.
Jam telah menunjukkan pukul 10 ketika Baekhyun sampai di kampus. Disana teman satu
kelompoknya telah berkumpul, Minseok terlihat resah dengan ponsel di tangan berulang
menghubungi anggotanya. Tao pada bangku beton terlihat tak peduli. Sepotong sandwich dia
genggam di tangan sedang tangan yang lain melambai pada Baekhyun yang baru saja sampai.
"Ada apa dengan Minseok?" Baekhyun bertanya seraya menempatkan dirinya duduk di
samping Tao. Pria Cina itu menggidikkan bahunya acuh dan menjawab dengan mulut penuh.
"Luhan belum sampai," ucapnya.
"Ugh Tao, selesaikan dulu kunyahanmu." Baekhyun menyergit risih. Pandangannya Baekhyun
edarkan pada sekitar dan memang sosok Luhan tak terlihat disana.
Baekhyun masih ingat, tepatnya seminggu yang lalu ketika kelompok dan tujuannya dibagi
Luhan menjadi satu-satunya yang mengajukan penolakan keras akan hal itu. Sebenarnya
Baekhyun pun, namun dia memilih diam dan melihat bagaimana Luhan berteriak
"Aku sudah ke gunung Palgong juga vila yang kau katakan, tempat itu, kumuh dan kau serius
aku harus tinggal disana?!" Luhan menyalak dalam ketidaksukaan.
"Luhan kita tidak kesana untuk berlibur oke," Minseok mencoba memberikan pengertian.
"Katakan jika kau butuh biaya lebih, aku bisa memberinya tapi cari tempat yang lebih bersih!"
itu adalah teriakan terakhir sebelum pria yang berkerwarganegaan sama dengan Tao itu
meninggalkan kelompok begitu saja. "Kupikir dia benar-benar tidak datang." Tao tiba-tiba saja
menyeletuk sekaligus membuyarkan lamunan Baekhyun seketika. Arah pandangannya
mengarah pada pintu masuk dan menemukan sosok Luhan yang menyeret koper ogah-ogahan
kearah Minseok.
"Seharusnya memang tidak usah saja, si Tuan Sok Kaya itu akan mati di makan bakteri
gunung." Tao mencomooh.
Baekhyun tak berniat menanggapi. Dia pura-pura memeriksa ponsel dan membuka instagram
Sehun baru saja memperbaharui instagram stories nya dengan sekaleng bir berada di atap
sekolah.
"Anak ini." Baekhyun mendesis. Tangannya berubah gatal mengetikkan balasan disaat
bersamaan teriakan Minseok membahana, memberitau jika mereka akan berangkat sekarang.
Baekhyun menjadi urung namun otaknya sudah mencatat dia akan memarahi Sehun nanti.
"Ayo Baek." Tao bangkit dan menyeret koper miliknya. Baekhyun mengikuti dan diam-diam
melirik Luhan pada barisan di depan bersama Minseok. Wajah pria itu tertekuk masam bersama
dengusan tak suka yang sengaja dia perdengarkan. Sebuah minivan terparkir pada halaman
fakultas, berderet bersama minivan dari kelompok yang lain. Baekhyun duduk pada jok paling
belakang, bersama Tao sedang Luhan dan Junki pada jok tengah. Minseok sendiri duduk di
sebelah sopir dan mulai melontarkan beberapa basa basi.
Minivan itu membelah jalanan berbaur dengan kendaraan beroda empat yang lain. Tak ada
pembicaraan berarti selama perjalanan itu, Baekhyun memutuskan untuk tidur dengan kedua
telinga dia sumpal dengan earphone; mendengarkan suara Chanyeol yang men-cover lagu All
of Me milik John Legend.
Kantor Kepolisian Gwangju menjadi lebih sibuk sejak beberapa divisi dipaksa bergabung
dengan divisi Hubungan Masyarakat dan Pemberdayaan. Sejak media ramai memberitakan
mengenai virus yang melanda nyaris seluruh Negara-Negara di Asia, semua divisi kepolisian
di arahkan untuk memantau tiap sudut kota.
Chanyeol mendengar sayup-sayup, Ketua Tim Kang Seunghyun berbicara dengan ketua Tim
Choi Minchul mengenai keadaan kota yang tak teroganisir dengan baik. Seoul telah bertindak
sejak jauh-jauh hari bahkan sebelum Blue House menghimbau masyarakat untuk lebih waspada,
pihak Seoul telah melakukan pemeriksaan penuh di setiap distriknya.
"Kau pikir virus itu akan sampai kesini?" Chanyeol mendengar Seunghyun bertanya pada
Minchul. Rokok yang terselip pada celah, bibirnya bergoyang tiap kali pria itu berbicara
dengan abu yang menggantung di ujungnya.
"Taiwan terlalu leluasa membiarkan turis untuk masuk. Seharusnya mereka belajar dari
Vietnam dan lihat bagaimana virus-virus itu dibawa oleh warga asing."
"Itu tak jauh berbeda dengan Korea. Rumah sakit mendapatkan pasien dengan gejala serupa,
itu berarti isu virus ini tak hanya sekedar bungkus untuk menutupi anggota parlemen Lee yang
ketauan melakukan pencucian uang." Sambut Minchul. "Aku mendengar hal yang lucu tentang
virus ini," kekehannya terdengar di akhir menarik perhatian Seunghyun.
"Apa?"
"Kau pernah melihat film Train to Busan? Nah, katanya virus itu akan membuat penderitanya
berubah menjadi zombie."
"Jangan konyol!" Seunghyun tertawa lebih keras. "Maksudmu film fantasi itu akan menjadi
nyata?"
"Lihat, Amerika bahkan mempercayainya. Ayo berpikir realistis, takkan ada asap jika tak ada
api. Orang-orang Amerika, mungkin WHO telah mengetahui hal semcam ini lalu mereka
merealisasikannya melalui film."
Chanyeol menyembunyikan senyum mendengar pembicaraan itu. Itu konyol dan dia hanya
menghabiskan waktu dengan menguping pembicaraan atasannya itu.
Chanyeol lantas beranjak pergi melalui koridor yang berlawanan dan bergabung dengan Jongin
yang hendak masuk ke dalam mobil patroli.
"Aku benar-benar akan pergi jika kau tak muncul sedetik lagi." Jongin menyambut kedatangan
rekannya itu.
"Kupikir roti isi di dalam vending machine itu sudah kadarluarsa, aku sakit perut nyaris satu
jam" Chanyeol beralasan tak ingin mengatakan jika alasannya terlambat karena mendengar
guyonan dua atasannya di koridor tadi.
Jongin adalah satu yang paling menyukai kabar burung. Katanya, sejak ia mengenal Kyungsoo
yang kini menjadi suaminya, dia rajin bergosip-alibi agar bisa berbicara panjang lebar dengan
si mata burung hantu itu. Kyungsoo adalah seorang jurnalis, tapi Jongin bukan. Dia detective
yang menjadi anggota divisi Pembunuhan dan tak seharusnya melakukan hal itu.
"Jangan-jangan kau terkena virus itu!" Jongin membola dengan dramatis.
"Apa maksudmu?" Chanyeol menyergit tak paham
"Kau tak melihat beritanya tadi pagi? Gejala virus itu sudah diberitakan."
Chanyeol menggeleng karena memang dia belum mengetahui hal itu. Chanyeol bahkan tak
membaca berita pagi ini, hanya membuka ponsel untuk menghubungi Baekhyun saja.
"Gejala virus itu salah satunya adalah diare, mimisan dan jika sudah terlalu parah mereka akan
muntah darah. Rasa sakitnya menjadi luar biasa dan para penderita akan menggigit tangan
mereka dengan reflek berpikir itu bisa menahan rasa sakitnya."
"Oh, jadi itu mengapa virus ini dikatakan seperti zombie?" Chanyeol bergumam.
"Benar, seperti zombie. Tapi apakah kau mempercayai hal itu?" Jongin bertanya sedang
pandangan terfokus pada kemudi. Jalanan macet di jam kerja memaksa Jongin mengambil jalan
pintas menuju rumah sakit umum
Satu pasien lagi bertambah dan Jongin juga Chanyeol di utus untuk melihat pasien itu secara
langsung guna dapat melakukan pertolongan pertama terhadap masyarakat yang memiliki
gejala serupa dengan membawanya ke rumah sakit.
"Aku bahkan belum pernah menonton film zombie," Chanyeol menjawab. Jongin mencibir
sebagai respon.
"Itulah mengapa jangan berkencan dengan anak-anak, mereka hanya tau judul film romantis
saja."
"Baekhyun bahkan membencinya." Chanyeol memutar bola mata.
Jongin tertawa lagi, "Kyungsoo sebenarnya menyukai film seperti itu."

Matahari bersinar terik ketika minivan yang diketuai oleh kelompok Minseok itu berhenti di
vila. Musim panas telah memasuki babak baru pertengahan Juli dengan matahari yang
membakar kulit. Baekhyun turun paling terakhir dari minivan dan menyeka keringat di balik
poninya.
"Teman-teman, disinilah kita akan menginap selama seminggu." Minseok memulai sambutan
tak resminya begitu minivan itu melesat pergi. Minivan itu akan datang untuk menjemput
ketika acara mereka telah selesai minggu depan.
"Seperti yang kalian lihat, vila ini memiliki jarak paling dekat dengan akses utama gunung
Palgong." Pria bertubuh pendek itu menunjuk gunung yang berimbun hijau didepannya.
Seluruh anggota reflek menoleh dan berdecak kagum, kecuali Luhan yang kembali
menyerukan protesan.
"Akan lebih baik jika kita menginap di tempat yang lebih bagus dan membayar lebih sopir
minivan untuk mengantar kita kesini setiap harinya." Dia berdecih di akhir kalimat.
Tak ada satupun dari anggota lain menyambut ujaran itu. Baekhyun memilih diam juga dan
mendengarkan Minseok melanjutkan pembicaraannya.
"Bagaimanapun ayo kita ke kamar terlebih dahulu. Aku sudah memesan 3 kamar, itu artinya
salah satu dari kita akan mendapat kamar sendiri."
"Akul" Luhan mengacungkan tangannya.
"Baiklah, Luhan akan mendapatkan kamarnya sendiri." Minseok memutuskan. "Lalu
Baekhyun bersama Tao, terakhir aku bersama Junki."
Semua mengangguk setuju dan mulai membawa langkah memasuki vila.
Sebenarnya vila itu lebih terlihat seperti motel. Bangunan itu berlantai 3 dengan kayu kokoh
sebagai dindingnya. Ada dua pohon akasia tumbuh di depan, tidak terlalu besar dan menjadi
hal pertama yang menyambut sebelum masuk ke dalam lobi.
Angin bertiup sepoi-sepoi menghantarkan suasana tenang juga nyaman di antara similar angin
penggunungan.
Minseok mengambil kunci di meja resepsionis dan memberikannya pada anggota. Kamar
mereka berada di lantai 2 terletak pada ujung lorong dan saling berhadapan. Di depan tangga
terdapat dinding kaca besar yang memperlihatkan panorama alam alami.
Junki berdecak kagum sekali lagi dan diam-diam dalam hati Baekhyun memuji Minseok yang
telah mencari tempat ini.
"Kita akan berkumpul satu jam lagi untuk melihat sekitar." Minseok mengingatkan sebelum
sosoknya menghilang di balik kamar. Debuman pintu tertutup kasar terdengar dari Luhan. Tao
sekali lagi melihatnya dengan benci dan Baekhyun kembali memilih untuk mengabaikan hal
itu.
Kamar mereka memiliki 2 ranjang single yang di pisah oleh meja pada tengahnya. Baekhyun
memilih tempat tidur di dekat jendela dan menarik gorden membiarkan bias cahaya memenuhi
kamar.
"Kupikir akan semenyeramkan apa," Tao bergabung dengan Baekhyun melempar pandangan
jauh keluar jendela. "Lihat ada air terjun juga," ia menunjuk kaki gunung dengan air terjun
mengalir deras pada batu sungai.
"Baek ayo kita mandi disana nanti." Tao berujar serius diantara tawanya.
"Yah, tentu." Sambut Baekhyun. Dia melempar tubuhnya di atas tempat tidur dan mencari
ponselnya kemudian. Dua garis sinyal terlihat pada ujung layar dan Baekhyun benar
mensyukuri hal itu.
Baekhyun kemudian teringat dengan apa yang ia lihat pada instagram stories milik Sehun dan
ingat jika belum memarahi adiknya itu. Baekhyun dengan cepat membuat panggilan dan
menunggu dengan sabar namun tak ada sambutan apapun.
"Anak ini," Baekhyun merutuk dalam hati. "Dia pasti membolos lagi."
Baekhyun lalu beralih pada kontak lain dan menghubungi Chanyeol. Suara dering sambungan
terdengar lama namun kembali dengan panggilan tanpa sambutan apapun.
"Ada apa dengan orang-orang ini." Baekhyun menatap ponselnya murka dengan wajah
Chanyeol yang terpasang sebagai gambar latar. Baekhyun hendak memulai panggilan yang lain
namun kemudian teringat pembicaraan terakhir tentang Chanyeol yang lebih sibuk dengan
pekerjaannya.
Baekhyun berakhir meninggalkan pesan dan berharap Chanyeol akan menghubunginya setelah
pesan pria itu baca.

Minseok jelas takkan sebodoh itu membiarkan mereka terjebak di antah berantah mana.
Tempatnya memang pelosok, mengingat wisata gunung Paljong tak begitu ramai ketika musim
panas tiba. Namun tempat itu tak semeyedihkan yang Luhan katakan dengan minimarket tepat
di depan vila yang akan memasok semua kebutuhan mereka selama berada disana.
Baekhyun menjadi anggota pertama yang keluar dari kamar dan menuju minimarket. Di
depannya terdapat meja juga kursi dengan rimbun daundaun pohon yang memayungi. Minseok
bilang mereka akan berkumpul disana dan akan menjelaskan skema perjalanan mereka.
Baekhyun masuk ke dalam minimarket. Lelaki bertubuh mungil itu mengambil dua kotak susu
pisang dari dalam lemari pendingin dan keripik kentang medium sebagai temannya. Dia
menempatkan dirinya duduk pada salah satu kursi dan menikmati kesendiriannya itu dengan
memperhatikan sekitar.
Bangunan vila itu baru Baekhyun sadari sewarna kayu, terlihat kusam dengan tanaman rambat
yang sengaja dibiarkan tumbuh pada dinding. Dua mobil terparkir pada halaman dibawah
pohon akasia yang rindang sebagai payung
Pada sisi kanan jalan membuntu dengan tebing tinggi sebagai ujungnya. Terdapat sebuah
tangga semen yang berlumut di antara pepohonan tinggi menuntun jalan menuju puncak
gunung Palgong. Lalu pada sisi kiri, merupakan satu-satunya akses menuju jalan utama
kembali.
Suara sirine mobil patroli terdengar disana mengingatkan Baekhyun akan Chanyeol dan
profesinya. Mobil itu berhenti tepat pada halaman vila dengan dua orang polisi keluar dari sana.
Mereka berbicara dengan resepsionis dan Baekhyun mulai menaruh tanya kasus apa yang
tengah terjadi.
"Untung saja kita bukan turis." Junki berujar sembari menempatkan dirinya duduk pada meja
yang sama dengan Baekhyun. "Ada apa?" si pemilik rambut hitam lebat itu bertanya,
"Mereka melakukan pemeriksaan khususnya pada turis yang berkunjung. Sepertinya ini
berkaitan dengan isu virus yang tengah senter dikabarkan itu."
Baekhyun berguman paham sebagai respon.
Anggota yang lain ikut bergabung dan memulai diskusi rencana.
Mereka akan mulai naik ke gunung Palgong esok pagi dan memasang papan peringatan juga
pemberitauan mengenai pentingnya menjaga alam. Lalu di sela akan dilakukan pemungutan
sampah selama perjalanan dan mengambil gambar untuk laporan dokumentasi
Makan malam ikut dilakukan di depan minimarket. Mereka memasak ramen dan membeli nasi
instan yang di panaskan dengan microwave milik minimarket. Luhan menjadi yang pertama
menarik diri mengatakan jika ia ingin tidur lebih cepat.
Tak ada anggota yang mencegah diikuti Tao yang mengatakan ingin berjalan-jalan di sekitar
vila. Sedang Baekhyun, Minseok dan Junki melanjutkan pembicaraan random mereka kembali.

Luhan berdecak keras sepanjang tangga naik ke lantai dua. Layar ponselnya berderang
menyinari wajahnya sedang jari bergerak aktif mengetik pesan.
"Kau mulai mengabaikanku, huh?" dia merutuk seorang diri.
"Sedang menikmati karma?"
Luhan terlonjak pada tempatnya ketika pertanyaan itu menguar tibatiba. Dia berbalik cepat dan
menatap tajam Tao yang berjalan mendahului.
"Ugh lihat wajah tidak tau diri ini," Tao berdecak dengan senyum miring, "Apa maksudmu
Huang?" Luhan melangkah mendekat pada kawan satu negaranya itu.
"Apa maksudnya apa?" Tao balik bertanya. "Oh, maksudmu kau yang tidak tau diri?"
jemarinya dia jentikkan di udara. "Kau 'kan si jalang tidak tau diri, mengapa harus bertanya?"
"Keparat!" Luhan meludah. Rahangnya mengeras bersamaan dengan kepalan tangan pada sisi
tubuhnya.
"Kau marah?" Tao bertanya retoris. Dia mulai tertawa mengejek dan Luhan semakin kepalang
marah pada tempatnya.
"Seharusnya kau bertanya mengapa Zhou bisa meninggalkanmu untukku," yang lebih pendek
berkata, "Lihat lidahmu yang busuk itu."
Kedutan tercipta pada pelipis Tao. Tawanya menghilang digantikan gerutukan pada bibir.
"Bukan aku yang datang pada Zhou, tapi pacarmu itu yang datang padaku. Well, dia tampan
dan penisnya besar. Aku tak bisa menolaknya karena hal terakhir itu. Kau tau apa yang dia
katakan saat kami bercinta?" Luhan semakin mendekatkan diri. Matanya setajam elang
mengguluti retina Tao dengan berani. "Lubangku sempurna untuk memuaskannya, tidak
seperti lubang mantannya yang melar karena terlalu sering bermain dengan dildo." Senyum
terkembang miring.
Tao menggeras dalam emosi. Sayangnya kalimat hilang dalam lidah. Luhan berlalu begitu saja
dengan siulan penuh kemenangan melewati Tao.
Pria Huang itu menatapnya seperti api di atas kelopak mata. Langkahnya seberat batu
berbanding terbalik dengan tangan ringan meraih vas di atas meja pada lorong.
"Dasar jalang!" Tao memaki dan belum sempat Luhan berbalik, keramik itu pecah berkeping
mengantam belakang kepalanya.
Luhan ambruk seketika di lantai. Ponselnya meluncur jatuh dibawah meja diikuti darah
mengucur keluar melalui luka yang terbuka.
Dada Tao naik turun dengan cepat. Nafasnya terdengar menderu menatap tanpa iba sosok
terbaring itu. Tao menghampirinya. Sisa keramik vas di tangan ia genggam semakin kuat,
tubuh Luhan ia balikkan dan menemukan sepasang kelopak itu terpejam.
"Bagaimana jika kubuat mulutmu itu yang melar, hah!" ujung runcing keramik Tao arahkan
pada mulut Luhan. Dia menarik garis pada sudut membuat mulut kecil itu koyak seketika.
Darahnya menciprat deras, mengenai wajah Tao namun tak menghentikan motoriknya sama
sekali.
"Bagaimana dengan lidahmu juga?" pria Huang itu bertanya pada angin. Seringaian melebar
dan tanpa aba-aba, Tao melesakkan sisa keramik itu ke dalam rongga mulut Luhan. "Ugh,
masih ada sisa ruang." Tao meraih sisa keramik di lantai dan melesakkan benda tajam itu
menumpuk penuh di dalam mulut Luhan.
Tao bangkit. Senyumnya tertarik kembali. Mata tanpa cahaya itu menatap sosok tak bernyawa
Luhan pada kakinya. Seringaian tercipta lebih lebar. Dia tak puas dan membiarkan tungkai
melayang dan mendaratkan sol sepatunya pada dada itu.
Tao menginjak berulang sampai tulang rusuk itu patah dan mencuat keluar dari kulit. Darah
semakin banyak mengalir sedang dada itu tak lagi berbentuk disana.
Derap suara langkah terdengar mendekat dan Tao seketika tersadar. Dia menatap panik Luhan
yang terbaring lalu tanpa berpikir panjang membawa tubuh itu di atas pundaknya. Tao berlari
menuju lorong kamar lalu berhenti tepat pada kamar Luhan dan mencari kunci pada kantung
jins milik pria tak bernyawa itu.
Pintu terbuka dan Tao segera melempar tubuhnya begitu saja pada lantai. Dia bergegas kembali
pada bibir tangga, menarik karpet yang menjadi alas dengan rembetan darah mengotori bagian
itu dan menggulungnya dengan cepat.
Tao kembali pada kamar Luhan, masuk ke dalam sana dan mengunci pintunya dalam debuman.

"Luhan benar-benar harus berhenti menutup pintu seperti itu," Junki mengometari kala
debuman keras itu terdengar lagi. Pintu kamar Luhan tertutup rapat dan Junki melihatnya
dengan kesal.
"Harusnya kau tak memasukkan dia ke dalam kelompok kita." katanya lagi.
"Sudahlah, lagipula kita takkan selamanya disini." Minseok menengahi. Dia membuka pintu
kamar diikuti Baekhyun yang melakukan hal serupa pada pintu kamar sewaannya.
"Tao belum kembali," Baekhyun memberitau, menyadari pintu kamar dalam keadaan terkunci.
"Semoga saja dia tidak mabuk dan malah masuk ke hutan seorang diri." Junki tertawa dalam
guyonan.
Malam hampir memasuki dini hari dan Baekhyun menyadari jika Tao belum kembali ke kamar.
Dia memeriksa ponselnya berpikir mungkin Tao menghubungi saat dia tidur meminta untuk
dibukakan pintu namun tak ada apapun disana.
Baekhyun beranjak turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Lelaki itu berpikir untuk
memberitau Minseok juga Junki perihal Tao.
"ARRRHHH" Suara teriakan melolong mengagetkan Baekhyun seketika, Matanya melotot dan
menatap pintu kamar Luhan yang bersebelahan dengan kamar miliknya. Baekhyun urung
menuju kamar Minseok dan terburu mengetuk pintu kamar temannya itu.
"Luhan apa yang terjadi?!" Baekhyun bertanya panik dengan tangan mengepal mengetuk pintu.
"HUWAAAA AARRRRHHH" teriakan lebih panjang terdengar sebagai jawaban
"LUHAN BUKA PINTUNYA!" Baekhyun semakin panik.
Pintu kamar Minseok dan Junki terbuka terburu diikuti kedua sosok itu menghampiri Baekhyun.
"Apa yang terjadi?" Minseok bertanya.
"Aku tidak tau, Luhan tiba-tiba saja berteriak"
"ARRGGHHH LEPAS!" teriakan itu membahana kembali dan ketiganya segera menyadari
jika itu bukanlah suara Luhan
"TAO?!" Mereka berseru bersamaan.
Kenop pintu terbuka dalam bantingan dan sosok Tao keluar dari sana. Pria itu kacau dengan
darah mengotori tubuhnya pun ekspresi ketakutan menemani.
Baekhyun, Minseok dan Junki terkesiap dengan bola mata hendak meloncat menatap terkejut
luar biasa pada sosok itu. Dan belum selesai keterkejutan itu berakhir, sosok yang lain keluar
dari sana.
"RRRWWW"
"LUHAN!" Minseok terpekik tertahan. Tungkainya menjelli melihat bagaimana hancurnya
tubuh itu. Junki nyaris pingsan sedang Baekhyun terhempas tanpa oksigen. Matanya melebar
dan perlahan mengambil langkah mundur.
Tao berteriak ketakutan dan terjungkal menghindari Luhan. Langkahnya, tergopoh dan
menggapai apapun untuk menopang tubuhnya. Luhan mengejar dengan tangan melayang di
udara seolah hendak menarik Tao dalam cengkraman. "PERGI KAU! LEPASKAN AKU!"
Tao berteriak sepanjang lorong membangunkan penghuni kamar yang lain. Derap langkah kaki
menaiki tangga, penjaga resepsionis berada disana dan dia nyaris terlempar jatuh pada anak
tangga.
Luhan menggeram bak binatang buas. Gerakannya meliar meraih Tao dan menancapkan
giginya pada lengan pria yang berhasil dia raih itu.
"ARRRRGGHHHHH!" teriakan Tao membahana dalam kesakitan. Semua orang yang berada
di lorong sepucat mayat, sedang mata melebar tercekat dalam keterkejutan.
Luhan melahapnya seperti orang kelaparan. Giginya mencabik lengan Tao dan darah
mengotori lantai juga dinding.
"MASUK KE DALAM KAMARI" Penjaga resepsionis itu berseru keras mengembalikan
fokus semua orang seketika. Teriakan mereka berbaur bersama Tao yang mengerang kesakitan
menjemput kematian.
Baekhyun seolah terpaku pada tempatnya. Suaranya seperti hilang tertiup angin. Dia
membiarkan dirinya menapak disana dan membiarkan retina melihat semua itu. Luhan
mencabik-cabik tubuh Tao seolah temannya itu merupakan seonggok daging lezat yang tak
boleh dilewatkan.
Dia menggigit semua yang terjangkau oleh mulutnya. Ujung hidung mancung Tao lepas
menyisakan dua lobang menganga menuju tenggorokan. Pipinya tercakar lebar sedang bibir
nyaris tak bersisa memperlihatkan deretan giginya yang kotor akan darah.
"BAEKHYUN!" Minseok berteriak memanggili lelaki bertubuh mungil itu dengan panik.
Teriakan itu menarik perhatian Luhan, kepalanya tertoleh dengan bola mata memutih menatap
sosok yang lain disana.
Pria berdarah Cina itu meninggalkan Tao yang terongok tanpa nyawa dan berjalan menuju
ujung lorong. Baekhyun membola dan tak sempat menarik nafas, cepat-cepat dia membawa
tungkainya masuk ke dalam kamar dan membanting pintu itu dengan keras lantas menguncinya
kemudian.
Baekhyun bergetar luar biasa. Tubuhnya merosot jatuh beringsut menjauhi pintu dan nyaris
mendapat serangan jantung ketika ponselnya meraung dalam panggilan.
Baekhyun memaksa bangkit kembali, ponselnya dia raih kasar dan menggeser dial hijau
dengan cepat.
"Cha-Chanyeol-" Baekhyun meledak dalam tangis oleh ketakutan mendera luar biasa.
Suaranya terpatah dan indera pendengarannya menangkap deru nafas berat Chanyeol yang
bergulung di dalam sana.
"Baekhyun aku ingin kau tetap tenang. Aku sedang berada dalam perjalanan untuk
menjemputmu, jadi bersembunyilah di tempat yang aman sampai aku disana!"
"Chan a-apa yang sebenarnya tengah terjadi?"

bersambung
One of my favourite genre; zombie apocalypse. Adakah yang sehati? Ehehe...
Hai apa kabar semua?
Mungkin beberapa dari kalian tau kalo aku pernah post ff ini jauh hari sebelum ff aku yang
judulnya Dimple tamat juga yang Fools Sin di post tapi kemudian aku hapus lagi. Menulis
genre ini merupakan kali pertama bagi aku dan aku takut ffnya terbengkalai(?) jadi aku mutusin
untuk ngetik beberapa chapternya terlebih dahulu baru setelah itu di post kembali.
Makasih udah sempatin baca dan sampai ketemu di chap 2 :D
Chapter 2

Cahaya rembulan mengintip malu-malu di antara celah gorden. Kamar senyap tanpa satu
patah kata pun terucap, kecuali deru nafas berat naik turun memompa dada menatap dalam
keremangan malam sosok Luhan yang masih tak beranjak pada posisinya sejak tadi. Tao
bahkan melempar tubuh itu kuat namun tak juga mampu menarik kesadaran pria itu kembali.
"Harusnya kau belajar dengan lidahmu," Tao berbisik seolah Luhan masih mampu menangkap
suaranya itu. "Kau tidak tau apa saja yang sudah kulewati bersama Zhou, aku... sangat
mencintainya."
Tao tercenung. Ingatannya tanpa dipinta memutar ingatan kembali. Itu semua adalah Zhou,
pria berkewarganegaraan Cina yang telah berhubungan dengannya sejak tahun pertama di
Universitas.
Hubungan itu berjalan baik-baik saja. Semuanya seolah tak memiliki celah kecuali saat Luhan
hadir dan Zhou mengambil persimpangan jalan menuju Luhan lantas mencampakkannya bak
sampah.
"Kau bahkan tak memiliki rasa bersalah sedikitpun, ah... tentu saja karena ini bahkan bukan
kali pertama kau melakukannya." Bibir itu berkedut dalam seringaian.
"Luhan tidurlah dengan nyenyak hm..." Tao meninggalkan kalimat terakhirnya.
Pria itu kemudian bangkit dari duduknya. Kepala terasa berat dan Tao merasakan pula
lututnya yang bergetar. Peluh membanjiri pelipis, perlahan jatuh melewati percikan darah
milik Luhan pada wajahnya.
Tao jelas sadar tak bisa kembali ke kamar dalam keadaan seperti ini. Baekhyun telah kembali
dan temannya itu pasti akan ketakutan melihatnya. Tao berubah urung menuju pintu, alih-alih
masuk ke dalam kamar mandi dan mulai membersihkan tubuhnya.
"Rrrwww"
Gerakan Tao terhenti dan menoleh cepat ke belakang dengan reflek. Kamar itu masih Tao
biarkan gelap, hanya di terangi oleh lampu kamar mandi yang baru saja Tao nyalakan. Disana
tidak ada siapapun, kecuali Luhan yang masih terenggok pada kaki tempat tidur seperti kali
terakhir dia lihat
Tao berakhir dengan menggidikkan pundaknya tak peduli dan kembali membasuh wajahnya
pada wastafel.
"RRRWWW RRWWWW!"
Geraman itu terdengar lebih jelas, sangat keras seolah sumbernya berasal di dalam telinga
Tao. Pria itu berbalik lagi
"KYAAAAA!"
Dan mendapati Luhan tepat di belakangnya,
"RRRWWWW!" Tao belum sempat berkedip ketika Luhan menerjangnya, tiba-tiba. Tubuhnya
terjungkal pada lantai dan pria itu menyerang Tao dengan gigitan. Batang lehernya perih luar
biasa oleh gigi Luhan yang menancap disana, begitu keras sampai daging leher itu
mengelupas-membuat darah berbondong-bondong keluar dari sana.
"KYAAAAAA-" Tao menggelegar dalam teriakan. Lututnya melayang pada perut Luhan, keras
sampai tubuh itu terjengkal ke belakang sana. Tao tak menyisakan detik segera keluar dari
kamar mandi dan tergopoh menuju pintu tanpa peduli oleh darah yang kian banyak mengotori
tubuh juga lantai yang dia lewati.
Luhan menggeram lebih keras dan mengejar Tao. Sepasang lengannya melayang di udara-
mengapai tubuh Tao dengan cengkraman.
"PERGI KAUI LEPASKAN AKU!" Tao melolong keras. Tangannya memukuli Luhan yang
beringas menyerangnya kembali.
"ZI TAO!" pintu kamar digedor kuat dari luar. Itu suara Baekhyun memanggil nama Tao
berulang dengan panik.
"PERGI KAU! PERGI KAU JALANG!" Tao menendang Luhan lagi berhasil membuat pria itu
mundur beberapa langkah. Pintu Tao dorong kasar dan dia keluar dengan terburu. Namun
lagi Luhan berhasil menangkap lengannya lantas menempatkan giginya kembali pada tubuh
itu
"AAARRRGGGHHHHHH!"

BAGIAN 2: MAYAT HIDUP

Kemacetan lebih parah dari yang dibayangkan.


Suara klakson membahana di udara. Makian terdengar di sela namun itu, tak membantu
membuat ban kembali berdecit pada aspal.
"Apa yang terjadi?" Jongin lebih kepada bertanya pada dirinya sendiri. Dia melongokkan
kepalanya keluar melalui kaca jendela terbuka sedang Chanyeol melakukan hal yang sama
pada jendela disisiannya.
"Apa ada kecelakaan?" pria itu kembali melontar tanya.
"Aku akan memeriksanya." Chanyeol bergegas turun dari mobil tanpa mengindahi Jongin yang
memintanya untuk tetap tinggal. Chanyeol menelusuri trotoar jalanan sembari mata awas
memperhatikan sekitar, Polisi yang bekerja mengatur lalu lintas terlihat kewalahan pun dengan
makian yang semakin ramai diperdengarkan.
Chanyeol mempercepat langkah sambil sesekali pandangan terarah pada sumber gerutuan.
Persimpangan jalan terlihat dengan sebuah truk berguling memakan setengah badan jalan. Pada
arah yang berlawanan, sebuah minivan nyaris hancur teronggok pada tiang listrik dengan asap
menggepul tipis keluar dari kap. Sebuah ambulans terparkir tak jauh dari sana, tertahan pada
tempatnya akibat kemacetan yang kian, memanjang ditemani sirine yang meraung.
Sebuah kecelakaan baru saja terjadi dan itulah mengapa jalanan menjadi macet total.
Chanyeol mendekati truk dan menemukan dua orang polisi yang tengah menginterograsi
seorang pria di dekat transportasi besar itu. Chanyeol menebak itu adalah saksi mata atau
mungkin juga salah satu korban, mengherankan bagaimana luka hanya menggores lengannya
saja.
Pandangannya lantas teralih pada bangunan toko yang berjejer dan menemukan sebuah lorong
pemisah disana. Mereka bisa menghindari kemacetan melalui jalan itu, Chanyeol membatin.
Pria yang berprofesi sebagai detektif itu mengambil langkah kembali dengan makian yang
masih bersambut sahut. Pemilik mobil metalik maroon terlihat tak sabar dan membuka pintu
mobilnya dengan gusar. Dia luput memperhatikan seorang pria pengendara motor yang lewat
dan tanpa bisa di cegah terhantam pintu mobil itu seketika.
"KYAAA!" Teriakan dari dalam toko terdengar bersamaan dengan pengendara motor
terhempas jatuh dengan keras pada trotoar. Kenderaan roda dua itu meluncur mengenai mobil-
mobil yang lain menghasilkan suara tabrakan keras membahana.
Si pemilik mobil metalik maroon itu tercekat, kakinya tiba-tiba saja bergetar menyadari buah
hasil kecebohannya. Polisi yang bertugas berlari menuju ke arahnya dan dia tak menyisakan
detik bergegas meninggalkan lokasi.
Chanyeol hendak mengejar namun erangan terpatah pengendara motor itu menghentikan
niatannya. Dia berlari menuju si pengendara motor dan menemukan pria itu tak bergerak pada
tempatnya. Wajahnya ditumpahi darah, mengucur deras membasahi trotoar dengan tubuh yang
tak lagi bergerak.
Chanyeol ingat dengan ambulans pada persimpangan jalan sana, dia tak menyisakan detik
segera membawa tubuh tak sadarkan diri itu pada punggung berlari menuju persimpangan.
Tungkai melangkah cepat kembali menelusuri trotoar yang berubah ramai oleh desakan orang
orang yang berhamburan keluar dari toko.
"Oh sial!" Chanyeol merutuk Ambulans itu tak lagi berada disana. Mobilmobil yang terjebak
dalam kemacetan perlahan kembali bergerak membelah jalanan.
"Apa yang terjadi?!" salah satu polisi yang bertugas mengatur jalanan menghampiri Chanyeol
dan bertanya dengan tergopoh.
"Korban tabrak lari!" sahut Chanyeol terburu. "Dimana ambulansnya?"
"Baru saja berangkat ke rumah sakit. Hei, letakkan dia disini." Polisi itu menunjuk aspal trotoar
meminta Chanyeol meletakkan tubuh itu disana. Detektif muda itu menurut dan membiarkan
petugas memeriksa pria itu.
"Dia sudah meninggal." Polisi itu berkata.
"Apa?" Chanyeol membola tak percaya. Dua jarinya turut ia letakkan pada nadi leher dan benar
tak mendapati denyutan apapun disana.
Polisi itu bangkit berdiri menuju salah satu toko dan kembali dengan selembar kain. Dia
bentangkan kain itu menutupi tubuh pria itu lantas mengambil ponselnya kemudian. Dia
menghubungi rumah sakit dan meminta ambulans untuk segera datang menjemput tubuh tak
bernyawa itu.
Ponsel Chanyeol berdering dengan nama Jongin sebagai pemanggil di tengah pembicaraan
petugas yang memberitau tentang ambulans yang akan segera sampai.
"Kau dimana?"rekannya bertanya begitu Chanyeol menerima panggilan.
"Aku dipersimpangan depan Aku akan menemuimu disini."
"Oke," sambungan di putus Jongin.
Chanyeol kembali memusatkan perhatiannya pada sekitar. Rumah sakit tujuannya hanya
berjarak beberapa kilometer lagi dari tempatnya berpijak. Mobil derek datang dan dengan sigap
menyeret truk beserta minivan itu menyingkir dari jalanan.
Lalu lalang mobil yang melintas menciptakan tiupan angin halus--menghembus kain yang
menutupi mayat itu. Kainnya perlahan tersibak diikuti dengan getaran dari tubuh tak bernyawa
itu,
"Rrrwwwww"
Sebuah geraman terdengar kemudian membuat Chanyeol melompat terkejut pada tempatnya.
Kelopak mata Chanyeol melebar kala beradu pandang dengan sepasang mata yang sempat
terpejam-kini terbuka lebar dengan retina putih menukik Chanyeol dalam pelototan.
"Rrrwww..." di barengi dengan geraman yang sama terdengar disela.
Chanyeol mendekatinya dengan ragu, perlahan mengulurkan tangan hendak menyentuh
pundak itu.
"RRRWWWWW-" dan tiba-tiba geraman menggelegar lebih keras menyapu udara.
Pria yang sempat tak bernyawa itu tiba-tiba saja bangkit dari posisinya. Geramannya terdengar
semakin keras dan menerjang Chanyeol tanpa aba-aba.
Detektif itu melotot dalam keterkejutan dan dengan reflek beringsut menghindar.
"Oh sial." Chanyeol merutuk dalam pacuan langkah. Sosok itu taunya mengejar, langkahnya
cepat dan nyaris menjangkau Chanyeol dengan cengkraman.
"Apa yang terjadi sebenarnya sialan!?" Chanyeol berteriak dalam hati. Ekspresi wajahnya
mengkilat panik sedang tungkai semakin terpacu cepat menarik langkah.
"KYAAAAA!" teriakan membahana lain terdengar. Chanyeol menoleh, pada asal suara
bersama langkah kaki yang terhenti,
Matanya untuk kesekian kalinya melebar. Dekektif muda itu seketika tercengang bersama
rahang jatuh atas apa yang di lihatnya,
Pria yang menjadi korban tabrak lari itu menerjang seorang wanita yang lewat tiba-tiba.
Giginya menancap pada tubuh itu dan mencabik tubuhnya tanpa ampun lantas menelannya
dengan rakus.
Apa yang sedang terjadi? Makhluk apakah pria itu tadi?
Maka, dengan tumpukan keberanian yang dia paksa untuk tumbuh kembali, dekektif itu berkata
dengan yakin.
"Tentu saja. Setidaknya kita harus mencari tau ada apa dengan semua ini."
Rumah sakit nyatanya tak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di jalanan. Lobi tumpah ruah
akan manusia. Teriakan terdengar bersahutan berbaur dalam makian untuk satu sama lain.
Jongin memakirkan mobilnya tepat di depan pintu masuk. Bantingan pada pintu mobil
terdengar kasar seolah hendak melepaskan benda itu pada posisinya. Jongin tak sempat untuk
peduli, getaran pada lutut menuntun pria itu bergegas lebih cepat masuk ke dalam rumah sakit.
Chanyeol mengikuti dan masuk ke unit darurat.
Bangsal di unit darurat penuh. Para dokter dan perawat yang bertugas hilir mudik menghampiri
tiap pasien yang semakin membludak.
"Suntikkan aku obat itu!" seorang pria tua berteriak pada pintu masuk. Dia mendorong kasar
pasien yang tengah diperiksa dan menyodorkan lengannya pada dokter. "Dokter berikan aku
obat itu!"
"Hei, aku yang pertama. Minggir kau!" pasien terdahulu menyalak tak terima.
"Diam kau bajingan! Aku yang pertama!"
Lantas keributan itu pun tak dapat dihindarkan.
"TETAP TENANG! SEMUANYA AKAN MENDAPAT GILIRAN!" Dokter itu berteriak
menengahi.
Suaranya teredam oleh keributan dan pelipisnya berkedut dalam emosi yang tak mampu di
tahan lebih lama lagi. Dia menghempaskan suntik di tangannya dengan kasar lalu tanpa peduli
keluar dari unit darurat dengan sumpah serapah meluncur dari mulutnya.
"Dokter!" Chanyeol memanggili sembari mengejar.
"APA LAGI, HAH! KAU PIKIR PASIEN DISINI HANYA KAU SAJA, KAU PIKIR
HANYA KAU YANG TAK INGIN TERJANGKIT! SIALAN! VIRUS KEPARAT!". Dokter
itu memaki tepat di depan wajah Chanyeol.
Detektif itu sedikit banyak terkejut akan hal itu. Namun dia maklum dan memilih untuk tetap
merendahkan suaranya.
"Saya Park Chanyeol dari kepolisian pusat Gwangju," Chanyeol memperkenalkan dirinya
pertama kali sembari memperlihatkan lencana miliknya.
Otot wajah dokter itu masih menegang namun tak lagi menyalak dengan mata memicing
menatap Chanyeol menyeluruh-menilai penampilan pria yang mengaku sebagai polisi itu.
"Saya tau ini bukan waktu yang tepat untuk berbasa-basi, jadi bisakah Anda memberitau apa
yang sebenarnya tengah terjadi," mata Chanyeol jatuh pada tanda pengenal yang disulam rapi
pada snelli yang pria itu kenakan. "dr. Kang Hyukjin?"

bersambung
Oya aku lupa bilang kalo ff ini aslinya bercast OC sebelum akhirnya akui ubah ke chanbaek.
Jadi mohon maaf kalo ada nama asing yang nyelip ehehe
Makasih udah baca dan sampai ketemu di chap 3!
Chapter 3
BAGIAN 3: KEKACAUAN

Kang Hyukjin menyempatkan diri meneguk habis sisa air mineral miliknya. Pria yang
berprofesi sebagai dokter itu terlihat lebih baik setelah Chanyeol memaksa berbicara dan
berakhir di dalam ruangan miliknya.
Suara keributan di lorong terdengar sayup-sayup di dalam ruangan itu. Chanyeol mengedarkan
pandangan dan mendapati layar komputer yang berada di atas meja-menampilkan sebuah
gambar yang tak benar dia, pahami.
"Itu bagaimana virusnya bekerja. "Hyukjin berkata seolah menyadari kebingungan Chanyeol.
"Tapi tidak ada satupun yang tau apa itu."
"Bukankah virusnya berasal dari unggas? Mungkin semacam flu burung?" Chanyeol
mengalihkan pandangannya pada Hyukjin.
Hyukjin tertawa miring dan menggelengkan kepalanya. "Itu hanya omong kosong untuk
menjawab pertanyaan media."
Chanyeol terkesiap. "Jadi,"
"Benar, bahkan WHO juga belum tau apa yang sebenarnya terjadi. Virus itu ditularkan melalui
darah, kau takkan percaya dengan apa yang kukatakan." Dia berdecak dalam pertimbangan.
Matanya tertaut pada milik Chanyeol dan menyelami iris milik detektif itu. Chanyeol berkerut
dalam kebingungan dan menunggu dengan sabar untuk lanjutan yang hendak dokter itu
suarakan.
Tarikan nafas panjang terhela dari Hyukjin. Botol mineral yang telah kosong dia remas lalu
melemparnya pada keranjang sampah di dekat lemari besi.
"Mereka yang telah meninggal tiba-tiba saja hidup kembali dan menggigit siapapun lantas yang
tergigit meninggal dan hidup kembali. Seperti itulah virusnya bekerja."
Chanyeol tertegun. "Aku melihatnya saat menuju kemari." dia menimpal dalam suara nyaris
tak terdengar.
Hyukjin terlihat takjub, sedetik kemudian kembali menarik senyum miring. "Dunia ini sudah
gila." Ia tertawa dibuat-buat. "Bagaimana bisa mayat hidup kembali?"
"Tadi kau mengatakan virus itu ditularkan melalui gigitan?"
"Ya, gigitan juga cakaran. Jika kau memiliki luka dan darah mereka yang terjangkit mengenai
lukamu, maka kau akan terinfeksi. Sebenarnya suntikkan itu tidak memberikan pengaruh
apapun."
"Apa?" Chanyeol membola kembali.
"Jika kau tergigit, maka kau terinfeksi dan mati. Ketika kau mati... kau akan hidup kembali dan
menggigit siapapun yang kau temui."
Chanyeol tertegun. Kalimatnya seolah hilang ditarik udara. Matanya menapak pada layar
komputer kembali dan memperhatikan lama gambar abstrak yang tertera disana. Itu terlihat
seperti gambar sel darah dengan jaringan saraf di sekitarnya. Chanyeol mencoba memahami
dengan memperhatikan hal itu lebih jeli lagi, namun dia tak memiliki ide apapun terhadap hal
itu.
"Tapi..." Chanyeol menegakkan kepalanya lagi menatap Hyukjin. "Ada seorang pengendara
motor yang tewas karena kecelakaan, dia juga mengalami hal yang sama."
Alis Hyukjin tertaut dalam kebingungan. "Bukankah virus itu ditularkan melalui gigitan atau
cakaran?",
Hyukjin mendekat kepada Chanyeol lantas dengan suara pelan berbisik, "mayat di dalam ruang
otopsi juga mengalami hal yang serupa-" kalimatnya belum sempat terselesaikan kala derap
kaki terburu terdengar keras pada koridor.
Perhatian kedua orang itu teralih cepat pada pintu sedang keduanya saling menukar pandang
sesaat sebelum Chanyeol memutus tautan itu dan bergerak pada pintu.
Kenop berputar dan menariknya guna terbuka. Namun hanya sedetik ketika pintu kembali
Chanyeol tutup, keras menghasilkan dentuman keras akibat bantingan.
"Apa yang terjadi?" Hyunjin melihat Chanyeol bingung seraya bangkit dari duduknya. Wajah
detektif itu pucat dengan ekspresi ketakutan yang kentara pada paras yang tampan.
Chanyeol membawa pandangannya pada Hyukjin dan menjawab dalam bisikan. "Tim SWAT."
"Apa?"

Asap pekat membumbung memenuhi koridor. Derap langkah kaki terdengar cepat bersahut-
sahutan di antara teriakan kesakitan dari orang-orang yang memenuhi rumah sakit.
Rombongan itu datang tanpa di undang. Pakaian mereka serba hitam, menutupi seluruh tubuh
dengan masker membungkam mulut dan hidung. Pada punggung masing-masing terdapat
sebuah tabung dengan tangan menggenggam selang dan membabi buta menyemprotkan gas
asap ke seluruh isi gedung rumah sakit.
Bukan. Itu bukan Tim SWAT seperti yang Chanyeol katakan.
"KELUAR! SEMUA KELUAR!"
Satu dari mereka berteriak. Pintu digedor kasar, ketika tak mendapat jawaban daun pintu itu di
buka paksa dengan tendangan.
Chanyeol cepat menunduk di balik pintu. Jantungnya bertalu kasar menatap tangannya yang
perlahan memutar kunci dengan tergesa.
"Menunduk!" dia menahan pekikkan kepada Hyukjin. Dokter itu kontan melakukan seruannya
dan beringsut mendekati Chanyeol.
"Apa yang terjadi?" dokter itu berbisik dengan gusar. Dia mencondongkan sedikit tubuhnya
menempel pada pintu lalu mengintip melalui kaca kecil untuk melihat ke luaran sana.
Kelopak mata yang sempat menyipit itu tiba-tiba membesar seolah hendak meloncat keluar
dari tengkorak. Apa yang tertangkap retina seolah menarik oksigen membuatnya tercekat,
kontan segera menunduk seperti Chanyeol.
Orang-orang berpakaian hitam itu tak datang untuk sekedar menyemprotkan asap saja, namun
juga memukuli siapapun yang mengindahi perintah mereka. Sol sepatu tebalnya melayang pada
tiap jengkal tubuh yang berlari berlawanan, tanpa iba sampai lautan manusia itu tak mampu
bergerak pada tempatnya.
"Siapa mereka?!"
Pertanyaan itu tak hanya milik Hyukjin saja. Chanyeol pun. Detektif itu berulang bertanya
dalam hati, mencoba menerka-nerka namun tak juga, menemukan jawaban yang ia inginkan.
"SEMUA KELUAR!" teriakan itu terdengar kembali. Gedoran pada pintu mengikuti, semakin
lama semakin jelas menuju ruangan milik Hyukjin.
Dokter itu bergetar dalam ketakutan. Dia meringkuk seperti janin dan memeluk kepalanya.
Chanyeol tak memiliki waktu untuk menenangkan dokter itu. Pandangannya teredar
menyeluruh pada ruangan dan terhenti pada lemari besi yang berdiri dekat dengan pintu.
"Bantu aku!" pinta Chanyeol tiba-tiba. Dia mendorong lemari besi itu kepayahan pada pintu.
Gedoran pada pintu terdengar tepat setelah itu dengan seruan yang sama meminta untuk keluar.
"Cepatlah!" pekik Chanyeol.
Hyukjin bergegas bangkit dan membantu Chanyeol mendorong lemari besi itu pada pintu dan
menjadikannya sebagai tameng. Gedoran terhenti digantikan dengan tendangan kini, berulang
namun lemari besi itu melakukan tugasnya dengan baik. Orang-orang itu beralih pada pintu,
yang lain dan melakukan hal serupa juga.
"Ini pembataian!" Hyukjin berteriak dengan suara yang bergetar. "Mereka membunuh semua
orang!"
Chanyeol mengetahuinya namun dia tak memiliki apapun untuk mencegah hal itu. Bahkan jika
dirinya adalah seorang detektit, dia tak bisa berkutik melihat bagaimana ganasnya orang-orang
itu membantai siapapun yang mereka temui. Chanyeol kalah jumlah dan lagi dia tak tau
darimana orang-orang itu berasal juga siapa atasan yang memberi mereka perintah.
Dering ponsel Chanyeol menggema menjadi sahutan untuk seruan Hyukjin. Dia buru-buru
meraih benda pipih itu dan mendapati nama, Jongin tertera pada layar. Chanyeol menerima
dengan segera.
"PARK SEGERA KELUAR DARI SINI! ORANG-ORANG GILA ITU AKAN
MELEDAKKAN GEDUNG RUMAH SAKIT!"Jongin berteriak menulikan pendengaran
Chanyeol.
Chanyeol membeliak luar biasa seolah jantung baru saja copot dari rongganya. "Aku tak bisa
keluar, mereka ada dimana-mana!"
"CEPATLAH BODOH, LAKUKAN SESUATU! AKU TAK BISA MENUNGGUMU, AKU
HARUS MENJEMPUT KYUNGSOO!" Jongin berteriak terakhir kalinya sebelum memutus
sambungan itu.
"TU-TUNGGU JONGIN—"
Panggilan itu terputus. Chanyeol menahan makian sedang jantung bertalu semakin tak
terkendali pun kala nama Kyungsoo rekannya itu sebut. Pikirannya tanpa di perintah segera
melayang pada Baekhyun.
Sial! Lelaki itu bahkan berada di Daegu ditengah kekacauan yang melanda Gwangju tanpa
penjelasan mengenai apa yang sebenarnya, tengah terjadi!
Namun kemudian semua ketakutan itu menghilang sirna. Chanyeol tanpa kata mendorong
lemari besi kembali menyingkir dari pintu tanpa peduli dengan Hyukjin yang melotot padanya.
"Hei apa yang kau lakukan!?" dokter itu kembali panik.
"Aku harus keluar dari sini!" sahut Chanyeol.
"KAU CARI MATI!" Hyukjin menghardik.
Chanyeol memang cari mati, namun dia tak sempat memikirkan kematian saat ini. Dia harus
segera menjemput Baekhyun dan memastikan pacarnya itu dalam keadaan baik-baik saja.
Lemari besi itu kembali pada tempat semula. Chanyeol mengintip melalui kaca pada pintu
melihat ke luar sana. Asap masih menggepul walau tak sepekat tadi. Orang-orang berpakaian
hitam itu masih berada di koridor. Jumlah mereka tak sebanyak seperti yang Chanyeol lihat
sebelumnya, dia menebak mereka tengah berpencar ke bagian gedung yang lain.
Chanyeol sebenarnya tak memiliki rencana apapun. Dia hanya ingin keluar segera dengan
nekat sebagai modalnya. Pun ketika kunci Chanyeol putar dan menggenggam kenop kuat
dengan siaga.
"Hei, kau tidak serius 'kan?" Hyukjin menahan gerakan pria itu.
"Gedung ini akan diledakkan!" Chanyeol menahan teriakan. "Kita harus segera keluar dari
sini."
Hyukjin nyaris terlonjak dalam keterkejutan. Lidahnya kehilangan katakata sedang tubuh tiba-
tiba saja bergetar dalam ketakutan. Chanyeol sekali lagi mengabaikan hal itu. Pintu di tarik
perlahan dan menghasilkan sedikit celah. Matanya awas menatap melalui celah pintu dan
menunduk.
"Kita akan mengendap keluar dan sebisa mungkin menghindari mereka." Chanyeol
memberitau rencana tanpa sempat dia pikirkan matang itu.
"Tapi mereka dimana-mana!"
Chanyeol pun tau tapi mereka tak bisa berada di ruangan itu dan menunggu gedung rumah sakit
diledakkan. Pintu Chanyeol buka lebih lebar, dia berjongkok lalu dengan perlahan beringsut
keluar dari sana, Asap membantu rencananya. Detektif itu menempel pada dinding dan
perlahan-lahan bergerak menjauhi pintu.
Dia melirik ke belakang dan menemukan Hyukjin melakukan hal yang serupa. Langkahnya
semakin cepat diikuti tubuh yang menegak perlahan dan berlari menuju lorong utama. Sol
sepatunya memantul di koridor, kemudian berdecit ketika dia paksa tungkai berhenti tiba-tiba.
Chanyeol seketika tercekat. Unit darurat taunya lebih parah dari yang dia pikirkan. Orang-
orang berpakaian hitam tersebar lebih banyak disana. Mereka memisah pasien dan masyarakat
sipil menjadi 2 kelompok. Satu pada sisi kanan dan sisanya pada bagian kiri.
Chanyeol melihat sekilas dan segera menyadari pada sisi kanan di penuhi oleh mereka yang
berseragam rumah sakit dan sisanya, masyarakat sipil yang datang meminta pertolongan
pertama seperti himbauan pemerintah.
"Berhenti disana!" satu dari orang itu berseru pada Chanyeol.
Detektif itu lagi tercekat dan tungkainya reflek mengambil langkah mundur.
"Lewat sini!" Hyukjin berteriak dari belakang. Chanyeol tak mempertimbangkan apapun lagi
membalikkan tubuhnya segera dan berlari secepat angin menyusul Hyukjin.
"HEI BERHENTI!" Orang berpakaian hitam itu berteriak mengejar.
Hyukjin berlari pada bagian timur gedung rumah sakit, tepatnya pada lorong terujung di lantai
satu yang menghubungkan parkiran khusus staf rumah sakit. Dia menekan alarm pada kunci
mobil dalam genggaman dengan tergesa dan menemukan kenderaan itu terparkir di dekat pintu
keluar.
Itu terlalu jauh. Chanyeol membatin.
Pandangannya di edarkan pada seluruh mobil yang terparkir mencari kiranya ada mobil yang
melintas. Namun tak ada satupun. Sedang derap langkah berlari semakin jelas terdengar
menyusul.
"Detektif cepatlah!" Hyukjin berteriak. Chanyeol tak memiliki pilihan selain mengikuti
Hyukjin menuju dimana mobilnya terparkir di depan sana.
Hyukjin membanting pintu mobil dan tergesa menghidupkan alat transportasi itu. Chanyeol
duduk pada samping kemudi bersamaan dengan orang-orang berpakaian hitam itu sampai pada
parkiran.
"CEPATLAH!" Chanyeol berseru tak sabaran.
Hyukjin menekan starter lebih kuat dan mesin mobil pun menderu. Tanpa menyisakan detik,
segera menarik kompling lantas menginjak gas dengan cepat. Mobil meninggalkan areal
parkiran menuju perataran rumah sakit dengan decitan ban tertinggal mengaum.
"Oh sial!" Hyukjin memaki nyaris bersamaan dengan Chanyeol.
Taunya perataran itu penuh sesak dengan kekecauan dimana-mana. Orang-orang berlari
menjauhi gedung rumah sakit sedang orang-orang berpakaian itu mengejar. Mobil yang ada
disana, ditinggalkan pemiliknya, begitu saja membuat akses jalan Hyukjin terblokir.
Mereka terjebak tepat pada bibir parkiran.
"Ini mendesak jadi jangan tangkap aku!" Hyukjin berujar sebelum menginjak gas lebih kuat
dan tak menunggu respon Chanyeol segera menabrakkan mobilnya dengan mobil yang
terparkir di depannya. Suara alarm dari mobil-mobil itu bersambut-sahut membuat riuh kian
ramai dalam kekacauan.
Mobil tak bertuan itu terdorong ke depan dan menabrak mobil lain di depannya-memberikan
celah Hyukjin untuk keluar. Dokter itu dengan gesit menyalip celah yang ada dan tanpa
perhitungan menabrak mobilmobil lain yang menghalangi jalannya.
Bumper mobil telah penyot tak sempat pria itu pikirkan namun lagi-lagi terjebak di antara
kumpulan mobil yang lain.
"Siall" Hyukjin memaki. Klakson di tekan kuat seolah itu memberi hasil yang dia inginkan.
Chanyeol melongokkan kepalanya keluar dari mobil dan berdiri untuk mengedarkan
pandangannya ke seluruh perataran.
Mata bulatnya memicing, kemudian melebar ketika menangkap satu mobil patroli polisi yang
terparkir tepat pada pintu masuk.
"Aku turun disini!" Chanyeol membuka pintu mobil tergesa dan tak menunggu respon Hyukjin
segera berlari di antara celah-celah mobil.
"He-hei-" Hyukjin tak sempat mencegah ketika Chanyeol melompat turun dari mobilnya.
Detektif itu berlari cepat menuju pagar sambil sesekali melompati bumper mobil yang
menghalangi langkah. Dia mendorong satu yang berpakaian hitam dan melompat tepat di
samping mobil incarannya. Mobil patroli itu kosong dengan kunci menggantung pada
tempatnya.
Chanyeol segera masuk ke dalam sana. Kemudi dia putar lalu menginjak gas meluncur pada
trotoar.
Pada awal-awal karirnya di kepolisian, Chanyeol memiliki tugas untuk mengamankan
pengendara yang ugal-ugalan dan sekarang dia menjadi satu di antara mereka tanpa satupun
peduli untuk menilang.
Sudah tidak lagi.
Keadaan sudah tak lagi mengijinkan untuk peduli akan hal itu.

Sehun tersentak pada tidurnya merasakan getaran berulang dari ponsel di dalam kantung celana
seragamnya. Remaja itu merutuk kesal sembari mengambil ponselnya dan menemukan nama
Chanyeol tertera di layar. Rutukannya berubah menjadi makian. Dia tanpa pikir panjang
mengusap dial merah, menolak panggilan itu dan bangkit dari posisi berbaring.
Jam telah menunjukkan angka 4 lewat beberapa menit. Hari telah beranjak sore, kurang dari 2
jam lagi sekolah akan berakhir.
Sehun merenggangkan ototnya yang terasa kaku dan menguap lebar sekali. Hari ini tidur
siangnya lumayan lama dari biasanya. Sehun memutuskan untuk turun dari atap dan berpikir
untuk menemukan sedikit cemilan sembari menunggu jam pulang berdentang.
Siswa SMA tingkat akhir itu bersiul sepanjang perjalanan. Koridor lantai teratas sepi seperti
biasa. Gema memantul mengiringi siulannya di sela.
Ini sedikit aneh. Sehun melongokkan kepalanya pada kedua ujung koridor yang dia lewati dan
menyadari tak ada satupun siswa yang lewat. Apakah siswa berandal yang gemar bolos hanya
tinggal dirinya saja? Atau sekolah berakhir lebih cepat? Sehun bertanya dalam hati.
Langkahnya dia percepat menuruni tangga. Lantai 4 adalah kelas tingkat terakhir. Koridor
masih sepi, dia melihat ke dalam kelas dan tak mendapati satu orang pun disana. Meja dan
kursi tertata berantakan dengan tas dan buku yang berserakan di lantai.
Apa yang terjadi? Pikirnya kembali.
"KYAAAA"
Teriakan itu terdengar membahana. Suaranya memantul terdengar dari lantai bawah. Sehun
membawa langkahnya segera menuju tangga dan disanalah dia menemukan seluruh siswa
sekolah.
Wajah panik dengan tangisan berbaur satu. Para siswi meraung sedang siswa memaki dengan
tangan mendorong siswa-siswa yang lain. Sehun mematung tak mengerti pada tempatnya.
Ponsel kembali berdering dengan nama pemanggil yang sama dari Chanyeol.
Sehun menerima panggilan itu tak sadar sedang fokus masih terbagi pada koridor lantai 3.
"Hyung," "Sehun kau masih berada di sekolah 'kan!?" suara Chanyeol terdengar memburu di
ujung sambungan sana. Sehun menyergit, bertanya-tanya setan apa yang tengah mengejar pria
yang menjadi pacar kakaknya itu. "Ya, aku di sekolah. Ada apa?"
"Tetap berada disana. Aku akan menjemputmu sekarang!" Chanyeol menyahut dengan nada
serupa.
"Apa yang terjadi?" Sehun bertanya, kerutan pada keningnya bertambah orang bingung
membumbung kian banyak.
"Kita harus ke Daegu untuk menjemput Baekhyun, pastikan kau sudah berada di depan dan
jangan sampai tergigit!"
"Apa-tut-tut..." sambungan itu terputus.
Sehun menukik dalam kebingungan yang semakin mendera. Tergigit? Ia mengulang dalam hati.
Sehun menuruni tangga dan berbaur dengan siswa-siswa yang lain. Koridor penuh sesak
sedang tangga menuju lantai 2 tak memiliki sisa celah sedikitpun.
Sehun urung untuk turun melalui tangga. Dia menuju jendela dan menggeser kaca itu lalu
memanjatnya dengan mudah.
"Huh?" matanya menyipit ketika tak sengaja menangkap bayangan pada seberang gedung.
Dua orang wanita berlari menghindari rombongan di belakangnya. Mereka berjumlah lebih
dari 5 dengan tangan melayang di udara berusaha menggapai kedua sosok itu.
Salah satu terjerebab jatuh dan temannya lekas membantu bangkit dan itu menjadi kesalahan
fatal. Lima orang itu menggapai tubuh mereka mudah dan menggerubunginya. Sehun semakin
memicingkan pandangan dan menyadari jika orang-orang itu menggigit kedua wanita itu
dengan beringas.
Darah terciprat banyak pada jendela kaca merampas nafas Sehun seketika. Remaja itu
mendadak mual di saat yang bersamaan, ucapan Chanyeol terngiang dalam ingatan.
"Jangan sampai tergigit."
"DIA DISINI! CEPATLAH, DIA ADA DISINI!" para siswi berteriak tiba-tiba. Koridor
menjadi lebih kacau, beberapa sampai jatuh terdorong-terinjak oleh pemakai seragam yang
sama tanpa ada satupun yang berniat menolong.
Sehun masih berdiri pada kusen jendela dan mengedarkan, pandangannya pada ujung koridor.
Seorang siswa berjalan disana, kemudian langkahnya berubah cepat dalam larian dan menuju
para siswa dengan kalap.
Gelegatnya terlihat sama-tidak, itu memang persis seperti yang Sehun lihat pada seberang
gedung. Belum selesai keterkejutannya berakhir, Sehun kembali di kejutkan dengan
penampilan siswa itu.
Penampilannya kacau dengan darah tersebar dimana-mana. Lehernya terluka parah dan
matanya memutih seolah tak memiliki retina. Dan yang lebih menarik perhatian Sehun adalah
mulut siswa itu
"KYAAA TOLONGGG!" teriakan itu membuat para siswa menjadi lebih kacau. Mereka
berpencar, sebagian berlari pada ujung lorong yang lain, beberapa masuk ke dalam kelas dan
sisanya tetap memaksa menggunakan tangga mencoba menghindari siswi itu.
Sehun pada tempatnya berubah panik dan lekas merangkak turun dari jendela. Kakinya
mendarat pada genteng dan berjalan gesit di atas sana. Si berandal SMA itu menuruni tembok
dengan lincah lalu melompat dengan pendaratan sempurna pada halaman sekolah.
Di halaman sekolah itu, Sehun mendapati para siswa juga guru yang berlumuran darah dengan
luka pada tubuh mereka. Mata memutih dengan mulut kotor oleh darah mengejar siapapun
yang mereka temui disana.
Apa yang sebenarnya terjadi? Sehun berulang bertanya.
"RRRWWWW-" geraman itu menusuk pendengaran menyadarkan Sehun akan sosok yang
tengah mendekatinya.
"KYAAA!" dia kontan berteriak. Tungkainya dia paksa melangkah cepat menjauh dari sana
menuju gerbang. Sosok menyeramkan itu tidak hanya satu yang mengejar, jumlah mereka
bertambah dan mengerang lebih keras.
"SEHUN!" Chanyeol berteriak sembari menekan klakson. Ban mobil patroli itu yang pria itu
kendarai berdecit keras ketika rem terinjak tibatiba dan berhenti tak jauh dari Sehun
Siswa SMA itu memacu langkah lebih cepat menuju mobil itu dan melompat bagai ninja masuk
ke dalam mobil. Chanyeol segera menginjak gas dan mereka melesat pergi meninggalkan
sekolah bersama kuruman mayat-mayat yang tertinggal di belakang sana.

Tak ada pembicaraan di dalam mobil itu. Bernafas pun menjadi hal sulit bagaimana gulungan
di dada seolah hendak merampas seisi paru-paru.
Sehun berulang menarik nafasnya. Ketika dia berhasil melakukan hal itu, Chanyeol tiba-tiba
saja membanting setir menghindari mobil yang lain seketika membuat Sehun kembali menahan
nafasnya.
Ini seperti mimpi. Seperti mereka tengah terjebak dalam sebuah permainan dengan musuh
dimana-mana. Jalanan kacau, gedung yang terbakar, teriakan juga... mayat hidup yang
memakan siapapun yang mereka temui di jalanan.
"Sehun coba hubungi Baekhyun!" disela fokusnya pada kemudi Chanyeol meminta. Sehun
masih tak mampu menahan keterkejutan dalam dirinya membuat Chanyeol berubah tak sabar.
"Cepatlah!" serunya.
Sehun tersentak buru-buru mengambil ponsel. Tangan bergetar menari di atas layar mencari
kontak Baekhyun. Dia menghubungi saudara kandungnya itu dan menunggu sambungan
terhubung dalam risau.
"Tidak aktif." Sehun memberitau. Gurat wajahnya kian panik terlihat dalam usahanya
menghubungi Baekhyun. Sehun kembali mengulang panggilan namun sapaan yang di
terimanya masihlah berasal dari operator.
"Chanyeol hyung!" Sehun tiba-tiba berseru menunjuk jendela di sampingnya, tepatnya pada
sosok mayat hidup yang menempel disana. Darah dari mulutnya menciprat mengotori jendela
dengan sayup-sayup erangannya masuk ke dalam mobil.
Chanyeol lekas membanting setir dan menabrakkan diri pada pagar pembatas jalan. Mayat itu
terhimpit keras namun tak menghentikannya berusaha masuk ke dalam mobil. Chanyeol
menabrakkan sisi mobil lagi pada pagar dan menginjak gas kuat membuat sosok itu terpental
pada badan jalan lalu terlindas oleh ban mobil dibelakang sana.
Sehun sepucat mayat. Shock menghantui dengan apa yang baru saja ia lihat dengan matanya
sendiri. Dia melirik Chanyeol takut-takut namun tak menemukan ekspresi serupa dari pacar
kakaknya itu.
Chanyeol seperti psikopat yang baru saja membunuh korbannya tanpa rasa bersalah tertinggal.
Pria itu terlihat tenang walau kenyataan tanpa Sehun ketahui, dia sama besar menanggung
ketakutan pada dirinya.
"A-apa itu hyung?" Sehun bercicit bertanya. Kekuatannya tersedot habis oleh rasa takut sampai
bicara pun menjadi sulit untuk dilakukan.
"Mayat hidup." Chanyeol menjawab singkat.
"Mayat hidup?" Sehun mengulang merasa tak yakin dengan pendengarannya sendiri.
"Bagaimana bisa mayat hidup kembali?",
"Terus hubungi Baekhyun, saat ini yang terpenting kita harus menjemput kakakmu!" Chanyeol
menyahut. Sehun tak membantah walau rasa penasaran masih menggorogoti dirinya.
Tangannya masih bergetar memegang ponsel, mencoba kembali menghubungi Baekhyun.
Matanya dibiarkan jauh keluar dari kaca mobil di depannya dan membiarkan otak merekam
semua kejadian yang tertangkap oleh inderanya itu.
Tak ada yang peduli tentang lampu lalulintas yang harus di patuhi.
Chanyeol menerobos jalanan tanpa melihat kanan kiri juga tak peduli dengan mobil yang
semakin penyot sana sini.
"Sial!" pria itu memaki. Rem dia injak tiba-tiba membuat mobil tersentak sekali dengan kuat.
Jalanan kembali macet. Perjalanan ke Daegu yang seharusnya hanya memakan waktu 3 jam
terbuang banyak dengan keadaan jalan yang semakin kacau.
Sehun memilih diam di antara pekerjaannya terus berusaha menghubungi Baekhyun yang
masih tak mendapatkan jawaban. Sehun pikir karena Baekhyun berada di gunung dengan akses
sinyal yang buruk itulah mengapa ponselnya menjadi sulit untuk dihubungi.
Matanya berpendar pada seluruh jalanan dan terhenti tepat pada sisi kanannya. Jendala kaca
terlihat buram oleh bercak darah yang telah mengering namun tak benar menutupi pandangan
Sehun pada supermarket disana.
Lampu di dalam pusat perbelanjaan itu berkedip-kedip. Orang-orang berlari masuk dan keluar
dari sana dengan troli mengisi barang tanpa kantung plastik. Sehun segera menyadari jika
supermarket itu baru saja di jarah namun tak ada satupun yang peduli.
Kota benar telah kacau sepenuhnya.
Langit telah gelap dan nyatanya membuat keadaan semakin tak terkendali. Chanyeol tak
memiliki pilihan, kembali naik pada trotoar dan menyelinap masuk ke dalam lorong-lorong di
antara bangunan toko.
Bulan menghiasi langit ketika mobil patroli itu meninggalkan kota Gwangju. Chanyeol
memilih untuk menghindari jalan raya dan mengambil sisi jalan yang bisa ditembus tanpa
terjebak macet sama sekali.
"Baterai ponselku mulai habis hyung." Sehun memberitau di antara rutukan menatap ujung
layar ponsel. "Apa hyung tau dimana penginapan Baekhyun hyung?" Dia beralih pada
Chanyeol setelahnya.
Jalan penggunungan mulai terlihat di depan mata dengan kabut tipis menghalangi pandangan
mata.
"Baekhyun memberitau sebelumnya." Jawab Chanyeol. "Gunakan ponselku, terus hubungi
Baekhyun." Chanyeol menyerahkan ponselnya, kepada anak SMA itu.
Sehun menerimanya dan segera melakukan panggilan kembali.
Keadaan begitu senyap berbanding terbalik dengan keadaan Gwangju. Tak ada teriakan juga
mayat hidup yang berkeliaran menggigiti orangorang. Yang ada hanyalah hembusan angin
penggunungan dengan ranting pohon melambai ketika mobil melewatinya.
"Ponsel Baekhyun hyung aktif!" Sehun terpekik senang bukan main.
"Katakan padanya kita akan segera sampai!" Chanyeol meminta kembali, suaranya terdengar
tenang berusaha mengenyahkan kekhawatiran yang masih mendera.
Sehun mengangguk dan menunggu dering ponsel itu dengan tak sabar.
"Baekhyun hyung-" belum sempat Sehun menyelesaikan kalimatnya, Chanyeol segera
mengambil alih ponsel itu.
"Baek aku ingin kau tetap tenang. Aku sedang berada dalam perjalanan untuk menjemputmu,
jadi bersembunyilah di tempat yang aman!", Chanyeol berujar terburu.
Neon box yang menuliskan nama vila yang Baekhyun katakan baru saja terlewati membuat
Chanyeol semakin dalam memacu kecepatannya.
"Aku sudah sampai di vila!"
"Cha-Chan... aku takut sekali," Baekhyun sesunggukkan di ujung sambungannya.
"Katakan kau berada dimana? Aku akan menjemputmu!" mobil patroli itu berbelok masuk ke
dalam perataran vila.
"Aku berada di kamar. Lantai dua, kamar paling ujung " Ucap Baekhyun. "Aku tidak bisa
keluar. Luhan membunuh Tao dan dia berada di lorong."
"Aku akan kesana. Tetap bersembunyi." Chanyeol melepas sabuk pengamannya dan beralih
pada Sehun. "Kau tetap disini."
Sehun segera mengangguk tanpa bantahan.
Dashboard mobil Chanyeol buka dan menemukan sebuah pistol disana. Chanyeol
mengambilnya dan menggenggam benda itu erat-erat, sedang tangan yang lain tetap memegang
ponselnya yang tersambung dengan Baekhyun.
Chanyeol keluar meninggalkan Sehun yang ketakutan setengah mati di dalam mobil. Detektif
itu masuk ke dalam vila dan sosoknya menghilang dalam hitungan detik.
Chanyeol menatap awas dengan pistol dia arahkan ke depan. Meja resepsionis berantakan tanpa
seorang pun berada disana. Lorong panjang lantai satu sama senyapnya berbanding terbalik
dengan riuh di lantai dua.
Chanyeol mengambil langkah hati-hati menaiki tangga dengan deru nafas kepayahan
Baekhyun yang menemani inderanya.
"Cha-Chanyeol?" Baekhyun memanggilnya.
Pria itu tak menjawab tak ingin menimbulkan sedikit suara pun. Dia berada pada anak tangga
terakhir dan segera mendapati pandangan mengerikan disana. Darah menempel terlalu banyak
pada dinding juga lantai. Kedua sisi lorong itu kosong, seolah tak berpenghuni.
"Lorong kanan atau kiri?" Chanyeol bertanya dalam bisikan.
"Kiri." Baekhyun menjawab.
Chanyeol membawa langkahnya pada lorong sebelah kiri dan mencari kamar yang Baekhyun
katakan.
"RRRWWW-" geraman itu terdengar tiba-tiba dengan langkah terburu menuju Chanyeol. Pria
itu berbalik sigap dan menodongkan pistolnya.
"Tao?" dia terkesiap. Matanya membola menatap tak percaya sosok itu. Tubuhnya nyaris tak
terbentuk dengan bola mata putih sepenuhnya dan mulut terbuka lebar-lebar.
"RRRWWW-" Tao menerjang dan Chanyeol tanpa pikir panjang segera menarik pelatuk
tepatnya pada kepala dan menghancurkan seisi otak itu.
DORR!
Gema tembakan terdengar keras. Tao terhempas jatuh dan tubuhnya tak bergerak di lantai.
Baekhyun di dalam kamar terkejut luar biasa namun segera menyadari jika itu adalah Chanyeol.
Dia segera bersiap di balik pintu dan memutar kenop.
"Chanyeol!" Baekhyun segera keluar dari kamar dan berlari menuju detektif itu.
"Cepat kita harus keluar dari sini!" Chanyeol berteriak,
"Minseok dan Junki masih di kamar!" Baekhyun kembali ke ujung lorong dan memanggil
kedua temannya itu.
"RRRWWWW!"
Chanyeol segera mengarahkan pistolnya kembali ke depan dan bersiap untuk sosok yang akan
datang itu. Teriakan Baekhyun memanggili Minseok dan Junki menggema-membuat mayat
hidup itu menemukan posisi mereka dengan cepat.
"Baekhyun cepatlah!"
Chanyeol menembak satu lagi mayat itu dan menyadari jika jumlahnya tak hanya satu. Suara
geraman terdengan semakin riuh, ketika Chanyeol melihat kearah tangga lantai 3, dia
menemukan lebih dari empat sosok mayat itu berada disana.
"CEPAT!" Chanyeol berteriak.
Baekhyun berlari segera ketika Minseok dan Junki telah keluar dari kamar. Ke empat orang itu
segera mengikuti Chanyeol menuruni tangga dan berlari menghindari mayat-mayat yang
berlari menuju mereka.
Junki tak benar memperhatikan langkahnya dan tersandung tepat pada bibir tangga.
"KYAAA!" dia berteriak.
"JUNKI!" Baekhyun dan Minseok berseru dan buru-buru membantu pria itu untuk bangkit.
Namun terlambat ketika mayat-mayat itu datang dan menemukan lengannya.
"AARRRGGGHHH!" Junki melolong dalam teriakan. "TOLONG AKU!"
"JUNKI!" Baekhyun dan Minseok masih berusaha menarik temannya itu untuk bangkit.
Mayat-mayat itu menggerubungi tubuh Junki dan melahap seluruh tubuhnya. Baekhyun dan
Minseok tercekat, nyaris kehilangan nafas melihat hal yang sama itu terjadi kembali.
"CEPATLAH!" teriakan Chanyeol mengembalikan fokus mereka kembali.
Chanyeol berlari menuju mobil diikuti Baekhyun dan Minseok. Keduanya menempatkan diri
duduk pada jok belakang sedang Chanyeol bersiap dengan kemudinya kembali.
"Sehun!" Baekhyun terpekik senang melihat adiknya itu berada disana. Di hendak melompat
untuk sebuah pelukan namun tak jadi dilakukan ketika retinanya menangkap mayat-mayat itu
keluar dari vila.
"Chanyeol!" Baekhyun berseru menunjuk pintu vila.
Mayat-mayat itu mengejar dengan geraman keras mencoba menghalangi mobil patroli itu.
Chanyeol tanpa pikir panjang menabrakkan mobilnya membuat mayat terlindas lantas mati
untuk kedua kalinya.
Mobil melesat pergi meninggalkan vila dengan debu dan asap mobil menari bersama dedaunan
di udara.

bersambung
Siapa yang baper sama nikahannya Yoora? Rasanya pengen nikahin ChanBaek sekalian disana
ga sih wkwkw
Makasih yang udah sempetin baca, see you lagi
Chapter 4
BAGIAN 4: APARTEMEN

Malam telah larut ketika gunung Paljong telah ditinggalkan di belakang sana. Tak ada yang
berusaha memulai pembicaraan. Sisa keterkejutan akan apa yang terjadi masih terngiang jelas
dan semuanya terjatuh dalam ingatan itu kembali.
Minseok seperti bisu melihat bagaimana Junki, teman baiknya dilahap oleh makhluk-makhluk
itu. Dia meringkuk pada duduknya dan diam-diam menangis. Baekhyun pun sama berduka,
namun dia lebih kuat dengan adanya Chanyeol juga Sehun bersamanya.
"Kita akan kemana?" lelaki bertubuh mungil itu bertanya akhirnya.
"Kembali ke Gwangju." Chanyeol menjawab.
Sehun membeliak terkejut dan menggeleng dalam penolakan. "Hyung mayat hidup itu ada
dimana-mana!" pekiknya sampai membangunkan Minseok.
"Kita tak memiliki rencana harus kemana dan lagi kita tak bisa berjalan jauh," Chanyeol
menatap panel indikator sesaat. "Bahan bakarnya hampir habis."
"Kita bisa mengisinya." Baekhyun menyeletuk.
"Mayat itu ada dimana-mana, kita tak bisa keluar dari mobil begitu saja." Sahut Chanyeol. Dia
menghela nafasnya sesaat dan melanjutkan. "Kita akan kembali ke Gwangju dan bersembunyi
sembari menunggu untuk jalan keluar dari semua ini." putusnya.
Baekhyun dan Sehun tak lagi memberikan bantahan apapun. Dalam hati menyimpan resah
menyambut Gwangju kembali.

Kota Gwangju seperti tak bertuan tanpa seorang pun yang mereka temui di jalanan Kota itu
terlihat lebih kacau sejak di tinggalkan. Mobil-mobil terparkir tak beraturan di jalanan, toko-
toko terbuka tanpa penerangan dan sisa kebakaran meninggalkan asap yang tertiup angin
malam
Mayat-mayat itu tergeletak dimana-mana. Sebagian dengan kepala pecah, sedang sebagian
yang utuh tak bergerak pada tempat masing-masing. Tak ada yang tau apakah makhluk itu telah
mati untuk kedua kalinya atau bersiap-siap bangkit kembali guna memangsa manusia-manusia
yang mereka temui.
"Kita ke apartemen kalian saja," Chanyeol berkata dalam senyap. "Jaraknya lebih dekat."
Semua menyetujui dalam diam Gedung apartemen Baekhyun telah terlihat bersamaan dengan
laju mobil perlahan melambat sebelum akhirnya berhenti di depan gedung.
"Bagaimana jika makhluk itu berada di dalam?" Baekhyun menatap ngeri gedung
apartemennya.
Chanyeol memeriksa pistol yang dia temukan dan mendapati dua sisa, peluru di dalam sana.
Chanyeol tidak tau akan ada berapa jumlah mayat di dalam gedung dan mereka juga tak
memiliki senjata apapun untuk menghadapi mereka.
"Jangan membuat keributan" Chanyeol berseru tiba-tiba.
"Huh?"
Chanyeol membawa pandangannya menyeluruh pada semua yang ada di mobil. "Jangan
membuat keributan. Saat aku menembak dan Baekhyun berteriak di vila, tiba-tiba saja mayat-
mayat itu datang. Kupikir mereka tertarik dengan suara." Chanyeol sebenarnya tak begitu yakin
dengan apa yang dia katakan.
Matanya menatap keluar dan menemukan keadaan masih sunyi. Mayat, mayat itu ada di
beberapa titik, masih tak bergerak dan Chanyeol pikir penyebabnya karena senyap yang tak
bisa menuntun mereka pada mangsa buruan.
"Ayo, kita harus cepat." Chanyeol membuka pintu mobil hati-hati. Sehun bertukar pandang
dengan Baekhyun sekali dan memberikan anggukan. Lelaki itu membangunkan Minseok
sebelum ikut keluar dari mobil.
Chanyeol menatap siaga pada sekitarnya. Baekhyun beringsut mendekat dan berdiri dibelakang
pria itu, diikuti Sehun dan Minseok pada urutan belakang.
Angin bertiup sejuk mengantar langkah-langkah mereka masuk ke dalam apartemen.
Gedung itu gelap gulita. Di dalamnya berantakan, dengan pecahan kaca dan bagian gedung
yang rusak.
Lantai kamar apartemen Baekhyun berada di lantai 3 dan terletak tak begitu jauh dari lift, dalam
hati Baekhyun untuk pertama kali benar mensyukuri hal itu.
Chanyeol memimpin menuju lift namun menyadari jika angkutan transportasi vertikal itu
dalam keadaan tak berfungsi. Angka 5 tertera pada panel, tak berkedip memperjelas jika benda
itu tak bisa di gunakan.
"Tangga darurat," Chanyeol memberi instruksi sembari menunjuk pintu di samping lift. Dia
kembali memulai langkah pertama kali menuju pintu tangga darurat. Kenop di putar,
menghasilkan suara derit ketika kusen itu digerakkan.
Semua menahan nafas dan reflek melihat ke semua sisi.
Kosong.
Hela nafas lega terhembus.
Chanyeol melanjutkan langkah, menyelinap masuk dan sekali lagi memeriksa keadaan.
Baekhyun bergerak masuk setelah itu, diikuti Sehun dan juga Minseok.
Anak tangga dalam keadaan bersih tanpa darah dan barang-barang berserakan seperti lobi. Tak
ada tanda-tanda mayat hidup berada disana, itu jelas merupakan hal yang bagus. Sunyi masih
menemani dengan langkah menapak satu per satu anak tangga.
"Rrrrwww-" geraman itu terdengar.
Baekhyun melotot reflek mencengkram kuat pakaian Chanyeol. Nafas kembali tertahan sedang
pandangan tertukar dalam risau. Mereka menunggu dan suara geraman itu terdengar semakin
dekat.
Chanyeol meletakkan telunjuk pada bibirnya meminta agar semua tetap tenang. Langkah
kembali dia ambil, semakin lama semakin besar dan tak sadar memacu langkahnya dalam
larian.
Angka 3 tertera jelas di atas pintu dan Chanyeol buru-buru membukanya.
"RRRWWWW!"
Mayat hidup itu berada tepat dibalik pintu, reflek Chanyeol segera menutup kembali pintu itu.
"A-apa yang harus kita lakukan sekarang?" Minseok bertanya ketakutan. Suara geraman di
lantai bawah terdengar lagi
"Apa mayat itu melihatmu?" Baekhyun menatap Chanyeol khawatir, "Kurasa tidak," Chanyeol
menggeleng tak sepenuhnya yakin.
Sehun menunduk maju, melihat melalui celah kunci pintu menatap apa yang ada di balik pintu
besi itu.
Mayat hidup itu ada disana. Sehun menghitung, mereka berjumlah sekitar 3 dari jangkuan
penglihatan Sehun. Satu yang terdekat berada di tepat di depan pintu. Dua lagi berada pada
tengah lorong. Mereka berjalan lambat pada tempat dengan geraman rendah di perdengarkan.
"Hyung kurasa kita bisa masuk ke apartemen..." Sehun membawa pandangannya pada
Chanyeol. Pria itu terlihat tertarik dan ikut mengintip dari lubang pintu.
"Hyung bisa menembak yang berada di pintu." Usul Sehun.
"Itu akan menghasilkan keributan." Tolak Chanyeol. Sebenarnya dia bisa mengikuti saran
Sehun dengan menembaki ketiga mayat hidup itu. Namun pelurunya hanya tersisa 2 dan dia
tak tau apa yang harus di lakukan dengan sisa mayat yang lain.
"Kapak," Baekhyun mencetus tiba-tiba. "Mungkin kita bisa membunuh mayat itu dengan
kapak. Itu terletak tepat di samping lift!"
Sehun menyetujui cepat.
"Chanyeol hyung akan menembak satu yang di depan pintu dan yang terdekat di lorong selagi
aku mengambil kapaknya dan Minseok hyung bersama Baekhyun hyung akan membuka
pintu." Sehun menjelaskan rencananya.
"Oke, kita akan melakukan rencana itu." Chanyeol memeriksa sekali lagi isi pistolnya. Kenop
pintu dia genggam erat setelah itu dan memberi isyarat untuk bersiap.
Chanyeol kembali mengintip melalui lobang kunci, memastikan keberadaan mayat hidup itu
sebelum benar memutar kenop. Dia beringsut keluar diikuti Sehun yang segera menuju lemari
kaca yang menyimpan kapak itu.
"RRRWWW!"
DORRR!
Chanyeol melepaskan tembakan pada mayat hidup di pintu tepat pada kepala membuat
makhluk itu seketika rubuh pada lantai. Suara keras itu segera menarik perhatian sisa mayat
dan segera bergerak pada asal suara.
"RRWWW! RRRWWWW!"
Baekhyun segera berlari menuju pintu apartemennya diikuti Minseok yang awas membantengi
teman sekelasnya itu.
DORRR!
Chanyeol kembali melepaskan tembakan. Geraman terdengar semakin ramai dan makhluk-
makhluk itu tiba-tiba saja keluar entah dari mana.
"Sehun cepatlahl" Chanyeol berteriak pada Sehun. Anak SMA itu, memukul kaca berulang
namun benda transparan itu tak juga pecah.
"SEHUNI" Chanyeol berteriak. Baekhyun menatap adiknya resah bersama tangan yang
bergetar menekan angka sandi.
Chanyeol berlari mendekati Sehun dan memukul satu mayat yang mendekat dengan pistol
berulang di tengah pekerjaan Sehun yang berusaha memecahkan kaca. Mata bulatnya bergerak
kacau dan menemukan tabung pemadam kebakaran, meraih tabung itu cepat lantas serta merta
menyemprotkannya pada mayat hidup itu.
TINGG
Suara pintu terbuka terdengar.
"CEPAT MASUK!" Minseok berseru.
Chanyeol segera berlari menarik Sehun yang terpaku menatap gerombolan mayat yang kian
banyak berdatangan. Jumlah mereka terlalu banyak dan dia bisa saja menjadi santapan jika
Chanyeol tak segera menariknya menjauh.
Kedua pria tinggi itu melesat secepat angin masuk ke dalam apartemen dan mengunci pintu
dalam bantingan.
"RRRWWWW! RRWWWW!"
Geraman terdengar dibalik pintu. Suara cakaran terdengar pada kayu dengan pukulan-pukulan
keras memaksa masuk.
"AMBIL ITU!" Chanyeol menunjuk buffet dan segera mendorongnya, menuju pintu. Minseok
dengan sigap membantu dan mendorongnya bersama Chanyeol. Keduanya melangkah mundur
dan menatap ngeri pintu yang terus saja di gedor dari luar.
"Sekarang apa yang harus kita lakukan?"

Semuanya memutuskan untuk tidur walau sebenarnya tak mampu dilakukan dengan baik.
Sehun dan Minseok menjadi yang paling cepat lelap sedang Chanyeol bahkan tak menyentuh
tempat tidur sama sekali.
Pria Park itu berada di ruang tamu dengan televisi menyala menyiarkan berita tentang wabah
yang menyerang seisi Negara Asia. Chanyeol mendengarkan dengan hikmat sambil sesekali
tangan bermain pada ponsel berusaha menghubungi Jongin dan beberapa rekannya di
kepolisian.
Namun tak ada satupun dari mereka yang menjawab panggilan itu.
Jarum jam telah menunjuk angka 6 dengan semburat merah mengintip malu-malu pada ufuk
timur.
Pagi baru saja di mulai kembali namun nyatanya jalanan lenggang tanpa ada satu orang pun
sekedar lewat di trotoar. Chanyeol bergerak menuju balkon dan mengedarkan pandangannya
menyeluruh pada pemandangan yang mampu tertangkap dari apartemen Baekhyun.
Suasana benar berbanding terbalik dengan hari kemarin. Kekacauan kemarin masih tersisa
dimana-mana. Mobil-mobil yang tersebar pada badan jalan, toko-toko yang terbuka dan
sampah yang bercecer dimana-mana.
Tak ada kesibukan seperti hari lalu. Seolah manusia-manusia itu telah di telan bumi dan
meninggalkan kota untuk mayat-mayat hidup yang mengisi jalanan tanpa arah tujuan.
Chanyeol mengikuti satu pergerakan mayat hidup itu. Langkahnya tertatih, menyeret satu
kakinya yang patah dengan lengan putus. Wajahnya mengerikan dengan darah memenuhi
seluruh bagian itu ditemani geraman pelan terbawa angin.
Chanyeol ingat pembicaraannya dengan Hyukjin, dokter yang dia temui di rumah sakit dan
penjelasan bagaimana mayat itu bisa hidup kembali lantas menyerang semua orang yang
mereka temui.
Mereka menggigit tanpa pertimbangan. Mencabik-cabik tubuh itu dan melahap semua
organnya dengan rakus.
Tak ada yang tau apa yang terjadi dengan dunia. Seluruh stasiun televisi memberitakan tentang
wabah ini tanpa penjelasan apa penyebabnya dan dari mana wabah itu berasal. Seluruh
masyarakat dunia murka, mengecam semua pihak yang di anggap terlalu lambat menangani
situasi ini.
Yang pemerintah lakukan hanyalah menghimbau agar semua masyarakat tetap bersembunyi
sampai bantuan makanan datang sembari menunggu proses evakuasi dilakukan secara bergilir.
Chanyeol tak memiliki pilihan. Sebenarnya dia pun sedikit ngeri membayangkan harus berada
di luar sana kembali dengan semua mayat hidup itu. Apa yang terjadi di vila dan terakhir pada
koridor gedung apartemen, cukup membuatnya berhenti keras kepala dan memilih bertahan di
dalam apartemen sampai bantuan sampai.
"Mengapa tidak tidur?"
Lamunan Chanyeol buyar seketika kala pertanyaan itu menguar padanya. Dia menoleh cepat
mendapati Baekhyun berdiri tepat dibelakangnya. Chanyeol lekas keluar dari balkon dan
menutup pintu kembali sebelum menghampiri Baekhyun.
"Kau bangun?" dia malah balik melempar tanya.
Baekhyun hanya mengangguk pelan seraya mengangsurkan Chanyeol segelas teh yang dia buat
sebelumnya. Pria itu menerimanya dan menyesap isinya tanpa minat.
Keduanya duduk pada sofa dengan pandangan terarah sama pada layar televisi yang masih
menyiarkan berita yang sama terus saja di ulang ulang sedari tadi. Baekhyun menatap ngeri
tayangan itu reflek memalingkan pandangannya segera.
Chanyeol melihatnya, meletakkan gelasnya di meja dan membawa Baekhyun dalam pelukan.
"Semuanya akan baik-baik saja." Chanyeol berbisik. Telapak tangan lebarnya mengusap
lembut punggung lelaki itu berusaha memberikan sedikit kekuatan walau Chanyeol tau itu
takkan memberikan efek apapun.
"Rasanya seperti mimpi," Baekhyun bergumam di atas dada Chanyeol. "Kemarin aku masih
pergi ke kampus, kau pergi bekerja dan Sehun masih saja membolos."
Chanyeol tertawa kering oleh kalimat terakhir.
Baekhyun mendongak, mempertemukan hazel miliknya dengan Chanyeol. "Kita akan baik-
baik saja bukan?" Pelan suaranya diam-diam menyakiti Chanyeol.
Nyatanya bukan hanya Baekhyun yang resah, rasa takut mendominasi pun sisa keterkejutan
yang belum mampu di pahami sepenuhnya.
Baekhyun benar, semuanya seperti mimpi. Tanpa komando dan dunia tiba-tiba saja berubah.
Rasanya sulit dipercayai, terlebih tentang apa yang tengah terjadi.
Mayat hidup? Guyonan macam apa itu. Namun nyatanya semua itu, benar terjadi. Mayat-mayat
itu benar hidup kembali lantas menyerang siapapun manusia itu.
Tak ada yang tau apa penyebabnya terlebih bagaimana mengatasinya. Namun apa yang
Chanyeol simpulkan adalah mayat hidup itu akan mati jika kepalanya di hancurkan. Tapi
mengapa hanya kepala saja, lalu bagaimana dengan bagian tubuh yang lain?
"Chan..." panggilan itu membawa fokus Chanyeol kembali. Pria itu balas menatap Baekhyun
dan tersenyum tipis. Dia menunduk meraih sebuah kecupan pada bibir terkasihnya itu.
"Aku berjanji semuanya akan baik-baik saja," Chanyeol berucap. "Apapun yang terjadi aku
akan melindungimu, melindungi kalian semua. Untuk itu, apapun yang terjadi... kita akan
bertahan bersama-sama hm?",
Baekhyun mengangguk, tak sadar bagaimana dia memeluk Chanyeol lebih erat.
"Aku merasa lebih kuat setelah mendengarnya." Baekhyun terkekeh hambar. Pandangannya
jatuh pada layar televisi bersama ponsel Chanyeol yang bergetar di atas meja.
"Jongin menghubungi." Baekhyun memberitau. Chanyeol melepas pelukan mereka lekas
meraih benda pipih itu dalam sambungan.
"Jongin kau dimana?" Chanyeol segera melempar tanya begitu sambungan mereka terhubung.
"Aku di rumah bersama Kyungsoo. Kau dimana?" Jongin balik bertanya.
"Aku di apartemen Baekhyun." Hela nafas lega terdengar dari Jongin. "Aku berencana ke
Seoul hari ini." Kata Jongin.
"Apa?" Chanyeol membelalak terkejut. "Kau tidak melihat berita? Mayat hidup itu ada dimana-
mana!" Chanyeol menahan pekikan. Di sampingnya Baekhyun menatap penasaran dengan
kening berkerut mendengarkan.
"Aku tau, tapi kita tidak memiliki pilihan. Apa kau tau pemerintah Gwangju sudah pergi ke
Seoul?"
"Apa?" untuk kedua kalinya Chanyeol terkejut. "Tapi bantuan"
"Itu adalah omong kosong!" potong Jongin, sarat frustasi terdengar dari nada bicaranya
"Takkan ada bantuan apapun." Dia melanjutkan, "Seoul tengah melakukan evakuasi besar-
besaran dan menerima siapapun yang tidak terjangkit untuk masuk Gwangju tak memiliki
harapan Chanyeol."
Chanyeol terdiam, mencoba mencerna apa yang rekannya itu katakan.
"Yang terpenting sekarang, kita harus menyelamatkan diri. Kita tak bisa selamanya berpangku
tangan bersembunyi dan kehabisan bahan makanan. Kita harus ke Seoul sebelum akses isolasi
itu di tutup oleh pemerintah pusat."Sambung Jongin.
"Oke," Chanyeol mengangguk paham "Kapan kau akan berangkat?" dia bertanya.
"Secepatnya. "Sahut Jongin. "Tapi sebelum itu aku akan ke kantor untuk mengambil beberapa
senjata. Bagaimana denganmu? Kau akan ikut bukan?"
Chanyeol melirik Baekhyun dan memberikan anggukan walau dia tau, Jongin tak bisa
melihatnya, "tentu saja." Katanya. "Lantas kapan kau akan ke kantor?"
"Hari ini, setelah mendapatkan beberapa senjata aku akan segera berangkat ke Seoul."jawab
Jongin.
"Aku ikut denganmu. Hubungi aku saat kau ke kantor, kita pergi bersamasama."
Sambungan itu kemudian terputus. Chanyeol menatap layar ponselnya, dalam pertimbangan
atas apa yang baru saja dia rencanakan bersama Jongin.
"Apa yang Jongin katakan?" Baekhyun menatap Chanyeol penasaran.
"Baekhyun," Chanyeol membawa pandangannya kembali pada Baekhyun. "Sepertinya... kita
harus pergi ke Seoul."
Baekhyun membola terkejut. "Apa?" dia menampilkan raut serupa akan Chanyeol kala Jongin
mengatakan hal yang sama sebelumnya. "Chanyeol kau bercanda bukan? Kau lupa bagaimana
kita bisa sampai disini?"
"Aku tau, tapi kita tidak memiliki pilihan." Ucap Chanyeol. "Kita bisa bersembunyi disini
sampai bantuan datang." Tolak Baekhyun
"Tidak ada bantuan yang akan datang Baek," Chanyeol menghela nafasnya sesaat. "Seluruh
instansi pemerintah kota Gwangju sudah pergi ke Seoul sejak kemarin."
Pundak tegang Baekhyun meluruh jatuh seketika. Rahangnya terbuka dalam keterkejutan dan
tiba-tiba saja merasa pusing bukan main. Otaknya seketika dipenuhi dengan ingatan-ingatan
apa yang terjadi kemarin. Kengerian masih terekam jelas dan turun ke jalanan lagi benar tak
berada dalam rencananya sama sekali.
"Aku dan Jongin berencana untuk pergi ke kantor untuk mengambil beberapa senjata hari ini
sebelum berangkat ke Seoul." Tutur Chanyeol.
"Lalu bagaimana jika Seoul nyatanya tak jauh berbeda dengan Gwangju?" tanya Baekhyun,
satu tangannya mengarah pada layar televisi. "Mayat hidup itu juga ada disana."
"Tapi Seoul memiliki bantuan yang kita butuhkan." Chanyeol mengenggam pundak Baekhyun
memaksa lelaki itu untuk menatapnya kembali. "Tidakkah kau memikirkan jika persedian
makanan kita habis?",
Baekhyun terdiam.
"Kita tidak memiliki pilihan Baekhyun."
Baekhyun mendengus frustasi dan menutup wajahnya dengan telapak tangan.
"Hei, lihat aku." Chanyeol mengangkat dagu Baekhyun lembut. "Kita bisa keluar dari vila dan
melewati mayat hidup itu di lorong, kita berhasil melewatinya dan aku yakin kita juga pasti
bisa melakukannya lagi."
Baekhyun masih bungkam bersama ketakutan namun apa yang Chanyeol katakan sedikit
banyak menumbuhkan keberanian dalam dirinya perlahan.
"Bukankah aku sudah berjanji akan melindungimu?" Chanyeol mengikuti gerak retina
Baekhyun. "Bukankah kita sudah berjanji akan melewati ini dan bertahan bersama-sama?"
Baekhyun menggigit bibirnya gusar. Lengannya membelit tubuh Chanyeol dan mendekapnya
erat mencoba mencari tumpukan keberanian yang lain.
"Kapan... kita akan pergi?"

Baekhyun memiliki banyak persedian makanan di dalam kulkas untuk Sehun selama dia pergi
ke Daegu. Baekhyun juga menyimpan beberapa makanan olahan pula juga beberapa bungkus
ramen, susu dan beberapa minuman kaleng.
Itu cukup selama seminggu untuk Sehun sendiri tapi sekarang mereka berjumlah 4 orang dan
itu semua jauh dari kata cukup. Sarapan pertama pagi itu dilalui dalam diam, bahkan Sehun
yang gemar bicara terlihat membisu dan menghabiskan makanannya tanpa berucap apapun.
"Aku harus pulang." Minseok adalah yang pertama berujar ketika sarapan mereka selesai.
"Seluruh anggota keluarga ada di rumah dan aku diminta untuk pulang."
Baekhyun menatap temannya itu terkejut, "Kau tidak bisa pergi begitu saja Minseok, mereka
itu masih ada lorong." Baekhyum berucap menyerukan penolakan. "Dan sebenarnya Chanyeol
telah berencana untuk ke Seoul." Baekhyun berkata sembari melirik Chanyeol.
Sehun menarik pandangannya dari piring dan mentap pasangan itu, bergantian. Minseok pun
terlihat terkejut.
"Ke Seoul?" Dia mengulang.
"Pemerintah pusat telah mempersiapkan tempat evaluasi untuk siapapun yang selamat. Mereka
menyiapkan tempat tinggal juga makanan, kita akan aman disana." Jelas Chanyeol.
Senyum Minseok lekas merekah, "Jika begitu aku akan ke Seoul bersama keluargaku."
Katanya bersemangat.
Baekhyun mencolos namun tak dapat menolak terlebih nama keluarga menjadi alasannya. Dia
pun akan melakukan hal yang sama jika seandainya terpisah dari Chanyeol dan Sehun.
"Ayahku menghubungi." Minseok memberitau seraya memperlihatkan layar ponselnya. Dia
menerima panggilan itu dan berbicara dengan senyum yang kian merekah.
"Ayahku akan sampai sebentar lagi." Katanya.
"Aku akan mengantarmu keluar." Kata Chanyeol.
"Apa?" Baekhyun membelalak terkejut. "Chan"
"Aku akan melihat keadaan sekitar dan mungkin bisa bertemu dengan orang-orang yang masih
selamat disini." Jelas Chanyeol.
"Chan kau pasti cari mati—" Baekhyun menggeleng.
Minseok menatap tak enak hati pasangan itu, perlahan bangkit dari duduknya dan bersiap untuk
pergi. "Ayahku sudah berada di depan gedung." Katanya.
Chanyeol ikut bangkit dan Baekhyun menarik tangannya untuk duduk kembali.
"Chan,"
"Bagaimana keadaan di luar?" Chanyeol malah mengabaikan hal itu dan beralih pada Minseok.
"Ayahku bilang mereka tidak terlihat di depan gedung, aku harus cepat sebelum mereka
datang."
"Aku ikut denganmu."
Baekhyun mencolos dalam risau. Namun dia tak bisa mencegah, Minseok temannya dan dia
sama khawatirnya untuk pria itu. Pikirnya memang akan lebih baik jika Minseok keluar
bersama Chanyeol, pria itu bisa di andalkan terlebih setelah apa yang mereka lewati kemarin.
"Berjanjilah kau akan kembali dengan selamat." Baekhyun mencengkram lengan Chanyeol
penuh harap. Chanyeol segera mengangguk dan memamerkan senyum, "aku akan." Katanya
mantap
Chanyeol menarik diri menuju dapur mencari barang yang sekiranya dapat ia jadikan sebagai
senjata. Dia menemukan sebuah pisau di dalam laci, Chanyeol mengambilnya segera dan
membawa pandangan kembali ke seluruh ruangan.
"Sehun kau punya tongkot kasti bukan?" Chanyeol bertanya pada Sehun.
Sehun mengangguk membenarkan dan masuk ke dalam kamarnya. Tak sampai semenit, keluar
kembali dengan sebuah tongkat kasti di tangan dan memberikannya kepada Chanyeol.
Chanyeol memberikan tongkat kasti itu kepada Minseok itu sedang dia memegang pisau di
tangan. Chanyeol kemudian menuju pintu mengintip melalui kaca cembung kecil di atas kayu
datar itu memperhatikan keadaan lorong. Kosong, tanpa satupun makhluk pemakan manusia
itu berada di luar sana.
"Aku akan berjalan di depan dan kau menjagaku dari belakang." Chanyeol berkata pada
Minseok. "Kita akan menuju tangga darurat dan keluar seperti yang kita lakukan semalam.
Pastikan untuk tidak menimbulkan suara apapun."
Minseok mengangguk paham dengan cepat dan mulai membantu Chanyeol mendorong buffet
dari belakang pintu.
"Begitu kami keluar segera tutup pintunya lagi." Chanyeol berkata pada Baekhyun. "Saat
kembali nanti aku akan menghubungimu untuk membuka pintunya."
Baekhyun hanya mampu menganggukkan kepalanya dan mengantar setengah hati kepergian
Chanyeol.
Detektif itu bersiap dengan kenop yang ia putar dan mendorong pintu perlahan. Dia melongok
keluar dan memastikan mayat hidup itu benar tak ada disana. Minseok mengikuti dan Sehun
segera menutup pintu kembali.
Lorong apartemen itu sunyi. Lampu berkedip sesekali dengan sampah bertebaran banyak pada
setiap sudut. Pintu apartemen Baekhyun berderit pelan memecah sunyi kala di buka. Chanyeol
menatap menyeluruh dengan awas sembari beringsut keluar. Minseok mengikuti Chanyeol dari
belakang dan berjinjit menapak menuju pintu tangga darurat.
"Rrrwww-" desisan itu terdengar menyambut.
"Sial." Chanyeol mengutuk tanpa suara. Dia bergerak lekas ketika mayat hidup itu berbalik
dengan segera menusukkan ujung pisau pada kepalanya. Geraman itu terhenti bersamaan
ketika tubuhnya jatuh pada lantai dan tak lagi bergerak
Minseok melotot setengah tak percaya akan tindakan yang Chanyeol lakukan. Apa yang dia
pikirkan adalah bagaimana berani dan tenangnya Chanyeol menghadapi mayat pemakan
manusia itu.
"Ayo." Chanyeol berbisik pada Minseok menyadarkan ketersiapannya seketika. Dua orang pria
itu bergegas menuruni tangga menuju lantai 1. Koridor masih sesepi koridor di lantai 3. Gedung
itu seolah tak berpenghuni pun dengan mayat hidup yang tak terlihat di manapun
"Itu Ayahku!" Minseok memekik antusias menunjuk mobil yang terparkir tepat di depan
gedung. Wajahnya sumringah dan Chanyeol ikut senang karena hal itu.
"Chanyeol hyung terima kasih banyak" Pria yang menjadi teman sekelas Baekhyun itu berucap.
"Aku pergi dulu." Katanya.
"Jangan lupa menghubungi," pesan Chanyeol. Minseok mengangguk. Dia sekali lagi
memperhatikan sekitar sebelum berlari menuju mobil ayahnya.
Chanyeol segera masuk ke pintu tangga darurat ketika matanya tak sengaja menangkap
sepucuk pistol pada meja resepsionis. Chanyeol urung menaiki tangga, alih-alih membawa
langkah menuju meja lebar itu dan meraih pistol dalam cengkraman.
"RrrWWWWW-" geraman itu terdengar, Chanyeol terlonjak kaget, matanya membola oleh
sosok penuh luka menggeram padanya itu.
Tn. Jang pemilik apartemen.
Chanyeol berdegup luar biasa. Kakinya berubah seperti jelli dan dia nyaris tak bisa mengusai
diri. Tn. Jang bangkit dari duduknya dan menggapai tubuh Chanyeol dalam cengkraman.
Detektif itu kontan melangkah mundur dengan panik, sedetik kemudian berlari kencang masuk
ke dalam pintu darurat tanpa sempat menutupnya kembali.
Suara langkahnya tertapak ribut, menggema bersambut sahut oleh geraman Tn. Jang di
belakang sana. Chanyeol tak memiliki pilihan, tanpa pikir panjang mengarahkan moncong
pistol,
DORRR!
Ledakan amunisi itu bergema bersama tubuh Tn. Jang yang ambruk jatuh bergelinding pada
tangga.
Pintu darurat lantai 3 terlihat, ketika Chanyeol membukanya geraman serupa lagi terdengar.
Bayangan pada ujung lorong terlihat, semakin lama semakin besar diikuti sosok-sosok
menjijikkan itu keluar memenuhi lorong.
"SEHUN BUKAN PINTUNYA!" Chanyeol berteriak. Mayat hidup itu mulai berdatangan,
jumlahnya lebih dari satu berjalan menuju Chanyeol. "SEHUN!"
Pintu apartemen Baekhyun terbuka lebar dan Chanyeol bak angin topan masuk ke dalam sana
diikuti debuman pintu tertutup keras terdengar.
"Chanyeoll" Baekhyun menerjang pria itu dalam pelukan. Otot wajahnya menegang oleh rasa
panik dan khawatir bercampur baur. "Lihat apa yang kukatakan untuk tidak keluar!" lelaki
mungil itu memekik, takut dan rasa kesal berbaur satu dalam dirinya.
Chanyeol bernafas pendek-pendek dengan rongga dada memburu. Peluh yang tanpa Chanyeol
sadari menetes terlalu banyak, nyaris membasahi sekujur tubuh.
"Hyung kau baik-baik saja?" Sehun berdiri menjulang menghampiri.
Chanyeol menelan liur dan mengangguk terpatah-patah. "Aku baik," katanya.
"Minseok?" Baekhyun lagi bertanya.
"Dia sudah pergi dengan Ayahnya."
Baekhyun mendesah lega dan lagi memeluk Chanyeol.
"Tapi-"jeda suara itu menghentikan gerakan Baekhyun. Dia kembali menatap Chanyeol dengan
kerutan pada kening,
"Ada apa Chan?"
Dekektif itu menatap Baekhyun dan Sehun bergantian sesaat sebelum kembali bersuara,
"Kupikir hanya kita yang masih hidup di gedung apartemen ini."
Dan benar menciptakan bom dalam kepala dua saudara itu.

bersambung
mantul bener dah chanbaek kemaren, siapa yang ngiri sama OP yang di notice barengan sama
chanbaek? T.T
makasih untuk siapapun yang nyempatin baca ff ini, terlebih yg ninggalin review gomawo sooo
much, see you lagi di chap selanjutnya sip :D
Chapter 5
BAGIAN 5: LEDAKAN

Ponsel Jongin kembali tak bisa di hubungi. Chanyeol nyaris meremukkan benda pipih itu
bersama dengan suara geraman masih saja terdengar di lorong. Suasana tegang tak mampu di
hindari. Tak ada dari mereka bertiga yang benar-benar berpindah pada posisi, duduk terpekur
diam dalam pikiran masing-masing.
Matahari telah naik semakin tinggi. Cahayanya bersinar terik, mengeringkan sisa darah yang
tersebar banyak pada jalanan. Dari balkon apartemen Baekhyun, suara lolongan jeritan
terdengar. Beberapa mayat hidup itu datang bergerombol-menggerubungi seseorang dan
melahapnya beramai-ramai.
Chanyeol membuang muka akan pandangan itu. Rasa bersalah menumpuk banyak karena tak
mampu melakukan apapun untuk sebuah pertolongan. Bersama dengan itu rasa takut kian
mendominasi dalam dirinya.
Pada sisi lain, Sehun duduk pada ujung sofa dengan ponsel di tangan. Dia masih tak
mengeluarkan sepatah kata pun, menyibukkan dengan ponsel miliknya seorang diri. Jemari
menari di atas layar, menjelajah internet berpikir akan menemukan informasi apapun tentang
apa yang tengah terjadi.
Pemerintah dengan resmi menyatakan apa yang tengah melanda Korea Selatan merupakan
bencana nasional namun nyatanya tak ada tindakan yang instasi Negara itu lakukan. Forum
diskusi penuh sesak oleh berbagai macam komentar, portal berita kacau balau oleh berbagai
kutukan dari masyarakat namun nyatanya itu tak memberikan dampak apapun.
Berbagai rumor terhembus; beberapa percaya jika apa yang terjadi merupakan perbuatan suatu
kelompok entah itu berasal dari Negara lain, atau berasal dari warga Korea sendiri. Beberapa
lagi mengatakan jika mayat hidup itu bukanlah mayat tapi merupakan kelompok kanibal
anarkis yang keluar dari sarang untuk memuaskan obsesi mereka.
Beberapa yang lain percaya jika mayat hidup itu tidaklah sepenuhnya meninggal, mereka
sedang sakit dengan sebuah virus yang hinggap di tubuh menghilangkan akal sehat dan
memakan orang-orang lantas membuatnya berkelakuan sama.
Ada banyak sekali spekulasi namun sekali lagi tak ada yang membenarkan atau sekedar
memberikan bukti konkrit atas apa yang terjadi, kenyataannya tak ada yang tau virus macam
apa itu, penyakit jenis apa aitu juga bagaimana cara menanganinya; apa obatnya juga
bagaimana cara menghindari mereka semua.
Semua adalah nol besar.
Perlahan forum-forum diskusi itu mulai sepi, beberapa meninggalkan pesan bunuh diri—
memilih untuk mengakhiri hidup daripada harus merelakan tubuh menjadi santapan.
Sehun mematikan ponsel tak mampu menjelajah lebih jauh lagi. Dia menatap Chanyeol
menemukan pacar saudaranya itu masih berusaha menghubungi rekan-rekannya di kepolisian.
Di sampingnya terdapat Baekhyun, diam menunggu apapun yang akan Chanyeol katakan.
Ruang apartemen itu lagi hanya di selimuti senyap, sayup-sayup di kejauhan kembali terdengar
teriakan.

Chanyeol tersentak luar biasa kala getaran ponselnya terdengar. Dia lekas bangkit dari posisi
berbaring dan secepat kilat meraih benda pipih itu. Nama Jongin tertera di layar buru-buru dia
terima.
"Chanyeol aku akan berangkat ke kantor sekarang, "nafas Jongin terdengar terengah melalui
speaker. "Bagaimana denganmu?"
"Apa keadaan disana baik-baik saja?" Chanyeol balik bertanya seraya berjalan menuju balkon.
Pandangannya berpendar lagi menatap sekitaran dan masih saja menemukan mayat-mayat itu
pada jalanan.
"Buruk "Sahut Jongin. "Mereka mengepung rumah dan kami harus segera pergi sebelum
keadaannya menjadi lebih buruk."
"Kupikir kau harus pergi sendiri Jongin." Chanyeol berucap. "Kami terjebak di dalam
apartemen, mayat-mayat itu memenuhi koridor, kami tak bisa keluar."
Jongin tercekat. "Lantas apa rencanamu?"
"Keluar dari sini," sahut Chanyeol. "Dengar kau harus segera ke kantor dan mendapatkan
beberapa senjata setelah itu berangkatlah ke Seoul!"
"Lantas bagaimana dengan kalian?"Jongin berseru tak terima.
"Kami akan menyusul."
Jeda terdengar selama seperkian detik. "Aku akan meninggalkan beberapa untukmu, aku akan
meninggalkannya pada pintu masuk timur penyimpanan. Setelah kami sampai di Seoul aku
akan menghubungimu lagi."
Chanyeol tersenyum tipis akan penuturan itu, "Terima kasih Kim."
Sambungan itu Chanyeol putuskan. Ponselnya dia simpan pada saku celana dan melangkah
besar-besar menuju pintu. Chanyeol mengintip melalui kaca cembung di pintu-memeriksa
keadaan di lorong. Beberapa mayat itu masih berada disana namun tidaklah sebanyak tadi pagi.
Chanyeol kembali membawa langkah mencari Baekhyun di kamar. Pacarnya itu terlelap
namun segera terjaga begitu sosok Chanyeol masuk.
"Baek berkemaslah." Chanyeol membuka lemari mencari tas dan mulai memasukkan beberapa
potong pakaian.
"Kita akan pergi sekarang?" Baekhyun membelalak terkejut.
"Ya," jawab Chanyeol singkat.
Baekhyun tak bertanya lagi segera membantu Chanyeol memasukkan beberapa barang ke
dalam tas. Dia menuju dapur setelah itu dan memasukkan sisa makanan di dalam kulkas dan
memasukkannya ke dalam tas yang sama.
"Sehun." Baekhyun memanggil adiknya di ruang tengah. "Cepat berkemas."
"Ambil barang seperlunya saja." Chanyeol memberitau.
2 tas terlihat padat berisi keperluan ketiganya. Dua tas itu tersampir di dekat pintu telah siap
ketika mereka harus pergi.
Pistol yang Chanyeol temukan pada meja resepsionis menyisakan 3 peluru. Sebilah pisau dapur
tak lupa untuk dibawa pula. Chanyeol kembali pada balkon, mematahkan kaki besi jemuran
untuk di jadikan senjata yang lain.
"Pukul kepalanya, hanya kepalanya." Chanyeol menginstruksikan kepada Baekhyun dan Sehun.
Kedua bersaudara itu mengangguk cepat dengan paham.
"Apa kita akan pergi sekarang?" Sehun bertanya.
"Kita pergi saat malam" Sahut Chanyeol. Dia sekali lagi mengedarkan pandangan luaran
balkon, memantau menyeluruh ke bawah sana.
"Apa kita melompat saja?" Sehun menyelutuk. Chanyeol dan Baekhyun menatap serempak
anak SMA itu dengan kerutan pada kening:
"Tidak terlalu tinggi," Sehun menunjuk balkon tepat dibawah kamarnya. Jarak antara balkon
satu dengan balkon yang lain memang tidaklah terlampau jauh, bagi Sehun yang terbiasa
memanjati gedung sekolahnya itu bukanlah apa-apa, namun bagi Baekhyun itu adalah masalah.
"Kita tidak tau bagaimana keadaan di lantai 2," Baekhyun mengajukan penolakan. "Juga
apakah pemilik kamar dibawah masih hidup atau" dia menggantungkan kalimatnya.
"Kita jadikan ini opsi kedua." Putus Chanyeol. "Sekarang kita tunggu sampai malam-"
BOOOMM!
Suara ledakan tiba-tiba terdengar, begitu keras bak hendak memecahkan gendang telinga.
Ketiganya terlonjak kaget bertukar pandang dalam tanya darimana suara ledakan itu berasal.
BOOOMM!
Lalu diikuti dengan ledakan kedua.
Asap hitam pekat terlihat di kejauhan memenuhi langit. Sebuah gedung terbakar dilalap api
menjatuhkan puing-puing membakar apapun yang ada dibawahnya. Beberapa mengenai mayat
hidup yang memenuhi areal itu, terbakar namun masih saja bergerak kesana kemari.
Suara baling-baling terdengar, kian lama kian jelas diikuti sebuah helikopter terlihat melayang
di udara, terbang tak begitu tinggi dan
BOOOMMM!
Menjatuhkan sesuatu pada gedung yang lain.
"CEPAT MASUK!" Chanyeol berseru seraya menarik Baekhyun dan Sehun bersamaan keluar
dari balkon. Pintu lekas di tutup dengan peluh mengucur deras pada pelipis.
"ITU BOM!" Baekhyun menahan pekikan dengan deru nafas bergulung dalam ketakutan. Dia
meringuk pada kaki sofa bersama Sehun ketika teriakan kembali diperdengarkan.
"Gedung-gedung itu diledakkan sengaja! Sehun tutup yang disana!" Chanyeol berseru seraya
menunjuk gorden jendela. Sehun bergegas bangkit dan menarik gorden jendela itu membuat
ruangan menjadi gelap gulita seketika.
"Apa maksudmu diledakkan sengaja?!"
Panik kembali mendera.
"Kita harus pergi sekarang sebelum gedung apartemen ini ikut diledakkan,"
"Hyung!" Sehun berseru dalam pelototan melihat ke luar jendela."Lihat mereka pergi."
Chanyeol terburu menghampiri anak SMA itu dan ikut mengintip melalui celah gorden.
"Mereka pasti mencari asal suara ledakan itu," Chanyeol menyimpulkan. Kakinya melangkah
lebar-lebar menuju pintu dan mengintip melalui kaca cembung disana. Mayat-mayat di lorong
berjalan bergerombol menuju tangga darurat.
"Bagus ini kesempatan kita!" Chanyeol mengambil satu tas dan memanggulnya di punggung.
Sehun mengambil sisa tas yang lain sedang Baekhyun meraih besi kaki jemuran dan
memegangnya dengan erat.
Ketiganya menunggu di depan pintu dengan degup jantung bertalu.
Baekhyun mengintip melalui gorden jendela melihat keadaan diluar. Gerombolan mayat-mayat
hidup itu semakin banyak berjalan masuk pada jalanan menuju gedung yang terbakar dengan
geraman yang terdengar keras bersambut sahut.
Baekhyun diam-diam merutuki dirinya yang enggan turun dari balkon sebelumnya dan lihat
keadaan menjadi lebih parah sekarang.
"Baekhyun ayo!" Chanyeol berseru memanggil lelaki mungil itu. Buffet yang menghalangi
pintu telah Chanyeol dan Sehun dorong ke dinding. Kunci dibuka perlahan dan kenop pun di
putar.
Baekhyun bergabung dan berdiri di antara kedua pria tinggi itu. Chanyeol memimpin keluar,
diikuti Baekhyun dan Sehun. Lorong telah sepi dengan bau amis menjijikkan menguar di udara.
Ketiganya menahan nafas, berjinjit menelusuri lorong menuju tangga darurat. Chanyeol
mendongkkan kepalanya masuk dan tak menemukan satu pun dari mereka. Dia memulai
langkah dan Sehun lekas menutup pintu itu rapat sebelum ikut menuruni tangga.
Bau amis darah kian pekat tercium. Rasanya seperti hendak muntah pun dengan beberapa
mayat yang Chanyeol tembak kemarin mulai membusuk di atas tangga.
Tangga darurat pada lantai 2 sama kosongnya dengan pintu berderit, pelan-menutup terbuka
seorang diri. Chanyeol menutupnya, mengantisipasi bila mayat hidup di lantai 2 muncul di
balik sana. Ketiganya lagi melanjutkan langkah menuruni tangga menuju lantai satu.
Beberapa terlihat pada pintu keluar, berjalan lambat menunggu giliran keluar dari sana. Satu
per satu melewati pintu, bergabung dengan mayatmayat yang lain pada lobi kini. Ketiganya
mempertahankan posisi dan berusaha keras untuk tidak menghasilkan suara apapun.
Mayat hidup terakhir keluar dari pintu tangga darurat, meninggalkan pintu itu dalam keadaan
terbuka begitu saja.
Detik terlewati dan Chanyeol kembali memimpin langkah turun. Ketiganya berjalan menempel
pada dinding dan Chanyeol mengintip sesaat sebelum menutup pintu itu perlahan.
Dia berbalik menghadap Baekhyun dan Sehun yang pucat dalam ketakutan. "Kita akan pergi
dengan mobil kemarin." Chanyeol berbisik kala mengatakannya. "Setelah mayat-mayat hidup
itu sudah cukup jauh dari mobil, kita segera berlari masuk ke dalam sana."
Kedua saudara itu tercekat dan berpikir Chanyeol benar gila dengan rencananya. Namun
mereka juga tak memiliki kalimat juga rencana yang lain kecuali menyetujui hal itu.
Nafas tertarik dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian sedang tangan kian erat
memegang senjata di tangan. BOOOMMM!
Ledakan bom itu lagi terdengar, kali ini lebih keras dengan getaran bak gempa terasa pada
lantai satu itu. Ketiganya berganti pandangan dalam pelototan sedang rasa takut lagi berkumpul
semakin banyak dalam diri masing-masing.
Mereka tidak memiliki banyak waktu, kian lama suara ledakan itu kian keras menjelaskan
tentang posisi ledakannya yang tak lagi jauh dari gedung hunian itu. Mereka harus segera
bergegas atau terpanggang bersama mayat-mayat hidup di dalam gedung.
Chanyeol kembali mengintip melalui celah pintu yang dia buka, tak ada mayat yang terlihat
melintas pada lobi sedang pada halaman gedung mulai dijauhi oleh para pemakan manusia itu.
Chanyeol menggenggam erat tangan Baekhyun dan bersiap,
"Sekarang!"
Chanyeol membuka pintu lebar-lebar dan berlari. Baekhyun mengikuti dan Sehun ikut memacu
langkah melewati lobi.
Mereka tak menyempatkan diri sekedar melihat bagaimana kacaunya lobi itu dengan darah
yang sama banyak banyaknya tersebar disana. Suara hentakkan sepatu berlari terdengar ribut
menuju pintu menarik perhatian beberapa mayat hidup di halaman.
"RRRWWWW-"
Mereka berbalik arah dan mendekati gedung kembali.
DORRR!
Chanyeol meletuskan satu tembakan tepat pada kepala pada satu yang terdekat. Suaranya yang
keras menarik lebih banyak atensi mayat-mayat, itu membuat langkah kian lebar terpacu.
Mobil patroli kemarin sudah dekat dan buru-buru ketiganya masuk ke dalam sana. Tarikan
nafas masih belum sempat di atur kembali ketika Chanyeol segera menghidupkan mesin dan
melesat pergi meninggalkan halaman.
"RRRWWWW-"

Debu jalanan terbang di udara kala mobil patroli itu melintas.
Chanyeol berulang melirik panel indikator dan berubah cemas akan sisa bensin. Laju mobil dia
lambatkan mengundang perhatian Sehun dan Baekhyun pada jok belakang.
"Bensinnya habis?" Baekhyun bertanya resah. Chanyeol mengangguk lemah. Pundaknya yang
sempat meluruh jatuh menegak kembali menyadari kantor polisi tidak begitu jauh lagi.
Chanyeol hanya berharap dia menemukan mobil-mobil yang lain di kantor nanti.
"Omong-omong siapa yang meledakkan gedung itu?" Sehun menatap kaca belakang mobil dan
menemukan asap hitam di kejauhan.
"Mengapa mereka meledakkan gedung-gedung itu? Tidakkah mereka berpikir mungkin masih
ada orang hidup di dalam sana?" anak SMA itu menggerutu. Chanyeol dan Baekhyun diam-
diam menyetujui apa yang Sehun katakan namun tak memberikan respon apapun.
Kantor polisi terlihat dengan gerbang utama rubuh menimpa jalanan. Tempat itu nyatanya sama
kacaunya dengan beberapa mayat bergelimpangan pada jalanan. Beberapa terlihat berjalan
menjauh menuju asal suara ledakan.
Chanyeol menurunkan laju mobilnya dan melewati gerbang utama, dia berbelok pada sisian
timur gedung dan berhenti tepat pada pagar tinggi yang menggelilingi.
Memastikan keadaan aman, Chanyeol pun turun diikuti Baekhyun juga Sehun. Tas Chanyeol,
Baekhyun panggul kini dan lekas mengikuti langkah detektif ittu.
Chanyeol menarik rantai yang melilit pintu pagar dan menghempaskanya begitu saja pada jalan.
Ketiganya masuk, berjalan mengendap menuju tangga darurat yang membawa mereka ke ruang
bawah tanah.
Pintu besi kamar penyimpanan itu terdengar ribut kala dibuka, suasana di dalam sana gelap
tanpa penerangan apapun. Lorong terlihat panjang dan Chanyeol tak sengaja menendang
sebuah tas di lantai ketika hendak berbelok masuk. Detektif itu menunduk dan menemukan
satu tas berisi senjata lengkap dengan beberapa kotak amunisi.
Senyumnya tersungging lebar diam-diam dalam hati mengucapkan terima kasih pada Jongin.
Chanyeol lekas membukanya dan mengambil yang berlaras pendek. Dia mengisi amunisinya
penuh dan memberikannya pada Baekhyun juga Sehun.
"Kau tak lupa cara menggunakannya bukan?" Chanyeol bertanya pada Baekhyun.
Lelaki mungil itu mengangguk walau tak benar yakin. Dia hanya beberapa kali belajar
menembak di shooting range dan tak pernah memprakteknya di luar ruangan. Sehun sendiri
menatap takjub senjata itu dengan berbinar-tak percaya memegang pistol di tangan.
"Usahakan menembak kepalanya." Chanyeol tak pernah bosan mengingatkan hal itu.
Dia bangkit setelahnya dengan tas berisi senjata itu di panggul. Langkahnya hati-hati masuk
lebih jauh ke dalam ruang penyimpanan itu, dan membuka salah satu laci penjaga. Kunci-kunci
cadangan gedung di simpan di dalam sana, di hari lalu itu merupakan harta karun namun kali
ini Chanyeol hanya tertarik pada satu kunci, kunci mobil patroli.
Dia mengambilnya cepat lantas bergegas naik kembali. Bell alarm dia hidupkan dan
menemukan mobil itu terparkir tak jauh dari posisi mereka.
Langkah kembali terpacu menuju mobil, meletakkan semua tas bawaan pak jok belakang ketika
sebuah letusan senjata api terdengar.
DORRR!
Pemilik letusan itu bukanlah salah satu dari Chanyeol, Baekhyun maupun Sehun. Seorang pria
berpakaian hitam tiba-tiba saja muncul dan menodongkan senjatanya. Chanyeol ingat itu
adalah pakaian serupa seperti yang di kenakan oleh orang-orang di rumah sakit sebelumnya.
DOORR!
Tembakan lagi di luncurkan.
"CEPAT MASUK!" Chanyeol berteriak membanting pintu mobil dengan keras. Mobil patroli
itu lekas Chanyeol hidupkan dan menginjak pegal gas tanpa aba-aba.
Decitan ban terdengar keras beradu pada jalanan diiringi tembakan beruntun yang pria
berpakaian hitam itu letuskan.
"SIAPA ORANG ITU!" Baekhyun bertanya panik. Sipitnya melotot dan dia sampai menahan
nafas ketika Chanyeol membanting setir. Ban mobil seolah oleng ketika melompat turun dari
trotoar menghasilkan guncangan dari mobil itu.
Chanyeol tak sempat memberikan jawaban apapun dan lagi memacu kecepatan meninggalkan
lingkungan kantor polisi.

Chanyeol kembali menerka-nerka siapa pria-pria berpakaian hitam itu. Mereka terlihat di
rumah sakit dan membantai siapapun yang ada disana lalu kini kembali terlihat di kantor polisi.
Chanyeol tak ingin berpikir jauh namun otaknya malah mengaitkan ledakan pada gedung-
gedung sebelumnya berasal dari kelompok yang sama.
Siapa mereka, kiranya terus berdengung dalam kepalanya.
Namun selain itu, apa yang Chanyeol pikirkan adalah sisa bensin yang nyatanya tak jauh
berbeda dari mobil sebelumnya. Seribu sial namun apa yang harus di lakukan. Tau seperti itu
mereka tak harus menukar mobil.
Chanyeol memilih menghindari jalanan besar dan masuk pada jalanan kecil, itu lebih baik
ketimbang bertemu dengan pria-pria brutal itu lagi pun dengan jejeran pohon-pohon besar
mampu menyembunyikan mobil kala melintas.
Dia melirik Baekhyun dan Sehun pada jok belakang sesekali memastikan kedua orang itu benar
baik-baik saja.
Jalanan semakin kecil. Kota Gwangju mulai tertinggal di belakang sana. Suasana pinggiran
kota itu sedikit lebih baik tanpa adanya gelimpangan mayat di jalanan
Perjalanan Gwangju-Seoul menjadi lebih jauh. Jarak yang biasanya hanya di tempuh 6 jam
perjalanan mobil itu taunya menjadi lebih lama terasa, Chanyeol berulang melirik pada kanan
kiri berharap menemukan pom bensin. Malam mulai menjemput dengan laju mobil Chanyeol
turunkan.
"Hyung," Sehun memanggil seraya menunjuk sebuah minimarket di samping kirinya. Sebuah
pom bensin mini terlihat berdiri tegak di dekat bangunan itu. Senyum Chanyeol kembali cerah
dan tanpa kata segera berbelok masuk ke dalam perataran minimarket itu.
Chanyeol menatap keluar jendela menyeluruh memastikan keadaan sekitar aman dari mayat-
mayat hidup. Baekhyun dan Sehun melakukan hal yang sama dan ikut turun dari mobil.
Chanyeol segera berlari menuju pom bensin mini itu dan menekan tombol full sebelum
mengarahkan selang bensin itu pada tangki.
Sehun berjaga sigap, memantau dengan awas. Namun daerah perdesaan itu terlampau banyak
di tumbuhi pohon-pohon besar membuat pandangan menjadi lebih sempit. Belum lagi
semburat jingga perlahan di gantikan gelap membuat akses pandangan kian terbatas.
SREEKKK
Suara gesekan itu menghentikan pekerjaan Chanyeol seketika. Ketiganya kontan melongak
pada asal suara dan menunggu namun detik terlewati tak ada apapun disana.
Chanyeol tak ingin mengambil resiko segera menarik selang bensin itu, dari tangki dan
meletakkannya kembali. Mereka bergegas masuk ke dalam mobil dengan suara geraman
terdengar mengejutkan tiba-tiba.
"HUWAAA" Sehun kontan berteriak mendapati satu mayat hidup mendekatinya. Moncong
pistol di arahkan segera dan menekan pelatuk tanpa aba-aba.
DORRI
"RRRWWWW RRRWWWW-"
Namun nyatanya mayat hidup itu tak hanya bermunculan seorang diri. Mereka tiba-tiba saja
muncul dari segala arah dan mengepung. Chanyeol tak bisa bergerak masuk ke dalam kemudi.
Ketiganya merapat dan mulai menembaki asal mayat-mayat hidup itu.
DOR!
DOR!
DOR!
Amunisi kian terkuras namun nyatanya jumlah mereka tak juga berkurang. Mayat itu datang
lebih banyak oleh suara pistol dan keadaan semakin panik.
"KALIAN! PINTU SAMPING!" Sebuah teriakan menggema mengagetkan ketiganya. Seorang
perempuan berdiri pada balkon lantai 2 minimarket sembari menunjuk-nunjuk sisian bangunan.
"CEPATLAH!" dia lagi berteriak lalu menghilang dari sana.
"AYO!" Chanyeol berseru, membuka pintu jok belakang dan mengambil tas penyimpanan
senjatanya, ketika hendak mengambil 2 tas lain Sehun segera menarik Chanyeol menjauh dari
mobil. Ketiganya segera berlari menuju samping minimarket itu.
"RRRRWWW RRRWWWW RRRRWWWW-"
Mayat-mayat hidup itu mengejar dengan tangan menggapai berusaha menarik salah satu dari
mereka. Suara besi bergesek terdengar diikuti sebuah pintu terbuka.
"CEPAT MASUK! CEPAT!"
Perempuan yang sama dari balkon itu berada di balik sana. Ketiganya tak sempat memikirkan
apapun segera melesat masuk
"HUWWWAAAA!"
Dengan teriakan Sehun menggelegar menghentikan langkah
"SEHUN!" Baekhyun berteriak terkejut memanggil adiknya itu.
Lolongan kesakitan Sehun menggema. Satu mayat hidup itu berhasil meraih tangannya
meninggalkan kuku-kukunya yang tajam menggores punggung tangan remaja itu.
Sehun mendapatkan cakaran pada tangannya.

bersambung
EXOKUH NAEK MOGE /mateq/
Chapter 6
BAGIAN 6: ZOMBIE

Darah merembes keluar melalui sela-sela luka tangan Sehun. Anak SMA itu melepaskan
tembakan tepat pada kepala membuat cengkraman itu terlepas dari tangannya seketika.
Baekhyun lekas menarik adiknya itu menjauh dan masuk ke dalam minimarket dan kembali
menutup pintu dalam bantingan
"H-Hyung..." Sehun menatap tangannya yang luka dengan bergetar. Pistol di tangan jatuh
berdenting pada lantai menjadi satu-satunya suara yang mengisi ruang keterpakuan itu.
Chanyeol dan Baekhyun menahan nafas sedang air mata perlahan menggenangi pelupuk Sehun.
Ketiga orang itu terpaku tanpa tau harus berbuat apa. Sinbi baru menyadarinya ketika pintu
benar telah tertutup kembali. Perempuan itu membelalak terkejut luar biasa. Matanya melotot
besar namun tak membuatnya lumpuh oleh hal yang dia pikirkan.
Motoriknya melangkah besar-besar menuju sudut ruangan, sebuah pisau dia genggam di tangan
sedang tangan yang lain meraih lengan Sehun tanpa memikirkan apapun menebaskan besi
tajam itu pada lengannya.
Chanyeol membola mengetahui apa yang ada dalam pikiran Sinbi. "APA YANG KAU
LAKUKAN—"
SRAAAAKKKKK
-namun dia tak bisa mencegahnya.
Punggung tangan Sehun yang mendapat cakaran terlepas dalam satu sebetan pisau dari
lengannya, sedetik kemudian diikuti rembesan darah berlomba-lomba keluar dari sana.
Nafas kembali tertahan dan semuanya seolah berhenti.
"YERIN! YERIN!" teriakan Sinbi memecah hening ruangan itu. Perempuan itu berteriak
sembari meraih apapun di dekatnya. Sebuah baju yang tergantung di balik pintu, Sinbi ambil
lalu melilitkannya pada lengan Sehun.
"ARRRGGHHHH" Rasa sakit mulai menjalar Sehun rasakan. Darah berlomba-lomba keluar
membuatnya berubah pusing dan Baekhyun dengan sigap menangkap tubuh adiknya itu.
"SEHUN!" Baekhyun memekik.
"YERIN!" Sinbi kembali berteriak. Seorang perempuan yang lain muncul dari lantai 2 dan
terkejut bukan main atas apa yang dilihatnya. "CEPAT HENTIKAN PENDARAHANNYA!"
Yerin tak sempat bertanya apapun bergegas turun dan menjelajahi rakrak menemukan kotak
pertolongan utama. Dia meraihnya cepat dan membawa kotak itu pada Sehun.
"JANGAN DILIHAT!" Yerin berteriak ketika Sehun mengintip di antara lolongan. Baekhyun
lekas memeluk kepala adiknya itu dan ikut memejamkan mata.
Baju yang Sinbi lilitkan pada lengan Sehun, Yerin lepaskan dan terburu membuka botol
alkohol.
Sehun melolong dalam kesakitan merasakan perih luar biasa menyerang sekujur tubuhnya.
"Kita butuh sesuatu untuk menyangga tangannya!" Yerin berseru. Sinbi mengangguk paham
dan lekas mencari apapun yang bisa dia jadikan sebagai penyangga. "Bisa kau ambilkan kapas
dan perban?" Yerin beralih pada Chanyeol yang mematung.
"Pada rak di dinding!" Yerin menyambung.
Chanyeol mengerjab kaku berusaha keras mengumpulkan fokusnya kembali. Dia lekas
bergerak menuju rak yang Yerin katakan dan mencari apa yang dipinta perempuan yang tak
dikenalnya itu.
Sinbi datang dengan sebuah kotak kosong dan segera menaruhnya di bawah lengan Sehun.
Dalam sekejab kotak itu basah oleh darah bercampur alkohol diiringi tangisan kesakitan Sehun
yang tak kunjung mereda. Baekhyun memeluk adiknya erat, berbisik dalam kalimat
menenangkan sedang lelehan air matanya kian banyak menetesi wajahnya.
"Kau harus bertahan Sehun..."
Chanyeol kembali dengan sekotak kapas juga kain kasa. Yerin lekas membukanya, meraih kain
kasa itu dan melilitkannya pada lengan Sehun. Luka yang menganga itu Yerin tutupi cepat,
berusaha menghentikan pendarahan yang mengucur terlampau banyak dari sana.
Hembusan nafas Sehun berubah satu-satu, detik selanjutnya kesadaran remaja itu hilang
digantikan gelap.
"SEHUN!"

Sehun dibawa berbaring pada tempat tidur yang ada di lantai dua minimarket itu. Baekhyun
sudah tak lagi menangis, menyisakan air mata, yang mengering pada wajahnya dengan hidung
merah tersumbat, Chanyeol melihatnya dengan rasa sedih yang sama, perlahan mendekati
Baekhyun dan memeluk pacarnya itu dengan erat.
"Sehun akan baik-baik saja bukan?" Baekhyun bertanya dengan getaran pada suaranya.
"Katakan padaku Sehun akan baik-baik saja." Tuntut Baekhyun.
"Sehun akan baik-baik saja," Chanyeol menyahut cepat.
Namun kalimat itu tak benar menghentikan tangis Baekhyun sepenuhnya. Chanyeol mengusap
pipi Baekhyun yang basah sebelum kembali memeluknya dengan erat.
Derap langkah terdengar mendekat dan sosok Yerin berada pada pintu dengan beberapa kapsul
obat dan sebotol air di tangan.
"Bantu dia untuk meminumnya." Yerin memberikannya pada Chanyeol.
Pria itu melepaskan diri dari Baekhyun dan menerimanya. "Apa ini?"
"Pereda rasa sakit, itu akan membuatnya tidur lebih lama." Jawab Yerin. Chanyeol tak lagi
bertanya walau sebenarnya ada banyak yang mengganjal dalam pikirannya, terlebih siapa dua
perempuan penghuni minimarket ini namun Chanyeol memutuskan untuk menyimpan semua
pertanyaan itu nanti dan memusatkan perhatiannya pada Sehun.
Kepala Sehun, Chanyeol angkat sedikit dan memasukkan kapsul obat itu ke dalam mulutnya.
Rasa pahit terkecap menciptakan kerutan pada pelipis Sehun yang basah.
"Ayo minum airnya Sehun." Chanyeol meminta sembari mendekatkan botol minum itu pada
Sehun. Anak SMA itu meneguk sedikit isinya dan kembali meringis merasakan perih yang
menjalar dari lengannya.
Baekhyun lekas menenangkan, mengusap peluh Sehun dan berbisik pada telinga adiknya itu.
"Tak apa, pejamkan matamu..."
Sehun melakukannya, mencoba untuk lelap di antara sakit yang menemani.

Chanyeol meninggalkan Baekhyun berdua bersama Sehun di kamar. Dia keluar dan
menemukan Sinbi dan Yerin di lantai satu pada depan pintu tengah membereskan kekacauan
disana. Chanyeol masih sempat melihat punggung tangan Sehun di lantai ketika Yerin tanpa
ragu mengambilnya, dalam balutan plastik. Baju yang bersimbah darah itu dia ambil pula
sebelum membuangnya ke laci besi lantas membakarnya disana.
Chanyeol terkesiap, pun ketika mengingat apa yang keduanya lakukan terlebih Sinbi dan
bagaimana sigapnya perempuan itu menebas tangan Sehun. Tak ada ragu maupun ngeri,
keduanya tak terlihat segan membersihkan sisa pekerjaannya kemudian.
Chanyeol memperhatikan lama dan menyadari keduanya masihlah sangat muda. Dalam hati,
Chanyeol menerka apa pekerjaan mereka sebelum wabah ini menyerang.
"Dia sudah tidur?" atensi Chanyeol teralih kala pertanyaan itu menguar. Dia berkedip sekali
sebelum melangkah lebih dekat pada keduanya. Yerin mengambil sebotol air dan
memadamkan api yang telah menghangus telapak tangan Sehun menjadi abu beserta baju
berdarah itu.
"Ya," angguk Chanyeol singkat. "Jangan khawatir, dia tidak demam dan kupikir dia akan baik-
baik saja." Yerin berkata. "Demam?" ulang Chanyeol bingung.
"Sebenarnya," Yerin melirik Sinbi sesaat, "saat kami menemukan tempat ini bersama satu
orang yang lain. Pundaknya tergigit namun dia masih hidup lalu dia tiba-tiba saja demam dan...
meninggal." Yerin menghela nafasnya sesaat. "Jadi kami pikir, yang tergigit akan tetap hidup
selama beberapa jam dan demam adalah indikasi terjangkit atau tidak."
"Lantas dimana dia sekarang?"
"Aku menembak kepalanya." Sinbi menjawab.
Chanyeol tercenung selama beberapa saat memikirkan kilas balik apa yang menimpa dua
perempuan itu.
"Bagaimana kalian melakukan hal itu?" Chanyeol bertanya lagi, mengujarkan salah satu
pertanyaan dalam kepalanya tentang tindakan yang mereka lakukan terhadap Sehun.
"Tangannya di cakar dan kupikir memotong tangannya adalah cara terbaik sebelum virus itu
merambah ke seluruh tubuhnya." Yerin kembali menjawab.
Walau tindakan itu mengerikan dan sangat berisiko namun itu masuk di akal juga. Chanyeol
tak ingin menyalahi, alih-alih berterima kasih atas pertolongan itu.
"Terima kasih banyak," Chanyeol berucap tulus. Senyumnya terkembang tipis sembari
mengulurkan tangannya, "Aku Park Chanyeol."
"Park Chanyeol?" Sinbi menggulang setengah tak percaya, "Maksudmu Detektif Park?"
"Kau mengenalku?" Chanyeol mengerjab bingung.
"Tentu saja, sunbae sangat terkenal di kalangan junior!" Sinbi memekik antusias.
"Jadi kau... detektif?"
Sinbi mengangguk cepat, "Aku baru saja di sumpah bulan lalu sebelum semua ini terjadi." Ada
sedih terselip dari nada bicaranya.
Semua menjadi beralasan bagaimana beraninya Sinbi melakukan tindakannya. Tentu saja
akademi kepolisian telah memupuknya seperti itu.
"Aku Hwang Sinbi, senang bertemu denganmu Sunbae." Sinbi memperkenalkan diri. "Dia
Jung Yerin, sepupuku." Sambung Sinbi sembari melirik Yerin.
"Apa kau juga?" Chanyeol bertanya.
"Ah bukan-bukan," Yerin menggeleng.
"Dia calon dokter." Kata Sinbi.
"Calon?" ulang Chanyeol bingung.
"Aku sudah lulus hanya saja belum di sumpah dokter." Yerin menjelaskan
Kini pertanyaan yang lain telah Chanyeol temukan jawabannya.

Pemadaman listrik dilakukan secara menyeluruh ketika ledakan terjadi di pusat kota Gwangju.
Ruang sempit itu tamaram hanya di terangi oleh lilin yang di bakar pada sudut. Jendela di
balkon di tutup dengan karton membuat suasana kian kelam terasa.
"Makhluk itu tertarik dengan suara dan cahaya," Sinbi menjelaskan bertepatan dengan kerutan
pada kening Chanyeol terlihat.
"Kupikir mereka hanya tertarik pada suara."
Sinbi memberikan gelengan, "Tidakkah sunbae menyadari jika mereka lebih banyak saat siang
hari?"
Chanyeol menggeleng tak benar menyadari hal itu.
"Apa ini milik kalian?" Chanyeol bertanya. Pandangannya berpendar menatap menyeluruh.
"Bukan," itu Yerin yang menjawab. Di tangannya terdapat kotak ramyun instan yang telah
terseduh air panas dan meletakkannya pada di atas karton yang digelar di lantai. "Kami
menemukannya, kupikir tempat ini juga sempurna ada banyak makanan sampai bantuan
datang."
Chanyeol tersenyum tipis, diam-diam memuji ketangkasan dua perempuan itu.
Asap menggepul tipis ketika tutup ramyun itu dibuka. Aromanya tercium enak namun
Chanyeol tak benar-benar lapar. Dia mengintip melalui lobang kecil pada karton itu menatap
keluar sana.
"Mereka pasti mendengar suara tembakan tadi. Akan sangat berbahaya berkeliaran di luar
dengan keadaan seperti ini." ucap Sinbi. Satu cup ramyun dia ambil dan mengaduk isinya
perlahan. "Sunbae makanlah," dia menawarkan.
Bersamaan dengan itu Baekhyun keluar dari kamar. Wajahnya terlihat sedikit bengkak akibat
terlalu banyak menangis namun memaksakan senyum kala melihat Chanyeol, Sinbi dan Yerin.
"Baekhyun..." Chanyeol menghampiri Baekhyun dan menatap lelaki itu dengan khawatir. "Kau
baik?" dia bertanya,
"Aku baik," Baekhyun menjawab cepat tak ingin menciptakan cemas Chanyeol lebih jauh lagi.
"Duduklah." Chanyeol membantu Baekhyun duduk di dekat Yerin. Calon Dokter itu
mengangsurkan sebotol air mineral kepada Baekhyun.
"Terima kasih," Baekhyun menerimanya. "Terima kasih sudah menyelamatkan adikku."
Baekhyun berucap menatap bergantian dua perempuan itu. "Aku tak bisa membayangkan apa
yang akan terjadi jika kalian tidak ada." Chanyeol mengusap pundak Baekhyun lembut
menenangkan.
"Aku Baekhyun," Baekhyun memperkenalkan diri. "Dan itu adikku Sehun."
Sinbi dan Yerin balas memperkenalkan diri.
"Sepertinya kalian sebaya," Chanyeol menyeletuk.
"Benarkah?" Baekhyun menatap dua perempuan itu bergantian. "Itu bagus, kami akan cepat
akrab karena sebaya. Tidak seperti kau yang sudah tua." Baekhyun menyikut pinggang
Chanyeol dalam gurauan.
Chanyeol pura-pura merengut menciptakan tawa dari penghuni ruangan itu.
"Tapi omong-omong kalian akan kemana?" Sinbi lagi bertanya. "Kami berencana untuk pergi
ke Seoul." Itu Chanyeol yang menjawab. "Seoul?!" Yerin dan Sinbi memekik bersamaan.
Chanyeol memberikan anggukan lantas menjelaskan tentang informasi yang di dapatnya
dengan keadaan di Seoul sana.
"Sebenarnya Yerin berasal dari Seoul," Sinbi berkata sembari melirik sepupunya itu.
"Benarkah?" kini balas Chanyeol dan Baekhyun yang memikik. "Lantas bagaimana dengan
disana?"
Pundak Yerin meluruh lesu tanpa semangat memberikan gelengan. "Aku tidak tau." Katanya
pelan. "Aku pulang ke Gwangju untuk menghadiri pemakaman Ibu Sinbi kemarin lusa dan
belum sempat kembali ketika keadaan tiba-tiba saja menjadi kacau." Yerin menggigit bibirnya
pelan menahan isak tangis yang hendak meluap, "Dan Ayahku-"|
Sinbi lekas menenangkan sepupunya itu dengan memeluknya,
Suasana berubah rikuh oleh kesedihan yang di rasakan. Chanyeol dan Baekhyun menatap
kedua perempuan itu sedih.
Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihannya, Yerin lekas menyeka air mata dan memaksa
senyum kemudian.
"Bolehkah kami ikut kalian ke Seoul?" dia bertanya. "Jika benar Seoul tengah melakukan
evalusi mungkin Kakakku bisa membantu kita untuk masuk kesana."
"Kakak Yerin, Kak Kris bekerja di CDC." Jelas Sinbi.
"Benarkah?" Chanyeol dan Baekhyun memekik bersamaan. Rasanya seperti mendapat guyuran
air di gurun dengan sebuncah harapan yang tumbuh dalam lega masing-masing.
"Lalu apa kau mengetahui sesuatu tentang hal ini?" sarat antusias terdengar dari nada bicara
Chanyeol.
Yerin dan Sinbi bertukar pandang sesaat sebelum akhirnya mengangguk. "Sebelum kami
hilang kontak, aku sempat mendengar pembicaraan Ayah dengan Kak Kris tentang wabah ini."

Virus itu dinamakan Virus ZOM3 atau Zombie. Merupakan sebuah virus yang bermutasi dari
virus Rabies dan Ebola. Para peneliti percaya virus itu berasal dari hewan pun mengingat cara
penyebarannya melalui gigitan seperti virus rabies.
Mereka yang terjangkit akan mengalami gangguan otak dan syaraf sehingga membuat
penderitanya bertingkah agresif seperti orang gila. Virus itu bekerja cepat pada bagian yang
terluka dan menembus antibodi membuat sseluruh organ tubuhnya tak lagi memiliki fungsi dan
di nyatakan meninggal karena hal itu. Namun virus itu tetap hidup di dalam otak dan
mengambil kontrol motorik dan berusaha menyebar kepada otak-otak manusia yang lain.
"Penjelasan sederhananya virus ini seperti virus rabies namun penyebarannya sangat cepat
seperti seperti Virus Ebola." Jelas Yerin.
Kerutan kian tercetak pada kening dua orang pria itu. Chanyeol berganti pandangan dengan
Baekhyun sesaat sebelum kembali terfokus pada Yerin.
Menyadari kebingungan dua orang di depannya itu, Yerin lekas menjelaskan kembali.
"Aku tidak tau apa yang membuat para peneliti percaya jika virus ini berasal dari virus rabies
dan virus ebola lantas bermutasi menciptakan virus yang baru. Hanya saja virus ini walaupun
belum diresmikan telah dinamakan virus ZOM3 atau dengan nama lain yaitu Zombie.",
"Zombie?" Baekhyun mengulang nyaris tak terdengar. "bukankah zombie itu hanya kisah
fiktif?"
"Kupikir para peneliti memberinya nama demikian karena para pembuat film telah memakai
istilah nama itu. Terlebih karena jenis virusnya terdengar sama pula."
Keterdiaman mengisi ruang itu kembali. Cahaya api bergoyang pelan membakar lilin
membuatnya terlihat lebih pendek dari ukuran sebelumnya. Kesenyapan itu membuat indera
pendengaran menjadi lebih sensitif, sayup-sayup mampu menangkap suara geraman di lantai
bawah sana.
Masing-masing menciptakan kesimpulan atas penjelesan Yerin. Chanyeol mulai merangkum
satu persatu kejadian yang dilihatnya lantas mencocokkan dengan apa yang mahasiswa
kedokteran itu katakan.
Otaknya tak sepenuhnya memahami, namun semuanya masuk akal bagaimana kepala menjadi
bagian terampuh untuk melumpuhkan mayat-mayat hidup itu. Karena disanalah virus itu
menetap dan disana pulalah kelemahannya berada.
"Tapi-" Chanyeol tiba-tiba teringat potongan pembicaraannya dengan Hyukjin. "Mengapa
orang-orang yang tidak mati karena dicakar atau digigit bisa terjangkit juga?"
"Itu-"Yerin menggelengkan kepalanya pelan, "aku juga tidak tau,"
"Kak Kris pasti memiliki jawabannya." Sinbi menyeletuk. "Mungkin juga Seoul telah memiliki
obat untuk virus ini."
Nada bicara riangnya sedikit banyak menulari mereka dalam senyum yang sama.
Semoga saja...

Sinbi bercerita bagaimana awal mula ketika wabah itu menyerang desanya. Ayah Yerin yang
merupakan adik dari Ibunya datang dari Seoul dan semuanya berubah hanya dalam satu hari.
Mereka baru saja sampai ketika Ayah Yerin mendapat kabar dari Kris dan meminta agar segera
kembali ke Seoul. Namun semua tidak berjalan seperti rencana, di tengah suasana berkabung
di rumah duka itu Ibu Sinbi yang telah meninggal tiba-tiba saja bangun lantas menyerang lalu
melahap tubuh Ayah Yerin tanpa pertimbangan.
Diantara rasa shock yang mendera, Sinbi dan Yerin berusaha menyelamatkan diri dan
menemukan sebuah minimarket kosong dan bersembunyi di dalam sana sampai hari ini.
Tempat itu benar membantu, ada banyak bahan makanan yang menunjang kebutuhan mereka
sebelum bertemu dengan Chanyeol, Baekhyun juga Sehun. Letaknya yang pinggiran kota
membuatnya terasa sepi dan lenggang, berbanding terbalik dengan suasana kota Gwangju yang
telah porak poranda.
"Kami berencana untuk ke kota namun tidak memiliki keberanian untuk keluar." Sinbi berujar
setelahnya.
"Sebelumnya kami berencana untuk tinggal beberapa hari disini setelah mendengar tentang
adanya tempat perlindungan darurat di Seoul namun kota tiba-tiba saja di ledakkan."
Sinbi dan Yerin kontan membelalak, "Diledakkan?" "Kenyataannya... hidup atau mati manusia
tetaplah yang paling mengerikan."
Sinbi dan Yerin terdiam tanpa tau apa maksud ujaran detektif itu.

Baekhyun tak bisa memejamkan matanya walau hanya sedetik. Tidurnya resah, Sehun menjadi
alasan dan dia berulang mengecek keadaan remaja, itu. Yerin mengatakan tentang demam yang
mungkin akan menghinggapi Sehun setelah tercakar namun Baekhyun bisa berlega hati dingin
tubuh Sehun terasa menggigit pada punggung tangannya.
Sehun akan baik-baik saja, Baekhyun berulang menggumankan kalimat itu dalam dirinya.
Sehun mungkin akan hidup dengan cacat sepanjang hidupnya namun itu, menjadi bencana yang
lebih baik daripada harus kehilangan nyawa. Baekhyun mensyukurinya pun dengan deru nafas
yang terasa tenang berhembus dari adiknya itu.
Baekhyun keluar dari kamar dan turun ke lantai satu menuju kamar mandi. Chanyeol
mengetahuinya dan diam-diam mengikuti pacarnya itu kesana.
Di depan wastafel, Baekhyun menatap refleksi wajahnya pada cermin lama dan menyadari
betapa kacaunya dia. Keran Baekhyun putar namun tak ada setetes air pun keluar dari sana.
Mendesah pelan ketika sepasang lengan membelit pinggangnya tiba-tiba.
"Tidak bisa tidur?" suara berat Chanyeol menyapa tengkuk Baekhyun dengan panas. Keduanya
bertukar pandangan melalui bias cermin, berusaha menelusuri paras masing-masing melalui
benda persegi itu.
"Apa kau ingat, Sehun pernah di pukul preman sampai dua tulang rusuknya patah." Baekhyun
seperti berguman mengatakan kalimatnya.
"Tentu saja aku ingat." Sahut Chanyeol. "Aku juga ingat kau menjambak rambut ketika di
rumah sakit."
Baekhyun tertawa kering, "Anak nakal seperti Sehun pasti akan hidup dengan lama."
"Tentu saja." Chanyeol meninggalkan sebuah kecupan pada leher Baekhyun. "Kupikir kau
harus berhenti memanggil Sehun nakal Baekhyun atau dia benar-benar akan menjadi nakal saat
dewasa nanti."
"Tapi Sehun benar-benar nakal, saat dia sadar nanti ingatkan aku untuk menjambak rambutnya
lagi."
"Aku juga akan mengatakan pada Sehun jika kau menangisinya selama berjam-jam."
Baekhyun mengikut pinggang Chanyeol dengan kesal. Ringisan si tinggi itu taunya
menciptakan tawa Baekhyun lagi dan Chanyeol ikut menarik senyum akan hal itu.
Tubuh Baekhyun dia balikkan guna menghadapnya lalu mengangkat mudah lantas
mendudukkannya di atas meja wastafel. Sepasang paha, Baekhyun terbuka, memberikan ruang
untuk Chanyeol berdiri di antara kaki itu.
Keduanya berbagi ciuman dalam lumatan lembut satu sama lain. Tangan Chanyeol menjalari
punggung Baekhyun, mengusapnya dengan lembut sebelum berhenti pada tengkuk-menekan
bagian itu lebih kuat untuk lumatan ciuman yang lebih dalam.
"Aku mencintaimu..." Chanyeol berbisik di atas bibir Baekhyun yang basah. "Sangat."
"Aku lebih-lebih mencintaimu." Baekhyun membalas sebelum lagi menyatukan lunak mereka
dalam pangutan.

bersambung
Teori halu macam apa itu. ketawa jangan
Anyway aku rada geli sama panggilan oppa jadi oppanya aku ganti sama panggilan kakak ya
hehe
Makasih lagi udah baca dan see you lagi Ps. TheLastKokostop trending di twitter, humor
fandomku gini amat ya :v
Chapter 7
BAGIAN 7: JALANAN

Pagi yang lain baru saja di mulai.


Semburat matahari pagi mengintip malu-malu melalui lobang karton di jendela balkon
menyinari ruang minimarket itu.
Baekhyun bangun dengan cepat dan segera menuju kamar memeriksa keadaan adiknya. Sehun
masih terlelap dan tubuhnya yang dingin terasa, lebih hangat. Baekhyun menghela nafas dalam
kelegaan dan kian menyakinkan diri jika remaja itu benar baik-baik saja.
"Oh," gumanan pelan itu menyadarkan kesendirian Baekhyun. Yerin, berada di pintu dengan
sekotak kain kasa di tangan. Senyumnya terulas menyapa lelaki itu.
"Aku mau mengganti perbannya." Yerin menunjuk kotak di tangan.
"Ah, terima kasih." Baekhyun segera beringsut pada tempatnya memberikan ruang pada
mahasiswa kedokteran itu. Yerin menempatkan diri pada pinggir tempat tidur dan mulai
membuka perban yang melilit tangan Sehun.
Perban putih itu menjadi merah oleh darah yang mengering. Baekhyun di sampingnya
memperhatikan dengan sisipan ngeri terpantri pada wajahnya yang cantik.
Yerin melirik sekali dan tersenyum maklum dengan hal itu. Dia melakukannya dalam diam
dan cepat mengganti dengan perban yang baru.
"Saat dia sadar nanti tangannya harus disangga untuk mencegah pendarahan lagi." Kata Yerin.
"Sekali lagi terima kasih," Baekhyun tak bosan mengucapkan ujaran itu.
"Aku hanya mengganti perbannya saja." Yerin menunjuk kotak di tangan yang telah kosong.
"Aku bahkan tak berpikir bisa melakukannya." Ucap Baekhyun dengan tawa kecil. Dia
menaikkan selimut sampai batas dada Sehun lagi sebelum bangkit ikut keluar dari kamar itu
bersama Yerin.
Chanyeol berada pada lantai satu berdiri di depan pintu memeriksa keadaan luaran sana.
Geraman terdengar bersambut sahut menjelaskan keberadaan mayat hidup itu tepat di balik
pintu. Detektif itu perlahan membuang nafas, sedang pikiran bergelut pada bagaimana caranya
untuk keluar dari ruangan itu.
"Aku memikirkan satu rencana gila,"
Chanyeol tersentak kala ujaran itu terdengar. Dia berbalik cepat dan menemukan Baekhyun
datang bersama Yerin. Sinbi baru saja keluar dari kamar mandi ikut bergabung dalam
pembicaraan.
Chanyeol mengusap dadanya kemudian memicing main-main menatap pacarnya itu. Baekhyun
terkikik, pun dengan binar cerah menghiasi parasnya yang cantik. Itu sedikit aneh, namun
Chanyeol pikir itu jauh lebih baik daripada Baekhyun yang kemarin.
"Rencana?" Chanyeol menegakkan tubuhnya menghadap Baekhyun.
"Mayat hidup itu tertarik pada suara 'kan?" Baekhyun melempar tanya.
Chanyeol memberikan anggukan dan menunggu lanjutan ujaran Baekhyun.
"Kupikir kita bisa menarik perhatian mereka dengan melempar granat atau bahan peledak yang
lain."
Ketiga orang yang tersisa menatap Baekhyun terkejut,
"Resikonya terlalu besar," kata Chanyeol. "Ledakan granat bisa menghasilkan api,"
"Itulah mengapa aku menyebutnya sebagai rencana gila." Sungut Baekhyun
"Bagaimana dengan petasan?" Sinbi menyeletuk, menarik atensi Chanyeol dan Baekhyun.
"Kita bisa mengikuti rencana Baekhyun melempar petasan untuk menarik perhatian mereka,
resiko kebakaran akan lebih lebih terjadi."
"Nah!" Baekhyun berseru, wajahnya yang murung lekas tertarik dalam senyuman kembali.
"Bagaimana?" dia menatap Chanyeol.
"Tapi darimana kita mendapatkan petasan?" Chanyeol berguman mengujarkan kalimatnya.

Rak minimarket itu menjadi lebih berantakan ketika keempat orang itu mulai mencari petasan
yang mungkin ada disana. Namun nyatanya benda itu tak ada dimanapun sontak meruntuhkan
semangat mereka, tiba-tiba.
"Oh," Yerin meraih satu pengharum ruangan yang tertata pada rak "Mungkin kita bisa
membuat petasan sendiri."
Chanyeol menghampiri, ikut menatap deretan kaleng pengharum ruangan yang berjejer. Dia
tersenyum menemukan maksud ujaran Yerin itu.
"Karena mengandung alkohol kaleng kemasan ini jika di bakar akan memuai dan menghasilkan
ledakan." Chanyeol menjelaskan. "Mungkin kita bisa mencobanya."
"Apa rencana sunbae?" Sinbi bertanya. "Apakah ada pintu keluar lain selain pintu samping
itu?" Chanyeol bertanya.
"Hanya balkon." Tunjuk Sinbi. "Mungkin kita bisa membuang karton atau sesuatu yang telah
dibakar lantas membuang kaleng pengharum ini di atasnya."
"Itu menjadi rencana yang bagus jika keadaan tidak berangin." Baekhyun menggeleng.
"Bagaimana dengan ventilasi di kamar mandi? Kita bisa melakukan usulan Sinbi disana."
"Benar benar!" Yerin menjentikkan jemarinya. "Setelah kaleng itu meledak kita bisa segera
pergi."
"Zombie vang ada di depan akan mengikuti asal suara dan melewati pintu samping juga. Kita
tidak tau akan ada berapa jumlah mereka dan akan sampai berapa banyak dari mereka tertarik
akan suara ledakan itu." Chanyeol menjelaskan kemungkinan yang lain.
"Bagaimana dengan pintu depan?" tanya Baekhyun lagi seraya menunjuk pintu utama
minimarket itu.
"Itu sudah terkunci sejak kami sampai." Jawab Yerin, dia bangkit pertama kali diikuti Chanyeol,
Baekhyun dan Sinbi kemudian.
Pintu utama itu terdiri dari pintu kaca dengan jeruji pintu besi di depannya. Pintu kaca itu
berada dalam keadaan terkunci dan Chanyeol telah memikirkan cara untuk menghancurkan
salah satu bagian untuk membuatnya pecah. Namun kemudian masalah yang lain adalah pintu
besi itu. Rantai besi melilit erat dengan sebuah gembok besar menyatukan kedua sisinya.
Chanyeol bisa menembak gembok itu namun dia mempertimbangkan suara yang di hasilkan
setelah itu. Jarak antara pintu utama minimarket tidaklah begitu jauh dimana Chanyeol
memarkirkan mobil patrolinya. Mungkin mereka bisa berlari selagi menembak beberapa
zombie yang mungkin masih ada di sekitar sana.
"Baiklah, jadi ini rencananya."

Seberkas cahaya menusuk indera Sehun kala kelopaknya terbuka. Remaja itu mengerjab
berulang guna menyesuaikan penglihatannya. Matanya menerawang, menatap langkit-langit
dan menyadari dia berada di dalam sebuah kamar.
Sehun mencoba mengingat hal terakhir yang terekam dalam ingatannya, di depan sebuah
minimarket ketika kawanan makhluk hidup menyerang mereka tiba-tiba.
Sehun tersentak pada posisinya kala mengingat bagaimana salah satu dari mayat hidup itu
meraih tangannya dalam cakaran. Kuku-kuku itu menggores punggung tangannya lalu tiba-
tiba sebuah pisau menebas tangannya.
Sehun mendapati perban membelit pangkal lengannya dan menyadari jika telapak tangannya
tidak ada disana. Nafasnya berganti tercekat ketika menyadari betul keadaannya.
Namun daripada itu Sehun lebih mengkhawatirkan hal yang lain, dalam hati dia bertanya
apakah dia telah meninggal? Apakah dirinya baru saja bangkit dari kematian dan bersiap untuk
mencari mangsa manusia?
Sehun bergegas turun dari tempat tidur dengan kepala sakit di dera pusing. Sehun mengabaikan
hal itu dan memanggil satu nama dalam pikirannya.
"Baek-Baekhyun hyung..." suaranya terdengar serak.
Langkahnya tertatih menelusuri lorong dan berhenti pada persimpangan. Pada samping kirinya
merupakan balkon sedang pada sisi yang lain merupakan tangga. Sehun berhenti pada anak
tangga, dalam ragu untuk turun ke lantai bawah.
Satu tangannya yang bebas memijit pelipisnya dengan suara derap langkah kaki terdengar
mendekat.
"Sehun!" itu suara Baekhyun, terpekik lantas tergopoh menghampiri. "Sehun kau baik-baik
saja? Adakah yang sakit? Katakan padakul", Baekhyun panik memeriksa sekujur tubuh
adiknya itu.
"Sehun kau baik-baik saja?" Chanyeol ikut mendekati remaja itu.
"Hyung..." Sehun menatap saudaranya itu lama. "Apakah aku sudah meninggal?"
"Apa?" Baekhyun membola. "Apa yang kau katakan?"
"Tanganku..." Sehun melirik tangan kirinya yang tanpa telapak, "dicakar. Bukankah aku akan
menjadi mayat hidup?"
"Sinbi memotong tanganmu," itu Chanyeol yang menjawab. "Kau tidak meninggal dan
menjadi zombie karena hal itu." Senyumnya tersungging bersamaan dengan Baekhyun.
"Sinbi? Zombie?" Sehun mengulang.
"Kau sebaiknya duduk, apa kau haus?" Baekhyun menuntun Sehun ke balkon dan
membantunya duduk pada satu-satunya kursi yang ada disana. Baekhyun meraih satu botol air
mineral di meja sisa miliknya, semalam dan mengangsurkannya kepada Sehun.
Tak butuh waktu lama isi botol itu berpindah pada lambung Sehun.
"Apa kau lapar?" Baekhyun bertanya lagi. "Kita punya banyak ramen disini."
"Sosis juga?" mata Sehun berbinar.
"Kau mau berapa kotak eh?"
"Yang banyak hyung!"
"Aih dasar!" Baekhyun menarik main-main rambut adiknya itu. Dia segera bergegas pergi dari
sana turun ke lantai satu untuk mendapatkan ramyun instan yang Sehun inginkan. Disana dia
bertemu dengan Yerin juga Sinbi dan Baekhyun lekas menghampiri keduanya.
"Sehun sudah sadar!" nada antusias terdengar begitu kentara dari lelaki mungil itu.
"Benarkah?" Sinbi dan Yerin terpekik bersamaan. "Itu bagus Baekhyun, apakah dia demam?"
Baekhyun menggeleng senang, "Tidak, Sehun masihlah menjadi 100% Sehun." Baekhyun
mengambil satu cup ramyun dan memperlihatkannya pada kedua perempuan itu. "Dia selalu
kelaparan setelah bangun."
Itu benar-benar merupakan hal yang bagus. Sinbi dan Yerin ikut bersenang hati mendengarnya.
Setelah air yang Baekhyun jerang mendidih, Baekhyun memasukkan beberapa potong sosis ke
dalam cup sebelum menyeduhnya dengan air panas.
Ketiganya menuju lantai 2 dan masih mendapati Sehun bersama Chanyeol disana.
Chanyeol menceritakan bagaimana cara Sinbi menebas tangan Sehun hingga putus juga
bagaimana sigapnya Yerin menghentikan pendarahannya. Kejadian itu mengerikan, sayup-
sayup dalam ingatan Sehun masih mengingat bagaimana darahnya meluncur keluar dan rasa
sakit luar biasa menjalarinya sampai ke ujung saraf.
Namun terlepas bagaimana berbahayanya tindakan itu, Sehun bersyukur nyawanya masih
menempati raganya. Sehun masih hidup dan lagi dia masih bersama Baekhyun dan Chanyeol
disini.
"Itu mereka." Chanyeol menunjuk dagu kedatangan Baekhyun bersama Sinbi dan Yerin.
"Nah ramyunmu..." Baekhyun memberikan cup mie instan itu kepada Sehun. Sehun
menerimanya namun lebih tertarik melihat orang-orang yang telah menyelamatkannya itu.
"Terima kasih banyak." Sehun berucap tulus kepada Sinbi dan Yerin. "Terima kasih telah
menyelamatkanku."
"Itu hanya gerakan reflek biasa." Sinbi menyahut dalam gidikkan pundak.
"Katakan padaku jika tanganmu terasa sakit." Yerin menyeletuk.
Sehun mengangguk cepat dengan senyum terulas pada bibirnya. Cup ramyun di tangan di
letakkan di atas meja dan mulai menikmati makanannya itu.
"Hyung sosisnya kurang banyak." Disela Sehun bersuara dalam gurauan menciptakan tawa dari
sisa orang yang disana,
"Karena Sehun telah sadar, jadi kupikir kita bisa segera pergi dari sini." Baekhyun berkata.
"Kau sudah cukup baik untuk berpergian lagi bukan?" dia bertanya pada adiknya itu.
"Ini tanganku yang terluka, aku masih memiliki kaki untuk berpergian." Sehun menyahut
dengan mulut penuh.
Baekhyun meledeknya namun dia tak bisa menyembunyikan rasa bahagia menyusupinya
sebanyak itu. Hanya dengan melihat bagaimana Sehun berbicara dan menjawab seluruh
kalimatnya, Baekhyun tau adiknya itu benar berhasil melewati maut.
"Apa kita akan ke Seoul hari ini?" Sehun bertanya setelah menelan isi mulutnya.
"Ya," angguk Chanyeol. "Kita akan menunggu beberapa jamlagi sampai zombie itu tak terlalu
banyak berkeliaran di depan."
"Jadi mayat hidup itu dinamakan zombie?" Sehun berseloroh seorang diri.
"Belum diresmikan," sahut Yerin. "Tapi para Ilmuan menyebutnya seperti itu."

Sehun berada di balkon seorang diri, memantau dari atas pada sekumpulan mayat hidup yang
di ketahuinya sebagai zombie. Mereka berkeliaran tanpa arah pada jalanan, beberapa masuk ke
dalam hutan, sisanya berdiri tak jauh pada mobil patroli.
Sehun pikir Chanyeol akan menembak mereka satu persatu namun usulannya itu di tolak
dengan suara tembakan hanya akan menarik mereka lebih banyak lagi.
Sehun bergidik ngeri, diikuti dengan rasa sakit berasal dari tangannya yang di sangga perban
pada leher. Sehun telah menghabiskan waktu selama beberapa saat untuk melihat keadaan
tangannya itu. Kenyataan dia telah menjadi cacat dengan tangan buntung namun nyatanya
Sehun malah mensyukuri hal itu.
Mungkin saja jika tidak seperti itu dia akan menjadi salah satu dengan para zombie di bawah
sana. Atau mungkin Chanyeol akan menembak kepalanya dan Baekhyun... akan sendirian di
dunia ini. Hanya dengan memikirkan hal itu, bara dalam dadanya tiba-tiba saja membuncah.
Zombie-zombie itu mengerikan namun tak cukup membuatnya menciut lantas berhenti pada
tujuan.
Seoul adalah tujuan dan mereka akan sampai kesana lantas terbebas dari wabah ini.
Matahari telah tinggi bersembunyi di antara awan tebal kelabu. Sepoi angin perdesaan itu
menenangkan, menerbangkan rambutnya dengan perlahan. Sehun menarik nafasnya sekali
dengan dalam sebelum keluar dari balkon dan bergabung dengan yang lain di lantai bawah.
Semua setuju untuk berangkat ke Seoul hari ini. Semakin cepat semakin bagus, pun dengan
keberadaan orang-orang tak di kenal memporakporandakan kota Gwangju membuat keadaan
kian meresahkan.
Semua orang berada di lantai bawah. Pada meja kasir Baekhyun membuka semua laci yang
ada-mencari kunci pintu minimarket itu. Chanyeol sendiri berusaha membukanya, mencungkil
lobang itu dengan kawat namun tak membuahkan hasil apapun.
Yerin sendiri mengemas beberapa kebutuhan yang bisa di ambilnya dari minimarket itu. Itu
penjarahan tapi siapa yang peduli. Bahan makanan adalah utama dan semua telah tersimpan
rapi di dalam tas.
Pada sisi lain, Sinbi mengambil beberapa pengharum ruangan. Dia mengumpulkan semuanya
di dalam keranjang dan memungut beberapa karton bekas.
"Tidak ada." Baekhyun keluar dari meja kasir menghampiri Chanyeol di pintu. "Tidakkah
Jongin menyelipkan alat peredam atau sesuatu?" Baekhyun membuka tas perlengkapan senjata
Chanyeol lagi.
Chanyeol menggeleng pelan dan bangkit dari lantai. "Aku akan memecahkannya." Dia berkata.
"Bawakan beberapa kain atau sesuatu yang empuk kemari Baek.", Chanyeol meminta.
Baekhyun menganggukkan kepala tanpa bertanya bergegas pergi ke lantai atas. Baekhyun
mengambil selimut juga sprei di kamar dan membawa turun semua itu.
"Sinbi bisa bawakan karton itu kesini?" Chanyeol bertanya pada juniornya itu. Sinbi urung
melipat karton itu dan membawanya pada Chanyeol.
Karton itu dibentangkan di lantai di depan pintu lantas diikuti sprei juga selimut yang di
letakkan di atasnya. Chanyeol mengambil kursi di balik meja dan meminta Baekhyun dan Sinbi
untuk beringsut menjauh.
Chanyeol melempar kursi di tangan dengan keras, dalam satu hentakkan menghasilkan sebuah
retakkan kecil pada benda transparan itu. Chanyeol melemparnya sekali lagi dan retakkan itu
berganti menjadi garis memanjang.
KRAAKK
Pecahan kaca itu jauh pada luaran minimarket, berdentang keras mengenai pintu besi di
depannya. Semua kontan menahan nafas, terdiam menunggu akan respon dari zombie-zombie
di luar sana akan suara yang mereka hasilkan itu.
Detik berlalu tak hal apapun yang terjadi.
Chanyeol meletakkan kursi itu pada lantai, mengambil sprei dan, membalut tangannya dengan
kain itu.
Pada sela pecahan kaca itu Chanyeol menyelipkan tangannya lantas mendorong pecahan itu
untuk jatuh pada lantai dalam minimarket. Suara pecahan kaca itu teredam oleh selimut dan
karton di lantai. Dinding kaca itu menjadi bolong memberikan ruang cukup besar untuk
meloloskan tubuh mereka keluar dari sana.
Baekhyun segera menarik selimut berisikan pecahan kaca itu dan menggulungnya pada sudut
ruangan sedang Sinbi mengambil karton miliknya.
"Begini," Chanyeol memulai. "Sinbi dan aku akan membakar kaleng ini di belakang dan
sebelum kaleng itu meledak Baekhyun akan menembak gembok ini dan membuka pintunya.
Tetap berada disini sampai aku dan Sinbi kembali dan zombie-zombie itu pergi ke belakang."
Chanyeol membuat rencana.
"Di mengerti." Angguk Baekhyun.
"Yerin kau sudah mengambil semua yang kita butuhkan?" Chanyeol beralih pada mahasiswa
kedokteran itu.
"Semuanya sudah." Yerin menepuk tas miliknya. Dia membawanya pada pintu, bersebelahan
dengan tas penyimpanan senjata milik Chanyeol.
Chanyeol membuka tas itu dan mengambil senjata laras pendek dan mengisi amunisinya penuh.
Dia memberikannya satu per satu termasuk juga untuk Sehun. Remaja itu menerimanya, tak
sadar ketika menggenggam benda itu dengan erat.
Chanyeol dan Sinbi menuju kamar mandi kemudian. Chanyeol naik pada closet dan membuka
ventilasi yang ada di dalam ruang sempit itu. Sinbi menggulung karton di tangan sebelum
membakar ujungnya dan menyerahkannya pada Chanyeol.
Kertas tebal terbakar itu Chanyeol buang melalui ventilasi, kain sprei yang sempat melilit
tangannya Chanyeol buang kesana pula sebelum membuang satu sisa karton yang lain. Bau
terbakar tercium diikuti asap yang membumbung naik berasal dari api yang mereka buat itu.
Chanyeol menunggu selama beberapa saat dan memberi anggukan kepada Sinbi. Tiga kaleng
pengharum ruangan itu Sinbi serahkan kepada Chanyeol sebelum bergegas ke depan dan
memberi kode Baekhyun untuk menembak gembok itu.
Baekhyun bersiap mengarahkan moncong pistolnya pada gembok itu dan menekan trigger
dengan pasti.
DORRI
DORR!
Dua tembakan Baekhyun letuskan tepat pada besi tebal itu membuatnya hancur berkeping.
Chanyeol tak menunggu waktu segera membuang ketiga kaleng itu ke luar ventilasi tepatnya
pada kobaran apa yang ada disana lantas terburu keluar dari kamar mandi.
Mereka semua telah bersiap di depan pintu besi itu dengan celah terbuka menatap keluar sana.
Chanyeol lekas memanggul tas senjata miliknya, sedang Baekhyun memanggul tas berisi
kebutuhan mereka yang Yerin, siapkan.
Suara tembakan yang Baekhyun lakukan membuat zombie itu bereaksi dan memenuhi pintu
utama dengan cepat. Suara geraman terdengar riuh dibalik besi itu menimbulkan rasa takut lagi
menumpuk dalam diri masing-masing.
BOOOMI BOOOMM! BOOOMMM!
Tiga ledakan beruntun terdengar keras dari arah kamar mandi. Suara geraman itu kian ribut-
merespon sumber suara. Satu persatu meninggalkan pintu menuju asal ledakan meninggalkan
sisa geraman,
"SEKARANG!" Chanyeol berseru memberi instruksi.
Detektif itu segera menggeser pintu besi itu menghasilkan celah yang besar untuk dunia luar.
"CEPAT KE MOBIL!" Chanyeol kembali berseru.
Dia memimpin rombongan keluar dari minimarket, diikuti Sehun, Baekhyun, Yerin dan Sinbi.
"RRRWWWW-" geraman itu terdengar, suara gesekan pintu besi yang dibuka menarik
perhatian beberapa dan berbalik arah. Zombie itu berlari menuju rombongan diikuti oleh
zombie-zombie yang lain.
DORR!
Sinbi melepaskan tembakan pada satu yang paling dekat mengejarnya.
Amunisi panas itu keluar dengan banyak menembus kepala zombie zombie itu membuatnya
hancur lantas meluruh jatuh pada tanah.
Mobil patroli semakin dekat. Chanyeol menuju kemudi dan Baekhyun duduk pada sisinya.
Sehun, Yerin dan Sinbi pada jok belakang dan membanting pintu dalam bantingan.
DORR!
Baekhyun menembak zombie itu di tengah usaha Chanyeol memutar kunci. Deru mesin mobil
terdengar, tanpa menyisakan detik pegal gas segera Chanyeol injak keras membuat mobil itu
terguncang dalam hentakkan sebelum benar mengisi jalanan beraspal kembali meninggalkan
bangunan minimarket yang terbakar dengan bau daging busuk hangus berasal dari mayat-
mayat hidup itu.

Hujan mengguyur tak sampai setengah jam ketika mobil patroli itu melintas di jalanan. Aspal
itu berubah licin memaksa Chanyeol menurunkan kecepatan laju mobilnya pun dengan kabut
yang menyelimuti pandangan pula. Cuaca berubah buruk dengan pandangan yang ikut terbatas
pula.
Di antara fokusnya pada kemudi, Chanyeol membuka radio mencoba mencari sinyal saluran
yang mungkin akan memberikan informasi tentang situasi yang terjadi. Namun nyatanya nihil
tanpa satupun yang dia dapati.
"Chan," Baekhyun memanggil pelan pacarnya itu. Chanyeol menoleh menatap pandangannya
di depannya lagi bersamaan dengan laju mobil dia hentikan.
"Ada apa?" Sehun pada jok belakang bertanya.
Di depan sana, deretan mobil terlihat memenuhi seisi jalanan. Tak ada satupun yang bergerak,
beberapa pintunya bahkan terbuka tanpa tuan di tinggalkan begitu saja.
Pandangan mata dipicingkan, menatap sekali lagi dengan jeli atas keadaan itu.
"Orang-orang mungkin memutuskan untuk berjalan dan meninggalkan mobil mereka."
Chanyeol berguman dalam kesimpulannya.
"Tidak ada celah?" Yerin bertanya.
"Aku akan turun." Kata Chanyeol. Baekhyun membola dalam keterkejutan.
"Aku ikut denganmu." Si mungil itu lekas membuka pintu mobil dan melangkah besar-besar
mengikuti Chanyeol. Detektif itu tak sempat mencegah dan keduanya berakhir dengan keadaan
basah oleh hujan yang mengguyur.
"Kau seharusnya menunggu di mobil saja Baek." Chanyeol berucap.
Baekhyun tak menyahut, selagi langkah di tapak bersamaan dengan Chanyeol.
Mobil-mobil yang berjejer di jalanan itu benar kosong tanpa pemiliknya. Tetesan darah yang
menggering menggenang dari badan mobil menetes pelan pada jalanan oleh rintikkan hujan.
Chanyeol membungkuk, menatap ke dalam mobil dan Baekhyun melakukan hal yang sama
sisiannya.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Baekhyun bertanya seraya menyapu wajahnya yang
basah. Dia berjinjit untuk melihat jauh ke depannya. "Kemacetannya panjang sekali."
"Tidak ada celah?"
Baekhyun menggeleng. Dia menuju sisian jalan berharap menemukan kiranya celah yang
cukup untuk mobil mereka. Namun sisi kanan kiri merupakan hutan dengan pohon-pohon besar
tumbuh dengan rimbunnya disana, membuat keadaan kian tak membantu sama sekali.
Baekhyun menyipitkan mata sampai kelopak matanya menjadi segaris. Detik berselang, sipit
itu melebar-membelalak dengan apa yang di lihatnya.
"Chan." Baekhyun menahan pekikan. Tangannya menunjuk pada ke depan sana pada
segerombolan zombie yang datang.
Keduanya sontak membungkuk dan beringsut berjalan cepat menuju mobil kembali.
"Sembunyi." Chanyeol mentitih, menyuruh tiga orang yang berada disana, untuk lekas
membungkuk.
Ketiganya tak sempat bertanya tentang apa yang terjadi, cepat-cepat melakukan apa yang
Chanyeol pinta.
Chanyeol dan Baekhyun masuk pada mobil yang lain dan menempatkan diri pada jok belakang,
bersembunyi dengan degup jantung bertalu keras dalam dada.
Suara hujan beradu dengan suara geraman zombie-zombie yang berdatangan. Jumlah mereka
banyak, melintasi tiap mobil yang ada di atas jalanan itu.
"Mereka banyak sekali." Sinbi dalam bisikan berkata pada Yerin dan Sehun. Dia melirik pada
luaran jendela mobil dan nyatanya zombiezombie masih terlihat disana.
Jalanan taunya bukanlah tempat aman. Ruang luas itu nyatanya menjadi tempat menyeramkan
dengan jumlah mayat itu tak terhitung jumlahnya.
Punggung mulai terasa pegal dipaksa dalam posisi yang sama namun nyatanya mereka tak
memiliki pilihan yang lain.
Menit terlewati, perlahan rombongan mayat hidup itu berkurang menyisakan satu dua pada
urutan terakhir melintasi mobil yang mereka tempati.
Chanyeol menegakkan tubuhnya mengintip pada belakang kaca mobil dan mendapati
kumpulan zombie itu telah cukup jauh dari mereka,
"Kita tak bisa terus disini, mereka bisa datang dari mana saja." Chanyeol berkata pada
Baekhyun.
"Haruskah kita kembali dan mencari jalan pintas yang lain?"
"Kawanan itu banyak sekali, jika kita kembali ke jalan tadi kita akan bertemu dengan mereka."
Nada bicara Chanyeol resah terdengar Pandangannya berpendar lagi pada luar jendela pada
hutan yang terletak pada samping kanan kirinya.
"Kita berjalan kaki masuk ke hutan."
Baekhyun terkesiap. "Kau tidak serius 'kan?"
"Kita akan tetap pergi dan menemukan mobil di ujung jalan dan kembali melanjutkan
perjalanan." Chanyeol menjelaskan.
Masuk akal, Baekhyun bergumam dalam hatinya.
Dia menganggukkan kepala pada Chanyeol menyetujui rencana itu. Pintu mobil Chanyeol buka
pertama kali, diikuti Baekhyun di belakangnya. Keduanya berjalan mengendap di antara celah
kecil menuju mobil patroli yang di tempati Sehun, Yerin dan Sinbi.
"Ambil semua barang, kita akan jalan kaki sampai ke depan." Chanyeol berkata sembari
mengambil satu tas berisi senjata miliknya dan satu tas lain kepada Baekhyun.
"Apa? Jalan kaki?" Sehun memekik. "Hyung bagaimana jika zombie itu ada diluar?" sarat ngeri
terpancar dari wajahnya yang rupawan.
"Kita tak bisa menunggu disini, terlalu bahaya. Akan lebih baik kita masuk ke hutan menuju
ujung jalan dan menemukan mobil yang lain menuju Seoul." Jelas Chanyeol.
Sehun tak lagi memberikan bantahan dengan penjelasan itu. Dia menjadi yang pertama keluar,
diikuti Yerin dan Sinbi kemudian.
Hujan masih mengguyur membuat pakaian ketiganya ikut basah akan Chanyeol dan Baekhyun.
Tapak kaki lekas dibawa pada sisi jalan dan masuk ke dalam hutan.
Pepohonan lebat itu sedikit banyak membantu menghalangi rintikkan hujan yang mengguyur,
hanya saja membuat jarak pandang menjadi lebih terbatas dengan kabut yang ikut menghiasi
sela batang batan pohon itu.
Tanah yang ditutupi rumput dan daun kering itu basah dan membuatnya menjadi licin.
Chanyeol memimpin di depan bersama Baekhyun di sampingnya. Sesekali mereka melirik
pada samping kiri mengikuti mobilmobil yang tertinggal di belakang sana dan memastikan
seberapa panjang kemacetan itu.
Ujung jalanan masih tak terlihat dengan mobil tumpah ruah memenuhi jalanan tanpa celah
sedikitpun.
Sinbi pada posisi paling belakang sesekali ikut membawa pandangannya, ke belakang,
memastikan tak ada satupun dari mayat hidup itu mengikuti. Dia bergegas setelahnya mengejar
Yerin dan berjalan di samping sepupunya dan luput memperhatikan satu zombie dari sisi yang
lain.
"KYAAAA" Sinbi melolong merasakan pundaknya terkoyak bersama darah yang meluncur
hebat oleh lahapan deretan gigi itu.
"SIN BI!" Yerin berteriak keras menyerukan nama sepupunya sembari berusaha keras menarik
sepupunya itu menjauh.
Chanyeol, Baekhyun dan Sehun kontan menoleh dengan mata nyaris meloncat keluar melihat
apa yang terjadi.
"AAARRRGGHH HUWAAAA!" Sinbi melolong kesakitan, tubuhnya ambruk pada tanah
dengan sekujur tubuh yang berdarah penuh luka oleh gigitan mayat hidup itu.
Chanyeol bergerak cepat meraih pistol dan siap untuk tembakan
DOORRR
Ketika tembakan dari pistol lain terlebih dahulu meledak menghancurkan kepala mayat hidup
itu.
"Sinbi tidak Sinbi!" Yerin lekas menyongsong sepupunya itu namun apa yang dia temukan
membuatnya tak mampu menahan tangisan. Sinbi bernafas satu-satu dengan leher nyaris putus
dan darah mengucur bak air terjun membasahi tanah dibawahnya.
"RRRWWWWW-" geraman tiba-tiba terdengar ramai mendekat datang entah dari mana.
"CEPAT PERGI DARI SINI!" teriakan itu terdengar bersamaan dengan dua sosok datang
mendahalui zombie-zombie itu. Salah satu dari mereka menarik Yerin menjauh dari Sinbi yang
tak lagi bernyawa.
Chanyeol menyipitkan mata berusaha memastikan penglihatannya itu tak keliru di antara
rintikan hujan yang tak jua berhenti. Geraman itu kian riuh, menjelaskan tentang posisi mayat-
mayat itu semakin dekat pada posisinya. Chanyeol lekas menarik tungkai bersama Baekhyun
dan Sehun yang masih terpaku atas apa yang terjadi.
"AYO CEPAT!" sosok itu berseru lagi. Suaranya terdengar familiar, ketika Chanyeol
perhatikan sekali lagi nyatanya sosok itu benar merupakan seseorang yang dia kenal.
"KIM JONGIN!"

bersambung
Hai ketemu lagi, apa kabar weekend kalian? Makasih beribu banget untuk kalian yang udah
nyempetin baca ff ini terlebih yang udah ninggalin review makasih banget. Juga untuk
Pitterluck yang udah repot2 rekomin ff ini makasih banget, aku terhura, T.T
Sebelumnya Chanbaek Numero Uno nanya soal rekomen film zombie, aku sebenarnya
penggemar film genre survival; entah itu tentang bencana alam, kecelakaan atau tentang
penyebaran virus.
Untuk film survival bertema penyebaran virus, salah satunya tentang virus zombie yang paling
aku favoritin, super duper aku favoritin adalah THE WALKING DEAD. Sumpah ini adalah
serial yang aku udah nonton ribuan kali tanpa bosan2, khususnya untuk season 1-5 itu terdebes
sih, menurutku. Kalian wajib nonton ini banget :D
Anyway aku juga mau bilang WELCOME TO TEMPO ERA, MANTUL
GEWWLLLAAAAAA. walopun mv nya di luar ekspetasi sih, kirain ga bakal di kotak indomie
(lagi) tapi yang penting lagunya super mantul, masa semua jadi kaporit tanpa terkecuali T.T
Terakhir, selamat berweekend dan see you lagi
Chapter 8

Suara klakson bergaung bersahutan di udara. Jongin menjadi salah satu yang paling rajin
menekan bunyi itu menghasilkan suara yang kian memuakkan terdengar.
"Apa mungkin terjadi kecelakaan?" di sampingnya Kyungsoo bergumam. "Jongin mengapa
kita tidak putar balik saja?" jurnalis itu berganti menatap suaminya kini. Namun suaranya
teredam kala menatap kebelakang sana dimana jejeran mobil terlihat panjang memenuhi
jalanan
Kyungsoo berganti mendengus.
Beberapa orang di depan mereka turun dari mobil berbicara pada satu sama lain. Beberapa
memanggul ransel dan memilih berjalan kaki menelusuri celah sempit jalanan itu.
"Eh?" Jongin dan Kyungsoo memekik bersamaan.
"Mereka akan pergi begitu saja? Lalu bagaimana dengan mobil-mobil ini! Yak!" Kyungsoo
menggerutu dengan kekesalan tingkat tinggi dalam dirinya
Jongin ikut berdecak merespon dalam gerutuan serupa.
"Aku akan keluar dan melihat jalan keluar." Jongin membuka sabuk pengaman yang membelit
tubuhnya lantas membuka pintu.
"Aku ikut!" Kyungsoo melakukan hal yang sama dan mengejar Jongin.
Sambut sahut gerutuan itu nyatanya terdengar lebih ramai. Makian tak dapat terelakkan
namun nyatanya tak ada satupun dari mereka tetap memilih tinggal di mobil alih-alih berjalan
kaki. Jongin dan Kyungsoo mengikuti sembari menatap pinggiran jalan berharap menemukan
celah untuk menerobos kemacetan itu.
"HUWAAAAAAAA-" teriakan tiba-tiba membahana memecah makian
Langkah Jongin dan Kyungsoo kontan terhenti dan melebar mencari asal suara.
Teriakan dan jeritan berganti bersambut sahut, diikuti dengan derap langkah kaki cepat
kembali dalam larian.
"RRRWWWWWWW-"
"HUWAAAAAAA"
"KYAAAAAAAAAA-"
"ARRRRGHHHHHH"
Suara itu terdengar lantang memenuhi.
Jeritan diselingi tangis juga teriakan kesakitan menyadarkan Jongin atas apa yang tengah
terjadi.
"KYUNGSOO!" Detektif itu lekas meraih lengan Kyungsoo dan mencengkramnya dengan kuat.
Kyungsoo tak sempat bertanya ketika Jongin menyeret tubuhnya untuk ikut berlari di antara
usahanya menghindari lautan manusia yang berlari kesana kemari pada jalanan
"BUS ITU!" Jongin menunjuk satu bus kosong yang terbuka dan segera melompat masuk ke
dalam sana. Pintu lekas detektif itu tutup dan berlari pada belakang bus dan bersembunyi
disana.
"RRRRWWWWWW-"
Geraman itu terdengar mendominasi kini dengan ceceran darah membasahi badan mobil dan
aspal. Teriakan kesakitan dan raungan minta tolong tak ada satupun yang menanggapi dengan
mayat hidup datang entah darimana dan menyerang siapapun yang mereka temui, Melahap
seluruh organ dalam dan membangkitkan mereka pada kematian lantas menyerang siapapun
yang tersisa.
BOOM!
Lalu tiba-tiba suara ledakan terdengar di kejauhan
Jongin segera menarik Kyungsoo dalam pelukan di atas lantai bus. Ledakan itu terdengar lagi
menarik perhatian mayat hidup itu menuju asal suara.
Suasana berubah senyap dengan sisa-sisa potongan tubuh yang tercecer pada jalanan Tubuh
penuh luka itu tiba-tiba bergerak dan berjalan dengan geraman yang mereka perdengarkan
memenuhi jalanan yang menghubungkan Gwangju dan Seoul, tanpa menyadari akan adanya
sepasang manusia yang bersembunyi di dalam bus.

BAGIAN 8: SUNYI

Bus itu menjadi satu-satunya kenderaan yang paling besar mengisi jalanan. Kim Jongin masuk
pertama kali ke dalam sana, diikuti Kyungsoo, Yerin lalu Chanyeol, Baekhyun dan Sehun.
Pintu lekas di kunci lantas segera bersembunyi pada lorong pemisah di antara jajaran kursi itu.
Deru nafas bersambut sahut bergulung dalam dada. Suara hujan masih terdengar sayup-sayup
di dalam bus diselingi geraman yang terdengar dari zombie yang memenuhi jalanan di luar
sana.
Yerin membekap mulutnya kuat-kuat menahan suara isak tangis menguar dari sana. Baekhyun
menatapnya prihatin, perlahan meringsut mencoba menenangkan perempuan itu.
"A-aku memegang tangannya ketika zombie itu datang dan "Yerin tersedat mengatakannya
lantas menggelengkan kepalanya tak mampu menyelesaikan kalimatnya.
Baekhyun merasakan hatinya tercubit, tau betul bagaimana perasaan calon dokter itu. Namun
dia tak bisa melakukan apapun kecuali usapan berharap itu mampu membuat Yerin merasa
sedikit lebih baik.
Chanyeol memalingkan wajahnya dari dua orang itu beralih pada Jongin yang sama terkejutnya
akan pertemuan tak di sengaja mereka. Namun sebelum melempar kata apapun, dia memilih
untuk melihat ke luar kaca bus memastikan tak ada dari mayat-mayat hidup itu melihat
keberadaan mereka disana.
Menit berlalu dalam keterdiaman. Suara hujan masih bergemuruh namun tak lagi ditemani oleh
sosok mayat hidup di luar sana. Langit masih mendung membuat suasana dalam kenderaan
darat itu kian pekat terasa.
Kyungsoo menjadi yang pertama bergerak pada tempatnya, membuka tas dan mengeluarkan
selembar kain miliknya lantas memberikannya kepada Yerin.
"Bagaimana bisa kalian berada disini?" Chanyeol bertanya dalam bisikan ketika Jongin telah
duduk di sampingnya. "Bukankah seharusnya kalian berangkat ke Seoul kemarin?"
"Seharusnya," Jongin menjawab. "Jalanan sangat macet dan tiba-tiba saja, mayat hidup itu
datang dan menyerang kami. Beberapa berhasil melarikan diri, namun sebagian besar tergigit.
Aku dan Kyungsoo bersembunyi disini seharian dan keluar untuk mengambil barang-barang
kami di mobil ketika teriakan itu terdengar." Jongin menutur sembari melirik Yerin sesaat.
"Kurasa mereka datang dari Jeonju atau mungkin juga Seoul." Sambungnya. "Bagaimana
dengan kalian?"
"Kota Gwangju di bom." Chanyeol berkata dan segera menghasilkan pelototan dari rekannya
itu.
"Jadi suara ledakan itu berasal dari kota yang di bom?" Jongin berseloroh dalam gumanan
teringat akan suara ledakan yang dia kemarin.
"Aku tidak begitu yakin, tapi... apa kau ingat orang-orang yang meledakkan rumah sakit?"
Chanyeol menatap Jongin sejurus. Rekannya di kepolisian itu lekas memberikan anggukan.
"Ya, ada apa dengan mereka?" tanyanya.
"Aku bertemu seseorang dengan pakaian yang sama ketika ke kantor untuk mengambil senjata,
dia menyerang kami dengan tembakan."
Jongin terkesiap, "Mungkinkah itu salah satu dari kepolisian?" dia menerka.
"Jikapun ya, mengapa mereka membantai orang-orang di rumah sakit? Jika itu merupakan
orang yang sama, mengapa mereka juga meledakkan kota?"
Jongin terdiam, tak memiliki ide apapun untuk pertanyaan itu. Kedua detektif itu berakhir
dalam hela nafas bersama.
"Omong-omong dia siapa?" Jongin bertanya sembari menatap Yerin yang masih terisak.
"Dia Yerin yang telah menyelamatkan kami sebelumnya," jawab Chanyeol. "Kau lihat tangan
Sehun?"
Pandangan Jongin lekas teralih pada Sehun yang duduk tak jauh dari sana. Sedetik kemudian
membola melihat keadaan tangan kiri anak SMA itu. "Apa Sehun tergigit?"
Chanyeol mengangguk, "Sinbi yang memotong tangannya dan Sehun selamat karena hal itu."
Jongin tak harus bertanya siapa Sinbi itu kala lintasan ingatannya segera tertuju pada sosok
perempuan lain yang menjadi santapan zombie sebelumnya.
"Lantas... apa rencanamu sekarang?"

Yerin sudah lebih tenang dan tak lagi menangis. Dia duduk pada salah satu kursi dengan kedua
mata terpejam seorang diri. Baekhyun tak ingin menganggu dan mencoba memberi ruang calon
dokter itu disana.
Pada deretan kursi belakang, Kyungsoo terlihat membuka tas miliknya mengeluarkan makanan
bawaannya. Ada nasi yang telah dingin, kimchi dan lauk yang dia bawa dari rumah kemarin.
Kyungsoo menawarkan dan mereka menyantap makanan itu walau tak benar bernafsu
memasukkan makanan itu ke lambung. "Bagaimanapun aku senang kita bertemu disini."
Jongin berkata pertama kali dengan senyum terlampau lebar pada sudut bibirnya. "Kita bisa ke
Seoul bersama-sama."
"Dengan keadaan seperti ini sepertinya kita harus menginap disini lagi." Kyungsoo menyahut.
"Akan sangat bahaya berada di luar setelah apa yang terjadi."
Semua mengangguk dalam persetujuan.
"Apa kau sudah tau dimana tempat perlindungan sementara itu Jongin?" Chanyeol beralih pada
rekannya itu.
"Di stadion sepakbola, beberapa pada rumah sakit umum. Info terakhir yang kudengar mereka
lebih banyak menempatkan orang-orang di stadion."
"Yerin," Baekhyun menyeletuk sembari melirik Yerin yang masih berada pada posisi yang
sama sejak tadi. "Kakaknya bekerja di CDC, kami berencana kesana dengan bantuan akses
masuk dari kakaknya."
"Wah, itu bagus. Mungkin mereka juga telah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi." Jongin
berseru antuasias.
"Mungkin juga mereka sudah memiliki obatnya." Baekhyun kembali menyeletuk. "Apa kalian
tau virus ini dinamakan virus zombie?" "Zombie?" Jongin dan Kyungsoo memekik bersamaan
Chanyeol lantas menjelaskan apa yang dia dengar dari Yerin sebelumnya, darimana asalnya
dan bagaimana virus itu bekerja.
"Virus yang bermutasi..." Jongin berguman kepada dirinya sendiri.
"Tapi belum ada pernyataan resmi, apalagi dengan keadaan sinyal komunikasi Gwangju yang
terputus seperti ini akibat ledakan di pusat kota membuat kita semakin sulit untuk mendapatkan
perkembangan situasi ini." Chanyeol berkata, "Namun yang terpenting, kita harus sampai ke
Seoul terlebih dahulu. Keadaan Gwangju... benar-benar tidak aman."

Cuaca terasa mengigit ketika malam menjemput. Semuanya memutuskan untuk tidur lebih
cepat setelah makan siang di sore hari itu selesai. Mereka membagi jatah berjaga selama secara
bergilir dan Chanyeol mendapat giliran pertama.
Chanyeol tidak sendiri dengan Baekhyun yang menemaninya. Keduanya duduk pada pada
kursi dua terdepan berbagi satu jok bersama. Mantel hangat yang sempat Baekhyun bawa
mereka jadikan selimut di antara fokus pandangan terarah pada ujung jalan.
"Masih dingin?" Chanyeol bertanya dalam bisikan. Nafasnya berhembus panas mengenai
batang leher Baekhyun ketika menunduk seperti itu.
Baekhyun menggeleng seraya menyamankan dirinya bersandar pada dada Chanyeol.
"Badanmu panas." Baekhyun menyahut dengan bisikan yang sama.
Sipitnya terbuang jauh pada sisi jendela menatap keremangan malam di luar sana. Angin
berhembus menggoyangkan pepohonan di hutan membuat suasana kian dingin terasa.
"Aku memikirkan Sinbi." Baekhyun kembali berkata, "Aku menyesal tak, dapat melakukan
apapun untuk menolongnya."
Chanyeol terdiam dengan ingatan kembali pada apa yang terjadi siang tadi. Masih segar dalam
ingatan bagaimana maut menjemput juniornya itu. Bersamaan dengan itu sesal ikut menemani.
"Bagaimanapun kita harus secepat mungkin sampai ke Seoul." Chanyeol berkata.
Baekhyun mendongak mempertemukan hazelnya dengan milik Chanyeol di atasnya. "Tapi
Chanyeol... bagaimana jika nyatanya Seoul tidak lebih baik daripada ini?" Baekhyun bertanya.
"Bagaimana jika nyatanya orangorang di Seoul juga telah menjadi zombie?"
Itu bukanlah kekhawatirkan Baekhyun saja, Chanyeol pun namun sekali lagi mereka tak
memiliki pilihan lain selain pergi kesana. Apa yang Yerin katakan termasuk saudaranya yang
bekerja di CDC sebenarnya cukup banyak mematahkan ragu dalam Chanyeol.
Mungkin kesempatan itu terlihat tak mungkin, namun setidaknya mereka tak berada pada titik
buta. Seoul masih menjadi pilihan, apa yang terjadi disana, bagaimana situasinya nanti mereka
akan memutuskan apa yang akan dilakukan setelahnya begitu sampai disana. Setidaknya itulah
hal terbaik yang bisa mereka lakukan saat ini.
"Apapun yang terjadi nanti, yang terpenting kita akan melalui semua itu bersama." Satu tangan
Chanyeol menapak pada puncak kepala Baekhyun dan mengusap surai itu dengan lembut. Poni
yang menjuntai Chanyeol sibak dan memperlihatkan keningnya dengan leluasa. Chanyeol
mengecupnya lembut dan Baekhyun tersenyum karenanya.
"Dibibir juga..." si mungil itu berbisik nyaris tak terdengar.
"Seperti ini?" Chanyeol melayangkan satu kecupan sebelum bertanya,
"Yang lama..." Baekhyun merengek. Rahang Chanyeol lelaki itu usap halus dan meraih
bibirnya dalam sebuah ciuman. Chanyeol menyambutnya dalam lumatan yang sama
menggetarkan rasa menyenangkan yang selalu mereka damba.
"Aku mencintaimu..."

Semburat merah menghiasi ufuk timur dengan cantiknya. Matahari menggantikan bulan
kembali menerangi bumi dengan lembar kehidupan yang baru. Sarapan mereka dilakukan
seadanya dengan makanan instan dingin mengisi lambung.
Jalanan itu masih sesepi semalam tanpa satupun mayat hidup itu terlihat. Itu jelas merupakan
hal yang bagus untuk melanjutkan perjalanan kembali. Setelah semua barang bawaan telah
mengisi tas kembali, mereka bergerak turun dari bus.
Tiupan angin pagi masih terasa dingin membelai kulit membuat mereka reflek mengeratkan
jaket masing-masing. Chanyeol berjalan pertama kali di atas aspal, diikuti Baekhyun dan yang
lainnya. Semua setuju untuk melintasi jalanan mobil saja tak ingin mendapatkan kejadian
serupa dengan masuk ke dalam hutan. Ceceran darah terlihat mengering pada mobil dan aspal,
membuktikan jika serangan mayat hidup kemarin bukanlah mimpi semata.
Bau busuk tercium berasal dari bagian tubuh yang tertinggal. Lalat memenuhi banyak sedang
lambung tiba-tiba saja terasa bergejolak memaksa keluar kembali.
Tak ada pembicaraan berarti selama tapak kaki melewati kemacetan itu. Ujung jalan mulai
terlihat dan penyebab kemacetan itu diketahui akhirnya.
Sebuah pohon tumbang melintang memenuhi seluruh badan jalan. Tiga mobil terhimpit disana,
penyot dengan pemilik mobil berubah menjadi zombie berusaha keras untuk keluar. Geraman
terdengar dengan tangan menggapai-gapai hendak meraih manusia-manusia yang melewatinya.
Mereka hanya melihatnya sekali tanpa minat lantas terburu menaiki batang potong lalu
melompat pada sisi jalan yang lain.
"Sial sekali Park." Jongin menghela nafas lelah dalam gerutuan.
Sial memang kata yang cocok menggambarkan keadaan mereka. Niatan awal untuk
mendapatkan sebuah mobil yang lain setelah mencapai ujung kemacetan nyatanya menjadi sia-
sia dengan jalanan kosong dibalik batang pohon yang tumbang.
Jalanan nasional itu sesunyi hutan tanpa seonggok mobil pun ditinggalkan disana.
"Haruskah kita masuk ke hutan lagi?" Jongin bertanya.
"Jarak pandangan kita sangat terbatas di hutan, kita tak bisa melihat mayat itu jika mereka
datang." Kyungsoo mengajukan penolakan. Semuanya terpekur diam dalam persetujuan.
Tungkai kembali digerakkan menelusuri jalanan. Matahari semakin tinggi dan panasnya serasa
membakar kulit. Peluh menitik banyak pada wajah masing-masing.
Baekhyun membuka jaketnya dan mengikat lengan pakaiannya itu pada pinggang. Poninya
telah lepek oleh keringat juga wajah merah terbakar matahari. Keadaannya tak jauh berbeda
dengan yang lain namun nyatanya tak ada satupun dari mereka memiliki waktu untuk sekedar
mengeluhkan hal itu.
Papan petunjuk rute jalan terlihat memberikan arah dua panah, satu yang mengarah pada
belokan kanan pada Kota Imsil sedang pada petunjuk arah lurus pada Kota Yeonju. Itu adalah
tujuan mereka. Jeonju, Daejeon, Yongin jika memungkinan mereka bisa menaiki jalan tol
melewati Incheon menuju tujuan utama yaitu Seoul.
"Itu..." suara serak Sehun menarik perhatian mereka seketika. Remaja itu menunjuk pada satu
mobil pick up yang menjorok pada pohon. Kap depannya penyot dengan lengkungan berbentuk
pohon
Jongin berlari pertama kali menuju mobil itu dan menemukan satu zombie di dalam
"RRRWWWWW-" dia mengerang sembari mencakar jendela meminta keluar.
Chanyeol segera menghampiri dan memperhatikan sekitar mencari keberadaan makhluk itu
yang lain.
"Kau membuatku terkejut!" Jongin mengoceh dalam kekesalan. Pistol yang dia simpan pada
belakang pinggang Jongin ambil dan menggenggamnya dengan erat.
"Park," Jongin memanggil Chanyeol meminta rekannya itu membantunya Chanyeol membuka
pintu, perlahan dengan sedikit celah untuk moncong pistol Jongin.
DORI
Amunisi itu melesat keluar menghancurkan seisi kepala zombie itu. Darah dan otaknya
menciprat keluar menempel pada langit-langit mobil menghasilkan kernyitan dari mereka
semua.
Jongin menarik tubuh mayat itu keluar dari mobil dan tersenyum sumringah kala menemukan
kunci yang menggantung pada starter. Dia lekas memutarnya dan deru mesin pun terdengar.
Senyumlekas terpantri pada wajah rombongan itu.
Kyungsoo bergerak mendekat pertama kali dan menarik satu bajunya di dalam tas
membersihkan seadanya cipratan darah itu.
Jongin menyetir dan Kyungsoo beserta Yerin duduk pada pada sisi kemudi. Pada bak terbuka,
Chanyeol, Baekhyun dan Sehun duduk disana dan tanpa sungkan segera berbaring disana.
Suara mesin mobil terdengar berderu ketika Jongin menginjak pedal gas lantas mengarahkan
mobil itu untuk naik pada badan jalan kembali.
"Kupikir kakiku akan lumpuh berjalan sampai ke Seoul." Baekhyun berkata dengan jernih
matanya menatap langit biru di atasnya. Di sampingnya Sehun tertawa kecil sebelum
memejamkan mata dan berpikir untuk tidur selama perjalanan itu.
Chanyeol satu-satunya yang duduk hanya tersenyum kecil menatap dua orang berharganya itu.
Pandangannya berpendar lagi setelah itu memperhatikan sekitar sebelum mendongak pada
pintu kemudi berbicara pada Jongin.
"Semuanya baik?" pria Park itu bertanya.
"Kurasa bukan kap mobilnya saja yang penyot yang membuat mobil ini terlihat buruk tapi juga
karena bensinnya yang menipis." Jongin menyahut. "Haruskah kita kembali kesana dan
mengambil bensin dari mobil-mobil itu?"
"Itu terlalu jauh." Chanyeol menyahut. "Lebih baik kita mencari mobil baru di perjalanan."
"Baiklah." Jongin mengangguk setuju.
Mobil pick up itu berjalan pelan membelah jalanan melewati beberapa mayat hidup yang ada.
Suara derunya menarik perhatian namun langkah lambat mereka tak mampu mengejar mobil
dan berakhir tertinggal dibelakang sana.
Tugu selamat datang kota Yeonju terlihat namun nyatanya jalanan kota itu sama sepinya akan
kota Gwangju. Jalanan itu sangat kotor dengan sampah dan darah kering memenuhi setiap
jengkal aspal. Beberapa mobil terparkir acak kabul di depan toko-toko yang terbuka tanpa
penghuni.
Jongin menghentikan mobil dan turun diikuti seluruh penumpang yang lain. Dia menuju satu
minivan dan mencoba menghidupkannya. Deru mesin terdengar memecah sunyi menarik
perhatian mayat hidup yang ada di dalam toko. Suara geraman mereka terdengar bersama
langkah kaki mendekati posisi ke enam orang itu.
Mereka mengabaikan kehadiran zombie-zombie itu dan bergegas masuk ke dalam minivan dan
kembali membelah jalanan kembali menuju Seoul.

Kota-kota di Korea Selatan berubah bak kota mati.
Sepanjang perjalanan itu nyatanya minivan yang Jongin kendarai menjadi satu-satunya yang
melintasi jalanan. Kota Yeonju seolah tak bertuan, Daejeon pun sama halnya, ketika hendak
menaiki tol dari Yongin namun urung ketika jalanan itu taunya tumpah ruah oleh mobilmobil
tak bertuan.
Jongin berbalik arah menuju jalan layang dan setidaknya itu sedikit lebih baik daripada tol.
Gedung-gedung perkotaan sebagian besar terlihat hancur oleh kebakaran, pada jalan utama
kota dan lorong-lorong pemisah di antara gedung, zombie-zombie itu terlihat. Mereka banyak
sekali berjalan tanpa arah mencari santapan yang memuaskan insting masing-masing.
Beberapa lagi terlihat melewati mobil yang Jongin kendarai, namun kemudian tertinggal kala
pedal lagi Jongin injak menambah kecepatan.
"Aku mendapat sinyal." Yerin memekik dengan semburat cerah terpantri pada wajahnya. Dia
memperlihatkan layar ponselnya menunjukkan sinyal yang ada tertera pada sudut atas layar.
"Benarkah?" Baekhyun ikut mengambil ponselnya dan membenarkan hal itu.
"Hidupkan radionya Jongin." Chanyeol menyergah dan Jongin segera melakukan pintaan itu.
Yerin sendiri segera mencari kontak Kris dan menghubungi kakaknya itu. Dia menunggu resah
dengan ujung kuku dia gigiti menanti sambungannya terhubung. "Kakl" suara Yerin lagi
terdengar dalam pekikan.
"Yerin? Yerin syukurlah!" suara Kris terdengar menyahut dalam kelegaan. "Aku khawatir
sekali, aku mencoba menghubungi ponselmu sejak kemarin namun tak aktif. Apa yang terjadi?
Apa kau baik-baik saja?" retetan pertanyaan itu membuat Yerin menangis tanpa alasan.
Fokus semua orang di dalam mobil itu terarah pada Yerin menanti untuk secuil infomasi dari
seseorang yang berada di Seoul sana.
"Sinyal komunikasi di Gwangju terputus. Aku baru mendapatkannya di Yongin." Yerin
menjawab. "Kak, Ayah dan Sinbi..." Yerin menggigit bibir mencoba isakan yang hendak keluar.
"Mereka sudah meninggal."
Kris di ujung sambungan sana terpaku, shock untuk hal yang baru saja di dengarnya itu.
"Kau... baik-baik saja bukan?"
"Aku baik-baik saja, aku sedang menuju ke Seoul bersama dengan orang orang yang tak
sengaja kutemui ketika di Gwangju." Yerin menatap bergiliran satu persatu orang-orang di
dalam mobil itu. "Mereka orangorang yang baik."
"Syukurlah jika kau baik-baik saja. Lantas dimana kau sekarang?" "Aku berada di Yongin,
kakak berada dimana?"
"Di kantor. Aku tak bisa keluar, keadaan di luar sangat kacau."
Yerin tercekat sedang otak segera memutar setiap kejadian yang di alaminya di Gwangju dan
segera menggabungkan keadaan serupa di Seoul sana.
"Bagaimana dengan tempat perlindungan itu?" Yerin bertanya.
Jeda lama yang Kris lakukan membuat Yerin segera tau apa jawabannya. "Kalau begitu bisakah
kami pergi ke CDC?",
"Tentu saja, segera hubungi aku saat kau sampai.",
Yerin mengangguk cepat walau dia tau saudaranya itu tak bisa melihatnya. Sambungan mereka
terputus dan Yerin segera menghadapi hujaman tatapan penasaran dari orang-orang yang
berada dalam mobil yang sama dengannya itu.
"Bagaimana?" Chanyeol menjadi yang pertama bertanya.
"Kak Kris akan membantu kita masuk ke CDC." Yerin menjawab sontak menciptakan
hembusan nafas kelegaan dari mereka semua.
Setidaknya keputusan mereka ke Seoul tidaklah sepenuhnya salah.
Setidaknya mereka masih memiliki sedikit harapan itu.

Bulan mendapatkan pekerjaannya kembali menghiasi langit malam ketika minivan itu
memasuki kawasan Seoul. Malam beranjak semakin tinggi dan taunya sunyi masihlah teman
mereka sepanjang perjalanan itu.
Yerin memberitau jalanan ibukota negara itu dimana gedung CDC itu berada.
Nyatanya kondisi kota Seoul tak jauh berbeda dengan kota Gwangju. Kacau adalah kata
penggambaran yang tepat. Jalanan luas itu semak oleh sampah juga ceceran darah yang
menggering,
Beberapa tenda darurat di dirikan di depan rumah sakit, beberapa telah tumbang pun dengan
ambulance yang berdiri berjejer dengan pintu belakang terbuka. Di dekat gedung rumah sakit,
para mayat itu di kumpulkan berjajar pada badan trotoar, beberapa telah dibungkus kain
beberapa dibiarkan terbuka begitu saja.
Tak ada seorang pun yang mereka temui disana. Kecuali zombie yang berjalan tanpa arah di
antara lorong pemisah tiap gedung.
"Kak Kris bilang kita bisa masuk lewat pintu belakang, pintu depan dijaga sangat ketat sejak
wabah mulai bermunculan." Yerin menjelaskan. "Mungkin akan ada petugas yang berjaga di
pintu masuk tapi Kak Kris menjamin kita bisa masuk kesana."
Itu melegakan. Gedung CDC telah terlihat di kejauhan. Di dekat gedung itu penampilan serupa
akan rumah sakit juga terlihat, tenda-tenda yang di dirikan disana juga tambahan ambulance
dan alat berat yang dibiarkan terongok begitu saja.
Yerin kembali menghubungi Kris mengatakan dia telah sampai. Mobil yang Jongin kendarai
masuk pada lorong dan berhenti tepat di depan pagar. Lampu mobil dimatikan bersamaan
dengan itu Kris kembali menghubungi. Yerin menerimanya dan menyalakan loudspeaker:
"Apa disana ada penjaga?" pria itu bertanya,
"Tidak ada siapapun." Jawab Yerin. "Kakak dimana?",
"Aku di basemant. Aku tidak memiliki kunci keluar, hanya pintu basemant. Kau di depan pagar,
'kan?"
"Ya, aku disana. Bagaimana kami masuk?"
"Kau bisa memanjat pagarnya."
Yerin melotot menatap pagar tinggi itu. "Memanjat?",
"Atau adakah di antara kalian yang memiliki alat pemotong besi atau lainnya?" Kris lagi
bertanya.
"Aku akan melihatnya di bagasi." Itu Chanyeol yang menyahut.
"Cepatlah, kalian tidak memiliki banyak waktu." Ujaran Kris itu membuat Chanyeol bergegas
turun dari mobil dan membuka bagasi. Dia menemukan kotak perkakas disana dan segera
membawanya masuk ke dalam mobil.
Namun didalam kotak itu tak ada gunting atau alat pemotong yang bisa digunakan untuk
memotong kawat. Hanya tang namun ukurannya terlalu kecil.
"Kami akan memanjat saja." Yerin berkata sembari menatap Chanyeol.
"Cepat." Kris berkata lagi. "Aku tepat di depan pintu basemant."
Jongin terlebih dahulu membawa mobilnya menjauh dari pagar itu tak ingin menimbulkan
kecurigaan tentang mobil asing yang terparkir disana. Dia memakirkannya di dekat sebuah
ambulance dan berlari menuju pagar kembali.
"RRWWW!"
"KYAAA!" Jongin berteriak keras merasakan tangannya sobek oleh gigitan gigi tajam dari
zombie yang datang tiba-tiba.
"JONGIN!" Semuanya berseru terkejut akan hal.
"ARRRGGHHHH!"
"TIDAK JONGIN!" Kyungsoo memekik histeris dan tanpa memikirkan apapun segera berlari
pada suaminya. Chanyeol lekas mengambil pistol dan tanpa pertimbangan segera menembak
kepala zombie itu.
Namun taunya zombie itu tak hanya satu. Mereka keluar dari dalam tenda juga dari berbagai
arah dengan suara pistol Chanyeol menarik perhatian mereka lebih banyak.
"JONGIN!" Kyungsoo mendarah daging berteriak. "TIDAKKK!"
"KYUNGSOO PERGI DARI SANA!" Chanyeol berteriak memanggil. Namun lelaki bermata
bulat itu menggindahi pun ketika zombie mendekatinya dan dia malah membiarkan mereka
mencabik tubuhnya disana.
"AARRRRGGHHHH!" Lolongan kesakitan Jongin digantikan oleh Kyungsoo kala seluruh isi
perutnya terburai.
Semua menahan nafas diikuti sendi yang berubah lemas atas apa yang tertangkap indera.
Beberapa dari zombie itu menuju Chanyeol, Baekhyun, Sehun dan Yerin memaksa mereka
semua untuk mengembalikan fokus kembali.
"CEPAT NAIK!" Chanyeol berseru panik menarik mereka ke pagar.
"RRRWWWWWWX"
Chanyeol naik pertama kali, gerakannya terburu memanjati satu persatu besi itu lantas
melompat dengan tanggap ke balik pagar sana,
"AYO CEPAT!" Chanyeol berseru.
Suara besi yang beradu oleh pijakan kaki mereka terdengar menggema di sela geraman itu.
Baekhyun tak sempat memikirkan apapun segera memanjat, diikuti Sehun dan juga Yerin
setelahnya. Ketiga orang itu mendarat sempurna pada sisi dalam pagar dengan deru nafas
bergulung oleh kepanikan.
"RRRRWWWWWWWW-"
Zombie itu mengejar namun terhenti pada sisi luar pagar tinggi itu. Tangan-tangan menyelinap
diantara celah pagar mencoba meraih apapun dari jengkal tubuh mereka.
Keempat orang itu bergegas bangkit dari aspal lalu berlari cepat meninggalkan pagar menuju
basemant.
"ITUI" Yerin menunjuk satu-satunya pintu yang ada di lorong. Pintu itu terbuka dengan
seorang pria tinggi berdiri tepat di depan sana.
"Kak!" Yerin menahan pekikan segera berlari menuju Kris dan memeluk saudaranya itu dengan
erat.
"Oh syukurlah Yerin..." Kris balas memeluknya erat dengan beribu syukur pria itu gumamkan.
"Ayo kita masuk." ucap Kris seraya melepas pelukannya.
Pintu basemant Kris kunci kembali dengan cepat lantas berbalik bersamaan dengan sebuah
pistol mengarah tepat di belakangnya.
"Siapa kalian?"

bersambung
Di awal debut Gfriend rame banget yang bilang kalo Yerin itu mirip Kris versi cewek. Trus
baru-baru ini di reality show Kris juga dikasih tau ada idol cewek yang mirip dia walopun
ekspresi Kris kayak "mirip dari mananya njir" wkwkkw
Tapi kalo aku bilang Yerin lebih mirip Sungyeol infinite sih, tapi Sungyeol infinite emang agak
mirip Kris lah/
Anyway makasih lagi udah baca hehe
Chapter 9
BAGIAN 9: SEOUL

"Siapa kalian?"
DEG
Kris merasakan jantungnya seolah meluruh jatuh pun dengan pundak tegang kala seruan itu
menyapa. Dia melirik pada Yerin dan menemukan adiknya itu pada ekspresi serupa disana.
Kris memutar leher terpatah, berusaha membalikkan badan guna mengetahui siapa pemilik
pertanyaan itu.
"Kris?" suara itu lagi terdengar.
Sepasang kelopak Kris sontak melebar pun dengan tubuh berputar kemudian.
"Joonmyun!" Kris tak mampu menahan pekikan diikuti dengan desak nafas lega menjalari
sekujur tubuhnya. "Kau mengagetkanku!" Kris menggerutu dengan saraf mengendur.
"Apa yang kau lakukan disini? Dan siapa mereka?" Joonmyun menatap bergantian orang-orang
asing bersama Kris.
"Aku akan menjelasnya nanti, apa ada orang lain yang ikut denganmu kesini?" Kris bertanya.
Joonmyun menggeleng pelan bersama bingung yang masih memerangkapinya. Kris
mengabaikan hal itu dan lekas membawa langkah mendahului Joonmyun meninggalkan
basemant.
"Ayo." Ajaknya.
Yerin mengambil langkah pertama kali diikuti Chanyeol, Baekhyun dan Sehun tanpa kata
segera mengikuti langkah dokter itu. Joonmyun mengikuti pula dan menutup pintu basemant
lalu mengejar rekannya itu, naik ke tangga.
Gedung CDC itu sangat luas dengan 10 lantai. Lantai pertama lenggang dengan penerangan
minim sepanjang lorong. Kris membawa mereka semua pada lantai 7 pada jajaran pintu dengan
jumlah yang banyak,
"Kalian bisa beristirahat disini." Kris berujar sembari menyerahkan kunci kartu pada Chanyeol.
Detektif muda itu menerimanya dengan senyum terulas kepada Kris.
"Terima kasih banyak." Ucapnya tulus.
Kris hanya mengangguk pelan dan mempersilahkan mereka masuk. "Yerin bisa ikut
denganku?" dia beralih pada adiknya.
Perempuan itu mengangguk dan mengikuti langkah kris berlalu dari sana. Joonmyun mengikuti
pula, disela kembali menanyakan pertanyaan serupa miliknya di basemant.
Chanyeol menatap kepergian mereka hingga akhirnya menghilang di balik lorong. Pintu kamar
dia buka dan mereka bertiga masuk ke dalam kamar itu.

Kamar itu luas dengan sebuah ranjang king size, kamar mandi dan lemari. Sebuah sofa
tersampir di dekat pintu dengan dua kursi tambahan sebagai temannya. Semua tas bawaan di
letakkan begitu saja di lantai dan semuanya tak dapat menahan diri untuk tak segera
meluruskan punggung.
Chanyeol yang berdiri di dekat pintu menyibak gorden mengintip pada lorong di luar sana.
Lorong panjang itu kosong tanpa seorang pun melintas. Suasana senyap dan entah mengapa
Chanyeol merasa tak nyaman karena hal itu.
"Ada apa?" Baekhyun yang sedari tadi memperhatikan bertanya bingung, Seluruh perhatian
sontak teralih pada Chanyeol dan ikut menaruh tanya terhadap detektif itu.
"Ah tidak," Chanyeol menutup gorden kembali. "Aku akan mandi pertama." katanya. Dia tak
menunggu respon apapun segera masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya.
Refleksi wajahnya pada cermin wastafel memantul memperlihatkan bagaimana kacaunya dia
disana. Chanyeol terlihat sangat kotor dengan bulu-bulu halus yang mulai memanjang mengisi
wajahnya.
Tak hanya fisiknya saja, namun juga perasaannya terlebih apa yang dia alami dan lihat
beberapa hari ini. Tentang Sinbi terlebih tentang Jongin, dan Kyungsoo bagaimana sesal
merenggutnya terlalu dalam atas hal yang tak bisa dia lakukan.
Seharusnya dia bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkan mereka. Namun kenyataan
Chanyeol tidak... dia tak bisa melakukan apapun.
Hela nafasnya terbuang sekali sebelum membasuh wajahnya dengan air. Dingin air itu sedikit
banyak menenangkan dirinya namun tak cukup membuat denyutan sakit itu menghilang dalam
dirinya.
Semua telah menyatu dalam dirinya, menjadi bagian hidupnya.

Yerin kembali dengan senampan makanan panas di tangan. Asap menggepul tipis dari
mangkuk sup dengan aroma menggugah lambung seketika.
Sehun menjadi yang pertama meraih sumpitnya dan melahap isi mangkuknya tanpa
pertimbangan. Baekhyun melakukan hal yang sama kecuali Chanyeol yang menatap butiran
nasi itu tanpa minat sama sekali.
"Sebenarnya lantai 7 merupakan ruang istirahat karyawan, tapi sejak wabah dimulai semua
karyawan membawa anggota keluarga mereka pula kesini." Yerin berkata disela
memperhatikan satu per satu dari tiga orang itu. "Kita akan aman disini." Senyumnya terulas
di akhir.
Yerin juga menjelaskan letak kafetaria yang berada pada lantai enam Semua makanan masih
di pasok berkecukupan untuk seluruh penghuni gedung itu.
"Ah, Yerin bisa aku bicara dengan kakakmu?" Chanyeol bertanya setelah perempuan itu selesai
dengan kalimatnya.
"Kak Kris juga ingin bertemu denganmu, tapi sebaiknya besok pagi saja. Sekarang kalian
beristirahatlah."
Chanyeol tak memberikan bantahan dan berpikir jika istirahat memang apa yang paling dia
butuhkan saat ini. Malam kian naik dengan rembulan penuh menghiasi langit.
Setidaknya malam ini mereka dapat tidur dengan nyenyak di atas kapas yang empuk.

Baekhyun menepuk pelan lengan Chanyeol sembari berbisik memanggili nama pria itu.
Chanyeol yang belum tidur, terjaga cepat dan lekas menoleh. Baekhyun menunjuk kamar
mandi dengan senyum dan Chanyeol tak harus bertanya maksudnya itu.
Keduanya masuk ke kamar mandi meninggalkan Sehun yang terlelap bak mayat di atas tempat
tidur.
Baekhyun menutup pintunya cepat lalu berdiri di depan pacarnya itu. Sipitnya memperhatikan
Chanyeol jeli menemukan gurat sedih terpancar dari wajahnya yang tampan.
"Kau baik?" Baekhyun bertanya.
Chanyeol balas menatap laki-laki itu dan dengan tak bertenaga memberikan anggukan.
Baekhyun lekas memeluknya, berusaha menyalurkan sedikit kekuatan kepada pria Park itu.
"Kita sudah sampai di Seoul kupikir kita benar-benar telah berhasil melalui semua ini."
Chanyeol bersuara pelan dalam pelukan itu. Matanya yang bulat terpejam dan segera
mendapatkan kilasan ingatan di luar sebelumnya.
"Kau berhasil Chanyeol." Baekhyun mendongak mempertemukan iris mereka disana. "Kau
berhasil melakukannya." sudut bibir memaksa senyum walau kenyataan hambar terlihat.
"Terima kasih." ungkap Baekhyun, "terima kasih karena sudah membawa kami kesini."
Sambungnya lagi. Dia berjinjit pelan mencoba meraih sepasang lunak milik pria tinggi itu.
"Kita Baekhyun." Chanyeol menyahut di akhir kecupan akhirnya. "Aku tak mungkin bisa
kesini jika hanya seorang diri, tapi kita melakukannya bersama-sama itulah mengapa kita
berhasil." Chanyeol menunduk untuk sebuah ciuman yang lain.
Baekhyun membalasnya dan meninggalkan sebuah decakan kala tautan itu dia lepaskan
kepalanya Baekhyun bawa bersandar pada dada Chanyeol, mendengarkan detakan jantung
milik pria itu dalam pelukannya.
"Aku selalu beruntung memilikimu." Baekhyun berbisik. "Selalu...",
Tubuh mungil Baekhyun balas Chanyeol peluk. Dagunya dia letakkan pada puncak kepala
Baekhyun sesekali menghirup aroma yang menguar dari helai rambut itu.
"Sebenarnya aku takut sekali." Chanyeol berkata, "Aku ketakutan, aku juga sangat bingung.
Saat aku berada di rumah sakit dan menghadapi wabah ini pertama kali kupikir aku tak
memiliki keberanian sama sekali."
Baekhyun mendongak mencari hazel Chanyeol untuk bertautan dengannya.
"Tapi kemudian aku mengingat kau, setidaknya aku harus berani untuk menjemputmu di
Daegu dan menyelamatkan diri bersama-sama." Bibirnya yang tebal menarik senyum tulus
akan ungkapan yang baru dia katakan.
Hangat memerangkapi Baekhyun oleh seuntai kalimat yang nyatanya berhasil menumbuhan
keberanian yang lain dalam dirinya.
Chanyeol menjemput bibirnya lagi dalam kecupan bersama tangan menjalari Baekhyun dalam
usapan lembut menyenangkan.
"Sehun di luar," Baekhyun berguman dalam jarak lunak mereka. Sedetik, kemudian kembali
tersenyum, tipis dengan seringaian di akhir. Jemarinya yang lentik mengetuk dada Chanyeol
kecil sebelum menjalar turun pada tubuh bagian bawah milik pria itu.
Chanyeol balas tersenyum tau betul maksud siratan itu.
"Tapi kupikir kamar mandi tidak buruk juga." Chanyeol tak menyisakan detik segera
mengangkat tubuh Baekhyun ringan dan mendudukkannya pada wastafel. Baekhyun menahan
pekikan dengan mata melotot dan tak sempat mengajukan protes ketika bibir Chanyeol
membungkamnya segera dalam pangutan.

Yerin benar-benar tak bernafsu sekedar menyentuh piring makanannya. Rahangnya telah jatuh
sejak awal pembicaraan dengan Kris hingga kafetaria itu kosong menunggu jam makan siang.
Suara petikan jarum jam dalam ruang kerja Kris menjadi satu-satunya yang terdengar. Cup
kopi di meja pun telah dingin tanpa sempat dicicipi.
"Jadi kalian hanya akan membiarkan virus ini begitu saja?" Yerin untuk kesekian kalinya
mengulang tanya yang sama. Joonmyun mendesah lagi sembari menatap cairan hitamnya tak
berselera. Kris melirik sekali dan menggelengkan kepalanya.
"Dengan sisa orang yang berada disini tak ada yang bisa kami lakukan Yerin." Kris mendesah.
"Kak semua karyawan CDC kau bilang bersembunyi disini, lantas?" "Tapi ketua divisi tak ada
disini, bahkan menteri kesehatan pun" Yerin mencolos untuk kesekian kalinya. "Ada apa
dengan Negara ini?"
"Mereka melarikan diri setelah surat ancaman itu dikeluarkan." Joonmyun menyambung.
"Mereka pengecut!" kutuk Yerin.
"Ya memang." Dua pria itu mengangguk dalam persetujuan.
Ketukan pada pintu menginterupsi pembicaraan tiga orang itu. Semua sontak mengalihkan
pandangan pada pintu lalu bertukar pandang setelahnya.
"Itu pasti Detektif Park, aku yang mengundangnya kesini." Yerin berkata sembari bangkit dari
duduknya. Dia membuka pintu dan benar sosok Chanyeol berada disana.
Dia mempersilahkan masuk dan Kris menyambutnya, meminta detektif itu untuk bergabung.
Chanyeol menempatkan dirinya duduk di samping Joonmyun berhadapan dengan Kris dan
Yerin di depannya.
"Yerin sudah menceritakan apa yang kau lakukan selama berada di luar sana," Kris berujar
pertama kali. "Terima kasih sudah menjaga adikku." Sambungnya.
"Terima kasih sudah membiarkan kami masuk kesini." Chanyeol menyambut dengan ulasan
senyum yang sama. "Kami tak memiliki tujuan selain tempat perlindungan sementara itu
namun ternyata..." Chanyeol menggidikkan pundaknya sekali. "Kami terlambat.",
"Kalian tidak," Joonmyun menyergah. "Sejak awal tempat perlindungan itu hanya omong
kosong. Kenyataan sebagian instansi pemerintah telah melarikan diri sejak surat ancaman itu
dikirim."
"Surat ancaman?" cekungan pada kening Chanyeol tercetak jelas atas penuturan itu.
Kris dan Joonmyun saling melempar pandang dalam pertimbangan untuk penjelasan lanjutan
terhadap Chanyeol.
"Beberapa bulan lalu seorang ilmuan bernama Hong Sangchul ditangkap atas tuduhan
malpraktik yang dilakukannya, dengan berbagai macam bukti yang memberatkan pengadilan
menjatuhkan hukuman mati padanya." Kris berujar tenang.
Chanyeol membola lagi dengan rahang jatuh serupa akan reaksi yang Yerin berikan sebelumny.
Kris menatapnya sesaat sebelum kembali melanjutkannya.
"Namun kemudian dia berhasil melarikan diri dan menghilang seperti ditelan bumi. Sampai
bulan lalu dia kembali dengan sebuah surat ancaman yang dia kirimkan ke Blue House. Dia
mengutuk Negara yang telah menghukum perbuatannya dan mengancam akan menyebarkan
virus yang akan membunuh seluruh warga Korea Selatan."
Ruangan itu sesenyap kuburan dengan hanya suara Kris menjadi satusatunya yang berdengung
disana. Chanyeol terdiam, dalam hati mencoba menelaah apa yang baru saja dokter itu katakan.
Otaknya berubah buntu dengan keterkejutan menghantamnya sampai ke tulang.
"Namun NIS berhasil melacak keberadaannya tapi ketika ditemukan dia telah tewas bunuh diri.
Dan dia jugalah yang menjadi zombie pertama dan menyerang petugas membuat wabah itu
meluas dengan cepat." Itu Joonmyun yang melanjutkan. Bola mata Chanyeol bergerak pada
Joonmyun dan mempartikan gurat ekspresi pria itu dengan keterdiaman yang sama. "Dia bunuh
diri tepat setelah virus itu telah disebarkan."
"Dan dia benar-benar melakukannya..." Chanyeol berguman.
"Negara takkan mungkin menjatuhkan hukuman mati padanya jika dia, tak segila ini." Kris
mendesah untuk kesekian kalinya.
"Hanya saja, ketika surat ancaman itu dikirimkan diam-diam pemerintah telah melarikan diri
ke luar negeri itulah mengapa kinerja Negara menjadi lumpuh total."
"Dan mereka sama sekali tak sadar jika telah membawa virus itu kesana," Kris menyambung.
"jadi ya... virus zombie ini memang berawal dari Korea Selatan yang di sebarkan oleh warga
yang berpergian ke luar negeri juga turis yang pulang ke negara masing-masing."
Chanyeol tercenung dalam dirinya tanpa tau harus bagaimana bereaksi. Semua terlalu
mengejutkan, semua berada di luar ekspetasi. Bagaimana bisa manusia itu tega melakukan hal
gila ini terhadap manusia yang lain Bahkan dia bunuh diri dan melepas tanggungjawabnya
begitu saja.
"CDC Korea tidak memiliki harapan detektif." Kris berkata lagi. "Disini, di CDC hanya diisi
oleh orang-orang yang ingin bertahan hidup tanpa bisa melakukan apapun. Tidak untuk obat
atau sekedar vaksin pencegahan... CDC tidak memiliki itu. Sekarang kami hanya berharap
WHO."
"Tapi setidaknya CDC tau apa penyebabnya, bagaimana virus bekerja juga apa kelemahannya."
Chanyeol menyergah tak setuju dengan nada bicara lemah itu. Mereka terlihat menyerah untuk
semuanya, hanya seminggu setelah wabah virus itu merambah dan mereka berpikir jika dunia
telah berakhir disana.
Chanyeol tidak menyetujuinya, tidak sama sekali.
"Kita semua sudah terinfeksi." Joonmyun menyahut lagi sembari menatap Chanyeol sejurus.
"Apa?"
"Kita semua sudah terinfeksi." Joonmyun mengulang kembali dan menekan perkata miliknya.
"Virus itu disebarkan oleh Hong melalui senjata biokimia, virusnya menyatu dengan udara dan
mengendap di darah. Namun inangnya hanya akan tumbuh berkembang di dalam otak ketika
seluruh organ telah mati, itulah mengapa orang yang tidak meninggal karena gigitan atau
cakaran tetap akan berubah menjadi zombie. Perhitungan terakhir yang kami terima 80% rakyat
Korea Selatan telah menjadi zombie."
Chanyeol berganti terkesiap kini. Sekarang semua pertanyaannya telah terjawab. Itulah
mengapa pengendara motor yang tewas akibat kecelakaan itu menjadi zombie pula nyatanya
dia pun telah terinfeksi, Tak hanya dirinya, tapi Chanyeol pun, Baekhyun, Sehun dan seluruh
masyarat Korea Selatan... semua telah membawa virus itu dalam tubuh, masing-masing.
Pundak Chanyeol melemas jatuh. Jiwanya berubah kosong seolah nyawa telah meninggalkan
raganya.
Namun kemudian Chanyeol teringat akan sesuatu hal yang lain.
"Aku sempat melihat masyarakat Gwangju dibantai di rumah sakit, aku tidak begitu yakin tapi
sepertinya itu adalah orang yang sama yang menembakku di kantor juga mungkin yang
menjatuhkan bom di kota." Chanyeol menutur. Dia menatap bergantian Kris dan Joonmyun,
mengejutkan bagaimana ekspresi dua dokter itu masihlah sama terlihat.
"Itu adalah orang suruhan Hong," Kris menjawab.
"Tapi ketika kami kesini, aku tidak menemukan bekas ledakan di Yeonju bahkan juga
Daejeon."
Sekali lagi, ekspresi dua orang itu masihlah sama terlihat.
"Sebenarnya orang yang menangkap basah Hong pertama kali berasal dari Gwangju." Kris
kembali menjawab.
"Apa?" Chanyeol membelalak.
"Itulah mengapa Gwangju menjadi target utama atas kegilaan balas dendam Hong."
Maka semua pertanyaan itu benar telah terjawab sepenuhnya.

bersambung
happy weekend semua! thankchu udah baca, see you lagi
Chapter 10
BAGIAN 10: CDC

Rasanya seperti berada di tengah jembatan rapuh. Pada satu sisi itulah satu-satunya pijakan
untuk bertahan, pada sisi lain itulah penghubung untuk jurang kematian dibawahnya.
Chanyeol masih bersama setengah jiwanya selepas pembicaraan itu berakhir. Dia keluar dari
ruangan Kris dengan langkah tertatih menelusuri lorong panjang lantai itu sedang pikiran dia
biarkan melalang tanpa arah. Satu tangannya terkepal, kuat seolah memiliki sebongkah tembok
dalam genggaman. Ada rasa marah, sedih, kesal yang mendominasi dalam dirinya. Namun
kemudian Chanyeol tersadar jika dirinya tidak memiliki kuasa apapun untuk melawan dunia.
Dia sama lemahnya dengan orang-orang, dia hanya memiliki sepasang kaki, sepasang tangan
dan sejumput keberanian untuk menghadapi semua itu.
Yang Chanyeol pahami adalah nasibnya hanyalah bertahan.
Bertahan hidup di dalam dunia baru.
Dunia baru yang kejam

Sehun menatap lama pada sebotol soju di tangan. Segelnya masih tertutup rapat menjelaskan
bahwa remaja itu masih belum menegak, isinya walau setetes.
Di hari lalu Sehun sering menghabiskan waktu dengan bermain game ditemani beberapa kaleng
bir dengan kadar alkohol rendah. Sehun sanggup menghabiskannya selusin dalam sehari dan
tak benar membuatnya mabuk tapi untuk soju ini adalah kali pertama dan Sehun menimang
haruskah dia mencicipi isi botol hijau itu sekarang?
Tangga darurat itu sepi dan sedikit tamaram. Suara yang dihasilkan menjadikannya terdengar
berdegung pun ketika tapak kaki melangkah terdengar dari posisinya.
Sehun mendongak dan menemukan Baekhyun di atas sana tengah menuju ke arahnya.
Kelabakan Sehun segera menyembunyikan botol itu walau kenyataan Baekhyun telah
melihatnya terlebih dahulu.
"Yakl" Baekhyun berseru diikuti langkah kian cepat mendekati Sehun. "Dimana kau dapatkan
itu?" Matanya yang sipit mendelik membuat Sehun merinding tiba-tiba.
"Aku belum meminumnya, serius!" Jawab Sehun cepat. "Aku menemukannya di lantai bawah,
mungkin ada karyawan yang menyembunyikannya-"Sehun menggidikkan pundak tak peduli
sekali, "atau mungkin memang sudah ada disana sejak lama."
"Kau belum legal, jangan meminumnya." Baekhyun mengambil botol itu dari tangan Sehun
lantas menyembunyikannya di balik tubuh. Baekhyun tak beranjak pergi setelah itu, alih-alih
menempatkan dirinya duduk di samping adiknya kini.
"Omong-omong apa yang kau lakukan disini?" Baekhyun bertanya.
"Tidak ada." Jawab Sehun "Hanya bosan."
Baekhyun mengangguk membenarkan dan tak sadar ikut termenung menatap dinding polos di
depannya.
Minggu pertama sudah terlewati sejak mereka masuk dan menetap ke gedung CDC. Semua
kegiatan yang dilalui adalah sama, tak ada hal berarti sedang kian hari beranjak nyatanya
bosanlah yang memerangkapi.
Gedung itu luas dengan fasilitas lengkap yang awal mulanya ditujukan untuk karyawan kini
menjadikan tempat itu bak surga dalam akhir dunia.
Kris mengatakan ada sekitar 100 orang lebih yang mengisi gedung itu. Kafetaria menjadi
tempat pertemuan yang tanpa sadar selalu dilakukan, beberapa menjadi akrab berbagi kesan
masa lalu dan mengikat hubungan lebih dari sekedar teman berbagi gedung perlindungan saja.
Satu hal yang patut syukuri, CDC memiliki tembok kokoh dan pagar tinggi yang kiranya bisa
menahan zombie di luar sana yang hendak meringsek masuk. Mereka aman, dalam segi
perlindungan juga bahan makanan yang masih tersimpan banyak di kafetaria.
Sebelumnya Chanyeol bersama Baekhyun telah menghabiskan waktu seharian penuh untuk
menggelilingi tempat itu. Lantai pertama merupakan lantai paling pasif yang sangat dijarang
di kunjungi karena memang sangat rawan dengan akses keluar masuk sebelumnya.
Lantai dua merupakan ruang kantor yang sekarang dijadikan sebagai ruang darurat tambahan,
pada lantai tiga hingga lantai lima merupakan laboratorium sekaligus kantor karyawan
sebelumnya. Lantai enam merupakan kafetaria dan ruang penyimpanan, lantai tujuh adalah
kamar karyawan dan beberapa lantai sisanya merupakan menjadi pusat penyimpanan sample
berbagai macam jenis penyakit dan lab penyimpanan vaksin yang tak boleh sembarang orang
masuk ke dalam sana.
Tak ada pekerjaan yang benar-benar di lakukan. Karyawan yang bekerja sebagai cleaning
service dan koki masih melakukan pekerjaan mereka dengan jaminan keluarga yang dibiarkan
menetap. Keamanan pintu utama juga masih dijaga oleh orang yang sama pula. Beberapa
karyawan lab yang tersisa kadang menghabiskan waktu dengan pemeriksaan lanjutan untuk
virus itu. Berusaha keras menciptakan obat walau kemudian semua menjadi sia-sia dengan
jalan buntu yang sama.
Kehidupan itu sedikit banyak membosankan dengan kegiatan sama berulang mereka lakukan.
Namun jelas semua itu seribu kali lebih baik daripada harus kembali ke jalanan sana
menghadapi kawanan pemangsa manusia itu.
Bergelut dalam pikirannya sendiri membuat Baekhyun tanpa sadar mendesah lalu sedetik
kemudian mendengus,
Di sampingnya Sehun melirik lalu berdehem, "Boleh aku minum?" Sehun mencicit pelan.
Baekhyun mendelik lagi menciptakan dengusan dari adiknya itu. Baekhyun mengambil botol
itu kembali menatapnya lama bergantian dengan si remaja SMA.
"Setelah kau meminumnya, apa yang akan kau lakukan?" Baekhyun bertanya.
"Hanya bersenang-senang hyung." Sehun menjawab sekenanya. "Orang. orang disini sangat
membosankan." Katanya lagi.
"Tidakkah kau menemukan seseorang yang sebaya denganmu?"
"Beberapa," Sehun membenarkan. "Tapi ya... seperti itu."
Sebagian besar dari anak-anak dan dewasa yang tinggal memiliki orangtua yang bekerja
sebagai manejemen CDC, beberapa bertugas sebagai penjaga lab dan ruang penyimpanan yang
membuat mereka akrab dan hanya terfokus pada segala macam jenis virus dan bakteri yang
kemudian berpengarah pada anak masing-masing.
Yang dipikirkan adalah belajar dan memikirkan target untuk masuk Universitas dan jelas itu
berbanding terbalik dengan Sehun, si pemalas yang taunya hanya bolos setiap hari.
"Kupikir akan lebih baik jika akses internet masih terhubung, aku bisa bermain game online
sepuasnya." Anak SMA itu berkata lagi.
"Eii," Baekhyun menyenggol pinggang adiknya itu cemberut. "Saat SMA dulu aku tidak
semalas kau Sehun, gen siapa yang kau bawa sebenarnya eh?" Tuduhnya main-main.
"Gen Albert Ensten."
"Albert Einstein!" Baekhyun mengoreksi cepat dengan delikan yang sama.
Sehun memutar bola matanya jengah dan tak berniat untuk menyambung perdebatan itu.
"Tapi hyung," Sehun berujar lagi. "Apa kita akan selamanya seperti ini?",
Nyatanya itu tak hanya pertanyaan milik Sehun saja. Baekhyun pun namun selama apa
Baekhyun berpikir, dia tak memiliki jawaban terbaik-lebih tepatnya, tak memilih pilihan
apapun.
"Mungkin..." Baekhyun menjawab nyaris dalam gumaman.
Sehun mendesah sekali dan ikut menatap tembok datar di depannya menyendu. "Kuharap para
ilmuan itu benar-benar mendapatkan obat untuk virus ini."

Kenyataannya Chanyeol pun sama bosannya dengan keadaan itu. Tak ada yang benar-benar
bergerak pada kamar tidur masiny-masing. Orang orang hanya akan keluar untuk makan di
kafetaria lalu memilih untuk menghabiskan waktu di atas tempat tidur dan bergantung tanpa
aksi apapun di lakukan.
Lorong selalu kosong. Beberapa hanya dilewati dan hanya bertegur sapa sesekali.
Mungkin sosok Chanyeol-lah yang paling sering terlihat. Pria itu gemar berkeliling, sesekali
ke atap guna melihat keadaan di luar sana. Kota Seoul seperti kota mati tanpa aktivitas apapun
yang terjadi. Jalanan masih saja di penuhi oleh zombie membuatnya terlihat kacau sekaligus
sunyi.
Zombie terlihat di beberapa titik, berjalan tanpa arah menanti manusia lewat untuk santapan.
Chanyeol terkadang menghabiskan waktu di lobi, pada pintu utama berbincang dengan seorang
penjaga yang dulu bertugas sebagai staff keamanan Pria itu bernama Kim Jae Il, Chanyeol
memanggilnya Petugas Kim dan keduanya menjadi cepat akrab oleh bosan tanpa tau harus
melakukan apa.
"Ketika wabah ini menyabar, semua pekerja disini keluar untuk mencari keluarga masing-
masing. Beberapa berhasil kembali, beberapa mungkin mencari peruntungan di tempat yang
lain atau mungkin... mereka tidak." Jae Il berkata. "Aku termasuk salah satu yang beruntung
berhasil membawa keluargaku kesini." Sambungnya.
"Kejadiannya sangat cepat, aku ingat bahkan masih bertugas di hari yang sama." Chanyeol
terkekeh dalam ucapannya sendiri.
"Kau tak tau bagaimana kacaunya keadaan disini ketika wabah itu muncul, bayangkan orang-
orang tiba-tiba saja menjadi kanibal dan gila." Jae Il menerawang menatap layar komputer di
depannya sesaat, memastikan tak ada hal apapun yang tertangkap kamera pengawas di luar
sana.
"Kau bilang kau masuk dua minggu lalu 'kan?" Jae Il menatap Chanyeol kini. Detektif itu
memberikan anggukan, "ya..."
"Apakah keadaan disana lebih parah?"
"Kau tak ingin berada disana walau hanya sejam." Gurau Chanyeol kenyataan itu benar adanya.
"Aku melihat semuanya melalui ini," Jae Il menunjuk layar. "Beberapa makhluk itu lewat dan
menabrak mobil yang terparkir membuat alarmnya berbunyi, kawanannya datang lebih banyak
karena hal itu."
Keduanya berbagi pengalaman tentang apa yang mereka lewati. Jae Il bercerita bagaimana
keadaan CDC sebelum wabah itu terjadi, semua keadaannya normal berjalan seperti biasa. Lalu
pusat bantuan tiba-tiba saja mendapatkan beribu panggilan tentang manusia kanibal dan
kepolisian segera bergerak ke lokasi.
Namun jumlahnya meluas dengan pesat, para polisi itu bahkan belum melihat bagaimana rupa
pelaku ketika ikut tergigit lalu ikut melakukan hal yang sama pula.
Keadaan di CDC menjadi panik dengan kiriman salah satu korban namun kemudian dia malah
menyerang dan dokter-dokter di lab melarikan diri tepat dengan panggilan yang mereka terima
dari keluarga masingmasing.
Jae Il menjadi salah satunya, dia pulang menjemput istri dan anaknya dan tak memiliki tempat
yang lain selain kembali ke CDC.
"Saat aku kembali, mayat hidup itu ada dimana-mana. Kami bersembunyi di gudang selama 2
hari sampai keadaan benar-benar stabil. Hal baik yang ada disini rekan-rekan yang lain telah
mengunci, semua pintu masuk, aku beruntung sampai lebih cepat. Dan... inilah apa yang terjadi
sekarang, kehidupan baru yang harus dijalani sekarang."

Lorong selalu penuh di jam sarapan, makan siang dan makan malam. Langit-langit ruangan
terdengar menggema menuju kafetaria memenuhi tiap meja yang ada.
Siang itu pun masih sama.
Baekhyun dan Sehun keluar dari kamar bersamaan menuju kafetaria. Ruangan luas itu telah
ramai dengan antrian panjang di depannya, Beberapa mengeluh, mengatakan makanan mulai
hambar terasa, menu yang membosankan dan lain-lain.
Baekhyun dan Sehun saling berganti pandang dengan senyum ketus terlempar satu sama lain.
Keduanya tak mengatakan apapun, masuk ke dalam antrian dan menunggu giliran makanan
mereka.
"Dimana Chanyeol hyung?" Sehun berbisik kepada Baekhyun menyadari detektif itu tak dia
dapati sejak tadi pagi.
Baekhyun ikut mengedarkan pandangan dan tak menemukan pria itu disana. "Mungkin di
atap," Baekhyun menjawab tak yakin.
Dia hendak keluar dari barisan ketika gilirannya telah tiba. Baekhyun urung, mengambil
makanannya dan berjalan menuju meja kosong bersama Sehun.
Kasak kasuk gerutuan komentar masih terdengar. Beberapa bahkan dengan terang-terangan
berujar lalu memilih keluar dari kafetaria dalam umpatan.
"Orang-orang disini benar-benar tidak tau diri," dalam kunyahannya Sehun merutuk. "Mereka
seharusnya keluar dan melihat keadaan sekarang masih untung bisa tidur dan makan teratur."
Baekhyun menahan senyum, dalam hati menyetujui apa yang di katakan, oleh adiknya itu.
"Kau menjadi cerewet sejak tinggal disini Sehun." Baekhyun terkekeh pelan. "Tapi itu bagus
daripada hanya diam seperti patung seperti biasa."
Sehun menatap Baekhyun dalam picingan. "Tapi serius, jika Chanyeol hyung memiliki tempat
yang lain aku akan memilih pergi daripada tinggal dengan orang-orang angkuh-"
"KYAAAAAAAAA"
Sebuah teriakan memotong kalimat belum terselesaikan milik Sehun seketika. Dua bersaudara
itu reflek mengalihkan pandangan pada asal suara bersama dengan seluruh penghuni kafetaria
yang lain.
"AAARRRGGHHHHHH!" Lolongan kesakitan terdengar selanjutnya.
"Apa itu?!"
"Ada apa!"
"Apa yang terjadi!?"
Kafetaria berubah panik. Orang-orang bangkit dari meja masing-masing dan berlari keluar
mencari asal suara.
Sehun ikut bangkit pula, namun Baekhyun segera mencekal tangannya meminta remaja itu
untuk tetap tinggal.
"Apakah zombie itu masuk kesini?" Sehun bertanya dengan panik.
"Tidak mungkin." Baekhyun menyanggah.
Sehun naik ke atas meja, berdiri dengan mata memicing menatap pada lautan manusia di depan
pintu masuk.
Teriakan itu terdengar lagi. Lolongan yang sama bersambut sahut dan lantai enam itu berubah
kacau dalam seperkian detik.
"RRRRRRWWWWWWW!" Geraman terdengar membahana kemudian.
Sehun membola menatap sosok bersimbah darah itu mengigit siapapun yang ada lorong.
"Hyung ayo kita pergi dari sini!" Dia berseru seraya, turun dari meja dan meraih tangan
Baekhyun.
"Zombie?!" Baekhyun bertanya dalam kepanikan.
Sehun menganggukkan kepala dan segera meninggalkan meja. Baekhyun di belakangnya
mengikuti berusaha keras menghindari sesak di depan pintu.
"Kita harus mencari Chanyeol!" Baekhyun berkata dalam seruan.
"Sekarang kita harus keluar dari sini terlebih dahulu dan mencari Chanyeol hyung!" Balas
Sehun. Matanya menjelajah, mencari apapun yang bisa dia jadikan senjata.
Matanya menemukan nampan nasi besi di meja dan tanpa kata segera mengambil benda itu.
Dia memberikannya satu kepada Baekhyun.
Sehun menerobos kerumunan lagi, menyalip di antara celah berusaha keluar dari kafetaria.
"ARRRGGGGHHHHH TOLONG AKU!" Lolongan kesakitan itu membahana lagi dengan
lantai yang mulai pekat oleh darah.
Organ tubuh terburai, usus ditarik paksa berganti tempat pada mulut, mulut berdarah. Pintu
kafetaria itu menjadi terblokir oleh mereka yang tergigit, tertindih oleh satu sama lain di antara
mayat-mayat hidup itu.
Sehun memukul satu di dekatnya dengan nampan dan Baekhyun melakukannya pada mayat
hidup yang lain. Keduanya melompat bersamaan melewati gelimpangan mayat itu dan berlari
cepat menjauh kafetaria.
PRAAKKK
PRAKKKK
Suara tengkorak pecah terdengar di antara teriakan dan geraman oleh besi nampan yang Sehun
ayunkan.
"HYUNG!" Sehun berseru keras menunjuk satu mayat hidup tepat dibelakang Baekhyun
menyeruak di antara lehernya. Baekhyun berbalik cepat, tanpa melihat segera mengayunkan
nampan itu tepat pada kepalanya. Wajah mayat hidup itu terbelah dua lalu ambruk seketika
pada lantai.
"Cepat hyung!" Dia menarik tangan Baekhyun selagi dia membunuh satu di depannya. Sehun
menyusul kemudian, cepat menuju pintu darurat ketika dia tarik oleh zombie tiba-tiba lalu
tanpa perhitungan segera melahap sekujur tubuhnya.
"AARRGGHHHH!"
"SEHUN!" Baekhyun merasakan jantungnya meluruh jatuh mendapati apa yang di dapati.
"SEHUN TIDAK SEHUUUUNNN!" Baekhyun mendarah daging memanggili adiknya itu.
Seluruh kekuatannya mendadak hilang sedang tangan kian erat mencengkram tangannya
adiknya itu.
"H-hyung cepat pergi, sem-sembunyi." Sehun terpatah merangkai kalimatnya di sela isi
perutnya di koyak paksa.
Baekhyun menggeleng, enggan melepaskan tangan adiknya itu. Matanya, basah oleh air mata
berikut pandangan memburam
"Kau harus selamat hyung-AAARRGGHHHHHH!" Sehun kembali melolong dengan sisa
kekuatannya menarik paksa genggaman tangannya, dari Baekhyun.
"SEHUN," Baekhyun berteriak keras dengan kepala pusing terlampau banyak menggeleng.
Tatapan kesakitan Sehun terekam banyak dengan anggukan nyaris tak terlihat pun suara
mencicit hilang di antara kerumunan zombie yang melahap tubuhnya.
Baekhyun terjatuh pada lantai tak mampu merasakan kakinya yang lemas. Baekhyun seperti
tuli dengan dengungan yang hanya mampu di tangkapi oleh inderanya. Kekacauan yang ada di
sekitarnya itu membuat nafas Baekhyun berubah satu-satu sedang pandangan basah oleh Sehun
yang dicabik-cabik oleh mayat hidup itu.
"RRRWWWWW!" Geraman itu menyentak kesadaran Baekhyun dan menemukan satu di
antara zombie yang menggerubi Sehun menghampirinya kini.
Baekhyun tak sadar beringsut dari tempatnya dan berusaha menggapai apapun untuk
membunuh makhluk itu. Matanya seketika membeliak menemukan pintu darurat tepat di
depannya, mengumpulkan seluruh kekuatan Baekhyun segera berlari menuju pintu itu dan
menutupnya cepat tepat ketika mayat itu berada di belakangnya.
"RRRWWWWW!" Geraman terdengar ribut di balik pintu dan Baekhyun benar tak mampu
menahan kakinya lebih lama lagi. Dia jatuh terduduk tanpa ingin memperdulikan apapun lagi.
"Sehun Sehun..." dia meratap memanggil nama adiknya berulang,
Suara derap kaki terdengar menggema namun Baekhyun tak berniat melihat siapa pemilik
langkah itu. Dia menyembunyikan wajahnya pada lutut bersamaan dengan seruan memanggil
namanya
"BAEKHYUN!"
-oleh Chanyeol.

"Pergantian shift." Ujaran itu menghentikan pembicaraan Chanyeol bersama Jae Il. Seorang
pria berpakaian sama akan Jae Il datang sembari bersendawa lalu tertawa tanpa rasa bersalah.
"Kebiasaanmu itu." Jae Il merutuk sembari bangkit. "Ayo detektif Park kita makan siang." Dia
berkata pada Chanyeol kemudian.
Chanyeol mengikuti langkah pria yang bertugas sebagai staff keamanan itu keluar dari
resepsionis menuju lift di samping kanan.
"Mengapa mati?" Jae Il berguman menatap panel di atas pintu lift. Bagian itu mati menjelaskan
tentang lift yang tak berfungsi.
"Mati?" Chanyeol bertanya memastikan.
"Sepertinya mereka mulai menghemat sumber daya." Pria itu berdecak sekali sebelum
melangkah menuju pintu darutan. "Kita akan mati duluan sebelum menikmati makan siang."
Guraunya. Chanyeol tertawa kecil menanggapi dengan pikiran melayang akan sesuatu yang
lain.
"Omong-omong siapa yang mencari semua pasokan makanan untuk semua orang?" Tanyanya.
"Karyawan yang bekerja." Sahut Jae Il. "Karyawan seperti kami bahkan masih harus bekerja
dengan keadaan seperti ini."
"Mencari diluar?" Satu tikungan tercipta pada kening Chanyeol.
"Sekarang gudang penyimpanan masih memiliki banyak stok, tapi dengan jumlah orang-orang
yang tinggal mungkin hanya akan bertahan selama beberapa hari."
Anak tangga yang berjejer banyak itu terasa melelahkan di tapaki satu per satu. Menuju lantai
enam dengan ratusan anak tangga jelas bukan pekerjaan yang menyenangkan. Pun dengan
keadaan sumber daya yang mulai di kurangi membuat pendingin gedung ikut menjadi
imbasnya, pula.
Keringat tersebar banyak membasahi wajah kedua pria berbeda profesi itu.
"Aku hanya berharap kami digaji lebih untuk hal ini," Jae Il terenggah mengatakannya. "Atau
setidaknya pesangon akhir tahun-"
"KYYAAAAAAAAA!"
Langkah kedua kedua orang itu kontan terhenti bersama degup jantung berdebar oleh
keterkejutan. Keduanya bertukar pandang sesaat sebelum berlari menuju pintu memastikan apa
penyebab teriakan itu.
Lorong lantai lima disambut dengan teriakan yang menggema terdengar. Beberapa tergelatak
di lorong di lahap oleh zombie tanpa perhitungan.
"A-apa yang terjadi?!" Jae Il terserang panik dengan bola mata hendak meloncat keluar.
BRAK!
Chanyeol kontan menutup pintu kembali sedang dua nama segera memenuhi isi kepalanya.
Baekhyun dan Sehun.
Chanyeol bergegas pergi dari sana, berlari secepat kilat tanpa peduli akan Jae Il yang
memanggilnya berulang.
Hentak langkah kakinya menggema diiringi suara teriakan juga geraman, kian jelas terdengar.
Anak tangga itu nyatanya terasa lebih banyak pun dengan deru nafas yang tak lagi teratur
bergulung dalam dada detektif itu. Anak tangga lantai enam tercapai dan Chanyeol nyaris
melewatkan sosok yang duduk menangis seorang diri di balik pintu.
"BAEKHYUN!" Chanyeol menyongsongnya cepat dan benar sosok itu adalah orang yang di
carinya.
"Cha-Chanyeol..." Baekhyun bergetar memanggil nama pacarnya itu. Dia, memeluk Chanyeol
segera menenggalam tubuhnya pada dada pria itu.
"Kita harus pergi dari sini Baekhyun, dimana Sehun, kau melihatnya?" Chanyeol bertanya
terburu seraya membantu Baekhyun bangkit.
Tangis lelaki itu pecah itu lagi, lebih keras dan Chanyeol tertegun menyadari apa maksud dari
tangisan itu.
"Se-Sehun menolongku da-dan-" suaranya terpatah-patah tak mampu, menguraikan
kalimatnya. Kepalanya menggeleng cepat sampai pusing menderanya tanpa ampun.
Chanyeol tertegun tanpa tau harus bagaimana bereaksi. Suaranya mendadak hilang pula
bersama sejumput kenyataan akan Sehun yang tak lagi bersama mereka. Kepalanya berubah
kacau namun Chanyeol sadar dia tak bisa seperti itu terlalu lama.
"Kita harus pergi dari sini, Baek." Chanyeol meraih tangan Baekhyun dan menggenggamnya
dengan erat. Langkah keduanya kembali beradu dengan anak tangga menuju lantai tujuh.
Keadaan disana nyatanya tak jauh berbeda, orang-orang berlarian panik; berteriak memohon
permohonan terhadap satu sama lain.
Chanyeol menyelinap keluar menapak besar-besar menuju kamar mereka. Pintu dia tutup rapat
setelahnya bahkan mendorong sofa untuk memblokir akses masuk itu.
Keributan di luar masih jelas terdengar namun apa yang Chanyeol pikirkan adalah Baekhyun
bagaimana tangisan lelaki itu tak juga terhenti.
Chanyeol memeluknya erat, mengusap punggungnya yang bergetar dan diam-diam ikut
menangis bersama.
"Cha-Chan a-aku..." Baekhyun melepas pelukan mereka.
"Kita aman, kita akan aman disini." Chanyeol berujar menenangkan.
Namun Baekhyun memberikan gelengan membuat aliran matanya kian banyak mengucur pada
belah pipinya yang penuh. Satu tangannya melayang di udara lalu menapak di atas pundaknya.
Kain itu Baekhyun remas pelan sebelum menyibaknya turun memperlihatkan Chanyeol, akan
cetakan gigi yang ada di atas kulit itu.
"Aku tergigit."
Chanyeol pikir seluruh nafasnya benar telah tersedot hilang,

bersambung
Aku nonton ulang season 1 serial Fear The Walking Dead gara2 liat preview season 4nya ada
cast The Walking Dead gabung, trus déjà vu kenapa aku brenti nonton. Bosenin cuy wkwkkw
tapi masih mending daripada Z Nation sih menurutku :v
Well thankchuu udah baca, see you egen
Chapter 11
BAGIAN 11: KISAH LAGU

"Maafkan aku,"
Hanya itu yang bisa Baekhyun katakan. Sipitnya kian tumbah ruah, dalam air mata, berkabut
akan sendu kesedihan yang tak mampu dia sembunyikan.
Chanyeol tak mampu memberikan reaksi. Pria itu terpekur diam dengan otot mengaku tak
mampu dia gerakkan. Tangannya bergetar meraih tubuh Baekhyun dan membelitnya dalam
pelukan. Perlahan sudut bulat inderanya ikut tergenang dalam isak yang sama.
"Kau akan baik-baik saja Baekhyun." Chanyeol berbisik dalam getaran suaranya seolah itu
mampu meredam seluruh gejolak emosi yang mendera. "Kau akan selalu disini bersamaku."
"Aku tergigit." Baekhyun mengulang, menekan dua kata itu seolah Chanyeol tak benar bisa
memahaminya dengan baik.
"Lukamu," Chanyeol menyibak pundak pakaian Baekhyun lagi dan menatapnya dengan lama,
"tidak terlalu parah." Pelukan mereka, Chanyeol lepas sedang fokus terarah satu pada luka itu.
Pundak Baekhyun merah dengan cetakan gigi terlihat jelas disana. Epidermis kulitnya
menggelupas menciptakan aliran darah kecil keluar dari sana.
"Duduklah," Chanyeol menuntun Baekhyun duduk pada pinggir tempat tidur lalu menuju
nakas mengambil beberapa lembar tisu. Sisa darah itu Chanyeol seka hati-hati menyisakan
cetakan gigi itu kian jelas terlihat.
Baekhyun menatap nanar tau betul itu takkan memberikan hasil apapun. Namun dia tak mampu
mencegah-membiarkan Chanyeol melakukan apapun yang dia inginkan.
Chanyeol membuka laci setelah itu mencari sisa alkohol milik luka Sehun
"Isinya sudah habis, aku membuangnya." Baekhyun berujar memberitau.
Gerakan Chanyeol terhenti sesaat, sedetik kemudian kembali bergerak mengitari kamar
berharap menemukan sesuatu untuk mencegah infeksi dari luka Baekhyun.
"Soju." Baekhyun berkata lagi. "Aku menyimpan soju di lemari."
"Soju?" Ulang Chanyeol. Pintu lemari dia buka dan benar menemukan sebuah botol hijau di
dalam sana. Pria itu menatapnya lama bersama genggaman tangan mengerat pada leher botol
minuman berakohol itu.
Dia menyakinkan diri, memejamkan mata sesaat lantas membuka segelnya. Beberapa lembar
tisu yang lain Chanyeol basahi dengan minuman bening itu lalu mengusapkannya hati-hati
pada luka Baekhyun.
"Sakit?" Chanyeol bertanya. Baekhyun memberikan gelengan kecil, "hanya perih."
Keterdiaman mengisi kamar itu dengan sela teriakan sayup terdengar dari luar.
"Sehun... menemukannya di lobi." Baekhyun berkata dalam gumanan. "Sehun ingin
mencobanya, tapi aku melarangnya." Bibir tipis itu kembali bergetar. Sesal menggorogoti
Baekhyun kembali, berpikir seharusnya dia membiarkan Sehun mencobanya walau hanya
sekali, hanya saja jika Baekhyun tau jika hari ini adalah hari terakhir Sehun.
"Dia sangat nakal." Baekhyun terisak. "Seharusnya dia memikirkan keselamatannya sendiri
bukannya sok melindungi aku dan lihat sekarang!" Baekhyun meraung. "Sekarang dia pergi
dan aku, malah-tergigit."
"Sttss..." Chanyeol berbisik. "Kau akan baik-baik saja Baekhyun," Chanyeol kembali
mengulang satu-satunya kalimat yang terlintas dalam pikirannya. Nyatanya itu tak hanya dia
tujukan kepada Baekhyun saja, untuk dirinya pun-menyakinkan dirinya sendiri bahwa
Baekhyun akan baik-baik saja.
Lelehan air mata Baekhyun, Chanyeol seka lalu mengecup keningnya dengan lama.
"Kau-akan baik-baik saja, oke?" Chanyeol menatap dalam lelaki itu.
Baekhyun kembali menggigit bibir tanpa mampu menguraikan balasan apapun untuk ungkapan
itu.
"Tersenyumlah untukku." Chanyeol meminta. "Kau sangat jelek saat menangis."
Di hari lalu Baekhyun akan bersenang hati menarik telinga Chanyeol sebagai bentuk protes
ejekan pria itu. Namun hari ini nyatanya Baekhyun malah merindukan ejekan itu dan ingin
mendengarnya sepanjang hari.
"Tersenyumlah cantik." Pinta Chanyeol lagi. Kedua tangannya menyentuh sudut bibir
Baekhyun sebelum menariknya untuk sebuah lengkungan yang selalu Chanyeol sukai.
Baekhyun tertawa namun konyolnya pipinya kembali basah oleh air mata.
"Lihat senyum cantik ini." Chanyeol menggoda. "Aku semakin mencintainya."
"Hentikan." Baekhyun menunduk. "Berkata manis seperti ini bukanlah gayamu."
Chanyeol tertawa walau itu hambar terdengar. "Sekarang ganti bajumu, hm?" Chanyeol
membantu Baekhyun melepas pakaiannya, diikuti dengan melepas pakaiannya juga lalu
menuju lemari mengambil pakaian bersih milik mereka.
"Kau harus banyak beristirahat." Kata Chanyeol lagi. "Ayo." Bagian empuk tempat tidur
Chanyeol tepuk dua kali meminta Baekhyun untuk berbaring disana.
Lelaki bertubuh mungil itu menurut, menempatkan diri di atas tempat tidur sedang Chanyeol
mengisi sisi yang lain. "Ingin kunyanyikan sebuah lagu?" Chanyeol menawari.
Baekhyun mengangguk sebelum membawa tubuhnya merapat pada Chanyeol dan
menenggelam wajahnya pada dada pria itu.
When I look at the stars shining brightly
It almost feels like I'm looking at you
You're like everything that shines bright
When the night sky grown dark
The whole world is sparkled with light Naturally you grab my hand and before I know it you
start sparkling with
my colour Somentimes I think, when I see you laughing brightly That your eyes and lips and
everything else seem to look like me It's like your pitch black eyes take in my light and shine
just as brightly as
I do
Sometimes I see myself when I look at you
Tonight it feels like I won't be able to sleep
But I never knew it would feel this nice
Especially when I'm able to spend time imagining you
We talk all night long, asking about how each other days were
And when you say this is the best part
I shine even brighter thank to you
Every single day I'm looking after you and you're looking at me
And like a mirror every expression, even the way you speak
Feels like it's me
Bit by bit you and I are becoming one
Wondering what I seem like in your world
Like a habit, I find myself in you eyes The night grows late as I stare at you and I want to stop
time
To keep you in my eyes even longer, for me
Sometimes I think, when I see you seeming like me
That every single small thing was me being like you Promise me now, when the lights are gone,
that just like tonight
You'll forever be shining with me
Love you...
"Ingat saat pertama kali kita bertemu?" Chanyeol bertanya bersama hembusan nafas hangatnya
menerpa puncak kepala Baekhyun.
"Bagaimana bisa aku melupakan pengalaman menyebalkan itu." Baekhyun menjawab dengan
gerutuan pada nada bicaranya. "Kau memanggilku anak perempuan." Sambungnya dengan
decihan.
Chanyeol tertawa, "kau cantik."
"Tapi tetap saja aku laki-laki!" Baekhyun menyahut ketus. Dia mendongak, mencari wajah
Chanyeol di atas sana lalu memicingkan mata. "Setelah kuingat-ingat, kau sudah menyebalkan
sejak dulu."
"Dan kau sudah cerewet sejak dulu." Chanyeol menyambut. Baekhyun berdecih lagi dengan
main-main mencubit perut Chanyeol.
"Aku berpikir bagaimana jika Paman Park tidak membawa aku dan Sehun pulang ke rumah
kalian, kita pasti tidak akan seperti ini." Baekhyun mengulas senyum. "Mungkin juga Sehun
akan dibawa ke panti asuhan."
Orangtua mereka memiliki hubungan baik layaknya kerabat. Baekhyun kehilangan ayahnya
ketika Ibunya tengah mengandung Sehun, lalu ketika melahirkan saudaranya wanita yang telah
membawanya ke dunia itu ikut menyusul suaminya ke surga.
Baekhyun masih berumur 5 tahun ketika Sehun lahir dan nyaris dibawa ke panti asuhan ketika
Ayah Chanyeol, Paman Park berbaik hati mengajukan diri sebagai wali keduanya. Sejak hari
itu Baekhyun dan Sehun tinggal di kediaman Chanyeol yang nyatanya juga baru saja
kehilangan Ibunya di hari yang sama dengan Ibu Baekhyun.
"Karena kita sudah ditakdirkan bersama." Chanyeol menarik senyum yang sama.
"Awalnya kupikir kita dekat karena memiliki nasib yang sama." Baekhyun berujar lagi. "Bibi
Park dan Ibuku meninggal di hari yang sama, kita sama-sama berduka di hari yang sama."
"Kita dipertemukan untuk mengisi ruang kosong satu sama lain sayang." Chanyeol merunduk
kecil mencari bibir Baekhyun untuk dia kecup. "Ketika Ayahku meninggal, maka kau dan
Sehun adalah satu-satunya keluarga yang kumiliki... sampai kapanpun.",
Baekhyun tak mempu menyembunyikan gurat sedih akan pernyataan itu. Kenyataan Sehun
telah pergi dan dalam beberapa jam lagi dirinya pun maka Chanyeol... akan sendirian.
Baekhyun mengusap rahang Chanyeol dengan lembut, menelusuri tulang hidungnya yang
tinggi pada kelopak matanya yang lebar lalu jatuh pada belahan bibirnya yang tebal.
"Ingin bercinta?" Baekhyun bertanya. Itu sebuah godaan namun Chanyeol tidak berada dalam
suasana hati sempurna untuk menanggapi hal itu. Ekspresi wajahnya turun menyendu, menilik
seluruh indera yang Baekhyun miliki pada parasnya.
"Jangan buat ini menjadi sebuah perpisahan Baekhyun, aku tidak menyukainya." Chanyeol
bahkan tak mampu mengontrol desah nadanya pula.
"Kau harus mengikat tanganku." Baekhyun berkata lagi. "Kita bisa saja tertidur ketika aku
berubah, aku tak ingin menyerangmu-"
"Baekhyun." Chanyeol memotong. "Kumohon..." Baekhyun mengatupkan bibirnya segera
menyadari Chanyeol benarbenar tak menyukai topik yang tengah dia katakan.
Keterdiaman mengisi kamar itu lagi pun dengan suara teriakan di koridor yang tak lagi
terdengar. Suara detikan jam di dinding terdengar pelan menarik perhatian Baekhyun pada
benda itu. Dia menatapnya lama sedang kening tanpa sadar berkerut akan sesuatu yang luput
dia, sadari sebelumnya.
"Omong-omong," Baekhyun meraih satu tangan Chanyeol membawanya menapak di atas
keningnya sendiri. "Aku tidak demam."
Suara detik jam masih tertangkap jelas dalam ruangan itu. Kening Chanyeol ikut berkerut,
perlahan menekan telapak tangannya pada kening Baekhyun dan benar tak merasakan suhu
panas terbakar pada arinya dari kulit itu. Tangannya menjalar pada leher Baekhyun kini lalu
pada lengan memeriksa sekujur tubuh lelaki itu.
"Kau tidak demam." Chanyeol bangkit dari posisi berbaringnya lantas menarik Baekhyun pula.
Pakaian Baekhyun pada pundak kembali dia sibak mencari luka bekas gigitan yang tercetak.
Warna merah di sekitaran gigitan itu berubah merah muda pun dengan kulit yang terbuka
mengering tanpa darah yang keluar dari sana.
"Sakit?" Chanyeol menekan pelan luka itu. Baekhyun menggeleng dengan bingung. Matanya
menatap jam di dinding kembali sebelum beralih pada Chanyeol.
"Sudah 5 jam sejak aku tergigit." Baekhyun berkata, "Aku tidak demam dan lukanya tidak
infeksi."
Keduanya berpandangan dalam ekspresi bingung serupa. "Tetaplah disini, aku akan memanggil
dr. Kris." Chanyeol berkata sembari turun dari tempat tidur.
Baekhyun tak mencegah dan membiarkan Chanyeol keluar dari kamar meninggalkannya
seorang diri disana.
Luka pada pundaknya Baekhyun pandangi lagi, perlahan menekan bagian itu kembali. Sedikit
lebih keras namun sakit yang terasa hanyalah perih.
Perih yang sama ketika Baekhyun di cakar kucing tetangganya dulu.

Beberapa pekerja cleaning service terlihat pada lorong dengan pel di tangan Sisa darah pada
lantai dan dinding dibersihkan dalam diam dan tapak kaki Chanyeol menjadi satu-satunya yang
memecah sunyi tempat itu.
Chanyeol berlari menuju kamar Kris namun pria itu tak ada disana. Dia menuju kamar Yerin
di sebelahnya namun perempuan itu juga tak ada disana. Chanyeol meninggalkan lantai 7 itu
menuju lantai 8 pada laboratorium namun kedua orang itu juga tak ada disana.
Chanyeol tak putus asa, kembali menuruti tangga darurat hendak menuju lantai 2 namun
terhenti pada lantai 6 dimana kafetaria berada. Disana ramai dengan beberapa kelompok kecil
membicarakan apa yang terjadi sebelumnya.
Chanyeol memicingkan mata dan sosok di carinya itu benar berada disana. Chanyeol berlari
segera menuju Kris dengan nafas terengahengah.
"Dr. Kris!" panggilnya.
Kris dan Yerin sontak menoleh dengan kerutan samar pada kening kedua saudara itu.
"Detektif Park, ada apa?" Yerin bertanya.
Chanyeol tak segera menjawab, alih-alih menarik nafasnya terlebih dahulu.
"Bisa ikut denganku sebentar? Ada hal yang penting yang harus kalian lihat."

"Baekhyun tergigit?" Yerin dan Kris menahan pekikan atas apa yang Chanyeol katakan
Chanyeol memberikan anggukan sedang mata tak lepas memperhatikan air wajah dua orang
itu. Terkejut juga ngeri bercampur satu dan Chanyeol pikir itu merupakan sesuatu yang wajar
sebagai reaksi atas apa yang baru saja dia katakan.
"Kalian harus melihatnya." Kata Chanyeol lagi.
Ketiganya mempercepat langkah menuju kamar. Baekhyun masih berada di atas tempat tidur
beradu pandang dengan ketiga orang itu. Pintu di tutup Chanyeol kembali sebelum menuju
Baekhyun dan menyibak pakaian pada pundak pacarnya itu.
"Ini sudah 5 jam sejak Baekhyun tergigit tapi dia tak demam." Chanyeol berkata, "Bukankah
demam adalah satu gejalanya?"
Kris mendekati Baekhyun menatap selektif luka itu. Keningnya berkerut lagi, sesaat menatap
Baekhyun dan tak menemukan sesuatu yang salah dengan lelaki itu.
"Bagaimana perasaanmu Baekhyun?" Kris bertanya.
"Aku merasa baik." Baekhyun menjawab tanpa dusta. "Aku sempat pusing tapi kupikir karena
aku shock atau sesuatu, tapi sekarang sudah tidak lagi." Jelasnya.
"Bagaimana dengan lukamu?" kejar Kris lagi.
"Rasanya sedikit perih, Chanyeol menghentikan pendarahannya dengan air soju. Kupikir
lukanya mengering karena itu."
"Apa Baekhyun baik-baik saja kak?" Yerin menatap kris dalam penjelasan Dokter itu tak
segera menjawab, seluruh orang yang ada disana dia pandangi satu per satu sebelum kembali
memusatkan perhatiannya kepada Baekhyun.
"Sepertinya Baekhyun memiliki kekebalan." Pelan suara Kris nyatanya menciptakan
keterkejutan dari ketiga orang itu.
"Kekebalan?" ketiganya berseru bersamaan pula.
"Apa maksudnya itu?" Baekhyun bertanya bingung.
"Sistem kekebalan atau sistem imun yang berfungsi sebagai perlindungan tubuh terhadap
infeksi, parasit, bakteri juga virus." Kris menjelaskan. "Semua orang memiliki sistem imun
yang berbeda-beda dan sepertinya Baekhyun memiliki kekebalan tubuh yang kuat."
"Itu berarti... Baekhyun takkan terinfeksi walaupun dia tergigit?" Yerin bertanya nyaris dalam
gumanan.
Baekhyun dan Chanyeol membola tak percaya atas apa yang di katakan, oleh kedua saudara
itu. Namun keduanya tak mampu menyembunyikan, desak bahagia yang meluap tiba-tiba
dalam diri mereka.
"Aku masih belum bisa memastikan itu 100% karena ini masih 5 jam sejak Baekhyun tergigit,
lebih baik kita menunggu selama 24 jam guna memastikan apakah Baekhyun benar-benar
memiliki kekebalan itu." Kris berkata lagi.
Kemungkinannya adalah 50:50, benar atau tidak, pasti tak pasti,
Namun entah mengapa semuanya terdengar bak angin segar meniup seluruh ketakutan itu.
Seluruh beban seolah terangkat berikut hal-hal buruk yang nyatanya masihlah harus mereka
pikirkan.
Baekhyun tak ingin mempedulikan itu, sesaat kembali menangis oleh kebahagian yang
menyusupinya terlalu banyak
"Aku akan memberikan Baekhyun vaksin antibodi dan juga merawat lukanya. Yerin bisa kau
ambil kotak obatmu di kantor?" Kris beralih pada adiknya itu. "Yang berwarna merah di laci
paling bawah."
"Baik." Yerin mengangguk cepat.
"Pastikan tak ada seorang pun tau akan hal ini," Kris berkata lagi.
Yerin kembali mengangguk tanpa kata segera meninggalkan kamar itu.
Chanyeol tak mampu menahan diri segera menarik Baekhyun dalam pelukan sebelum beralih
kepada Kris untuk sejumput kalimat terima kasih berulang dia katakan.
"Aku pernah menemukan kasus serupa ketika meneliti pasien Ebola, beberapa tahun yang lalu.
Satu keluarga berlibur ke Qatar, 4 di antara mereka terjangkit namun 1 yang lain baik-baik saja.
Aku tak pernah berpikir jika imun tubuh bisa melawan virus zombie mematikan ini.", Kris
berujar. "Baekhyun kau sangat beruntung," katanya.
Baekhyun bahagia sekali, sama besarnya akan Chanyeol di sampingnya.
"Omong-omong bagaimana bisa zombie itu masuk kesini?" Chanyeol bertanya kepada Kris.
"Bukanlah seluruh pintu dijaga ketat?"
Kris mendesah pelan sesaat sebelum menjelaskan. "Terjadi sebuah kecelakaan di dapur
kafetaria, seorang koki terpeleset dan dia mengalami pendarahan dalam oleh benturan langsung
di lantai. Tak ada yang mengetahui dia telah meninggal sampai kemudian dia hidup kembali
dan menjadi penyebab kekacauan ini."

Yerin berlari cepat menuju ruangan milik Kris di lantai 5. Dia melewati kafetaria yang masih
ramai mengabaikan gaung suara oleh pembicaraan terdengar dari orang-orang yang memenuhi
tempat itu.
Lantai 5 sepi dengan pintu ruang kerja tertutup rapat. Sedang pada salah satu ruang, beberapa
dokter berada disana berbincang sebelum akhirnya keluar.
Yerin mengabaikan hal itu segera masuk ke dalam ruang kerja Kris. Dia menuju meja,
membuka laci paling bawah menemukan sebuah kotak merah yang Kris katakan. Yerin
membukanya menemukan alat pertolongan pertama dengan suntik juga beberapa botol obat
tanpa label.
Yerin menutupnya kembali lalu keluar dari sana,
"Yerin!" langkah perempuan itu terhenti kala seruan itu terdengar. Dia berbalik menemukan
Joonmyun disana menuju ke arahnya. "Apa kau melihat Kris?" rekan saudara Yerin itu
bertanya. "Kak Kris... di kafetaria." Yerin menjawab. "Ada apa?" "Mengapa dia tak ikut rapat?"
Joonmyun berdecak sekali. "Jika kau bertemu dengannya katakan untuk segera membersihkan
diri dan memakai jubah lab, oke?" Joonmyun berujar.
"Apa terjadi sesuatu?" Yerin kembali bertanya.
"Karena kekacauan itu pihak CDC akan melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap seluruh
penghuni yang ada. Siapapun yang ditemukan tercakar terlebih tergigit-" Joonmyun
mengantungkan kalimatnya sesaat, "akan ditembak mati."
Kotak merah di tangan Yerin nyaris meluncur jatuh jika saja dia tak memengangnya dengan
erat. Jantungnya bertalu cepat dengan bola mata melebar terkejut luar biasa akan penjelasan
itu.
Langkahnya tertarik mundur, tanpa mengatakan apapun Yerin segera memacu langkah
mengabaikan Joonmyun yang berteriak kesal merasa di abaikan.
Yerin tak ingin peduli. Beberapa dokter yang tak sengaja di temuinya masuk ke dalam
laboratorium dengan jubah masing-masing terpasang apik pada tubuh. Kafetaria yang
dilewatinya semakin ramai dengan pemberitauan tentang pemeriksaan menyeluruh itu,
beberapa yang mengajukan protes mendapat ancaman akan tembakan seperti yang Joonmyun
katakan.
Yerin semakin panik, nafasnya semakin tak terkendali bahkan membanting pintu kamar
Baekhyun mengejutkan seluruh penghuni yang ada.
"Yerin apa-apaan," Kris merutuk tak suka.
"Baekhyun kau harus segera pergi dari sini!" Yerin berkata kepada Baekhyun dengan deru
nafas serupa.
"Apa?" ketiganya memekik terkejut bersamaan.
"Apa maksudmu Yerin?" Kris bertanya dengan kerutan yang mengerti.
Poni Yerin telah lepek dibasahi oleh keringat pun dengan titik-titik yang tersebar banyak pada
parasnya yang cantik. Perempuan itu menarik nafasnya sesaat mencoba mengembalikan desak
nafasnya yang kacau setelah berlari sepanjang lorong.
"Para dokter yang ada disini tengah melakukan pemeriksaan, siapapun yang memiliki luka
cakar dan gigitan akan ditembak mati!"
Pacuan jantung seolah berhenti. Wajah ketiga orang itu berubah pucat terlebih Baekhyun
dengan luka gigitan pada pundaknya.
"Yerin apa yang kau katakan?" Kris masih tak sepenuhnya mengerti,
"Dr. Kim yang mengatakannya padaku." ungkap Yerin. "Cepat Baekhyun kau harus segera
pergi dari sini atau mereka akan menembakmu!"

bersambung
Soal kekebalan itu aku terinspirasi dari webtoon School Attack, ada yang udah baca?
btw itu lirik lagu With You uwu joa bener akutu, liriknya Baekhyun banget sih bapake bisa aja
deh ngedeskripsiin papa aku uwuu
Chapter 12
BAGIAN 12: PELARIAN

Yerin tak sekedar membual mengatakannya. Tepat setelah itu bell di lorong berdering
merupakan isyarat akan pemanggilan darurat untuk seluruh pekerja yang ada. Seluruh
karyawan pasti akan dikumpulkan untuk diberikan instruksi atas pemeriksaan menyeluruh itu.
Chanyeol bergerak cepat pertama kali, membuka lemari mengambil barang miliknya dan
Baekhyun dan dua pucuk pistol milik mereka. Chanyeol memanggul tas ransel itu dan menarik
Baekhyun untuk bangkit.
"Ayo Baek." "Gunakan pintu basemant." Kris berkata, "Aku akan mengalihkan mereka untuk
memeriksa lantai teratas terlebih dahulu."
Chanyeol mengangguk paham. "Terima kasih banyak," ucapnya. Lalu beralih kepada Yerin.
"Terima kasih Yerin."
"Jangan lupa untuk merawat lukanya." Yerin mengingatkan.
Baekhyun mengangguk paham. Pintu Chanyeol buka, ke empat orang itu menyelinap keluar
dan berpisah pada pintu darurat.
Chanyeol dan Baekhyun menuju basement. Lobi itu sepi dengan penerangan minim seperti
yang kali pertama Chanyeol lihat. Tak ada, satupun yang berjaga pada meja resepsionis,
Chanyeol menebak para petugas keamanan itu juga ikut bergabung dalam pemeriksaan yang
akan dilakukan.
Keduanya berbalik pada pintu belakang, pada basement dan berlari keluar.
Malam telah menggantikan hari dengan rembulan terlihat jelas di atas langit sana. Suara
geraman terdengar, bersambut sahut berasal dari halaman depan gedung CDC itu. Chanyeol
dan Baekhyun beringsut pelan pada dinding menuju pagar yang mereka lompati lalu mulai
memeriksa keadaan di luar.
Zombie-zombie itu terlihat. Mereka memenuhi jalanan dengan langkah pelan tanpa arah. Mobil
yang Jongin parkir sebelumnya masih berada disana, pada posisi serupa pula.
"Kita akan berlari ke mobil." Chanyeol berkata pada Baekhyun dalam bisikan. "Usahakan
untuk tidak menimbulkan suara apapun, oke?"
Baekhyun mengangguk cepat. Chanyeol beralih pada gembok yang masih mengikat rantai pada
pagar dan mendesah ketika harus melompati besi, besi itu guna mencapai keluar sana.
"Aku akan melompat pertama." Kata Chanyeol. Dia terlebih dahulu melempar ransel sebelum
menginjakkan kaki di atas besi pagar itu. Gerakannya pelan tak ingin menimbulkan suara dari
gesekan kaki dan besi. Chanyeol melompat sempurna terburu melihat zombie-zombie yang ada
di jalanan. Aman.
"Ayo Baekhyun."
Baekhyun menurut, segera memanjati pagar itu lalu turun hati-hati pada aspal kembali.
Keduanya segera meninggalkan pagar, berjalan dalam kegelapan menuju minivan yang Jongin
parkir beberapa minggu yang lalu. Keduanya luput memperhatikan kaleng minuman bekas
pada rumput, terinjak dengan suara yang di timbulkan dari sampah itu.
"RRRWWWW!" perhatian mayat hidup itu teralih seketika dan segera membawa langkah
menuju keduanya.
"Cepat-cepat." Chanyeol memacu langkah dalam larian menuju mobil dengan Baekhyun di
belakangnya.
Lelaki mungil itu menatap ketakutan pada segerombolan mayat hidup yang mendekat dan dia
nyaris terjatuh oleh tali sepatunya sendiri, Matanya tak sengaja menangkap sebuah kunci,
nyaris tertutupi oleh darah kering di atas rerumputan. Baekhyun meraihnya segera lalu
menekan tombol kunci dan nyatanya benar milik minivan itu.
"Chanyeol!" Baekhyun berseru seraya melempar kunci itu kepada Chanyeol yang segera di
tangkap tanggap oleh detektif itu. Baekhyun berlari pada sisi kemudi dan membanting pintu
dalam debuman diikuti Chanyeol yang mengisi belakang kemudi.
"RRRRWWWWW!" Mayat hidup itu berdatangan. Tangan-tangan mereka, menempel pada
kaca mobil, mencakarnya berusaha masuk guna menggapai tubuh segar dua manusia di dalam
sana,
"Oh sial." Chanyeol merutuk.
Dia memutar starter dengan deru mobil terdengar di udara. Gigi mobil Chanyeol atur mundur
sebelum menginjak pedal gas. Mobil terguncang kala menabrak mayat hidup di belakang lalu
melindasnya begitu saja.
Chanyeol mengatur gigi mobil kembali menuju jalanan beraspal meninggalkan halaman
gedung CDC yang dipenuhi oleh mayat hidup.
Keduanya mendesah lega bersamaan.
"Kita berhasil." Ucap Baekhyun bahagia.
Chanyeol tersenyum untuk ungkapan bahagia yang sama, satu tangan Baekhyun diraihnya
lantas menggenggamnya dengan erat.
"Sekarang kita akan kemana Chan?" Baekhyun bertanya. Matanya menatap sejurus pada
jalanan menemukan sepi sepanjang mobil melintas. "Apa kita akan kembali ke Gwangju?",
"Tidak," Chanyeol menggeleng, "saat ini yang pasti kita harus meninggalkan pusat kota.
Zombie-zombie itu banyak sekali disini."
Baekhyun mengangguk membenarkan.
Laju mobil Chanyeol hentikan lalu menghidupkan lampu sebelum menatap Baekhyun sejurus
di sampingnya.
"Coba kulihat lukamu." Katanya. Baekhyun menyibak pundak pakaiannya segera
memperlihatkan luka berbentuk deretan gigi itu pada Chanyeol.
"Aku masih belum demam" Baekhyun berkata, "Lukanya juga sudah kering." Senyumnya
tersungging lagi, "Mungkin benar kata dr. Kris aku memiliki kekebalan."
"Ya tentu..." Chanyeol balas tersenyum Ransel miliknya dia buka mencari kotak merah milik
Kris disana.
Chanyeol mengambil beberapa kapsul obat dan memberikannya kepada Baekhyun. Lelaki itu
tak berkata apapun segera menelannya tanpa bantuan air sedang Chanyeol mempersiapkan
perban untuk membalut luka Baekhyun.
Luka gigitan itu tertutup sempurna oleh perban putih yang Chanyeol tempelkan.
"Kemari," Chanyeol meraih tubuh Baekhyun dalam pelukan. Lelaki mungil itu balas
memeluknya dengan senyum tersungging lebar tak mampu menutupi kebahagiannya.
"Aku takut sekali sampai kupikir aku akan mati." Deru nafas Chanyeol terasa hangat menerpa
tengkuk Baekhyun. "Aku takut kehilanganmu."
"Tapi kau tidak," Baekhyun menjawab cepat. "Mungkin aku yang sangat beruntung atau
memang Tuhan sangat menyayangimu atau... karena memang kita ditakdirkan untuk selalu
bersama."
Chanyeol tertawa pelan mendengarnya, "aku suka kalimat terakhir itu."
Pelukannya Chanyeol lepas pertama kali dan kembali menjalin jembatan transparan pada dua
pasang indera bening milik mereka. Chanyeol mengusap wajah Baekhyun lembut, pada
sipitnya yang sedikit membengkak, pada garis hidungnya, kedua belah pipinya yang penuh
terakhir pada sepasang belah lunak tipis milik lelakinya itu.
"Kau tau aku sangat mencintaimu 'kan?" Chanyeol mustinya tak harus bertanya untuk sebuah
jawaban yang nyatanya telah dia ketahui, Mungkin Baekhyun telah bosan mendengarnya
ribuan kali namun kenyataannya si mungil itu senang mendengarnya.
"Sudah kukatakan berbicara manis seperti ini tidak cocok dengan gayamu." Baekhyun
menjawab dalam godaan. "Tapi harus kuakui aku menyukainya."
Baekhyun menjadi yang pertama menjemput bibir Chanyeol dalam pangutan, melumat kedua
belah lunak tebal milik prianya mencoba meresapi tiap jengkal kelembutan miliknya.
"Ingin bercinta?" Baekhyun bertanya disela. Tatapannya penuh godaan membuat Chanyeol
gemas dan benar tak mempu menahan diri untuk sebuah pangutan yang lain, lebih keras dengan
mulut terbuka akan liur yang menetes.
"Kemari kau kelinci nakal." Chanyeol dengan mudah menarik Baekhyun lantas menempatkan
lelaki itu di atas pangkuannya.
"Hya—" Baekhyun menahan pekikan terkejut, sedetik kemudian tertawa dan kembali menarik
belah bibir Chanyeol kepada miliknya.
"Menurutmu apa zombie-zombie itu tertarik dengan mobil yang bergoyang?" Baekhyun
bertanya.
Chanyeol menyeringai dengan tatapan menyebalkan dimata Baekhyun, "Ingin mencobanya?"

Malam telah menjemput semakin larut ketika pusat kota Seoul telah di tinggalkan di belakang
sana. Papan petunjuk rute jalan memperlihatkan akan kota Gimpo namun Chanyeol memilih
untuk membelokkan mobilnya pada arah yang berlawanan. Kawasan pinggiran kota dilewati
mobil kini dengan pemandangan jalan layang yang terlihat semak oleh mobil-mobil di atas
mereka tanpa bergerak sedikitpun.
Jalanan beraspal itu terlihat semakin kecil dengan pohon-pohon besar tumbuh berdampingan
pada sisinya. Di balik pepohonan itu terdapat lahan perkebunan, datarannya sedikit tinggi
dengan berbagai macam sayuran tumbuh subur disana.
Udara terasa semakin terasa dingin menggigit. Chanyeol membelokkan mobilnya lagi
meninggalkan jalanan beraspal masuk ke antara celah pohon-pohon di pinggir jalan.
"Ada apa?" Baekhyun bertanya bingung. "Permasalahan yang sama, bensin." Chanyeol
mendesah. "Malam ini kita tidur di mobil dan mencari mobil yang lain saat pagi nanti." Itu
bukan ide yang bagus namun mereka tidak memiliki pilihan. Mesin mobil dimatikan, jendela
sedikit diturunkan membiarkan udara luar masuk ke dalam transportasi darat itu.
"Disana ada pondok." Baekhyun berkata sembari menunjuk sebuah bangunan di antara
tumbuhan sayuran itu.
Chanyeol melihatnya juga, menatap lama bangunan itu dalam ragu.
"Mungkin itu pondok yang digunakan pekerja saat beristirahat." Katanya.
"Menurutmu apakah ada orang disana?" Baekhyun mengalihkan pandangannya kepada
Chanyeol.
Pria itu memberikan gelengan lalu menurunkan jok yang di dudukinya menjadi lebih rendah.
"Kau tau apa yang kupikirkan?"
"Hm?"
"Mungkin disana pemiliknya menyimpan sedikit makanan." Pria itu tertawa di akhir. Setelah
apa yang dilewatinya, Chanyeol baru menyadari dia belum memasukkan apapun ke
lambungnya sejak siang tadi.
"Kita pergi tanpa sempat mengambil apapun." Baekhyun sedikit banyak merutuki
kebodohannya. Karena panik mereka tak sempat memikirkan apapun kecuali menyelamatkan
diri keluar dari gedung itu. "Dan kita malah bercinta dan membuat lelah terasa semakin double
saja.", Baekhyun tak benar-benar serius untuk ujaran terakhir.
Bibir tipis terkulum berusaha keras menyembunyikan senyum
"Apa ini, ajakan bercinta lagi eh?" Chanyeol kembali menyeringai.
"Kau mesum!" Baekhyun mencibir berpura-pura cemberut.
Suara berat Chanyeol menyambut dalam kekehan di dalam mobil itu. Baekhyun melirik
detektif itu lagi dengan hal yang dia pikirkan di dalam kepalanya.
"Kau seharusnya tidak ikut pergi Chanyeol." Baekhyun menatap sisian wajah pacarnya dengan
lembut. "Kau tidak tergigit.",
Chanyeol balas menatapnya dengan kerutan pada kening. "Lalu akan membiarkanmu pergi
seorang diri begitu?" mata bulat Chanyeol memicing. "Menurutmu aku ini sinting atau gila?"
Ada nada tak suka terselip namun taunya Baekhyun malah menyukai hal itu.
"Kau hanya terlalu menyukaiku.'
"Mencintaimu." Chanyeol mengoreksi cepat. Baekhyun menyambut dalam tawa. Posisinya
dibawa menyamping guna mampu menatap Chanyeol sepenuhnya.
"CDC menjadi tempat sempurna untuk bersembunyi."
"CDC tidak," Chanyeol menggeleng. "Nyatanya tempat itu menjadi lebih menyeramkan
dibandingkan diluar sini."
"Lagipula disana sangat membosankan." Baekhyun bersungut. "Ingat tidak apa yang kukatakan
dulu? Tentang keinginanku?"
"Menjadi backpacker?"
"Ya!" Baekhyun tertawa. "Kupikir digigit membuatku menjadi sedikit miring, bagaimana
mungkin aku berpikir kita bisa melakukan perjalanan keliling Korea dengan keadaan seperti
ini." Baekhyun berdecak untuk dirinya sendiri.
"Ayo kita lakukan." Chanyeol berucap.
"Huh?"
"Keliling Korea Selatan." Chanyeol menjawab, "Tanpa budget sepeser pun karena kita hanya
perlu menjarah apapun yang kita temui."
"Wah teladan sekali detektif Park ini hm..." Baekhyun menarik ujung hidung Chanyeol main-
main. "Tapi tawaranmu menggiurkan juga."
Keduanya sontak tertawa bersama mengisi ruang sempit kenderaan darat itu. Untuk sesaat
mencoba mengabaikan pelik keadaan yang tengah mereka jalani.

Chanyeol tersentak dalam tidurnya dan lekas memeriksa Baekhyun yang masih tertidur pada
sisi jok di sampingnya. Lelaki itu terlihat lelap dengan deru nafas tenang dan wajah polos
mengarungi mimpi,
Baekhyun tertidur seperti hari lalu, lelaki itu tidak meninggal, dia masih berada disini bersama
Chanyeol kenyataan gigitan itu tak mengubahnya menjadi makhluk pemakan manusia.
Baekhyun masih disini bersama Chanyeol dan dia benar baik-baik saja.
Chanyeol mendesah lega berbanding terbalik dengan tubuh pegal dan mata panas kurang tidur.
Dia menurunkan kaca mobil lagi membiarkan udara pagi menyusup kian bebas mengisi paru-
parunya. Chanyeol merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku sesaat disaat
bersamaan sebuah deru mobil terdengar di kejauhan.
Sebuah minivan lewat dengan kecepatan tinggi membelah jalanan. Suaranya sedikit keras
menarik perhatian zombie turun ke jalanan mengikuti asal suara itu.
Jumlah mereka sekitar 4 berjalan lambat dengan suara geraman yang berhasil menyadarkan
kantuk Chanyeol seketika.
Pagi yang lain telah di mulai kembali dan Chanyeol lekas menyadari jika pelarian mereka
masihlah berlanjut.
"Baekhyun... sayang..." Chanyeol memanggil pacarnya itu dengan suara serak terdengar.
Tenggorokan Chanyeol terasa kering tak di lewati oleh setetes air pun. Dia berdehem berulang
dan Baekhyun lekas terjaga olehnya.
"Sudah pagi?" Baekhyun merenggangkan ototnya lalu menegakkan tubuhnya kemudian.
"Ya, ayo kita harus pergi." Chanyeol meraih tas ransel pada jok belakang sebelum turun dari
mobil.
Baekhyun mengikutinya sembari menguap oleh kantuk yang masih mendera.
Chanyeol melihatnya tersenyum. Baekhyun selalu menggemaskan terlebih ketika bangun tidur
dengan wajah bantal membuat matanya yang sipit kian sipit terlihat. Gemas, Chanyeol
mengusak puncak kepala lelaki itu sesaat sebelum membuka tas meraih dua pistol yang sempat
dibawanya.
Dia memberikan satu kepada Baekhyun yang diterima cepat oleh lelaki itu.
Hawa dingin udara pagi terasa menyegarkan pun dengan keadaan perdesaan dengan rimbun
pohon membuat keadaan itu terasa menenangkan. Kedua pria dengan perbedaan tinggi badan
mencolok itu berjalan beriringan meninggalkan mobil lalu menaiki tanjakan menuju
perkebunan sayuran.
Pagar kawat terlihat menggelilingi lahan perkebunan itu. Pada beberapa sisi, pagar itu rusak
jatuh menimpa bedengan membuat sayuran kubis itu rusak karenanya.
Keduanya masuk melalui celah terbuka itu dan menelusuri jalanan tanah lembab pada sisi
bedengan menuju pondok yang ada di tengah-tengah perkebunan.
Chanyeol menggenggam erat pistolnya dan mengarahkan moncong senjata api itu dengan sigap
ke segala arah. Baekhyun melakukan hal yang sama, berjalan pelan menuju sisian pondok
memastikan tak ada mayat hidup berada di lahan itu pula.
Chanyeol menaiki pondok, beringsut pada dinding lalu perlahan membuka pintu. Suara deritan
terdengar kala pintu kayu itu terbuka memperlihatkan apa yang ada di dalam sana.
Pondok itu nyatanya berisikan penyimpanan alat-alat pertanian, keadaannya sedikit kotor dan
Chanyeol tak menemukan makanan apapun yang dia harapkan disana.
Baekhyun pada sisi pondok berjalan pada belakang bangunan kecil itu. Tanaman tomat menjadi
apa yang menyambut pandangannya pertama kali, sayuran bulat itu terlihat menggantung pada
dahannya yang kecil nyatanya berhasil menciptakan binar pada sepasang sipit Baekhyun.
Baekhyun berjalan mendekat memetik satu lalu melahap tomat itu dengan rakus. Rasa manis
asam terkecap memanjankan lidahnya yang terasa pahit. Baekhyun memetik satu tomat lagi
dan menikmatinya dengan hikmat.
Pandangannya berpendar pada sisi lain menemukan bedengan wortel terlihat di samping
bedengan tanaman tomat. Daunnya lebat, ketika Baekhyun tarik sayuran berbentuk panjang
berwarna oren itu menciptakan senyum kian merekah pada bibirnya.
"Baekhyun?" suara Chanyeol terdengar memanggil.
Perhatian Baekhyun teralih pada pria itu, bangkit dari posisinya Baekhyun segera menemui
Chanyeol pada bagian utama pondok itu.
"Tidak ada apapun disini." Chanyeol berkata dengan nada kecewa,
"Ada kok," Baekhyun menyahut. Dia memperlihatkan tomat di tangan yang telah dia gigiti dan
memberikannya kepada Chanyeol.
"Dimana kau mendapatkan ini?" Chanyeol bertanya takjub. Sayuran itu, lekas dia masukkan
pada mulutnya dan mengunyahnya dengan suka, hati.
"Dibelakang. Apa yang kau temukan?" Baekhyun balik bertanya.
"Hanya sabit dan parang dan beberapa cangkul."
Baekhyun memasuki pondok itu dan menemukan semua benda tajam yang Chanyeol katakan
benar ada disana. Baekhyun menyimpan pistolnya dibalik pinggang sebelum mengambil dua
parang yang tersimpan pada rak. "Suara pistol hanya akan menarik perhatian mereka semakin
banyak," Baekhyun berkata sembari menyerahkan satu benda tajam itu kepada Chanyeol. "Kita
bisa menggunakan ini sebagai senjata."
Chanyeol menerimanya dengan satu alis naik pada kening. Dia menatap Baekhyun dan parang
itu berulang sebelum tersenyum, sedikit takjub atas ide pacarnya itu. "Mengapa aku merasa
kau semakin pintar?" Chanyeol terkekeh dalam godaan.
"Yak!" Baekhyun berseru kesal akan ejekan itu. "Tapi berhubung aku sedang senang jadi aku
akan menghukummu kapan-kapan." Dia tertawa di akhir, "ayo kita panen sayuran kita."
Chanyeol ikut tertawa sedang langkah mengikuti pacarnya itu menuju belakang pondok.
Keduanya mulai memetik tomat sambil sesekali menikmati sayuran berwarna merah itu.
Kandungan air di dalam tomat berhasil menghilangkan dahaga haus pun mampu mengganjal
perut yang kosong sejak kemarin siang.
"Baekhyun disini ada timun juga, kau mau?" Chanyeol memetik satu seraya memperlihatkan
sayuran panjang itu kepada Baekhyun.
Baekhyun mendelik dengan laser merah transparan menghujani Chanyeol dalam
ketidaksukaan.
"Bawa dia kesini dan kau tak boleh menciumku sampai kapanpun!", Baekhyun mengancam
Chanyeol tidak takut, alih-alih tertawa seraya menyomotnya dalam gigitan.
"Ah segarnya."
"Park Chanyeol!"
….
Pada sisi belakang lahan perkebunan itu terdapat aliran sungai dengan jembatan kayu sebagai
akses jalan di atasnya. Hutan menyambut pada sisi kanan kiri membuat kayu jembatan itu kotor
oleh daun-daun kering yang berguguran.
"Ya Tuhan..." Baekhyun menahan pekikan menangkap apa yang dilihatnya.
Pada sungai itu beberapa zombie tersebar disana. Sebagaian tubuh, mereka putus tanpa kaki
berusaha merangkak menaiki tanjakan dengan tangan menggapai kala Chanyeol dan Baekhyun
lewat. Beberapa telah mati dengan potongan tubuh tak utuh menarik perhatian lalat oleh bau
busuk yang menguar dari sana.
"Mereka mungkin pemilik perkebunan ini..." Chanyeol nyaris bergumam mengatakan
kesimpulan miliknya.
"Apa yang sebenarnya terjadi disini?"
Pertanyaan itu merupakan milik mereka berdua. Tak ada jawaban pasti yang mereka dapatkan
sedang langkah tertarik menjauh dari sana. Keduanya berjalan menuju jembatan, melewati
sungai pada sisi lain, lahan perkebunan itu.
Pagar kawat masih terlihat menggelilingi lahan perkebunan itu memenjarakan beberapa
zombie yang ada di dalam perkebunan. Suara geraman mereka ribut pada udara dengan suara
gigi beradu lapar untuk daging-daging segar milik Chanyeol dan Baekhyun.
Kedua orang itu lekas memacu langkah meninggalkan sekumpulan zombie pada pagar dan
menjauhi lahan perkebunan untuk mencari jalan utama.
Pemukiman penduduk terlihat di kejauhan. Rumah-rumah terlihat rapat dengan zombie terlihat
memenuhi tempat itu. Keduanya segera berbelok masuk pada jalan setapak lagi pada hutan
dengan parang tergenggam erat pada masing-masing tangan.
Terik matahari terasa membakar kulit juga haus dan lapar kembali menguasai. Tomat tomat itu
telah habis menyisakan rasa asam yang tertinggal pada lidah.
"RRRWWW!" suara geraman terdengar pelan.
Satu zombie terlihat tepat di depan mereka, berbalik arah ketika menangkap sosok Chanyeol
dan Baekhyun yang menuju kearahnya.
"Aku akan mengurusnya." Chanyeol berkata seraya mendekati zombie itu lalu dalam satu
ayunan tangan mengarahkan parang itu tepat pada kepala.
Zombie itu segera rubuh pada rumput dengan cipratan darah menitik pada bagian depan
pakaian Chanyeol. Baekhyun berlari menghampiri dan kembali melanjutkan langkah
menelusuri jalan setapak itu.
"Kita benar-benar seperti backpacker." Baekhyun berkata mengisi keterdiaman mereka.
"Haruskah kita mendirikan tenda disini?" gurauanya.
"Dengan api unggun dan marshmallow bakar." Chanyeol menimpal.
"Kita tidak memiliki marshmallow." Sahut Baekhyun. "Tidak usah pakai marshmallow saja."
Chanyeol merangkul pundak Baekhyun dengan langkah perlahan melambat, "Oh, kau dengar
sesuatu?"
Langkah Chanyeol terhenti sepenuhnya seraya menajamkan, pendengarannya. Baekhyun
melakukan hal serupa dan benar mendapati suara yang Chanyeol maksudkan itu.
"Suara sungai."
Itu merupakan aliran sungai yang berasal dari sungai yang sama dengan sungai yang mereka
temui sebelumnya. Yang membedakan adalah tanpa potongan tubuh zombie kecuali daun
rontok yang memenuhi pinggiran sungai itu.
Baekhyun turun pertama kali diikuti Chanyeol yang membelalak terkejut atas apa yang di
lakukan oleh pacarnya itu.
"Baek,"
Baekhyun tak mendengarkan turun ke sungai lalu membasuh wajahnya dengan air itu.
"Akhh segarnya." Baekhyun berseru dengan wajah dan rambut basah. "Chanyeol kesini!"
ajaknya. Chanyeol turun, matanya menatap menyeluruh pada sekitaran sembari meletakkan tas
ranselnya pada batu sebelum bergabunt dengan Baekhyun di dalam sungai.
"Backpacker juga harus mandi di sungai." Baekhyun berceloteh seraya menyipratkan air
kepada Chanyeol.
"Yak!" pria itu pura-pura kesal dalam delikan. Sedetik kemudian balas menyiprati Baekhyun.
Sekujur tubuh keduanya basah dengan aura kesegaran memanjakan tubuh-tubuh lelah itu.
"Sebentar lagi gelap," Chanyeol berkata sembari menarik Baekhyun dari sungai. "Kita harus
menemukan tempat untuk bermalam" Ujarnya lagi.
Baekhyun mengangguk menyetujui seraya membuka tas rancel menarik keluar pakaian kering
yang ada disana. Keduanya berganti pakaian dengan cepat lalu naik kembali ketika jingga
benar telah terlihat pada ufuk barat.
Keduanya keluar dari hutan dengan rambut basah dikeringkan oleh tiupan angin yang mulai
terasa dingin. Jalanan beraspal itu sepi dan terlihat kotor oleh sampah yang tersebar banyak.
Suasana semakin sepi ketika matahari kian dalam beranjak. Suara jangkring dan serangga,
serangga yang lain terdengar pelan mengiringi langkah keduanya.
Chanyeol merangkul Baekhyun seraya mengusap lengan lelaki itu berusaha menyalurkan
hangat pada tubuh si mungil.
Ujung jalan beraspal itu terpotong oleh rel kereta api dengan sebuah bangunan pos jaga terlihat
di sisi jalan. Lelah keduanya tertiup hilang oleh tapakan semangat mendekati bangunan itu.
Pos itu kosong tanpa pintu dan dipenuhi oleh sampah plastik. Di dekatnya terdapat sebuah
bangunan yang lain, lebih besar dengan kaca jendelanya pecah berhamburan dibawahnya.
Keduanya menjauh dari pos jaga menuju bangunan yang lebih besar itu. Di dalamnya gelap
pun dengan pintu rusak.
Baekhyun memberikan gelengan dan Chanyeol segera paham untuk kembali melanjutkan
langkah. Keduanya menulusuri rel kereta kini dan menemukan bangunan-bangunan yang lain.
Chanyeol bergerak cepat menuju satu yang paling dekat sedang Baekhyun memeriksa
sekitarannya. Bangunan itu merupakan rumah, halamannya berantakan dengan sampah dan
cipratan darah menempel banyak pada dinding-dinding luarnya.
Chanyeol membuka pintu perlahan lalu mengetuknya dua kali. Baekhyun menatap pria itu
terkejut, detik berlalu tak ada suara geraman apapun yang terjadi. Baekhyun mendekati
Chanyeol masuk ke dalam rumah dan mulai menyisir ruangan yang ada di dalam sana.
"Ugh!" bau busuk menyambut.
Pada lorong seonggok tubuh membusuk menyambut indera dengan kepala pecah bercecer pada
lantai. Di tangannya terdapat sebuah pistol yang cepat Chanyeol ambil. Kosong tanpa amunisi.
Baekhyun hendak muntah namun menahan apapun yang hendak keluar dari mulutnya. Dia
menutup pintu hati-hati kembali mengikuti langkah Chanyeol masuk ke dalam kediaman itu
memeriksa seluruh ruangan.
"Kita bisa bermalam disini." Chanyeol berkata.
Baekhyun menyergit memandangi dalam keremangan rumah itu, dia, masuk ke dalam satu-
satunya kamar yang ada disana meraih seprai yang membalut tempat tidur lalu menutupi mayat
tanpa kepala itu.
"Bantu aku Chan." Baekhyun memegang kedua kaki mayat itu dibantu Chanyeol menyeretnya
keluar. Tubuh membusuk itu mereka biarkan begitu saja di depan pintu sebelum masuk
kembali ke dalam rumah.
Aroma busuk itu sedikit banyak berkurang dengan sisa darah dan otak pada lantai dan dinding.
"Ya, kita bisa bermalam disini." Sahut Baekhyun kemudian.
Chanyeol tertawa melihat ekspresi Baekhyun. Ransel yang di panggulnya dia letakkan pada
lantai lalu meraba dinding mencari saklar. Arus listrik taunya masih tak berfungsi, Chanyeol
beralih menghidupkan kompor sedikit membantu penerangan pada dapur.
Rumah itu kecil dengan dapur menyatu dengan ruang tamu. Terdapat sebuah kamar dan kamar
mandi pun keadaan berantakan ditambah bau busuk yang tubuh pemilik tempat itu.
Baekhyun bergerak mengambil satu panci yang paling besar yang ada pada rak lalu mengisinya
dengan kertas yang dia bakar sebagai alternative penerangan yang lain.
Keduanya masuk ke dalam kamar sedikit banyak meredam bau busuk yang ada di lorong sana.
"Lelah sekali." Baekhyun menjatuhkan tubuhnya begitu saja pada tempat tidur dan merasakan
nyaman luar biasa menyapa punggungnya yang nyaris retak.
"Tidak lapar?" Chanyeol bertanya.
"Dan lapar sekali." Baekhyun menyelutuk, "Mungkin dia berbaik hati meninggalkan beberapa
makanan sebelum bunuh diri."
"Aku akan memeriksa dapur lagi." Kata Chanyeol.
"Aku ikut." Baekhyun bangkit dari posisi berbaringnya. Pandangannya berpendar pada seisi
kamar, membuka laci berharap menemukan sesuatu yang mungkin dia butuhkan. Pada laci
pertama Baekhyun menemukan sebuah figura dengan kaca pecah, di dalamnya terdapat objek
seorang pria berseragam kepolisian merangkul seorang wanita di sampingnya.
Baekhyun menatapnya lama seketika terlintas akan sosok mayat yang mereka temui di lorong.
"Dia pasti pemilik rumah." Baekhyun bergumam pelan.
Baekhyun mulai berpikir ada berapa banyak orang yang tersisa sejak wabah ini dimulai. Hari
telah berlalu, minggu bahkan bulan dengan mayat hidup dimana-mana. Beberapa mungkin
selamat sama seperti dirinya dan Chanyeol, namun beberapa orang itu memilih untuk menyerah
dengan berbagai macam alasan yang berkecamuk dalam pikiran masing-masing.
Baekhyun tak ingin menyalahi. Dia telah kehilangan banyak orang sebelum wabah ini, lalu
kemarin baru saja kehilangan Sehun satusatunya saudara yang dia miliki. Baekhyun berpikir
bagaimana jika Chanyeol tak bersamanya... mungkin Baekhyun akan melakukan hal yang sama
pula seperti pria dalam figura itu.
Menyerah. Baekhyun mendesah pelan menyadari apa yang tengah menggeluti pekirannya.
Figura itu kembali dia simpan pada laci sebelum menemui Chanyeol di dapur.
Chanyeol di dapur kembali menghidupkan kompor dan ikut melakukan hal yang sama akan
Baekhyun-membakar kertas di dalam panci lalu membuka kulkas dan kabinet dapur.
Namun tak ada apapun yang mereka temukan untuk dijadikan makanan.
"Dia pasti bunuh diri setelah kelaparan berhari-hari." Baekhyun berujar menyadari gurat
kecewa dari Chanyeol.
"Setidaknya dia masih memiliki air untuk bisa di minum." Chanyeol menunjuk keran air pada
bak cuci.
Baekhyun terkikik pelan dan menerima segelas air mentah itu dalam tegukan.
"Kita bisa mencari makanan besok pagi sangat berbahaya keluar saat gelap seperti ini."
Baekhyun berkata setelah menghabiskan seisi gelas itu. "Dan juga kita tak tau sebenarnya
tempat ini, jika pemukiman pasti zombie memenuhi tempat ini juga."
"Benar." Chanyeol mengangguk menyetujui. "Sekarang ayo tidur." Keduanya kembali masuk
ke dalam kamar berbagi tempat tidur yang ada di dalam ruangan itu. Api di dalam panci di
padamkan menyisakan pekat mengisi indera keduanya, perlahan menjemput ke dalam mimpi.

Baekhyun tak mendapati Chanyeol ketika dia terbangun pagi itu. Baekhyun bangkit dengan
cepat, tergopoh keluar dari kamar mencari sosok tinggi itu disana.
"Chanyeol?" Baekhyun memanggilnya. Namun sosok itu tak berada di manapun, di dapur juga
kamar mandi. Baekhyun segera menuju pintu dan mendapati kenopnya terbuka dengan suara
deru mesin terdengar dari samping kediaman itu.
Baekhyun urung untuk keluar alih-alih masuk kembali mengambil parang miliknya sebelum
beringsut mendekati asal suara. Tubuhnya merapat pada dinding dengan langkah pelan
mengintip dan sosok Chanyeol terlihat disana.
"Chanyeol?" Baekhyun memanggil pria itu dengan hembusan nafas lega. Parang di tangan dia
simpan pada sisi tubuh seraya mendekati Chanyeol. "Apa yang kau lakukan?"
"Baekhyun kau sudah bangun?" Chanyeol balik melempar tanya. "Lihat apa yang kutemukan."
Chanyeol menunjuk sebuah sepeda motor yang luput Baekhyun perhatian. Kenderaan roda dua
itu bergetar pelan dengan suara mesin berderu terdengar.
Senyum detektif itu tertarik lebar menulari Baekhyun untuk ekspresi serupa.
"Ayo kita pergi." Ajaknya kemudian.
Baekhyun memberikan anggukan lalu masuk ke dalam rumah mengambil tas ransel milik
Chanyeol. Dia memanggulnya pada punggung menghampiri Chanyeol yang telah bersiap di
atas kenderaan roda dua itu.
Baekhyun menempatkan dirinya duduk pada jok belakang sedang tangan membelit perut
Chanyeol dalam pelukan. Roda motor bergerak pelan menyisir jalanan pemukiman itu.
Samping kanan kiri terlewati dengan perumahan penduduk yang kosong tak berpenghuni.
Beberapa zombie terlihat dari balik pagar yang rusak perlahan berjalan mendekat motor itu
pada jalanan.
Baekhyun hanya melihatnya sekilas dan Chanyeol pun hanya melewati mayat hidup itu dengan
tenang. Udara pagi mulai terasa hangat dengan matahari mulai terlihat menghiasi bumi kembali.
Semburat orennya menyinari wajah dua anak Adam itu mengantar mereka memasuki kawasan
selanjutnya setelah pemukiman itu dilewati.
"Aku ingat tentang tugas laporan yang harus aku kerjakan," Baekhyun dari belakang
menyeletuk tiba-tiba. "Karena aku bisa mengetik dengan cepat aku selalu diberikan tugas
membuat laporan."
"Kau pasti merindukan kuliah hm?" Chanyeol menyahut.
"Tidak!" Baekhyun menggeleng, "aku tidak pernah mau masuk kuliah jika Paman Park tidak
memaksaku." Sahutnya. "Tapi yah... kupikir tidak buruk juga."
Chanyeol berbelok mengikuti arus jalanan beraspal memasuki kawasan pertokoan kemudian.
Rasa lapar yang meraung sejak kemarin kian ricuh, mengetuk lambung ketika indera
menangkap jejeran toko-toko itu.
"RRRWWWW-" suara geraman terdengar. Pada lorong toko zombie terlihat memaksa
Chanyeol untuk kembali mamacu kenderaan sepeda motor itu untuk bergerak.
"Kita bisa berhenti disana Chan." Baekhyun menunjuk satu toko terakhir di depan mereka
dengan pagar tinggi sebagai batas di sampingnya. Chanyeol menurut, laju motor dia hentikan
lalu memarkirkan kenderaan itu di antara celah toko dan tembok.
"Laut?" Baekhyun memekik seraya mendekati tembok mengintip melalui celah kawat pagar
pada sisi lain. Chanyeol mengikuti pacarnya itu dan sama melebarnya akan Baekhyun.
Suara deru laut terdengar sayup-sayup di antara sunyi yang menghinggapi. Ada sebuah tanggul
tinggi sebagai batas jalanan beraspal yang dibangun menghalau pesisir laut itu. Di dekatnya
terdapat beberapa kapal, tidak terlalu besar berjejer banyak pada tanggul itu.
Chanyeol menebak itu merupakan kapal milik nelayan atau tempat yang mereka singgahi ini
merupakan sebuah pelabuhan kecil.
"Chanyeol ada seseorang yang datang " Baekhyun dalam bisikan berkata, matanya yang sipit
melebar menatap Chanyeol dengan satu tangan, menunjuk seseorang yang di lihat baru saja
melewati pagar.
"Zombie?" Chanyeol ikut menunduk memperhatikan.
"Bukan," Baekhyun menggeleng. "Orang yang selamat."
Keduanya saling bertukar pandang. Jika memang itu adalah orang yang selamat maka ini
menjadi kali pertama mereka bertemu dengan seseorang sejak keluar dari CDC. Itu jelas
merupakan hal yang bagus, setidaknya memikirkan masih ada orang yang selamat tak hanya
mereka berdua saja di bumi ini.
"Ayo," Chanyeol bergerak pertama kali menelusuri sisa jarak antara toko dan pagar pembatas
mengikuti sosok asing itu. Dia seorang pria dengan sebuah tas besar pada punggung bergerak
lincah memasuki areal pertokoan.
Beberapa zombie yang lewat dia halau mudah dengan kayu runcing di tangan membunuhnya
tepat pada kepala. Dia lalu masuk pada salah satu lorong tanpa menyadari dua zombie pada sisi
lain bergerak mengikutinya.
"Di sampingmu!" Baekhyun tak sadar berseru dalam keterkejutan lalu berlari ikut masuk ke
dalam lorong.
"Baekhyun!" Chanyeol memanggil terkejut pacarnya itu dan ikut berlari menyusul.
Pria asing itu menoleh cepat dan membola mendapati zombie mendekatinya. Dia terjerabab
jatuh pun kayu di tangan terlepas dalam genggaman.
"RRRRWWWWW!" dua zombie itu menggerubinya dengan cepat.
Baekhyun semakin cepat memacu langkah dengan parang dalam genggaman erat lalu
mengayunkannya dalam satu tebasan.
KRAK!
Satu tengkorak itu terbelah diikuti tubuhnya ambruk menimpa jalan. Baekhyun mengayunkan
parangnya sekali lagi pada satu zombie yang tersisa menebas kepala itu lepas dari lehernya.
KRAKI
Baekhyun menatap sekilas kepala dengan mata yang masih bergerak juga mulut mengeluarkan
geraman itu sebelum beralih pada sosok asing yang baru saja di selamatkannya. "Kau baik-
baik saja?" Baekhyun bertanya kepada pria asing itu. Dia mengulurkan satu tangannya
membantu pria itu bangkit yang disambut cepat.
"Terima kasih." Pria itu berucap dengan sisa ketakutan mengisi air wajahnya.
"Baekhyun!" suara Chanyeol terdengar memanggil diikuti sosoknya yang baru saja sampai
pada lorong. Matanya yang bulat nyaris meloncat jatuh, sedetik kemudian membuang nafas
lega mendapati lelaki bertubuh mungil itu benar baik-baik saja.
Pintu samping toko itu tiba-tiba terbuka dengan sosok perempuan terlihat di balik sana.
"Yak Kim Jongdael" perempuan itu berseru dalam pelototan. "Kupikir kau sudah mati di
makan makhluk itu!"
"Tapi aku tidak," yang dipanggil Kim Jongdae memberikan cengiran. "Dia menolongku."
Jongdae menunjuk Baekhyun.
"RRRRWWWW!"
"Mereka datang lagi." Chanyeol memberitau pada zombie yang datang mendekat.
"Cepat masuk!" perempuan itu menunjuk toko dengan pintu terbuka, Jongdae menyusulnya
pertama kali lalu menatap Baekhyun dan Chanyeol. "Cepat." Serunya.
Baekhyun menarik Chanyeol ikut masuk ke dalam sana dengan debuman pintu terdengar tepat
setelah zombie-zombie itu memasuki lorong.
Seorang pria yang lain terlihat di dalam toko, ekspresi wajahnya sama panik akan perempuan
itu sedang Jongdae lagi memberikan cengiran. Dia beralih kepada Baekhyun dan mengulas
senyum kepada lelaki itu.
"Sekali lagi terima kasih," dia berujar seraya mengulurkan tangan. "Aku Kim Jongdae," lantas
memperkenalkan diri.
"Itu bukan apa-apa," Baekhyun menjawab lalu menyambut uluran tangan itu, "Aku Byun
Baekhyun." Baekhyun balik memperkenalkan diri. "Ini Park Chanyeol, pacarku." Dia
memperkenalkan Chanyeol pula.
Dua orang itu berjabat tangan kemudian.
"Ini Sowon dan ini Yixing, temanku." Jongdae beralih pada sisa orang yang lain, dia menunjuk
satu-satunya perempuan yang ada disana lalu, kepada sisa pria yang lain.
"Kita harus cepat sebelum air mulai pasang," Sowon berkata, "Kemarikan tasmu." Katanya
pada Jongdae. Jongdae memberikan tas besar yang dibawanya dan membiarkan Sowon
memasukkan barang yang telah dikumpulkan ke dalam tas itu.
Chanyeol dan Baekhyun saling bertukar pandang menyadari betul jika kehadiran ketiga orang
asing yang baru mereka temui pun sama halnya dengan mereka. Mencari bahan makanan.
"Omong-omong kalian dari mana?" Jongdae kembali menghadap Chanyeol dan Baekhyun.
"Kami dari Gwangju." Chanyeol menjawab. "Gwangju? Wah jauh sekali," pria itu berdecak
takjub. "Lantas dimana kamp kalian?"
"Kamp?" Chanyeol dan Baekhyun mengulang bersamaan. "Oh, kalian tidak?" Jongdae kembali
menatap takjub.
"Kalian punya kamp?" Baekhyun balik melontar tanya.
"Ya di pulau Hado." Itu Sowon yang menjawab.
"Pulau?" untuk kesekian kalinya Chanyeol dan Baekhyun mengulang bersamaan.
"Ya," Jongdae memberikan anggukan. Dia menuju jendela kaca yang pecah menunjuk sebuah
bayang di tengah laut. "Kalian lihat pulau itu? Kami membuat kamp disana."
Chanyeol dan Baekhyun membawa langkah kaki mendekat pada jendela dengan mata menyipit
menemukan sebuah pulau yang Jongdae katakan,
Kedua orang dengan perbedaan tinggi kontras itu kembali bertukar pandangan sesaat. Hazel
keduanya bergerak pelan seolah berbicara untuk satu sama lain. Baekhyun memberikan
anggukan sekali membiarkan Chanyeol berbicara dengan Jongdae untuk kesimpulan telepati
yang mereka lakukan.
Chanyeol berdehem sekali, menatap Jongdae lalu Sowon juga Yixing di dalam ruangan itu
sebelum bertanya dengan suara nyaris tak terdengar.
"Bolehkah kami bergabung dengan kalian?",

bersambung
full of chanbaek wkwkkw
makasih udah baca see you lagi~
Chapter 13
BAGIAN 13: DUNIA TERAKHIR

Pulau Hado merupakan satu dari pulau-pulau kecil tak berpenghuni yang ada di semenanjung
Korea Selatan. Pulau itu berada di lautan Deoksin, tepatnya pada kecamatan Seondong.
Seondong sendiri merupakan kota kecil terpencil membuatnya tertinggal pun ketika wabah
virus itu menyerang.
Bagi Jongdae dan teman-teman sekampusnya yang tergabung dalam kelompok pecinta alam,
menjelajah tempat seperti Pulau Hado jelas merupakan sebuah tempat yang selalu ingin mereka
datangi.
"3 hari tidak mengakses internet benar-benar membuat kami ketinggalan jaman," Sowon
berbicara sembari mengunyah roti yang di ambil sebelumnya di toko. Perempuan itu duduk di
samping Jongdae berhadapan dengan Baekhyun dan Chanyeol yang menikmati roti dengan
lahap. Yixing sendiri berada pada kemudi, menjalankan kapal nelayan itu dengan ahli.
"Bayangkan ketika kami kembali dari pulau Hado dunia tiba-tiba saja kiamat." Sambungnya.
"Kami bersama dengan 7 teman yang lain berpisah untuk menemui keluarga masing-masing,
aku beruntung bertemu dengan keluarga di jalan yang juga tengah mencariku di pulau Hado."
Cerita Jongdae.
"Semua orang berencana pergi Seoul namun jalanan benar-benar macet sedang pemakan
manusia itu berada dimana saja. Aku tak memiliki tempat tujuan yang lain dan hanya
terpikirkan pulau Hado saja. Jadi aku kembali kesana bersama keluargaku, nyatanya Sowon,
Yixing juga Yuju, teman kami yang lain juga berpikir untuk melarikan diri kesana."
"Kita beruntung memiliki Yixing, dia benar-benar pandai mengemudikan kapal. Kupikir dia
bercanda ketika mengatakannya." Sowon tertawa disambut Jongdae juga Chanyeol dan
Baekhyun.
"Jadi ini kapal kalian?" Chanyeol bertanya setelah menyelesaikan satu potong roti miliknya.
"Tidak, kami menemukan kapal ini di pelabuhan. Ini kapal milik nelayan." Itu Yixing yang
menjawab. Pria dengan lesung pipi tunggal itu tersenyum seraya menempatkan dirinya
bergabung pada kelompok kecil itu.
"Katanya kalian dari Gwangju?" Yixing bertanya kemudian.
"Benar," Baekhyun menjawab. "Kami pergi ke Seoul dan berada di CDC selama beberapa
minggu." Ujarnya.
"CDC?" ketiganya memekik bersamaan. "Berita terakhir yang kami dengar CDC telah
memiliki obatnya?"
Chanyeol dan Baekhyun bertukar pandang sesaat sebelum memberikan gelengan sebagai
jawaban. Senyum ketiga orang itu meluntur diikuti pundak ikut merosot pula.
"Kami meninggalkan CDC ketika tempat itu juga di serbu zombie." Chanyeol berkata dusta
tak ingin mengatakan apa alasan mereka pergi dari tempat itu. Tentu saja dengan alasan
Baekhyun yang tergigit sedang keduanya tak memiliki penjelasan ilmiah tentang Baekhyun
yang memiliki kekebalan sehingga virus itu tak akan bekerja pada tubuhnya.
"Omong-omong bagaimana kalian bertahan di pulau itu?" Baekhyun melontar topik
pembicaraan yang lain.
"Kami mendirikan kemah." Sahut Jongdae, "kami beradaptasi dengan cepat karena memiliki
pengalaman dengan tempat-tempat seperti itu." Dia terkekeh di akhir.
Baekhyun ikut tertawa. "Sebenarnya aku juga tergabung dalam organisasi pencinta alam di
kampusku, hanya saja kami tidak pernah mendirikan tenda." Akunya.
"Yak, tidak seru sama sekali." Cetus Sowon.
"Itulah mengapa aku ingin keluar dari sana jika saja wabah ini tidak ada."
Semua orang di atas kapal itu kembali meledak dalam tawa.
Kapal itu perlahan melambat dan bergoyang ketika di tampar ombak. Pulau Hado terlihat
semakin dekat, batu-batu besar menyambut dengan tebing tinggi sebagai dindingnya. Pada
puncak tebing itu jejeran pohon besar nan lebat menyambut hijau indera.
Kapal nelayan itu Yixing berhentikan tepat pada salah satu batu, jangkarnya dia lepaskan lalu
mengikatnya pada batu besar. Jongdae, turun pertama kali, diikuti Sowon, Chanyeol juga
Baekhyun dan terakhir Yixing.
Chanyeol membantu membawa satu tas besar sedang Baekhyun mengangkat satu dus makanan
instan yang mereka ambil. Kelima orang itu menaiki tebing menuju puncak pada hamparan
tanah dipayungi oleh pohon-pohon rindang.
"Mereka kembali!" sebuah pekikan terdengar menyambut. Seorang gadis dengan potongan
rambut pendek menghampiri lalu memeluk Jongdae tiba-tiba. "Mengapa kalian lama sekali!"
"Kami berjanji kembali sebelum malam dan ini belum malam" Jongdae menyahut. "Nah bawa
ini." dia menyerahkan satu kotak kepada gadis itu.
"Kak Jongdae ini berat sekali!" dia mengeluh.
"Dasar manja!" Jongdae merutuk main-main yang dihadiahi rengutan dari gadis itu. "Ini adikku,
Eunha." Jongdae memperkenalkan.
"Oh orang baru?" gadis bernama Eunha itu menatap Baekhyun dan Chanyeol bergantian. Mata
bulatnya menatap takjub tak pernah berpikir akan bertemu dengan seseorang yang lain di pulau
kecil itu.
"Hai," Baekhyun menyapa. "Aku Baekhyun." dia memperkenalkan diri.
"Aku Eunha!" gadis itu balas menyapa riang. "Kupikir aku akan menghabiskan seluruh
hidupku hanya melihat Kak Jongdae saja. Wajahnya benar-benar membosankan!" dia
mengeluh.
"Yak kau durhaka!" Jongdae menghardik. Eunha menjulurkan lidahnya dalam cibiran lalu
berlari cepat meninggalkan rombongan itu. Dia berlari menuju tenda-tenda yang terpasang
memanggil orangtuanya dan anggota yang lain tentang kehadiran jongdae dan yang lainnya.
Seorang pria setengah baya keluar dari balik tenda, datang menghampiri dalam sambutan
"Ayah perkenalkan ini detektif Park Chanyeol dan ini Byun Baekhyun, kami bertemu di kota."
Jongdae memperkenalkan.
Chanyeol dan Baekhyun lekas memperkenalkan diri kepada anggota kamp yang lain.
Kelompok itu berjumlah 11 orang. Beberapa di antaranya merupakan pria dan wanita dewasa
yang merupakan orangtua dari Jongdae dan Sowon.
Mereka mendirikan tenda di antara celah pohon besar di pulau itu, ada sebuah dapur darurat
dengan kompor dan alat masak.
Pulau itu tak lebih bak hutan belantara namun jelas tempat itu jauh lebih baik daripada di
seberang lautan sana. Setidaknya para zombie tak bisa menyerang mereka tiba-tiba kecuali
hanyut lantas terdampar di pulau itu.
Jongdae mendirikan satu tenda tambahan dan mempersilahkan Chanyeol dan Baekhyun untuk
menempatinya.
"Istirahatlah pasti sangat melelahkan setelah apa yang kalian lewati beberapa hari ini." Jongdae
berkata.
"Terima kasih banyak Jongdae, terima kasih telah membiarkan kami ikut dengan kalian."
Chanyeol berucap tulus.
"Tolong rahasiakan bagian kalian menolongku dari pemakan manusia itu atau aku takkan
pernah dibiarkan ke kota lagi." Pria yang masih menjadi mahasiswa itu menyengir di akhir.
"Tentu saja." Baekhyun menyahut cepat.
Jongdae pergi berlalu meninggalkan pasangan itu untuk membaringkan tubuh di atas matras.
Baekhyun membawa posisi berbaring menyamping menghadap Chanyeol yang turut menatap
padanya. Keduanya melempar senyum sebelum berbagi ciuman singkat.
"Jadi inilah kehidupan baru itu?" Baekhyun bertanya dengan senyum terkulum manis.
"Mereka orang-orang yang baik, aku sempat khawatir kita tak disambut disini." jawab
Chanyeol.
Baekhyun menganggukkan kepalanya dalam persetujuan. "Terpenting mereka tak hanya duduk
diam berpangku tangan terhadap orang lain." Baekhyun menyindir, Chanyeol tertawa sebagai
sambutan.

Paginya, Chanyeol berencana menemui Ayah Jongdae, Kim Dongho yang merupakan orang
tertua di kelompok itu. Dia tengah menebangi pohon bersama Yixing dan Jongdae di belakang
tenda sedang sisanya memancing ikan di sisi tebing.
"Oh detektif Park." Dongho menyapa dengan senyum lebar yang dila, wariskan kepada
Jongdae. "Bagaimana tidurmu?"
"Tidak pernah lebih baik daripada ini." sahut Chanyeol. "Terima kasih banyak." Ucapnya lagi.
"Tak harus sungkan, sekarang kalian telah menjadi bagian dari kelompok ini." ujar Dongho
yang menciptakan senyum dari detektif itu.
"Pernah memotong pohon sebelumnya detektif?" Jongdae bertanya.
"Tentu saja." Chanyeol menerima kapak yang Jongdae berikan dan mulai mengayunkan benda
tajam itu pada potongan pohon di depannya.
"Jongdae mengatakan kau telah berada di luar sana sejak wabah ini?" disela pekerjaan Dongho
bertanya.
Chanyeol mengangguk, "Ya. Melihat apa yang kami lalui, kami tak pernah berpikir akan
bertemu dengan seseorang yang lain."
"Kami telah berada disini sejak wabah itu, jika ombak tidak pasang kami segera bergiliran
pergi ke kota untuk mencari bahan makanan."
"Tempat ini sempurna untuk memulai semuanya dari awal. Apa zombie itu pernah datang
kesiní?" Chanyeol bertanya.
"Maksudmu makhluk pemakan itu? Tentu saja, beberapa dari mereka hanyut dan terdampar di
batu. Untungnya mereka hanya berjumlah sedikit." Dongho menyahut. "Kami ingin
membangun pagar di sekitar tenda." Dia menyambung.
"Kami juga berencana membangun rumah disini." Jongdae menyelutuk.
"Wah benarkah?" Chanyeol membelalak takjub.
"Ayahku seorang arsitek omong-omong." Ada selipan nada bangga terdengar dari bicaranya.
"Itu rencana yang bagus, aku bisa kembali ke kota untuk mengambil semua kebutuhan yang
Paman butuhkan." Katanya bersemangat. "Jongdae juga mengatakan hal yang sama." Pria tua
itu menunjuk anaknya. "Sebentar lagi musim dingin, udara semakin dingin kita takkan
mungkin bisa bertahan di tenda dalam keadaan seperti itu." Jelas Dongho.
Chanyeol mengangguk membenarkan.

Baekhyun keluar dari tenda menyapa Ibu Jongdae dan Sowon yang berada di dapur
menyiapkan makanan. Dua wanita paruh baya itu balas menyapa pula, bertanya banyak hal
tentang apa saja yang Baekhyun lewati selama di luar.
Pembicaraan itu terhenti ketika Sowon datang mengajak Baekhyun bergabung dengannya dan
Yuju memancing ikan untuk lauk sarapan mereka pagi itu.
"Kita memiliki banyak makanan instan tapi para Ibu-Ibu tak ingin mengolahnya tanpa ikan
segar." Sowon mencibir main-main mengatakannya.
"Makanan instan itu tidak bagus, lagipula kita memiliki banyak ikan untuk ditangkap disini
mengapa harus memasukkan makanan pengawet di lambung?"
"Aku memang selalu kalah berdebat dengan Ibu." Sowon lekas menarik Baekhyun pergi dari
dapur itu. Baekhyun hanya tertawa dan berpamitan sebelum ikut langkah Sowon menghampiri
Yuju.
"Yuju sangat pandai memancing." Sowon berkata, "Dia juga bisa berenang."
"Aku juga bisa berenang." Sahut Baekhyun.
"Wah benarkah?!" Yuju memekik heboh. "Akhirnya aku memiliki teman untuk snorkeling."
Ucapnya berbunga-bunga.
"Aku juga sangat suka snorkeling!" sambut Baekhyun. Sowon cemberut masam yang
kemudian digoda habis-habisan oleh kedua orang itu.
"Aku akan mengajarimu." Baekhyun berkata mengakiri candaannya kepada perempuan itu.
Senyum Sowon berubah cerah kembali.
"Kudengar rencana pembangunan rumah itu akan mulai dilakukan besok." Yuju berkata di sela
perkerjaannya mengaitkan umpan pada mata pancing.
"Kalian berencana membangun rumah disini?" Baekhyun bertanya terkejut.
"Iya, Ayah Jongdae bekerja sebagai arsitek sebelumnya."
"Wah, daebak!" Baekhyun menjatuhkan rahang takjub. Dia mulai bisa membayangkan
bagaimana sempurnanya pulau tak berpunghuni ini menjadi tempat bersembunyi dari zombie
dan memulai hidup yang baru.
"Baekhyun itu berarti kita harus kembali ke kota untuk mengambil semua keperluannya."
Sowon mendesah pelan mengatakannya,
Baekhyun mengalihkan pandangannya kepada Sowon dengan pandangan tak mengerti.
"Bukankah memang harus seperti itu?"
"Kau tidak takut?" Sowon mendelik kini. "Jujur saja aku sedikit ngeri setelah apa yang terjadi
pada Jongdae kemarin." Akunya.
"Kupikir tidak apa-apa asal tidak pergi sendirian, kita bisa menjaga satu sama lain selama di
luar sana." Baekhyun berkata.
Kedua perempuan itu menatap Baekhyun tercengang dengan decakan di akhir.
"Kau pasti telah melewati banyak hal mengerikan disana hm Baekhyun?"
Baekhyun hanya tersenyum tipis mendengar penuturan itu. Dalam hati Baekhyun bertanya
bagaimana reaksi mereka jika nyatanya dia telah tergigit dan masih tetap baik-baik saja sampai
hari ini?
Namun Baekhyun pikir akan lebih baik jika dia menyembunyikan hal itu saja.

Matahari bersinar terik hari itu.
Suara ombak terdengar bergulung disela semilir angin menerbangkan dedaunan rapuh pada
dahan pohon. Seluruh anggota memutuskan untuk beristirahat makan siang selepas
mengerjakan pembangunan rumah. Ini merupakan minggu kedua dan satu rumah telah siap
huni menjadi kediaman pertama di pulau itu.
Dongho berencana membuat beberapa rumah yang lain untuk setiap keluarga pun pria itu
berpikir mereka tak memiliki hal lain untuk dilakukan kecuali membangun kediaman nyaman
untuk mereka tempati
Chanyeol menawari untuk membuat lahan perkebunan pula yang lekas di setujui oleh seluruh
anggota. Lahan perkebunan itu di buat di dekat tebing dimana cahaya matahari di dapatkan
sempurna disana.
Chanyeol dan Baekhyun juga Jongdae menjadi orang paling sering turun dari pulau untuk
masuk ke kota mencari bahan makanan juga bibit tumbuhan juga keperluan yang lain. Namun
Chanyeol lebih sering menawarkan diri dan Baekhyun tak pernah ingin meninggalkan pacarnya
itu dan berakhir dengan keduanya lebih sering berpergian.
Rasa takut mendadak hilang alih-alih keterbiasaan membuat mereka acuh dengan mayat hidup
yang masih banyak berada di jalanan sana.
Kenyataan pulau Hado yang tak perpenghuni sebelumnya telah hidup kini dengan rumah dan
perkebunan juga perternakan yang mereka miliki. Setiap anggota saling membantu
membangun pulau itu.
Setidaknya dunia tidak benar-benar berakhir oleh virus mematikan itu.
Kenyataan harapan itu selalu ada walau hanya setitik celah saja yang dimiliki.

Chanyeol membawa pandangannya menyeluruh mencari sosok mungil Baekhyun diantara
anggota kelompok itu. Chanyeol telah mencari di rumah, di tebing dimana biasanya Baekhyun
menghabiskan waktu berenang bersama Yuju sembari mencari ikan namun sosoknya tak dia
dapati dimanapun.
"Kau melihat Baekhyun?" Chanyeol menepuk pundak Yixing pelan bertanya pada pria
berdarah Korea-Cina itu,
"Terakhir aku melihatnya di pantai." Pantai berarti terletak di belakang pulau. Tempat itu tak
bertebing dengan pasir putih dan air laut biru sebagai teman ombak bergulung.
Chanyeol mengangguk paham lantas membawa langkahnya menuju belakang pulau itu.
Sepanjang pesisir pantai, pagar terpasang kokoh mengelilingi, beberapa zombie yang
terdampar lalu berkumpul di pagar tanpa bisa masuk lebih jauh ke dalam pulau.
Seminggu sekali, para anggota datang bergilir untuk memeriksa lantas membunuh mayat hidup
itu.
Sosok Baekhyun terlihat disana, seorang diri dengan sebuah kayu runcing di tangan. Zombie
terlihat pada pagar menggeram keras dengan gigi beradu hendak melahap Baekhyun yang
terhalang pada pagar.
"Hei," Chanyeol menyapa menghentikan pekerjaan Baekhyun. Lelaki bertubuh mungil itu
menyelesaikan satu zombie terakhir sebelum menghampiri Chanyeol yang duduk di batu besar.
"Hei." Sapanya. "Apa kita akan ke kota hari ini?" Baekhyun meletakkan kayu tajam dalam
genggamannya pada pasir lalu meraih botol minumnya.
"Tidak," Chanyeol menggeleng. "Mengapa? Kau bosan?"
Baekhyun mengangguk, "Sudah lama sekali sejak kita keluar." katanya.
"Mungkin kita bisa mencari ayam atau hewan yang lain untuk dipelihara disini." Sambung
Baekhyun lagi.
"Kita sudah punya banyak Baekhyun."
"Ah, benar." Baekhyun mendesah pelan. Chanyeol tersenyum lembut seraya menarik
Baekhyun mendekat lalu merangkul pundak lelaki itu dengan sayang.
Semburat matahari sore bersinar cantik dengan rasa hangat menerpa, wajah kedua anak Adam
itu dengan lembut. Deru ombak terdengar keras dengan angin kencang meniup helai keduanya.
"Jika kau mau, kita bisa kembali ke kota untuk berbelanja." Kata Chanyeol. Dia mengutip kata
belanja karena kenyataan yang mereka lakukan adalah menjarah toko-toko yang mereka
datangi.
Baekhyun tergelak dalam tawa sedang kepala dia bawa bersandar pada Chanyeol. Pria tinggi
kecintaannya itu memberikan satu kecupan pada puncak kepalanya dan menghirup aroma yang
menguar dari sana, dengan dalam
"Rambutmu harum." Ucap Chanyeol.
"Aku keramas tadi pagi." Sahut Baekhyun. "Sowon juga memberikan pelambab rambut
miliknya padaku."
Chanyeol bergumam paham disela pekerjaannya menarik harum dari helai rambut Baekhyun
oleh pembaunya.
"Sudah jangan di cium terus, geli." Baekhyun menarik hidung Chanyeol main-main lalu
menjepitnya. Chanyeol cemberut dan bibirnya maju semeter ketika Baekhyun memisahkan diri
pula.
"Omong-omong kau lupa mengatakannya hari ini." Baekhyun menghilangkan senyumnya di
gantikan rengutan pada belah bibirnya kini.
"Apa yang kulupakan?" Chanyeol mengerjap bingung.
Baekhyun semakin cemberut, dengan langkah menghentak mengambil kayu miliknya lalu
menuju pagar dan keluar dari sana. Baekhyun menyeret mayat hidup itu dari pagar dan
mengumpulkannya pada satu tempat.
Chanyeol menyembunyikan senyum, bukan tak tau apa maksud ujaran pacarnya itu. Dia
bangkit dari duduknya menghampiri Baekhyun dan ikut membantu pacarnya memindahkan
mayat-mayat itu.
Setelah semuanya terkumpul, Baekhyun lantas membakarnya menghanguskan tubuh-tubuh
bersisa tak beraturan itu dalam kobaran api yang berubah besar dengan asap membumbung di
tiup angin.
Chanyeol diam-diam mendekat lalu tanpa aba-aba mengangkat tubuh, Baekhyun ringan dan
memanggulnya pada pundak.
"YAKI" Baekhyun berseru terkejut bukan main. "Park Chanyeol turunkan aku-KYA!"
Chanyeol sekali lagi tanpa aba-aba segera menjatuhkan Baekhyun tepatnya pada ombak
membuat tubuh lelaki itu basah kuyup karenanya.
Baekhyun mendelik kesal sedang Chanyeol berkacak pinggang di depannya.
"Yak! Kau menyebalkan!" Baekhyun merutuk kesal.
"Tapi kau mencintaiku." Chanyeol menyambut.
"Tidak! Kau menyebalkan!"
"Aku menyebalkan dan kau semakin mencintaiku, akui saja cantik."
"AKU TIDAK CANTIK!" Baekhyun menggelegar dalam teriakan. "Kemari kau!" Baekhyun
lantas menerjang Chanyeol lalu dalam satu sentakkan menarik Chanyeol pula ke dalam air.
Pria tinggi itu luput mengantisipasi dan ikut basah dengan teriakan bahagia Baekhyun menderu
menyenangkan dalam inderanya.
"Kau cantik." Chanyeol berkata tanpa peduli Baekhyun akan meneriakinya lagi. Sipit itu
mendelik sebagai respon pertama, namun sebelum sempat mengajukan protes apapun,
Chanyeol segera mencegahnya dalam pangutan menghalangi seluruh makian yang hendak
Baekhyun suarakan.
"Aku sangat mencintaimu." Chanyeol berbisik pada jarak celah bibir mereka. "Terima kasih
karena sudah mencintaiku juga."
Baekhyun merasakan wajahnya memanas oleh sebaris kalimat yang nyatanya telah berulang
dia dengar dari pria yang menjadi pacarnya itu. Tidak dengan suara berat lembut seperti itu
terlebih senyum tipis tulus terulas dalam jarak sedekat itu.
Baekhyun bersyukur oleh jingga oren yang menemani sore menutupi rona wajahnya yang
memalu luar biasa. Dia tak mengatakan apapun, alih-alih menarik leher Chanyeol dan
memangut bibir tebal itu dalam tipis miliknya.
"RRRRWWWWWW" suara geraman itu terdengar memecah deru ombak yang masih
semangat bergulung. Keduanya reflek menoleh pada pantai dan menemukan satu zombie
berjalan mendekati keduanya dengan langkah terpincang.
"Aih, kapan makhluk menyebalkan berhenti menggangul Tidakkah dia tau mengganggu
kebahagian orang lain dosa, eh?!"
Chanyeol tertawa keras oleh penuturan itu. Dia menyempatkan diri menarik satu kecupan pada
bibir Baekhyun sebelum keluar dari air lalu mengambil kayu runcing di pasir sebelum menusuk
ujungnya tepat pada kepala.
Tengkorak itu bolong diikuti ambruknya tubuh busuk itu pada pasir. Chanyeol menyeretnya
pada kobaran api bergabung dengan mayat. mayat yang gosong disana sebelum bergabung
dengan Baekhyun kembali.
"Nah, sekarang sudah tidak ada lagi penggangu." Chanyeol berucap tenang seraya melepaskan
pakaiannya yang basah.
Baekhyun berusaha menyembunyikan senyum dengan raut datar terpasang pada wajahnya
yang cantik, "lantas sekarang apa?" pun dengan suara datar dia perdengarkan pula.
Chanyeol menyeringai dengan langkah tenang menghampiri Baekhyun. Dia membungkuk
tiba-tiba menghadap Baekhyun dalam jarak seinci tersisa, "sekarang aku akan memakanmu
sampai puas!"

tamat
Akhhh akhirnya selesai juga, huwaaa bahagianya suka gatau bilang wkwkkw
Makasih untuk semua pembaca terlebih yang berbaik baik hati ninggalin review I love you so
muchhh, jangan lupa main-main lagi ya. See you again di ff-ffku yang lain

Anda mungkin juga menyukai